Anda di halaman 1dari 96

ANALISIS DAN SIMULASI PERPINDAHAN KALOR PADA RANCANG

BANGUN COOLING BOX UNTUK SISTEM REFRIGERASI ADSORPSI

SKRIPSI

untuk memenuhi sebagai persyaratan


untuk memperoleh derajat Sarjana S-1

Program Studi Teknik Fisika

Diajukan oleh

Chairil Linggabinangkit
11/319636/TK/38760

Kepada
DEPARTEMEN TEKNIK NUKLIR TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Chairil Linggabinangkit


NIM : 11/319636/TK/38760
Judul Skripsi : ANALISIS DAN SIMULASI PERPINDAHAN KALOR
PADA RANCANG BANGUN COOLING BOX UNTUK
SISTEM REFRIGERASI ADSORPSI

menyatakan bahwa skripsi dengan judul tersebut di atas saya susun dengan
sejujurnya berdasarkan norma akademik dan bukan merupakan hasil plagiat.
Adapun semua kutipan di dalam skripsi ini telah saya sertakan nama
pembuatnya/penulisnya dan telah saya cantumkan ke dalam Daftar Pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila ternyata di
kemudian hari ternyata saya terbukti melanggar pernyataan saya tersebut di atas,
saya bersedia menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.

Yogyakarta, 26 Juni 2016


Yang menyatakan,

Chairil Linggabinangkit
NIM. 11/319636/TK/38760

ii
HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

ANALISIS DAN SIMULASI PERPINDAHAN KALOR PADA RANCANG


BANGUN COOLING BOX UNTUK SISTEM REFRIGERASI ADSORPSI

Oleh:
CHAIRIL LINGGABINANGKIT
11/319636/TK/38760

telah dipertahankan di depan Tim Penguji


pada tanggal 28 Juni 2016

Susunan Tim Penguji


Ketua,

Dr.Eng.M.Kholid Ridwan, ST., M.Sc


NIP. 197407111999031002

Penguji Utama, Anggota Penguji,

Dr.-Ing. Singgih Hawibowo Fadli Kasim, ST., M.Sc


NIP. 196107061989031001 NIP. 197210021999031003

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan


pada tanggal 28 Juni 2016

Ketua Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika


Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Nopriadi, ST., M.Sc., Ph.D.


NIP. 197311192002121002

iii
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
REPUBLIK INDONESIA
DEPARTEMEN TEKNIK NUKLIR DAN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA

HALAMAN TUGAS

Nama : Chairil Linggabinangkit


Nomor Mahasiswa : 11/319636/TK/38760
Pembimbing I : Dr.Eng. M.Kholid Ridwan, ST., M.Sc
Pembimbing II : Dr.Ir. Andang Widiharto, M.T.
Judul : ANALISIS DAN SIMULASI PERPINDAHAN
KALOR PADA RANCANG BANGUN COOLING BOX
UNTUK SISTEM REFRIGERASI ADSORPSI
Permasalahan : Sistem Refrigerasi Adsorpsi merupakan salah satu
teknologi sistem refrigerasi yang ramah lingkungan.
Perlu dilakukan analisis dan simulasi perpindahan kalor
pada rancang bangun cooling box sebagai komponen
pendukung sistem.

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.Eng. M.Kholid Ridwan, ST., M.Sc Dr.Ir. Andang Widiharto, M.T.


NIP. 197407111999031002 NIP. 196603041994031003

Mengetahui,
Ketua Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Nopriadi, ST., M.Sc., Ph.D.


NIP. 197311192002121002

iv
“Also Sprach Zarathustra”
(Friedrich Nietzsche)

“Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya
terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang
bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana,
maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali" - Tan
Malaka

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali


tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak
yang sholeh” (HR.Muslim no. 1631)

Karya ini saya persembahkan agama, almamater , masyarakat dan


negara.....

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah,
rahmat, hidayat dan karunia-Nya masih diberikan kesempatan dalam mengarungi
kehidupan ini untuk terus dapat berkarya. Karena seizin dan ridho-Nya pula, tugas
akhir ini dapat terselesaikan. Tidak lupa pula shalawat dan salam senantiasa
terpanjatkan atas junjungan nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat
dan pengikutnya.
Selama proses penyelesaian tugas akhir, penulis tidak terlepas atas bantuan
dan dukungan motivasi dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan dukungan moril sehingga dapat
terselesaikan tugas akhir ini terutama kepada :
1. Bapak, ibu, adik dan keluarga besar Abah Prie dan Abah Ewong yang telah
mendidik, membimbing dan memanjatkan doa untuk penulis serta selalu
memberikan support dikala sedang bimbang.
2. Bapak Nopriadi, S.T., M.Sc., Ph.D selaku ketua Departemen Teknik Nuklir
dan Teknik Fisika UGM yang telah memberikan arahan selama berkuliah di
UGM.
3. Bapak Dr.Eng. M.Kholid Ridwan, S.T., M.Sc dan Bapak Dr.Ir. Andang
Widiharto, M.T., sebagai dosen pembimbing dalam pelaksanaan tugas
akhir. Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas bimbingannya dan
motivasi yang telah diberikan sehingga kelak ilmu yang diberikan dapat
bermanfaat untuk diri penulis dan juga masyarakat.
4. Bapak Dr.-ing. Singgih Hawibowo dan Bapak Fadli Kasim, S.T., M.Sc.,
selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran dan juga
motivasi dalam menyempurnakan Tugas Akhir ini.
5. Bapak Nazrul Effendy, S.T., M.T.,Ph.D., selaku dosen pembimbing penulis.
Penulis ucapkan terima kasih atas bimbingan dan motivasinya selama
hampir 5 tahun ini.

vi
6. Bapak/Ibu dosen pengajar dan staff karyawan Departemen Teknik Nuklir
dan Teknik Fisika atas bimbingan , arahan dan bantuannya selama penulis
berkuliah di Teknik Fisika.
7. Kiki Intan Mayangsari, S.T., atas doa dan supportnya selama penulis
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
8. Teman-teman Popongan yang telah berjuang bersama selama berkuliah di
Teknik Fisika hingga menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Komunitas Mahasiswa Sentra Energi (Kamase), atas pengalaman dan
pengetahuan mengenai arti pengabdian sesungguhnya. Semoga seterusnya
Kamase semakin maju dan sukses/
10. Teman-teman seperjuangan Teknik Fisika 2011 yang terus struggle dalam
menjalani dunia perkuliahan selama hampir 5 tahun ini.
11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari Tugas Akhir ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap Tugas
Akhir ini dapat memberikan manfaat dan juga pencerahan bagi semua pihak.

