Anda di halaman 1dari 214

Menelusur Jejak Implementasi Konsep

Bangunan Hijau dan Pintar di Kampus Biru

INSGREEB

Badan Penerbit dan Publikasi


Universitas Gadjah Mada
2016
Kata Pengantar

alah satu sasaran dalam Rencana Strategis UGM 2012 – 2017 adalah

S tercapainya manajemen sumber daya fisik yang memadai dan ramah


lingkungan. Untuk mencapai Renstra tersebut, kepercayaan dari
pemerintah, khususnya pemerintah daerah terhadap UGM perlu ditingkatkan
dalam bentuk kerjasama untuk meningkatkan kapasitas penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Yogyakarta.
Salah satu sasaran pemerintah daerah adalah mewujudkan Yogyakarta
sebagai Green City dengan mengacu pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Kementerian PU melalui Direktorat Jenderal Penataan Ruang
menginisiasikan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). P2KH diluncurkan
oleh Kementerian PU sebagai salah satu bentuk insentif program dari Pemerintah
Pusat agar Pemerintah Kota bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi
mempercepat pemenuhan tersedianya Ruang Terbuka Hijau sebesar 30% dalam
upaya pengurangan dampak perubahan iklim di Indonesia1.
Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai universitas negeri pertama dan
tertua di Indonesia, dengan segala potensinya semestinya mampu mendukung
tercapainya Green City. UGM dapat mengambil posisi sebagai universitas yang
memimpin diseminasi aplikasi prinsip-prinsip green campus ditandai dengan
adanya green building, tersedianya green place dan diterapkannya green
behaviour. Green building dapat dicapai dengan memiliki bangunan yang hemat
energi, melakukan pengelolaan limbah serta bebas polusi. Green place dapat
dicapai dengan memiliki penunjang belajar mengajar yang sehat, antara lain
berupa ruang terbuka hijau dengan tingkat polusi udara yang rendah, memiliki
resapan air, dan kemudahan akses transportasi publik. Green behaviour dicapai
dengan adanya warga kampus yang berperilaku sadar lingkungan, menggunakan
energi, air dan kertas yang efisien serta adanya edukasi terhadap masyarakat
sekitar kampus tentang green campus. Program green campus UGM dinamai

1
Republik Indonesia (2007), Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang,
Sekretariat Negara, Jakarta.
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
ii
Pintar di Kampus Biru
dengan Inspiring Blue Campus UGM. Penelitian terintegrasi antar program
studi mampu mempercepat upaya pencapaian Blue Campus UGM.
Unit Penyelenggara Riset (UPR) Integrated Smart and Green Building
yang menginduk pada Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika merupakan
kelompok riset yang sedang bergairah menjalin kerjasama riset dengan berbagai
institusi. Rekam jejak kinerja InSGreeB di bidang fisika bangunan, instrumentasi
dan sistem pengukuran fisis bangunan, sistem sensor dan kontrol utilitas
bangunan, dan green building yang telah dimiliki, menjadi dasar kepercayaan
UGM, khususnya Direktorat Perencanaan dan Pengembangan, kepada InSGreeB
untuk mengawal terwujudnya kampus yang menjunjung prinsip sustainable dan
green.
Buku ini ditulis sebagai bentuk informasi dan rekam jejak yang berlanjut
mengenai pengembangan konsep bangunan hijau di Universitas Gadjah Mada.
Pada bab 1 dibahas mengenai isu global, perkembangan kebijakan dalam negeri,
konsep dasar dan sistem pemeringkatan bangunan hijau yang diterapkan di
beberapa negara di dunia termasuk Indonesia. Pada bab 2 dan 3 disajikan
informasi lebih detail mengenai prinsip-prinsip bangunan hijau berdasarkan
sistem GREENSHIP serta parameter ukur bangunan hijau menurut jenis
bangunan. Selanjutnya di bab 4 dibahas mengenai dasar-dasar teori, standar, serta
metode pengukuran dan simulasi yang digunakan untuk mengukur secara
kuantitatif parameter-parameter fisika bangunan. Informasi dasar di bab 4
kemudian didukung dengan pengetahuan yang komprehensif mengenai penerapan
teknologi cerdas dan kontrol pada bangunan (smart and control system) di bab 5.
Implementasi konsep bangunan hijau di beberapa kampus di Indonesia pada
bab 6, membuka studi dan pandangan yang lebih lebar untuk melihat seberapa
penting dan besar pengaruhnya ketika konsep bangunan hijau diterapkan di
institusi perguruan tinggi. Kajian lebih lanjut dan dalam dipaparkan pada bab 7
mengenai berbagai studi kasus terkait analisis bangunan hijau dan cerdas di
Universitas Gadjah Mada yang telah dilakukan oleh grup riset InSGreeB
(Integrated Smart and Green Building) sejak tahun 2012 hingga saat ini. Studi
kasus meliputi; Gedung Pusat UGM, Perpustakaan Pusat UGM, Asrama Kinanti

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


iii
Pintar di Kampus Biru
1,2, dan 3, beberapa gedung di Fakultas Teknik, dan beberapa calon gedung baru
seperti Smart and Green Learning Center dan Sport Center.
Akhirnya, semoga buku ini dapat menjadi sumber informasi yang
komprehensif bagi pembaca dalam memahami konsep bangunan hijau dan
penerapannya di kawasan perguruan tinggi. Selain itu juga mampu menjadi
rujukan metode dan studi kasus bagi pembaca untuk mendapatkan contoh-contoh
yang sistematis dalam mengimplementasikan konsep bangunan hijau. Tentu saja,
buku pertama ini masih jauh dari kata sempurna. Namun penulis berupaya
menyediakan bahan bacaan yang informatif dengan contoh-contoh yang mudah
diterima oleh pembaca. Melalui peluncuran buku pertama ini, penulis telah
bertekad bahwa konten di dalam buku ini masih akan terus diperbaiki serta
diperkaya dengan berbagai studi kasus baru yang segar mengikuti perkembangan
teknologi dan kebutuhan zaman agar dapat bermanfaat bagi banyak pihak baik
perguruan tinggi, pemerintah, pemilik bangunan, serta masyarakat di Indonesia.

Yogyakarta, 29 April 2016

Penulis

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


iv
Pintar di Kampus Biru
Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................ ii


Daftar Isi.................................................................................................................. v
Daftar Gambar...................................................................................................... viii
Daftar Tabel ........................................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN........................................................................................... 2
I.1. Isu Global Mengenai Green Building....................................................... 3
I.2. Konsep Bangunan Hijau Berkelanjutan ................................................... 4
I.3. Perkembangan Kebijakan Green Building di Indonesia .......................... 7
I.4. Peraturan Perundangan Tentang Bangunan Hijau .................................... 7
I.5. Sistem Penilaian (Rating System) Bangunan Hijau ................................ 13
I.5.1. Beberapa Rating System di Dunia ................................................... 14
I.5.2. Rating System di Indonesia ............................................................. 16
Daftar Pustaka Bab I Pendahuluan .................................................................... 20
II. Prinsip-prinsip bangunan hijau ..................................................................... 23
II.1. Pengembangan Lahan ............................................................................. 23
II.2. Efisiensi Energi ...................................................................................... 24
II.3. Efisiensi Air ............................................................................................ 24
II.4. Siklus Material........................................................................................ 25
II.5. Kualitas Udara dalam Ruang .................................................................. 26
II.6. Manajemen Bangunan Gedung Hijau .................................................... 27
Daftar Pustaka Bab II Prinsip Bangunan Hijau................................................. 27
III. Parameter Ukur Green ............................................................................... 29
III.1. Jenis-jenis bangunan ........................................................................... 29
III.2. Kriteria dan Parameter ........................................................................ 32
Daftar Pustaka Bab III Parameter Ukur Green ................................................. 46
IV. Parameter, Metode dan Alat Ukur ............................................................. 48
IV.1. Pencahayaan........................................................................................ 48
IV.1.1. Dasar-dasar pencahayaan ............................................................ 48
IV.1.2. Standar Pencahayaan ................................................................... 52

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


v
Pintar di Kampus Biru
IV.1.3. Metode Pengukuran ..................................................................... 55
IV.1.4. Simulasi Pencahayaan ................................................................. 58
IV.2. Energi .................................................................................................. 61
IV.2.1. Dasar-dasar Energi ...................................................................... 61
IV.2.2. Standar Terkait Energi ................................................................. 63
IV.2.3. Metode Pengukuran Terkait Energi............................................. 64
IV.2.4. Simulasi Energi ........................................................................... 65
IV.3. Indoor Air Quality .............................................................................. 66
IV.3.1. Dasar-dasar Indoor Air Quality ................................................... 67
IV.3.2. Standar Indoor Air Quality .......................................................... 68
IV.3.3. Metode Pengukuran Indoor Air Quality ...................................... 68
IV.3.4. Simulasi Indoor Air Quality ........................................................ 71
IV.4. Akustik ................................................................................................ 71
IV.4.1. Dasar Akustik .............................................................................. 71
IV.4.2. Standar Akustik ........................................................................... 73
IV.4.3. Metode Pengukuran Akustik ....................................................... 75
IV.4.4. Simulasi Akustik ......................................................................... 76
Daftar Pustaka Bab IV Parameter, Metode dan Alat Ukur ............................... 77
V. Penerapan Teknologi Cerdas pada Bangunan ............................................... 80
V.1. Sistem Sensor dan Otomatisasi .............................................................. 82
V.1.1. Komponen Pencahayaan ................................................................. 84
V.1.2. Komponen Penghawaan .................................................................. 88
V.1.3. Komponen Pompa Air..................................................................... 91
V.1.4. Komponen Teknologi Energi Terbarukan ...................................... 92
V.1.5. Komponen Furniture ...................................................................... 93
V.1.6. Sistem Keamanan ............................................................................ 95
V.1.7. Sistem Irigasi ................................................................................... 97
V.2. Teknologi Kontrol Jarak Jauh ................................................................ 98
Daftar Pustaka Bab V Penerapan Teknologi Cerdas Pada Bangunan............... 99
VI. Implementasi Konsep Bangunan Hijau di Kawasan Kampus.................. 101
VI.1. Beberapa Contoh Implementasi Konsep Bangunan Hijau ............... 102
VI.2. Implementasi Konsep Blue Campus Universitas Gadjah Mada ....... 103

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


vi
Pintar di Kampus Biru
Daftar Pustaka Bab VI Implementasi Konsep Bangunan Hijau di Kawasan
Kampus ........................................................................................................... 104
VII. Studi Kasus di Universitas Gadjah Mada................................................. 106
VII.1. Gedung Pusat UGM .......................................................................... 106
VII.2. Perpustakaan Pusat UGM ................................................................. 111
VII.2.1. Gedung Perpustakaan Pusat L1 ................................................. 112
VII.2.2. Gedung Perpustakaan Pusat L3 dan L4 ..................................... 129
VII.3. Asrama Kinanthi 1, 2 dan 3 .............................................................. 133
VII.3.1. Analisis dan Evaluasi Parameter Green Building ..................... 134
VII.3.2. Pencahayaan .............................................................................. 161
VII.3.3. Penggunaan Energi Terbarukan ................................................ 163
VII.4. Fakultas Teknik................................................................................. 165
VII.4.1. Intensitas Konsumsi Energi (IKE)............................................. 165
VII.4.2. Pencahayaan .............................................................................. 170
VII.5. Smart and Green Learning Center .................................................... 171
VII.6. Gedung Olahraga .............................................................................. 183
IV.4.5. Rainwater harvesting dan efisiensi sumur serapan ................... 187
IV.4.6. Audit energi berdasarkan Detailed Engineering Design ........... 191
Daftar Pustaka Bab VII Studi Kasus di UGM ................................................ 194
VIII. Integrated Smart and Green Building (INSGREEB)............................ 198
VIII.1. Sejarah ........................................................................................... 198
VIII.2. Dasar Hukum Pendirian ................................................................ 199
VIII.3. Visi dan Misi INSGREEB ............................................................ 200
VIII.4. Kompetensi ................................................................................... 200
VIII.5. Struktur Organisasi Lembaga Periset ............................................ 200
VIII.6. Topik Riset .................................................................................... 202
VIII.7. Rekam Jejak .................................................................................. 202

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


vii
Pintar di Kampus Biru
Daftar Gambar

Gambar I.1. Komposisi Penggunaan Energi Menurut Sektor Kegiatan [6] ...... 4
Gambar I.2. Triple-Bottom-Line Konsep Berkelanjutan Bangunan [5] ................. 5
Gambar I.3. BREEAM [9] .................................................................................... 14
Gambar I.4. LEED [10] ......................................................................................... 14
Gambar I.5. CASBEE [11].................................................................................... 15
Gambar I.6. BCA Green Mark [12] ...................................................................... 15
Gambar I.7. Pembagian sistem pemeringkatan GREENSHIP .............................. 18
Gambar II.1. Ilustrasi kemudahan akses transportasi [4] ...................................... 23
Gambar II.2. Contoh sub-metering untuk masing-masing beban [4].................... 24
Gambar II.3. Contoh logo material ramah lingkungan [5][6][7] .......................... 26
Gambar III.1. Skala Green [7]............................................................................... 31
Gambar IV.1. Spektrum Cahaya [3] ..................................................................... 48
Gambar IV.2. Macam-macam Sistem Pencahayaan [5] ....................................... 51
Gambar IV.3. Luxmeter [7] ................................................................................... 55
Gambar IV.4. Penentuan Titik Pengukuran untuk Luas Ruangan < 10 m 2 .......... 55
Gambar IV.5. Penentuan Titik Pengukuran untuk Luas Ruangan 10-100 m2 ...... 56
Gambar IV.6. Penentuan Titik Pengukuran untuk Luas Ruangan > 100 m2 ........ 56
Gambar IV.7. Digital Light Meter Extech 401025 [8].......................................... 57
Gambar IV.8. Spektrum Frekuensi Luxmeter Extech 401025 [8] ........................ 57
Gambar IV.9. Contoh Tampilan DIALux ............................................................. 59
Gambar IV.10. Contoh Tampilan Utama Ecotect [9] ........................................... 60
Gambar IV.11. Contoh Electronic Energy Meter [11] ......................................... 65
Gambar IV.12. Bagian dalam Electronic Energy Meter [11] ............................... 65
Gambar IV.13. EnergyPlus [12]............................................................................ 66
Gambar IV.14. Indoor Air Quality Meter Extech EA80 [15] ............................... 69
Gambar IV.15. AC Adaptor Plug dan LCD Display [15]..................................... 69
Gambar IV.16. Spesifikasi Umum Extech EA80 [15] .......................................... 70
Gambar IV.17. Spesifikasi CO2, Temperatur, dan Humidity Extech EA80 [15].. 70
Gambar IV.19. Kurva Kriteria NC [2] .................................................................. 71
Gambar IV.20. Digital Sound Level Meter 407730 [20] ...................................... 75
Gambar IV.21. CATT-Acoustics [22] .................................................................. 76
Gambar IV.22. Contoh Pola Persebaran SPL pada CATT [21] ............................ 76
Gambar V.1. Piramida Bangunan Pintar [1] ......................................................... 82
Gambar V.2. Pola Cakupan PIR, Ultrasonik dan Hybrid [1] ................................ 85
Gambar V.3. Contoh Sensor Okupansi [3] ........................................................... 86
Gambar V.4. Sistem Kontrol Pencahayaan Secara Umum [1] ............................. 87
Gambar V.5. Contoh Dimmer [1] ......................................................................... 88
Gambar V.6. Ballast [1] ........................................................................................ 88
Gambar V.7. Air-Handling Unit (AHU) [1] ......................................................... 90
Gambar V.8. Rangkaian Kontrol Pompa Air Otomatis [4] ................................... 91
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
viii
Pintar di Kampus Biru
Gambar V.9. Prinsip Sistem Solar Tracking dengan Single-Axis [5]................... 92
Gambar V.11. Pemasangan Kontrol Akses pada Pintu [1] ................................... 93
Gambar V.12. Sistem Kontrol Akses [1] .............................................................. 94
Gambar V.13. Video Server [1]............................................................................. 96
Gambar V.14. Sistem Video Surveillance Digital [1] ........................................... 97
Gambar VI.1. Salah Satu Gedung di Universitas Colorado [5] .......................... 102
Gambar VI.2. Flyer UI Green Campus [3] ......................................................... 103
Gambar VII.1. Gedung Pusat UGM [2] .............................................................. 107
Gambar VII.2. Diagram Beban Termal Gedung Pusat UGM [1] ....................... 108
Gambar VII.3. Gedung Terbangun Perpustakaan UGM [4] ............................... 111
Gambar VII.4. Pengembangan Lanjutan Perpustakaan UGM [4] ...................... 112
Gambar VII.5. Tampak Depan Perpustakaan Pusat UGM L1 [3] ...................... 112
Gambar VII.6. Tampak Depan Desain Perpustakaan Pusat UGM L3 ................ 130
Gambar VII.7. Tampak Utara Desain Perpustakaan Pusat UGM L4 ................. 130
Gambar VII.8. Prosentase Konsumsi Energi Gedung Perpustakaan Pusat UGM L3
[5] ........................................................................................................................ 131
Gambar VII.9. Kaca electrochromic [7] ............................................................. 132
Gambar VII.10. Prosentase Konsumsi Energi Gedung Perpustakaan Pusat UGM
L4 [5] ................................................................................................................... 133
Gambar VII.11. Kondisi Asrama Kinanthi 1 tahun 2014 [9].............................. 134
Gambar VII.12. Asrama Kinanthi 2 dan 3 [11] .................................................. 146
Gambar VII.13. Simulasi DIALux Skenario A [15] ........................................... 161
Gambar VII.14. Simulasi DIALux Pencahayaan Alami Skenario B [15] .......... 162
Gambar VII.15. Simulasi DIALux Pencahayaan Buatan Skenario B [15] ......... 162
Gambar VII.16. Layout Gedung Asrama Kinanthi 1 [16] .................................. 164
Gambar VII.17. Grafik Pemakaian Energi Listrik Gedung KPFT UGM tahun
2014 [17] ............................................................................................................. 166
Gambar VII.18. Konsumsi Energi DTETI [19] .................................................. 168
Gambar VII.19. IKE DTETI [19] ....................................................................... 168
Gambar VII.20. Intesitas Konsumsi Energi DTMI [20] ..................................... 169
Gambar VII.21. Distribusi Penggunaan Energi per Bulan [20] .......................... 169
Gambar VII.22. Perolehan Nilai SGLC [21] ...................................................... 171
Gambar VII.23. Area vegetasi Gedung SGLC[22] ............................................. 172
Gambar VII.24. Fasilitas umum di sekitar gedung SGLC[22] ........................... 174
Gambar VII.25. Desain plaza gedung SGLC UGM[22] ..................................... 175
Gambar VII.26. Jalur pedestrian di wilayah Fakultas Teknik[22] ...................... 175
Gambar VII.27. Fungsi tanaman sebagai peneduh dan penyerap kebisingan[22]
............................................................................................................................. 176
Gambar VII.28. Parkir sepeda di area KPFT[22] ............................................... 176
Gambar VII.29. Area paving grassblock di sekitar gedung SGLC[22] .............. 177
Gambar VII.30. Lokasi penempatan sumur peresapan air hujan (warna biru)[22]
............................................................................................................................. 178

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


ix
Pintar di Kampus Biru
Gambar VII.31. Skylight pada gedung SGLC[22] .............................................. 179
Gambar VII.32. Penempatan daylight sensor[22] ............................................... 180
Gambar VII.33. Rencana Lokasi Gedung Olahraga Universitas Gadjah Mada [23]
............................................................................................................................. 184
Gambar VII.34. Denah Lantai Dasar Gedung Olahraga Universitas Gadjah Mada
[23] ...................................................................................................................... 184
Gambar VII.35. Denah Lantai Tribun Gedung Olahraga Universitas Gadjah Mada
[23] ...................................................................................................................... 185
Gambar VII.36. Perspektif Gedung Olahraga Universitas Gadjah Mada [24] ... 185
Gambar VII.37. Perspektif Gedung Olahraga Universitas Gadjah Mada dari
berbagai sisi [24] ................................................................................................. 186
Gambar VII.38. Tahap Pembangunan Gedung Olahraga Universitas Gadjah Mada
[23] ...................................................................................................................... 186
Gambar VII.39. Perbandingan Desain dan Kondisi Terkini GOR UGM [23].... 187
Gambar VII.40. Ilustrasi Rainwater Harvesting [24] ......................................... 187
Gambar VII.41. Komponen Rainwater Harvesting [24] .................................... 188
Gambar VII.42. Desain potongan atap [24] ........................................................ 189
Gambar VII.43. Diagram skematik air bersih [24] ............................................. 191
Gambar VII.44. Estimasi konsumsi daya pada semua ruangan [23] .................. 193
Gambar VII.45. Estimasi konsumsi daya pada ruangan ber-AC [23] ................. 193
Gambar VII.46. Estimasi konsumsi daya pada ruangan tanpa AC [23] ............. 194

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


x
Pintar di Kampus Biru
Daftar Tabel

Tabel I.1. Indikator Green Building Beberapa Negara [9, 10, 11, 12].................. 16
Tabel I.2. Kategori GREENSHIP NB [14] ........................................................... 19
Tabel I.3. Kategori GREENSHIP EB [15]............................................................ 19
Tabel I.4. Kategori GREENSHIP IS [16] ............................................................. 20
Tabel I.5. Kategori GREENSHIP Kawasan [17] .................................................. 20
Tabel III.1. Studi kelayakan GREENSHIP Ruang Interior [4] ............................. 31
Tabel III.2. Studi kelayakan GREENSHIP Kawasan [5] ...................................... 32
Tabel III.3. Ringkasan Kriteria GREENSHIP NB [2] .......................................... 33
Tabel III.4. Ringkasan Kriteria GREENSHIP EB [6]........................................... 35
Tabel III.5. Ringkasan Kriteria GREENSHIP IS [4] ............................................ 37
Tabel III.6. Ringkasan Kriteria GREENSHIP NH [5] .......................................... 40
Tabel III.7. Kategori dan Kriteria Greenship ........................................................ 43
Tabel IV.1. Istilah Dasar Pencahayaan [3]............................................................ 49
Tabel IV.2. Istilah Dasar Pencahayaan Buatan [4] ............................................... 49
Tabel IV.3. Tingkat Pencahayaan Minimal [6] ..................................................... 52
Tabel IV.4. Spesifikasi Luxmeter Extech 401025 [8] ........................................... 58
Tabel IV.5. IKE Bangunan Gedung ber-AC [2] ................................................... 63
Tabel IV.6. IKE Bangunan Gedung Tidak ber-AC [2] ......................................... 63
Tabel IV.7. Baku Mutu Kualitas Udara dalam Ruangan [14]............................... 68
Tabel IV.9. Tingkat Bunyi untuk Berbagai Jenis Hunian [18] ............................. 73
Tabel IV.10. Spesifikasi SLM Extech 407730 [20] .............................................. 76
Tabel VII.1. Spesifikasi Kaca [1] ........................................................................ 108
Tabel VII.2. Hasil identifikasi GREENSHIP EB [5] .......................................... 114
Tabel VII.3. Hasil identifikasi Green Mark BCA [5] ......................................... 123
Tabel VII.4. Penilaian Asrama Kinanthi 1 dengan GREENSHIP NB – DR [9] 135
Tabel VII.5. Rekomendasi Peningkatan Level Green pada Asrama Kinanthi 1 [9]
............................................................................................................................. 145
Tabel VII.6. Rincian Perolehan Poin Tolok Ukur GREENSHIP Asrama Kinanthi
2 dan 3 [11] ......................................................................................................... 147
Tabel VII.7. Rekomendasi Peningkatan Poin untuk asrama Kinanthi 2 dan 3 [11]
............................................................................................................................. 159
Tabel VII.8. Pencahayaan Skenario A [15] ........................................................ 161
Tabel VII.9. Pencahayaan Skenario B [15] ......................................................... 162
Tabel VII.10. Prosentase Konsumsi Energi Listrik KPFT [17] .......................... 166
Tabel VII.11. IKE KPFT [17] ............................................................................. 167
Tabel VII.12. IKE Perpustakaan Teknik [18] ..................................................... 167
Tabel VII.13. Prosentase Konsumsi Energi Perpustakaan Teknik [18] .............. 167
Tabel VII.14. Prosentase Konsumsi Energi DTNTF [21]................................... 170
Tabel VII.15. IKE DTNTF [21] .......................................................................... 170
Tabel VII.16. Perbandingan Nilai Iluminansi KPFT Lantai 2 [17] .................... 170
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
xi
Pintar di Kampus Biru
BAB I
PENDAHULUAN
Menelusur Jejak Implementasi
Konsep Bangunan Hijau dan Pintar
di Kampus Biru

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


1
Pintar di Kampus Biru
I. PENDAHULUAN

Sejak tahun 1992, negara-negara di seluruh dunia melakukan kesepakatan


di Rio De Jainero untuk melakukan pencegahan terhadap bahaya-bahaya yang
dapat menyebabkan perubahan iklim. Sudah 23 tahun berlalu, sudah lebih dari 20
pertemuan internasional dilakukan namun tidak ada dampak terlihat terhadap
emisi karbon. Sejak 1970 hingga 2011, jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke
atmosfer lebih besar dengan jumlah karbon yang dilepaskan pada tahun 1850-
1970 [1]. Suhu bumi saat ini sudah meningkat 0,2°C dan diprediksikan dapat
meningkat menjadi 4°C pada tahun 2100 [2]. United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCC) membatasi kenaikan suhu bumi tidak
lebih dari 2°C dan usaha-usaha terkait kemudian dilakukan melalui pemerintahan
negara-negara di seluruh dunia.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional memiliki
kewajiban moral untuk turut berpartisipasi dalam usaha mitigasi perubahan iklim.
Indonesia sebagai negara kepulauan, juga akan menjadi salah satu negara yang
rentang dengan dampak perubahan iklim. Salah satu mitigasi yang dilakukan
adalah dengan membuat kerangka komitmen internasional dengan target
pencapaian yang disebut dalam Intended Nationally Determined Contributions
(INDCs). INDCs merupakan target nasional dari masing-masing negara yang
diminta oleh UN FCC untuk COP 21, Paris. INDCs dikabarkan memiliki daya
ikat yang lebih tinggi dibandingkan dari komitmen nasional pada tahun 2009.
INDC Indonesia memiliki target 29% penurunan emisi, lebih tinggi 3%
dibandingkan target yang dicanangkan tahun 2009. Beberapa sektor yang
ditargetkan Indonesia dalam INDCs yang dapat dicapai melalui konsep bangunan
hijau antara lain adalah penggunaan energi terbarukan, efisiensi energi,
pengolahan sampah dan pengamanan sumber air bersih.
Bangunan mendapatkan perhatian khusus dikarenakan bangunan
menghasilkan 39% dari total emisi gas rumah kaca [3]. Penerapan konsep
bangunan hijau telah menjadi salah satu solusi yang dipercaya untuk dapat
mengurangi emisi gas rumah kaca. Beberapa negara telah memasukkan konsep
bangunan hijau sebagai salah satu target dari INDC mereka, antara lain India,
Amerika, Switzerland, Singapura dan Jepang [4].
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
2
Pintar di Kampus Biru
Bangunan pun turut memiliki peranan dalam raihan Sustainable
Development Goals (SDGs). SDGs merupakan kelanjutan dari Millennium
Development Goals (MDGs) yang telah berakhir pada tahun 2015. SDGs
menargetkan pada 17 target dengan 3 area, yaitu pembangunan berkelanjutan,
pemerintahan demokratis dan adil, serta penanganan bencana dan perubahan iklim
sampai dengan 2030. Bangunan hijau memiliki peranan dalam pengurangan
kemiskinan melalui penciptaan green job, menciptakan manusia dan lingkungan
yang sehat melalui penyediaan material bangunan yang bebas racun (non-toxic)
serta menjaga kualitas udara di dalam ruangan, penyediaan air melalui
penggunaan sumber air alternatif, mendorong penyediaan energi bersih,
pembuatan kota dan komunitas berkelanjutan, mendorong pola konsumsi dan
produksi yang bertanggung jawab, serta berperan dalam penurunan emisi dan
menangani perubahan iklim [5].

I.1. Isu Global Mengenai Green Building

Fenomena pemanasan global (global warming) dan isu-isu kerusakan


lingkungan yang beraneka ragam semakin marak dikaji dan dipelajari. Salah satu
efek dari global warming adalah peningkatan suhu rata-rata harian yaitu
setidaknya 0,74°C per tahun selama dua dekade terakhir dengan dampak yang
paling terasa adalah di daratan (UNEP, 2007). Selain itu krisis energi juga
menjadi topik yang menarik perhatian mengingat kondisi persediaan
nonrenewable resource (energi tak terbaharui) yang semakin lama semakin
menipis. Berdasarkan data dari World Green Building Council, di seluruh dunia,
bangunan gedung setidaknya menyumbangkan 33% emisi CO 2, mengonsumsi
17% air bersih, 25% produk kayu, 30-40% penggunaan bahan mentah dan 40-
50% penggunaan energi untuk pembangunan dan operasionalnya [6].
Krishan (2001) mengemukakan bahwa jika dilihat komposisi penggunaan
energi pada bangunan menurut sektor kegiatan, maka prosentase terbesar
penggunaan energi adalah untuk kegiatan operasional (45%), selebihnya adalah
untuk kegiatan industri (20%), transportasi (20%), proses konstruksi (5%), dan
penggunaan lain-lain sebesar 10%. Pemanfaatan energi dalam operasional
bangunan ini secara spesifik adalah untuk pemanasan, pendinginan dan
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
3
Pintar di Kampus Biru
pencahayaan bangunan. Pada industri konstruksi, beberapa data dan fakta tersebut
memicu dikembangkannya sebuah konsep baru berupa aplikasi teknologi
konstruksi yang ramah lingkungan dan lebih sadar energi [6].
Konsep efisiensi energi pada bangunan berwujud dalam proses konstruksi
yang disebut green construction dengan produk utamanya yang disebut dengan
green building. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan dan merupakan
perwujudan satu kesatuan sistem hemat energi
yang berlandaskan pada wacana optimasi dan
efisiensi penggunaan energi tanpa membatasi atau
merubah fungsi bangunan, kenyamanan, maupun
produktivitas penggunanya. Konsep green
building yang lazim diangkat adalah optimalisasi
tingkat konsumsi energi yang terwujud dalam tata
kelola energi listrik, sistem penghawaan, sistem
tata cahaya, pengelolaan sumber daya air, Gambar I.1. Komposisi
pemilihan material daur ulang yang ramah Penggunaan Energi Menurut
Sektor Kegiatan [6]
lingkungan, serta sinergi antara metode pasif dan
aktif pada aplikasi instrument hemat energi. Konsep green building dianggap
sebagai salah satu solusi untuk mengurangi kerusakan lingkungan, meminimalkan
emisi karbon sebagai penyebab utama global warming, dan meminimalkan serta
mengatasi krisis energi yang muncul sebagai dampak dari pesatnya industrialisasi
pada berbagai bidang, termasuk pada sektor konstruksi [6].

I.2. Konsep Bangunan Hijau Berkelanjutan

Tiga hal pokok yang selalu berkaitan dalam hal perkembangan konsep
berkelanjutan adalah permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan.
Keseimbangan dan keadaan ideal dari tiga hal ini menjadi motor penggerak dan
alasan konsep berkelanjutan terus dilaksanakan.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


4
Pintar di Kampus Biru
Gambar I.2. Triple-Bottom-Line Konsep Berkelanjutan Bangunan [5]

Sebuah bangunan gedung yang menerapkan konsep berkelanjutan dan


ramah lingkungan akan berdampak positif. Keuntungan yang bisa ditawarkan oleh
green building adalah menciptakan bangunan yang sehat untuk menyehatkan
penghuni di dalamnya. Selain itu, keuntungan lain dari green building terbagi
dalam manfaat ekonomi, manfaat sosial dan manfaat lingkungan.
Manfaat ekonomi green building di antaranya:
 Penghematan energi dan air
Green building atau bangunan hijau berpotensi untuk menghemat
penggunaan energi dan air dalam bangunan, melalui desain bangunan maupun
peralatan hemat energi dan air yang dipasang dalam bangunan. Dengan
penghematan ini saja dipastikan payback period investasi tambahan pada
bangunan hijau akan tercapai lebih cepat.
 Meningkatkan nilai bangunan
Praktek bangunan hijau di berbagai negara menunjukkan dengan
mengaplikasikan gedung hijau akan meningkatkan nilai bangunan tersebut. Dari
data yang disajikan oleh USGBC, nilai bangunan hijau dibandingkan bangunan
biasa naik sebanyak 5% untuk bangunan baru dan 3% untuk bangunan terbangun.
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
5
Pintar di Kampus Biru
 Meningkatkan angka kehadiran karyawan
Bangunan hijau juga meningkatkan kesehatan penghuni di dalamnya.
Bangunan hijau memiliki kendali atas suhu ruangan beserta dengan ventilasi yang
baik dan juga pencahayaan alami yang banyak. Dari hal-hal ini saja sudah dapat
meningkatkan kesehatan pengguna. Dengan meningkatnya kesehatan
penggunanya, angka karyawan yang absen bekerja dengan alasan sakit dapat
ditekan. Sebuah studi di Amerika membuktikan bahwa dengan ventilasi yang
lebih banyak dapat menekan angka absensi karyawan 35% lebih rendah.
 Meningkatkan produktivitas karyawan
Desain dari bangunan hijau salah satunya termasuk desain dengan
memanfaatkan pencahayaan alami dan pemandangan keluar gedung. Hal ini
dibuktikan dapat menurunkan adrenalin orang saat bekerja dan membuat
produktivitas lebih baik. Dengan meningkatnya produktivitas karyawan tentunya
akan mempengaruhi keuntungan dari suatu perusahaan.
Manfaat sosial bangunan hijau berhubungan dengan peningkatan kualitas
hidup, kesehatan dan kenyamanan. Seperti diketahui bahwa 90% dari hidup
manusia dihabiskan di dalam ruangan dan sayangnya tanpa diketahui udara dalam
ruangan bisa sepuluh kali lebih terpolusi daripada udara luar ruangan. Bangunan
hijau berperan untuk mengeliminasi hal ini dan membuat manusia yang tinggal di
dalamnya menjadi lebih sehat. Bangunan hijau memiliki desain yang
memungkinkan bagi terciptanya kualitas udara dalam ruang yang baik. Selain itu,
dengan penggunaan material yang bebas racun akan menghindarkan pengguna
bangunan dari menghirup racun yang tanpa disadari selama ini telah dihirup
secara konstan. Manfaat sosial lain yang diberikan oleh bangunan hijau seperti
dikutip dari sebuah contoh kasus (Heerwagen, 2000) pada gedung Herman Miller
di Holland, Michigan, adalah meningkatnya fungsi sosial bangunan dan rasa
kepemilikan pengguna kepada bangunan misalnya dengan area berkumpul,
kafetaria terpusat dan penataan lansekap bangunan yang ramah terhadap manusia.
Yang terpenting dari manfaat yang ditawarkan oleh bangunan hijau adalah
manfaat kepada lingkungan. Mungkin selama ini tidak disadari bahwa bangunan
sebenarnya merupakan salah satu penyumbang emisi di dunia. Menurut data yang
dirilis UNEP, di seluruh dunia, bangunan merupakan konsumen dari 40% energi,

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


6
Pintar di Kampus Biru
25% air, 40% sumber daya alam dan menghasilkan ⅓ emisi gas rumah kaca
secara global. Dengan menerapkan konsep bangunan hijau, pemakaian energi dan
air serta sumber daya alam bisa dikurangi secara signifikan. Belum lagi dengan
target Indonesia untuk mengurangi emisi sebesar 29% pada tahun 2030, peranan
bangunan hijau akan signifikan [5].

I.3. Perkembangan Kebijakan Green Building di Indonesia

Salah satu aspek dalam kehidupan masyarakat yang dapat dikaitkan


dengan perubahan iklim dan pemanasan global adalah hunian atau bangunan yang
merupakan salah satu penyumbang karbon emisi terbesar, yang mencapai 33%
dari keseluruhan emisi sehingga bangunan menjadi faktor penting atas percepatan
pemanasan global di dunia. Inisiatif untuk menerapkan green building yang telah
dikembangkan di Eropa dan AS, kini telah masuk di Indonesia dan bukan hanya
sekadar wacana. Sebagian besar pelaku industri properti tanah air dan
pengembang bangunan turut menyikapi untuk memberikan peran kepada inisiatif
green building ini dikarenakan adanya tuntutan dari pasar global [7].
Awal mula diberlakukannya green building ini menganut gerakan green
construction sebagai gerakan berkelanjutan yang mencita-citakan terciptanya
konstruksi dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pemakaian produk konstruksi
yang ramah lingkungan, efisien dalam pemakaian energi dan sumber daya, serta
berbiaya rendah [7].
Program green building didorong menjadi tren dunia bagi pengembangan
properti saat ini karena dirasa memiliki kontribusi menahan laju pemanasan global
dengan membenahi iklim mikro. Poin besar dalam konsep ini adalah penghematan
air dan energi serta mengedepankan penggunaan energi terbarukan [7].

I.4. Peraturan Perundangan Tentang Bangunan Hijau

Konsep hijau yang mengacu kepada prinsip berkelanjutan dan menerapkan


praktik-praktik ramah lingkungan merupakan hal yang baru di Indonesia. Tetapi,
kenyataannya telah banyak pelaku pasar yang sudah menggunakan label hijau. Ini
menunjukkan adanya kecenderungan pasar terhadap kesadaran betapa pentingnya

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


7
Pintar di Kampus Biru
penerapan prinsip ini sehingga muncul keinginan untuk menerapkan praktik
ramah lingkungan dan prinsip berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Di
dunia internasional, baik di Eropa di Amerika, ataupun di Asia Tenggara, konsep
hijau sudah mulai diadaptasi dan menjadi praktik umum. Di Indonesia, konsep
hijau telah menjadi perhatian para pemangku kepentingan dengan munculnya
sistem pemeringkatan bangunan hijau dan peraturan nasional. Peraturan nasional
meliputi undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang bisa
didapatkan dari kementerian terkait serta Standar Nasional Indonesia (SNI) yang
bisa didapatkan dari Badan Standardisasi Nasional (BSN). Kebijakan dan
peraturan nasional terkait bangunan hijau antara lain:
a. Undang-undang
 Undang-undang No. 04 tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman
 Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
 Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
 Undang-undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
 Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
 Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
 Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
 Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
 Undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
b. Peraturan Pemerintah
 Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 1999 tentang Kawasan Siap
Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri
 Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
 Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
8
Pintar di Kampus Biru
 Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan Kawasan Perkotaan
 Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang
 Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan
Kawasan Khusus
 Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
c. Keputusan Menteri
 Keputusan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman No. 09 tahun
1999 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Permukiman (RP4D)
 Keputusan Menteri Kesehatan No. 829 tahun 1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan
 Keputusan Menteri Kimpraswil No. 327 tahun 2002 tentang Penetapan
Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang
 Keputusan Menteri Kimpraswil No. 403 tahun 2002 tentang Pedoman
Teknis Rumah Sederhana Sehat
 Keputusan Menteri Kesehatan No. 852 tahun 2008 tentang Sanitas
Total Berbasis Masyarakat (STBM)
d. Peraturan Menteri
 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 05 tahun 1992 tentang Rencana
Tapak Tanah Kawasan Industri
 Peraturan Menteri No. 06 tahun 2006 tentang Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 29 tahun 2006 tentang
Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30 tahun 2006 tentang
Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung
dan Lingkungan
 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 31 tahun 2006
tentang Juklat Kalisiba
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
9
Pintar di Kampus Biru
 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 32 tahun 2006
tentang Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap
Bangun yang Berdiri Sendiri
 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 34 tahun 2006
tentang Sarana Perumahan
 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 01 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
 Peraturan Menteri No. 05 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06 tahun 2007 tentang
Pedoman Tata Bangunan dan Lingkungan
 Peraturan Menteri No. 24 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Izin
Mendirikan Bangunan Gedung
 Peraturan Menteri No. 25 tahun 2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik
Fungsi Bangunan Gedung
 Peraturan Menteri No. 26 tahun 2007 tentang Pedoman Tim Ahli
Bangunan Gedung
 Peraturan Menteri No. 45 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Bangunan Gedung Negara
 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 01 tahun 2008 tentang Pedoman
Perencanaan Kawasan Perkotaan
 Peraturan Menteri No. 05 tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan
dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 22 tahun 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Perumahan Rakyat
 Peraturan Menteri No. 24 tahun 2008 tentang Pedoman Pemeliharaan
dan Perawatan Bangunan Gedung
 Peraturan Menteri No. 25 tahun 2008 tentang Pedoman Teknis
Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
 Peraturan Menteri No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis
Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


10
Pintar di Kampus Biru
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 29 tahun 2006 tentang
Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30 tahun 2006 tentang
Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung
dan Lingkungan
 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 01 tahun 2009
tentang Acuan Penyelenggaraan Peningkatan Kualitas Perumahan
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15 tahun 2009 tentang
Pedoman Penyusunan RTRW Provinsi
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17 tahun 2009 tentang
Rencana Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
 Peraturan Menteri No. 20 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis
Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan
 Peraturan Menteri No. 14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010 tentang
Revitalisasi Kawasan
 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 tahun 2010 tentang Pedoman
Pengelolaan Sampah
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 tahun 2011 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03 tahun 2014 tentang
Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan
Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 02
tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Hijau
e. Standar Nasional Indonesia
 SNI 03-1735-2000 tentang Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan
dan Akses Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Gedung

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


11
Pintar di Kampus Biru
 SNI 03-1736-2000 tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Proteksi
Pasif untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah
dan Gedung
 SNI 03-1745-2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan
Sistem Pipa Tegak dan Slang untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
pada Bangunan Rumah dan Gedung
 SNI 03-1746-2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan
Sarana Jalan ke Luar untuk Penyelamatan Terhadap Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Gedung
 SNI 03-3985-2000 tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan
Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan
Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung
 SNI 03-3898-2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan
Sistem Springkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
pada Bangunan Gedung
 SNI 03-6196-2000 tentang Prosedur Audit Energi pada Bangunan
Gedung
 SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem
Pencahayaan
 SNI 03-6386-2000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu
Dengung dalam Gedung
 SNI 03-6389-2000 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan
pada Bangunan Gedung
 SNI 03-6390-2000 tentang Konservasi Energi Sistem Tata Udara pada
Bangunan Gedung
 SNI 03-6481-2000 tentang Sistem Plambing
 SNI 03-2396-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem
Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung
 SNI 03-6570-2001 tentang Instalasi Pompa yang Dipasang Tetap
untuk Proteksi KEbakaran
 SNI 03-6571-2001 tentang Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada
Bangunan Gedung
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
12
Pintar di Kampus Biru
 SNI 03-6572-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi
dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung
 SNI 03-6574-2001 tentang Tata Cara Perancangan Pencahayaan
Darurat, Tanda Arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan
Gedung
 SNI 03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem
Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung
 SNI 03-6759-2002 tentang Tata Cara Perancangan Konservasi Energi
pada Bangunan Gedung
 SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan
Sampah Perkotaan
 SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan
 SNI 03-7013-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Fasilitas
Lingkungan Rumah Susun Sederhana
 SNI 03-7065-2005 tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing
 SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah Permukiman

I.5. Sistem Penilaian (Rating System) Bangunan Hijau

Sistem penilaian (rating system) adalah suatu alat berisi butir-butir dari
aspek penilaian yang disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai
(credit poin/poin nilai). Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir
rating, maka bangunan itu akan mendapatkan poin nilai dari butir tersebut. Bila
jumlah semua poin nilai yang berhasil dikumpulkan mencapai suatu jumlah
tertentu, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi untuk tingkat sertifikasi
tertentu. Namun sebelum mencapai tahap penilaian rating terlebih dahulu
dilakukan pengkajian bangunan untuk pemenuhan persyaratan awal penilaian
(eligibilitas) [8].
Rating system dipersiapkan dan disusun oleh Green Building Council yang
ada di negara-negara tertentu yang sudah mengikuti gerakan bangunan hijau.
Setiap negara mempunyai rating system masing-masing yang disesuaikan

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


13
Pintar di Kampus Biru
berdasarkan letak geografis, iklim, serta kondisi dan situasi lokal di suatu negara.
Sebagai contoh: Inggris mempunyai BREEAM (Building Research
Establishment’s Environmental Assessment Method), USA mempunyai LEED
(Leadership in Energy and Environmental Design), Jepang mempunyai CASBEE
(Comprehensive Assessment System for Built Environment Efficiency), Singapura
mempunyai BCA Green Mark dan Indonesia mempunyai GREENSHIP [8].

I.5.1. Beberapa Rating System di Dunia

Sistem pemeringkatan BREEAM merupakan sistem pemeringkatan


yang pertama di dunia, dikembangkan oleh Inggris pada tahun 1990. BREEAM
melakukan sistem pemeringkatan pada bangunan kantor, rumah, industri, dan
sekolah, sedangkan bangunan selain itu
menggunakan bespoke BREEAM untuk
sistem pemeringkatannya. Predikat
bangunan sertifikasi BREEAM adalah
Unclassified, Pass, Good, Very Good,
Gambar I.3. BREEAM [9]
Excellent, Outstanding, bergantung pada
skor yang diperoleh oleh bangunan gedung tersebut. Kategori utama BREEAM
untuk desain dan pengadaaan (procurement) meliputi penilaian manajemen,
kesehatan, energi, transportasi, air, material, pemanfaatan lahan, ekologi, dan
polusi [9].
LEED merupakan sistem pemeringkatan yang
dikembangkan oleh Amerika Serikat pada tahun 1998,
dan menjadi sistem pemeringkatan bangunan hijau yang
paling populer di dunia. Pengembangan LEED dilakukan
melalui anggota komisi Green Building Council Amerika
Serikat. Beberapa aspek yang dinilai dalam sistem Gambar I.4. LEED
pemeringkatan LEED adalah sustainable sites, water [10]

efficiency, energy and atmosphere, materials and resources, indoor environment


quality, serta innovation and design process. Masing-masing dari aspek tersebut
terdiri dari rating prerequisite (prasyarat) dan rating kredit. Predikat yang yang
disertfikasi LEED adalah certified, silver, gold, dan platinum bergantung pada
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
14
Pintar di Kampus Biru
jumlah poin yang didapat dari hasil sertifikasi [10].
CASBEE merupakan sistem
pemeringkatan bangunan hijau dari
Jepang yang dikembangkan sejak
tahun 2001. Penilaian bangunan Gambar I.5. CASBEE [11]
didasarkan pada daur hidup bangunan
(pradesain, bangunan baru, bangunan lama, dan pembaharuan). Kriteria penilaian
CASBEE meliputi dua hal, yaitu kinerja dan kualitas lingkungan bangunan (Q),
dan beban lingkungan bangunan (L). Penilaian kinerja dan kualitas lingkungan
terdiri dari penilaian lingkungan dalam bangunan, penilaian kualitas pelayanan,
dan penilaian lingkungan luar bangunan. Kriteria beban lingkungan bangunan
terdiri dari energi, sumber daya dan material, menghindari penggunaan CFC dan
halon, dan penilaian lingkungan luar seperti misalnya polusi udara, heat island
effect, gangguan cahaya matahari, dan lain lain. Setiap kriteria tersebut diberi
skor dengan level antara 1 sampai 5 di mana level 1
merupakan level terendah dan level 5 merupakan
level tertinggi [11].
BCA Green Mark adalah sistem penilaian
bangunan hijau dari Singapura yang dikembangkan
sejak tahun 2005. Penilaian ini mengidentifikasi
tingkat efisiensi energi dan ramah lingkungan. Gambar I.6. BCA Green
Mark [12]
Poin diberikan pada kriteria yang memenuhi
persyaratan ramah lingkungan. Jumlah total poin yang diperoleh akan
mengindikasikan seberapa ramah lingkungan bangunan tersebut dari sisi desain
maupun operasional. Peringkat pada BCA Green Mark terdiri dari Platinum
(tertinggi), GoldPlus, Gold, dan Certified. Sertifikasi bangunan hijau dari BCA
Green Mark dilakukan kembali setiap tiga tahun untuk mempertahankan
statusnya [12].

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


15
Pintar di Kampus Biru
Tabel I.1. Indikator Green Building Beberapa Negara [9, 10, 11, 12]
No Lembaga Rating Indikator
1 BREEAM - Management - Materials
- Health and Wellbeing - Waste
- Energy - Land Use & Ecology
- Transport - Pollution
- Water - Innovation
2 CASBEE Building Environmental Building Environmental
Quality and Performance Loading
- Indoor environment - Energy
- Quality of service - Resource and material
- Outdoor environment on - Reuse and reusability and
site avoidance of CFCs and
halons
- Off-site environment
3 LEED - Sustainable Site - Innovation and Credit
- Water Efficiency Process
- Energy & Atmosphere - Regional Priority Credit
- Material & Resources
- Indoor Environment Quality
4 BCA Green - Energy Efficiency - Indoor Environmental
Mark - Water Efficiency Quality
- Environmental Protection - Other Green Features and
Innovation

I.5.2. Rating System di Indonesia

Kegiatan sertifikasi bangunan hijau di Indonesia dilaksanakan oleh GBCI.


GBCI merupakan lembaga nonpemerintah dan nirlaba yang berkomitmen
penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam menerapkan praktik-praktik terbaik
lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang
berkelanjutan. GBCI merupakan anggota dari WGBC yang berpusat di Toronto,
Kanada. GBCI didirikan pada tahun 2009 dan diselenggarakan sinergi di antara
para pemangku kepentingan, meliputi: profesional bidang jasa dan konstruksi,
kalangan industri sektor bangunan dan properti, pemerintah, institusi pendidikan
dan penelitian, serta asosiasi profesi dan masyarakat peduli lingkungan [13].
GBCI telah menyusun panduan bangunan hijau dalam rangka menuju
tersusunnya sistem pemeringkatan bangunan hijau di Indonesia pada awal tahun
2008. Istilah yang digunakan sebagai nama panduan bangunan hijau atau sistem
pemeringkatan bangunan hijau tersebut adalah GREENSHIP. GREENSHIP
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
16
Pintar di Kampus Biru
adalah sistem penilaian bangunan yang merupakan bentuk dari salah satu upaya
untuk menjembatani konsep ramah lingkungan dan prinsip berkelanjutan dengan
praktik yang nyata. Hadirnya perangkat rating ini diharapkan dapat mendorong
transformasi di industri bangunan, sehingga praktik-praktik ramah lingkungan
dapat diterapkan di Indonesia. Setiap bangunan yang mendeklarasikan diri
sebagai bangunan hijau akan dinilai dan disertifikasi berdasarkan kriteria-kriteria
baku yang ada dalam sistem pemeringkatan ini. Kriteria penilaian GREENSHIP
bukan merupakan penemuan baru, melainkan kumpulan dan pengelompokan
dari praktik-praktik terbaik di industri bangunan yang kemudian diidentifikasi
oleh GBCI. Sistem rating ini juga dapat mengedukasi industri bangunan dan
khalayak umum tentang aspek-aspek yang harus dipenuhi sebuah
bangunan hijau.
Dokumen sistem pemeringkatan GREENSHIP dibagi menjadi empat,
yaitu GREENSHIP New Building (NB) untuk menilai parameter green pada
bangunan baru dan belum beroperasi [14], GREENSHIP Existing Building (EB)
untuk menilai bangunan yang telah berdiri dan beroperasi selama minimal 1
tahun [15], GREENSHIP Interior Space (IS) untuk menilai ruangan dalam
gedung [16], dan GREENSHIP Neighborhood (NH) untuk menilai penerapan
dan perwujudan kawasan yang berkelanjutan [17]. Penilaian GREENSHIP New
Building dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap Rekognisi Desain (Design
Recognition/DR) jika bangunan masih dalam finalisasi desain atau perencanaan
dan tahap Penilaian Akhir (Final Assessment/FA) jika bangunan sudah dalam
tahap konstruksi. Penilaian GREENSHIP Neighborhood terbagi menjadi dua
jenis sertifikasi, yaitu plan untuk kawasan yang masih dalam tahap perencanaan
dan built project untuk kawasan yang telah terbangun dan/atau telah beroperasi.
Skema pembagian dokumen sistem pemeringkatan GREENSHIP tersebut dapat
dilihat pada Gambar I.7.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


17
Pintar di Kampus Biru
Design
Recognision
New Building
Final
Assessment
Existing
Building
GREENSHIP
Interior Space
Plan
Neighborhood
Build Project

Gambar I.7. Pembagian sistem pemeringkatan GREENSHIP

Untuk mengetahui GREENSHIP lebih detail, definisi yang akan


digunakan dalam rating tools ini harus dijelaskan terlebih dahulu. Terdapat dua
istilah utama dalam rating tools ini yaitu kategori dan kriteria. Kategori adalah
pembidangan aspek-aspek yang dinilai secara signifikan, dan harus menjadi
perhatian utama dalam konsep bangunan hijau. Kategori ini mengandung rating
yang menjadi inti penilaian perangkat rating GREENSHIP ini. Kriteria atau
disebut juga rating adalah bagian dari kategori, berisi muatan-muatan yang
dinilai, tolok ukur yang harus dipenuhi, dan berapa nilai poin yang terkandung
didalamnya. Ada 3 jenis penilaian, yaitu kriteria prasyarat, kriteria biasa, dan
kriteria bonus. Kriteria prasyarat adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan
harus dipenuhi sebelum dilakukannya penilaian lebih lanjut berdasarkan kriteria
kredit dan kriteria bonus. Kriteria prasyarat merepresentasikan standar minimum
gedung ramah lingkungan. Apabila salah satu prasayarat tidak dipenuhi, maka
kriteria kredit dan kriteria bonus dalam semua kategori tidak dapat dinilai. Kriteria
prasyarat ini tidak memiliki nilai seperti kriteria lainnya. Kriteria kredit adalah
kriteria yang ada di setiap kategori dan tidak harus dipenuhi. Pemenuhan kriteria
ini disesuaikan dengan kemampuan gedung tersebut. Bila kriteria ini dipenuhi,
gedung yang bersangkutan mendapat nilai dan apabila tidak dipenuhi gedung
yang bersangkutan tidak mendapat nilai. Kriteria bonus adalah kriteria yang

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


18
Pintar di Kampus Biru
memungkinkan pemberian nilai tambah. Selain tidak harus dipenuhi,
pencapaiannya dinilai cukup sulit dan jarang terjadi di lapangan. Nilai bonus tidak
memengaruhi nilai maksimum GREENSHIP, namun tetap diperhitungkan sebagai
nilai pencapaian. Oleh karena itu, gedung yang dapat memenuhi kriteria bonus
dinilai memiliki prestasi tersendiri [14].
Kategori sistem pemeringkatan GREENSHIP NB ditunjukkan pada Tabel
I.2, kategori sistem pemeringkatan GREENSHIP EB ditunjukkan pada Tabel I.3,
kategori sistem pemeringkatan GREENSHIP IS ditunjukkan pada Tabel I.4, dan
kategori sistem pemeringkatan GREENSHIP NH ditunjukkan pada Tabel I.5.

Tabel I.2. Kategori GREENSHIP NB [14]


Jumlah Nilai untuk DR Jumlah Nilai untuk FA
Kategori
Prasyarat Kredit Bonus Prasyarat Kredit Bonus
Appropriate Site
1 17 1 17
Development
Energy Efficiency and
2 26 5 2 26 5
Conservation
Water Conservation 2 21 2 21
Material Resource and
1 2 1 14
Cycle
Indoor Health and
1 5 1 10
Comfort
Building and
Environment 1 6 1 13
Management
Jumlah Kriteria dan
77 5 101 5
Tolok Ukur

Tabel I.3. Kategori GREENSHIP EB [15]


Jumlah Nilai
Kategori
Prasyarat Kredit Bonus
Appropriate Site Development 2 16
Energy Efficiency and Conservation 2 36 8
Water Conservation 1 20 2
Material Resource and Cycle 3 12
Indoor Health and Comfort 1 20
Building and Environment Management 1 13
Jumlah Kriteria dan Tolok Ukur 117 10

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


19
Pintar di Kampus Biru
Tabel I.4. Kategori GREENSHIP IS [16]
Jumlah Nilai
Kategori
Prasyarat Kredit Bonus
Appropriate Site Development 1 5
Energy Efficiency and Conservation 1 5
Water Conservation 1 3
Material Resource and Cycle 2 6 1
Indoor Health and Comfort 1 12 1
Building and Environment Management 1 3 1
Jumlah Kriteria dan Tolok Ukur 34 3

Tabel I.5. Kategori GREENSHIP Kawasan [17]


Kategori Nilai Bobot
Land Ecological Enhancement 19 15%
Movement and Connectivity 26 21%
Water Management and Conservation 18 15%
Solid Waste and Material 16 13%
Community Wellbeing Strategy 16 13%
Building and Energy 18 15%
Innovation and Future Development 11 9%
Total Nilai Keseluruhan Maksimum 124

Daftar Pustaka Bab I Pendahuluan

[1] J. Friedrich and T. Damassa, “The History of Carbon Dioxide Emissions,”


World Resour. Inst., pp. 1–16, 2014.
[2] IPCC, “Projections of Future Changes in Climate - AR4 WGI Summary for
Policymakers,” pp. 8–11, 2007.
[3] T. a Boden, G. Marland, and R. J. Andres, “Global, Regional, and National
Fossil-Fuel CO2 Emissions,” Carbon Dioxide Inf. Anal. Cent. Oak Ridge
Natl. Lab. USA Oak Ridge TN Dep. Energy, p. U.S. Department of Energy,
Oak Ridge, Tennessee, 2009.
[4] UN, “Intended Nationally Determined Contributions (INDCs),” United
Nations Framework Convention on Climate Change, 2015. [Online].
Available: http://unfccc.int/focus/indc_portal/items/8766.php.
[5] OJK and GBCI, Buku Pedoman Pembiayaan Proyek Bangunan Gedung
Hijau untuk Lembaga Jasa Keuangan 2015, vol. 53, no. 9. 2013.
[6] F. Yuliatna, “Analisis Perbandingan Konsumsi Energi pada Kegiatan
Operasional dan Pemeliharaan Bangunan Gedung dgn Konsep green
building dan bangunan gedung konvensional,” 2014.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


20
Pintar di Kampus Biru
[7] Ekonomi Hijau, “Green Building Dalam Pemanasan Global,” 2016. .
[8] GBCI, “Naskah Guidelines,” 2016. .
[9] EGBC, “Building Research Establishment‟s Environmental Assessment
Method (BREEAM),” 2016. .
[10] USGBC, “LEED Green Building Rating System : Leadership in Energy
and Environmental Design,” 2000. .
[11] JaGBC, “CASBEE,” 2016. .
[12] SGBC, “BCA Green Mark Assessment Criteria,” 2016. .
[13] GBCI, “Home About GBC Indonesia,” 2016. .
[14] GBCI, “GREENSHIP New Building Version 1.2,” no. April, 2012.
[15] GBCI, “GREENSHIP Existing Building Version 1.0,” p. 1, 2010.
[16] GBCI, “GREENSHIP Interior Space Version 1.0,” no. April, 2012.
[17] GBCI, “GREENSHIP Neighborhood Version 1.0,” 2015.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


21
Pintar di Kampus Biru
BAB II
PRINSIP
BANGUNAN HIJAU
Menelusur Jejak Implementasi
Konsep Bangunan Hijau dan Pintar
di Kampus Biru

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


22
Pintar di Kampus Biru
II. Prinsip-prinsip bangunan hijau

Bangunan hijau adalah bangunan gedung yang memenuhi persyaratan


bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam
penghematan energi, air dan sumber daya lainnya melalui penerapan prinsip
bangunan hijau sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan
penyelenggaraannya [1]. Adapun prinsip bangunan hijau adalah pengembangan
lahan, efisiensi energi, efisiensi air, siklus material, kualitas udara dalam ruang
dan manajemen bangunan gedung hijau.

II.1. Pengembangan Lahan

Desain letak dan pembangunan yang efisien meliputi arah bangunan


terhadap sinar matahari, adanya manajemen tadah hujan atau rain harvesting, dan
memaksimalkan penggunaan tumbuhan dan penyediaan ruang terbuka hijau.
Selain itu, pengembangan lahan perlu mempertimbangkan pergerakkan manusia
[2]. Hal ini menjadi penting untuk mendorong terselenggaranya kehidupan dan
penghidupan dalam beraktivitas. Beberapa hal yang ditekankan adalah
menjadikan pejalan kaki sebagai prioritas, membuka akses keluar kawasan
bangunan, memberikan kemudahan pencapaian bagi semua orang, penyediaan
berbagai prasarana dan sarana, serta berbagai fasilitas umum lainnya yang
memadai serta mendukung mobilitas masyarakat sekitar. Keterhubungan dengan
semua fasilitas dan infrastruktur ini memberikan kemudahan dan fleksibilitas agar
efisiensi energi dan biaya dapat tercapai serta mendorong pola hidup sehat bagi
masyarakat serta mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi [3].

Gambar II.1. Ilustrasi kemudahan akses transportasi [4]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


23
Pintar di Kampus Biru
II.2. Efisiensi Energi

Efisiensi energi meliputi segala aspek elemen bangunan yang


mengonsumsi banyak energi baik secara langsung maupun tidak seperti pemilihan
selubung bangunan, penggunaan peralatan listrik, perkondisian udara dan lain-
lain. Untuk menciptakan efisiensi dalam penggunaan energi, praktik-praktik
inovatif dapat diterapkan sejak tahap desain hingga pengoperasian gedung.
Pendekatan pada tahapan desain misalnya ditandai dengan perencanaan yang
berorientasi pada pendekatan desain yang mempertimbangkan iklim dan
pemanfaatan sumber daya alam (pencahayaan dan penghawaan). Selain itu juga
dengan penggunaan teknologi efisien energi. Dengan kenyataan bahwa sistem
penyediaan dan pemanfaatan energi nasional di Indonesia masih didominasi oleh
energi fosil, penggunaan energi terbarukan juga diapresiasi lebih.
Pada tahapan pengoperasian gedung, diharapkan suatu bangunan
menggunakan sistem pengoperasian yang efisien energi. Adanya prosedur
pemantauan dan pencatatan konsumsi listrik seperti sub-meter untuk kebutuhan
usaha penghematan listrik diperlukan untuk mengetahui konsumsi energi pada
bangunan. Dari hal ini dapat dianalisa di mana terjadi pemakaian energi terbesar
dan apa yang dapat dilakukan untuk melakukan efisiensi [3].

Gambar II.2. Contoh sub-metering untuk masing-masing beban [4]

II.3. Efisiensi Air

Meningkatnya penggunaan air bersih dan adanya pencemaran merupakan


bagian dari penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas air bersih. Kualitas air

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


24
Pintar di Kampus Biru
dapat diperbaharui secara alami melalui siklus hidrologi, akan tetapi penggunaan
air oleh manusia untuk aktivitasnya merusak kualitas air lebih cepat daripada
kemampuan alam untuk memulihkan kualitas air. Buruknya kualitas air dan
pemakaian air bersih yang berlebihan, akan menyebabkan terjadinya krisis air
bersih.
Pada tahapan desain, perlu diperhatikan potensi sumber air yang ada,
berapa kebutuhan akan air bersih dan bagaimana pengelolaannya. Ketiganya
penting untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan di masa
mendatang.
Adanya desain dan perencanaan sistem air berupa pengadaan meteran dan
pemasangan fitur air efisiensi tinggi juga diperlukan sebagai upaya penghematan
air. Perencanaan sistem yang mendukung penggunaan air alternatif dan upaya
untuk mengkonservasi air perlu diterapkan. Selain itu dengan memilih sistem
irigasi lansekap yang efisien mampu mengurangi penggunaan air bersih untuk
tanaman pada area gedung.
Pada tahapan operasional, diperlukan adanya kesadaran akan pentingnya
penghematan air serta perlu menentukan langkah penghematan air di gedung.
Pendekatan melalui kampanye akan pentingnya penghematan penggunaan air
kepada pengguna gedung juga diperlukan sebagai sarana sosialisasi [3].

II.4. Siklus Material

Secara keseluruhan, kesuksesan dari green building dilaksanakan dan


diimplementasikan pada tahap desain di mana waktu pemilihan material terjadi.
Penggunaan material bangunan yang ramah lingkungan sesuai dengan standar SNI
dapat memaksimalkan fungsi sekaligus mengoptimalkan penggunaan material
yang alami.
Dari aspek ekologi, material ramah lingkungan dilihat dari daur hidupnya.
Material yang ramah lingkungan seharusnya memiliki keberpihakan kepada
ekologi pada rangkaian proses pembuatan, pengangkutan dan pemasangan.
Sedangkan dari aspek ekonomi, material yang ramah lingkungan dilihat dari aspek
asal bahan baku dan tempat produksinya. Melalui kategori ini, diharapkan
perkembangan industri material bangunan gedung di Indonesia dapat mendukung
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
25
Pintar di Kampus Biru
semangat ramah lingkungan pada gedung secara mikro dan mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan secara makro.
Kriteria material yang ramah lingkungan bisa dengan penggunaan material
lokal, menggunakan material bekas, daur ulang, prefabrikasi, atau material yang
memiliki fitur ramah lingkungan (seperti hemat air, hemat energi, mudah
pemeliharaan). Bisa juga memilih material yang industrinya telah menerapkan
ramah lingkungan pada proses produksinya [3].

Gambar II.3. Contoh logo material ramah lingkungan [5][6][7]

II.5. Kualitas Udara dalam Ruang

Sekitar 80% waktu kebanyakan orang dihabiskan untuk beraktivitas di


dalam ruangan. Tentunya kualitas udara yang buruk akan berpengaruh terhadap
kesehatan. Sumber pencemaran udara di dalam ruangan antara lain berasal dari
emisi dan bising dari lalu lintas kendaraan di luar gedung dan kinerja alat-alat di
dalam gedung, emis perabot dan material bangunan, serta gangguan sistem
ventilasi udara. Sebuah gedung dikatakan sakit jika kualitas udara dalam ruangnya
buruk dan menimbulkan gejala-gejala gangguan kesehatan terhadap penggunanya,
namun gejala penyakit tersebut tidak lagi diderita setelah beberapa saat
meninggalkan gedung tersebut.
Pengendalian kualitas udara dalam ruangan memerlukan strategi yang
tepat sehingga produktivitas kerja serta tingkat okupansi gedung dapat
berlangsung secara optimal. Pencegahan masalah kualitas udara dalam ruang akan
memerlukan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan penyelesaian masalah
yang terjadi. Dengan demikian, upaya mewujudkan kualitas lingkungan dalam
ruang yang baik, lebih tepat dilakukan sejak tahap desain. Bagaimana menghemat
konsumsi energi pada saat operasional, sambil mempertahankan lingkungan
dalam ruangan yang kondusif untuk kesehatan dan kenyamanan penggunanya.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


26
Pintar di Kampus Biru
Hal-hal yang dapat dilakukan seperti memastikan adanya pertukaran udara
segar ke dalam ruangan, larangan merokok di dalam gedung, pencahayaan yang
cukup, pengkondisian udara yang nyaman, adanya akses pemandangan keluar
serta menggunakan bahan pembersih ruangan yang aman dan ramah lingkungan
yang dapat mengurangi penyebaran polutan melalui gas dan udara di dalam
ruangan [3].

II.6. Manajemen Bangunan Gedung Hijau

Merencanakan operasional gedung yang ramah lingkungan dimulai sejak


tahap perencanaan desain. Dalam pengoperasian suatu bangunan hijau, sangat
diperlukan suatu standar manajemen yang terencana dan baku untuk mengarahkan
tindakan dari pelaku operasional bangunan dalam melakukan pengelolaan gedung
agar dapat menunjukkan hasil yang ramah lingkungan (green performance).
Yang perlu diperhatikan termasuk pengelolaan sumber daya melalui
rencana operasional yang berkelanjutan, kejelasan informasi, dan penanganan dini
dalam pemecahan masalah, serta manajemen sumber daya manusia dalam
penerapan konsep bangunan hijau [3].

Daftar Pustaka Bab II Prinsip Bangunan Hijau

[1] KemenPUPR, “PerMen PUPR No 2 Tahun 2015,” 2015.


[2] A. N. Laila, “Evaluasi gedung grha wiksa praniti menggunakan sistem
pemeringkatan bangunan hijau greenship new building versi 1.2,” 2014.
[3] OJK and GBCI, Buku Pedoman Pembiayaan Proyek Bangunan Gedung
Hijau untuk Lembaga Jasa Keuangan 2015, vol. 53, no. 9. 2013.
[4] GBCI, “GREENSHIP New Building Version 1.2,” no. April, 2012.
[5] Green Product Council Indonesia, “Green Label Indonesia,” pp. 4–5, 2016.
[6] University of Leicester, “School of Management Reduce , reuse , recycle
logo,” p. 2016, 2016.
[7] Greenwich, “Sustainability Management System (ISO 14001),” no. Iso
14001, pp. 2015–2016, 2015.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


27
Pintar di Kampus Biru
BAB III
PARAMETER UKUR
GREEN
Menelusur Jejak Implementasi
Konsep Bangunan Hijau dan Pintar
di Kampus Biru

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


28
Pintar di Kampus Biru
III. Parameter Ukur Green

GREENSHIP sebagai sistem rating yang digunakan di Indonesia memiliki


parameter-parameter ukur di dalam setiap kategori. Parameter ukur tersebut
berbeda untuk setiap jenis bangunan. Jenis-jenis bangunan yang parameternya
telah diatur oleh GBCI, selaku lembaga yang memberikan sertifikat bangunan
hijau di Indonesia, adalah bangunan baru, bangunan terbangun, ruang interior dan
kawasan.

III.1. Jenis-jenis bangunan

Kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan


pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan
konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran. Setiap
kegiatan membutuhkan pendekatan yang berbeda agar kinerjanya sejalan dengan
konsep ramah lingkungan. Kegiatan pembangunan gedung baru merupakan tahap
yang paling penting karena akan menentukan kinerja gedung pada tahap
selanjutnya [1]. Bangunan baru (new building) didefinisikan sebagai bangunan
yang masih dalam tahap perencanaan atau desain dan belum beroperasi. Sebelum
melalui sertifikasi, sebuah bangunan baru harus memenuhi kelayakan yang
ditetapkan oleh GBCI. Kelayakan tersebut antara lain [2]:
1. Minimum luas gedung adalah 2.500 m2
2. Kesediaan data gedung untuk diakses GBCI terkait proses
sertifikasi
3. Fungsi gedung sesuai dengan peruntukan lahan berdasarkan
Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) setempat
4. Kepemilikan AMDAL dan/atau rencana Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)
5. Kesesuaian gedung terhadap standar keselamatan untuk kebakaran
6. Kesesuaian gedung terhadap standar ketahanan gempa
7. Kesesuaian gedung terhadap standar aksesibilitas difabel
Bangunan terbangun (existing building) didefinisikan sebagai bangunan
yang sudah berdiri dan beroperasi minimal selama satu tahun. Kinerja gedung

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


29
Pintar di Kampus Biru
akan semakin buruk jika tidak dilakukan pemeliharaan, perawatan dan
pemeriksaan secara intensif karena gedung yang sudah lama beroperasi cenderung
mengalami penurunan performa pada peralatan dan konstruksi bangunan [1].
Untuk mendapatkan sertifikat bangunan hijau dari GBCI, bangunan terbangun
harus memenuhi empat kelayakan dokumen awal yang dipersyaratkan yaitu [3]:
1. Luas lantai sekurang-kurangnya 2.500 m2
2. Menunjukkan dokumen lingkungan berupa laporan pelaksanaan
AMDAL atau UPL atau UKL terbaru, dapat berupa salinan,
sampul depan dan halaman pengesahan
3. Bersedia menyampaikan surat pernyataan resmi yang menyatakan
setuju/membolehkan seluruh data bangunan gedung yang
berhubungan dengan perangkat penilaian bangunan hijau dalam
GREENSHIP untuk dipelajari dan dipergunakan dalam studi kasus
yang diselenggarakan oleh GBCI
4. Menunjukkan dokumen IPB (Izin Penggunaan Bangunan) dan atau
SLF (Sertifikat Laik Fungsi) terbaru, dapat berupa salinan, sampul
depan dan halaman pengesahan
Sebagian besar aktivitas para pekerja pada umumnya, khususnya di
perkotaan, adalah di dalam ruang sehingga kualitas udara, visual dan kenyamanan
dalam ruang penting untuk diperhatikan. Kegiatan fit out, yaitu aktivitas
perencanaan dan konstruksi dalam gedung pada bagian lantai, dinding, plafon,
mekanikal dan elektrikal, dapat dilakukan oleh pihak manajemen pengguna
dengan memperhatikan isu kesehatan dan kenyamanan dalam ruang tersebut.
Sedangkan kegiatan fit out yang ramah lingkungan, bukan hanya mengutamakan
kesehatan dan kenyamanan pengguna tetapi juga memperhatikan pemilihan
material yang ramah lingkungan, menggunakan sumber daya secara efektif dan
efisien serta meminimalkan dampak lingkungan [1]. Lingkup penilaian dari
GREENSHIP Ruang Interior tidak hanya sebatas aktivitas fit out semata, tetapi
juga meliputi kebijakan pihak manajemen dalam melakukan pemilihan lokasi atau
pemilihan gedung serta pengelolaan yang dilakukan oleh pihak manajemen
setelah aktivitas di dalamnya mulai beroperasi [4]. Untuk GREENSHIP Ruang
Interior, kelayakan yang harus dipenuhi ditunjukkan pada Tabel III.1.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


30
Pintar di Kampus Biru
Tabel III.1. Studi kelayakan GREENSHIP Ruang Interior [4]
E1 Scope of Greenship Interior Space / Lingkup Greenship Ruang Interior
Proyek memiliki aktivitas fit out.
E2 Minimum Project Area / Batas Minimum Luas Proyek
1. Manajemen menggunakan area dalam satu gedung dengan luasan minimum
sebesar 25 m2.
2. Seluruh area yang digunakan oleh pihak manajemen dalam satu gedung harus
disertakan dalam proses sertifikasi.
E3 Minimum Number of Users / Batas Minimum Jumlah Pengguna
Minimum satu karyawan yang bekerja penuh waktu selama satu tahun.
E4 Minimum Time Length of Occupancy / Batas Minimum Masa Penggunaan
Pihak manajemen memiliki usia kontrak sewa atau usia penggunaan area minimum 3
tahun untuk fungsi yang sama saat terhitung sejak mendapatkan peringkat Greenship.
Bila usia kontrak sewa atau usia penggunaan area pada saat mendaftar sertifikasi kurang
dari 3 tahun, maka masa peringkat Greenship akan habis sesuai dengan usia kontrak sewa
atau usia penggunaan tersebut, kecuali pengguna melakukan perpanjangan kontrak
dengan kondisi tanpa perubahan fisik di dalamnya.
E5 Compliance with Detailed Spatial Plan / Kesesuaian dengan Rencana Detail Tata
Ruang
Pihak manajemen menyerahkan salinan Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah gedung
yang digunakan kepada pihak GBC Indonesia .
E6 Safety of The Building / Keselamatan dalam Gedung
Pihak manajemen menyerahkan salinan Sertifikat Laik Fungsi atau Izin Penggunaan
Bangunan gedung yang digunakan kepada pihak GBC Indonesia.
E7 Project Data Transparency / Transparansi Data Proyek
Pihak manajemen bersedia menandatangani surat yang berisi persetujuan untuk
memperbolehkan seluruh data pihak manajemen yang berhubungan dengan sertifikasi
Greenship dipergunakan untuk dipelajari dalam studi kasus yang diselenggarakan oleh
GBC Indonesia.

Kawasan (neighborhood)
didefinisikan sebagai daerah
tertentu yang mempunyai ciri
tertentu seperti tempat tinggal,
pertokoan dan industri. Kawasan
berada pada skala urban (urban
scale) sebelum city scale. Kawasan
digolongkan menjadi empat pada
GREENSHIP Kawasan yaitu Mixed Gambar III.1. Skala Green [7]
Use, Komersial, Pemukiman dan Industri. Untuk mendapatkan sertifikasi green

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


31
Pintar di Kampus Biru
building pada GREENSHIP Kawasan, studi kelayakan yang harus dipenuhi
ditunjukkan pada Tabel III.2.

Tabel III.2. Studi kelayakan GREENSHIP Kawasan [5]


BUILT
KELAYAKAN (ELIGIBILITY) PLAN
PROJECT
A. Dua kriteria terkait peraturan pembangunan kawasan di
Indonesia, yaitu:
1 Rencana induk (Masterplan) kawasan.  
2 Izin lingkungan atau surat kelayakan lingkungan hidup atau

rekomendasi UKL/UPL dan izin terkait.
3 Izin lokasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). 
4 Izin pemanfaatan ruang dari Pemda. 
B. Tiga kriteria terkait persyaratan GBC Indonesia, yaitu:
1 Minimum luas kawasan adalah 5.000 m2 dan maksimum 60
 
Ha.*
Untuk kawasan industri:
1) Luas lahan Kawasan Industri paling rendah 50 Ha.**
2) Luas lahan Kawasan Industri Tertentu untuk Usaha  
Mikro, Kecil dan Menengah paling rendah 5 Ha** dan
maksimal 400 Ha. ***
2 Minimum terdiri atas dua bangunan.  
3 Satu pengelola.  
4 Kesediaan data kawasan untuk diakses GBC Indonesia
 
terkait proses sertifikasi.
*) Penentuan luas dan batasan kawasan dapat didiskusikan lebih lanjut dengan
GBC Indonesia
**) PP No.24 tahun 2009 tentang Kawasan Industri
***) PerMen Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional No 5
Tahun 2015 tentang Izin Lokasi

III.2. Kriteria dan Parameter

Setelah studi kelayakan terpenuhi, proses penilaian dan sertifikasi


GREENSHIP dapat dilakukan. Terdapat tiga jenis kriteria dalam proses penilaian
menggunakan GREENSHIP, yaitu kriteria prasyarat, kredit dan bonus. Kriteria
prasyarat adalah kriteria yang ada pada setiap aspek dan harus dipenuhi sebelum
dilanjutkan pada kriteria kredit dan kriteria bonus. Kriteria kredit adalah kriteria
yang tidak harus dipenuhi di mana pemenuhan kriteria ini disesuaikan dengan
kemampuan gedung tersebut. Bila gedung bersangkutan mampu memenuhi

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


32
Pintar di Kampus Biru
kriteria tersebut maka gedung itu mendapatkan poin. Sedangkan, kriteria bonus
adalah kriteria yang memungkinkan adanya pemberian poin tambahan apabila
gedung yang bersangkutan mempunyai prestasi tersendiri.
Adapun parameter green yang menjadi kriteria dalam penilaian
ditunjukkan pada Tabel III.3 untuk GREENSHIP NB, Tabel III.4 untuk
GREENSHIP EB, Tabel III.5 untuk GREENSHIP IS dan Tabel III.6 untuk
GREENSHIP NH. Tabel III.7 menyajikan keseluruhan kategori dan kriteria
GREENSHIP.

Tabel III.3. Ringkasan Kriteria GREENSHIP NB [2]


Nilai Kriteria Keterangan Tahap Design
Kategori dan Kriteria
Maksimum Per Kategori Recognition
Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development - ASD)
Area Dasar Hijau
ASD P P 
(Basic Green Area)
Pemilihan Tapak
ASD 1 2 
(Site Selection)
Aksesibilitas Komunitas
ASD 2 2 
(Community Accessibility)
Transportasi Umum 1 kriteria
ASD 3 2 
(Public Transportation) prasyarat; 7
Fasilitas Pengguna Sepeda kriteria
ASD 4 2 
(Bicycle Facility) kredit
Lansekap pada Lahan
ASD 5 3 
(Site Landscaping)
Iklim Mikro
ASD 6 3 
(Micro Climate)
Manajemen Air Limpasan Hujan
ASD 7 3 
(Storm Water Management)
Total Nilai Kategori ASD 17 16,8%
Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation - EEC)
Pemasangan Sub-Meter
EEC P1 P 
(Electrical Sub Metering)
Perhitungan OTTV 1 kriteria
EEC P2 P 
(OTTV Calculation) prasyarat; 4
Langkah Penghematan Energi kriteria
EEC 1 20 
(Energy Efficiency Measures) kredit; 1
Pencahayaan Alami kriteria
EEC 2 4 
(Natural Lighting) bonus
Ventilasi
EEC 3 1 
(Ventilation)

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


33
Pintar di Kampus Biru
Nilai Kriteria Keterangan Tahap Design
Kategori dan Kriteria
Maksimum Per Kategori Recognition
Pengaruh Perubahan Iklim
EEC 4 1 
(Climate Change Impact)
Energi Terbarukan Dalam Tapak
EEC 5 5 (Bonus) 
(On Site Renewable Energy)
Total Nilai Kategori EEC 26 25,7%
Konservasi Air (Water Conservation- WAC)
Meteran Air
WAC P1 P 
(Water Metering)
Perhitungan Penggunaan Air
WAC P2 P 
(Water Calculation)
Pengurangan Penggunaan Air
WAC 1 8 
(Water Use Reduction)
Fitur Air 2 kriteria
WAC 2 3 
(Water Fixtures) prasyarat; 6
Daur Ulang Air kriteria
WAC 3 3 
(Water Recycling) kredit
Sumber Air Alternatif
WAC 4 2 
(Alternative Water Resource)
Penampungan Air Hujan
WAC 5 3 
(Rainwater Harvesting)
Efisiensi Penggunaan Air Lansekap
WAC 6 2 
(Water Efficiency Landscaping)
Total Nilai Kategori WAC 21 20,8%
Sumber dan Siklus Material (Material Resource and Cycle-MRC)
Refrigeran Fundamental
MRC P P 
(Fundamental Refrigerant)
Penggunaan Gedung Dan Material
MRC 1 2
Bekas (Building and Material Reuse)
Material Ramah Lingkungan
MRC 2 3
(Environmentally Friendly Material) 1 kriteria
Penggunaan Refrigerant Tanpa ODP prasyarat; 6
MRC 3 2 
(Non ODS Usage) kriteria
Kayu Bersertifikat kredit
MRC 4 2
(Certified Wood)
Material Prafabrikasi
MRC 5 3
(Prefab Material)
Material Regional
MRC 6 2
(Regional Material)
Total Nilai Kategori MRC 14 13,9%
Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruangan (Indoor Health and Comfort-IHC)
Introduksi Udara Luar 1 kriteria
IHC P P 
(Outdoor Air Introduction) prasyarat; 7
IHC 1 Pemantauan Kadar CO2 1 kriteria 

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


34
Pintar di Kampus Biru
Nilai Kriteria Keterangan Tahap Design
Kategori dan Kriteria
Maksimum Per Kategori Recognition
(CO2 Monitoring) kredit
Kendali Asap Rokok di Lingkungan
IHC 2 2 
(Environemtal Tobacco Smoke Control)
Polutan Kimia
IHC 3 3
(Chemical Pollutant)
Pemandangan ke Luar Gedung
IHC 4 1 
(Outside View)
Kenyamanan Visual
IHC 5 1
(Visual Comfort)
Kenyamanan Termal
IHC 6 1 
(Thermal Comfort)
Tingkat Kebisingan
IHC 7 1
(Acoustic Level)
Total Nilai Kategori IHC 10 9,9%
Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Environment Management-BEM)
Dasar Pengelolaan Sampah
BEM P P 
(Basic Waste Management)
GP Sebagai Anggota Tim Proyek
BEM 1 1 
(GP as a Member of Project Team)
Polusi dari Aktivitas Konstruksi
BEM 2 2
(Pollution of Construction Activity)
Pengelolaan Sampah Tingkat Lanjut 1 kriteria
BEM 3 2 
(Advanced Waste Management) prasyarat; 7
Sistem Komisioning yang Baik dan kriteria
BEM 4 3 
Benar (Proper Commissioning) kredit
Penyerahan Data Green Building
BEM 5 2
(Green Building Submission Data)
Kesepakatan Dalam Melakukan
BEM 6 1
Aktivitas Fit Out (Fit Out Agreement)
Survey Pengguna Gedung
BEM 7 1
(Occupant Survey)
Total Nilai Kategori BEM 13 12,9%
TOTAL NILAI KESELURUHAN 101 100%

Tabel III.4. Ringkasan Kriteria GREENSHIP EB [6]


Nilai Kriteria Keterangan
Kategori dan Kriteria
Maksimum per Kategori
Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development - ASD)
ASD P1 Site Management Policy P 2 kriteria
ASD P2 Motor Vehicle Reduction Policy P prasyarat; 8
ASD 1 Community Accessibility 2 kriteria
ASD 2 Motor Vehicle Reduction 1 kredit

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


35
Pintar di Kampus Biru
Nilai Kriteria Keterangan
Kategori dan Kriteria
Maksimum per Kategori
ASD 3 Bicycle 2
ASD 4 Site Landscaping 3
ASD 5 Heat Island Effect 2
ASD 6 Storm Water Management 2
ASD 7 Site Management 2
ASD 8 Building Neighborhood 2
Total Nilai Kategori ASD 16
Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation - EEC)
EEC P1 Policy and Energy Management Plan P
EEC P2 Minimum Building Energy Performance P
2 kriteria
EEC 1 Optimized Efficiency Building Energy Performance 16
prasyarat; 5
EEC 2 Testing, Recommissioning or Retri-commissioning 2
kriteria
EEC 3 System Energy Performance 12
kredit; 2
EEC 4 Energy Monitoring & Control 3
kriteria
EEC 5 Operation and Maintenance 3
bonus
EEC 6 On Site Renewable Energy 5 (Bonus)
EEC 7 Less Energy Emission 3 (Bonus)
Total Nilai Kategori EEC 36
Konservasi Air (Water Conservation- WAC)
WAC P Water Management Policy P
WAC 1 Water Sub-Metering 1
1 kriteria
WAC 2 Water Monitoring Control 2
prasyarat; 7
WAC 3 Fresh Water Efficiency 8
kriteria
WAC 4 Water Quality 1
kredit; 1
WAC 5 Recycled Water 5
kriteria
WAC 6 Portable Water 1
bonus
WAC 7 Deep Well Reduction 2
WAC 8 Water Tap Efficiency 2 (Bonus)
Total Nilai Kategori WAC 20
Sumber dan Siklus Material (Material Resource and Cycle-MRC)
MRC P1 Fundamental Refrigerant P
MRC P2 Material Purchasing Policy P
MRC P3 Waste Management Policy P 3 kriteria
MRC 1 Non ODS Usage 2 prasyarat; 5
MRC 2 Material Purchasing Practice 3 kriteria
MRC 3 Waste Management Practice 4 kredit
MRC 4 Hazardous Waste Management 2
MRC 5 Management of Used Good 1
Total Nilai Kategori MRC 12
Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruangan (Indoor Health and Comfort-IHC)
IHC P No Smoking Campaign P 1 kriteria
IHC 1 Outdoor Introduction 2 prasyarat; 8

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


36
Pintar di Kampus Biru
Nilai Kriteria Keterangan
Kategori dan Kriteria
Maksimum per Kategori
IHC 2 Environmental Tobacco Smoke Control 2 kriteria
IHC 3 CO2 and CO Monitoring 2 kredit
IHC 4 Physical and Chemical Pollutants 6
IHC 5 Biological Pollutant 3
IHC 6 Visual Comfort 1
IHC 7 Acoustic Level 1
IHC 8 Building User Survey 3
Total Nilai Kategori IHC 20
Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Environment Management-BEM)
BEM P Operation & Maintenance Policy P
BEM 1 Innovations 5
1 kriteria
BEM 2 Design Intent & Owner’s Project Requirement 2
prasyarat; 5
BEM 3 Green Operational & Maintenance Team 2
kriteria
BEM 4 Green Occupancy/Lease 2
kredit
BEM 5 Operation and Maintenance Training 2
Total Nilai Kategori BEM 13
TOTAL NILAI KESELURUHAN 117

Tabel III.5. Ringkasan Kriteria GREENSHIP IS [4]


Nilai Kriteria Keterangan
Kategori dan Kriteria
Maksimum Per Kategori
Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development - ASD)
Kebijakan Pengurangan Kendaraan Bermotor
ASD P P
(Motor Vehicle Reduction Policy)
Gedung Bersertifikat GREENSHIP
ASD 1 4
(GREENSHIP Certified Building)
Aksesibilitas Pengguna 1 kriteria
ASD 2 1
(Community Accessibility) prasyarat; 5
Fasilitas Sepeda kriteria
ASD 3 3
(Bicycle) kredit
Pengurangan Ruang untuk Kendaraan Bermotor
ASD 4 2
(Motor Vehicle Space Reduction)
Lansekap
ASD 5 2
(Landscaping)
Total Nilai Kategori ASD 12 11,65%
Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation - EEC)
Kampanye Konservasi Energi
EEC P1 P
(Energy Conservation Campaign) 1 kriteria
Komisioning Sederhana prasyarat; 5
EEC 1 2
(Simple Commissioning) kriteria
Kontrol Sistem MVAC kredit
EEC 2 2
(MVAC Control)

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


37
Pintar di Kampus Biru
Nilai Kriteria Keterangan
Kategori dan Kriteria
Maksimum Per Kategori
Densitas Daya Pencahayaan dan Kontrol
EEC 3 5
(Lighting Power Density and Control)
Pemantauan Energi dan Kontrol
EEC 4 2
(Energy Monitoring and Control)
Peralatan Elektrik
EEC 5 3
(Electrical Equipment and Appliances)
Total Nilai Kategori EEC 14 13,59%
Konservasi Air (Water Conservation- WAC)
Kampanye Konservasi Air
WAC P1 P
(Water Conservation Campaign)
Alat Pengatur Keluaran Air 1 kriteria
WAC 1 4
(Water Fixtures) prasyarat; 3
Pemantauan Penggunaan Air kriteria
WAC 2 2
(Water Use Monitoring) kredit
Air Minum
WAC 3 2
(Portable Water)
Total Nilai Kategori WAC 8 7,77%
Sumber dan Siklus Material (Material Resource and Cycle-MRC)
Kebijakan Pembelian
MRC P1 P
(Purchasing Policy)
Kebijakan Pengelolaan Limbah
MRC P2 P
(Waste Management Policy)
Penggunaan Refrigerant Tanpa ODP
MRC 1 2
(Non ODS Usage)
Melestarikan Material Bekas 2 kriteria
MRC 2 2
(Existing Material Conservation) prasyarat; 6
Kayu Bersertifikat kriteria
MRC 3 3
(Certified Wood) kredit; 1
Material Berdampak Lingkungan Rendah kriteria
MRC 4 14
(Low Environmental Impact Material) bonus
Bahan Pembersih yang Ramah Lingkungan
MRC 5 2
(Green Cleaning Agent)
Praktik Pengelolaan Limbah
MRC 6 5
(Waste Management Practice)
Praktik Pembelian
MRC 7 2 (Bonus)
(Purchasing Practice)
Total Nilai Kategori MRC 28 27,18%
Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruangan (Indoor Health and Comfort-IHC)
Kampanye Bebas Asap Rokok 1 kriteria
IHC P P
(No Smoking Campaign) prasyarat;
Introduksi Udara Luar 12 kriteria
IHC 1 1
(Outdoor Air Introduction) kredit; 1
IHC 2 Pemantauan Kadar CO2 2 kriteria