Yogyakarta, Juni 2016

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i


PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN TUGAS......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL..............................................................................................x
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN .................................................... xiv
INTISARI........................................................................................................ xv
ABSTRACT.................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
I.I. Latar Belakang.............................................................................................1
I.II. Perumusan Masalah .....................................................................................2
I.III. Batasan Masalah ..........................................................................................2
I.IV. Tujuan.........................................................................................................2
I.V. Manfaat.......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4
II.I. Penelitian Mengenai Sistem Refrigerasi Adsorpsi...........................................4
II.II. Penelitian Mengenai Komponen Pendukung Sistem Refrigerasi Adsorpsi ........5
BAB III DASAR TEORI ...................................................................................... 6
III.I. Adsorpsi ......................................................................................................6
III.I.a. Adsorpsi Fisika ............................................................................................6
III.I.b. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi ..............................................8
III.I.c. Adsorben dan Adsorbate...............................................................................9
III.II. Perpindahan Kalor ...................................................................................... 14
III.II.a.Konduksi ................................................................................................... 14
III.II.b.Konveksi ................................................................................................... 18
III.II.c.Radiasi....................................................................................................... 20

viii
III.III. Perangkat Lunak Comsol Multiphysics ......................................................... 21
BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN ........................................................ 22
IV.I. Alat dan Bahan Penelitian........................................................................... 22
IV.II. Tata Laksana Penelitian .............................................................................. 23
IV.II.a. Studi Literatur ........................................................................................... 23
IV.II.b. Pengambilan Data ..................................................................................... 24
IV.II.c. Prosedur Pengambilan Data........................................................................ 26
IV.II.d. Pemodelan Matematis Cooling Box ............................................................ 26
IV.II.e. Simulasi dan Pemodelan pada Comsol Multiphysics..................................... 27
BAB V HASIL dan PEMBAHASAN ............................................................... 29
V.I. Hasil Pengukuran Temperatur Cooling Box.................................................. 29
V.II. Simulasi Comsol Multiphysics .................................................................... 38
V.III. Pemodelan Matematis dan Penyederhanaan Sistem ...................................... 38
V.IV. Hasil Simulasi Comsol Multiphysics............................................................ 46
V.V. Perbandingan Hasil Pengukuran dengan Hasil Simulasi ................................ 49
V.VI. Perhitungan Heat Loss................................................................................ 56
BAB VI KESIMPULAN dan SARAN ............................................................... 61
VI.I. Kesimpulan ............................................................................................... 61
VI.II. Saran ........................................................................................................ 61
Daftar Pustaka................................................................................................. 63
Lampiran......................................................................................................... 65

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Nilai Konduktivitas Termal beberapa material ............................................ 17


Tabel 4. 1. Alat yang digunakan pada penelitian .............................................................22
Tabel 4. 2. Dimensi dari cooling box ......................................................................... 25
Tabel 5. 1. Data kondisi awal sebelum pengukuran pertama ...........................................29
Tabel 5. 2. Data kondisi awal sebelum pengukuran kedua ........................................... 31
Tabel 5. 3. Data kondisi awal sebelum pengukuran ketiga ........................................... 33
Tabel 5. 4. Nilai properti material untuk simulasi ....................................................... 38
Tabel 5. 5. Korelasi empiris nilai bilangan Nusselt rata-rata konveksi natural ............... 42
Tabel 5. 6. Nilai h untuk masing-masing temperatur ................................................... 44
Tabel 5. 7. Rangkuman hasil perbandingan data pengukuran dan simulasi.................... 55
Tabel 5. 8. Data ketebalan dinding untuk masing-masing material ............................... 57
Tabel 5. 9. Nilai koeffisien k dan h di beberapa nilai temperatur lingkungan ................ 59
Tabel 5. 10. Total heat loss pada masing-masing nilai temperatur lingkungan............... 59

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 1. Kurva Adsorpsi Isotherm .......................................................................7


Gambar 3. 2. Silika Gel............................................................................................ 10
Gambar 3. 3. Karbon Aktif ...................................................................................... 11
Gambar 3. 4. Zeolit.................................................................................................. 12
Gambar 3. 5. Perpindahan Panas Konduksi ............................................................... 14
Gambar 3. 6. Koordinat Kartesian............................................................................. 15
Gambar 3. 7. Koordinat Silinder ............................................................................... 16
Gambar 3. 8. Koordinat Bola.................................................................................... 16
Gambar 3. 9. Perpindahan panas konveksi ................................................................ 19
Gambar 3. 10. Perpindahan kalor koveksi ................................................................. 20
Gambar 3. 11. Perpindahan panas radiasi .................................................................. 20
Gambar 4. 1.Tata Laksana Penelitian ....................................................................... 23
Gambar 4. 2. Multitester Heles UXC 369 C............................................................... 24
Gambar 4. 3. Cooling box yang digunakan pada penelitian ini .................................... 25
Gambar 4. 4. Tampak depan cooling box dan titik pengukuran ................................... 26
Gambar 4. 5. Diagram alir pemodelan matematis cooling box .................................... 27
Gambar 5. 1. Grafik pengukuran temperatur pada dasar cooling box .............................29
Gambar 5. 2. Grafik pengukuran temperatur pada dinding cooling box dengan ketinggian
19 cm dari dasar cooling box ..................................................................................... 31
Gambar 5. 3. Grafik pengukuran temperatur pada dinding cooling box dengan ketinggian
38 cm dari dasar cooling box ..................................................................................... 33
Gambar 5. 4. Pemodelan dan penyederhanaan model cooling box............................... 39
Gambar 5. 5. Nodes dan grid yang digunakan pada metode finite difference................ 45
Gambar 5. 6. Hasil Simulasi 1 dengan Comsol Multiphysics ...................................... 47
Gambar 5. 7. Hasil Simulasi 2 Comsol Multiphysics .................................................. 47
Gambar 5. 8. Hasil Simulasi 3 Comsol Multiphysics .................................................. 48
Gambar 5. 9. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik pertama
pengukuran pada volume 400 ml................................................................................ 50
Gambar 5. 10. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik kedua
pengukuran pada volume 400 ml................................................................................ 51