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


38
Pintar di Kampus Biru
Nilai Kriteria Keterangan
Kategori dan Kriteria
Maksimum Per Kategori
(CO2 Monitoring) bonus
Polutan Kimia
IHC 3 9
(Chemical Pollutant)
Pengendalian Sumber Pencemar di Dalam Ruangan
IHC 4 2
(Indoor Pollutant Source Control)
Polutan Biologi
IHC 5 1
(Biological Pollutant)
Kenyamanan Visual
IHC 6 3
(Visual Comfort)
Pemandangan ke Luar dan Cahaya Matahari
IHC 7 2
(Outside View and Daylight)
Kenyamanan Suhu Udara
IHC 8 2 & 2 (Bonus)
(Thermal Comfort)
Tingkat Kebisingan
IHC 9 1
(Acoustic Level)
Tanaman dalam Gedung
IHC 10 2
(Interior Plants)
Pengendalian Hama
IHC 11 1
(Pest Management)
Survei terhadap Pengguna Ruang
IHC 12 3
(Room Occupant Survey)
Total Nilai Kategori IHC 29 28,16%
Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Environment Management-BEM)
Pelatihan Konsep Hijau
BEM P P
(Green Training)
GA/GP Sebagai Anggota Tim Proyek 1 kriteria
BEM 1 3
(GA/GP as a Member of Project Team) prasyarat; 3
Aktivitas Fit Out Ramah Lingkungan kriteria
BEM 2 5
(Green Fit Out Activity) kredit; 1
Invensi kriteria
BEM 3 4
(Invention) bonus
Aktivitas Hijau
BEM 4 2 (Bonus)
(Green Activities)
Total Nilai Kategori BEM 12 11,65%
TOTAL NILAI KESELURUHAN 103 100%

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


39
Pintar di Kampus Biru
Tabel III.6. Ringkasan Kriteria GREENSHIP NH [5]
Nilai Kriteria Maksimum
Kategori dan Kriteria
MIXED USE KOMERSIAL PEMUKIMAN INDUSTRI
Peningkatan Ekologi Lahan (Land Ecological Enhancement-LEE)
Area Dasar Hijau /
LEE P P P P P
Basic Green Area
Area Hijau untuk
LEE 1 Publik / Green Area 4 4 4 4
for Public
Pelestarian Habitat /
LEE 2 Habitat 6 6 6 6
Conservation
Revitalisasi Lahan /
LEE 3 4 4 4 4
Land Revitalization
Iklim Mikro / Micro
LEE 4 3 3 3 3
Climate
Lahan Produktif /
LEE 5 2 2 2 0
Productive Land
SUB TOTAL LEE 19 19 19 17
Pergerakan dan Konektivitas (Movement and Connectivity-MAC)
Analisa Pergerakan
Orang dan Barang /
MAC P1 P P P P
People and Goods
Movement Analysis
Jaringan dan
Fasilitas untuk
MAC P2 Pejalan Kaki / P P P P
Pedestrian Network
and Facilities
Kawasan Terhubung
MAC P3 P P P P
/ Connected Area
Strategi Desain Jalur
Pejalan Kaki
MAC 1 10 10 10 10
/Walkway Design
Strategy
Transportasi Umum
MAC 2 / Public 6 6 6 6
Transportation
Utilitas dan Fasilitas
Umum / Public
MAC 3 2 2 2 2
Utilities and
Amenities
Aksesibilitas
MAC 4 Universal / 3 3 3 3
Universal
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
40
Pintar di Kampus Biru
Nilai Kriteria Maksimum
Kategori dan Kriteria
MIXED USE KOMERSIAL PEMUKIMAN INDUSTRI
Accessibility
Jaringan dan Tempat
Penyimpanan
MAC 5 Sepeda / Bicycle 3 3 3 3
Network and
Storage
Parkir Bersama /
MAC 6 2 2 2 2
Shared Car Parking
SUB TOTAL MAC 26 26 26 26
Manajemen dan Konservasi Air (Water Management and Conservation-WMC)
Skematik Air di
WMC P Kawasan / Water P P P P
Schematic
Air Alternatif /
WMC 1 6 6 6 6
Alternative Water
Manajemen
Limpasan Air Hujan
WMC 2 7 7 7 7
/ Storm Water
Management
Pelestarian Badan
Air dan Lahan
WMC 3 Basah / Water Body 2 2 2 2
and Wetland
Preservation
Manajemen Limbah
WMC 4 Cair / Waste Water 3 3 3 3
Management
SUB TOTAL WMC 18 18 18 18
Limbah Padat dan Material (Solid Waste and Material-SWM)
Manajemen Limbah
Padat – Tahap
SWM P Operasional / Solid P P P P
Waste Management
– Operational Phase
Manajemen Limbah
Padat Tingkat
Lanjut – Tahap
SWM 1 6 4 & 2 (Bonus) 4 & 2 (Bonus) 6
Operasional /
Advanced Solid
Waste Management
Manajemen Limbah
4&1
SWM 2 Konstruksi / 4 & 1 (Bonus) 4 & 1 (Bonus) 4 & 1 (Bonus)
(Bonus)
Construction Waste

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


41
Pintar di Kampus Biru
Nilai Kriteria Maksimum
Kategori dan Kriteria
MIXED USE KOMERSIAL PEMUKIMAN INDUSTRI
Management
Material Regional
untuk Infrastruktur
SWM 3 Jalan / Regional 4 4 4 4
Materials for Road
Infrastructure
Material Daur Ulang
dan Bekas untuk
Infrastruktur Jalan /
SWM 4 2 2 2 2
Recycled and Reuse
Materials for Road
Infrastructure
16 & 1 14 & 3 14 & 3 16 & 1
SUB TOTAL SWM
(Bonus) (Bonus) (Bonus) (Bonus)
Strategi Kesejahteraan Masyarakat (Community Wellbeing Strategy-CWS)
Fasilitas Bagi
Masyarakat /
CWS 1 2 2 2 2
Amenities for
Communities
Manfaat Sosial dan
Ekonomi / Social
CWS 2 4 4 4 4
and Economic
Benefits
Kepedulian
Masyarakat /
CWS 3 4 4 4 4
Community
Awareness
Kawasan Campuran
CWS 4 2 2 2 2
/ Mixed Use
Kebudayaan Lokal /
CWS 5 2 2 2 2
Local Culture
Lingkungan yang
CWS 6 Aman / Safe 2 2 2 2
Environment
SUB TOTAL CWS 16 16 16 16
Bangunan dan Energi (Building and Energy-BAE)
Bangunan Hijau
GREENSHIP /
BAE 1 6 6 6 6
GREENSHIP
Building
Hunia Berimbang /
BAE 2 1 0 1 0
Affordable Housing
BAE 3 Efisiensi Energi 4 & 2 (Bonus) 4 & 2 (Bonus) 4 & 2 (Bonus) 4&2

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


42
Pintar di Kampus Biru
Nilai Kriteria Maksimum
Kategori dan Kriteria
MIXED USE KOMERSIAL PEMUKIMAN INDUSTRI
dalam Kawasan / (Bonus)
Energy Efficiency
Energi Alternatif /
BAE 4 3 3 3 3
Alternative Energy
Pengurangan Polusi
BAE 5 Cahaya / Light 2 2 2 2
Pollution Reduction
Pengurangan Polusi
BAE 6 Suara / Noise 2 2 2 2
Pollution Reduction
18 & 2 17 & 2 18 & 2 17 & 2
SUB TOTAL BAE
(Bonus) (Bonus) (Bonus) (Bonus)
Inovasi Pengembangan dan Inovasi (Innovation and Future Development-IFD)
Pemberdayaan
IFD 1 GA/GP / GA/GP 3 3 3 3
Empowerment
Pengelolaan
2&2
IFD 2 Kawasan / Estate 2 & 2 (Bonus) 2 & 2 (Bonus) 2 & 2 (Bonus)
(Bonus)
Management
IFD 3 Inovasi / Innovation 6 6 6 6
11 & 2 11 & 2 11 & 2 11 & 2
SUB TOTAL IFD
(Bonus) (Bonus) (Bonus) (Bonus)
Total Nilai Keseluruhan 124 & 5 121 & 7 122 & 7 121 & 5
Maksimum (Bonus) (Bonus) (Bonus) (Bonus)

Tabel III.7. Kategori dan Kriteria Greenship


Kategori dan Kriteria NB EB IS NH
Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development - ASD)
Area dasar hijau  
Pemilihan tapak   
Aksesibilitas komunitas   
Transportasi umum 
Fasilitas pengguna sepeda   
Lansekap pada Lahan 
Iklim mikro  
Manajemen air limpasan hujan  
Pengurangan kendaraan sepeda motor  
Building neighborhood 
Gedung bersertifikat Greenship 
Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation - EEC)
Pemasangan sub-meter  
Perhitungan OTTV 

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


43
Pintar di Kampus Biru
Kategori dan Kriteria NB EB IS NH
Langkah penghematan energi   
Pencahayaan alami  
Ventilasi 
Pengaruh perubahan iklim 
Energi terbarukan dalam tapak  
Policy and energy management plan 
Minimum building energy performance 
Optimized efficiency building energy performance 
Testing, recommissioning or retro commissioning  
System energy performance  
Energy monitoring and control  
Operation and maintenance 
Less energy emission 
Konservasi Air (Water Conservation- WAC)
Water management policy  
Meteran air  
Perhitungan penggunaan air  
Pengurangan penggunaan air  
Fitur air  
Daur ulang air  
Sumber air alternatif 
Penampungan air hujan 
Efisiensi penggunaan air lansekap 
Water quality 
Portable water  
Deep well reduction 
Water tap efficiency 
Pemantauan penggunaan air 
Sumber dan Siklus Material (Material Resource and Cycle-MRC)
Refrigeran fundamental  
Penggunaan gedung dan material bekas   
Material ramah lingkungan   
Penggunaan refrigerant tanpa ODP   
Kayu bersertifikat  
Material prafabrikasi 
Material regional  
Material purchasing policy  
Waste management policy  
Hazardous waste management 
Purchasing practice  
Waste management practice  
Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruangan (Indoor Health and Comfort-IHC)
Introduksi udara luar   

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


44
Pintar di Kampus Biru
Kategori dan Kriteria NB EB IS NH
Pemantauan kadar CO2   
Kendali asap rokok di lingkungan   
Polutan kimia   
Polutan biologi  
Pemandangan ke luar gedung  
Kenyamanan visual   
Kenyamanan termal  
Tingkat kebisingan   
Building user survey  
Tanaman dalam ruang 
Pengendalian hama 
Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Environment Management-BEM)
Dasar pengelolaan sampah 
GP sebagai anggota tim proyek  
Polusi dari aktivitas konstruksi 
Pengelolaan sampah tingkat lanjut 
Sistem komisioning yang baik dan benar 
Penyerahan data green building 
Kesepakatan dalam melakukan aktivitas fit out  
Survey pengguna gedung 
Operation & maintenance policy 
Innovations  
Design intent & owner’s project requirement 
Green operational & maintenance team 
Green occupancy/lease  
Operation and maintenance training  
Peningkatan Ekologi Lahan (Land Ecological Enhancement-LEE)
Area dasar hijau 
Area hijau untuk public 
Pelestarian habitat 
Revitalisasi lahan 
Iklim mikro 
Lahan produktif 
Pergerakan dan Konektivitas (Movement and Connectivity-MAC)
Analisa pergerakan orang dan barang 
Jaringan dan fasilitas untuk pejalan kaki 
Kawasan terhubung 
Strategi desain jalur pejalan kaki 
Transportasi umum 
Utilitas dan fasilitas umum 
Aksesibilitas universal 
Jaringan dan tempat penyimpanan sepeda 
Parkir bersama 

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


45
Pintar di Kampus Biru
Kategori dan Kriteria NB EB IS NH
Manajemen dan Konservasi Air (Water Management and Conservation-WMC)
Skematik air di kawasan 
Air alternatif 
Manajemen limpasan air hujan 
Pelestarian badan air dan lahan basah 
Manajemen limbah cair 
Limbah Padat dan Material (Solid Waste and Material-SWM)
Manajemen limbah padat – tahap operasional 
Manajemen limbah padat tingkat lanjut – tahap operasional 
Manajemen limbah konstruksi 
Material regional untuk infrastruktur jalan 
Material daur ulang dan bekas untuk infrastruktur jalan 
Strategi Kesejahteraan Masyarakat (Community Wellbeing Strategy-CWS)
Fasilitas bagi masyarakat 
Manfaat social dan ekonomi 
Kepedulian masyarakat 
Kawasan campuran 
Kebudayaan lokal 
Lingkungan yang aman 
Bangunan dan Energi (Building and Energy-BAE)
Bangunan hijau Greenship 
Hunian berimbang 
Efisiensi energi dalam kawasan 
Energi alternatif 
Pengurangan polusi cahaya 
Pengurangan polusi suara 
Inovasi Pengembangan dan Masa Depan (Innovation and Future Development-IFD)
Pemberdayaan GA/GP 
Pengelolaan kawasan 
Inovasi 

Daftar Pustaka Bab III Parameter Ukur Green


[1] OJK and GBCI, Buku Pedoman Pembiayaan Proyek Bangunan Gedung
Hijau untuk Lembaga Jasa Keuangan 2015, vol. 53, no. 9. 2013.
[2] GBCI, “GREENSHIP New Building Version 1.2,” no. April, 2012.
[3] GBCI, “FAQ - Sertifikasi,” 2016. .
[4] GBCI, “GREENSHIP Interior Space Version 1.0,” no. April, 2012.
[5] GBCI, “GREENSHIP Neighborhood Version 1.0,” 2015.
[6] GBCI, “GREENSHIP Existing Building Version 1.0,” p. 1, 2010.
[7] JaGBC, “CASBEE,” 2016. .
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
46
Pintar di Kampus Biru
BAB IV
PARAMETER UKUR
GREEN
Menelusur Jejak Implementasi
Konsep Bangunan Hijau dan Pintar
di Kampus Biru

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


47
Pintar di Kampus Biru
IV. Parameter, Metode dan Alat Ukur

IV.1. Pencahayaan

Kenyamanan visual merupakan kondisi di mana hak pribadi orang dalam


melaksanakan kegiatan di dalam bangunan gedungnya tidak terganggu dari
bangunan gedung lain di sekitarnya [1]. Kenyamanan visual dapat diwujudkan
melalui gubahan massa bangunan, rancangan bukaan, tata ruang dalam dan ruang
luar bangunan, serta dengan memanfaatkan potensi ruang luar bangunan, ruang
terbuka hijau alami atau buatan, termasuk pencegahan terhadap gangguan silau
dan pantulan sinar. Kenyamanan visual erat hubungannya dengan pencahayaan
[2].

IV.1.1. Dasar-dasar pencahayaan

Menurut sumbernya, sistem pencahayaan di bangunan dapat dikategorikan


menjadi 2 macam, yaitu sistem pencahayaan alami dan sistem pencahayaan
buatan. Pencahayaan alami (daylighting) adalah pencahayaan yang berasal dari
matahari, yang masuk dan terkontrol ke dalam gedung, baik secara langsung
ataupun menyebar (diffuse) melalui lubang cahaya (misalnya jendela dan
skylight). Sistem pencahayaan alami pada bangunan harus didesain agar bangunan
dapat seoptimal mungkin memasukkan sinar matahari untuk digunakan sebagai
sumber cahaya pada siang hari. Matahari sebagai sumber cahaya alami memiliki
spektrum cahaya yang lebar,
mulai dari berfrekuensi rendah
(gelombang radio) hingga
yang berfrekuensi tinggi (sinar
kosmis). Spektrum sinar
matahari ini digolongkan
menjadi dua, yaitu yang
tampak (visible light) dan yang
tidak tampak (invisible light).
Gambar IV.1. Spektrum Cahaya [3]
Cahaya tampak memiliki

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


48
Pintar di Kampus Biru
panjang gelombang antara 380 nm hingga 770 nm. Cahaya tampak ini penting
karena manusia hanya akan merespon terhadap adanya cahaya pada rentang
spektrum ini. Istilah-istilah dasar tentang pencahayaan ditunjukkan pada Tabel
IV.1.

Tabel IV.1. Istilah Dasar Pencahayaan [3]


Istilah Definisi Satuan
Intensitas Cahaya Kuat cahaya yang dipancarkan sumber Candela
cahaya ke arah tertentu
Luminansi Intensitas cahaya yang dipancarkan Candela/ m2
pada 1 m2 permukaan objek
Iluminansi Banyaknya arus cahaya yang diterima Lux = lumen/
atau datang pada suatu luasan bidang m2
objek
Arus cahaya Banyaknya cahaya per satuan waktu Lumen
1 lilin (candela) Sama dengan cahaya yang dihasilkan Candela
oleh sebuah lilin
1 fc (footcandle) Sama dengan 10,79 lux fc = lumen/ft2

Sedangkan pencahayaan buatan (artificial light) adalah pencahayaan yang


berasal dari sumber selain sumber cahaya alami, yang biasa dijumpai adalah
lampu atau luminer. Pencahayaan buatan sangat diperlukan untuk posisi ruangan
yang sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau pencahayaan alami tidak
mencukupi. Tabel IV.2 memaparkan beberapa istilah yang sering ditemui dalam
perancangan pencahayaan buatan.

Tabel IV.2. Istilah Dasar Pencahayaan Buatan [4]


Istilah Definisi
Kontras Perbedaan antara luminansi benda dan luminansi lingkungan sekitar
Direct Light Pencahayaan yang mengarahkan sinarnya langsung ke objek
Indirect Light Pencahayaan dengan memantulkan terlebih dahulu sinar untuk sampai
ke objek yang dituju (lebih baur dan memberikan kesan lembut)
Accent Light Pencahayaan dengan fungsi memperkuat penampilan estetika objek
Ambient Light Pencahayaan keseluruhan yang merupakan gabungan dari beberapa
atau seluruh jenis pencahayaan
Soket Dudukan lampu
Armatur Rumah lampu
Luminaire Keseluruhan bagian pencahayaan buatan (bola lampu, soket, tudung,
rumah lampu, tombol)
Fixture Hampir sama seperti luminaire, hanya tidak termasuk bola lampu

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


49
Pintar di Kampus Biru
Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri
maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah menciptakan
lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail untuk melakukan
kegiatan visual secara mudah, memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak
secara mudah dan aman, tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang
berlebihan pada tempat kerja, serta memberikan pencahayaan dengan intensitas
yang tetap menyebar secara merata, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan
bayang-bayang. Untuk mendapatkan pencahayaan yang sesuai dalam suatu ruang,
maka diperlukan sistem pencahayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.
Sistem pencahayaan dalam ruang dapat dibedakan menjadi 5 macam, yaitu [2]:
1. Sistem pencahayaan langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang
perlu diterangi. Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan.
Kelemahannya adalah dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang
mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya.
2. Sistem pencahayaan semi langsung (semi direct lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu
diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan
sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi.
3. Sistem pencahayaan difus (general diffuse lighting)
Pada sistem ini setengah cahaya (40-60%) diarahkan pada benda yang
perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dalam
pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan
setengah cahaya ke bawah dan sisanya ke atas. Pada sistem ini masalah bayangan
dan kesilauan masih ditemui.
4. Sistem pencahayaan semi tidak langsung (semi indirect lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding
bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah.
5. Sistem pencahayaan tidak langsung (indirect lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding
bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh
langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


50
Pintar di Kampus Biru
pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan
bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya adalah mengurangi efisiensi
cahaya total yang jatuh pada permukaan bidang kerja.

Gambar IV.2. Macam-macam Sistem Pencahayaan [5]

Selain lux, parameter lain dalam pencahayaan adalah renderasi warna dan
temperatur warna. Renderasi adalah kemampuan suatu sumber cahaya (buatan
atau alami) untuk mendefinisikan warna sebenarnya dari suatu objek atau benda.
Nilai renderasi warna dinyatakan dalam indeks renderasi warna yang berkisar
antara 0-100%. Semakin tinggi nilai suatu indeks renderasi warna maka akan
semakin baik kemampuan sumber cahaya tersebut untuk menunjukkan warna
sebenarnya dari suatu objek. Contohnya matahari memiliki indeks renderasi
100%. Pengelompokkan indeks renderasi warna yaitu [6]:
a. Kelompok 1: 81-100%
b. Kelompok 2: 61-80%
c. Kelompok 3: 40-60%
d. Kelompok 4: < 40%
Temperatur warna adalah indikasi satuan warna cahaya dalam satuan
Kelvin (K). Temperatur warna memiliki pengaruh (kesan) psikologis terhadap
suatu ruang yang ingin diciptakan (dingin dan hangat). Pada umumnya temperatur
warna yang digunakan biasanya berkisar antara 2.000-6.500K. Semakin rendah
nilai derajat temperatur warna maka warna cahaya yang dihasilkan akan semakin
kekuningan, jika lebih direndahkan lagi maka menuju kemerahan. Semakin tinggi
temperatur warna maka warna cahaya yang dihasilkan akan semakin putih, jika
lebih ditinggikan lagi maka warna cahaya akan menuju kebiruan. Temperatur
warna cahaya lampur dikelompokkan menjadi [6]:
a. Warna putih kekuningan /warm (< 3.300K)
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
51
Pintar di Kampus Biru
b. Warna putih netral / warm white (3.300 ~ 5.300K)
c. Warna putih / cool daylight (> 5.300K)

IV.1.2. Standar Pencahayaan

Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung


diatur dalam SNI 03-2396-2001. Menurut standar tersebut, pencahayaan alami
siang hari dapat dikatakan baik apabila pada siang hari antara pukul 08.00 sampai
dengan pukul 16.00 waktu setempat terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke
dalam ruangan dan distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau
tidak menimbulkan kontras yang mengganggu.
Tata cara perancangan sistem pencahayaan buata pada bangunan gedung
diatur dalam SNI 03-6575-2001. Dengan mengacu pada standar perancangan
pencahayaan alami dan buatan, lahirlah SNI 03-6197-2000 mengenai Konservasi
Energi pada Sistem Pencahayaan. Berdasarkan standar ini, tingkat pencahayaan
minimum yang direkomendasikan tidak boleh kurang dari nilai yang tertera pada
Tabel IV.3.

Tabel IV.3. Tingkat Pencahayaan Minimal [6]


Temperatur warna
Tingkat Kelompok Warm
Cool
Fungsi ruangan pencahayaan renderasi Warm white
Daylight
(Lux) warna < 3.300 K 3.300 K ~
> 5.300 K
5.300 K
Rumah tinggal:
Teras 60 1 atau 2 ● ●
Ruang tamu 150 1 atau 2 ●
Ruang makan 250 1 atau 2 ●
Ruang kerja 300 1 ● ●
Kamar tidur 250 1 atau 2 ● ●
Kamar mandi 250 1 atau 2 ● ●
Dapur 250 1 atau 2 ● ●
Garasi 60 3 atau 4 ● ●
Perkantoran:
Ruang
300 1 atau 2 ● ●
resepsionis
Ruang direktur 350 1 atau 2 ● ●
Ruang kerja 350 1 atau 2 ● ●
Ruang komputer 350 1 atau 2 ● ●
Ruang rapat 300 1 ● ●
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
52
Pintar di Kampus Biru
Temperatur warna
Tingkat Kelompok Warm
Cool
Fungsi ruangan pencahayaan renderasi Warm white
Daylight
(Lux) warna < 3.300 K 3.300 K ~
> 5.300 K
5.300 K
Ruang gambar 750 1 atau 2 ● ●
Gudang arsip 150 1 atau 2 ● ●
Ruang arsip aktif 300 1 atau 2 ● ●
Ruang tangga
150 1 atau 2 ●
darurat
Ruang parkir 100 3 atau 4 ●
Lembaga pendidikan:
Ruang kelas 350 1 atau 2 ● ●
Perpustakaan 300 1 atau 2 ● ●
Laboratorium 500 1 ● ●
Ruang praktek
500 1 atau 2 ● ●
komputer
Ruang
laboratorium 300 1 atau 2 ● ●
bahasa
Ruang guru 300 1 atau 2 ● ●
Ruang olahraga 300 2 atau 3 ● ●
Ruang gambar 750 1 ● ●
Kantin 200 1 ● ●
Hotel dan restauran:
Ruang
resepsionis dan 300 1 atau 2 ● ●
kasir
Lobi 350 1 ● ●
Ruang serba
200 1 ● ●
guna
Ruang rapat 300 1 ● ●
Ruang makan 250 1 ● ●
Kafetaria 200 1 ● ●
Kamar tidur 150 1 atau 2 ●
Koridor 100 1 ● ●
Dapur 300 1 ● ●
Rumah sakit/balai pengobatan:
Ruang tunggu 200 1 atau 2 ● ●
Ruang rawat inap 250 1 atau 2 ● ●
Ruang operasi,
300 1 ● ●
ruang bersalin
Laboratorium 500 1 atau 2 ● ●
Ruang rekreasi
250 1 ● ●
dan rehabilitasi
Ruang koridor
200 1 atau 2 ● ●
siang hari
Ruang koridor
50 1 atau 2 ● ●
malam hari
Ruang kantor 350 1 atau 2 ● ●

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


53
Pintar di Kampus Biru
Temperatur warna
Tingkat Kelompok Warm
Cool
Fungsi ruangan pencahayaan renderasi Warm white
Daylight
(Lux) warna < 3.300 K 3.300 K ~
> 5.300 K
5.300 K
staff
Kamar mandi &
200 2 ●
toilet pasien
Pertokoan/ruang pamer:
Ruang pamer
dengan objek
500 1 ● ● ●
berukuran besar
(misalnya mobil)
Area penjualan
300 1 atau 2 ● ●
kecil
Area penjualan
500 1 atau 2 ● ●
besar
Area kasir 500 1 atau 2 ● ●
Toko kue dan
250 1 ● ●
makanan
Toko bunga 250 1 ●
Toko buku dan
300 1 ● ● ●
alat tulis/gambar
Toko perhiasan,
500 1 ● ●
arloji
Toko barang
500 1 ● ●
kulit dan sepatu
Toko pakaian 500 1 ● ●
Pasar swalayan 500 1 atau 2 ● ●
Toko mainan 500 1 ● ●
Toko alat listrik
(TV, radio/tape,
250 1 atau 2 ● ● ●
mesin cuci dan
lain-lain)
Toko alat musik
250 1 ● ● ●
dan olahraga
Industri (umum):
Gudang 100 3 ● ●
Pekerjaan kasar 200 2 atau 3 ● ●
Pekerjaan
500 1 atau 2 ● ●
menengah
Pekerjaan halus 1.000 1 ● ●
Pekerjaan amat
2.000 1 ● ●
halus
Pemeriksaan
750 1 ● ●
warna
Rumah ibadah:
Masjid 200 1 atau 2 ●
Gereja 200 1 atau 2 ●
Vihara 200 1 atau 2 ●
Tanda ● artinya dapat digunakan.
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
54
Pintar di Kampus Biru
IV.1.3. Metode Pengukuran

Pengukuran intensitas penerangan di tempat


kerja diatur dalam SNI 16-7062-2004. Menurut
standar tersebut, pengukuran tingkat pencahayaan
dalam satuan lux harus dilakukan dengan
menggunakan luxmeter. Luxmeter merupakan alat
yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik,
kemudian energi listrik dalam bentuk arus digunakan
untuk menggerakkan jarum skala. Untuk alat digital,
Gambar IV.3. Luxmeter [7]
energi listrik diubah menjadi angka yang dapat dibaca
pada layar monitor seperti pada Gambar IV.2 [7].
Sebelum digunakan, luxmeter terlebih dahulu dikalibrasi oleh laboratorium
kalibrasi yang terakreditasi. Langkah selanjutnya untuk pengukuran intensitas
penerangan adalah penentuan titik pengukuran. Penentuan titik pengukuran
dibedakan menjadi dua macam yaitu untuk penerangan setempat dan penerangan
umum. Contoh penerangan setempat adalah objek kerja berupa meja kerja
maupun peralatan. Bila merupakan meja kerja, pengukuran dapat langsung
dilakukan di atas meja yang ada. Untuk penerangan umum, titik pengukuran
ditentukan berdasarkan titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan
pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu tersebut
dibedakan berdasarkan luas ruangan, yaitu [6]:
1. Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi maka titik potong garis
horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap satu
meter.

Gambar IV.4. Penentuan Titik Pengukuran untuk Luas Ruangan < 10 m 2


INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
55
Pintar di Kampus Biru
2. Luas ruangan antara 10 sampai 100 meter persegi maka titik potong
garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap
tiga meter.

Gambar IV.5. Penentuan Titik Pengukuran untuk Luas Ruangan 10-100 m2

3. Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi maka titik potong garis
horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap enam
meter.

Gambar IV.6. Penentuan Titik Pengukuran untuk Luas Ruangan > 100 m2

Pada saat pengukuran, pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan


kondisi tempat pekerjaan dilakukan. Selain itu, lampu ruangan juga dalam
keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan [6]. Pembacaan hasil
pengukuran pada layar monitor dilakukan setelah menunggu beberapa saat
sehingga didapatkan nilai angka yang stabil.
Salah satu luxmeter yang umum digunakan adalah keluaran Extech Model
401025 [8]. Luxmeter ini memiliki rentang pengukuran untuk intensitas cahaya

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


56
Pintar di Kampus Biru
dari 0 hingga 50.000 lux yang terbagi dalam 3 rentang yaitu 0-2.000 lux, 0-20.000
lux dan 0-50.000 lux. Selain
itu, luxmeter ini memiliki
rentang pengukuran untuk
foot-candle dari 0 hingga
5.000 fc yang juga terbagi
menjadi 3 rentang yaitu 0-
200 fc, 0-2.000 fc dan 0-
Gambar IV.7. Digital Light Meter Extech 401025 [8]
5.000 fc. Pemilihan rentang
yang tepat akan menghasilkan bacaan yang paling akurat. Pilih rentang yang
menghasilkan digit angka maksimum tanpa melebihi hitungan maksimum dari
rentang tersebut. Sebagai contoh, bacaan 1.456 fc sebaiknya dibaca pada rentang
0-2.000 fc, bukan pada rentang 0-50.000 fc.
Adapun spesifikasi, rentang dan spektrum frekuensi luxmeter ini
ditunjukkan pada Tabel IV.4 dan Gambar IV.7.

Gambar IV.8. Spektrum Frekuensi Luxmeter Extech 401025 [8]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


57
Pintar di Kampus Biru
Tabel IV.4. Spesifikasi Luxmeter Extech 401025 [8]

IV.1.4. Simulasi Pencahayaan

Untuk pemodelan sistem pencahayaan, perangkat lunak simulasi komputer


yang umum digunakan adalah DIALux. DIALux adalah software open source
yang dikembangkan oleh DIAL GmbH untuk membuat desain sistem
pencahayaan professional dengan basis data dari seluruh perusahaan manufaktur
luminer. DIALux menggunakan metode radiosity dalam melakukan komputasi
distribusi penyebaran cahaya. Radiosity adalah algoritma iluminansi global yang
digunakan dalam pemodelan grafis 3D rendering untuk menyelesaikan intensitas
pada titik diskrit dalam sebuah skema. Caranya adalah dengan mendifusi cahaya
dari jalur iluminansi agar memberikan hasil yang nyata.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


58
Pintar di Kampus Biru
Adapun keuntungan penggunaan software DIALux adalah:
a. Gratis karena DIALux adalah software open source.
b. Sederhana, mudah dan efektif dalam melakukan perancangan sistem
pencahayaan professional.
c. Memiliki basis data luminaire yang lengkap dan termutakhir dari seluruh
perusahaan manufaktur luminaire di dunia.
d. Memiliki fungsi kalkulasi sistem pencahayaan yang lengkap.
e. Dapat mengerjakan skenario pencahayaan indoor maupun outdoor dan
dapat dikondisikan sesuai dengan keinginan planner.
Acuan standar DIALux dalam kalkulasi pencahayaan adalah European
Standards for Lighting of Work Places and Outdoor Work Places atau biasa
disebut EN-1264. Standar ini mengatur tentang perancangan sistem pencahayaan
untuk berbagai fungsi ruangan termasuk pemodelan simulasi pencahayaan. EN-
1264 menggunakan sistem grid atau garis pembatas pada permukaan bidang kerja
ruangan dalam proses penghitungannya. Grid tersebut adalah garis kotak-kotak
yang memiliki panjang dan lebar antara 0,5 hingga 2 meter. Nilai iluminansi yang
dihitung akan diindikasikan oleh garis kotak-kotak atau grid tersebut [5].

Gambar IV.9. Contoh Tampilan DIALux

Selain DIALux, software lain yang dapat digunakan untuk pemodelan


sistem pencahayaan suatu bangunan adalah Ecotect. Software Ecotect bermula
dari tesis doctoral Dr. Andrew Marsh pada School of Architecture and Fine Arts,

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


59
Pintar di Kampus Biru
University of Wetern Australia. Latar belakang dibuatnya Ecotect adalah atas
dasar keprihatinan Dr. Andrew Marsh terhadap proses desain yang hanya
memikirkan faktor estetikan semata tanpa memperhatikan performa bangunan.
Berdasarkan penelitiannya, desain yang dilakukan secara efektif dari awal akan
mampu menekan biaya pada tahap konstruksi maupun pada tahap operasional [9].
Ecotect memiliki beberapa kemampuan dalam simulasi bangunan yaitu [9]:
a. Beberapa simulasi dapat dilakukan dengan Ecotect yaitu pencahayaan,
kenyamanan termal, angin, akustik, visual dan simulasi angin ditambah
plugin. Selain itu Ecotect dipakai sebagai alat desain model sekaligus
memiliki kemampuan menganalisis dan simulasi.
b. Dapat mengimpor model dari AutoCAD sebagai acuan dasar desain yang
ada dalam bentuk skema garis dalam ekstensi DXF.
c. Durasi simulasi dapat diatur sepanjang tahun.
d. Grafik yang informative sehingga hasil pemodelan mudah dimengerti.
e. Visualisasi hasil simulasi dapat dilihat dalam bentuk grafik dan model 3
dimensi.
f. Material bangunan dapat didefinisikan secara tepat dan baik dengan
material yang tersedia atau memasukkan spesifikasi untuk material baru.
g. Ray simulation mampu menyimulasikan sinar matahari (sunlight) yang
terjadi di objek atau interior untuk melihat arah masuk dan pemantulannya.

Gambar IV.10. Contoh Tampilan Utama Ecotect [9]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


60
Pintar di Kampus Biru
IV.2. Energi

Energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai


proses kegiatan termasuk bahan bakar, listrik, energi mekanik dan panas. Sumber
energi adalah sebagian sumber daya alam antara lain berupa minyak dan gas
bumi, batubara air, panas bumi, gambut, biomassa dan sebagainya, baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi. Kini
ketersediaan sumber energi kian terbatas serta meningkatnya kebutuhan energi
yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi yang disebabkan oleh
meningkatnya industri maupun pertambahan jumlah penduduk serta adanya
peningkatan kesejahteraan. Terjadi ketidakseimbangan antara sisi supply dan sisi
demand. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah mengambil langkah kebijakan
energi, salah satunya adalah konservasi energi [10].
Konservasi energi adalah kegiatan pemanfaatan energi secara efisien dan
rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar
diperlukan untuk menunjang pembangunan. Tujuan konservasi energi adalah
untuk memelihara kelestarian sumber daya alam yang berupa sumber energi
melalui kebijakan pemilihan teknologi dan pemanfaatan energi secara efisien,
rasional dan bijaksana untuk mewujudkan kemampuan penyediaan energi ,
penggunaan energi secara efisien dan merata serta kelestarian sumber-sumber
energi [10].

IV.2.1. Dasar-dasar Energi

Untuk mencapai tujuan konservasi energi, kegiatan peningkatan efisiensi


energi melalui penurunan intensitas energi atau biasa disebut audit energi perlu
dilakukan. Audit energi dapat dilakukan setiap saat atau sesuai dengan jadwal
yang sudah ditetapkan. Monitoring pemakaian energi secara teratur merupakan
keharusan untuk mengetahui besarnya energi yang digunakan pada setiap bagian
operasi selama selang waktu tertentu.
Hemat energi tidak berarti harus mengoperasikan sistem tanpa
menggunakan energi atau mengurangi energi yang diperlukan, tetapi menghemat
energi merupakan pengurangan dan menghilangkan pemborosan energi di seluruh

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


61
Pintar di Kampus Biru
bagian peralatan yang menggunakan energi listrik sehingga tingkat kenyamanan
yang sama dapat tetap dipertahankan bahkan peningkatan dengan menggunakan
jumlah energi yang sedikit atau dengan menggunakan jumlah energi yang sama
untuk menghasilkan kenyamanan yang lebih tinggi tanpa mengurangi hasil
produksi [10].
Audit energi terdiri dari tiga tahapan yaitu persiapan inspeksi audit, audit
energi awal (preliminary audit) dan audit energi rinci (detailed audit). Tahapan
persiapan inspeksi audit dimulai dengan kegiatan pertemuan pendahuluan antara
pihak manajemen dengan auditor untuk memperjelas tujuan dari kegiatan audit
energi. Selanjutnya dilakukan dengan wawancara audit dengan karyawan dari
pihak gedung yang benar-benar mengerti jenis dan jam operasional tiap peralatan
yang ada. Setelah itu, initial walk-through tour atau mengelilingi gedung atau
instansi yang akan diaudit dilakukan. langkah ini bertujuan untuk mencari potensi
penghematan yang teridentifikasi secara langsung.
Kegiatan audit energi awal meliputi pengumpulan data energi bangunan
gedung dengan data yang tersedia dan tidak memerlukan pengukuran. Data yang
dikumpulkan meliputi denah ruangan, daftar peralatan yang relevan (sistem tata
cahaya, tata udara, peralatan penunjang operasional atau peralatan lain yang
mengkonsumsi listrik), jadwal pengoperasian fasilitas serta data historical
pemakaian energi listrik total pada bangunan gedung dalam jangka waktu tertentu
(data rekening listrik). Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung rincian luas
bangunan gedung dan luas total bangunan (m 2), konsumsi energi bangunan
gedung per tahun (kWh/tahun) serta Intensitas Konsumsi Energi bangunan per
tahun (kWh/m2.tahun).
Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik suatu bangunan didefinisikan
sebagai besarnya konsumsi energi listrik per satuan luas bangunan (kWh/m 2/bulan
atau kWh/m2/tahun). Persamaan umum IKE ditunjukkan pada Persamaan IV.2.1.
Pers.
IV.2.1
Audit energi rinci akan dilakukan bila nilai IKE lebih besar dari nilai
target yang ditentukan. Dengan begitu, diperlukan penelitian dan pengukuran
konsumsi energi lebih lanjut. Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian energi

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


62
Pintar di Kampus Biru
adalah mengumpulkan dan meneliti sejumlah masukan yang dapat mempengaruhi
besarnya kebutuhan energi bangunan gedung, dan dari hasil penelitian dan
pengukuran energi dibuat profil penggunaan energi bangunan gedung sehingga
dapat diketahui peralatan pengguna energi apa saja yang pemakaian energinya
cukup besar [10].

IV.2.2. Standar Terkait Energi

Menurut Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasannya di


Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, nilai IKE dari suatu bangunan
gedung digolongkan dalam dua kriteria, yaitu untuk bangunan ber-AC dan
bangunan tidak ber-AC.

Tabel IV.5. IKE Bangunan Gedung ber-AC [2]


Kriteria Keterangan
a) Desain gedung sesuai standar tata cara perencanaan teknis
Sangat Efisien konservasi energi
4,17-7,92 kWh/m2/bulan b) Pengoperasian peralatan energi dilakukan dengan prinsip-prinsip
manajemen energi
a) Pemeliharaan gedung dan peralatan energi dilakukan sesuai
Efisien prosedur
7,93-12,08 kWh/m2/bulan b) Efisiensi penggunaan energi masih mungkin ditingkatkan
melalui penerapan sistem manajemen energi terpadu
a) Penggunaan energi cukup efisien melalui pemeliharaan
Cukup Efisien bangunan dan peralatan energi masih memungkinkan
12,08-14,58 kWh/m2/bulan b) Pengoperasian dan pemeliharaan gedung belum
mempertimbangkan prinsip konservasi energi
a) Audit energi perlu dipertimbangkan untuk menentukan
Agak Boros perbaikan efisiensi yang mungkin dilakukan
14,58-19,17 kWh/m2/bulan b) Desain bangunan maupun pemeliharaan dan pengoperasian
gedung belum mempertimbangkan konservasi energi

Tabel IV.6. IKE Bangunan Gedung Tidak ber-AC [2]


Kriteria Keterangan
a) Pengelolaan gedung dan peralatan energi dilakukan dengan
prinsip konversi energi listrik
Efisien
b) Pemeliharaan peralatan energi dilakukan sesuai dengan prosedur
0,84-1,67 kWh/m2/bulan
c) Efisiensi penggunaan energi masih mungkin ditingkatkan
melalui penerapan sistem manajemen energi terpadu

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


63
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Keterangan
a) Penggunaan energi cukup efisien namun masih memiliki
Cukup Efisien peluang konservasi energi
1,67-2,5 kWh/m2/bulan b) Perbaikan efisiensi melalui pemeliharaan bangunan dan
peralatan energi masih dimungkinkan
a) Audit energi perlu dilakukan untuk menentukan langkah-
Boros langkah perbaikan sehingga pemborosan energi dapat dihindari
2,5-3,34 kWh/m2/bulan b) Desain bangunan maupun pemeliharaan dan pengoperasian
gedung belum mempertimbangkan konservasi energi
a) Instalasi peralatan, desain pengoperasian dan pemeliharaan tidak
mengacu pada penghematan energi
Sangat Boros
b) Agar dilakukan peninjauan ulang atas semua instalasi atau
3,34-4,17 kWh/m2/bulan
peralatan energi
c) Audit energi adalah langkah awal yang perlu dilakukan

IV.2.3. Metode Pengukuran Terkait Energi

Energi meter konvensional bekerja berdasarkan fenomena “Magnetic


Induction” di mana memiliki roda aluminium yang berputar yang biasa disebut
Ferriswheel dan memiliki banyak gerigi. Aliran arus menyebabkan Ferriswheel
berputar dan akan membuat perputaran roda lainnya. Kegiatan ini yang akan
dikonversi menjadi pengukuran yang sesuai yang akan ditampilkan pada layar.
Karena terdiri dari banyak bagian mekanik, cacat mekanik dan kerusakan sering
terjadi. Tingkat error pun semakin tinggi.
Electronic energy meter (EEM) bekerja berdasarkan Digital Micro
Technology (DMT) dan tidak menggunakan moving parts sehingga dikenal juga
dengan “Static Energy Meter”. Pada EEM, tingkat akurasi diatur oleh IC yang
dirancang khusus yang disebut ASIC (Application Specified Integrated Circuit).
ASIC dibuat hanya untuk aplikasi tertentu yang menggunakan teknologi
embedded system. Saat ini, ASIC mulai digunakan pada mesin cuci, AC, mobil,
kamera digital dan lain-lain [11].

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


64
Pintar di Kampus Biru
Gambar IV.11. Contoh Electronic Energy Meter [11]

Gambar IV.12. Bagian dalam Electronic Energy Meter [11]

IV.2.4. Simulasi Energi

Salah satu perangkat lunak untuk simulasi energi yang akan memberikan
keadaan termal bangunan berupa temperatur udara dan humiditas relative ruangan
serta profil konsumsi energi dalam jangka waktu tertentu adalah EnergyPlus.
EnergyPlus merupakan suatu program yang berakar dari program BLAST
(Building Loads Analysis and System Thermodynamics) dan DOE-2 yang telah

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


65
Pintar di Kampus Biru
dikembangkan dan dirilis sejak 1980-an sebagai alat
simulasi energi dan beban. Program simulasi ini bertujuan
untuk menyesuaikan peralatan HVAC, mengembangkan
analisis biaya operasi, dan mengoptimalkan kinerja energi
pada bangunan. Konsumsi energi pada bangunan
Gambar IV.13.
merupakan komponen utama penggunaan energi di
EnergyPlus [12]
Amerika sehingga Department Energy of America
mengembangkan program tersebut guna memecahkan masalah penggunaan energi
[12].
EnergyPlus adalah suatu program yang melakukan simulasi beban termal
serta analisis energi berdasarkan deskripsi penggunaan bangunan, serta sistem
mekanik-elektrik yang digunakan untuk pengkondisian udara dalam bangunan.
EnergyPlus mampu membuat perhitungan mengenai beban pemanasan dan
pendinginan, kondisi HVAC, dan juga konsumsi energi dari peralatan-peralatan
yang digunakan pada bangunan. Dapat dikatakan bahwa EnergyPlus merupakan
program simulasi untuk merancang pemodelan suatu bangunan beserta
penggunaan energi di dalamnya [12].

IV.3. Indoor Air Quality

Kualitas udara dalam ruangan (Indoor Air Quality-IAQ) adalah kondisi


kandungan udara di dalam ruangan yang dapat mempengaruhi kesehatan dan
kenyamanan penghuni suatu ruangan [13]. Ketika suatu bangunan digunakan,
terkadang terjadi berbagai aktivitas manusia, seperti bernapas, merokok atau
memasak, dan pelepasan senyawa lain (cat baru, debu, kapur barus) dari benda-
benda tertentu. Ketika udara yang bersih tercemar oleh unsur-unsur tersebut
dengan melewati batas ambang yang diperbolehkan, maka akan dapat
mengganggu kenyamanan serta kesehatan manusia. Unsur-unsur yang melewati
batasan yang ditentukan disebut polutan.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


66
Pintar di Kampus Biru
IV.3.1. Dasar-dasar Indoor Air Quality

Udara merupakan gabungan dari sekumpulan gas berupa nitrogen (78%),


oksigen (20,95%), argon (0,93%), karbondioksida (0,038%), uap air (1%), dan gas
lainnya (0,002%) yang terdapat di alam semesta dan mengelilingi bumi [13].
Udara bergerak bebas mengikuti jalur yang ada dan mengisi ruang yang kosong,
serta berpindah dari daerah bertekanan tinggi (suhu dingin) ke daerah yang
bertekanan rendah (suhu panas). Udara yang bergerak akan menghasilkan angin.
udara bergerak akibat adanya gaya penggerak angin, yaitu adanya perbedaan
tekanan dan suhu.
Kualitas udara dalam ruangan yang baik dapat tercapai bila
ruangan/bangunan tersebut memiliki pertukaran udara yang baik. Baik buruknya
pertukaran udara yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya
sistem bukaan. Penerapan perencanaan sistem ventilasi alami yang baik pada
bangunan akan memberikan kenyamanan bagi pengguna ruang serta dapat
menghemat penggunaan energi pada bangunan [13].
Kandungan polutan dalam ruangan dinyatakan dengan istilah emisi dan
konsentrasi. Emisi berarti banyaknya polutan yang diukur per satuan luas
(mass/luas/waktu). Dan konsentrasi berarti banyaknya polutan dihitung per satuan
volume/media. Satuan yang digunakan yaitu ppm (part per million).
Penelitian yang umumnya dilakukan cenderuung menggunakan
konsentrasi CO2 sebagai indikator untuk mengukur kualitas udara karena senyawa
CO2 dapat mengukur banyaknya pertukaran udara yang terjadi. Bila sirkulasi
udara dalam ruangan baik, maka udara dalam ruangan yang tercemar akan netral
kembali (CO2 cenderung rendah).
Sebagai negara yang beriklim tropis, Indonesia memiliki suhu dan
kelembaban yang tinggi serta kecepatan angin yang rendah sehingga ruangan atau
bangunan diharapkan memiliki sistem ventilasi yang baik. Pada umumnya
terdapat dua jenis ventilasi yaitu ventilasi alami dan ventilasi mekanis. Ventilasi
alami berupa pergantian udara secara alami tanpa bantuan peralatan mekanis
seperti kipas ataupun penyejuk udara (AC). Sedangkan ventilasi mekanis
merupakan penghawaan ruangan dengan bantuan peralatan mekanis yang
bertujuan untuk memperoleh kenyamanan suhu ruangan [13].
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
67
Pintar di Kampus Biru
IV.3.2. Standar Indoor Air Quality

ASHRAE (62-2001) yang mengatur tentang ventilation for acceptable


indoor air quality merekomendasikan agar konsentrasi CO2 dalam ruangan tidak
melewati 1.000 ppm. Selain itu, Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota pada
tahun 2008 mengeluarkan Peraturan Gubernur (PERGUB) no 54 tahun 2008 yang
mengatur tentang Baku Mutu Kualitas Udara dalam Ruangan.