xi
Gambar 5. 11. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik ketiga
pengukuran pada volume 400 ml................................................................................ 51
Gambar 5. 12. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik pertama
pengukuran pada volume 600 ml................................................................................ 52
Gambar 5. 13. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik kedua
pengukuran pada volume 600 ml................................................................................ 53
Gambar 5. 14. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik ketiga
pengukuran pada volume 600 ml................................................................................ 53
Gambar 5. 15. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik pertama
pengukuran pada volume 800 ml................................................................................ 54
Gambar 5. 16. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik kedua
pengukuran pada volume 800 ml................................................................................ 54
Gambar 5. 17. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik ketiga
pengukuran pada volume 800 ml................................................................................ 55
Gambar 5. 18. Pemodelan dinding cooling box .......................................................... 57
Gambar 5. 19. Analogi rangkaian listrik dengan rangkaian hambatan termal................ 58

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. 1. Hasil Pengukuran .......................................................................... 65


Lampiran A. 2. Hasil Simulasi ................................................................................ 71
Lampiran B. 1. Simulasi Comsol Multiphysics ........................................................ 77

xiii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang Keterangan Satuan


A Luas Area m2
Gr Bilangan Grashof -
g Percepatan gravitasi m/s2
β Koefisien ekspansi volume 1/ T
T∞ Temperatur permukaan oC

v Viskositas Kinematik dari fluida m2 /s


Pr Bilangan Prandtl -
𝜇 Viskositas Dinamik kg/m.s
Cp Kalor Spesifik kJ/Kg.K
K konduktivitas termal W/m.K
h Koefisien perpindahan panas konveksi W/m2 K
l Karakteristik panjang geometri m
Nu Bilangan Nusselt -
𝑇𝑚𝑖 temperatur pada nodes di waktu sebelumnya oC atau K
𝑖
𝑇𝑚−1 temperatur pada nodes sebelum m di waktu
sebelumnya oC atau K
k koeffisien transfer kalor konduksi W/m K
Δ𝑥 ukuran mesh m
L ketebalan dinding m
M nilai nodes 0,1,2...
𝜌 densitas kg/m3
𝜏 mesh Fourier number -
Δ𝑡 perubahan waktu s
𝛼 diffusitas termal m2 /s

xiv
ANALISIS DAN SIMULASI PERPINDAHAN KALOR PADA RANCANG
BANGUN COOLING BOX UNTUK SISTEM REFRIGERASI ADSORPSI

oleh

Chairil Linggabinangkit
11/319636/TK/38760

Diajukan kepada Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada pada tanggal 28 Juni 2016
untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh derajat
sarjana S-1 Program Studi Teknik Fisika

INTISARI
International Institute of Refrigeration di Paris memperkirakan kurang lebih
15% dari energi listrik yang dibangkitkan di dunia digunakan untuk sistem
pengkondisian udara dan sistem refrigerasi. Dalam beberapa tahun, sistem
refrigerasi kompresi uap biasanya menggunakan refrigeran sintetik yang
diperkirakan emisi dari refrigeran sintetik ini berkontribusi menyebabkan penipisan
lapisan ozon di atmosfer. Dalam beberapa dekade terakhir telah dikembangkan
teknologi refrigerasi berbasis adsorpsi yang ramah lingkungan.
Pada penelitian ini dilakukan analisis dan simulasi perpindahan panas pada
rancang bangun cooling box sebagai salah satu komponen pendukung yang
digunakan pada sistem refrigerasi adsorpsi. Analisis dilakukan dengan metode
finite difference untuk mengetahui perubahan temperatur per satuan waktu.
Perhitungan analisis dan simulasi dilakukan dengan bantuan perangkat lunak.
Cooling box disimulasikan dengan waktu simulasi selama 3 jam. Ketinggian air di
dalam cooling box divariasikan sebesar 400 ml, 600 ml dan 800 ml. Hasil dari
simulasi akan dibandingkan dengan hasil pengukuran temperatur pada cooling box
untuk mendapatkan nilai error.
Dari analisis dan simulasi cooling box dapat diketahui bahwa cooling box
mampu mempertahankan temperatur di bawah suhu lingkungan dalam kurun waktu
simulasi selama 3 jam. Nilai error untuk volume 400 ml pada titik pertama, titik
kedua dan titik ketiga didapatkan nilai error sebesar 38,36%, 36,67% dan 28,34%.
Pada volume 600 ml didapatkan nilai error untuk ketiga titik pengukuran sebesar
31,25%, 36,39% dan 30,99 %. Sedangkan pada volume 800 ml didapatkan nilai
error sebesar 35,33%, 21,24% dan 17,30 %.

Kata kunci : Adsorpsi, cooling box, perpindahan kalor, sistem refrigerasi

Pembimbing Utama : Dr.Eng, M.Kholid Ridwan, S.T., M.Sc.