Tabel IV.7. Baku Mutu Kualitas Udara dalam Ruangan [14]


No Parameter Satuan Baku Mutu Metode Keterangan
1 FISIKA
Kebisingan dBA 65 dBA Batas maks
Pencahayaan lux 100 Direct reading Batas min
Suhu °C 23-28 Direct reading Batas min dan maks
Kelembaban % 40-60 Direct reading Batas min dan maks
Laju ventilasi m.detik 0,15-0,25 Direct reading Batas min dan maks
Partikel <10µm µg/ m3 90 Gravimetri Batas maks
2 KIMIA
Oksigen (O2) % 19,5-22,0 Direct reading Batas min dan maks
Karbon Monoksida (CO) ppm/8jam 8,0 NDIR, electrotechnical Batas maks
Karbon Dioksida (CO2) % 0,1 Direct reading Batas maks
3 MIKROBIOLOGI
Angka Kuman koloni/m3 700 Total Plate Count Batas min

IV.3.3. Metode Pengukuran Indoor Air Quality

Alat ukur untuk mengukur kualitas udara dalam ruangan adalah indoor air
quality meter. Salah satu indoor air quality meter yang umum digunakan adalah
keluaran Extech Model EA80 [15]. Adapun gambaran indoor air quality meter
Extech EA80 ditunjukkan pada gambar di bawah.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


68
Pintar di Kampus Biru
Gambar IV.14. Indoor Air Quality Meter Extech EA80 [15]

Gambar IV.15. AC Adaptor Plug dan LCD Display [15]

Hembusan CO2 dari tubuh akan mempengaruhi akurasi pengukuran


sehingga disarankan untuk tidak memegang indoor air quality meter di dekat
wajah. Sensor untuk pengukuran suhu, kelembaban, dew point dan wet bulb
terletak pada probe. Probe digenggam di udara pada area yang akan diuji. Probe
tidak boleh dicelupkan ke dalam cairan. Sensor CO2 terletak di bagian atas dari
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
69
Pintar di Kampus Biru
alat ini. Adapun spesifikasi dari indoor air quality meter Extech EA80
ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar IV.16. Spesifikasi Umum Extech EA80 [15]

Gambar IV.17. Spesifikasi CO2, Temperatur, dan Humidity Extech EA80 [15]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


70
Pintar di Kampus Biru
IV.3.4. Simulasi Indoor Air Quality

Software Ecotect merupakan software analisis bangunan paling


komprehensif dan paling inovatif. Dilengkapi dengan 3D modeling yang
diintegrasikan dengan berbagai fungsi analisis dan simulasi yang mudah
dioperasikan bagi perancang bangunan. Ciri khas Ecotect adalah perhitungan yang
tervisualisasi dari proses awal desain hingga desain final. Perancang memasukkan
berbagai informasi terlebih dahulu sebelum bangunan didesain. Informasi iklim
pertama-tama dimasukkan untuk menghitung potensi berbagai strategi pasif.
Setelah itu menguji berbagai model mulai dari bentukan awal hingga didapat
bentuk final [16].

IV.4. Akustik

Kenyamanan akustik merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh


suatu keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung
terganggu oleh getaran dan/atau kebisingan yang timbul baik dari dalam bangunan
gedung maupun lingkungannya [1]. Kenyamanan akustik erat kaitannya dengan
tingkat kebisingan.

IV.4.1. Dasar Akustik

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1405/MENKES/SK/XI/2002, kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak
dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan. Beberapa efek
negatif dari kebisingan antara lain adalah gangguan pendengaran, gangguan
kehamilan, gangguan komunikasi,
kesulitan tidur, gangguan mental dan
gangguan kinerja [17]. Kebisingan ini
biasa dinyatakan dalam ukuran nilai
tingkat kebisingan yaitu ukuran
energi bunyi yang dinyatakan dalam
satuan decibel (dB).
Gambar IV.18. Kurva Kriteria NC [2]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


71
Pintar di Kampus Biru
Kondisi kebisingan ruangan dijelaskan dengan parameter Noise Criteria
(NC). NC adalah parameter yang menunjukkan kebisingan ruangan dengan angka
tunggal. Semakin besar nilai NC maka kebisingan ruangan juga semakin besar.
Untuk ruang serba guna, nilai standar dari NC adalah antara NC 25-35 [2].
Metode penentuan NC terdiri dari satu set kurva kriteria dalam range frekuensi
63-8.000 Hz dan menggunakan prosedur garis singgung. Kurva kriteria
menunjukkan batas-batas spektrum yang tidak boleh dilalui untuk memenuhi
standar batas kebisingan bagi pendengar. Contoh tingkat tekanan suara hasil
pengukuran digambarkan pada kurva sehingga terlihat rating NC yang
bersinggungan terhadap garis hasil pengukuran.
Kinerja akustik ruangan dapat dilihat dari berbagai parameter di antaranya
adalah persebaran tingkat tekanan suara, waktu dengung, kejelasan suara ucap,
dan kondisi kebisingan ruangan. Tekanan suara adalah perubahan tekanan yang
dialami oleh medium suara dari keadaan setimbangnya karena gelombang suara.
Tekanan suara dapat diukur menggunakan mikrofon di udara sedangkan di air
menggunakan hidrofon. Tingkat tekanan suara adalah ukuran logaritmik dari
tekanan suara dibandingkan dengan nilai referensi. Tingkat tekanan suara dihitung
dalam persamaan logaritma karena respon manusia terhadap suara kira-kira
sebanding dengan logaritma intensitas suara. Tingkat tekanan suara standar diukur
dalam decibel (dB), tekanan suara referensi standar dalam udara adalah 20µPa,
yang dianggap sebagai ambang minimum pendengaran manusia (pada 1 kHz).
Artinya perubahan sebesar 20 mikro Pascal akan diartikan oleh telinga kita
sebagai suara dengan level 0 dB. Persamaan yang digunakan untuk menghitung
tingkat tekanan suara (SPL) adalah
Pers.
IV.5.1
SPL= level tekanan suara (dB); P=tekanan suara (µPa); Pref=tekanan suara referensi (µPa)
Kemerataan tingkat tekanan suara pada ruangan auditorium dilakukan
dengan pengukuran tingkat tekanan suara beberapa titik pengukuran dengan
sumber suara yang mengeluarkan sinyal white noise. White noise adalah sinyal
suara yang memiliki tingkat tekanan suara yang sama pada semua frekuensi.
Kinerja akustik ruangan juga dapat dinilai dari waktu dengung. Waktu
dengung adalah jeda waktu antara awal munculnya gelombang suara hingga
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
72
Pintar di Kampus Biru
gelombang yang dipantulkan terakhir terdengar. Besaran waktu dengung yang
umum dipakai adalah RT60. RT60 adalah waktu yang dibutuhkan untuk pantulan
gelombang suara meluruh sebesar 60 dB. Waktu dengung dapat dihitung melalui
persamaan Sabine.
Pers.
IV.5.2
RT60= waktu dengung (detik); V= volume ruangan (m ); A= total penyerapan ruang (m2)
3

Parameter lain untuk mengetahui kinerja akustik adalah kejelasan suara


ucap. Kejelasan suara ucap ditunjukkan oleh parameter yang disebut definition
atau deutlichkeit, dilambangkan dengan D50. D50 merupakan rasio dari awal
penerimaan energi suara (0-50 ms setelah suara langsung datang) terhadap total
energi yang diterima. Nilai D50 diperoleh dari rata-rata pengukuran pada rentang
frekuensi 500-1.000 Hz. Nilai D50 diukur pada titik yang sama dengan
pengukuran waktu dengung. Kejelasan suara yang baik ditunjukkan oleh nilai D50
yang berada di atas nilai 50% [2].

IV.4.2. Standar Akustik

Standar konservasi energi pada tingkat bunyi didasarkan pada SNI 03-
6386-2000 yang mengatur tentang spesifikasi tingkat bunyi dan waktu dengung
dalam bangunan gedung dan perumahan. Desain tingkat bunyi yang dianjurkan
ditunjukkan pada Tabel IV.3. Pada tabel ini, tingkat bunyi dibagi menjadi 2
bagian yaitu kolom pertama berisi tingkat bunyi yang baik sedangkan kolom
kedua merupakan tingkat bunyi maksimum yang diizinkan. Seluruh tingkat bunyi
dinyatakan dalam decibel (dBA).

Tabel IV.8. Tingkat Bunyi untuk Berbagai Jenis Hunian [18]


Tingkat Bunyi yang Dianjurkan
Jenis Hunian
Baik (dBA) Maksimum (dBA)
Bangunan Pendidikan
Ruang sidang s/d 250 kursi 30 35
Ruang sidang di atas 250 kursi 25 30
Kantin dan pertokoan 40 50
Ruang kelas 35 40
Ruang komputer (praktik) 45 55

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


73
Pintar di Kampus Biru
Tingkat Bunyi yang Dianjurkan
Jenis Hunian
Baik (dBA) Maksimum (dBA)
Koridor dan lobi 45 50
Gedung olahraga 45 55
Laboratorium 35 40
Perpustakaan 45 50
Ruang kantor 30 35
Ruang administrasi 40 45
Toilet / kamar mandi 40 45
Bangunan Kantor
Ruang pertemuan 30 35
Kantin 45 50
Ruang komputer 45 55
Ruang perhitungan dan tabulasi 45 55
Koridor dan lobi 45 50
Ruang desain/perancangan 40 45
Ruang gambar 40 50
Ruang kantor (umum) 40 45
Ruang kantor khusus (privat) 35 40
Resepsionis 40 45
Toilet dan ruang minum 50 65
Rumah Tinggal
Rumah pedesaan dan pinggir kota
Ruang keluarga 30 40
Ruang tidur 25 30
Ruang kerja 35 40
Rumah kota
Ruang keluarga 35 40
Ruang tidur 30 35
Ruang kerja 35 40
Hotel dan motel
Bar & lounges 45 55
Ruang sidang / konferensi 30 35
Ruang makan 40 45
Ruang parkir tertutup 55 65
Ruang rekreasi dan teras 45 50
Ruang dapur, cuci dan pemeliharaan 45 55
Ruang tidur 30 35
Kamar mandi dan toilet 40 35

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


74
Pintar di Kampus Biru
IV.4.3. Metode Pengukuran Akustik

Pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja diatur dalam SNI 7231-


2009. Menurut standar ini, pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja
dilakukan dengan menggunakan alat Sound Level Meter (SLM). SLM umumnya
memiliki kelengkapan tingkat tekanan bunyi sinambung setara dengan
pembobotan A (Leq A) dengan rentang waktu tertentu pada pembobotan waktu
respon lambat (S) atau sekitar 1 detik. Tekanan bunyi menyentuh membran
mikrofon pada alat, sinyal bunyi diubah menjadi sinyal listrik dilewatkan pada
filter pembobotan (weighting network), sinyal dikuatkan oleh amplifier diteruskan
pada layar hingga dapat terbaca tingkat intensitas bunyi yang terukur [19].
Untuk menjaga pengaruh dari meteorologi dan lingkungan, wind screen
dipasang pada mikrofon untuk melindungi mikrofon dari terpaan angin dan debu.
Selain itu SLM harus dijaga ketika kondisi hujan atau berkabut agar pori-pori
pada wind screen tidak tertutup oleh air atau endapan bahan kontaminan lain.
Pada umumnya alat ukur intensitas kebisingan didesain pada rentang suhu operasi
-10°C sampai dengan 50°C. Untuk pengukuran yang dilakukan di lingkungan
yang mempunyai getaran tinggi, alat ukur dilengkapi dengan bahan peredam
getaran untuk mengurangi pengaruh perekaman bunyi pada mikrofon [19].
Salah satu SLM yang biasa digunakan adalah SLM keluaran Extech Model
407730 [20]. SLM Extech 407730 memiliki dua jenis pembobotan yaitu
pembobotan jenis A dan C. Selain itu, SLM ini juga memiliki dua macam waktu
tanggap yaitu Fast (waktu respon 125 ms) dan Slow (waktu respon 1s).

Gambar IV.19. Digital Sound Level Meter 407730 [20]


INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
75
Pintar di Kampus Biru
Adapun spesifikasi SLM Extech 407730 ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel IV.9. Spesifikasi SLM Extech 407730 [20]


Display LCD with bargraph
Microphone 0,5”(10mm) Electret condenser
Measurement Bandwidth 300Hz to 8KHz
Measurement Range 40 to 130dB (A wtg), 45 to 130dB (C wtg)
Frequency Weighting „A‟ and „C‟ (selectable)
Accuracy / Resolution ± 2dB @1KHz (under reference conditions) / 0.1 dB
Response Time Fast: 125 milliseconds / Slow: 1 second
Calibration Source 1 KHz sine wave @94 or 114 dB
AC Output 0.707Vrms full scale
Power 4 AAA batteries
Battery Life 30 hours (typical_; low battery indicator alerts user
Automatic Power Off After approx.. 20 minutes
Operating Temperature 32 to 122°F (0 to 50°C)
Operating Humidity 10 to 90% RH
Storage Temperature -4 to 140°F (-20 to 60°C)
Dimensions/weight 9×2.3×1.7” (230×57×44mm) / 6oz.(172g)

IV.4.4. Simulasi Akustik

Proses simulasi yang berkaitan dengan akustik ruang dilakukan dengan


perangkat lunak CATT. CATT merupakan software yang digunakan untuk
melakukan simulasi yang melibatkan geometri dan parameter akustik semua
elemen arsitektur dalam ruang. CATT dapat
melakukan variasi geometri, posisi source, posisi
receiver, dan material elemen arsitektur sehingga
dapat menghasilkan parameter akustik baru yang
akan menjadi rekomendasi pada suatu ruangan.
Gambar IV.20. CATT-Acoustics
[22]

Gambar IV.21. Contoh Pola Persebaran SPL pada CATT [21]


INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
76
Pintar di Kampus Biru
Daftar Pustaka Bab IV Parameter, Metode dan Alat Ukur

[1] UU, “UU No 28 tahun 2002,” 2002.


[2] A. N. Laila, “Evaluasi gedung grha wiksa praniti menggunakan sistem
pemeringkatan bangunan hijau greenship new building versi 1.2,” 2014.
[3] Muslih, “PARAMETER GREEN BUILDING BERDASARKAN
KRITERIA GREENSHIP NEW BUILDING PADA GEDUNG ASRAMA
KINANTHI 2 dan 3 UGM,” 2014.
[4] L. Hakim, “ANALISIS DAN EVALUASI PARAMETER GREEN
BUILDING BERDASARKAN KRITERIA GREENSHIP PADA DESAIN
ASRAMA MAHASISWA KINANTI 1 UGM,” 2014.
[5] P. Bagaskoro, “Analisis Profil Kualitas Pencahayaan Buatan Dalam
Ruangan dengan Menggunakan Software DIALux 4.12 (Studi Kasus:
Gedung Jurusan Teknik Fisika UGM),” 2015.
[6] BSN, “SNI 03-6197-2000 Konservasi energi pada sistem pencahayaan,”
2000.
[7] Hanna Instrument, “Portable Luxmeter HI97500,” 2016. .
[8] Extech, “User‟s Manual Model 401025 Digital Light Meter.”
[9] I. Priandi, “Analisis Kualitas Pencahayaan dan Akustik Desain Gedung
Olahraga UGM Menggunakan Ecotect Analysis 2011,” 2015.
[10] S. R. Prihandita, “Audit Energi Listrik Studi Kasus di Gedung Pusat UGM
Sayap Selatan dan Sayap Timur Yogyakarta.”
[11] D. Mohankumar, “Electronic Energy Meter or Electricity Meter:
Introduction and Working,” pp. 2–5, 2016.
[12] D. B. Crawley, L. K. Lawrie, C. O. Pedersen, R. J. Liesen, D. E. Fisher, R.
K. Strand, R. D. Taylor, R. Winkelmann, W. Buhl, Y. J. Huang, and others,
“EnergyPlus: a new-generation building energy simulation program,” 1999.
[13] S. Chintya, “Tinjauan Pustaka Tugas Akhir,” 2012.
[14] PERGUB, “PERGUB no 54 tahun 2008 Tentang Baku Mutu Kualitas
Udara dalam Ruang,” 2008.
[15] Extech, “Indoor Air Quality Meter / Datalogger.”
[16] N. Widianto, “Simulasi dan Analisis Tingkat Kenyamanan Termal pada
Perpustakaan Fakultas Teknik UGM Menggunakan Software Autodesk
Ecotect 2011,” 2015.
[17] GBCI, “GREENSHIP New Building Version 1.2,” no. April, 2012.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


77
Pintar di Kampus Biru
[18] BSN, “Spesifikasi tingkat bunyi dan waktu dengung dalam bangunan
gedung dan perumahan,” 2000.
[19] BSN, “Metode pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja,” 2004.
[20] Extech, “Digital Sound Level Meter,” p. 407730, 2013.
[21] A. K. Prastito, “Laporan KP Akustik Perpustakaan Teknik UGM,” 2015.
[22] TUCT, “CATT-Acoustics,” 2016. .

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


78
Pintar di Kampus Biru
BAB V
PENERAPAN
TEKNOLOGI CERDAS
PADA BANGUNAN
Menelusur Jejak Implementasi
Konsep Bangunan Hijau dan Pintar
di Kampus Biru

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


79
Pintar di Kampus Biru
V. Penerapan Teknologi Cerdas pada Bangunan

Konsep bangunan pintar telah menerima perhatian yang terus meningkat


selama lebih dari dua dekade terakhir, sejak beberapa bangunan pintar dan
teknologinya berkembang dan masyarakat mulai mengetahui tentang bangunan
pintar. Terdapat 3 pendekatan dalam mendefinisikan bangunan pintar, yaitu [1]:
1. Definisi berdasarkan performansi
Definisi berdasarkan performansi menggambarkan performansi seperti
apa yang harus dimiliki pada sebuah bangunan. Berdasarkan Europian
Intelligent Building Group (EIBG) yang berlokasi di UK, bangunan pintar
adalah bangunan yang memberikan lingkungan yang paling tepat bagi
penggunanya, tetapi di saat yang sama bangunan juga menggunakan dan
mengelola sumber energi secara efisien dan meminimalkan biaya yang
dibutuhkan untuk hardware dan fasilitasnya.
Berdasarkan definisi ini, bangunan pintar lebih ditekankan pada
performansi bangunan dan permintaan pengguna dibandingkan dengan
teknologi atau sistem yang digunakan. Pemilik dan pembangun gedung harus
mengetahui jenis bangunan seperti apa yang mereka inginkan dan cara
memuaskan permintaan pengguna gedung yang terus meningkat. Energi dan
performansi suasana yang dihasilkan menjadi alasan utama, bangunan pintar
harus dapat beradaptasi dengan cepat sebagai respon dari kondisi internal
maupun eksternal, serta memenuhi permintaan pengguna gedung yang terus
berubah-ubah.
2. Definisi berdasarkan layanan
Pada definisi ini, bangunan pintar dilihat berdasarkan sudut pandang
dari layanan dan/atau kualitas dari layanan yang disediakan oleh bangunan.
Japanese Intelligent Building Institute (JIBI) memberikan contoh berdasarkan
definisi ini yaitu bangunan pintar adalah bangunan yang memiliki fungsi
layanan komunikasi, otomatisasi kantor, dan otomatisasi bangunan, dan
mudah dalam menjalankan aktivitas yang diperlukan. Persoalan yang paling
penting dalam bangunan pintar di Jepang berfokus pada 4 aspek layanan
berikut ini:

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


80
Pintar di Kampus Biru
a. Melayani pengguna gedung dengan memberikan layanan untuk menerima
dan menyampaikan informasi yang didukung dengan manajemen yang
efisien.
b. Menjamin kepuasan dan kemudahan manusia yang bekerja di dalamnya.
c. Rasionalisasi manajemen bangunan untuk memberikan layanan
administratif yang lebih menarik dengan biaya yang lebih murah.
d. Respon yang cepat, fleksibel, dan ekonomis terhadap perubahan
lingkungan secara sosiologi, tuntutan bekerja yang berbeda-beda dan
kompleks, serta strategi bisnis yang aktif.
3. Definisi berdasarkan sistem
Definisi berdasarkan sistem menggambarkan bangunan pintar
berdasarkan teknologi dan sistem teknologi yang harus ada dalam bangunan.
Menurut Chinese Intelligent Building Standard (GB/T50314-2000) bangunan
pintar adalah bangunan yang menyediakan otomatisasi bangunan, otomatisasi
kantor, dan sistem jaringan komunikasi, dan komposisi optimal yang
mengintegrasikan struktur, sistem, layanan dan manajemen, serta memberikan
efisiensi yang tinggi, kenyamanan, kemudahan, dan keamanan bagi pengguna.
Definisi ini kemudian dikenal dengan „3A‟: building automation (BA),
communication automation (CA), dan office automation (OA).
Dalam konteks lingkungan bangunan yang modern, bangunan tidak dapat
dikatakan pintar tanpa ada sistem teknologi di dalamnya, terutama sistem
teknologi informasi. Tetapi sistem teknologi tersebut tidak cukup untuk untuk
membuat bangunan menjadi pintar, namun harus dilengkapi dengan konfigurasi
yang tepat dan integrasi yang sesuai antara satu dengan yang lain dan dengan
fasilitas bangunan. Sistem ini juga bisa berubah berdasarkan syarat yang diminta
oleh pengguna gedung, serta memberikan performansi bangunan pintar yang
diharapkan. Setelah itu, sistem teknologi ini harus dipastikan akan berjalan sesuai
dengan fungsinya untuk dikatakan sebuah bangunan adalah bangunan pintar.
Dengan kata lain, bangunan pintar adalah bangunan yang menggunakan
teknologi otomatisasi untuk beradaptasi dengan suasana yang diinginkan oleh
pengguna gedung sehingga memberikan kenyamanan, kemudahan dan keamanan,
namun dengan tetap memperhatikan biayanya [1].

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


81
Pintar di Kampus Biru
V.1. Sistem Sensor dan Otomatisasi

Sebelum tahun 1980, otomatisasi dalam sistem bangunan masih dalam


tingkatan alat secara individu. Setelah itu, sistem bangunan pintar memasuki
tingkat integrasi. Perkembangan dalam sistem integrasi pada bangunan pintar
dapat dilihat pada Gambar V.1.

Gambar V.1. Piramida Bangunan Pintar [1]

Pada tingkatan ketiga terdapat komponen Integrated Building Automation


System. Building Automation System (atau dikenal juga dengan building
management system, BMS) merupakan sistem kontrol bangunan yang
terkomputerisasi untuk mengoptimalkan penggunaan energi dan memberi
kenyamanan, kemudahan, dan keamanan untuk pengguna gedung dengan cara
mengintegrasikan sistem-sistem layanan yang terdapat di dalamnya.
Tujuan dan kegunaan otomatisasi bangunan berbeda tergantung terhadap
jenis bangunannya, dibagi menjadi dua yaitu otomasi bangunan pada bangunan
residensial dan pada bangunan komersial.
Beberapa fungsi otomatisasi telah menjadi hal biasa pada bangunan
residensial modern. Salah satu contohnya yaitu sistem kontrol kondisi udara untuk

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


82
Pintar di Kampus Biru
mengurangi konsumsi energi, dengan menggunakan combustion controller dan
pengatur suhu ruangan (thermostat). Thermostat dipasang dengan program timer-
switch untuk mengurangi temperatur pada malam hari secara otomatis. Program
ini telah menjadi standar utama karena kompatibel dengan aplikasi lainnya,
sehingga untuk mengoperasikannya tidak lagi dibutuhkan program atau
konfigurasi tambahan. Contoh lainnya yaitu otomatisasi pencahayaan.
Pencahayaan eksterior dihubungkan dengan motion detector yang mendeteksi
radiasi panas dari manusia. Selain itu otomatisasi pencahayaan akan
dikombinasikan dengan brightness sensor yang akan memastikan bahwa lampu
akan menyala jika hari mulai malam. Contoh ini berfokus pada kenyamanan dan
kemudahan. Contoh yang lebih kompleks yaitu semua lampu dapat dinyalakan
atau dimatikan dari satu pusat kontrol, yang berfungsi untuk keamanan dari
pencuri pada malam hari. Untuk instalasi yang masih konvensional membutuhkan
wiring yang rumit karena tiap lampu menggunakan kabel nya sendiri yang
dihubungan ke satu switch. Tetapi dengan menghubungkan semua komponen
switch ke sistem bus, wiring tidak dibutuhkan sehingga lebih mudah dan murah
untuk memasang fungsi panic button ini.
Secara singkat, otomatisasi pada bangunan residensial berfokus pada:
a. Keefektifan biaya penggunaan energi dan mengurangi penggunaan energi.
b. Kenyamanan dan kemudahan.
c. Keamanan.
Otomatisasi bangunan pada bangunan komersial dilakukan pada bangunan
yang memiliki tujuan tertentu, seperti perkantoran, pusat perbelanjaan, rumah
sakit, stasiun kereta api, bandara, dan parkir bawah tanah. Pada bangunan modern
terdapat banyak jenis sistem otomatisasi untuk heating, ventilating, and air
conditioning (HVAC). Untuk memastikan agar sistem ini berjalan dengan lancar
dan ekonomis, digunakan kontroler canggih yang dihubungkan satu sama lain dan
pusat kontrol melalui jaringan bus dan network. Sistem kontrol ini
mengoptimalkan konsumsi energi dan membantu pekerja pada bagian
pemeliharaan untuk bekerja lebih efisien. Berdasarkan hasil studi sebelumnya,
performansi dan produktivitas pegawai berada pada tingkat paling tinggi saat
suasana nyaman dan sebaliknya, akan menurun saat lingkungan yang dihasilkan

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


83
Pintar di Kampus Biru
tidak nyaman, contohnya yaitu saat temperatur naik saat musim panas. Ini
menyebabkan bertambahnya instalasi AC pada jumlah yang besar pada bangunan
komersial baru. Sistem pada bangunan komersial harus fleksibel, bisa
menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan yang diinginkan.
Secara singkat, otomatisasi pada bangunan komersial berfokus pada:
a. Keefektifan biaya penggunaan energi dan mengurangi konsumsi energi.
b. Komunikasi mengunakan sistem bus dan network.
c. Kenyamanan dan kemudahan.
d. Fleksibilitas.

V.1.1. Komponen Pencahayaan

Pencahayaan diestimasikan menggunakan 30 hingga 40% penggunaan


energi dan biaya gedung sehingga sistem pencahayaan yang tidak dikontrol dan
tidak digunakan secara efektif, tidak hanya membuang energi, tetapi juga
meningkatkan biaya operasional. Sistem pencahayaan juga dapat mempengaruhi
sistem teknologi bangunan lainnya seperti kebutuhan dan biaya untuk
pendinginan ketika pencahayaan meningkatkan temperatur ruangan. Sistem
kontrol pencahayaan memberikan pencahayaan yang dibutuhkan oleh penghuni
gedung secara efektif [2].
Kebutuhan pencahayaan dalam bangunan berbeda-beda bergantung
terhadap jenis bangunan, ruang dalam bangunan, waktu operasional, dan
okupansi. Terdapat 4 variabel utama dalam fungsi dan strategi kontrol sistem
pencahayaan [3]:
1. Penjadwalan
Sistem kontrol memiliki rancangan penjadwalan ketika lampu dimatikan
atau dinyalakan.
2. Sensor okupansi
Sensor okupansi atau gerak digunakan untuk merasakan kehadiran
manusia pada jangkauannya. Dengan sensor ini, ruangan dapat dikontrol untuk
menyalakan lampu jika dirasakan ada manusia di dalamnya dan mematikan jika
tidak ada kehadiran manusia. Terdapat beberapa jenis sensor gerak yang tersedia,

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


84
Pintar di Kampus Biru
yaitu Passive Infra Red (PIR), active ultrasound, dan teknologi hybrid yang
menggabungkan keduanya, atau PIR dengan suara yang terdengar. Area dalam
bangunan yang okupansinya sulit untuk diprediksi (seperti ruang rapat atau kamar
mandi), lampu dapat dinyalakan dan dimatikan berdasarkan alat sistem kontrol
pencahayaan yaitu sensor okupansi.
Sensor ultrasonik memancarkan gelombang suara frekuensi tinggi dan
merasakan frekuensi dari refleksinya. Pergerakan pada area dalam ruangan
menyebabkan perubahan frekuensi dari gelombang yang direfleksikan, sehingga
lampu akan menyala. Sensor ultrasonik baik untuk mendeteksi gerakan minor,
seperti misalnya mengetik, dan tidak membutuhkan pandangan yang tidak
terhalangi untuk dapat merasakan frekuensinya.
Sensor PIR mendeteksi radiasi dari panas yang dikeluarkan oleh tubuh
manusia. PIR beroperasi pada satu pandangan dan harus “melihat” area tersebut,
jadi tidak dapat dihalangi oleh partisi atau furnitur lainnya. PIR menggunakan
lensa yang berfokus pada energi panas sehingga bisa terdeteksi. Sensor PIR paling
baik digunakan untuk ruangan yang memiliki ukuran yang kecil, tertutup, dan
tingkat pergerakan okupansi yang tinggi karena sensor PIR dirancang untuk
mendeteksi pergerakan yang besar.
Sensor okupansi yang menggunakan kedua teknologi tersebut mendeteksi
seseorang dalam ruangan untuk menyalakan lampu.

Passive Infrared (PIR) Ultrasonik Hybrid


Gambar V.2. Pola Cakupan PIR, Ultrasonik dan Hybrid [1]

Pemasangan sensor ini perlu diperhatikan untuk mencegah false alarm.


Lebih baik tidak dipasang searah dengan jendela. Panjang gelombang dari radiasi
infrared tidak terlalu baik dalam menembus kaca, dan sumber infared lainnya
seperti lampu kendaraan atau cahaya matahari yang direfleksikan dari jendela
kendaraan dapat menyebabkan false alarm. Alat ini juga lebih baik tidak dipasang
di tempat yang terkena angin dari lubang angin HVAC. Walaupun udara memiliki

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


85
Pintar di Kampus Biru
emisivitas yang sangat rendah, angin yang melewati penutup
jendela yang terbuat dari plastik dapat mengubah suhunya.
Sensor dapat dipasang pada dinding atau langit-langit, dan
penggunaan sensor dalam jumlah banyak menghasilkan hasil
yang lebih akurat terutama untuk bentuk ruangan yang khusus.
Kontrol okupansi paling baik digunakan untuk situasi di mana
Gambar V.3.
okupansi tidak dipengaruhi oleh penjadwalan dan yang tidak Contoh Sensor
Okupansi [3]
dapat diprediksi.
3. Daylight
Untuk mengurangi penggunaan dan biaya yang dikeluarkan oleh sistem
pencahayaan buatan, digunakan pencahayaan alami / daylight seefektif mungkin
yang biasanya terletak pada sisi jendela pada ruangan, atrium, koridor, dan area
yang terkena skylight. Biasanya ini disebut sebagai “daylight harvesting” atau
“daylighting”. Desain daylight harvesting yang tepat tidak hanya memberikan
cahaya yang cukup pada suatu area, tetapi juga memperhatikan efek lainnya
seperti penambahan panas dan glare, yang biasanya dikurangi dengan penggunaan
alat shading. Ukuran jendela, penempatan, tipe kaca, dan reflektansi dinding
interior juga diperhitungkan. Tetapi meskipun dengan seluruh pertimbangan
desain ini, daylight harvesting memberikan sedikit manfaat tanpa integrasi dengan
sistem pencahayaan, berkaitan dengan beban termal yang diterima dari cahaya
matahari.
Terdapat 3 metode dalam daylighting, yaitu closed loop, open loop, dan
partial open loop. Close loop adalah pendekatan yang berorientasi pada tugas,
sensor akan mengarah ke area yang akan dikontrol pencahayaannya. Berbeda
dengan open loop yang memiliki pandangan yang lebih luas. Sedangkan untuk
partial open loop, sensor ditempatkan pada area yang akan dikontrol, dan
memperhatikan tingkat pencahayaan dari sumber cahaya alami. Jenis daylighting
juga dibagi menjadi 3, yaitu switched daylighting, bi-level daylighting, dan
continuos daylighting. Pada switched daylighting, lampu dimatikan ketika cahaya
alami telah pada tingkat yang diinginkan, pada bi-level daylighting hampir mirip
dengan switched daylighting hanya saja lampu akan mati atau nyala hingga 50%.
Continuous daylighting memiliki dimming yang kontinyu [1].

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


86
Pintar di Kampus Biru
4. Lapisan jendela
Lapisan jendela dipilih yang selektif secara spektral, yang didesain untuk
iklim yang panas dengan radiasi yang cukup besar, yang bekerja dengan
memfilter frekuensi cahaya yang menghasilkan panas dengan meminimalkan
kerugian dari transmisi cahaya terlihat.

Sistem kontrol pencahayaan mendistribusikan listrik ke unit pencahayaan


yang tersedia dengan cara tertentu dan menyisipkan kontrol digital dan
kecerdasan pada beberapa atau semua alat untuk mengendalikan pencahayaan
seperti panel pemutus sirkuit, wall switches, photo cell, sensor okupansi, backup
power dan perlengkapan pencahayaan. Sistem kontrol secara signifikan
meningkatkan fungsi dan fleksibilitas sistem pencahayaan dengan menggunakan
kontrol digital dan kecerdasan sampai perangkat pada tingkat terakhir. Misalnya,
rekonfigurasi zona pencahayaan dicapai melalui perangkat lunak daripada
recabling. Selain itu, perangkat terakhir dapat lebih memperhatikan ke aplikasi
pencahayaan yang dibutuhkan dan strategi untuk ruang tertentu dalam gedung.
Satu pendekatan dalam sistem kontrol pencahayaan adalah penggunaan kontroler
yang cerdas yang dipasang pada fasilitas dan mengatur relay panel. Kontroler dan
server sistem dihubungkan melalui jaringan Ethernet. Sistem kontrol pencahayaan
pada umumnya dapat dilihat pada Gambar V.4.

Gambar V.4. Sistem Kontrol Pencahayaan Secara Umum [1]

Dimmer dapat digunakan sebagai salah satu strategi pengurangan


konsumsi energi. Contohnya yaitu lampu diredupkan saat permintaan kebutuhan

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


87
Pintar di Kampus Biru
listrik melebihi dari tingkat perkiraan. Stand-alone dimmers
biasanya memiliki status indikator, input analog untuk photo-
cell atau sensor okupansi, diagnostik, dan mampu
mengoptimalkan respon untuk berbagai jenis tipe lampu.
Dimmer bisa digunakan khusus area tertentu seperti ruang
Gambar V.5.
audio visual ataupun keseluruhan untuk mengatur semua Contoh Dimmer
fasilitas-fasilitas dalam gedung. [1]

Untuk mengatur jumlah arus pada rangkaian listrik digunakan ballast,


seperti pada lampu fluorescent dan neon. Terdapat 2 jenis ballast, yaitu magnetik
dan elektronik. Kebanyakan lampu fluorescent saat ini menggunakan ballast
elektronik dengan solid-state circuitry untuk mengontrol tegangan pada lampu
sehingga lebih efisien.

Gambar V.6. Ballast [1]

V.1.2. Komponen Penghawaan

Sistem Heating, Ventilation and Air Conditioner (HVAC) mengatur suhu,


kelembaban, aliran udara, dan kualitas udara ruangan keseluruhan. Sistem ini
membawa masuk udara yang berasal dari luar gedung, bercampur dengan udara
dari keluaran sistem, memfilter udara, lalu dibawa ke heating/cooling coil untuk
menghasilkan suhu yang diinginkan, dan disebarkan ke seluruh bagian dalam
gedung. Sistem HVAC tidak hanya memberikan kenyamanan dan kesehatan bagi
penghuninya, tetapi juga mengurangi konsumsi dan biaya energi yang dibutuhkan.
Dalam menjaga kualitas udara ruangan, sistem HVAC harus dapat merespon

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


88
Pintar di Kampus Biru
terhadap segala kondisi dari dalam maupun luar gedung seperti cuaca, waktu,
jenis ruangan, dan okupansi [1].
Sistem HVAC dapat sangat kompleks, terdiri dari banyak komponen.
Untuk komponen utamanya, dapat dibagi menjadi 5 komponen [1]:
1. Boiler
Boiler digunakan untuk memanaskan udara dengan menggunakan bahan bakar
(biasanya propana atau gas biasa) dan panas yang dihasilkan digunakan untuk
memanaskan air. Air atau uap panas dibawa ke radiator, lalu ke ruangan-
ruangan. Media transfer panas yang digunakan tergantung pada tiap bangunan.
Sistem air panas lebih efisien dan tidak mudah menyebabkan korosi
dibandingkan dengan sistem uap panas. Sistem uap digunakan untuk situasi
yang membutuhkan jumlah panas yang cukup banyak dan sentral.
2. Chiller
Chiller atau air conditioner memanfaatkan perpindahan panas dan fluida atau
gas yang bersirkulasi untuk mendinginkan udara pada ruangan. Chiller
mendinginkan udara dengan melepaskan panas menggunakan refrigrasi atau
vapour compression cycle (disebut juga sebagai siklus reverse-Rankine) yang
terdiri dari kompresi, kondensasi, ekspansi, dan evaporasi. Refrigeran dalam
bentuk uap awalnya dikompres dalam kompresor untuk mengurangi volume
dan meningkatkan temperatur. Lalu didorong ke unit kondensasi di mana
refrigeran didinginkan dan dipadatkan menjadi liquid. Liquid ini dibawa ke
unit indoor evaporator yang melewati evaporator coil untuk melepaskan
panas dari gedung. Udara panas dalam bangunan dibawa ke evaporator coil,
menambah panas ke refrigeran dan melepaskan panas dari udara, yang
kemudian disirkulasikan kembali ke dalam bangunan. Panas tambahan
mengubah refrigeran menjadi uap, yang dibawa kembali ke kompresor untuk
mencapai siklus. Kondenser chiller melepaskan panas dari sistem dengan 3
cara yaitu mendinginkan udara, mendinginkan air, dan evaporasi, yang
penggunaannya berdasarkan beban pendinginan.
3. Air-handling unit (AHU)
AHU memberikan udara panas atau dingin ke bagian berbeda dalam gedung
dengan menggunakan chilled water untuk mendinginkan udara, uap, atau air

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


89
Pintar di Kampus Biru
panas untuk memanaskan udara. Air handler biasanya berupa kotak besi yang
berisi blower, elemen pendinginan/pemanasan, chamber, peredam suara, dan
damper.

Gambar V.7. Air-Handling Unit (AHU) [1]

4. Air-terminal unit (ATU)


ATU berfungsi untuk mengetahui beban termal pada zona tertentu. Beban
termal pada ruangan terdiri dari beban eksterior (suhu udara luar yang
meningkat atau menurun) dan beban interior (contohnya manusia, lampu,
komputer). Zona termal adalah gabungan ruangan atau area dari bangunan
yang memiliki beban termal yang serupa. Pembuatan zona termal dalam
bangunan mengurangi subsistem HVAC yang dibutuhkan karena satu
subsistem bisa digunakan untuk menangani seluruh zona. ATU mengimbangi
dengan mengubah suhu udara, volume udara, atau keduanya.
5. Variable Air Volume (VAV)
VAV memberikan udara dengan temperatur konstan dan mengatur suhu ruang
dengan mengubah laju aliran udara ke dalam ruangan. VAV lebih efisien
dibandingkan constant air volume (CAV) karena menggunakan volume udara
yang lebih sedikit sehingga energi yang digunakan lebih sedikit.
Efisiensi HVAC dapat ditingkatkan dengan menggunakan beberapa
strategi yaitu mengurangi beban, sizing peralatan HVAC dengan tepat,
mengetahui rangkaian operasi HVAC, pemeliharaan dan pemindahan ventilasi.
Strategi-strategi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan sensor sebagai
input yang dibawa ke kontroler untuk menentukan keputusan, lalu ke aktuator.
Sensor dan transmitter yang digunakan dapat berupa thermostat, liquid
differential-pressure transmitter untuk pompa dan chiller, differential pressure
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
90
Pintar di Kampus Biru
sensor untuk fluida dan aliran udara, static pressure sensor, air-pressure sensor,
dan sensor kelembaban [1].

V.1.3. Komponen Pompa Air

Rangkaian kontrol pompa air otomatis merupakan rangkaian sederhana


yang berfungsi untuk mengontrol pompa air secara otomatis. Dengan rangkaian
kontrol pompa air otomatis ini maka mesin pompa air akan menyala sendiri pada
saat level air pada penampungan habis dan akan mati sendiri pada saat air pada
penampungan air penuh. Rangkaian kontrol pompa air ini menggunakan 3 buah
sensor level yang berfungsi untuk mendeteksi level penuh, level tengah, dan level
air habis. Ketiga sensor ini diletakkan pada penampungan air, sensor ini berupa
kawat konduktor. Rangkaian kontrol pompa air otomatis menggunakan relay
sebagai interface antara rangkaian kontrol dan pompa air yang bekerja dengan
sumber tegangan AC 220 Volt. Rangkaian utama dari rangkaian kontrol pompa
air otomatis adalah sebuah SR Flip-Flop yang digunakan untuk mengendalikan
relay dari input level air pada bak penampungan.

Gambar V.8. Rangkaian Kontrol Pompa Air Otomatis [4]

Proses pendeteksian level air pada bak penampungan oleh rangkaian


kontrol pompa air otomatis ini adalah membaca level logika sensor yang dipasang
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
91
Pintar di Kampus Biru
pada bak penampungan air. Selain 3 buah sensor, pada penampungan air tersebut
diletakkan jalur ground hingga dasar bak penampungan air. Pada saat sensor
terkena air maka level logika sensor tersebut akan LOW karena terhubung ke
ground melalui air. Dan pada saat tidak tersentuh air maka berlogika HIGH
karena tidak terhubung ke ground.
Pada saat ketiga sensor berlogikakan HIGH maka rangkaian akan
mengaktifkan relay untuk menyalakan mesin pompa air, kemudian bak air terisi
sehingga secara berturut-turut sensor terendah berlogika LOW, kemudian sensor
tengah berlogika LOW dan terakhir sensor atas berlogika LOW. Pada saat ketida
sensor LOW, maka rangkaian mematikan relay untuk mematikan pompa air.
Kondisi ini akan berjalan terus menerus secara otomatis, sehingga mesin pompa
air bekerja secara otomatis untuk mengisi air di bak penampungan air pada saat air
menyentuh titik terendah dan mesin pompa air akan mati sendiri pada saat air
menyentuh titik teratas sensor.

V.1.4. Komponen Teknologi Energi Terbarukan

Penggunaan energi terbarukan disebabkan oleh permintaan energi yang


terus meningkat namun berbanding terbalik dengan jumlah bahan bakar fosil.
Selain itu, meningkatnya kepedulian akan polusi pada lingkungan turut membuat
penggunaan energi terbarukan semakin dipertimbangkan saat ini. Energi surya
merupakan salah satu energi terbarukan yang paling menjanjikan mengingat
sifatnya yang berkelanjutan (sustainable) serta
jumlahnya yang sangat besar. Prinsip konversi
dari sinar matahari menjadi listrik disebut dengan
Photo-Voltaic (PV). Cara kerjanya adalah
dengan memanfaatkan teori cahaya sebagai
partikel. Cahaya, baik yang tampak maupun tidak
tampak, memiliki dua sifat yaitu dapat sebagai
gelombang dan juga dapat sebagai partikel yang
disebut dengan photon. Secara sederhana solar Gambar V.9. Prinsip Sistem
Solar Tracking dengan Single-
cell terdiri dari persambungan bahan Axis [5]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


92
Pintar di Kampus Biru
semikonduktor p dan n yang jika terkena sinar matahari akan terjadi aliran
elektron atau arus listrik [5].
Posisi relatif dari matahari dan bumi yang berubah terus menerus
mengakibatkan cahaya yang datang pada panel PV juga akan berubah dengan titik
maksimum saat arah radiasi tegak lurus dengan lapisan PV. Untuk
mengoptimalkan posisi panel PV dapat dilakukan dengan menggunakan sistem
solar tracking yang terdiri dari motor dengan input berupa sensor intensitas
cahaya. Sistem solar tracking memiliki beberapa jenis dan dibagi menjadi
beberapa kriteria. Kriteria yang pertama dibuat berdasarkan jumlah sumbu rotasi.
Yang paling sederhana yaitu single-axis yang umumnya perubahan elevasi
dilakukan secara manual dengan interval tertentu selama setahun [5].