Pembimbing Pendamping : Dr.Ir. Andang Widiharto, M.T.

xv
HEAT TRANSFER ANALYSIS AND SIMULATION OF COOLING BOX
FOR ADSORPTION REFRIGERATION SYSTEM

by

Chairil Linggabinangkit
11/319636/TK/38760

Submitted to the Department of Nuclear Engineering and Engineering Physics,


Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada on June 28, 2016 in partial
fulfillment of the Degree of Bachelor of Engineering in Engineering Physics

ABSTRACT

International Institute of Refrigeration in Paris estimates that about 15%


electricity that produced by the world is used for air conditioning and refrigeration
system. Within years, steam compression refrigeration system usually wears
synthetic refrigerant that produces bad emission that can diminish the ozone layer
in atmosphere. On last decade, the studies about refrigeration technology based
environmental friendly adsorption are evolved rapidly.
This study analyzed and simulate the heat transfer in a cooling box as one of
the important component that used in adsorption refrigerant system. The analysis
done by finite difference method to know the temperature changes per second.
Analysis, calculation, and simulation are done by computer software. The cooling
box simulated for 3 hours. Water level inside the cooling box varieties are 400 ml,
600 ml, and 800 ml. The simulation results then compared with the temperature
measurement results to get the error value.
From the results of analysis and simulation, the cooling box can maintain its
core temperature under the ambient temperature during 3 hours of simulation time.
Error values for 400 ml water level on the first point, the second point, and the third
point are 38,36%, 36,67%, and 28,34%. For 600 ml water level, the error values are
31,25%, 36,39%, and 30,99%. For 800 ml water level, the error values are 35,33%,
21,24%, and 17,30%.

Keywords: Adsorption, cooling box, heat transfer, refrigeration system

Supervisor : Dr.Eng, M. Kholid Ridwan, S.T., M.Sc.


Co-Supervisor : Dr. Ir. Andang Widiharto, M.T.

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang


Konsumsi energi di dunia semakin meningkat, diperkirakan konsumsi energi
global akan bertambah sebanyak 71% dalam kurun waktu 2003-2030 [1].
Pertambahan konsumsi energi harus diimbangi dengan penggunaan yang lebih
effisien dan rasional. International Institute of Refrigeration di Paris
memperkirakan kurang lebih 15% dari energi listrik yang dibangkitkan di dunia
digunakan untuk sistem pengkondisian udara dan sistem refrigerasi [2].
Pada sistem refrigerasi konvensional umumnya menggunakan siklus
kompresi uap. Siklus kompresi uap ini membutuhkan konsumsi energi listrik yang
besar sehingga secara signifikan meningkatkan konsumsi energi fosil.
Meningkatnya konsumsi energi fosil akan menyebabkan bertambahnya emisi gas
CO 2 yang akan mengakibatkan Efek Rumah Kaca di atomsfir.
Dalam beberapa tahun, sistem refrigerasi kompresi uap biasanya
menggunakan refrigeran sintetik, misalnya CFCs, HCFCs ataupun HFCs. Ketika
emisi dari refrijeran ini terpapar dengan atmosfer, maka akan terjadi penipisan
lapisan ozon. Penipisan lapisan ozon ini menyebabkan terjadinya Efek Rumah Kaca
di atmosfer. Pada akhir tahun 1980an, diperkirakan bahwa emisi dari refrigeran
sintetik ini sebesar 33,3% berkontribusi menyebabkan penipisan lapisan ozon di
atmosfer [3].
Dalam beberapa dekade terakhir telah dikembangkan teknologi refrigerasi
berbasis adsorpsi sebagai alternatif sistem refrigerasi yang ramah lingkungan.
Sistem refrigerasi adsorpsi mirip seperti sistem kompresi uap, namun sistem
refrigerasi adsorpsi menggunakan adsorber sebagai thermal compressor. Sistem
refrigerasi adsorpsi terdiri dari adsorber, evaporator, kondenser dan sumber panas.
Sumber panas yang digunakan biasanya berasal dari panas buangan mesin atau
panas matahari.
Pada penelitian ini dilakukan analisis eksperimental dan simulasi pada
cooling box untuk sistem refrigerasi adsorpsi berbasis adsorpsi zeolit-air. Analisis

1
2

eksperimental dilakukan dengan pengujian cooling box selama 3 jam untuk


mengetahui performa perpindahan panas yang terjadi. Simulasi dilakukan dengan
perangkat lunak Comsol Multiphysics untuk mengestimasi persebaran perpindahan
panas pada cooling box.

I.II. Perumusan Masalah


Perumusan masalah pada penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimana metode untuk mengetahui performa dari hasil rancang
bangun cooling box untuk sistem refrigerasi adsorpsi?

I.III. Batasan Masalah


Adapun batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini, yakni :
1. Desain cooling box tidak dibahas pada penelitian ini.
2. Variabel yang digunakan pada pengujian adalah Temperatur pada
dinding bagian dalam cooling box (T) dan Volume air (V).
3. Proses adsorpsi tidak dibahas pada penelitian ini.
4. Pengambilan data dilakukan tanpa beban pendingin

I.IV. Tujuan
1. Melakukan analisis pada hasil pengujian rancang bangun cooling box
untuk sistem refrigerasi adsorpsi.
2. Melakukan analisis perpindahan kalor pada hasil rancang bangun
cooling box.
3. Mengestimasi sebaran temperatur pada hasil rancang bangun cooling
box.
4. Mengidentifikasi temperatur yang optimal yang dapat dicapai oleh
cooling box.

I.V. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yakni :
1. Mendapatkan hasil performa cooling box yang digunakan untuk sistem
refrigerasi adsorpsi pada penelitian selanjutnya.
3

2. Dapat digunakan sebagai referensi pada penelitian sistem refrigerasi


selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.I. Penelitian Mengenai Sistem Refrigerasi Adsorpsi


D. I. Tchernev (1979) merupakan salah satu orang yang pertama kali
melakukan penelitian mengenai sistem refrigerasi adsorpsi dengan pasangan kerja
zeolit-air. Sistem yang dibuat terdiri dari solar adsorber, kondenser, evaporator dan
sebuah cooling box. Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah sistem dapat
menghasilkan 1 ton air conditioner dengan jumlah zeolite sebanyak 1 ton yang
tersebar melalui 200 ft2 dengan energi matahari input sebanyak 20.000 BTU/hari
dan dapat memproduksi pendinginan 9000 BTU/hari. Sistem yang dibangun
Tchernev dapat digunakan untuk pengawetan vaksin di negara berkembang [4].
E.E. Anyanwu, C.Z. Ezekwe [5], peneliti dari Nigeria membuat Solar
Refrigerator dengan menggunakan pasangan kerja aktif karbon-methanol untuk
memproduksi es pada tahun 1995. Periode adsorpsi berlangsung selama 12 jam.
Hasilnya air mampu diproduksi hingga bertemperatur 1 o C.
Penelitian mengenai kemampuan adsorpsi aktif karbon juga telah dilakukan
oleh Li et.al [6]. Penelitian ini menguji tiga sampel aktif karbon dengan jenis
berbeda untuk mengidentifikasi kualitas adsorben yang paling baik. Temperatur
yang digunakan pada penelitian ini berkisar dari 80 o C hingga 135o C. Perubahan
tekanan didapatkan sebagai fungsi waktu untuk masing-masing temperatur.
Persamaan Dubinin-Radushkevitch digunakan untuk menghitung jumlah methanol
yang teradsorpsi. Jumlah methanol yang teradsorpsi ini merupakan fungsi
perubahan tekanan. Persamaan Dubinin- Radushkevitch ditunjukkan oleh
persamaan berikut.

ln W = ln Wo – D [T . ln (P/Po )] 2 (2.1)

Nilai W merupakan jumlah methanol yang teradsorpsi yang bergantung dari


fungsi tekanan P, Wo adalah jumlah methanol maksimum yang dapat di adsorp pada
temperatur T dan D adalah nilai konstanta struktur adsorben.

4
5

II.II. Penelitian Mengenai Komponen Pendukung Sistem Refrigerasi


Adsorpsi
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rizki Rahmani [6] mengenai
perancangan cooling box sebagai bagian dari komponen pendukung sistem adsorpsi
refrigerasi. Pasangan kerja yang dipilih adalah zeolit-air. Hasil rancangan tersebut
kemudian disimulasikan dengan perangkat lunak Comsol Multiphysics. Dari hasil
simulasi tersebut menunjukkan bahwa temperatur cooling box turun hingga 5o C
dari temperatur lingkungan. Hasil penelitian tersebut berupa beban pendinginan dan
massa air yang diperlukan sebagai pasangan kerja.
Dalam penelitian lain mengenai komponen pendukung sistem refrigerasi
adsorpsi dilakukan oleh Dwi Setyo Atmoko [7]. Pada penelitian tersebut dilakukan
perancangan awal Parabolic Trough Solar Collector (PTSC). PTSC digunakan
sebagai media proses desorpsi. Analisis dilakukan pada kondisi radiasi matahari di
tanggal 20 Maret 2015, 21 Juni 2015, 23 September 2015 dan 20 Desember 2015.
Dari hasil penelitian didapatkan luas minimum aperture PTSC untuk ukuran
cooling box 0,4 x 0,3 x 0,25 cm3 adalah 12.086,23 cm2 , untuk cooling box dengan
ukuran 0,4 x 0,3 x 0, 5 cm3 sebesar 21.283, 29 cm2 dan untuk cooling box dengan
ukuran 0,4 x 0,5 x 0,5 cm3 sebesar 25.705, 85 cm2 .
BAB III
DASAR TEORI
III.I. Adsorpsi
Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi antara molekul-molekul gas atau
cairan yang dikontakkan dengan suatu permukaan padatan. Adsorpsi adalah proses
dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan melekat pada permukaan padatan
[8].
Interaksi antara padatan dan molekul yang mengembun relatif lemah.
Adsorpsi biasanya dikaitkan dengan perpindahan dari suatu gas atau cairan ke suatu
permukaan padatan, namun pada kasus lain perpindahan dari suatu gas ke suatu
permukaan cairan juga terjadi. Substansi yang terkonsetrasi pada permukaan
didefinisikan sebagai adsorbate dan material dimana adsorbate terakumulasi
didefinisikan sebagai adsorben [9].

III.I.a. Adsorpsi Fisika


Adsorpsi fisik terjadi saat molekul-molekul gas atau cairan dikontakkan
dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul-molekul tadi
mengembun pada permukaan padatan tersebut [10]. Adsorpsi fisik terjadi karena
adanya gaya Van Der Waals yaitu gaya tarik-menarik yang relatif lemah antara
adsorbate dengan permukaan adsorben.Kalor yang dibutuhkan untuk proses
adsorpsi fisik umumnya rendah (5 – 10 kkal/gmol gas) dan terjadi pada temperatur
rendah yaitu dibawah titik didih adsorbate. Hal ini menyebabkan kesetimbangan
dari proses adsorpsi fisik reversibel dan berlangsung sangat cepat.
Adsorpsi fisik terjadi tanpa memerlukan energi aktivasi, sehingga pada proses
tersebut akan membentuk lapisan multilayer pada permukaan adsorben. Ikatan yang
terbentuk dalam adsorpsi fisik dapat diputuskan dengan mudah yaitu dengan cara
pemanasan pada temperatur 150 – 200 o C selama 2 – 3 jam [10].
PengGambaran kurva antara jumlah gas yang teradsorpsi terhadap tekanan
(p/p0 ) pada keadaan isotermal dapat dibagi menjadi enam jenis, seperti ditunjukkan
oleh Gambar 3.1 [9].

6
7

Gambar 3. 1. Kurva Adsorpsi Isotherm

(a) Tipe I, disebut langmuir isoterm yang menggambarkan adsorpsi


(monolayer). Langmuir isoterm sesuai dengan adsorpsi fisik pada padatan,
biasanya diperoleh dari adsorben berpori kecil (micropore) kurang dari 2
nm dan luas are eksternal sangat sedikit, contohnya pada karbon aktif, silika
gel,zeolit dan bentofit.
(b) Tipe II, diperoleh dari percobaan Brauner, Emmett dan Teller (1938).Kurva
jenis ini ditemukan pada adsorben berpori besar (macroporous).
(c) Tipe III, Tekanan akan bertambah ditunjukkan oleh kuantitas adsorben yang
semakin tinggi. Tipe ini jarang ditemukan dalam eksperimen adsorpsi,
biasanya terjadi ketika gaya tarik menarik molekul gas lebih besar
dibandingkan gaya ikat adsorpsi.
(d) Tipe IV, sering terjadi pada padatan berpori, seperti pada katalis industri.
Tipe ini umumnya relatif terjadi pada tekanan rendah sampai menengah,
dimana volume terbesar adsorbate yang teradsorpsi dapat dihitung dari
capillary condensation yang telah sempurna mengisi pori. Kurva jenis ini
dihasilkan padatan adsorben berukuran mesopore yakni 2-50 nm.
8

(e) Tipe V, tipe ini hampir sama dengan tipe III, dihasilkan dari interaksi yang
rendah antara adsorben dengan adsorbate.