V.1.5. Komponen Furniture

Kegunaan sistem kontrol akses meningkat sebanding dengan tingkat


keamanan bangunan. Sistem akses kontrol bangunan pada dasarnya adalah
penggunaan informasi dari kartu identitas pengguna gedung agar dapat mengakses
ruangan atau fasilitas tertentu. Sistem ini menghubungkan dan terintegrasi dengan
beberapa sistem bangunan lainnya (video surveillance, HVAC, dan lain-lain) dan
saling memberikan data mengenai data pengguna gedung, waktu, dan kedatangan
[1].

Gambar V.10. Pemasangan Kontrol Akses pada Pintu [1]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


93
Pintar di Kampus Biru
Sistem akses terdiri dari tiga komponen utama yaitu server atau host
computer, control panel dan alat akses itu sendiri. Host computer berfungsi
sebagai database pada sistem kontrol akses yang dihubungkan dengan control
panel yang mengumpulkan data pada kejadian-kejadian dan alarm pada alat akses.
Komunikasi antara keduanya menggunakan satu dari dua metode, yaitu melalui
RS-232/RS-485, atau menggunakan IP. Database bisa secara terpusat pada host
computer atau tersebar pada control panel dengan host computer masih memiliki
database lengkap. Sebagai contoh, ketika seseorang menggunakan kartu akses
dengan informasi profil dirinya ke card reader yang dipasang pada sebuah pintu,
informasi tersebut dibawa ke control panel. Pada sistem database terpusat,
informasi ini kemudian dihubungkan ke host computer dengan informasi
tambahan seperti lokasi pintu dan waktu saat kartu akses digunakan. Lalu
informasi tersebut diperiksa dan dibandingkan. Jika sesuai, maka host computer
memerintahkan agar pintu terbuka dan pengguna gedung tersebut dapat akses
masuk. Sedangkan pada database yang tersebar, terdapat on board memory pada
control panel yang terdiri dari database pintu dan lokasi yang dimonitor. Control
panel akan memeriksa informasi tanpa menghubungkannya ke host computer,
melainkan setelahnya baru dikirimkan keseluruhan untuk disimpan.

Gambar V.11. Sistem Kontrol Akses [1]


INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
94
Pintar di Kampus Biru
Control panel mengatur alat akses dan komunikasi antara host computer
dengan perangkat akses. Control panel memiliki 3 fungsi yaitu menggabungkan
semua koneksi ke perangkat akses, menyediakan daya yang dibutuhkan untuk alat
akses, dan manajemen alat akses ketika tidak ada komunikasi ke host computer.
Terdapat beberapa jenis alat akses yang dipasang pada pintu, antara lain
door contact/door position switches, request-to-exit (RTE) yang merupakan alat
untuk mendeteksi manusia yang mendekati pintu dan akan keluar tanpa
mematikan alarm, electrified door hardware untuk mengotomatisasi terkunci atau
tidaknya pintu, dan card reader. Terdapat beberapa jenis teknologi card reader,
yaitu magstripe, swipe card, insertion card reader, MIFARE readers, serta
biometric readers (sidik jari, wajah, retina, iris, tangan, suara dan lain-lain).

V.1.6. Sistem Keamanan

Sistem video surveillance atau yang biasa dikenal dengan closed-circuit


television system (CCTV) merupakan bagian dari sistem keamanan dalam
bangunan. Pemasangan CCTV perlu dipertimbangkan dengan aspek hukum, yaitu
pelanggaran privasi dan bukti praduga. Terdapat 5 langkah berjalannya sistem
video surveillance [6]:
1. Menangkap gambar atau video
Gambar atau video ditangkap oleh lensa pada kamera. Kamera ini terdiri dari
fixed-camera yang memberikan hanya dari 1 pandangan, atau kamera
pan/tilt/zoom (PTZ) yang memberikan berbagai pandangan dan bisa diatur
jarak jauh dari pusat kontrol. Tipe kamera yang ketiga yaitu panoramic,
memberikan pandangan 360° dari area. Kamera memiliki berbagai macam
resolusi dan beberapa memiliki teknologi untuk mengontrol dan mengubah
pencahayaan. Penempatan kamera harus mempertimbangkan jenis kamera itu
sendiri, lensa, pencahayaan, dan daya.
2. Mengirimkan video ke pusat kontrol keamanan
Transmisi video dari kamera ke pusat kontrol biasanya menggunakan kabel
coaxial. Namun saat ini instalasi menggunakan twisted-pair copper cable,
kabel fiber optic, dan teknologi wireless.
3. Pemrosesan video
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
95
Pintar di Kampus Biru
Video memproses kode/encrypt sinyal video dari kamera-kamera CCTV yang
terpasang dan ditampilkan ke satu monitor. Saat ini, kamera IP dan network
server telah menggantikan fungsi crossmatrix dan multiplexer yang dulu
digunakan.
4. Perekaman video
Salah satu komponen pertama dalam sistem ini adalah digital video recorder
(DVR), menggantikan versi terdahulunya yaitu tape-based video cassette
recorder (VCR). VCR bekerja dengan video analog dan berada di balik
multiplexer, sehingga memungkinkan untuk menggabungkan beberapa kamera
menjadi satu video. Sedangkan DVR mengubah input analog dari kamera
menjadi digital, dan juga berfungsi sebagai multiplexer. Media rekam untuk
DVR adalah harddisk. DVR kemudian berkembang dengan menggunakan
jaringan Ethernet, sehingga bisa ditransmisikan melalui jaringan dan dapat
melihat video jarak jauh melalui web browser. Lalu perkembangan berikutnya
yaitu DVR digantikan dengan video server, yaitu server network data dengan
software manajemen video. Kelebihan utama dari video server adalah
penggunaan software, bukan hardware seperti sistem video surveillance
analog terdahulu. Sebagai contoh, administrator dapat menentukan dan
menetapkan jumlah masukan, resolusi yang dibutuhkan dan sebagainya untuk
melihat hasil perekaman dari banyak kamera pada layar monitor.

Gambar V.12. Video Server [1]

5. Penampilan video di monitor


Monitoring digolongkan sebagai melihat atau menganalisis video dari hasil
rekaman dan melakukan aksi keamanan selanjutnya berdasarkan analisis

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


96
Pintar di Kampus Biru
tersebut. Hasilnya bisa berupa rekaman secara langsung, maupun hasil
rekaman yang sudah tersimpan.

Gambar V.13. Sistem Video Surveillance Digital [1]

Objek tertentu, facial recognition, tingkah laku, okupansi dan sebagainya


digunakan sebagai dasar analisis video. Walaupun dengan software hasil tidak
bisa 100% akurat dan mungkin menghasilkan false alarm, tetapi pemasangan
CCTV sebagai sistem keamanan sangat berguna dalam menyimpan dan
mengumpulkan data dari video.

V.1.7. Sistem Irigasi

Kunci dalam irigasi adalah keseimbangan antara kondisi optimal tanaman


dengan penggunaan air yang optimal. Kontroler irigasi adalah alat untuk
melakukan sistem irigasi dengan otomatis, contohnya yaitu lawn sprinkler dan
drip irrigation system. Dengan adanya sistem otomasi irigasi maka air dapat
digunakan secara efektif. Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi kebutuhan air
pada tanaman [1]:
1. Jenis, bentuk, dan umur tanaman
Berdasarkan kebutuhan air, tanamana dibagi menjadi 3 yaitu jenis yang suka
air, jenis yang menyukai air dalam jumlah sedang, dan jenis yang menyukai
sedikit air.
2. Lokasi dan kondisi di sekitar tanaman
Tanaan yang berada di dalam ruangan membutuhkan jumlah air yang relative
lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman yang terkena sinar matahari.
3. Jenis media tanam
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
97
Pintar di Kampus Biru
Penggunaan media tanam yang (tanah, humus, sekam, cocopeat, pasir malang,
dan akar pakis) memiliki daya ikat air yang berbeda-beda.
4. Ukuran pot
Perbedaan ukuran pot berpengaruh terhadap tingkat kelembaban. Pot yang
lebih kecil memiliki tingkat kelembaban yang lebih kecil dibandingkan
dengan media pot yang besar.
5. Musim
Musim mempengaruhi frekuensi penyiraman tanaman.
Sistem irigasi otomatis memiliki pengaturan dalam menentukan frekuensi,
waktu mulai, dan durasi penyiramannya. Beberapa kontroler memiliki fitur
tambahan seperti program untuk menyiram dengan frekuensi yang berbeda pada
masing-masing tanaman, pengaturan rain delay, terminal input untuk sensor
seperti rain sensor dan freeze sensor, sensor kelembababan tanah, data cuaca,
operasi jarak jauh, dan lain-lain. Sensor kelembaban tanah dihubungkan dengan
kontroler sistem irigasi, kemudian mengukur tingkat kelembaban tanah pada area
akar yang aktif. Ketika dihubungkan dengan sistem irigasi konvensional yaitu
time clocks, sensor ini dapat mengubah penjadwalan tanaman dengan menyiram
terlebih dahulu dari jadwal seharusnya, ketika dirasakan tingkat kelembaban
tertentu pada tanah. Sensor ini memiliki set point tingkat kelembaban yang dapat
diubah-ubah berdasarkan jenis tanaman, jenis tanah, dan/atau pengaruh karena
musim hujan [1].

V.2. Teknologi Kontrol Jarak Jauh

Perkembangan teknologi dewasa ini begitu pesat hampir di seluruh aspek


kehidupan, dalam perkembangan teknologi dibutuhkan sumber daya manusia
yang berkualitas dan menguasai sedikitnya satu disiplin ilmu yang mampu untuk
dikembangkannya. Kemajuan teknologi elektronika dan aplikasinya telah
memberi banyak keuntungan bagi kehidupan manusia. Dengan penggunaan
peralatan elektronika kegiatan manusia dapat dilakukan secara efektif dan efisien
baik di rumah, di tempat kerja dan di tempat-tempat lainnya.
Peralatan otomatis selain mudah penggunaannya juga dituntut harus dapat
dioperasikan jarak jauh (remote control) tanpa harus mendekati atau menyentuh

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


98
Pintar di Kampus Biru
peralatan tersebut. Sistem operasi tersebut dinamakan sistem kendali jarak jauh.
Ada beberapa macam kendali jarak jauh, yaitu dengan tidak menggunakan kabel,
melalui gelombang radio, dan inframerah.
Penggunaan inframerah cukup efektif jika alat yang dikontrol terdapat
pada lokasi yang sama dan tidak terlalu jauh (kurang lebih 10 meter dan tidak ada
penghalang). Inframerah tidak dapat digunakan lagi jika peralatan yang ingin
dikontrol ternyata berada di balik dinding beton.
Sistem kendali jarak jauh dengan menggunakan gelombang radio
mempunyai beberapa kelebihan di antaranya:
1. Jarak jangkau yang lebih jauh/luas.
2. Dapat menembus penghalang.
3. Pengoperasiannya tanpa harus mengarahkan pada sensor karena
menggunakan gelombang radio.
4. Dapat ditumpangi banyak sekali sinyal pengendalian.

Daftar Pustaka Bab V Penerapan Teknologi Cerdas Pada Bangunan

[1] S. Yolanda, “Desain Otomasi Bangunan dalam Pengembangan Smart


Building pada Gedung Smart and Green Learning Center Fakultas Teknik
UGM.”
[2] Lutron, “Daylight Sensor,” 2009.
[3] Philips, “Philips Dynalite Product Portfolio Philips Dynalite – the
intelligent choice.”
[4] SkemaRangkaianPCB, “Rangkaian Kontrol Pompa Air Otomatis,” 2012. .
[5] T. Tudorache, C. D. Oancea, and L. Kreindler, “Performance Evaluation of
a Solar Tracking PV Panel,” vol. 74, pp. 3–10, 2012.
[6] Samsung, “Samsung CCTV Camera SND 7082,” p. 7082, 2016.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


99
Pintar di Kampus Biru
BAB VI
IMPLEMENTASI
KONSEP BANGUNAN
HIJAU DI KAWASAN
KAMPUS
Menelusur Jejak Implementasi
Konsep Bangunan Hijau dan Pintar
di Kampus Biru

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


100
Pintar di Kampus Biru
VI. Implementasi Konsep Bangunan Hijau di Kawasan
Kampus

Program green campus pada dasarnya dilatarbelakangi oleh antara lain


bahwa lingkungan kampus diharapkan merupakan tempat yang nyaman, bersih ,
teduh, indah dan sehat dalam menimba ilmu pengetahuan. Kemudia lingkungan
kampus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem perkotaan tidak
sedikit peranan dan sumbangannya bagi meningkatkan maupun dalam
menurunkan pemanasan global. Disamping itu, yang tidak kalah pentingnya
adalah bagaimana masyarakat kampus dapat mengimplementasikan IPTEK
bidang lingkungan hidup secara nyata. Oleh karena itu, program green campus
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta kepedulian masyarakat kampus
sebagai kumpulan masyarakat ilmiah untuk turut serta berpartisipasi dan
bertanggung jawab dalam mengurangi pemanasan global [1].
Pengertian green campus dalam konteks pelestarian lingkungan bukan
hanya suatu lingkungan kampus yang dipenuhi dengan pepohonan yang hijau
ataupun kampus yang dipenuhi cat hijau ataupun barangkali karena kebetulan
jaket almamater kampus yang bersangkutan berwarna hijau. Namun lebih jauh
dari itu, makna yang terkandung dalam green campus adalah sejauh mana warga
kampus dapat memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan kampus secara
efektif dan efisien, misalnya dalam pemanfaatan kertas, alat tulis menulis,
penggunaan listrik, air, lahan, serta pengelolaan sampah di mana semua kegiatan
itu dapat dibuat neraca dan dapat diukur secara kuantitatif baik dalam jangka
waktu bulanan maupun tahunan [1].
Dalam kata lain, green campus adalah sebuah komunitas perguruan tinggi
untuk meningkatkan efisiensi energi, melestarikan sumber daya, dan
meningkatkan kualitas lingkungan yang berkelanjutan serta menciptakan
lingkungan belajar yang sehat [2].
Ada beberapa indikator ataupun parameter yang dapat dijadikan sebagai
ukuran apakah kampus tersebut benar-benar telah mencapai sebutan green
campus. Adapun ukuran keberhasilan tersebut ditentukan oleh beberapa faktor,
antara lain [1]:

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


101
Pintar di Kampus Biru
1. Efisiensi penggunaan kertas sebagai kebutuhan pokok pengajaran
2. Efisiensi pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran
3. Efisiensi penggunaan lahan sebagai ruang terbuka hijau dan estetika
(landscape)
4. Efisiensi penggunaan listrik
5. Efisiensi penggunaan air
6. Efisiensi pemakaian sumber daya alam
7. Upaya kontribusi pengurangan pemanasan global

VI.1. Beberapa Contoh Implementasi Konsep Bangunan Hijau

Salah satu kampus pertama dan terbaik dalam program pengurangan


limbah dan daur ulang adalah Universitas Colorado yang dimulai pada tahun
1976. Program ini diawasi oleh Universitas Colorado Student Union dan dikelola
oleh seorang direktur, mahasiswa dan
sukarelawan pelayanan masyarakat. Program
ini mengumpulkan limbar daur ulang yang
telah dipisahkan dari setiap gedung kampus.
Untuk mengurangi tumpukan sampah kertas,
staf universitas dilatih untuk menggunakan
surat elektronik (e-mail), memakai dua sisi
kertas, serta penggunaan produk kertas daur
ulang. Program ini didukung dengan Gambar VI.1. Salah Satu Gedung di
pendidikan public yang dikampanyekan secara Universitas Colorado [5]
luas, yang meliputi siaran pers, iklan layanan
masyarakat, artikel koran, dan benda-benda audio visual, serta orientasi bagi
mahasiswa baru. Rencana ke depan mencakup kampanye pengurangan limbah
berbahaya rumah tangga, alternatif pembuangan limbah kimia dan meningkatkan
pengadaan produk daur ulang [2].
Universitas Indonesia (UI) Depok, tahun 2012 meraih peringkat ke-25
kampus hijau dunia. Peringkat ini diumumkan melalui UI Green Metric Ranking
of World Universities. Green Metric diikuti oleh 215 perguruan tinggi dengan
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
102
Pintar di Kampus Biru
dasar penilaian yaitu environment, economic, dan equity. Selain itu terdapat bobot
indikator penilaian yang terdiri dari statistik kehijauan kampus (15%),
pengelolaan sampah (18%), energi dan perubahan iklim (21%) dan penggunaan
air (10%), transportasi (18%), serta pendidikan (18%). UI bahkan mengeluarkan
buku panduan mini langkah-langkah mudah mewujudkan UI sebagai kampus
hijau seperti ditunjukkan pada Gambar VI.2. Program-program yang mendukung
UI sebagai green campus antara lain pemanfataan air, pemanfaatan energi,
pengurangan timbulan sampah, pemanfaatan lahan dan pencemaran udara [3].

Gambar VI.2. Flyer UI Green Campus [3]

VI.2. Implementasi Konsep Blue Campus Universitas Gadjah Mada

Kampus biru, istilah yang tak lagi asing didengar untuk menyebutkan
Universitas Gadjah Mada. Sebutan Kampus Biru tersebut telah melekat kuat di
masyarakat berkat novel karangan Ashadi Siregar yang berjudul Cintaku di
Kampus Biru dengan mengambil setting tempat di UGM. Kini label Kampus Biru
diperkokoh dengan program Blue Campus yang dicetuskan oleh Rektor UGM
pada tahun 2013. Maksud dan tujuannya adalah menjadikan UGM sebagai
kampus yang ramah lingkungan dengan mengaplikasikan prinsip Green Campus.
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
103
Pintar di Kampus Biru
Namun selangkah lebih maju dibandingkan kampus lain, program Blue Campus
ini berinisiatif memodifikasi prinsip-prinsip green campus agar sesuai dengan
kondisi wilayah tropis Indonesia [4].
Beberapa di antara inisiatif Blue Campus adalah SPAM, IBUC, dan
Program Kampung Hijau. SPAM atau Sistem Penyediaan Air Minum merupakan
kran air khusus yang mengalirkan air siap minum setelah melewati proses
sterilisasi. SPAM sudah diujicobakan di salah satu asrama UGM yaitu di asrama
Kinanthi. Kedepannya SPAM akan diaplikasikan di beberapa titik lokasi di
lingkungan Universitas Gadjah Mada.
Inisiatif Blue Campus berikutnya adalah IBUC atau Inspiring Bulaksumur
Urban Community. IBUC merupakan program UGM dalam rangka membangun
lingkungan Bulaksumur sebagai rujukan kawasan perkotaan yang berkelanjutan.
Melalui program IBUC, UGM proaktif mengembangkan masyarakat sekitar
kampus secara berkelanjutan, terlembaga, dan sistematis dalam aspek agama-
sosial masyarakat, pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Program lain yang
terintegrasi dengan IBUC adalah program Kampung Hijau yang dilatarbelakangi
oleh kurangnya ruang terbuka hijau, kurangnya area resapan air, permasalahan
sampah dan banjir di kawasan sekitar kampus. Program ini bertujuan untuk
mengembangkan kawasan permukiman di sekitar kampus yang berkelanjutan,
seperti veltikultur, penghijauan, tamanisasi, edukasi kampong, biopori, sumur
resapan, edukasi vertikultur dan komposting [4].

Daftar Pustaka Bab VI Implementasi Konsep Bangunan Hijau di Kawasan


Kampus

[1] P. Nasoetion, “Green Campus VS Pemanasan Global,” 2016. .


[2] A. Muhtadi, C. Setiawan, and A. F. Putry, “UGM Menuju Green Campus,”
2016.
[3] UI, “Green UI,” 2016. .
[4] UGM, “The Blue Campus Turns Green,” 2016. .
[5] Colorado, “Home- Colorado University,” 2016. .

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


104
Pintar di Kampus Biru
BAB VII
STUDI KASUS DI
UGM
Menelusur Jejak Implementasi
Konsep Bangunan Hijau dan Pintar
di Kampus Biru

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


105
Pintar di Kampus Biru
VII. Studi Kasus di Universitas Gadjah Mada

Kegiatan penelitian terkait bangunan hijau (green building) di Universitas


Gadjah Mada telah banyak dilakukan. Lokasi bangunan yang tersebar dan
keunikan dari masing-masing bangunan Universitas Gadjah Mada membuat
penelitian terkait green building masih terus dilakukan sampai saat ini. Beberapa
contoh studi kasus yang pernah diteliti adalah Gedung Pusat UGM, Perpustakaan
Pusat UGM, asrama mahasiswa Kinathi dan Fakultas Teknik. Selain bangunan
yang sudah terbangun, bangunan yang sedang dalam proses perencanaan atau
desain juga sudah ada yang dievaluasi dari sisi green seperti Smart and Green
Learning Center (SGLC) dan Gedung Olahraga (GOR) UGM.

VII.1. Gedung Pusat UGM

Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan bangunan


cagar budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang difungsikan sebagai
pusat administrasi universitas. Gedung yang diresmikan pada tahun 1959 ini
merupakan ikon UGM serta bangunan modern pertama di Indonesia. UGM
memiliki komitmen menerapkan konsep tidak lagi green campus, namun
berkembang menjadi blue campus berkewajiban untuk meningkatkan efisiensi
atau melakukan optimasi dalam penggunaan energi. Untuk itu peningkatan
efisiensi penggunaan energi sebaiknya dimulai dari Gedung Pusat UGM. Gedung
Pusat UGM terletak di daerah dataran rendah dengan temperatur rata-rata
maksimum mencapai 33,16°C sehingga diperlukan pendingin ruangan untuk
menciptakan kenyamanan dalam ruang kerja. Penggunaan sistem pendingin
ruangan pada Gedung Pusat UGM memerlukan energi listrik yang cukup besar.
Penggunaan energi listrik untuk sistem pendingin ruangan yang besar dipengaruhi
oleh beban panas yang berasal dari dalam dan luar bangunan. Beban panas yang
berasal dari luar bangunan dipengaruhi oleh temperatur lingkungan serta radiasi
pada selubung bangunan [1].

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


106
Pintar di Kampus Biru
Gambar VII.1. Gedung Pusat UGM [2]

Simulasi penggantian kaca dan penggunaan vegetasi sebagai sun shading


terhadap beban termal dilakukan menggunakan software Autodesk Ecotect 2011
untuk mengetahui beban termal pada Gedung Pusat UGM. Beban termal yang
terdapat pada Gedung Pusat UGM terdiri dari fabric gain, direct solar gain,
indirect solar gain, ventilation gain, internal gain dan interzonal gain.
Fabric gain adalah jumlah dari conduction gain dan indirect solar gain
pada selubung bangunan yang mengalir dari permukaan selubung bangunan luar
menuju ke permukaan bangunan. Indirect solar gain adalah beban panas yang
disebabkan oleh radiasi matahari yang terpapar pada selubung bangunan yang
bukan material tembus cahaya. Pada Gedung Pusat UGM beban panas indirect
solar gain terjadi antara pukul 13.00 sampai dengan 23.00 padahal radiasi
matahari yang terpapar pada Gedung Pusat UGM rata-rata terjadi antara pukul
06.00 hingga pukul 17.00. Hal ini disebabkan oleh material dinding bangunan
mempunyai thermal lag yang besar sekitar 6,5 jam sehingga beban panas tersebut
masih terasa hingga malam. Pada dini hari indirect solar gain bernilai nol karena
telah melewati masa thermal lag dan tidak adanya radiasi matahari yang terpapar
pada selubung bangunan. Direct solar gain adalah beban panas yang disebabkan
oleh radiasi matahari yang tembus melalui kaca pada selubung bangunan.
Besarnya nilai direct solar gain tergantung pada luas bidang kaca pada bangunan
dan besarnya radiasi matahari yang terpapar pada kaca bangunan. Ventilation gain
merupakan beban panas konveksi yang disebabkan oleh perbedaan temperatur
sehingga terjadi aliran kalor melalui media udara yang keluar masuk melalui
ventilasi atau kebocoran pada selubung bangunan. Internal gain merupakan total
beban yang berasal dari panas manusia serta panas yang ditimbulkan alat-alat
listrik. Nilai tersebut dipengaruhi oleh aktivitas setiap jam di setiap harinya.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


107
Pintar di Kampus Biru
Berdasarkan penelitian, internal gain merupakan beban panas terbesar pada
Gedung Pusat UGM. Interzonal gain disebabkan oleh transfer panas karena
perbedaan temperatur pada zona yang berhimpitan melalui dinding dan lantai.

Gambar VII.2. Diagram Beban Termal Gedung Pusat UGM [1]

Untuk mengurangi nilai cooling load maka diperlukan kaca dan


penambahan vegetasi sebagai sun shading. Penggantian kaca dan vegetasi sebagai
sun shading bertujuan untuk mengurangi direct solar gain dan indirect solar gain
pada selubung bangunan.
Tabel VII.1. Spesifikasi Kaca [1]
Jenis Koefisien
Ketebalan Transmisi
gas Nilai U / Perolehan
Nama Ketebalan ruang Cahaya
Kategori pada Transmitansi Panas
Kaca kaca (mm) antara Tampak
ruang (W/m2K) Matahari
(mm) (VLT)
antara (SGHC)
Clear Single
6 - - 5,8 0,82 0,89
glass Clear
Solarcool
solexia Single Tint 6 - - 5,8 0,52 0,68
glass
Atlantica Single
6 - - 5,8 0,31 0,26
glass Reflective
Clear Double
6 13 Udara 2,8 0,7 0,79
glass Clear
Azuria Double
6 13 Udara 2,8 0,39 0,61
glass Tint
Solarcool
Double
Solexia 6 13 Udara 2,8 0,28 0,27
Reflective
Glass
Solarban Double
60 Clear Low 6 13 Udara 1,6 0,32 0,61
Solexia E
*) SGHC: solar heat gain coefficient; VLT: visible light transmission

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


108
Pintar di Kampus Biru
Kaca yang akan digunakan terdiri dari dua jenis yaitu single pane dan
double pane. Kaca single pane terdiri dari satu lapis kaca dan kaca double pane
terdiri dari dua lapis kaca dengan celah berisi udara. Untuk kaca berjenis single
pane digunakan kaca dengan ketebalan 6 mm sedangkan kaca berjenis double
pane digunakan dua lapis kaca dengan ketebalan masing-masing 6 mm dan diberi
celah udara sebesar 13 mm.
Vegetasi sebagai sun shading diasumsikan sebagai material single layer
karena Autodesk Ecotect 2011 tidak memiliki kemampuan melakukan analisis
termal untuk material double layer.
Pada kondisi awal, kaca yang digunakan adalah kaca berkategori single
clear. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widya Ganishaputra, diketahui
bahwa penurunan cooling load terbesar dicapai dengan penggunaan kaca
berkategori double low E, di mana cooling load mengalami penurunan sebesar
11,88% selama satu tahun dibandingkan dengan cooling load pada kondisi awal.
Penggunaan vegetasi sebagai sun shading pada bagian-bagian tertentu yang
memungkinkan untuk diterapkan pada Gedung Pusat UGM mampu menurunkan
cooling load sebesar 9,53% selama setahun. Penggunaan vegetasi sebagai sun
shading tidak hanya mampu menurunkan cooling load tetapi juga dapat
memperbaiki kualitas udara dari oksigen yang dihasilkan oleh vegetasi tersebut.
Pada bagian Sayap Utara, penggunaan kaca berkategori double low E
mampu menurunkan cooling load sebesar 8,69% sedangkan penggunaan vegetasi
sebagai sun shading hanya mampu menurunkan cooling load sebesar 5,05%.
Pada bagian Sayap Selatan, penggunaan kaca berkategori double low E
mampu menurunkan cooling load sebesar 7,63% sedangkan penggunaan vegetasi
sebagai sun shading hanya mampu menurunkan cooling load sebesar 5,18%.
Pada bagian Sayap Utara dan Selatan, penurunan cooling load lebih besar
diberikan melalui penggunaan kaca double low E dibandingkan penggunaan
vegetasi. Hal ini disebabkan selain karena kaca double low E yang memiliki
kemampuan untuk mengurangi radiasi matahari secara langsung sesuai dengan
nilai SGHC yang dimiliki kaca tersebut, juga disebabkan karena penggunaan
vegetasi sebagai sun shading yang tidak seluruhnya menutupi selubung bangunan

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


109
Pintar di Kampus Biru
Gedung Pusat UGM sehingga radiasi masih bisa terpapar pada kaca dan dinding
bangunan yang tidak tertutup oleh vegetasi.
Pada bagian Sayap Timur, penggunaan kaca berkategori double low E
mampu menurunkan cooling load sebesar 28,08% sedangkan penggunaan
vegetasi sebagai sun shading mampu menurunkan cooling load sebesar 29,50%.
Pada bagian Sayap Barat, penggunaan kaca berkategori double low E
mampu menurunkan cooling load sebesar 28,92% sedangkan penggunaan
vegetasi sebagai sun shading mampu menurunkan cooling load sebesar 29,23%.
Untuk bagian Sayap Timur dan Barat, presentase penurunan yang dicapai
dengan penggunaan vegetasi lebih baik karena Sayap Timur dan Barat Gedung
Pusat UGM memiliki dinding dan jendela yang terletak pada sisi barat dan timur
bangunan yang sepanjang tahun terpapar sinar matahari sehingga vegetasi mampu
mengurangi radiasi matahari pada permukaan kaca dan dinding bangunan.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, diperlukan kombinasi dari
pengunaan kaca double low E dan penggunaan vegetasi sebagai sun shading pada
Gedung Pusat UGM. Pada Sayap Utara dan Sayap Selatan digunakan kaca double
low E karena hasil penurunan cooling load yang lebih besar dibandingkan
penggunaan vegetasi. Sedangkan pada Sayap Timur dan Sayap Barat sebaliknya.
Pengunaan vegetasi sebagai sun shading lebih baik diterapkan karena hasil
penurunan cooling load yang lebih besar daripada penggunaan kaca double low E.
Dari hasil kombinasi tersebut didapatkan penurunan cooling load sebesar 12,04%.
Perhitungan biaya investasi penggantian kaca dan penggunaan vegetasi
sebagai sun shading diperlukan agar dapat mengetahui perbandingan antara biaya
yang dikeluarkan dengan potensi penurunan biaya penggunaan energi listrik.
Biaya investasi untuk penggantian kaca double low E pada tahun 2013 adalah Rp
350.000,00 per m2 sedangkan biaya investasi penggunaan vegetasi pada tahun
yang sama adalah Rp 7.000.000,00 per m2. Biaya investasi vegetasi yang sangat
mahal dikarenakan memerlukan sistem otomatisasi untuk perawatan tanaman
tersebut.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


110
Pintar di Kampus Biru
VII.2. Perpustakaan Pusat UGM

Perpustakaan Pusat UGM berdiri pada tanggal 1 Maret 1951 di Jl.


Panembahan Senopati (sekarang Hotel Limaran) Yogyakarta ketika kampus UGM
berada di lingkungan Kraton. Pada tanggal 19 Desember 1959, Perpustakaan
Pusat UGM pindah ke Sekip Unit eks gedung Konferensi Kolombo dan pada
tanggal 31 Juli 1975, Perpustakaan UGM memperoleh tambahan gedung di
kawasan Bulaksumur. Mulai 1 April 2012, semua unit di Perpustakaan UGM
telah menempati satu lokasi yaitu Bulaksumur 16 Yogyakarta [3]. Gedung
Perpustakaan Pusat UGM terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun.
Sampai pada tahun 2011, gedung yang sudah terbangun adalah gedung UPT 1,
gedung manajemen serta gedung L1 dan L5. Pengembangan selanjutnya adalah
pembangunan gedung L2, L3 dan L4.

Gambar VII.3. Gedung Terbangun Perpustakaan UGM [4]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


111
Pintar di Kampus Biru
Gambar VII.4. Pengembangan Lanjutan Perpustakaan UGM [4]

Beberapa penelitian terkait green building sudah pernah dilakukan pada


gedung Perpustakaan Pusat UGM di antaranya analisis dan evaluasi parameter
green building berdasarkan GREENSHIP EB dan Green Mark BCA pada gedung
L1 serta simulasi sistem energi pada gedung L3 dan L4.

VII.2.1. Gedung Perpustakaan Pusat L1

Gedung L1 atau gedung


Perpustakaan Pusat UGM Sayap
Selatan adalah bangunan yang mulai
ditempati pada Januari 2012 dengan
luas bangunan 1.180 m2 dan
memiliki 5 lantai dengan rincian
masing-masing luasnya adalah 1.180
m2 pada lantai 1 dan 1.040 m2 pada
Gambar VII.5. Tampak Depan
lantai 2, 3, 4 dan 5. Perpustakaan Pusat UGM L1 [3]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


112
Pintar di Kampus Biru
Analisis dan evaluasi parameter green building pada gedung Perpustakaan
Pusat UGM L1 dilakukan dengan menggunakan GREENSHIP EB 0.1 dan Green
Mark BCA yang merupakan standar penilaian dari Singapura.
Penelitian bangunan hijau di Perpustakaan Pusat UGM L1 menggunakan
GREENSHIP EB ini dibatasi oleh data-data yang berhasil diperoleh di lapangan
baik data primer maupun data sekunder. Pada saat penilaian, dilakukan asumsi
bahwa semua kriteria prasyarat telah memenuhi tolok ukur dari GREENSHIP EB
agar setelahnya untuk kriteria kredit dapat dinilai dan diteliti lebih lanjut. Tanda
(V) mengindikasikan bahwa kriteria berhasil diidentifikasi sedangkan, tanda (X)
mengindikasikan kriteria tidak berhasil diidentifikasi [5].
Selain penilaian menggunakan GREENSHIP EB 0.1, gedung
Perpustakaan Pusat UGM L1 juga dinilai menggunakan sistem penilaian rating
bangunan hijau (green building) Green Mark BCA Singapura. Sistem ini hampir
sama seperti versi GBCI yaitu menggunakan sistem poin dengan poin minimal
yang harus diperoleh suatu gedung untuk mendapatkan sertifikat green building.
Pemilihan Green Mark BCA untuk green assessment di Gedung L1 dikarenakan
kondisi wilayah dan iklim tropis negara Singapura yang tidak jauh berbeda
dengan negara Indonesia sehingga kriteria bangunan hijau pada Green Mark BCA
mempunyai standar acuan yang tidak jauh berbeda dengan kriteria bangunan hijau
pada GREENSHIP EB. Green Mark BCA yang digunakan adalah Green Mark
for Non-Residential Existing Building (EB) Version 3.0. Pada versi tersebut, BCA
menetapkan kriteria energi harus memiliki poin minimal 30 poin dari total poin
kategori energi sedangkan kriteria lainnya minimal 20 poin dari total poin kategori
lainnya [5].

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


113
Pintar di Kampus Biru
Tabel VII.2. Hasil identifikasi GREENSHIP EB [5]
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
Part 1 - Appropriate Site Development (ASD)
Gedung L1 belum mempunyai surat
Surat pernyataan komitmen manajemen
(1) Site Management pernyataan komitmen terkait hal ini
P P1 (V) untuk pemeliharaan keseluruhan tapak
Policy namun dapat diusahakan untuk
bangunan
pembuatan surat pernyataan ini
Surat pernyataan komitmen manajemen Kriteria ini terpenuhi dengan
(2) Motor Vehicle
P P2 (V) dan kampanye dalam rangka mengurangi diadakannya peminjaman sepeda
Reduction Policy
penggunaan kendaraan bermotor pribadi gratis untuk mahasiswa UGM
Terdapat minimal 5 jenis transportasi Gedung L1 memiliki akses ke lima
(3) Community ASD 1 (V) umum dalam jarak 1.500 m dari tapak dan jenis transportasi (busway, bus
2
Accessbility 2 halte atau stasiun umum dalam jarak 300 m umum, ojek, becak, dan taksi) dan
dari tapak akses menuju halte bus
Adanya program sepeda gratis yang
ASD 2 (V) bisa dipinjam oleh mahasiswa dan
(4) Motor Vehicle Usaha untuk pengurangan pemakaian
1 juga tempat parkir sepeda gratis yang
Reduction 1 kendaraan bermotor pribadi
dijaga oleh pihak satuan keamanan
kampus UGM
Terdapat parkir sepeda untuk sebanyak 30 Gedung L1 sudah ada parkir sepeda
ASD 3 (V) pengguna gedung tetap dan menyediakan yang dapat menampung minimal 30
(5) Bicycle 1
2 kamar mandi khusus pengguna sepeda sepeda namun belum memiliki kamar
untuk setiap 25 tempat parkir sepeda mandi khusus pengguna sepeda

(6) Site Landscaping 1 ASD 4 (V) Luas vegetasi (softscape) minimal 30% dari Luas area vegetasi softscape di sekitar
luas total lahan dimana formasi tanaman Gedung L1 sebesar 1606,09 m2

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


114
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
3 sesuai dengan Peraturan Menteri PU dengan persentasi mencapai 39,38%
No.5/PRT/M/2008 mengenai Ruang
Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang
Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan
Nilai albedo atap pada bangunan
ASD 5 (V) Menggunakan bahan yang nilai albedo rata-
Gedung L1 sebesar 0,29 ≈ 0,3
(7) Heat Island Effect 1 rata minimal 0,3 pada area atap gedung
2 sehingga sesuai dengan tolok ukur
yang tertutup perkerasan
yang ditentukan

ASD 6 (X) Pengurangan beban volume limpasan air Belum ada data terkait mekanisme
(8) Stormwater
0 hujan ke drainase kota minimal sebesar pengurangan volume limpasan air
Management 2 50% total volume hujan harian hujan ke drainase kota
Penyediaan habitat satwa non peliharaan
ASD 7 (V) minimal 5% dari luas area tapak dan Terdapat habitat untuk hewan rusa di
(9) Site Management 1
2 memiliki SOP pengendalian terhadap hama daerah Lembah
penyakit dan gulma tanaman
Peningkatan kualitas hidup masyarakat
ASD 8 (V) Adanya tempat beribadah untuk kaum
(10) Building seperti penyediaan tempat beribadah dan
2 Muslim dan akses menuju bangunan
Neighbourhood 2 adanya akses bagi pejalan kaki minimal 2
tetangga minimal 2 orientasi
orientasi menuju bangunan tetangga
Part 2 - Energy Efficiency and Conservation
Surat pernyataan komitmen manajemen Gedung L1 sudah membuat
(1) Policy and Energy terkait adanya penghematan energi dan kampanye untuk penghematan listrik
P P1 (V)
Management Plan audit energi serta kampanye untuk dengan memasang stiker berisi
mendorong penghematan energi himbauan hemat akan penggunaan

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


115
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
energi listrik
IKE listrik selama 6 bulan terakhir lebih Rekening listrik Gedung L1 masih
(2) Minimum Building kecil dari standar acuan IKE listrik dimana menjadi satu dengan gedung-gedung
P P2 (V)
Energy Performance untuk perkantoran 250, mall 450, dan UGM di sekitarnya sehingga tidak
apartemen 350 (dalam kWh/m2.tahun) dapat diteliti
IKE listrik gedung di bawah IKE listrik Tersedia data spesifikasi peralatan
(3) Optimized EEC 1 (V) standar acuan dalam 6 bulan terakhir dan sistem tata cahaya, tata udara, dan
Efficiency Building 9
16 setiap 3% penurunan akan mendapat 1 poin peralatan penunjang dimana IKE
Energy Performance
tambahan sampai maksimal 16 poin gedung L1 sebesar 55,61 kWh/m2
(4) Testing, EEC 2 (X) Komisioning ulang atau retrokomisioning Gedung L1 belum pernah melakukan
Recommissioning or 0 untuk peningkatan kinerja MVAC atau hal ini sejak bangunan mulai berdiri
Retrocommissioning 2 Mechanical Ventilation Air Conditioner sehingga tidak ada data untuk diteliti
-Lighting Control
Gedung L1 sudah menggunakan
Penghematan daya lampu yang lebih hemat lampu hemat energi dengan daya
20% dari daya lampu yang tercantum pencahayaan sebesar 2,24 watt/m2
(5) System Energy EEC 3 (V)
2 dalam SNI 03-6197-2000 sedangkan efisiensi pada sistem tata
Performance 12
-Mechanical Ventilation & Air Conditioner udara sebesar 1,15 kW/TR dimana
nilai ini masih kurang sedikit dari
Melakukan efisiensi sistem AC yang standar acuan GBCI
ditentukan pada Tabel 5.5
Penyediaan kWh meter dan pencatatan Pencatatan rutin bulanan untuk
(6) Energy Monitoring EEC 4 (V) rutin bulanan pada kWh meter serta
1 konsumsi energi listrik di Gedung L1
and Control 3 penggunaan display energy untuk informasi masih tergabung dalam satu rekening
konsumsi energi pada bangunan dengan gedung-gedung lainnya di

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


116
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
sekitar Gedung L1

EEC 5 (X) Panduan pengoperasian dan pemeliharaan


(7) Operation and Tidak mendapatkan akses data terkait
0 AC serta sistem peralatan lainnya dan
Maintenance 3 hal ini
laporan bulanan selama minimal 6 bulan
Gedung L1 secara keseluruhan masih
EEC 6 (X) Penggunaan energi terbarukan yang dapat
(8) On Site Renewable menggunakan energi listrik yang
0 melayani 0,25% sampai 2% dari total
Energy 5 disuplai oleh PLN dan belum
konsumsi energi gedung
menggunakan energi terbarukan

(9) Less Energy EEC 7 (V) Penurunan emisi CO2 dari 0,25% sampai Terdapat penurunan emisi CO2
3
Emission 3 1% dari total emisi original sebanyak 77% dari emisi baseline

Part 3 - Water Conservation


Surat pernyataan komitmen manajemen Gedung L1 sudah melaksanakan
(1) Water Management
P P1 (V) terkait audit air dan penghematan air serta kampanye konservasi air dengan
Policy
kampanye dalam rangka konservasi air memasang poster penghematan air

WAC 1 (X) Adanya sub-meter konsumsi air pada Gedung L1 belum menerapkan
(2) Water Sub Metering 0 sistem area publik, area komersil, dan pemasangan sub-meter air pada tiap-
1 utilitas bangunan tiap fungsi penggunaan air

WAC 2 (X) Standar prosedur pemeliharaan dan Tidak adanya data untuk melakukan
(3) Water Monitoring
0 pemeriksaan sistem plambing secara pengecekan terhadap dokumen
Control 2 berkala dalam 6 bulan terakhir prosedur operasi sistem plambing

WAC 3 (X) Gedung dengan konsumsi air 20% di atas Tidak adanya data untuk melakukan
(4) Fresh Water
0 standar SNI 03-7065-2005, setiap pengecakan terhadap jumlah
Efficiency 8
penurunan 10% mendapat 1 poin sampai konsumsi air pada Gedung L1

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


117
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
mencapai standar dengan maksimal 2 poin

WAC 4 (V) Bukti tes laboratorium selama 6 bulan


Uji tes kualitas air sudah pernah
(5) Water Quality 1 terakhir dari air sumber primer yang sesuai
1 dilakukan berdasarkan UKL-UPL
dengan kriteria air bersih

WAC 5 (X) Penggunaan air daur ulang yang cukup atau


Gedung L1 belum menerapkan
(6) Recycled Water 0 100% kebutuhan irigasi tidak bersumber
5 penggunaan air daur ulang
dari air primer (PDAM dan air tanah)
Penggunaan sistem filtrasi yang dapat
WAC 6 (V) Gedung L1 sudah menerapkan sistem
menghasilkan air minum sesuai dengan
(7) Potable Water 1 filtrasi untuk menghasilkan air yang
1 PERMENKES No. 492 Tahun 2010
layak untuk diminum
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum

WAC 7 (V) Penggunaan air yang bersumber dari deep Konsumsi air pada Gedung L1 secara
(8) Deep Well
2 well maksimal 10% sampai 20% dari keseluruhan menggunakan air yang
Reduction 2 penggunaan air secara keseluruhan sumbernya dari PAM

WAC 8 (X) Penggunaan keran air dengan fitur auto-


(9) Water Tap Gedung L1 belum menggunakan
0 stop sebanyak 50% sampai 80% dari total
Efficiency 2 keran dengan fitur auto-stop
unit keran air yang ada
Part 4 - Material Resources and Cycles
Penggunaan refrigeran non-CFC dan Bahan
(1) Fundamental Gedung L1 menggunakan refrigeran
P P1 (V) Pembersih yang memiliki nilai Ozone
Refrigerant R-410A dengan nilai ODP = 0
Depleting Potential kecil atau < 1

(2) Material Gedung L1 belum mempunyai surat


P P2 (V) Surat pernyataan kebijakan manajemen
Purchasing Policy pernyataan komitmen terkait hal ini
untuk memproritaskan pembelanjaan
namun dapat diusahakan untuk

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


118
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
semua material yang ramah lingkungan pembuatan surat pernyataan ini
Surat pernyataan komitmen manajemen
Gedung L1 belum mempunyai surat
untuk mengatur pengelolaan sampah serta
(3) Waste Management pernyataan komitmen gedung terkait
P P3 (V) kampanye dalam rangka mendorong
Policy hal ini namun dapat diusahakan untuk
perilaku pemilahan sampah organik dan
pembuatan surat pernyataan ini
sampah anorganik secara terpisah

MRC 1 (V) Penggunaan seluruh sistem pendingin Gedung L1 menggunakan tipe sistem
(4) Non ODS Usage 2 ruangan dengan refrigeran yang memiliki AC central dengan bahan refrigeran
2 ODP = 0 (non-CFC dan non-HCFC) R-410A dimana nilai ODP = 0
Tidak tersedia data terkait daftar
MRC 2 (X) pembelanjaan material bangunan
(5) Material Penggunaan material bangunan yang ramah
0 Gedung L1 namun ada 2 material
Purchasing Practice 3 lingkungan sesuai yang ditentukan GBCI
yang dapat diidentifikasi secara
langsung yaitu lampu dan plafon
UGM telah melakukan pengelolaan
MRC 3 (V) Adanya standar prosedur operasi untuk
(6) Waste Management sampah secara mandiri dimana di
1 mengumpulkan dan memilah sampah
Practice 4 dalamnya termasuk pihak manajemen
berdasarkan jenis organik dan anorganik
dari Gedung L1

MRC 4 (X) Adanya standar prosedur operasi


(7) Hazardous Waste
0 pengelolaan limbah B3 seperti lampu, Gedung L1 belum melakukan hal ini
Management 2 baterai, tinta printer, dan lainnya