III.I.b. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi


Daya adsorpsi dipengaruhi lima faktor [10] yaitu :
1. Jenis Adsorbate
a. Ukuran molekul adsorbate
Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal penting agar proses
adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat
diadsorpsi adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil
atau sama dengan diameter pori adsorben
b. Kepolaran zat
Apabila berdiamater sama, molekul-molekul polar akan lebih kuat
diadsorpsi dibanding molekul-molekul tidak polar. Molekul-
molekuk yang lebih polar dapat menggantikan molekul-molekul
yang kurang polar yang terlebih dahulu teradsorpsi.

2. Karakteristik adsorben
a. Kemurnian adsorben
Sebagai zat untuk mengadsorpsi, adsoben yang lebih murni
memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih baik.
b. Luas permukaan dan volume pori adsorben
Jumlah molekul adsorbate yang teradsorpsi akan meningkat dengan
bertambahnya luas permukaan dan volume pori adsorben.

3. Temperatur absolut (T), temperatur yang dimaksud adalah


temperatur adsorbate. Pada saat molekul-molekul gas atau adsorbate
yang melekat pada permukaan adsorben akan terjadi pembebasan
sejumlah energi yang dinamakan peristiwa eksotermis.
Berkurangnya temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang
teradsorpsi demikian juga untuk peristiwa sebaliknya.
9

4. Tekanan (P), tekanan yang dimaksud adalah tekanan adsorbate.


Kenaikkan tekanan adsorbate dapat menaikkan jumlah adsorbate
yang diadsorpsi.

5. Interaksi potensial (E), interaksi pontensial antara adsorbat dengan


dinding adsorben sangat bervariasi, tergantung dari sifat adsorbat-
adsorben.

III.I.c. Adsorben dan Adsorbate


Pasangan adsorben-adsorbate untuk adsorpsi fisik adalah silika gel-air, zeolit-
air, karbon aktif-ammonia, karbon aktif-metanol [15]. Pasangan adsorben dan
adsorbate, pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Non- polar adsorben atau Hydrophobic, meliputi silika gel,zeolit,
active-alumina. Adsorben ini dipasangkan dengan air sebagai
adsorbatenya.
2. Polar adsorben atau Hydrophilic, meliputi karbon aktif dan adsorben
polimer. Adsorben ini dipasangkan dengan hidrokarbon (methanol
dan ethanol) atau gas (amonia) sebagai adsorbatenya.
Material penyerap atau adsorben adalah zat atau material yang mempunyai
kemampuan untuk mengikat dan mempertahankan cairan atau gas didalamnya.
Adapun beberapa adsorben yang digunakan secara komersial adalah kelompok
polar adsorben atau disebut juga hydrophilic seperti silika gel, alumina aktif dan
zeolit.
Kelompok lainnya adalah kelompok non-polar adsorben atau hydrophobic
seperti polimer adsorben dan karbon aktif. Karakter fisik adsorben yang utama
adalah karakter permukaannya, yaitu luas permukaan dan pori-porinya.
Karakteristik adsorben dapat dilihat dari permukaannya seperti luas
permukaan dan polaritas. Semakin luas permukaan spesifik, maka kemampuan
10

adsorpsi juga semakin meningkat. Karakteristik adsorben yang dibutuhkan untuk


adsorpsi [10], adalah :
1. Luas permukaan besar sehingga kapasitas adsorpsinya tinggi
2. Memiliki aktifitas terhadap komponen yang diadsorpsi
3. Memiliki daya tahan yang baik
4. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama peristiwa adsorpsi
dan desorpsi.
Adsorben yang memiliki kemampuan menyerap air disebut hydrophilic yaitu
silika gel, zeolit dan aktif alumina, sedangkan adsorben yang memiliki kemampuan
menyerap hidrokarbon dan gas disebut hydrophobic yaitu karbon aktif dan
adsorben polimer.

1. Silika Gel
Energi yang dibutuhkan untuk pengikatan adsorbate pada silika gel relatif
kecil dibanding dengan energi yang dibutuhkan untuk mengikat adsorbate pada
karbon aktif atau zeolite sehingga temperatur untuk desorpsinya rendah. Laju
desorpsi silika gel terhadap kenaikkan temperatur sangat tinggi. Silika gel dibuat
dari silika murni dan secara kimia diikat dengan air. Jika silika gel diberi panas
yang berlebih sampai kehilangan kadar air, maka daya adsorpsinya akan hilang.
Umumnya penggunaan silika gel pada temperatur dibawah 200 o C. Silika gel
memiliki kapasitas menyerap air yang besar terutama pada saat tekanan uap air
tinggi.

Gambar 3. 2. Silika Gel [17]


11

2. Karbon Aktif
Karbon aktif adalah suatu bahan berupa karbon armof yang sebagian besar
terdiri atas karbon bebas serta memiliki permukaan dalam (internal surface)
sehingga mempunya kemampuan daya serap yang baik. Daya serap dari karbon
aktif umumnya bergantung pada senyawa karbon berisi 85% sampai 95% karbon
bebas. Pada dasarnya karbon aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung
karbon, baik berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang. Bahan yang
dapat dibuat menjadi karbon aktif diantaranya jenis kayu, sekam padi, tulang
hewan, batu bara, tempurung kelapa, kulit biji kopi dan lain-lain.
Prinsip pembuatan karbon aktif adalah proses karbonasi yaitu proses
pembentukkan bahan menjadi arang (karbon), kemudian diaktivasi. Semua jenis
adsorbate dapat digunakan sebagai pasangan karbon aktif, kecuali air (Nasruddin,
2005).