MRC 5 (V) Adanya standar prosedur operasi untuk


(8) Management of
1 penyaluran barang bekas yang masih dapat Gedung L1 sudah melakukan hal ini
Used Good 1 dimanfaatkan kembali

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


119
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
Part 5 - Indoor Health and Comfort
Gedung L1 memberlakukan
Surat pernyataan komitmen manajemen
kawasannya bebas terhindar dari asap
(1) No Smoking untu mendorong minimalisasi aktifitas
P P1 (V) rokok sesuai Peraturan Rektor
Campaign merokok dalam gedung serta kampanye
Universitas Gadjah Mada No.
pelarangan merokok
29/P/SK/HT/2008
Beberapa ruangan pada Gedung L1
sudah sesuai standar berdasarkan
(2) Outdoor Air IHC 1 (V) Pengukuran kualitas udara dalam ruangan
2 hasil pengukuran diantaranya:
Introduction 2 sesuai dengan SNI 03-6572-2001
temperatur udara: 25,3°C - 30°C
kelembaban udara: 42% - 80,3%
(3) Environmental IHC 2 (V) Pelarangan merokok di seluruh area gedung Gedung L1 memberlakukan seluruh
Tobacco Smoke 2 dan tidak menyediakan area khusus di areanya dari lantai 1 sampai lantai 5
Control 2 dalam gedung untuk merokok sebagai kawasan bebas asap rokok

IHC 3 (X) Penggunaan sensor gas karbon dioksida Gedung L1 belum menggunakan
(4) CO2 and CO
0 (CO2) dan sensor gas karbon monoksida sensor gas CO2 dan sensor gas CO
Monitoring 2 (CO) dalam bangunan dalam bangunan

(5) Physical and IHC 4 (X) Pengukuran polutan kimia dan polutan fisik Gedung L1 belum pernah melakukan
0
Chemical Pollutants 6 dalam bangunan gedung pengukuran terkait hal ini

IHC 5 (X) Pengukuran polutan biologis dalam Gedung L1 belum pernah melakukan
(6) Biological Pollutant 0
3 bangunan gedung pengukuran terkait hal ini

(7) Visual Comfort 1 IHC 6 (V) Pengukuran tingkat pencahayaan Pada beberapa titik pengukuran yang

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


120
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
1 (iluminansi) dalam bangunan gedung berhadapan langsung dengan langit
sesuai SNI 03-6197-2000 menunjukkan iluminansi mendekati
bahkan melebihi 1000 lux sedangkan
pengukuran yang tidak berhadapan
langsung dengan langit menunjukkan
iluminansi yang lebih kecil
Tingkat bunyi dan waktu dengung
IHC 7 (V) Pengukuran tingkat bunyi dan waktu berdasarkan hasil pengukuran:
(8) Acoustic Level 1 dengung dalam bangunan gedung sesuai
1 Tingkta bunyi: 29,6 – 59,2 dBA
SNI 03-6386-2000
Waktu dengung: 1,13 – 1,61 s
Pengadaan survei kenyamanan pengguna
IHC 8 (X) Gedung L1 belum pernah
(9) Building User gedung antara lain meliputi suhu udara,
0 mengadakan survey mengenai
Survey 3 tingkat pencahayaan, kenyamanan suara,
kenyamanan pengguna gedung
dan kebersihan gedung
Part 6 - Building Environment Management
Adanya rencana operation & maintenance Gedung L1 belum mempunyai
(1) Operation and
P P1 (V) yang mendukung sasaran pencapaian rencana ini namun dapat diusahakan
Maintenance Policy
rating-rating Greenship EB untuk merencanakan program ini
Penggunaan banyak kaca untuk
BEM 1 (V) Aplikasi inovasi pada gedung untuk
meminimalisir penggunaan lampu
(2) Innovations 2 meningkatkan efisiensi dan kualitas
5 listrik dan menerapkan program
bangunan secara kuantitatif
peminjaman sepeda gratis
(3) Design Intent and 1 BEM 2 (V) Tersedianya As Built Drawing serta
Gedung L1 sudah memiliki dokumen
Owner’s Project spesifikasi teknis dan manual untuk

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


121
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
Requirement 2 operasional dan pemeliharaan peralatan lengkap As Built Drawing
Minimal terlibat seorang Greenship
(4) Green Operational BEM 3 (X) Profesional dalam operational & Tidak mendapatkan akses untuk
0
and Maintenance Team 2 maintenance yang bekerja penuh waktu melakukan pengecekan
(full time)

BEM 4 (X) Memiliki SPO dan Training yang


(5) Green Tidak mendapatkan akses untuk
0 mencakup upaya-upaya untuk memenuhi
Occupancy/Lease 2 melakukan pengecekan
kriteria-kriteria pada Greenship EB
Adanya jadwal program pelatihan berkala
BEM 5 (X) minimal tiap 6 bulan dalam pengoperasian
(6) Operation and Tidak mendapatkan akses untuk
0 dan pemeliharaan untuk tapak, energi, air,
Maintencance Training 2 melakukan pengecekan
material, dan HSES (Healtd Safety
Enviromental and Security)
Total Poin 41 *Gedung L1 masuk ke dalam kategori Green Building “BRONZE” menurut Greenship EB

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


122
Pintar di Kampus Biru
Tabel VII.3. Hasil identifikasi Green Mark BCA [5]

Kriteria Keterangan
Perolehan
dan Poin Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin
Maksimal
Part 1 - Energy Efficiency
Setiap orientasi bidang Gedung L1
(1) Thermal ENRB 1-1 (V) Meningkatkan kinerja termal selubung sudah di bawah standar acuan
Performance of Building 5 bangunan untuk meminimalkan perolehan berdasarkan perhitungan ETTV
Envelope 5 termal dalam bangunan (ETTV < 50 W/m2) dengan nilai ETTV rata-rata Gedung
L1 sebesar 39,31 W/m2
Efisiensi sistem pendinginan (AC) dimana
Besar efisiensi AC pada Gedung L1
ENRB 1-2 (V) untuk building cooling load kurang dari 500
(2) Air Conditioning adalah 1,15 kW/RT berdasarkan
17 RT maka efisiensi sistem AC minimal 1,1
Sytem 32 perhitungan manual dimana nilai ini
kW/RT untuk AC dengan jenis air cooled
sudah sesuai dengan standar BCA
chiller
- Natural Ventilation
Kriteria ini tidak dibahas karena
Desain yang tepat untuk ventilasi alami yang Gedung L1 secara keseluruhan
memanfaatkan pengkondisian angin untuk menggunakan sistem pendingin
(3) Natural Ventilation / ENRB 1-3 (X)
0 mencapai sirkulasi udara yang memadai menggunakan sistem AC central
Mechanical Ventilation 32
- Mechanical Ventilation walaupun masih ada beberapa ruang
yang menggunakan bukaan berupa
Pemanfaatan ventilasi mekanik yang efisien ventilasi alami
sebagai sirkulasi udara dalam bangunan
Pemanfaatan lampu yang hemat energi untuk
ENRB 1-4 (V) Perhitungan efisiensi energi untuk
(4) Artificial Lighting 13 meminimalkan konsumsi energi dari
daya lampu listrik pada Gedung L1
13 penggunaan lampu itu sendiri dimana untuk
sama seperti pada Sub Bab V.2.5.
daya lampu listrik maksimal untuk bangunan

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


123
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Keterangan
Perolehan
dan Poin Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin
Maksimal
perpustakaan yaitu 15 Watt/m2 yaitu sebesar 2,24 Watt/m2

ENRB 1-5 (X) Penggunaan ventilasi alami dan sensor gas


(5) Ventilation in Gedung L1 tidak mempunyai tempat
0 karbon monoksida (CO) pada tempat parkir
Carparks 4 parkir mobil dalam gedung
mobil dalam bangunan gedung

ENRB 1-6 (V) Pemanfaatan ventilasi pada beberapa area


(6) Ventilation in Toilet dan tangga menggunakan
3 umum (toilet, tangga, koridor, lift, dan
Common Areas 5 bukaan berupa ventilasi alami
atrium)

ENRB 1-7 (X) Penggunaan variable voltage and variable


Tidak mendapatkan akses untuk
(7) Lifts and Escalators 0 frequency (VVVF) motor drive dan fitur
2 melakukan pengecekan
sleep mode pada lift dan escalator
Adanya praktek terkait efisiensi energi yang
ENRB 1-8 (V) inovatif yang berpengaruh terhadap Ada program peminjaman sepeda
(8) Energy Efficient
1 lingkungan seperti perhitungan efisiensi gratis bagi mahasiswa serta tempat
Practices and Features 12 energi dalam bentuk IKE dan penggunaan parkir sepeda gratis
produk yang hemat dan ramah lingkungan

Gedung L1 belum mempunyai surat


ENRB 1-9 (X) Adanya kebijakan dan komitmen mengenai
(9) Energy Policy and pernyataan komitmen terkait hal ini
0 target energi dari pihak manajemen gedung
Management 1 namun dapat diusahakan untuk
dalam implementasi efisiensi energi
pembuatan surat pernyataan ini

Penggunaan energi terbarukan pada Gedung L1 secara keseluruhan masih


ENRB 1-10 (V) menggunakan energi listrik yang
(10) Renewable Energy 0 bangunan gedung berdasarkan IKE dimana
15 untuk penggunaan sewaan minimal 50 disuplai oleh PLN dan belum
kWh/m2.year dan untuk penggunaan di luar menggunakan energi terbarukan

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


124
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Keterangan
Perolehan
dan Poin Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin
Maksimal
sewaan minimal 50 kWh/m2.year
Part 2 - Water Efficiency
Gedung L1 sudah memiliki meteran
ENRB 2-1 (V) Adanya meteran air dan sistem pendeteksi
air walaupun letaknya berada di
(1) Water Monitoring 1 kebocoran untuk pemantauan dan
4 sumber air milik UGM di kawasan
pengendaliam yang lebih baik
Umbul Pace
Penggunaan fitting air yang efisien dengan
(2) Water Efficient ENRB 2-2 (X) Water Efficiency Labelling Scheme (WELS) Tidak mendapatkan akses untuk
0
Fittings 12 atau mengadopsi penghematan flow- melakukan pengecekan
rate/flush pada fitting air
Sumber air utama di Gedung L1
ENRB 2-3 (X) Penggunaan sumber air alternatif seperti air
(3) Alternative Water masih menggunakan sumur PAM
0 hujan untuk irigasi, flushing toilet, dan
Sources 3 dari kawasan Umbul Pace secara
lainnya untuk mengurangi sumber air bersih
keseluruhan

ENRB 2-4 (V) Gedung L1 sudah melaksanakan


(4) Water Efficient Adanya rencana manajemen untuk efisiensi
1 kampanye konservasi air dengan
Improvement Plans 1 penggunaan air bersih
memasang poster penghematan air
Penggunaan sistem irigasi otomatis dengan Gedung L1 belum menggunakan
(5) Irrigation System ENRB 2-5 (X) menggunakan sensor hujan, sensor sistem ini dikarenakan juga luas area
0
and Landscaping 2 kelembaban tanah, atau sistem kontrol softscape sekitar Gedung L1 sangat
lainnya kecil
ENRB 2-6 (X) Gedung L1 masih menggunakan
(6) Cooling Towers 0 Penggunaan cooling tower untuk sistem
sistem tandon air biasa untuk
2 pengolahan air untuk mendapatkan air yang
menyimpan suplai air dari sumur

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


125
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Keterangan
Perolehan
dan Poin Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin
Maksimal
layak pakai dan berkualitas PAM
Part 3 - Sustainable Operation and Management
Manajemen Gedung L1 sudah
ENRB 3-1 (V) mengkampanyekan konservasi energi
(1) Building Operation Kebijakan manajemen yang merefleksikan
1 melalui poster tentang hemat
and Maintenance 4 tujuan menuju lingkungan yang berkelanjutan
konsumsi energi listrik dan hemat
konsumsi air

(2) Post Occupancy ENRB 3-2 (X) Melakukan survei terhadap pengguna gedung Gedung L1 belum pernah
0
Evaluation 3 terkait kenyamanan lingkungan dan energi mengadakan survei terkait hal ini

ENRB 3-3 (V) Penyediaan tempat sampah organik dan


Gedung L1 telah memenuhi kriteria
(3) Waste Management 3 sampah anorganik serta penyaluran barang
7 ini
bekas daur ulang
ENRB 3-4 (X) Mempromosikan penggunaan produk ramah Tidak mendapat akses untuk
(4) Sustainable Product 0
8 lingkungan yang telah mempunyai sertifikat melakukan pengecekan lebih lanjut

Untuk lingkup Gedung L1 sendiri


belum memiliki lahan hijau yang
ENRB 3-5 (V) Adanya lahan hijau (softscape) yang cukup
memadai namun dalam lingkup
(5) Greenery 1 untuk mengurangi fenomena heat island
10 UGM sudah mempunyai hutan
effect
kampus yang terletak di utara
Gedung L1

(6) Environmental ENRB 3-6 (V)


1 Penggunaan sistem pendingin ruangan Gedung L1 menggunakan tipe sistem
Protection 3 dengan mesin refrigeran yang memiliki ODP AC central dengan bahan refrigeran

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


126
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Keterangan
Perolehan
dan Poin Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin
Maksimal
(ozone depletion potential) = 0 untuk R-410A dimana nilai ODP = 0
mengurangi bahaya perusakan lapisan ozon
Gedung L1 sudah memenuhi kriteria
ini dimana tersedia tempat parkir
ENRB 3-7 (V) Akses yang cukup baik bagi pejalan kaki
sepeda gratis bagi pengguna sepeda
(7) Green Transport 2 untuk menjangkau transportasi umum serta
4 serta akses yang mudah bagi pejalan
adanya tempat parkir sepeda gratis
kaki untuk menjangkau transportasi
umum
Part 4 - Indoor Environmental Quality
Melakukan audit Indoor Air Quality (IAQ)
selama sekali dalam tiga tahun sesuai acuan
(1) Indoor Air Quality ENRB 4-1 (X) SS 554:2009 dan mengimplementasikan Tidak mendapat akses untuk
0
Performance 8 rencana manajemen IAQ yang efektif untuk melakukan pengecekan lebih lanjut
memastikan sistem ventilasi gedung
berfungsi dalam sirkulasi udara bersih
Meminimalkan udara kontaminan terutama
(2) Indoor Air ENRB 4-2 (X) yang bersumber dari dalam gedung salah Tidak mendapat akses untuk
0
Pollutants 2 satunya dengan penggunaan cat dengan VOC melakukan pengecekan lebih lanjut
(volatile organic compound) rendah
Pada beberapa titik pengukuran yang
Pengukuran tingkat pencahayaan (iluminansi) berhadapan langsung dengan langit
ENRB 4-3 (V)
(3) Lighting Quality 1 dalam bangunan gedung sesuai SS 531:2006 menunjukkan iluminansi mendekati
5 atau CP 38:1999 bahkan melebihi 1000 lux sedangkan
pengukuran yang tidak berhadapan
langsung dengan langit menunjukkan

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


127
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Keterangan
Perolehan
dan Poin Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin
Maksimal
iluminansi yang lebih kecil
Beberapa ruangan pada Gedung L1
Pengukuran kondisi kenyamanan termal: sudah sesuai standar berdasarkan
ENRB 4-4 (V)
(4) Thermal Comfort 1 Temperatur udara: 22,5°C – 25,5°C hasil pengukuran diantaranya:
2
Kelembaban udara: < 70% temperatur udara: 25,3°C - 30°C
kelembaban udara: 42% - 80,3%
Tingkat bunyi dan waktu dengung
ENRB 4-5 (V) berdasarkan hasil pengukuran:
Pengukuran tingkat bunyi dalam bangunan
(5) Internal Noise Level 1
1 gedung sesuai SS 553:2009 atau CP 13:1999 Mode data hold: 29,6 – 59,2 dBA
Mode data max: 61,5 dBA – 76 dBA
Part 5 - Other Green Features

ENRB 5-1 (X) Penggunaan fitur ramah lingkungan yang


(1) Green Features and Belum adanya fitur seperti ini pada
0 inovatif dan mempunyai pengaruh positif
Innovations 10 Gedung L1
terhadap lingkungan
Total Poin 52 *Gedung L1 masuk ke dalam kategori Green Building “CERTIFIED” menurut Green Mark EB

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


128
Pintar di Kampus Biru
Berdasarkan hasil identifikasi pada Tabel VII.2, gedung Perpustakaan
Pusat UGM L1 mendapatkan poin sebanyak 41 poin dari 117 poin (total poin
maksimal GREENSHIP EB) atau sekitar 35%. Hasil ini mengindikasikan bahwa
gedung Perpustakaan Pusat UGM L1 masuk ke dalam kategori green building
“BRONZE” menurut GREENSHIP EB di mana poin minimal untuk mendapatkan
sertifikasi bangunan hijau berlabel “BRONZE” menurut GREENSHIP EB adalah
41 poin dari total poin atau sekitar 35%.
Tabel VII.3 menunjukkan gedung Perpustakaan Pusat UGM L1
mendapatkan poin sebanyak 52 poin dari 180 poin (total poin maksimal Green
Mark BCA). Hasil ini mengindikasikan bahwa gedung Perpustakaan Pusat UGM
L1 masuk ke dalam kategori green building “CERTIFIED” menurut Green Mark
BCA di mana poin minimal untuk mendapatkan sertifikasi bangunan hijau
berlabel “CERTIFIED” menurut Green Mark BCA adalah 50 poin dari total poin.
Berdasarkan penilaian bangunan hijau (green building) dengan
menggunakan sistem GREENSHIP EB dan sistem Green Mark BCA, gedung
Perpustakaan Pusat UGM L1 sudah mencapai kategori bangunan hijau (green
building) dengan kedua sistem penilaian tersebut.

VII.2.2. Gedung Perpustakaan Pusat L3 dan L4

Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada Gedung L3 dan L4


merupakan bangunan yang dirancang sebagai bangunan hemat energi di
Universitas Gadjah Mada. Bangunan ini mengunakan konsep green building
dengan memaksimalkan pencahayaan alami melalui pemasangan banyak kaca. Di
sisi lain pemakaian kaca tersebut menjadikan suhu ruangan meningkat.
Peningkatan suhu ruangan menyebabkan menurunnya tingkat kenyamanan di
dalam suatu ruangan. Kenyamanan merupakan faktor penting yang mempengaruhi
produktivitas penghuni perpustakaan. Salah satu faktor kenyamanan adalah
kenyamanan termal, yang di pengaruhi oleh beberapa hal di antaranya suhu udara
dan kelembapan udara relatif. Fokus kajian untuk gedung L3 dan L4 adalah
mendapatkan data perkiraan nilai konsumsi energi dan mengidentifikasi peluang
penghematan energi berdasarkan skenario simulasi tanpa mengurangi

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


129
Pintar di Kampus Biru
kenyamanan penghuni bangunan berdasarkan parameter Energy Efficiency and
Conservation (EEC) pada Rating Tool GBCI.

Gambar VII.6. Tampak Depan Desain Perpustakaan Pusat UGM L3

Gambar VII.7. Tampak Utara Desain Perpustakaan Pusat UGM L4

Cara yang digunakan untuk mengidentifikasi konsumsi energi gedung


Perpustakaan Pusat UGM L3 dan L4 yang masih dalam tahap desain adalah
simulasi menggunakan perangkat lunak EnergyPlus. Hal pertama yang harus
dilakukan adalah pemodelan geometri selubung bangunan yang diikuti dengan
pemodelan zona termal yang diklasifikasikan berdasarkan lantai. Zona termal atau
thermal zone adalah bagian dari suatu bangunan yang memiliki sebuah sensor,
yang umumnya berupa thermostat, untuk mengendalikan sistem pengkondisian
udara yang mengkondisikan bagian ruangan tersebut.
Desain gedung Perpustakaan Pusat UGM L3 dan L4 di lengkapi dengan
ruang kosong di antara dua lantai yang disebut zona plenum. Zona plenum

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


130
Pintar di Kampus Biru
berfungsi sebagai suplai udara yang telah dikondisikan oleh Air Handling Unit
(AHU) untuk setiap lantai.
Hasil simulasi perangkat lunak EnergyPlus juga menampilkan nilai
konsumsi energi total dan konsumsi energi pada setiap sistem, yaitu sistem
pengkondisian udara, sistem tata cahaya dan sistem konsumsi energi peralatan
elektronik.
Pada gedung Perpustakaan Pusat UGM L3, data konsumsi energi sistem
pengkondisian udara dibagi berdasarkan konsumsi energi tiap komponen sistem
pengkondisian udara yang beroperasi pertahunnya. Konsumsi energi sistem
pengkondisian udara terdiri dari komponen pendingin (colling), kipas pengatur
aliran fluida (fans), pompa fluida (pumps) dan pembuang panas (heat rejection).
Untuk sistem tata cahaya, data konsumsi energi sistem tata cahaya dibagi
berdasarkan zona termal bangunan yang di kondisikan. Konsumsi energi sistem
tata cahaya dibagi berdasarkan zona termal yang menggunakan interior lighing,
yaitu zona Lantai 1, zona Lantai 2,
zona Lantai 3, zona Lobi 1, zona
Lobi 2, zona Lobi 3, zona basement
dan zona lobi basement. Data
konsumsi energi listrik peralatan
elektronik dibagi pada setiap zona
termal yang dikondisikan. Setiap
zona mempunyai kebutuhan
konsumsi energi listrik yang berbeda
sesuai dengan peralatan elektronik Gambar VII.8. Prosentase Konsumsi
yang terdapat pada zona tersebut. Energi Gedung Perpustakaan Pusat UGM
L3 [5]
Dari hasil simulasi keseluruhan
diketahui bahwa sistem pengkondisian udara mengonsumsi energi paling besar
yaitu 71% dari total energi yang diikuti oleh sistem tata cahaya sebesar 16% dan
peralatan elektronik sebesar 13% [6].
Setelah melakukan simulasi, dapat dirumuskan skenario penghematan
energi yang mungkin dilakukan pada gedung Perpustakaan Pusat UGM L3.
Skenario penghematan energi yang pertama adalah mengganti sistem HVAC

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


131
Pintar di Kampus Biru
gedung L3 dari constant air volume (CAV) menjadi variable air volume (VAV).
Sistem VAV mempunyai kelebihan memberikan variasi volume udara
berdasarkan kebutuhan beban pendinginan. Skenario penghematan energi sistem
VAV dengan jenis chiller berupa Electric Centrifugal Chiller memiliki presentase
konsumsi energi terkecil atau memiliki penghematan energi terbesar.
Penghematan energi dengan sekenario ini sebesar 9,3% dari total konsumsi energi
bangunan per tahun. Skenario penghematan energi yang kedua adalah mengganti
lampu pada sistem tata cahaya dengan lampu hemat energi. Lampu yang
digunakan pada skenario penghematan ini adalah lampu T8 LED Tube 4 Feet
untuk mengantikan lampu T5 4 Feet dan lampu Phillips LED Bulb untuk
mengantikan lampu Downlight. Hasil dari skenario kedua ini menunjukan
penghematan energi pada sistem tata cahaya tidak menganggu kenyamanan visual
pada setiap zona. Dalam presentase, skenario penghematan dari sistem tata cahaya
berhasil melakukan penghematan
sebesar 16,3% tanpa mengurangi
kenyamanan penghuni gedung.
Skenario yang terakhir adalah
dengan mengganti kaca pada
gedung L3 dengan jenis
electrochromic. Kaca jenis
electrochromic akan mengubah
sifat transmisi cahaya sehingga
memungkinkan untuk mengatur
Gambar VII.9. Kaca electrochromic [7]
jumlah cahaya dan panas yang
masuk melalui kaca tersebut. Kaca jenis ini akan mengubah sifat opacity atau sifat
tak tembus cahaya dan akan membuat kaca yang semula transparan menjadi
buram atau gelap [7].
Simulasi yang sama dilakukan pada gedung Perpustakaan Pusat UGM L4.
Konsumsi energi sistem pengkondisian udara terbesar untuk gedung L4 berasal
dari komponen pendingin (colling), yang diikuti komponen kipas pengatur aliran
fluida (fans), pompa fluida (pumps) dan diakhiri dengan komponen pembuang
panas (heat rejection). Untuk sistem tata cahaya, konsumsi energi sistem tata

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


132
Pintar di Kampus Biru
cahaya dibagi berdasarkan zona termal yang menggunakan interior lighing, yaitu
zona LOBI, zona RB1 (ruang baca 1 lantai 1), zona RB2 (ruang baca 2 lantai 1),
zona RBL2 (ruang baca lantai 2), zona RBL3 (ruang baca lantai 3) dan zona
BASEMENT. Konsumsi energi terbesar untuk sistem tata cahaya adalah
konsumsi energi pada zona RBL2 dan
zona RBL3 karena kedua zona ini
memiliki spesifikasi pencahayaan yang
tipikal. Konsumsi energi peralatan listrik
dibagi berdasarkan zona. Untuk konsumsi
energi peralatan listrik yang paling besar
adalah zona RBL2 dan RBL3 yaitu sebesar
17,34 GJ , sedangkan konsumsi energi
paling rendah adalah zona LOBI yaitu
sebesar 2,08 GJ. Konsumsi energi listrik Gambar VII.10. Prosentase
Konsumsi Energi Gedung
untuk keseluruhan bangunan dibagi tiap Perpustakaan Pusat UGM L4 [5]
sistem. Konsumsi energi paling tinggi
adalah sistem tata udara dengan 83,63% dan paling rendah adalah peralatan listrik
dengan 6,64% [8].
Skenario penghematan energi yang dapat dilakukan pada gedung
Perpustakaan Pusat UGM L4 tidak berbeda dengan skenario yang dilakukan pada
gedung L3. Penggantian sistem HVAC dari CAV menjadi VAV masih menjadi
skenario utama dalam hal penghematan energi. Selain HVAC, sistem tata cahaya
juga turut berkontribusi dalam hal penghematan energi dengan penggantian jenis
lampu yang menggunakan luminaire jenis LED.

VII.3. Asrama Kinanthi 1, 2 dan 3

Asrama mahasiswa UGM (UGM Residence) adalah fasilitas hunian yang


disediakan untuk mahasiswa, dosen, peserta pelatihan, tamu fakultas, program
studi, lembaga maupun pusat studi di lingkungan UGM. UGM Residence
mempunyai 5 lokasi yang terletak di lingkungan kampus UGM yaitu Ratnaningsih
Bulaksumur, Ratnaningsih Sagan, Darmaputera Baciro, Darmaputera
Karanggayam dan Ratnaningsih Kinanthi. Pemberian nama Ratnaningsih dan
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
133
Pintar di Kampus Biru
Darmaputera merupakan klasifikasi asrama tersebut di mana Ratnaningsih
mengindikasikan asrama putri dan Darmaputera mengindikasikan asrama putra.
Hal yang unik terjadi pada asrama Ratnaningsih Kinanthi. Asrama Kinanthi
mempunyai tiga gedung terpisah yang dinamakan Kinanthi 1, 2 dan 3. Saat ini,
asrama Kinanthi 2 dan 3 sudah terbangun namun untuk Kinanthi 1 masih dalam
tahap pembangunan. Sebelum tahun 2014, asrama Kinanthi 2 dan 3 digunakan
sebagai asrama putri (Ratnaningsih). Namun pada tahun 2014, asrama Kinanthi 2
dan 3 berubah menjadi asrama putra sehingga namanya pun ikut berubah menjadi
Darmaputera Kinanthi 2 dan 3. Selain itu, pada asrama Kinanthi inilah penelitian
terkait green building pernah dilakukan baik analisis parameter green maupun
sistem tata cahaya dan penggunaan energi terbarukan.

VII.3.1. Analisis dan Evaluasi Parameter Green Building

Analisis dan evaluasi parameter green building pernah dilakukan pada


asrama Kinanthi 1, 2 dan 3 pada saat tahap desain sehingga menggunakan
GREENSHIP NB. Namun, penilaian yang dilakukan pada asrama Kinanthi 1
adalah menggunakan GREENSHIP NB dalam tahap design recognition
sedangkan asrama Kinanthi 2 dan 3 menggunakan GREENSHIP NB dalam tahap
final assessment.
Asrama Kinanthi 1 dibangun di
atas tanah seluas 7.614 m2 dengan luas
total lantai bangunan 13.009 m2 dan
direncanakan memiliki 290 unit kamar.
Dari 290 kamar tersebut, sebanyak 14
kamar berada di lantai dasar yang akan
difungsikan sebagai kamar tamu dan
276 kamar berada di lantai 1 sampai 6 Gambar VII.11. Kondisi Asrama
yang akan ditempati oleh mahasiswa. Kinanthi 1 tahun 2014 [9]
Masing-masing kamar tersebut akan
dihuni oleh 2 orang mahasiswa, sehingga Asrama Kinanthi 1 dapat menampung
sebanyak 552 mahasiswa.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


134
Pintar di Kampus Biru
Tabel VII.4. Penilaian Asrama Kinanthi 1 dengan GREENSHIP NB – DR [9]
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
Part 1 - Appropriate Site Development (ASD)
Adanya vegetasi (softscape) dengan luas
Berdasarkan dokumen DED, desain
minimal 10% dari luas total lahan.
Asrama Kinanthi 1 memiliki luas
Komposisi vegetasi adalah 50% lahan
softscape sebesar 2045 m2 dengan
(1) Basic Green Area P P1 (V) tertutupi luasan pohon ukuran kecil, ukuran
luas total lahan sebesar 7614 m2,
sedang,ukuran besar, perdu setengah
maka persentase softscape terhadap
pohon, perdu, semak dalam ukuran dewasa
luas total lahan adalah 26,86%.
dengan jenis tanaman
Bangunan Kinanthi dapat dibangun
ke arah vertikal sehingga dapat
menghindari pembukaan lahan baru.
Tolok ukur ini diperlukan jika
Memilih daerah pembangunan dengan
bangunan yang dibangun memiliki
ASD 1 (V) ketentuan koefisien lantai bangunan (KLB)
(2) Site Selection 2 nilai KLB>3. Asrama Kinanthi 1
2 >3 ATAU Pembangunan berlokasi di atas
hanya memiliki nilai KLB 1,709
lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai.
sehingga tolok ukur ini terpenuhi.
Lahan Asrama Kinanthi 1 UGM
adalah bekas kantor registrasi yang
tidak terpakai.
Terdapat minimal 7 fasilitas umum dalam Berdasarkan hasil pengamatan di
(3) Community ASD 2 (V) jarak 1500 m. ATAU Membuka akses lapangan, gedung Asrama Kinanthi 1
2
Accessbility 2 pejalan kaki ke minimal 3 fasilitas umum memiliki akses ke 8 jenis fasilitas
sejauh 300 m. pada jarak kurang dari 1500 m.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


135
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
Stasiun transportasi yang terdekat
Adanya stasiun transportasi dalam jarak
dengan Asrama Kinanthi 1 adalah pos
300 m dari gerbang lokasi bangunan.
(4) Public ASD 3 (V) ojek dengan jarak 285 m.
2 ATAU Menyediakan jalur pedestrian di
Transportation 2 Berdasarkan DED, tersapat akses
dalam area gedung menuju stasiun
yang nyaman untuk pejalan kaki di
transportasi yang aman dan nyaman
area gedung.
Terdapat tempat parkir sepeda sebanyak 1
Berdasarkan desain, Asrama Kinanthi
unit per 20 pengguna gedung hingga
1 tidak memiliki parkiran sepeda.
ASD 4 (X) maksimal 100 unit parkir sepeda. ATAU
(5) Bicycle Facility 0 Note : Asrama Kinanthi 1 harus
2 Apabila tolok ukur 1 terpenuhi, terdapat
menyediakan parkiran sepeda
shower sebanyak 1 unit untuk 10 parkir
minimal sebanyak 29 unit.
sepeda.
Adanya vegetasi (softscape) seluas minimal
40% dari luas total lahan.ATAU Setiap Asrama Kinanthi 1 memiliki taman
penambahan 5% area vegetasi dari total atap di lantai 4 seluas 97,5 m2
ASD 5 (X)
(6) Site Landscaping 0 lahan mendapat poin 1 ATAU Penggunaan Persentase total softscape yang
3
tanaman yang dibudidayakan secara lokal dimiliki Asrama Kinanthi 1 adalah
dalam skala provinsi sebesar 60% luas 28,14%.
tajuk dewasa terhadap luas area vegetasi.
Menggunakan material atap gedung dengan Pada area atap, Asrama Kinanthi 1
nilai albedo minimum 0,3 atau menggunakan beton. Nilai Albedo
ASD 6 (V) menggunakan green roof sebesar 50% dari beton adalah 0,40 dan akan berubah
(7) Micro Climate 3
3 luas atap. menjadi 0,30 jika terpapar cuaca
ATAU secara terusmenerus. Pada area
Menggunakan material dengan albedo perkerasan non atap, meterial yang

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


136
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
minimum 0,3 pada area perkerasan non digunakan Asrama Kinanthi 1 adalah
atap. paving. Nilai albedo dari paving
ATAU adalah 0,40.
Area pejalan kaki pada lansekap terdapat
pelindung dari panas matahari atau terpaan
angin kencang.
Pengurangan beban volume air limpasan
hujan ke jaringan drainase kota hingga 50%
yang dihitung dengan menggunakan nilai Volume air limpasan hujan yang jatuh
intensitas curah hujan. di Asrama Kinanthi 1 sebanyak
ATAU 273,32 m3. Volume sumur resapan
(8) Stormwater ASD 7 (V)
3 Menunjukkan upaya penangan 13,2 m3. Dan desain sumur resapan
Management 3
pengurangan beban banjir lingkungan dari Asrama Kinanthi 1 yaitu sebanyak 21
luar lokasi bangunan. titik, maka tolok ukur ASD 7
ATAU terpenuhi.
Menggunakan teknologi yang dapat
mengurangi debit limpasan air hujan.
Part 2 - Energy Efficiency and Conservation
Memasang kWh meter untuk mengukur Tidak adanya data atau informasi
(1) Electrical Sub setiap kelompok beban yang meliputi mengenai pemasangan kWh meter
P P1 (X)
Metering sistem tata udara, tata cahaya dan kotak pada setiap kelompok-kelompok
kontak, dan beban lainnya. beban seperti yang disyaratkan GBCI.
Menghitung OTTV berdasarkan SNI 03- Nilai OTTV Asrama Kinanthi 1
(2) OTTV Calculation P P2 (V)
6389-2011. adalah sebesar 26,41 watt/m2.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


137
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
nilai OTTV Asrama Mahasiswa
Kinanthi 1 adalah 26,41 watt/m2.
Nilai OTTV sesuai SNI SNI 03-6389-
Dengan demikian, nilai OTTV
2011.
Asrama Mahasiswa Kinanthi 1 telah
ATAU
memenuhi standar SNI 03-6389-2011
Menggunakan lampu dengan daya
dan memperoleh penurunan nilai
pencahayaan lebih hemat sebesar 15% dari
OTTV sebesar 24,54%. Dapat
SNI 03-6197-2011.
disimpulkan Asrama Kinanthi 1
ATAU
mendapatkan poin maksimum pada
(3) Energy Efficiency EEC 1 (V) Penempatan tombol lampu dalam jarak
7 tolok ukur ini.
Measures 20 capaian tangan saat membuka pintu
Daya pencahayaan seluruh gedung
ATAU
Asrama Kinanthi 1 sebesar 4,5833
Lift menggunakan fitur hemat energi
watt/m2.
(traffic management system/ regenerative
Tombol lampu kamar berada
drive system).
disamping pintu masuk.
ATAU
Tidak ada informasi mengenai lift
Menggunakan AC dengan COP 10% lebih
yang akan digunakan.
besar dari SNI 03-6390-2011.
Nilai COP AC pada Asrama Kinanthi
1 tidak dapat diketahui.
luas lantai yang mendapatkan tingkat
pencahayaan di atas 300 lux sebesar
Minimum 30% dari luas lantai
EEC 2 (V) 7,85 m2, sedangkan luas kamar adalah
(4) Natural Lighting 2 mendapatkan cahaya 300 lux dari
4 19,8m2.Dari hasil tersebut, dapat
pencahayaan alami.
disimpulkan Asrama Kinanthi 1 telah
memenuhi pemeringkatan EEC 2

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


138
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
dengan luas lantai yang mendapatkan
cahaya alami sebesar 300 lux sebesar
39,6 % dari luas kamar.
Asraman Kinanthi tidak memasang
AC pada ruang WC, tangga, koridor,
EEC 3 (V) Tidak memasang AC di ruang WC, tangga,
(5) Ventilation 1 dan lobi, serta melengkapi ruangan
1 dan koridor.
tersebut dengan ventilasi alami
maupun mekanik.
Standar konsumsi energi gedung
baseline pada Asrama Kinanthi 1
adalah 4.553 MWh/tahun. Kebutuhan
energi designed Asrama Kinanthi 1
adalah sebesar 2319 MWh/tahun.
Selisih kebutuhan energi antara
Menghitung pengurangan emisi CO2 yang
gedung designed dan gedung baseline
(6) Climate Change EEC 4 (V) didapatkan dari selisih kebutuhan energi
1 pada Asrama Kinanthi 1 adalah
Impact 1 antara gedung designed dan
sebesar 2234 MWh/tahun. Jika faktor
baseline.
konversi emisi CO2 yang digunakan
adalah tahun 2012 pada Tabel 3.21
yaitu 0,814 tCO2e/MWh, maka
Asrama Kinanthi melakukan
pengurangan emisi CO2 sebesar 1818
tCO2e per tahunnya.
(7) On Site Renewable EEC 5 (V) Nilai energi yang dihasilkan panel
4 Menggunakan energi terbarukan.
Energy (Bonus) 5 surya Asrama Kinanthi 1 sebesar 130

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


139
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
kWh/hari atau 46,8 MWh/tahun dan
dapat memenuhi kebutuhan energi
gedung sebesar 2%.
Part 3 - Water Conservation
Memasang meteran air pada keluaran air
Diperlukan meteran air di keluaran
bersih, keluaran sistem daur ulang, dan
(1) Water Metering P WAC P1 (X) tangki penampungan yang memiliki
tambahan keluaran air bersih apabila sistem
kapasitas masing-masing 3.000 L.
daur ulang tidak mencukupi.
worksheet yang diberikan GBCI
adalah worksheet untuk bangunan
kantor sehingga hasilnya tidak sesuai
jika digunakan pada bangunan
WAC P2 (V) asrama. Hasil prediksi penggunaan air
(2) Water Calculation 0 Mengisi worksheet air standar GBCI.
sebesar 29,52 liter/orang.hari,
sedangkan menurut SNI standar
penggunaan air untuk bangunan
berupa asrama adalah 120
liter/penghuni.hari [10].
Konsumsi air bersih asrama Kinanthi
Konsumsi air bersih dengan jumlah
tidak melebihi 80% dari sumber
tertinggi 80% dari sumber primer dengan
primer.
(3) Water Use WAC 1 (V) kebutuhan per orang sesuai SNI 03-7065-
7 Jika sistem daur ulang air
Reduction 8 2005. (Setiap pengurangan konsumsi 5%
diasumsikan mampu memenuhi
mendapatkan 1 poin dengan maksimum 7
seluruh kebutuhan air untuk
poin).
menyiram tanaman dan persentase

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


140
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
WC yang disiram dengan air daur
ulang diasumsikan 95%, maka dari
hasil pengisian worksheet tersebut ,
diperoleh nilai penghematan
konsumsi air dari sumber primer
sebesar 53,25%.
Menggunakan fitur air yang sesuai dengan Desain Asrama Kinanthi 1 belum
WAC 2 (X)
(4) Water Fixtures 0 kapasitas buangan di bawah standar memaparkan fitur air yang akan
3
maksimum kemampuan alat keluaran air. digunakan.
Desain Asrama Kinanthi 1 telah
memiliki 2 buah sistem daur ulang
WAC 3 (V) Menggunakan air daur ulang untuk sistem (sewage treatment plant/STP) yang
(5) Water Recycling 3
3 flushing. masing-masing berkapasitas 40
m3/hari (kapasitas total 80.000
liter/hari).
Asrama Kinanthi menggunakan salah
satu dari 3 sumber air alternatif yaitu
kondesnsasi AC, air bekas wudhu,
(6) Alternative Water WAC 4 (V) Menggunakan lebih dari satu sumber air
2 atau air hujan. Asrama Kinanthi 1
Resource 2 alternatif.
memiliki sistem daur ulang air untuk
keperluan flushing dan penyiraman
tanaman.
(7) Rainwater WAC 5 (X) Menyediakan instalasi penampungan air Kinanthi 1 tidak memiliki sistem
0
Harvesting 3 hujan. rainwater harvesting.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


141
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
Seluruh air yang digunakan untuk irigasi
Asrama Kinanthi menggunakan salah
gedung tidak berasal dari sumber air tanah
satu dari 3 sumber air alternatif yaitu
dan/atau PDAM.
kondesnsasi AC, air bekas wudhu,
(8) Water Efficiency WAC 6 (X) ATAU
1 atau air hujan. Asrama Kinanthi 1
Landscaping 2 Menerapkan teknologi yang inovatif untuk
memiliki sistem daur ulang air untuk
irigasi yang dapat mengontrol kebutuhan
keperluan flushing dan penyiraman
air untuk lansekap yang tepat, sesuai
tanaman.
dengan kebutuhan tanaman.
Part 4 - Material Resources and Cycles
Penggunaan refrigeran non-CFC dan Bahan Asrama Kinanthi menggunakan
(1) Fundamental
P P1 (V) Pembersih yang memiliki nilai Ozone refrigeran R-410A dengan nilai ODP
Refrigerant
Depleting Potential kecil atau < 1. = 0.
Gedung Asrama Kinanthi
Penggunaan seluruh sistem pendingin
MRC 3(V) menggunakan tipe sistem AC central
(2) Non ODS Usage 2 ruangan dengan refrigeran yang memiliki
2 dengan bahan refrigeran R-410A
ODP = 0 (non-CFC dan non-HCFC).
dimana nilai ODP = 0.
Part 5 - Indoor Health and Comfort
Desain ruangan yang menunjukkan potensi Luas lantai kamar Asrama Kinanthi 1
(1) Outdoor Air
P P (V) introduksi udara luar minimal sesuai adalah 19,8 m2, sehingga luas
Introduction
dengan standar ASHRAE 62.1-2007. ventilasi alami yaitu sebesar 1,3 m2.
Ruangan dengan kepadatan tinggi, yaitu
Desain Asrama Kinanthi 1 tidak
IHC 1 (X) <2.3 m2 per orang dilengkapi dengan
(2) CO2 Monitoring 0 menunjukkan adanya pemasangan
1 sensor CO2 yang memiliki mekanisme
sensor CO2 seperti yang disyaratkan.
untuk mengatur ventilasi udara sehingga

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


142
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
konsentrasi CO2 dalam ruangan <1000
ppm.
Berdasarkan peraturan yang berlaku
di seluruh asrama milik UGM,
Memasang tanda dilarang merokok dan
(3) Environmental penghuni asrama tidak diperkenankan
IHC 2 (V) tidak menyediakan area khusus merokok di
Tobacco Smoke 2 mengedarkan atau memperjual
2 dalam gedung. Apabila tersedia area
Control belikan atau merokok di dalam kamar
merokok, minimal 5 m dari pintu masuk.
dan di lingkungan kamar Asrama
UGM.
75% net lettable area (NLA) menghadap
Luas area yang menghadap langsung
IHC 4 (X) langsung ke pemandangan luar yang
(4) Outsite View 0 ke pemandangan adalah 6,8 m2 atau
2 dibatasi bukaan transparan apabila ditarik
34% dari luas total lantai.
garis lurus.
Pada desain Asrama Kinanthi 1 tidak
IHC 6 (X) Menetapkan kondisi termal ruangan pada
(5) Thermal Comfort 0 ada perencanaan untuk pengaturan
1 suhu 25oC dan kelembaban relatif 60%.
suhu dan kelembaban ruangan.
Part 6 - Building Environment Management
Adanya instalasi atau fasilitas untuk Tidak ada informasi yang
(1) Basic Waste
P P1 (X) memilah sampah berdasarkan jenis organik, menunjukkan adanya instalasi untuk
Management
anorganik, dan B3. memilah sampah.
Asrama Kinanthi 1 tidak dapat
(2) GP as a Member of BEM 1 (X) Greenship Professional (GP) sebagai
0 memenuhi tolok ukur ini dikarenakan
The Project Team 1 pemandu proyek.
tidak melibatkan GP.
(3) Advanced Waste 2 BEM 3 (V) Mengolah limbah organik/anorganik baik Berdasarkan penilitian Analisis dan

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


143
Pintar di Kampus Biru
Kriteria Perolehan Keterangan dan
Tolok Ukur Hasil Identifikasi
Greenship EB Poin Poin Maksimal
Management 2 secara mandiri maupun bekerjasama Evaluasi Green Building Pada
dengan pihak ketiga. Perpustakaan Pusat UGM Sayap
Selatan (L1) [3], kampus UGM telah
memiliki prosedur untuk pengolahan
sampah
Melakukan prosedur testingcommisioning
sesuai dengan petunjuk GBCI dan
memastikan seluruh measuring adjusting Asrama Kinanthi masih dalam tahap
(4) Proper BEM 4 (X)
0 instrument telah terpasang pada saat desain sehingga belum memenuhi
Commisioning 3
konstruksi dan memperhatikan kesesuaian tolok ukur ini.
antara desain dan spesifikasi teknis terkait
komponen proper commisioning.
Total Poin 16

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


144
Pintar di Kampus Biru
Detail penilaian ditunjukkan pada Tabel VII.4. Pemeringkatan prasyarat
yang terpenuhi ditandai dengan tanda centang (V) dan pemeringkatan prasyarat
yang tidak terpenuhi ditandai dengan tanda silang (X) [9]. Total perolehan poin
yang didapat oleh asrama Kinanthi 1 adalah 16 poin. Dengan jumlah poin
tersebut, peringkat green building masih berada di bawah bronze atau asrama
Kinanthi 1 belum dapat dikategorikan sebagai green building. Perolehan poin
yang sangat kecil dikarenakan asrama Kinanthi 1 tidak memenuhi semua
pemeringkatan prasyarat. Pemeringkatan prasyarat yang belum tercapai adalah
electrical sub metering, water metering, dan basic waste management. Apabila
semua pemeringkatan prasyarat dapat dipenuhi, maka poin yang didapatkan
adalah 46 poin. Dengan poin sebanyak 46, peringkat green building pada tahap
design recognition asrama Kinanthi 1 adalah gold [9].
Rekomendasi dalam rangka peningkatan poin untuk asrama Kinanthi 1
ditunjukkan pada Tabel VII.5. Rekomendasi yang diberikan mengacu pada
pertimbangan standar GREENSHIP NB dan faktor kemudahan dalam penerapan.

Tabel VII.5. Rekomendasi Peningkatan Level Green pada Asrama Kinanthi 1 [9]
Target
No Poin Rekomendasi
Bronze Silver Gold Platinum
Pemasangan kWh meter
pada sistem tata udara, tata
1 P    
cahaya dan kotak kontak;
serta sistem beban lainnya.
Menyediakan fasilitas
pemilah sampah organik,
2 P anorganik, dan B3   
(memasang tong sampah
terpilah).
Pemasangan meteran air
3 P pada keluaran air bersih dan  
keluaran air daur ulang.
Menyediakan tempat parkir
4 2  
sepeda minimum 29 unit.
AC yang dipakai memiliki
5 2 
nilai COP minimum 2,97
Menggunakan fitur air
dengan kapasitas buangan
6 3 di bawah standar 
maksimum kemampuan alat
keluaran air yang ditetapkan
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
145
Pintar di Kampus Biru
Target
No Poin Rekomendasi
Bronze Silver Gold Platinum
GBCI sejumlah minimal 75%
dari total produk
(menggunakan fitur air
produk American Standard
seperti Kinanthi 2 dan 3).
Menyediakan instalasi
tangki penampungan air 
7 3
hujan dengan kapasitas 75,6
m3 .

Berbeda dengan asrama


Kinanthi 1, asrama Kinanthi 2 dan
3 sudah terbangun dan sudah
beroperasi. Asrama Kinanthi 2 dan
3 memiliki 200 unit kamar yang
masing-masing kamar dihuni oleh
2 mahasiswa. Asrama ini terletak
di Gang Kinanthi, Barek, Sinduadi,

Gambar VII.12. Asrama Kinanthi 2 dan 3 Mlati, Sleman. Karena sudah


[11] terbangun, proses penilaian
parameter green untuk asrama
Kinanthi 2 dan 3 dilakukan dengan GREENSHIP NB namun pada tahap final
assessment.
Capaian tolok ukur asrama Kinanthi 2 dan 3 sudah cukup baik, yaitu
mendekati level silver pada GREENSHIP. Akan tetapi, terdapat beberapa kriteria
prasyarat yang tidak terpenuhi, sehingga mengakibatkan poin pada kategori
tersebut tidak dapat dihitung. Kriteria prasyarat yang belum tercapai di antaranya
adalah EEC P1, WAC P1, dan BEM P. Ketiga kategori tersebut merupakan
penyumbang poin maksimum terbanyak, yaitu 26 poin maksimum untuk EEC dan
21 poin maksimum untuk WAC serta 13 poin maksimum untuk BEM.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


146
Pintar di Kampus Biru
Tabel VII.6. Rincian Perolehan Poin Tolok Ukur GREENSHIP Asrama Kinanthi 2 dan 3 [11]
Poin Perolehan
Kategori Parameter Hasil Identifikasi Keterangan
Maksimum Poin
Syarat pertama adalah adanya area softscape sebesar 10% dari luas bangun
total lahan. Syarat kedua adalah 50% total lahan tertutupi oleh softsca an,
softscape dapat terpenuhi. Misalnya di sekitar paving ditanam pohon pe, 21.93%
46.25%
ASD P P dengan diameter tajuk lebar, seperti pohon mangga yang luas tajuknya
dapat mencapai 12 m. paving,
31.82%
LUAS TOTAL LAHAN = 11311,04 M2
Nilai KLB dari Asrama Kinanthi 2 dan 3 adalah 1,1 sehingga tidak
membutuhkan pembangunan di daerah dengan ketentuan KLB lebih
besar dari 3. Oleh karena itu, kriteria pada tolok ukur pertama
dianggap terpenuhi.
ASD 1 2
Berdasarkan informasi lisan dari Direktorat Renbang UGM diketahui
bahwa lahan tempat pembangunan gedung Kinanthi 2 dan 3
ASD 17 merupakan bekas kampus PPKP yang lama tidak terpakai. Dengan
demikian, tolok ukur kedua pada parameter ASD 1 terpenuhi.
- Tolok ukur pertama adalah terdapat minimal 7 jenis fasilitas umum
dalam jarak pencapaian jalan utama sejauh 1.500 m sebagai berikut :
1. Halte Trans Jogja
2. Fotokopi
3. Kantor pos
4. Apotek
ASD 2 2
5. Pos ojek
6. Kantor polisi
7. Kantin/rumah makan
8. Masjid
9. Toko kelontong
- Untuk tolok ukur kedua adanya akses pejalan kaki ke minimal 3

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


147
Pintar di Kampus Biru
Poin Perolehan
Kategori Parameter Hasil Identifikasi Keterangan
Maksimum Poin
fasilitas umum sejauh 300 m sehingga Asrama Kinanthi 2 dan 3
mendapatkan poin 1.
- Tolok ukur yang pertama adalah terdapat halte atau stasiun
transportasi umum dalam jangkauan 300 m dari gerbang lokasi
bangunan. Parameter ini dapat dipenuhi dengan adanya pos ojek
umum yang terletak di sekitar Jalan Kaliurang. Jarak pos ojek dari
Asrama adalah sekitar 278 m.
ASD 3 2
- Tolok ukur kedua dari parameter transportasi umum adalah
menyediakan fasilitas jalur pedestrian di dalam area gedung yang
aman dan nyaman untuk menuju ke stasiun transportasi umum
terdekat. Tercapainya tolok ukur ini dapat dilihat pada keterangan
Gambar pada kolom keterangan.
- Asrama Kinanthi 2 dan 3 belum menyediakan tempat parkir sepeda
untuk pengguna gedung. Penghuni gedung Asrama Kinanthi 2 dan 3
adalah sebanyak 400 orang, maka untuk memenuhi tolok ukur ini,
harus disediakan tempat parkir minimum 20 tempat parkir sepeda.
ASD 4 0
- Tolok ukur kedua adalah menyediakan shower sebanyak satu unit
untuk setiap 10 parkir sepeda. Pada setiap kamar hunian di Asrama
Kinanthi 2 dan 3 memiliki makar mandi yang terdapat shower di
dalamnya, sehingga tolok ukur ini terpenuhi.
- Tolok ukur pertama luas total vegetasi yang terbebas dari bangunan
taman adalah sebesar 46% dari luas total lahan, sehingga pada
parameter ini Asrama Mahasiswa Kinanthi 2 dan 3 mendapat poin 2.
ASD 5 2 - Tolok ukur kedua adalah penggunaan tanaman yang dibudidayakan
secara lokal dalam skala provinsi. untuk memenuhi tolok ukur ini,
tanaman yang ditanam di area Kinanthi 2 dan 3 haruslah berasal dari
Daerah Istimewa Yogyakarta.
ASD 6 2 - Tolok ukur pertama adalah menggunakan material dengan nilai

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


148
Pintar di Kampus Biru
Poin Perolehan
Kategori Parameter Hasil Identifikasi Keterangan
Maksimum Poin
albedo minimum 0,3 pada area atap gedung. Berdasarkan data dari
dokumen DED gedung Kinanthi 2 dan 3, atap gedung menggunakan
genteng metal berpasir dengan lapisan cat berwarna merah. Nilai
albedo untuk genteng metal yang tidak dilapisi oleh cat sebesar 0,67
sedangkan nilai albedo untuk warna merah adalah sebesar 0,38[12].
Kedua nilai tersebut dapat dirata-ratakan sehingga nilai albedo untuk
atap adalah sebesar 0,52.
- Tolok ukur kedua adalah menggunakan material dengan nilai albedo
minimum 0,3 untuk area non atap. Nilai albedo untuk area non atap
adalah sebesar 0,31 sehingga tolok ukur kedua terpenuhi.
- Asrama Kinanthi 2 dan 3 terdapat 4 sumur resapan sehingga total
volume air yang meresap adalah sebesar 375,67 m 3. Hal ini
menerangkan bahwa kapasitas sumur resapan yang ada di Asrama
Kinanthi 2 dan 3 mampu menampung seluruh limpasan air hujan,
sehingga tolok ukur pertama terpenuhi.
ASD 7 3
- Asrama Kinanthi 2 dan 3 menyediakan sumur resapan yang
memungkinkan air limpasan dari luar lokasi bangunan untuk
ditampung pada sumur resapan milik asrama maksimum sebesar 110
m3. Dengan demikian, tolok ukur kedua pada parameter ASD 7
terpenuhi.
Total ASD 13
Pada gedung Asrama Kinanthi 2 dan 3 tidak memasang kWh meter
seperti yang disyaratkan oleh Greenship New Building, melainkan
EEC 26 EEC P1 -
menggunakan sistem pemantauan terpusat sehingga parameter EEC P1
tidak terpenuhi.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


149
Pintar di Kampus Biru
Poin Perolehan
Kategori Parameter Hasil Identifikasi Keterangan
Maksimum Poin
Nilai OTTV pada masing-masing orientasi sudah memenuhi SNI tidak
melebihi 35 W/m2.

EEC P2 P

- Tolok ukur pertama adalah nilai OTTV sesuai dengan SNI 03-6389-
2011 adalah 35 W/m2. Berdasarkan perhitungan pada parameter EEC
P2, nilai OTTV gedung Kinanthi 2 adalah sebesar 23,49 W/m2 dan
nilai OTTV untuk Kinanthi 3 adalah sebesar 24,49 W/m2, sehingga
nilai OTTV total kedua gedung adalah sebesar 24 W/m 2. Penurunan
yang diperoleh dari selisih nilai OTTV standar dan gedung Kinanthi
2 dan 3 adalah sebesar 31,4% yang artinya pada tolok ukur ini
gedung Kinanthi 2 dan 3 mendapatkan poin penuh yaitu 5 poin.
- Tolok ukur kedua adalah mengenai pencahayaan buatan. Setiap
kamar pada Asrama Mahasiswa Kinanthi 2 dan 3 menggunakan
lampu merk Philips jenis LED dengan daya 5 Watt. Daya total
EEC 1 10
lampu yang digunakan di dalam hunian adalah 15 Watt sedangkan
luas hunian asrama Kinanthi 2 dan 3 adalah 20,25 m2, sehingga daya
pencahayaan unit hunian Asrama Kinanthi 2 dan 3 adalah 0,75
W/m2. Hasil ini menunjukan bahwa daya pencahayaan unit hunian
Asrama Kinanthi 2 dan 3 melakukan penghematan sebesar 95,7%
dari standar.
- Tolok ukur ketiga adalah mengenai transportasi vertikal. Pada
Greenship disyaratkan untuk menggunakan fitur penghematan energi
pada lift. Asrama Mahasiswa Kinanthi 2 dan 3 tidak menggunakan
lift, namun mendapatkan poin 1 dikarenakan jika dilihat kembali
tujuan dari parameter EEC 1 adalah untuk melakukan langkah

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


150
Pintar di Kampus Biru
Poin Perolehan
Kategori Parameter Hasil Identifikasi Keterangan
Maksimum Poin
penghematan energi, maka tidak menggunakan lift menjadi lebih
hemat energi jika dibandingkan dengan menggunakan lift hemat
energi sekalipun.
- Tolok ukur keempat pada parameter EEC1 adalah menggunakan
peralatan AC dengan COP (Coefficien of Performance) lebih dari
10%. Pada Asrama Kinanthi 2 dan 3 tidak menggunakan AC sebagai
pengkondisi udara pada seluruh area gedung sehingga tolok ukur ini
terpenuhi.
Penggunaan cahaya alami Asrama Kinanthi sebesar 31% luas lantai
yang digunakan untuk bekerja mendapatkan intensitas cahaya alami
minimal 300 lux.

EEC 2 2

Asrama Kinanthi 2 dan 3 tidak menggunakan pengkondisi udara pada Koridor Asrama Kinanthi 2 dan 3
daerah tangga, ruang WC, dan koridor.

EEC 3 1

Kebutuhan energi gedung designed didefinisikan sebagai nilai IKE


standar, yaitu 350 kWh/m2.tahun, atau untuk Asrama Kinanthi 2 dan 3
EEC 4 1
adalah 4032 MWh/tahun. Hasil asumsi dan perhitungan menyatakan
bahwa nilai IKE gedung Asrama Kinanthi 2 dan 3 adalah 37,42

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


151
Pintar di Kampus Biru
Poin Perolehan
Kategori Parameter Hasil Identifikasi Keterangan
Maksimum Poin
kWh/m2/tahun, atau pemakaian listrik total Asrama Kinanthi 2 dan 3
dalam 1 tahun adalah 328 MWh/tahun. Selisih pemakaian antara
gedung baseline dan gedung designed adalah 3704 MWh/tahun.
Dengan faktor emisi (grid emision factor) sistem pembangkitan Jawa-
Bali, yaitu 0,779 ton CO2/MWh, maka selisih pengurangan emisi CO2
gedung Kinanthi 2 dan 3 ke lingkungan selama satu tahun, yaitu
sebanyak 2881 ton emisi CO2.
Saat dialakukan analisis dan evaluasi terhadap gedung Asrama
EEC 5 0 Kinanthi 2 dan 3, sumber listrik yang digunakan 100% berasal dari
PLN.
Total EEC 14
Asrama Mahasiswa Kinanthi 2 dan 3 saat ini hanya menggunakan satu Tempat pemasangan meteran air
sumber air untuk memenuhi kebutuhan air penghuni gedung, yaitu air
yang bersumber dari PDAM. Oleh karena itu, pemasangan meteran air
ini hanya diletakkan pada keluaran air dari sumber PDAM. Untuk
mendapatkan poin pada parameter ini, diperlukan pemasangan meteran
WAC P1 - air (volume meter) pada tempat-tempat berikut :
1. 1 volume meter dipasang pada sistem keluaran air bersih
2. 1 volume meter dipasang pada keluaran sistem daur ulang
air
WAC 21
3. 1 volume meter dipasang untuk mengukur tambahan air
bersih apabila sistem daur ulang tidak mencukupi.
Worksheet yang disediakan oleh GBCI adalah worksheet penggunaan
air untuk perkantoran sehingga hasilnya tidak dapat langsung
WAC P2 P
digunakan, namun harus disesuaikan dengan penggunaan air pada
gedung yang fungsinya untuk asrama.
Asrama Kinanthi 2 dan 3 berasal dari PDAM dan tidak menggunakan
WAC 1 3 sumber air alternatif apapun, sehingga tidak terdapat penghematan
penggunaan air. Akan tetapi, menurut worksheet dari GBCI, dengan

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


152
Pintar di Kampus Biru
Poin Perolehan
Kategori Parameter Hasil Identifikasi Keterangan
Maksimum Poin
mengisi penggunaan fitur air sesuai standar, maka gedung telah
melakukan penghematan air sebesar 30%. Oleh karena itu, parameter
penghematan air mendapat poin 3.
Bangunan yang menggunakan produk American Standar mendapatkan
poin lebih pada sistem pemeringkatan LEED [13]. Sehingga
WAC 2 3
penggunaan fitur air merk American Standard dianggap telah
memenuhi standar GBCI.
Asrama Kinanthi 2 dan 3 saat ini belum menggunakan kembali Renvana Instalasi Pipa grey water
(mengolah) air bekas pakai untuk melakukan kebutuhan flushing, akan
tetapi masih menggunakan sumber air primer yaitu dari PDAM.
Penggunaan kembali air bekas pakai pada Asrama Kinanthi 2 dan 3
WAC 3 0 masih dalam tahap perencanaan

Belum ada fasilitas pengolahan air bekas pakai pada Asrama


Mahasiswa Kinanthi 2 dan 3. Pada saat instalasi pengolahan air limbah
telah dilakukan, maka air bekas yang akan diolah kembali dari ketiga
WAC 4 0
rekomendasi GBCI hanya air bekas wudhu. hal ini disebabkan pada
Asrama Kinanthi 2 dan 3 tidak menggunakan AC dan air hujan yang
turun langsung disalurkan ke sumur resapan.
Asrama Kinanthi 2 dan 3 tidak memiliki tanki penampungan air hujan
WAC 5 0
sehingga tidak dapat mencapai tolok ukur ini.
Asrama Kinanthi 2 dan 3 belum mempunyai sistem daur ulang air
WAC 6 0 bekas pakai. Saat ini kegiatan irigasi masih direncanakan
menggunakan air dari sumber PDAM.
Total WAC 6

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


153
Pintar di Kampus Biru
Poin Perolehan
Kategori Parameter Hasil Identifikasi Keterangan
Maksimum Poin
Asrama Mahasiswa Kinanthi 2 dan 3 tidak menggunakan sistem
pengkondisi udara sehingga tidak ada refrigeran yang mengandung
CFC. Pemadam kebakaran yang digunakan juga bukan jenis pemadam
MRC P P yang berbentuk tabung dengan gas pendorong, akan tetapi sistem
pemadam kebakaran yang digunakan menggunakan air.

Gedung Asrama Kinanthi 2 dan 3 menggunakan hampir seluruh


MRC 1 0 material baru untuk pembangunan gedung, sehingga parameter ini
tidak terpenuhi.
- Tolok ukur pertama tidak terpenuhi karena tidak ada rincian biaya
belanja material gedung.
- Tolok ukur kedua adalah menggunakan material daur ulang sebesar
MRC 2 0 5% dari total biaya material. Tidak ada data yang tersedia sehingga
MRC 14 tolok ukur ini tidak dapat dinilai.
- Tolok ukur ketiga tidak terpebuhi karena tidak mendapatkan akses
untuk melihat rincian anggaran biaya Asrama Kinanthi 2 dan 3.
Gedung Asrama Kinanthi 2 dan 3 tidak menggunakan sistem
MRC 3 2 pendingin gedung, sehinggan tidak ada bahan perusak ozon yang
digunakan.
Gedung Asrama Kinanthi 2 dan 3 tidak menggunakan kayu sebagai
bagian dari gedung Asrama, bahkan kusen yang digunakan juga
berbahan dasar aluminium, sehingga meskipun secara tersurat tolok
MRC 4 0
ukur ini tidak terpenuhi, namun tujuan dari parameter ini untuk ikut
menjaga kelestarian hutan terpenuhi oleh gedung Asrama Kinanthi 2
dan 3.
Material prafabrikasi yang digunakan pada gedung Asrama Kinanthi 2
MRC 5 0 dan 3 adalah material konstruksi pada bagian atap. tolok ukur ini tidak
dapat dinilai karena tidak tersedianya data.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


154
Pintar di Kampus Biru
Poin Perolehan
Kategori Parameter Hasil Identifikasi Keterangan
Maksimum Poin
Parameter ini tidak dapat dinilai karena sekali lagi tidak tersedianya
MRC 6 0
rincian biaya pembelanjaan material gedung Asrama Kinanthi 2 dan 3.
Total MRC 2
Luas total lantai pada unit hunian Asrama Kinanthi 2 dan 3 adalah
sebesar 20,25 m2, sehingga luas ventilasi minimal yang harus tersedia
sebesar 0,81 m2. Bukaan yang dapat dihitung sebagai ventilasi meliputi
IHC P P pintu depan, pintu ruang jemur, dan jendela. Luas total ventilasi
tersebut adalah 5,94 m2, sehingga memenuhi kriteria tolok ukur IHC P.

Ruangan yang diprediksi memiliki tingkat kepadatan tinggi adalah


ruangan Hall, Ruangan serbaguna, dan kantin. Akan tetapi, saat ini
IHC 1 0
belum ada terpasang sensor CO2 untuk memonitor dan mengatur
kadar CO2 pada ruangan tersebut.
Belum ada tulisan yang berbunyi larangan merokok di seluruh area
IHC 10 IHC 2 0
gedung.
- Cat yang digunakan untuk interior hunian adalah cat Vinilex 5000.
Cat ini mendapat sertifikat green Label dari Singapura dan telah
diberi label eco green [14]. Tolok ukur pertama dapat terpenuhi.
- Tidak ada informasi mengenai kadar formaldehida dari jenis kayu
IHC 3 2 yang digunakan dan label/sertifikasi yang disetujui oleh GBCI pada
produk tersebut, sehingga tolok ukur kedua tidak terpenuhi.
- Unit hunian Asrama Kinanthi 2 dan 3 menggunakan lampu Philips
LED dengan daya 4 watt. Lampu ini tidak menggunakan merkuri
sehingga tolok ukur ketiga terpenuhi.
Luas lantai yang menghadap langsung ke pemandangan luar adalah
IHC 4 0 8,64 m2 atau setara dengan 43% (minimal 75%) dari luas lantai hunian.
Hal ini menunjukkan bahwa tolok ukur ini tidak dapat terpenuhi.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


155
Pintar di Kampus Biru
Poin Perolehan
Kategori Parameter Hasil Identifikasi Keterangan
Maksimum Poin
Iluminansi rata-rata ruang hunian masih jauh dari standar yang
ditetapkan SNI, yaitu 120-150 lux. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pergantian lampu dengan luminansi yang lebih besar.

IHC 5 0

Ruangan Asrama Kinanthi 2 dan 3 tidak menggunakan pengkondisian


IHC 6 0
udara sehingga parameter ini tidak terpenuhi.
Setelah dilakukan pengukuran pada unit hunian Asrama Kinanthi 2,
maka tingkat kebisingan di dalam hunian adalah sebesar 67,8 dB.
Standar yang ditetapkan oleh SNI maksimum 55 dB, sehingga ruangan
hunian Kinanthi 2 tidak dapat memenuhi standar tersebut.
IHC 7 0

Total IHC 2
Pada asrama Kinanthi 2 dan 3 terdapat shaft sampah yang terletak di
bagian tepi gedung. Akan tetapi, tidak ada fasilitas pemisahan jenis
BEM 13 BEM P -
sampah seperti yang dimaksud oleh tolok ukur prasyarat pada sistem
pemeringkatan Greenship.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


156
Pintar di Kampus Biru
Poin Perolehan
Kategori Parameter Hasil Identifikasi Keterangan
Maksimum Poin
Proyek pembangunan Asrama Kinanthi 2 dan 3 tidak melibatkan GP
BEM 1 0
sebagai pemandu proyek sehingga tidak memenuhi kriteria ini.
- Menurut keterangan dari salah satu pengawas proyek Kinanthi 2 dan
3, limbah padat berupa kayu dan dan potongan besi di jual kepada
pihak ketiga untuk dimanfaatkan kembali, sedangkan limbah padat
yang berupa sampah, dibuang/diberikan kepada petugas pengangkut
BEM 2 2
sampah kota.
- Berdasarkan keterangan dari pihak Wika Realty, tidak ada limbah
cair yang dibuang hingga saluran drainase kota. Sehingga memenuhi
kriteria.
- Satu-satunya limbah organik yang dihasilkan oleh proses konstruksi
gedung Kinanthi 2 dan 3 adalah potongan kayu. Limbah kayu
tersebut tidak diolah kembali, melainkan dijual kepada pihak ketiga,
sehingga tidak menimbulkan dampak buruk ke lingkungan sekitar.
BEM 3 2
Sehingga kriteria pertama terpenuhi.
- Limbah potongan besi dan kardus dijual kepada pihak ketiga untuk
dimanfaatkan kembali sehingga menambah nilai manfaat, sedangkan
limbah plastik dibuang ke TPA. Sehingga memenuhi kriteria kedua.
- Pihak Wika Realty selaku pelaksana pembangunan telah melakukan
prosedur testing-commissioning, namun bukan menggunakan
petunjuk GBCI. Selain itu, prosedur GBCI yang dimaksud dalam
sistem pemeringkatan juga tidak disebutkan secara jelas langkah-
BEM 4 0
langkah prosedur testing-commissioning yang benar menurut GBCI.
- Kegiatan commissioning selalu dilakukan oleh pelaksana
pembangunan sebelum dilakukan kegiatan serah-terima, sehingga
tolok ukur kedua terpenuhi.
- Tolok ukur pertama belum terpenuhi karena belum ada penyerahan
BEM 5 0
data implementasi green building.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


157
Pintar di Kampus Biru
Poin Perolehan
Kategori Parameter Hasil Identifikasi Keterangan
Maksimum Poin
- Tolok ukur kedua juga belum terpenuhi oleh gedung Kinanthi 2 dan
3 karena belum ada surat pernyataan dari pemilik gedung.
Tolok ukur ini tidak terpenuhi karena tidak adanya surat perjanjian
BEM 6 0
mengenai pelaksanaan pelatihan oleh manajemen gedung.
Tolok ukur ini belum terpenuhi karena sertifikasi belum dilakukan dan
BEM 7 0 pemilik gedung belum memberikan pernyataan untuk mengadakan
survei kenyamanan.
Total BEM 4
Jumlah (Jika prasyarat dianggap
41 Berhasil meraih peringkat bronze (min 35 poin)
ada)
Jumlah (sesuai keadaan) 17

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


158
Pintar di Kampus Biru
Beberapa rekomendasi terkait hasil identifikasi parameter dan analisis
tolok ukur GREENSHIP NB untuk asrama Kinanthi 2 dan 3 dalam rangka
peningkatan poin ditunjukkan pada Tabel VII. 7. Rekomendasi diberikan dengan
mempertimbangkan standar GREENSHIP NB, kemudahan pengaplikasian dan
biaya.
Tabel VII.7. Rekomendasi Peningkatan Poin untuk asrama Kinanthi 2 dan 3 [11]
Target
No Poin Rekomendasi
Bronze Silver Gold Platinum
Memasang kWh meter untuk
mengukur konsumsi listrik
pada setiap kelompok beban
1 P dan sistem peralatan, yang    
meliputi sistem tata udara,
sistem tata cahaya dan kotak
kontak serta beban lain
Memasang volume meter
untuk memantau volume air
bersih yang digunakan oleh
gedung, volume keluaran air
2 P    
daur ulang, dan volume
tambahan air bersih untuk
memenuhi kekurangan air
daur ulang
Menyediakan fasilitas
pemilahan sampah, misalnya
3 P membedakan tempat sampah    
untuk sampah organik, non
organik dan limbah B3
Menyediakan tempat parkir
4 2 sepeda yang aman dengan   
kapasitas 20 sepeda
Menggunakan air daur ulang
5 5 untuk seluruh sistem   
flushing dan irigasi taman
Menggunakan grey water
yang telah didaur ulang
6 3  
untuk kebutuhan sistem
flushing dan irigasi taman
Menggunakan air bekas
wudhu yang telah didaur
7 1  
ulang untuk sistem irigasi
dan flushing
1 Menanam pohon dengan  
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
159
Pintar di Kampus Biru
Target
No Poin Rekomendasi
Bronze Silver Gold Platinum
diameter tajuk besar di
sekitar jalur pejalan kaki di
area gedung untuk
melindungi pejalan kaki dari
sinar matahari
60% tanaman menggunakan
tanaman yang
1  
dibudidayakan di daerah
DIY
Memasang tanda
2 “DILARANG MEROKOK”  
pada seluruh area gedung
Menyediakan instalasi
tangki penampungan air
3  
hujan dengan kapasitas
minimum 101 m3
Membangun pembangkit
listrik energi terbarukan
5 
dengan kapasitas minimum
1 kW
Mengganti lampu hunian
1 sehingga iluminansi ruangan 
sesuai SNI (120-150 lux)
Menggunakan sistem
otomasi untuk menjaga
2 
iluminansi ruangan pada
siang hari tetap 300 lux
Memasang sensor CO2 pada
1 ruangan dengan kepadatan < 
2,3 m2 per orang
Melakukan prosedur testing-
2 commissioning sesuai 
petunjuk GBCI
Memastikan seluruh
measuring adjusting
1 instrument telah terpasang 
dan sesuai dengan
spesifikasi teknis
Menyerahkan data
2 implementasi green building 
kepada GBCI

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


160
Pintar di Kampus Biru
VII.3.2. Pencahayaan

Penelitian terkait pencahayaan yang dilakukan di asrama Kinanthi 2 dan 3


adalah analisis kualitas pencahayaan pada ruangan kamar. Analisis pencahayaan
dilakukan dengan merancang skenario analisis yang dibagi menjadi dua yaitu
skenario A dan skenario B di mana masing-masing akan dianalisis sistem
pencahayaan alami dan buatan dengan perhitungan numeris berdasarkan SNI dan
menggunakan software DIALux. Skenario A adalah kondisi existing asrama
Kinanthi 2 dan 3 saat ini sedangkan skenario B adalah kondisi yang telah
dioptimalkan dari aspek tata letak luminaire, jenis luminaire, serta penambahan
light shelf di jendela [15].

Tabel VII.8. Pencahayaan Skenario A [15]


Skenario A (Kondisi Existing) Iluminan rata-rata ruang (Eav)
Perhitungan numeris pencahayaan alami 190 lux
Perhitungan numeris pencahayaan buatan 154,1 lux
Simulasi DIALux pencahayaan alami 114 lux
Simulasi DIALux pencahayaan buatan 136 lux

Simulasi DIALux pencahayaan alami Simulasi DIALux pencahayaan buatan


Gambar VII.13. Simulasi DIALux Skenario A [15]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


161
Pintar di Kampus Biru
Tabel VII.9. Pencahayaan Skenario B [15]
Skenario B (Kondisi Optimal) Iluminan rata-rata ruang (Eav)
Perhitungan numeris pencahayaan alami 160 lux
Perhitungan numeris pencahayaan buatan 139,1 lux
Simulasi DIALux pencahayaan alami
- Light shelf ketinggian 1,3 m 54 lux
- Light shelf ketinggian 1,45 m 57 lux
- Light shelf ketinggian 1,6 m 63 lux
Simulasi DIALux pencahayaan buatan 153 lux

Simulasi DIALux Pencahayaan Alami

Light shelf
Ketinggian 1,3 m Ketinggian 1,45 m Ketinggian 1,6 m
Gambar VII.14. Simulasi DIALux Pencahayaan Alami Skenario B [15]

Gambar VII.15. Simulasi DIALux Pencahayaan Buatan Skenario B [15]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


162
Pintar di Kampus Biru
VII.3.3. Penggunaan Energi Terbarukan

Sebagai model green building dan green energy untuk daerah perkotaan di
Yogyakarta, asrama Kinanthi 1 mulai merencanakan memanfaatkan energi
terbarukan berupa tenaga surya sebagai sumber penerangan. Asrama Kinanthi
menerima hibah 2 set pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dari PT Wijaya
Karya. PLTS tersebut mempunyai kapasitas 5 kWp dengan 108 unit panel surya
berkapasitas 50 Wp. Selain panel surya, PT Wijaya Karya juga menyerahkan 100
buah lampur LED 13 watt serta komponen pendukung. Keberadaan PLTS ini bisa
menjadi wahana pembelajaran bagi mahasiswa dan masyarakat umum untuk
mengetahui lebih jauh pemanfaatan tenaga surya sebagai energi listrik.

Denah Gedung Asrama Kinanthi 1

Tampak Depan Gedung Asrama Kinanthi 1

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


163
Pintar di Kampus Biru
Tampak Atas Gedung Asrama Kinanthi 1
Gambar VII.16. Layout Gedung Asrama Kinanthi 1 [16]

Dari ketiga potongan layout dapat dilakukan analisis awal yang kemudian
dapat dikembangkan untuk analisis berikutnya, yaitu:
a. Desain PLTS tidak dapat menyertakan seluruh ruang bagian atap
gedung dikarenakan pada bagian tengah atap terdapat ruangan tertutup
yang digunakan sebagai tangga akses dari lantai 6 menuju lantai 7,
gudang dan mesin lift.
b. Desain kerangka PLTS harus dibuat lebih tinggi dikarenakan pada
bagian tengah ruang atap yang melintang dari sayap timur hingga
sayap barat terdapat tendon air yang memiliki ketinggian kurang lebih
2 meter.
c. Pada bagian tepi atap diberikan pagar dengan ketinggian 0,9 meter.
Luas yang bisa digunakan atau dipasang panel surya adalah luas total
bangunan dikurangi luas area non atap atau sebesar 1.470 m 2.
Sistem PLTS yang digunakan adalah tipe utility interactive system atau
disebut juga grid connected atau on-grid. Alasan pertamanya adalah dengan
penggunaan tipe sistem ini, tidak lagi diperlukan baterai di mana biaya
pemeliharaannya akan besar karena umum baterai yang pendek atau sekitar 2-3
tahun. Alasan kedua adalah karena sistem ini memungkinkan PLTS bekerja
semaksimal mungkin karena jika terjadi kelebihan watt maka dapat dialirkan
untuk dijual ke PLN dan begitu sebaliknya, jika listrik yang dihasilkan oleh sistem
PLTS belum mencukupi maka bisa dialiri dari PLN.
Dalam praktiknya, energi yang dibangkitkan oleh PLTS tidak bisa
dihasilkan 100% sesuai dengan datasheet modul PV. Hal ini disebabkan oleh
banyak faktor di antaranya adalah Manufacturer Output Tolerance (MOT),
Soiling Dirt, suhu lingkungan tempat modul dipasang atau faktor koreksi suhu

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


164
Pintar di Kampus Biru
(TCF) dan faktor pengabelan. Selain itu terdapat penurunan performa modul dari
tahun ke tahun.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kerugian atau
keuntungan pada pembangunan sistem PLTS. Salah satu yang paling besar
pengaruhnya adalah biaya pembelian komponen yang hampir 100% merupakan
barang impor. Karena barang impor maka harga juga akan dipengaruhi secara
langsung oleh pajak impor, nilai tukar rupiah dan regulasi pemerintah mengenai
kesetaraan harga energi yang dibangkitkan oleh energi terbarukan.

VII.4. Fakultas Teknik

Fakultas Teknik merupakan salah satu fakultas dengan total jumlah


mahasiswa terbanyak se-UGM yaitu sekitar 2.000 mahasiswa baru setiap
tahunnya. Hal ini dikarenakan Fakultas Teknik memiliki 8 buah departemen
dengan 12 program studi. Selain mahasiswa, terdapat karyawan yang bekerja di
Perpustakaan Teknik dan Kantor Pusat Fakultas Teknik (KPFT). Oleh karena itu,
diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas baik akademis maupun non-
akademis melalui sarana dan prasarana serta fasilitas tanpa meningkatkan
konsumsi listrik bahkan dapat menurunkan konsumsi listrik. Semakin banyak
jumlah mahasiswa maka jumlah konsumsi energi meningkat. Hal ini menarik
untuk dikaji dengan jumlah mahasiswa yang banyak namun tetap
mengoptimalkan konsumsi energi. Adapun beberapa gedung yang ada di Fakultas
Teknik yang telah menjadi studi kasus penelitian yaitu Departemen Teknik
Elektro dan Teknologi Informasi, Departemen Teknik Mesin dan Industri,
Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, Perpustakaan Teknik dan Kantor
Pusat Fakultas Teknik.

VII.4.1. Intensitas Konsumsi Energi (IKE)

Salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi


penggunaan energi adalah Intensitas Konsumsi Energi (IKE). IKE listrik suatu
bangunan didefinisikan sebagai besarnya konsumsi energi listrik per satuan luas
bangunan (kWh/m2/bulan atau kWh/m2/tahun).

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


165
Pintar di Kampus Biru
Dalam kurun waktu satu tahun, tingkat penggunaan konsumsi energi listrik
di gedung KPFT berbeda-beda sesuai dengan aktivitas di waktu tertentu. Tidak
dapat dipungkiri bahwa penggunaan konsumsi energi listrik dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu intensitas kegiatan yang dilakukan di area gedung KPFT
seperti orientasi mahasiswa baru, kegiatan di awal dan akhir semester dan lain
sebagainya.

Gambar VII.17. Grafik Pemakaian Energi Listrik Gedung KPFT UGM tahun
2014 [17]

Penggunaan konsumsi energi listrik gedung KPFT terdiri dari sistem


pencahayaan, tata udara dan alat penunjang operasional. Tabel VII.10
menunjukan perbandingan prosentase konsumsi energi listrik di gedung KPFT per
lantai.

Tabel VII.10. Prosentase Konsumsi Energi Listrik KPFT [17]


Komponen Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3
Pencahayaan 22% 27% 7%
HVAC 19% 47% 28%
Alat Penunjang Operasional 59% 26% 65%

Berdasarkan tabel, diketahui bahwa komponen dominan untuk setiap


lantai berbeda. Untuk lantai 1 dan 3 komponen yang mengonsumsi energi paling
banyak adalah komponen alat penunjang operasional sedangkan pada lantai 2
komponen yang dominan adalah komponen HVAC atau sistem tata udara. Hal ini

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


166
Pintar di Kampus Biru
dikarenakan fungsi dari tiap lantai yang sedikit berbeda. Lantai 1 merupakan area
terbuka, di mana mahasiswa dapat mengerjakan tugas dengan menggunakan
laptop tanpa memerlukan tambahan sistem tata udara. Lantai 2 merupakan area
belajar di mana lantai 2 berupa ruang-ruang kelas yang sangat membutuhkan
sistem tata udara sehingga komponen HVAC menjadi dominan pada lantai 2 ini.
Lantai 3 merupakan area administrasi dan kantor bagi para pejabat fakultas.
Berdasarkan perhitungan, didapatkan nilai IKE untuk masing-masing
lantai serta nilai IKE total pada KPFT.
Tabel VII.11. IKE KPFT [17]
IKE
Kategori
kWh/(m2.tahun)
Lantai 1
20,22 Cukup efisien
Gedung non-AC
Lantai 2
46,59 Sangat efisien
Gedung AC
Lantai 3
150,27 Cukup boros
Gedung AC
Gedung KPFT Total 72,19 Sangat efisien

Perhitungan IKE pun juga dilakukan pada gedung perpustakaan Fakultas


Teknik. Perhitungan ini mengasumsikan bahwa semua ruangan di dalam
perpustakaan Fakultas Teknik merupakan ruangan ber-AC.

Tabel VII.12. IKE Perpustakaan Teknik [18]


IKE
Kategori
kWh/(m2.bulan)
Basement 0,05 Sangat efisien
Lantai 1 4,53 Sangat efisien
Lantai 2 4,12 Sangat efisien
Lantai 3 6,76 Sangat efisien

Tabel VII.13. Prosentase Konsumsi Energi Perpustakaan Teknik [18]


Komponen Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3
Pencahayaan 8% 8% 4%
HVAC 28% 23% 26%
Alat Penunjang Operasional 64% 69% 70%

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


167
Pintar di Kampus Biru
Departemen Teknik Elektro dan Teknologi
Informasi (DTETI) telah menjadi salah satu studi
kasus dalam kegiatan audit energi. Berdasarkan audit
energi yang dilakukan, prosentase konsumsi energi
terbesar di gedung DTETI berasal dari komponen
pengkondisian udara lalu diikuti peralatan pendukung
dan penerangan. Untuk IKE DTETI ditunjukkan pada
Gambar VII.18. Konsumsi
Gambar VII.19. Energi DTETI [19]

Gambar VII.19. IKE DTETI [19]

Berdasarkan gambar IKE DTETI, terlihat bahwa mayoritas ruangan


dikategorikan memiliki kriteria boros. Peninjauan ulang peralatan listrik dan juga
penerapan manajemen energi sangat diperlukan [19].
Selain DTETI, departemen yang juga menjadi studi kasus dalam kegiatan
audit energi adalah Departemen Teknik Mesin dan Teknik Industri (DTMI). Pada
gedung DTMI, IKE didapatkan berdasarkan data rekening listrik tahun 2014.
Rata-rata nilai IKE gedung DTMI adalah sebesar 6,42 kWh/m 2/bulan dan
menunjukkan bahwa gedung tersebut sudah sangat efisien [20].

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


168
Pintar di Kampus Biru
Gambar VII.20. Intesitas Konsumsi Energi DTMI [20]

Gambar VII.21. Distribusi Penggunaan Energi per Bulan [20]

Selain DTETI dan DTMI, departemen terakhir yang menjadi studi kasus
dalam kegiatan audit energi adalah Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika
(DTNTF). Prosentase konsumsi energi gedung DTNTF ditunjukkan pada Tabel
VII.14. IKE gedung DTNTF ditunjukkan pada Tabel VII.15.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


169
Pintar di Kampus Biru
Tabel VII.14. Prosentase Konsumsi Energi DTNTF [21]
Komponen Lantai 1 Lantai 2
Pencahayaan 14% 14%
HVAC 38% 42%
Alat Penunjang Operasional 48% 44%

Tabel VII.15. IKE DTNTF [21]


IKE
Data pengukuran Kategori
kWh/(m2.bulan)
Lantai 1 69,45 Sangat efisien
Lantai 2 142,11 Efisien
IKE DTNTF 107,32 Efisien

Berdasarkan data pengukuran, IKE DTNTF mencapai kategori efisien.


Sedangkan berdasarkan data rekening listrik, gedung DTNTF sudah mencapai
kategori sangat efisien dengan IKE sebesar 50,79 kWh/(m 2.bulan).

VII.4.2. Pencahayaan

Pengukuran iluminansi pencahayaan merupakan salah satu kegiatan dalam


audit energi yang berguna untuk menganalisis tingkat pencahayaan di suatu area
tertentu dengan membandingkan data hasil pengukuran terhadap standar SNI
pencahayaan gedung. Pengukuran dilakukan dengan luxmeter.
Pengukuran iluminansi pada gedung KPFT dilakukan pada tanggal 12 Mei
2015 pukul 14.00 – 14.20 WIB dengan kondisi cuaca cerah, berawan dan sedikit
berawan. Berdasarkan pengukuran, rata-rata intensitas cahaya pada lantai 1
gedung KPFT adalah sebesar 337,5 lux, lebih besar dari batas minimal
penerangan ruangan yaitu 330 lux. Untuk lantai 2, pengukuran iluminansi
pencahayaan dilakukan per ruangan seperti ditunjukkan pada Tabel VII.11.

Tabel VII.16. Perbandingan Nilai Iluminansi KPFT Lantai 2 [17]


Rata-rata iluminansi Nilai maksimum iluminansi
Ruang Tipe
(lux) (lux)
Daylight 50,74 232
Ruang 2.1
Artificial Light 148,05 192
Daylight 113,67 319
Ruang 2.2
Artificial Light 112,67 151
Ruang 2.3 Daylight 31,3 72

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


170
Pintar di Kampus Biru
Artificial Light 111,7 195
Daylight 59,18 123
Ruang 2.4
Artificial Light 127,09 180
Daylight 50,73 69
Ruang 2.5
Artificial Light 148,05 152

Untuk lantai 3 yang digunakan sebagai area kantor, rata-rata intensitas


cahaya pada setiap ruang di lantai 3 masih jauh dari batas minimal penerangan
ruang. Diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengatasi masalah penerangan pada
lantai 3 KPFT ini.

VII.5. Smart and Green Learning Center

Gedung Smart and Green Learning Center (SGLC) merupakan gedung


yang akan dibangun di Fakultas Teknik dan merupakan gedung pertama di UGM
yang akan dijadikan sebagai percontohan gedung yang didesain menggunakan
konsep smart and green building. Diharapkan gedung-gedung baru yang akan
dibangun di UGM dapat mencontoh konsep green yang telah diterapkan pada
gedung SGLC. Dengan dimulainya konsep green kampus di UGM, semoga dapat
menjadi awal yang baik untuk menuju konsep green city [21]. Sebelum dibangun,
gedung SGLC terlebih dahulu dianalisis dan dievaluasi terkait parameter green
dengan menggunakan GREENSHIP NB dalam tahap design recognition. Secara
keseluruhan perolehan nilai kategori untuk gedung SGLC dapat dilihat pada
Gambar V.1.1.1. Nilai maksimal untuk tahapan Design Recognition (DR) adalah
77 poin dengan 5 poin bonus sedangkan gedung SGLC mendapatkan 39 poin
dengan 1 poin bonus sehingga dengan preliminary design yang ada gedung SGLC
baru mendapatkan peringkat silver [21].

Gambar VII.22. Perolehan Nilai SGLC [21]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


171
Pintar di Kampus Biru
Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development - ASD)
Gedung SGLC memenuhi poin pra syarat dan 14 dari 17 poin kredit pada
kategori ASD. Hampir seluruh kriteria pada kategori ASD mendapatkan poin
maksimal kecuali pada kriteria Fasilitas Pengguna Sepeda (ASD 4) dan Lansekap
pada Lahan (ASD 5).
ASD P
Kriteria prasyarat pada kategori ASD menyatakan adanya area vegetasi
yang luasnya minimal sebesar 10% dari luas total lahan dan 50 % lahan tertutupi
luasan pohon ukuran kecil, ukuran sedang, ukuran besar, perdu setengah pohon,
perdu, atau semak dalam ukuran dewasa. Berdasarkan pengukuran terhadap
dokumen preliminary design area SGLC, maka diperoleh total luasan lahan
sekitar 7.019 m2. Area yang digunakan untuk bangunan gedung SGLC sebesar
2.681 m2 dan area softscape 4.256 m2 sehingga persentase luasan lahan softscape
terhadap luas lahan keseluruhan adalah sebesar 60%. Area softscape ini meliputi
area green roof (339,4 m2), green wall (3.116,6 m2), dan tanaman rumput serta
pohon di sekitar gedung (800 m2).