Gambar 3. 3. Karbon Aktif [18]

3. Zeolit
Zeolit digunakan untuk pengeringan dan pemisahan campuran hidrokarbon,
zeolit memiliki kemampuan adsorpsi tinggi karena zeolit memiliki porositas yang
tinggi. Zeolit mengandung kristal zeolit yang mineral aluminosilicate yang disebut
sebagai penyaring molekul. Mineral aluminosilicate ini terbentuk secara alami.
Zeolit buatan dibuat dan dikembangkan untuk tujuan khusus, diantaranya 4A, 5A,
10X dan 13X yang memiliki volume rongga antara 0.05 sampai 0.30 cm3 /gram dan
12

dapat dipanaskan sampai 500o C tanpa harus kehilangan kemampuan adsorpsi dan
desorpsinya. Zeolit 4A (NaA) digunakan untuk mengeringkan dan memisahkan
campuran hidrokarbon. Zeolit 5A (CaA) digunakan untuk memisahkan parrafins
dan beberapa hidrokarbon siklik. Zeolit 10X (CaX) dan 13X (NaX) memiliki
diameter pori yang lebih besar sehingga dapat mengadsorpsi adsorbate pada
umumnya.

Gambar 3. 4. Zeolit [19]

Adsorbate adalah substansi dalam bentuk cair atau gas yang terkonsentrasi
pada permukaan adsorben. Adsorbate yang biasa digunakan pada sistem pendingin
adalah air (polar subtances) dan kelompok non polar substances seperti methanol,
ethanol dan kelompok hidrokarbon [15].

1. Air
Merupakan adsorbate yang ideal karena memiliki kalor laten spesifik
terbesar, mudah didapat, murah dan tidak beracun. Air dapat dijadikan pasangan
zeolit dan silika gel. Tekanan penguapan air yang rendah merupakan keterbatasan
air sebagai adsorbat, sehingga menyebabkan
 Temperatur penguapan rendah (100 o C), sehingga penggunaan air
terbatas hanya untuk sistem pengkondisian udara dan chilling.
 Tekanan sistem selalu dibawah tekanan normal (1 atm). Sistem harus
memiliki instalasi yang tidak bocor agar udara tidak masuk.
 Rendahnya tekanan penguapan air menyebabkan rendahnya tekanan
proses adsorpsi dibatasi oleh transfer masa.
13

2. Ammonia
Besarnya panas laten spesifik ammonia adalah setengah lebih rendah dari
panas laten spesifik air, pada temperatur 0 o C dan memiliki tekanan penguapan yang
tinggi. Ammonia memiliki keuntungan yang ramah lingkungan dan dapat
digunakan sebagai adsorbate sampai -40o C dan dapat dipanaskan sampai 200 o C.
Kerugian dari ammonia, antara lain :
 Beracun, sehingga penggunaannya dibatasi.
 Tidak dapat ditampung pada instalasi yang terbuat dari tembaga atau
campurannya.
3. Methanol
Di banyak hal kemampuan atau performa methanol berada diantara air dan
ammonia. Methanol memiliki tekanan penguapan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan air (meskipun pada tekanan 1 atm), sehingga sangat cocok untuk sistem
pendingin. Karbon aktif, silika gel dan zeolit merupakan adsorben yang menjadi
pasangan dari methanol.
4. Karbondioksida (CO 2 )
Karbondioksida merupakan persenyawaan antara karbon (27.3 wt%)
dengan oksigen (72.7 wt%). Pada kondisi tekanan dan temperatur atmosfir,
karbondioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau.
Karbondioksida juga merupakan gas tidak reaktif dan tidak beracun. Gas tersebut
tidak mudah terbakar (nonflammable) dan tidak dapat memicu terjadinya
pembakaran.
14

III.II. Perpindahan Kalor


Secara umum kalor akan berpindah dari tempat yang bertemperatur tinggi
ke tempat yang bertemperatur rendah. Proses perpindahan kalor dibagi menjadi 3
mekanisme, yaitu Konduksi, Konveksi dan Radiasi.

III.II.a. Konduksi
Konduksi adalah proses perpindahan kalor dari tempat yang bertemperatur
tinggi ke tempat yang bertemperatur rendah dengan kondisi media penghantar kalor
tidak ikut berpindah. Secara umum perhitungan nilai perpindahan konduksi
menggunakan Hukum Fourier, yaitu

𝑑𝑇 𝑞𝑘 𝑑𝑇
𝑞𝑘 = 𝑘𝐴 (− ) atau = 𝑘 (− ) (3.1)
𝑑𝑥 𝐴 𝑑𝑥

𝑞𝑘 = nilai perpindahan kalor konduksi (W)


K = nilai konduktifitas termal suatu material (W/ m o C)
A = luas penampang perpindahan kalor (m2 )
𝑑𝑇
= nilai perubahan temperatur per satuan panjang (o C /m )
𝑑𝑥

Gambar 3. 5. Perpindahan Panas Konduksi [11]

Perpindahan Kalor Konduksi Kondisi Tunak (Steady State)


Perpindahan kalor konduksi pada kondisi tunak dapat dimodelkan pada
kondisi 1 dimensi, 2 dimensi dan 3 dimensi. Persamaan berikut menunjukkan
15

perpindahan kalor konduksi pada koordinat kartesian, koordinat silinder dan


koordinat bola.