Gambar VII.23. Area vegetasi Gedung SGLC[22]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


172
Pintar di Kampus Biru
ASD 1
Gedung SGLC mendapatkan poin maksimal yaitu sebesar dua poin dari
kriteria ASD 1 Pemilihan Tapak bahkan ketiga tolok ukur pada kriteria ini
berhasil terpenuhi. Daerah pembangunan Gedung SGLC memiliki paling tidak 8
dari 12 prasarana sarana kota yaitu:
 Jaringan jalan
 Jaringan drainase
 Jalur pedestrian kawasan
 Jaringan air bersih (PDAM)
 Jaringan penerangan dan listrik
 Jaringan pemadam kebakaran
 Jaringan telepon
 Sistem pembuangan sampah terintegrasi

Selain itu, Gedung SGLC memiliki KLB (Koefisien Luas Bangunan) lebih
dari 3. KLB adalah perbandingan antara luas seluruh lantai terhadap luas lahan
keseluruhan. Luas lahan SGLC adalah 7.019 m 2 sedangkan luas seluruh lantai
gedung (12 lantai) adalah 24.723,75 m2 sehingga KLB Gedung SGLC adalah
3,52.
Pembangunan SGLC merupakan upaya perluasan vertikal gedung KPFT
dikarenakan kebutuhan akan tambahan gedung di Fakultas Teknik. Agar tidak
membuka lahan baru maka SGLC dibangun dengan cara merubah gedung KPFT
saat ini menjadi gedung SGLC.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


173
Pintar di Kampus Biru
ASD 2
Kriteria ASD 2 menyumbangkan 2 poin untuk Gedung SGLC dengan tiga
tolok ukur terpenuhi. Dalam jarak 1.500 m dari tapak Gedung SGLC, setidaknya
terdapat 7 jenis fasilitas umum yaitu:
1. Musholla Teknik
2. Perpustakaan Teknik
3. Kantin Teknik
4. Pos Polisi Resor Sleman
5. Rumah Sakit Sardjito
6. Halte Trans Jogja Kawasan FK UGM
7. Foto copy umum di depan Jalan Pogung Kidul

Gambar VII.24. Fasilitas umum di sekitar gedung SGLC[22]

Poin selanjutnya dalam kriteria ASD 2 adalah membuka lantai dasar


gedung sehingga dapat menjadi akses pejalan kaki yang aman dan nyaman selama
minimum 10 jam sehari. Gedung SGLC memiliki lantai dasar berupa plaza
terbuka yang memungkinkannya menjadi akses pejalan kaki yang aman dan
nyaman.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


174
Pintar di Kampus Biru
Gambar VII.25. Desain plaza gedung SGLC UGM[22]

ASD 3
Keberadaan halte atau stasiun transportasi umum dan fasilitas jalur
pedestrian menjadi fokus pada kriteria ini. Halte Trans Jogja berada pada jarak
sekitar 482 m dari tapak gedung SGLC namun jika diukur dari pintu gerbang area
Fakultas Teknik jaraknya hanya sekitar 100 m sehingga masih memenuhi syarat
adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam jangkauan 300 m dari gerbang
lokasi. Fasilitas jalur pedestrian tersedia dari gedung SGLC hingga mencapai
pintu gerbang Fakultas Teknik. Bahkan jalur pedestrian ini telah
mempertimbangkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006
mengenai Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung
dan Lingkungan.

Gambar VII.26. Jalur pedestrian di wilayah Fakultas Teknik[22]

Terdapat pepohonan di sekitar jalur pedestrian, sehingga pejalan kaki akan


merasa nyaman ketika melalui jalur ini karena terlindung dari paparan sinar
matahari di siang hari. Akses ini harus memperhatikan jaminan atas keamanan
dan kenyamanan bagi para pejalan kaki. Salah satunya yaitu dengan adanya jalur

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


175
Pintar di Kampus Biru
tanaman tepi. Jalur tanaman tepi ini terdiri atas dua fungsi, yaitu sebagai peneduh
dan penyerap kebisingan.

Gambar VII.27. Fungsi tanaman sebagai peneduh dan penyerap kebisingan[22]

ASD 4
Saat ini di area Fakultas Teknik telah tersedia parkir sepeda untuk
pengguna gedung. Akan tetapi masih diperlukan penambahan unit parkir sepeda
yang tersebar untuk setiap departemen di Fakultas Teknik.

Gambar VII.28. Parkir sepeda di area KPFT[22]

Untuk memaksimalkan poin pada kriteria ini, Fakultas Teknik perlu


melengkapi area parkir sepeda dengan shower sebanyak satu unit untuk setiap 10
unit parkir sepeda.
ASD 5
Berdasarkan pengukuran pada dokumen preliminary design, luasan
vegetasi SGLC telah mencapai 60% dari total luas lahan. Walaupun telah
mencapai nilai yang dipersyaratkan, namun tetap direkomendasikan untuk
penambahan tanaman dalam pot yang akan diletakkan di dalam ruangan SGLC.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


176
Pintar di Kampus Biru
Area di sekitar bangunan akan kurang termaksimalkan sebagai area hijau karena
pada area ini akan dilakukan paving grass block sebagai area parkir mobil.

Gambar VII.29. Area paving grassblock di sekitar gedung SGLC[22]

ASD 6
Berdasarkan data preliminary design gedung SGLC, atap gedung
menggunakan gray concrete atau beton yang berwarna gelap (abu-abu) dengan
nilai albedom0,35-0,40 untuk kondisi baru. Sedangkan untuk area non atap
terbagi menjadi dua yaitu paving block dan vegetasi hijau. Nilai albedo untuk
paving adalah 0,4 dan untuk vegetasi hijau sebesar 0,25 sehingga nilai albedo total
untuk area non atap adalah 0,32.
Gedung SGLC juga sudah menerapkan desain lansekap berupa vegetasi
pada sirkulasi utama pejalan kaki yang menunjukkan adanya pelindung dari panas
akibat radiasi matahari dan terpaan angin kencang.
ASD 7
Penggunaan sumur resapan diperlukan di area gedung SGLC untuk
mengurangi beban limpasan air hujan.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


177
Pintar di Kampus Biru
Gambar VII.30. Lokasi penempatan sumur peresapan air hujan (warna biru)[22]

Efisiensi dan Konservasi Energi (Efficiency and Energy Conservation - EEC)


Pada kategori EEC, gedung SGLC mendapatkan 9 poin kredit dengan
tambahan 1 poin bonus. Semua kriteria pada kategori EEC memberikan
sumbangan poin yang beragam.
Pemasangan kWh meter untuk mengukur konsumsi listrik pada kelompok
beban dan sistem peralatan tertentu yang meliputi sistem tata udara, sistem tata
cahaya dan kotak kontak, serta sistem beban lain perlu dilakukan pada gedung
SGLC.
Untuk nilai OTTV, dengan material yang digunakan pada desain saat ini,
gedung SGLC memiliki nilai sebesar 55,27 Watt/m 2. Angka ini belum memenuhi
standar, di mana seharusnya tidak melebihi 35 Watt/m 2. Untuk mengubah nilai
OTTV ini, direkomendasikan untuk mengganti material fasad bangunan.
Kriteria EEC 1 tentang langkah penghematan energi hanya memberikan 4
poin dari poin maksimal sebesar 20 poin. Poin tersebut diperoleh dari
pencahayaan buatan dan sistem pengkondisian udara. Pencahayaan buatan
disyaratkan menggunakan lampu dengan daya pencahayaan lebih hemat 15% jika
dibandingkan dengan daya pencahayaan yang tercantum pada SNI 03-6197-2011
tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. Pada SNI disebutkan untuk
ruang kantor, daya pencahayaan maksimum termasuk rugi-rugi ballast adalah 15
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
178
Pintar di Kampus Biru
W/m2. Sistem pengkondisian udara menggunakan AC dengan COP (Coefficien of
Performance) lebih dari 10% seperti yang telah diatur dalam SNI 03-6390-2011
tentang Konservasi Energi pada Sistem Tata Udara Bangunan Gedung. Untuk
mendapatkan poin maksimal, yaitu 20 poin maka harus dilakukan perhitungan
analisis energi menggunakan perangkat lunak salah satunya adalah EnergyPlus.
Dapat juga dilakukan perhitungan menggunakan worksheet GBCI untuk
mendapatkan nilai maksimal 15 poin. Banyaknya data yang belum tersedia saat
evaluasi menyebabkan dua langkah tersebut belum bisa dilakukan.
Pada desain gedung SGLC terdapat desain skylight yang akan berfungsi
untuk memasukkan cahaya alami ke dalam bangunan. Skylight ini berada di atap
lantai teratas yaitu lantai ke-12 dan akan menembuskan cahaya hingga lantai dasar
sehingga pencahayaan alami dapat dioptimalkan dan bisa sampai ke semua lantai.
Gambar V.1.1.10 menunjukkan gambar desain gedung SGLC yang telah
dilengkapi dengan skylight.

Gambar VII.31. Skylight pada gedung SGLC[22]

Desain gedung SGLC didominasi oleh bidang transparan atau kaca,


sehingga nilai WWR (Wall Window Ratio) dari gedung SGLC mencapai 0,54.
Nilai WWR tersebut mengartikan bahwa material fasad yang berupa kaca lebih
besar daripada dinding tak tembus cahaya, yaitu 54%. Hal ini membuat banyak
cahaya matahari yang dimanfaatkan sebagai pencahayaan alami pada siang hari.
Persebaran cahaya matahari juga dikendalikan dengan menggunakan peneduh

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


179
Pintar di Kampus Biru
dengan orientasi yang tepat untuk menghindari silau dan mengurangi panas
radiasi matahari.
Penambahan lux sensor untuk otomasi pencahayaan buatan apabila
intensitas cahaya alami kurang dari 300 lux juga telah direncanakan pada gedung
SGLC.

Gambar VII.32. Penempatan daylight sensor[22]

Gedung SGLC didesain tidak menggunakan pengkondisi udara (AC) pada


ruang WC, tangga, koridor dan lobi lift serta melengkapi ruangan tersebut dengan
ventilasi alami ataupun mekanik.
Gedung SGLC mendapatkan 1 poin bonus dari kriteria Energi Terbarukan
dalam Tapak. Hal ini terjadi karena dalam desain gedung SGLC telah
mempertimbangkan penggunaan energi terbarukan yaitu photovoltaic atau sel
surya sehingga kedepannya gedung SGLC tidak 100% menggunakan listrik yang
berasal dari PLN, melainkan juga mendapat pasokan listrik dari hasil
photovoltaic. Atap gedung SGLC telah didesain untuk dapat digunakan sebagai
tempat meletakkan PV dikemudian hari. Dengan demikian, energi yang dihasilkan
dari panel surya dapat digunakan untuk melayani penerangan taman maupun jalan
di sekitar area gedung SGLC. Jika energi yang dihasilkan cukup besar, maka
dapat juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik yang lainnya.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


180
Pintar di Kampus Biru
Konservasi Air (Water Conservation - WAC)
Salah satu rekomendasi yang harus dilakukan oleh gedung SGLC adalah
pemasangan meteran air secara terpisah, masing-masing pada sistem keluaran
sumber air bersih baik dari sumber air tanah maupun sumber PDAM.
Pemenuhan kebutuhan air primer di wilayah Fakultas Teknik dipenuhi dari
jaringan air bersih PAM UGM bagian barat yang bersumber dari 3 sumur yaitu
sumur dangkal Umbul Pace, sumur dangkal Fakultas Teknik dan sumur dalam
Umbul Kluweh. Namun gedung SGLC direncanakan untuk menggunakan sistem
daur ulang air yang bersumber dari tangkapan air hujan, kondensasi AC, dan air
bekas wudhu. Jika sistem daur ulang air pada gedung SGLC dapat berjalan
dengan baik, penggunaan air dari sumber primer dapat dikurangi. Selain itu, dari
data preliminary design gedung SGLC diketahui bahwa gedung SGLC telah
menggunakan fitur air dengan tipe sanitair yang memiliki tingkat konsumsi air
rendah.
Penggunaan kembali seluruh air bekas pemakaian (grey water)
memberikan poin dalam tahap penilaian Design Recognition (DR). gedung SGLC,
dalam preliminary design, telah menyiapkan skema instalasi pengolahan air
limbah (IPAL) dan grey water yang akan digunakan kembali untuk kebutuhan
sistem flushing maupun penyiraman tanaman. Untuk sumber air alternatif, gedung
SGLC telah didesain dengan instalasi pengolahan air tangkapan hujan, air bekas
wudhu dan kondensasi AC.
Penanganan air hujan yang dilakukan di gedung SGLC sesuai dokumen
preliminary design gedung SGLC adalah menggunakan sumur resapan. Jumlah
sumur resapan yang telah direncanakan sebanyak 24 unit sehingga total volume
air yang mampu ditampung sebesar 219,1 m3

Sumber dan Siklus Material (Material and Resources Cycle - MRC)


Untuk tahapan penilaian Design Recognition (DR), kategori MRC hanya
terdiri dari 1 kriteria prasyarat dan 1 kriteria kredit dengan jumlah poin sebanyak
2 poin.
Dalam perencanaannya, gedung SGLC tidak akan menggunakan material
CFC maupun halon untuk bahan bakar pemadam kebakaran. Selain itu, gedung

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


181
Pintar di Kampus Biru
SGLC juga didesain untuk menggunakan refrigerant tanpa ODP (Ozone Depletion
Potential). ODP merupakan nilai yang menunjukkan potensi suatu jenis
refrigerant terhadap kerusakan ozon. Contoh refrigerant yang sudah tidak
mengandung ODP adalah refrigeran HFC-245fa dengan nilai ODP = 0 sebagai
pengganti refrigeran CFC-11 dan refrigeran jenis HFC-134a dengan nilai ODP =
0 sebagai pengganti CFC-12.

Kesehatan dan Kenyamanan (Indoor and Health Comfort - IHC)


Salah satu faktor indoor health and comfort adalah adanya introduksi
udara luar. Introduksi udara luar adalah kebutuhan udara luar atau kebutuhan laju
udara ventilasi bangunan gedung. Berdasarkan standar ASHRAE 62.1-2007,
sebuah ruangan harus memiliki ventilasi udara alami yang selalu terbuka minimal
4% dari total luas lantai yang dapat dijangkau oleh penghuni ruangan. Ventilasi
yang dimaksud adalah seluruh bagian gedung yang dapat dibuka sehingga
memungkinkan terjadinya introduksi udara luar. Bukaan yang dapat dihitung
sebagai ventilasi meliputi pintu depan dan jendela.
Pemantauan kadar CO2 pada gedung SGLC rencananya akan dilakukan
dengan pemasangan sensor CO2 sebagai salah satu sensor pendeteksi asap rokok.
Sensor diletakkan 1,5 m diatas lantai dekat dengan return air grille atau return air
duct. Sebagai salah satu langkah untuk mengendalikan asap rokok dapat juga
dilakukan dengan pemasangan larangan merokok pada seluruh area dalam
gedung.
Penyediaan koneksi visual ke luar gedung dapat mengurangi rasa
kelelahan mata. Secara psikologis, penghuni gedung memerlukan rasa aman
dengan sesekali melihat cuaca, kondisi lalu lintas, dan aktivitas lain yang ada di
luar gedung. Secara fisiologis, pemandangan luar gedung dapat memberikan
relaksasi mata yang kelelahan akibat dari aktivitas di dalam ruangan. Desain
gedung SGLC telah menunjukkan adanya panoramic view yaitu area yang
memungkinkan pengguna gedung untuk menikmati lingkungan sekitar. Selain
area panoramic view tersebut, desain SGLC menunjukkan bahwa seluruh net
lettable area gedung SGLC memiliki akses langsung menghadap ke
pemandangan luar yang dibatasi oleh bukaan transparan.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


182
Pintar di Kampus Biru
Manajemen Lingkungan Bangunan (Building Environment Management -
BEM)
Rekomendasi yang dapat diberikan untuk gedung SGLC guna memenuhi
kriteria prasyarat pada kategori BEM adalah menyediakan fasilitas pembuangan
sampah yang terpisah antara tempat sampah organik, anorganik dan limbah B3.
Penyediaan fasilitan pembuangan ini merupakan langkah awal pengelolaan
sampah pada suatu bangunan untuk memudahkan proses pengelolaan sampah
selanjutnya, seperti reuse, reduce, dan recycle.

VII.6. Gedung Olahraga

UGM berencana melakukan penataan terhadap berbagai fasilitas


pengembangan minat dan bakat mahasiswa tersebut. Penataan dilakukan agar
kegiatan mahasiswa bisa berlangsung kondusif dengan fasilitas yang memadai.
Nantinya Gelanggang Mahasiswa akan dipakai untuk unit kegiatan penalaran
mahasiswa, sedangkan unit kesenian akan dipusatkan di Pusat Kebudayaan
Koesnadi Hardjasoemantri. Sedangkan unit kegiatan olahraga nantinya akan
dipusatkan di GOR yang bertempat di lembah UGM yang saat ini tengah dalam
proses pembangunan. Didirikannya gedung olahraga ini tidak lepas dari
perwujudan kampus untuk menyediakan fasilitas yang dapat mendukung
pembinaan minat dan bakat mahasiswa.
Gedung Olahraga Universitas Gadjah Mada rencananya didirikan di area
lembah UGM atau lebih tepatnya di sebelah barat Lapangan Pancasila. Gedung
Olahraga Universitas Gadjah Mada memiliki luas area sebesar 3.726 m2 dengan
panjang bangunan 69 meter dan lebar bangunan 54 meter. Gedung Olahraga
Universitas Gadjah Mada terdiri dari 2 lantai, yaitu lantai dasar dan lantai tribun.
Lantai dasar terdiri dari arena pertandingan, ruang ganti pemain, ruang pelatih,
ruang wasit, ruang medis, ruang tes doping, ruang panel, hall, mushola, dan ruang
panitia pelaksana sedangkan lantai tribun terdiri dari ruang tribun penonton dan
ruang siaran.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


183
Pintar di Kampus Biru
Gambar VII.33. Rencana Lokasi Gedung Olahraga Universitas Gadjah Mada
[23]

Gambar VII.34. Denah Lantai Dasar Gedung Olahraga Universitas Gadjah Mada
[23]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


184
Pintar di Kampus Biru
Gambar VII.35. Denah Lantai Tribun Gedung Olahraga Universitas Gadjah
Mada [23]

Gambar VII.36. Perspektif Gedung Olahraga Universitas Gadjah Mada [24]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


185
Pintar di Kampus Biru
Gambar VII.37. Perspektif Gedung Olahraga Universitas Gadjah Mada dari
berbagai sisi [24]

Sisi Barat Sisi Timur

Sisi Utara Sisi Selatan


Gambar VII.38. Tahap Pembangunan Gedung Olahraga Universitas Gadjah
Mada [23]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


186
Pintar di Kampus Biru
Gambar VII.39. Perbandingan Desain dan Kondisi Terkini GOR UGM [23]

IV.4.5. Rainwater harvesting dan efisiensi sumur serapan

Rainwater Harvesting atau teknik pengumpulan air hujan merupakan


pengumpulan dan penyimpanan air hujan untuk digunakan kembali sebelum
dikembalikan ke siklus perputaran air hujan. Air hujan yang disimpan dapat
digunakan untuk menyiram tanaman, untuk memberi minum pada ternak, mencuci
mobil, mandi dan masih banyak lagi. Bahkan, air hujan tersebut dapat digunakan
untuk memasak apabila kualitas air tersebut memenuhi standar kesehatan.

Gambar VII.40. Ilustrasi Rainwater Harvesting [24]

Menurut buku Rainwater Harveting for Domestic Use (2006), pada


dasarnya rainwater harvesting dapat didefinisikan sebagai kumpulan aliran air
hujan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan domestik rumah tangga,
kebutuhan agrikultural, dan manajemen lingkungan.
Sistem rainwater harvesting terdiri dari 3 komponen dasar yang penting,
antara lain:
1. Penangkap atau permukaan atap yang berfungsi untuk menangkap air
hujan.
INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan
187
Pintar di Kampus Biru
2. Sistem pengiriman untuk memindahkan air hujan yang sudah
ditangkap dari penangkap atau permukaan atap ke bak penyimpanan.
3. Bak penyimpanan atau tangki air untuk menyimpan air hingga air itu
dipergunakan.

Gambar VII.41. Komponen Rainwater Harvesting [24]

GOR memiliki desain atap dengan panjang total 79 m, lebar 54 m dan


ketinggian 22,865 m dari permukaan tanah. Bahan kontruksi atap gedung ini
sendiri adalah atap galvilum. Area dari atap inilah yang nantinya menjadi
permukaan yang berfungsi untuk menangkap air hujan.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


188
Pintar di Kampus Biru
Gambar VII.42. Desain potongan atap [24]

Pada instalasi air hujan, terdapat 5 sumur resapan yang berada di sisi
selatan gedung dan 7 sumur resapan di sisi utara gedung dengan masing-masing
sumur yang dikontrol menggunakan bak kontrol. Pada instalasi drainase,
tumpahan air hujan pada atap bangunan akan dialirkan menuju ke 16 pipa roof
drain berdiameter 4 inch menuju lantai 2. Untuk instalasi di lantai 2, selebihnya
ada 8 pipa roof drain yang mengalirkan tumpahan alir hujan dari atap bangunan
menuju ke lantai 1. Tumpahan air hujan pada lantai 1, akan di aliran melalui 20
pipa roof drain untuk di alirkan ke sumur-sumur resapan gedung. Semua sumur
resapan ini terhubung langsung dengan pipa-pipa air hujan berdiameter 4 inch.
Air hujan yang jatuh kepermukaan atap gedung, dan mengalir melalui
tandon-tandon air akan mengalir menuju roof drain dengan diameter 4 inch yang
nantinya akan masuk ke pipa air hujan. Selanjutnya pipa-pipa air hujan ini akan
mengalirkan air menuju bak kontrol. Bak pengontrol air tumpahan air hujan ini
terdiri dari pasangan bata yang memiliki aliran Inlet dan Outlet untuk masuk dan
keluarnya aliran. Bak-bak pengontrol ini selanjutnya mengalirkan air tadah hujan
menuju sumur-sumur resapan. Sumur-sumur resapan ini memiliki ketinggian 4 m
dan kapasitas 2 m3.
Dari sekian banyak sumur respan yang ada di Gedung Olahraga
Universitas Gadjah Mada ini, belum ada satupun sumur resapan air hujan ini yang
dimanfaatkan airnya sebagai kebutuhan konsumsi air di area gedung.
Untuk instalasi air bersih, sumber air bersih utama gedung adalah air dari
PDAM dan Deep Well. Untuk sumber air Deep Well, instalasinya dikontrol pada
sebuah rumah pompa air bersih. Rumah pompa ini berlokasi di sisi selatan
bangunan gedung. Rumah pompa ini berisi main hole, effluent pump, dan lain-

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


189
Pintar di Kampus Biru
lain. Air bersih dari rumah pompa ini keluarannya akan diatur menggunakan panel
kontrol Deep Well dan meteran Deep Well. Zona air bersih gedung di bagi
menjadi 2, yaitu menggunakan skedul pompa transfer dan pompa booster. Pompa
transfer ini untuk suplai rooftank sedangkan skedul pompa booster untuk booster
toilet di lantai 2. Keduanya memiliki kapasitas 100 liter/menit, dengan total head
berkisar 30-40 meter. Skedul pompa ini membutuhkan power sebesar 1,5 kW
untuk pompa transfer dan 0,55 kW untuk pompa booster. Dengan masing-masing
pompa berjumlah 2 unit.
Untuk skedul pompa Deep Well dan Pompa Koras, pompa yang
digunakan adalah pompa Deep Well bertipe Submersible Deep Well dengan
kapasitas 12 m3/jam dengan total head 83,8 meter berdaya 5,5 kW. Sedangkan
Pompa aliran sulpai air bersih ini bertipe Sentrifugal Multistage Pump dengan
kapasitas aliran 100 liter/menit dengan total head 40 meter. Sedangkan pompa
kurang yang digunakan adalah pompa kuras reservoar bertipe submersible
dengan kapastias 200 lpm, total head 10 meter, berdaya 0,5 kW yang berjumlah 2
unit.
Untuk instalasi air kotor, pipa saluran terbagi menjadi 2 pipa, yaitu pipa
aliran air kotor dan pipa aliran air bekas. Saluran pipa ini akan mengaliran
buangan dari lantai 2 gedung, menuju lantai 1 gedung dan akhirnya menuju ke
saluran pembuangan. Pipa-pipa aliran ini nantinya akan masuk ke dalam septic
tank dan dialirkan menuju sal drainase. Bak saptic tank instalasi buangan ini
berkapasitas 10 m3. Dengan ukuran panjang 3,6 meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi
2 meter. Dengan estimasi lama pengurasan lumpur 3 tahun sekali.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


190
Pintar di Kampus Biru
Gambar VII.43. Diagram skematik air bersih [24]

IV.4.6. Audit energi berdasarkan Detailed Engineering Design

Intensitas Konsumsi Energi (IKE) merupakan istilah yang digunakan


untuk mengetahui besarnya pemakaian energi pada suatu sistem (bangunan).
Namun energi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah energi listrik. Pada
hakekatnya, IKE ini adalah hasil perbandingan antara konsumsi energi total
selama periode tertentu (satu tahun) dengan luasan bangunan. Satuan IKE adalah
kWh/m2 per tahun. Dan pemakaian IKE ini telah ditetapkan di berbagai negara
antara lain ASEAN dan APEC.
Menurut Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasannya di
Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, nilai IKE dari suatu bangunan
gedung digolongkan dalam dua kriteria, yaitu untuk bangunan ber-AC dan
bangunan tidak ber-AC.
Ruangan-ruangan di GOR UGM kemudian diklasifikasikan menjadi dua
kriteria yaitu ruangan ber-AC dan ruangan tanpa AC. Jumlah total luas ruangan

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


191
Pintar di Kampus Biru
ber-AC di GOR UGM adalah 3.992,41 m2 sedangkan total luas ruangan tanpa AC
adalah 435,41 m2.
Karena GOR UGM belum beroperasi maka digunakan dua asumsi dalam
memasukkan parameter lama operasi. Asumsi yang diambil adalah penggunaan
dari GOR UNY dan penggunaan Gelanggang UGM.
Dengan melihat data penggunaan GOR yang ada di UNY maka didapatkan
estimasi energi yang dikonsumsi oleh GOR UGM dalam satu tahun. Berdasarkan
perhitungan diketahui bahwa besar IKE pada ruangan ber-AC di GOR UGM
memiliki nilai 14,27 kWh/m2/bulan dan masuk dalam kategori “cukup efisien”
dengan rentang 12,08 – 14,58 kWh/m2/bulan. Untuk IKE pada ruangan tanpa AC
di GOR UGM memiliki nilai sebesar 3,74 kWh/m 2/bulan dan masuk pada
kategori “sangat boros” dengan rentang 3,34 – 4,17 kWh/m2/bulan.
Dengan menggunakan desain pengoperasian dan objek kerja yang berbeda
maka diperkirakan akan menghasilkan nilai IKE yang berbeda pula. Pada desain
pengoperasian yang akan dibahas, akan mengacu pada kegiatan yang telah
terlaksana pada gelanggang UGM mengingat bahwa gelanggang UGM adalah
tempat berlangsungnya kegiatan Unit Keolahragaan UGM. Penggunaan hall
gelanggang UGM dilakukan tanpa henti, bahkan di hari libur penggunaannya
cenderung meningkat. Berdasarkan perhitungan dengan asumsi penjadwalan
menggunakan gelanggang UGM, didapatkan bahwa besar IKE pada ruangan ber-
AC sebesar 17,36 kWh/m2/bulan dan masuk pada klasifikasi “agak boros” dengan
rentang 14,58 – 19,17 kWh/m2/bulan sedangkan untuk ruangan tanpa AC IKE
yang dihasilkan sebesar 4,40 kWh/m2/bulan dan masuk pada kategori “sangat
boros” dengan rentang 3,34 – 4,17 kWh/m2/bulan.
Estimasi besar konsumsi daya pada alat-alat elektronik yang akan
beroperasi pada GOR UGM dibagi menjadi tiga komponen yaitu pencahayaan,
pengkondisian udara dan peralatan pendukung. Gambar V.3.12 menunjukkan
estimasi konsumsi daya pada semua ruangan sedangkan gambar V.3.13 dan
V.3.14 menunjukkan estimasi konsumsi daya pada ruangan ber-AC dan non AC.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


192
Pintar di Kampus Biru
Estimasi Konsumsi Daya pada Semua
Ruangan
Pencahayaan Pengkondisian udara Peralatan pendukung

37% 45%

18%

Gambar VII.44. Estimasi konsumsi daya pada semua ruangan [23]

Estimasi Konsumsi Daya pada Ruangan Ber-AC


Pencahayaan Pengkondisian udara Peralatan pendukung

19% 19%

62%

Gambar VII.45. Estimasi konsumsi daya pada ruangan ber-AC [23]

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


193
Pintar di Kampus Biru
Estimasi Konsumsi Daya pada Ruangan Tanpa
AC
Pencahayaan Pengkondisian udara Peralatan pendukung

44%
56%

0%

Gambar VII.46. Estimasi konsumsi daya pada ruangan tanpa AC [23]

Daftar Pustaka Bab VII Studi Kasus di UGM

[1] W. Ganishaputra, “Simulasi penggantian kaca dan penggunaan vegetasi


sebagai sun shading terhadap beban termal,” 2013.
[2] UGM, “LinkedIn for Education,” 2016. .
[3] A. Ayuningtyas, “Analisis dan evaluasi parameter green building pada
perpustakaan pusat ugm sayap selatan (l1),” 2014.
[4] UGM, “Rencana Pengembangan Infrastruktur UGM,” 1909.
[5] K. Y. Prawira, “Penilaian Bangunan Hijau Menggunakan Greenship
Existing Building dan Green Mark Non-Residential Existing Building
Sebagai Masukan untuk Konsep Rating PUSKIM Edisi 2013 Studi Kasus:
Perpustakaan Pusat UGM Sayap Selatan (L1),” 2012.
[6] A. Lazuardi, “Simulasi Energi pada Gedung L3 Perpustakaan Pusat UGM
dengan EnergyPlus.”
[7] B. a. Korgel, “Materials science: Composite for smarter windows,” Nature,
vol. 500, no. 7462, pp. 278–279, 2013.
[8] Y. P. Handayani, “Simulasi sistem energi pada gedung l4 perpustakaan
pusat universitas gadjah mada dengan energyplus,” 2016.
[9] L. Hakim, “ANALISIS DAN EVALUASI PARAMETER GREEN
BUILDING BERDASARKAN KRITERIA GREENSHIP PADA DESAIN
ASRAMA MAHASISWA KINANTI 1 UGM,” 2014.
[10] BSN, “SNI 03-7065-2005 Tata cara perencanaan sistem plambing,” pp. 1–
17, 2005.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


194
Pintar di Kampus Biru
[11] Muslih, “PARAMETER GREEN BUILDING BERDASARKAN
KRITERIA GREENSHIP NEW BUILDING PADA GEDUNG ASRAMA
KINANTHI 2 dan 3 UGM,” 2014.
[12] P. Bulot, “Houston Cool Metal Roofs The Texas Smart Roof TM : The
Coolest Roof in Texas,” 2016. .
[13] USGBC, “LEED Green Building Rating System : Leadership in Energy
and Environmental Design,” 2000. .
[14] Nippon, “Nippon Paint Vinilex 5000.” .
[15] A. Qoyyim, “Analisis Kualitas Pencahayaan Asrama Kinanthi UGM
Menggunakan Pemodelan Numerik Sesuai SNI Pencahayaan dan
Simulasi,” 2015.
[16] A. Ghofur, “STUDI KELAYAKAN PROYEK PEMBANGUNAN
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA ( PLTS ) DI GEDUNG
ASRAMA MAHASISWA KINANTI 1,” 2015.
[17] INSGREEB, “Audit Energi Gedung Kantor Pusat Fakultas Teknik (KPFT)
UGM,” 2015.
[18] INSGREEB, “Audit Energi Gedung Perpustakaan Teknik UGM,” 2013.
[19] INSGREEB, “Audit Energi Gedung Departement Teknik Elektro dan
Teknologi Informasi,” 2015.
[20] INSGREEB, “Audit Energi Gedung Departemen Teknik Mesin dan
Industri UGM.”
[21] INSGREEB, “Audit Energi Gedung Departemen Teknik Nuklir dan Teknik
Fisika UGM,” 2015.
[22] N. N. Astuti, “Desain Gedung Smart and Green Learning Center (SGLC)
Fakultas Teknik UGM Menggunakan Kriteria Penilaian Greenship New
Building (Design Recognition),” 2016.
[23] A. N. Arlandita, “Audit Energi GOR UGM Berbasis Detail Engineering
Design,” 2013.
[24] A. Bamantoro, “Rain Harvesting dan Efisiensi Sumur Resapan GOR UGM
Berdasarkan Standar Greenship Water-Management,” 2015.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


195
Pintar di Kampus Biru
BAB VIII
INSGREEB
Menelusur Jejak Implementasi
Konsep Bangunan Hijau dan Pintar
di Kampus Biru

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


196
Pintar di Kampus Biru
Berbagai dampak negatif dari segi ekonomi dan lingkungan yang
ditimbulkan oleh peningkatan konsumsi energi sudah menjadi permasalahan dunia
sehingga memerlukan pendekatan secara komprehensif oleh para pemangku
kepentingan. Seperti yang tercantum dalam „Outlook Energy Indonesia 2011‟ oleh
BPPT, sebesar 44.5% kebutuhan energi berada di sektor industri, diikuti oleh
sektor transportasi sebanyak 28.1% dan sektor perumahan 14.7%. Sementara itu,
dari 23,7% konsumsi energi dalam bentuk listrik, 23% dikonsumsi oleh bangunan
perkantoran, terutama untuk pengkondisian udara dan pencahayaan. Solusi teknis
yang bisa diterapkan dalam operasional bangunan guna memenuhi target efisiensi
energi seringkali belum bisa mencapai target yang diharapkan karena solusi yang
diterapkan masih mengutamakan passive design. Oleh karena itu, teknologi
otomasi bangunan menjadi salah satu solusi yang menjanjikan.
Teknologi otomatisasi bangunan sebagian besar bekerja berdasarkan
setting manual di awal instalasi dan bukan real time adjustment. Untuk
otomatisasi bangunan yang bersifat real time, dibutuhkan implementasi teknologi,
sensor dan aktuator pengontrol kenyamanan huni, sistem antarmuka yang mudah
dioperasikan, dan efisiensi energi yang dikontrol secara komprehensif. Sistem
utilitas bangunan yang dikontrol semestinya memenuhi standard Indoor Comfort
and Health yang dikeluarkan oleh berbagai badan, lembaga dan asosiasi. Oleh
karena itu, dibutuhkan suatu perangkat kontrol energi sebagai solusi mengenai
energy efficiency dan indoor comfort baik untuk skala penghuni rumah tinggal
hingga gedung bertingkat untuk kenyamanan huni.
Kelompok Riset Integrated Smart and Green Building (Insgreeb) Jurusan
Teknik Fisika UGM merupakan kelompok riset baru yang bergerak di bidang
analisis kondisi fisis bangunan dan kuantifikasi performansi energi dengan
teknologi sensor dan instrumentasi yang praktis dan inovatif, penyediaan solusi
desain berbasis teknologi hijau / green technology (energi terbarukan dan energi
pasif, waste and water management dan green material) sesuai dengan kondisi
iklim setempat, serta penyediaan desain sistem kontrol bangunan yang terintegrasi
dan memenuhi standardisasi kriteria kenyamanan lingkungan huni. Saat ini,
Insgreeb sedang aktif menjalin kerjasama riset dengan pihak internal UGM
meliputi jurusan, program studi, laboratorium, kelompok riset, pusat studi yang

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


197
Pintar di Kampus Biru
terkait dengan bidang smart and green building serta kerjasama dengan pihak
eksternal dalam skala nasional maupun internasional. Insgreeb berpotensi besar
untuk mengintegrasikan aktivitas riset dan pengabdian masyarakat yang
dijalankan ke dalam jalur akademik. Insgreeb telah menunjukkan rekam jejak
kinerja di bidang fisika bangunan, instrumentasi dan sistem pengukuran fisis
bangunan, sistem sensor dan kontrol utilitas bangunan, dan green building.
Namun demikian, Insgreeb belum sepenuhnya mampu berperan sebagai rujukan
penting pengembangan smart and green building di skala nasional dan
internasional. Diperlukan kerja jangka panjang dan sistematis yang mampu
menyentuh secara keseluruhan aspek Tridharma Perguruan Tinggi di bidang smart
and green building. Hal tersebut perlu diletakkan dalam kerangka kuat pada road
map pengembangan Insgreeb jangka menengah dan sekaligus roadmap tematik
riset.

VIII. Integrated Smart and Green Building (INSGREEB)

INSGREEB merupakan singkatan dari Integrated Smart and Green


Building. INSGREEB adalah unit penyelenggara riset dari Departemen Teknik
Nuklir dan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada yang fokus
pada bangunan hijau dan pintar (smart and green building). Kami menganalisa
kondisi fisik bangunan dan mengukur performansinya. Kami juga menawarkan
solusi teknologi hijau yang akan menjamin bangunan anda nyaman baik untuk
bekerja, tinggal dan hidup.

VIII.1. Sejarah

Unit penyelenggara riset InSGreeB bermula dari pertemuan informal


beberapa dosen dengan minat riset yang sama serta pengampu beberapa mata
kuliah yang terkait dengan smart and green building. Pertemuan informal pada
awalnya membahas silabus mata kuliah, topik-topik riset terkini di bidang smart
and green building serta rekam jejak kegiatan riset masing-masing. Permasalahan
utama yang ingin diselesaikan saat itu adalah memperbaiki ketersediaan sarana

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


198
Pintar di Kampus Biru
dan prasarana penunjang riset smart and green building di Jurusan Teknik Fisika
UGM.
Topik green building dan konservasi energi bangunan menjadi trend dan
topik yang hangat dalam 5 tahun terakhir ini. Beberapa institusi di luar UGM
mulai mencari mitra kerjasama dan kebetulan saat itu belum ada UPR (Unit
Pengelolaan Riset) di UGM yang bergerak di bidang tersebut. Pada tahun yang
sama, UGM mulai mencanangkan gagasan ”Blue Campus” yang dimanifestasikan
dalam serangkaian kegiatan dan program diantaranya menjadikan beberapa
bangunan di lingkungan UGM sebagai Green Building. Untuk kepentingan
tersebut, UGM di bawah Direktorat Perencanaan dan Pengembangan mengajak
beberapa dosen Jurusan Teknik Fisika untuk bergabung sebagai penyusun konsep,
peneliti dan pelaku kegiatan.
Dengan semakin besarnya peluang riset di bidang smart and green
building, pada tahun 2013, diajukan proposal Hibah penguatan UPR di mana
InSGreeB memenangkan hibah tersebut. Kegiatan diprioritaskan pada :
 Identifikasi pelaku di bidang riset smart and green building.
 Identifikasi sarana dan prasarana penunjang riset yang tersedia di UGM,
universitas lain serta institusi dalam negeri dan luar negeri.
 Membangun jaringan.
 Menginisiasi beberapa riset kerjasama dengan institusi lain.

VIII.2. Dasar Hukum Pendirian

Unit Penyelenggara Riset Integrated Smart and Green Building (UPR


InSGreeB) adalah kelompok riset yang menginduk di bawah Departemen Teknik
Nuklir dan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Kelompok
riset ini berdiri pada tanggal 26 Februari 2012 dan sudah diresmikan oleh Ketua
Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika berdasarkan Surat Keterangan
Departemen dengan nomor 474/H1.17/DTNTF/KP/2016.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


199
Pintar di Kampus Biru
VIII.3. Visi dan Misi INSGREEB

Visi INSGREEB adalah menjadi kelompok riset unggul bertaraf


internasional di bidang rekayasa bangunan dan lingkungan terbangun yang
berbasis teknologi hijau, pintar dan berkelanjutan secara terpadu.
Misi INSGREEB terdiri dari dua hal yaitu:
1. Melakukan riset pengembangan, menyebarkan informasi dan pembelajaran
kepada civitas akademik dan masyarakat umum, serta melakukan inkubasi
hasil riset sehingga tercipta wirausaha di bidang teknologi hijau, pintar dan
berkelanjutan secara terpadu pada bangunan dan lingkungan terbangun.
2. Menjalin kerja sama dalam bentuk:
 Pengembangan riset dan pelayanan teknologi dengan berbagai instansi
di dalam dan luar negeri.
 Pendampingan dan pelayanan kepada pemerintah kota / daerah /
provinsi untuk pengembangan kota hijau (green city).

VIII.4. Kompetensi

a. Mampu melakukan analisis sistem fisis bangunan dan lingkungan


terbangun meliputi pencahayaan, termal, penghawaan, akustik, dan energi.
b. Mampu melakukan inovasi di bidang teknologi pengukuran, pemantauan
dan pengendalian.
c. Mampu menghasilkan solusi dari permasalahan pada bangunan dan
lingkungan terbangun berbasis teknologi hijau, pintar dan berkelanjutan
secara terpadu.

VIII.5. Struktur Organisasi Lembaga Periset

InSGreeB berada di bawah Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika


sehingga dilindungi langsung oleh Ketua Departemen Teknik Nuklir dan Teknik
Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Agar manajemen tim riset
berjalan dengan baik, maka InSGreeB saat ini dikoordinasi oleh Sentagi Sesotya
Utami, Ph.D yang juga berperan sebagai peneliti. Meskipun demikian, semua
peneliti di InSGreeB memiliki posisi yang setara di bidang penelitian yang

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


200
Pintar di Kampus Biru
dilakukan. Berikut adalah para peneliti di Tim Riset Integrated Smart and Green
Building. INSGREEB terdiri dari 6 dosen Departemen Teknik Nuklir dan Teknik
Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, yaitu:

Sesotya Utami, S.T., M.Sc., Ph.D.


 Coordinator of InSGreeB
 Green Building Assessment and Simulation
 Room Acoustics

Dr. Eng. M. Kholid Ridwan, S.T., M.Sc.


 Energy Audit Building
 Building Physics

Nazrul Effendy, S.T., M.T., Ph.D.


 Measurement Control and Instrumentation
Systems

Rachmawan Budiarto, S.T., M.T.


 Renewable Energy
 Building Energy Audit
 Green Building Assessment

Balza Achmad, S.T., M.Sc.E.


 Smart Sensor and Instrumentation

Faridah, S.T., M.Sc.


 Sensor and Instrumentation

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


201
Pintar di Kampus Biru
VIII.6. Topik Riset

INSGREEB menjalankan kegiatan terkait dengan topik:


1. Fisika Bangunan dan Akustik
Analisis terhadap karakteristik fisik suatu bangunan seperti suhu,
pencahayaan, konsumsi energi dan sensasi akustik pada ruang.
2. Green Building
Pemodelan dan simulasi terhadap aplikasi green technology seperti green
wall, green roof, energi terbarukan, pengolahan sampah dan air.
3. Instrumentasi dan Sistem Pengukuran Performansi Bangunan
Audit penggunaan energi melalui pengecekan sistem instrumentasi bangunan.
4. Sensor dan Sistem Kontrol Performansi Bangunan
Mengembangkan sensor dan sistem kontrol untuk menciptakan smart
building.

VIII.7. Rekam Jejak


Hibah dalam 5 tahun terakhir
1. Hibah Implementasi Education for Sustainable Development 2016
2. Hibah Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat 2016
3. Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi tahun 2016
4. Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi 2 tahun 2016
5. Hibah Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional Tahun 2015
6. Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Tahun 2015
7. Hibah Penelitian Desentralisasi PUPT ITB Tahun 2015
8. Hibah Riset Inovasi ITB Tahun 2015
9. Hibah Penerbitan Buku Karya Tahun 2015
10. Hibah UPR tahun 2014
11. Hibah UPR tahun 2013

Penelitian dan Kolaborasi


a. Perancangan Waste Water Management (WWM) dan Penyusunan
Petunjuk Teknik Greenship Kategori Konservasi Air (Studi Kasus Hotel
Novotel Yogyakarta).
b. Analisis Kualitas Pencahayaan Asrama Kinanti UGM Menggunakan
Pemodelan Numerik Sesuai SNI Pencahayaan dan Simulasi.
c. Analisis dan Evaluasi Parameter Green Building pada Perpustakaan Pusat
UGM Sayap Selatan (L1).

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


202
Pintar di Kampus Biru
d. Simulasi Sistem Energi Pada Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada
Gedung L1 Dengan Energyplus.
e. Analisis dan Penyusunan Petunjuk Teknis Parameter Green Building
Greenship Existing Building Pada Hotel Novotel Yogyakarta.
f. Analisis Energi Bangunan Hotel Novotel Yogyakarta Dengan Sistem
Pengkondisian Udara Variable Air Volume Menggunakan Energyplus.
g. Analisis Kinerja Selubung Bangunan Dengan Mengacu Pada Nilai OTTV
(Studi Kasus: Hotel Novotel Yogyakarta, Indonesia).
h. Pengaruh Pemasangan Light Shelf Pada Penggunaan Energi di Gedung
Program Diploma Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi UGM
Yogyakarta.
i. Simulasi Penggantian Kaca dan Penggunaan Vegetasi Sebagai Sun
Shading Terhadap Beban Termal Pada Gedung Pusat Universitas Gadjah
Mada Menggunakan Software Autodesk Ecotect 2011.
j. Simulasi Penggantian Kaca dan Penggunaan Vegetasi Sebagai Sun
Shading Terhadap Solar Exposure Pada Gedung Pusat Universitas Gadjah
Mada.
k. Perancangan Sistem Rain Water Harvesting Studi Kasus: Hotel Novotel
Yogyakarta.
l. Evaluasi Bangunan Asrama Mahasiswa Bulaksumur Residence UGM
Berdasarkan Greenship Existing Building Pada Aspek Energy Efficiency
and Conservation.
m. Pemodelan dan Instalasi Green Wall.
n. Pembuatan Modul Green Roof dan Green Wall.
o. Perhitungan Embodied Energy Rumah Sederhana Sehat (RSH) Tipe 36
Perumahan Dosen UGM.
p. Wall System Earthquake Resistant dan Rumah Instan Sederhana Sehat
(RISHA) Tipe 36 Lokasi Teknologi Permukiman di Yogyakarta.
q. Embodied Energy Rumah Struktur Tahan Gempa Program Rekompak JRF
(Java Reconstruction Fund) Desa Panggungharjo dan Desa Wirokerten,
Bantul, Yogyakarta.
r. Comprehensive Green Design for Rest Area in Jakarta.

INSGREEB | Menelusur Jejak Implementasi Konsep Bangunan Hijau dan


203
Pintar di Kampus Biru

Anda mungkin juga menyukai