Koordinat Kartesian
Arah x :
𝑑𝑇
𝑞𝑥 = 𝑘𝐴 (− 𝑑𝑥 ) (3.2)

Arah y :
𝑑𝑇
𝑞𝑦 = 𝑘𝐴 (− ) (3.3)
𝑑𝑦

Arah z:
𝑑𝑇
𝑞𝑧 = 𝑘𝐴 (− 𝑑𝑧 ) (3.4)

Gambar 3. 6. Koordinat Kartesian

Koordinat Silinder

𝑑𝑇
Arah r : 𝑞𝑟 = 𝑘𝐴 (− 𝑑𝑟 ) (3.5)
𝑘 𝑑𝑇
Arah θ : 𝑞θ = 𝑟 𝐴 (− 𝑑θ ) (3.6)
𝑑𝑇
Arah z : 𝑞𝑧 = 𝑘𝐴 (− 𝑑𝑧 ) (3.7)
16

Gambar 3. 7. Koordinat Silinder

Koordinat Bola

𝑑𝑇
Arah r : 𝑞𝑟 = 𝑘𝐴 (− 𝑑𝑟 ) (3.8)

𝑘 𝑑𝑇
Arah θ : 𝑞θ = 𝐴 (− ) (3.9)
𝑟 𝑑θ

𝑘 𝑑𝑇
Arah ϕ : 𝑞ϕ = 𝑟 sin ϕ 𝐴 (− 𝑑θ ) (3.10)

Gambar 3. 8. Koordinat Bola


17

Konduktivitas Termal (K)


Tetapan kesebandingan (k) adalah sifat fisik bahan atau material yang disebut
konduktivitas termal. Persamaan (2.1) merupakan persamaan dasar tentang
konduktivitas termal. Berdasarkan rumusan itu maka dapatlah dilaksanakan
pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktifitas termal berbagai
bahan. Pada umumnya konduktivitas termal itu bergantung pada suhu. Tabel 3.1
menunjukkan nilai konduktivitas termal material pada temperatur 0 o C.

Tabel 3. 1 Nilai Konduktivitas Termal beberapa material [13]

Konduktivitas Termal (K) W/m.o C Btu/h . ft. o F


Logam
Perak (murni) 410 237
Tembaga (murni) 385 223
Aluminium (murni) 202 117
Nikel (murni) 93 54
Besi (murni) 73 42
Baja karbon, 1% C 43 25
Timbal (murni) 35 20.3
Baja karbon-nikel ( 18% cr, 16.3 9.4
8% ni)
Bukan logam
magnesit 41.6 24
marmar 2.08 – 1.2 – 1.7
2.94
Batu pasir 1.83 1.06
Kaca, jendela 0.78 0.45
Serbuk gergaji 0.17 0.096
Wol kaca 0.038 0.022
Zat Cair
18

Konduktivitas Termal (K) W/m.o C Btu/h . ft. o F


Air- raksa 8.21 4.74
Air 0.556 0.327
Ammonia 0,540 0,312
Minyak pelumas, SAE 50 0.147 0.085
Freon 12, 22FCCI 0.073 0.042
Gas
Hidrogen 0.175 0.101
Helium 0.141 0.081
Udara 0.024 0.0139
Uap air (jenuh) 0.0206 0.0119
Karbon dioksida 0.0146 0.00844

III.II.b. Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya
gerakan/aliran/pencampuran dari bagian panas ke bagian yang dingin. Contohnya
adalah kehilangan panas dari radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll.
Menurut mekanisme alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan
menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced
convection). Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan
karena perbedaan suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi
bebas (free / natural convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya
pemaksa / eksitasi dari luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan
fluida sehingga fluida mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya
disebut sebagai konveksi paksa (forced convection).
19

Gambar 3. 9. Perpindahan panas konveksi [13]


Proses pemanasan atau pendinginan fluida yang mengalir didalam saluran
tertutup seperti pada Gambar 3.9 merupakan contoh proses perpindahan panas. Laju
perpindahan panas pada beda suhu tertentu dapat dihitung dengan persamaan berikut.

𝑞ℎ = - hA (Tw – T ∞) (3.11)

Dimana,
𝑞ℎ = Laju perpindahan kalor konveksi (W)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 o C)
A = Luas bidang permukaan perpindahan kalor (m2 )
Tw = Temperatur dinding (o C)
T∞ = Temperatur lingkungan (o C)

Nilai koefisien perpindahan kalor permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan
tetapi menyatakan besarnya laju perpindahan kalor didaerah dekat pada permukaan itu.
20

Gambar 3. 10. Perpindahan kalor koveksi [13]

Perpindahan konveksi paksa dalam kenyataanya sering dijumpai, karena


dapat meningkatkan efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida dengan
fluida yang lain.

III.II.c. Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda
yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di
dalam ruang, bahkan jika terdapat ruang hampa di antara benda - benda tersebut.

Gambar 3. 11. Perpindahan panas radiasi [13]

Energi radiasi dikeluarkan oleh benda karena temperatur, yang dipindahkan


melalui ruang antara, dalam bentuk gelombang elektromagnetik Bila energi radiasi
21

menimpa suatu bahan, maka sebagian radiasi dipantulkan , sebagian diserap dan
sebagian diteruskan seperti Gambar 3.11. Sedangkan besarnya energi :
𝑞𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖 = 𝜖 σ A T4 (3.12)

Dimana,
𝜖 = emmisivitas
𝑞𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖 = laju perpindahan kalor radiasi ( W)
σ = konstanta boltzman (5,669.10-8 W/m2.K 4 )
A = luas permukaan benda (m2)
T = suhu absolut benda ( o C )

III.III.Perangkat Lunak Comsol Multiphysics


Comsol Multiphysics adalah sebuah piranti lunak yang digunakan untuk
pemodelan dan simulasi problem berbasis fisika dengan menggunakan metode
numerik tingkat lanjut. Dengan Comsol Multiphysics, fenomena multifisika dapat
disimulasikan. Simulasi dan pemodelan fenomena fisika yang dapat dilakukan pada
software ini meliputi elektrik, mekanik, aliran fluida dan aplikasi kimia. Piranti
lunak ini juga dapat bertatap muka dengan piranti lunak lain seperti Ms.Excel,
Autocad dan Inventor.
BAB IV
PELAKSANAAN PENELITIAN

IV.I. Alat dan Bahan Penelitian


Pada penelitian ini menggunakan sejumlah peralatan yang mencakup
perangkat lunak dan perangkat keras serta instrumen alat ukur. Alat yang digunakan
pada penelitian ini dirangkum pada Tabel 4.1.
Tabel 4. 1. Alat yang digunakan pada penelitian
No. Alat Spesifikasi
1. Laptop HP Pavilion 14-n225tx
Windows 8.1 Pro 64 bit
Processor :
Intel(R) Core i3-3217U CPU @ 1.80GHz.
Memory : 4096 MB RAM

2, Perangkat 1. Comsol Multiphysics 4.4


Lunak 2. Microsoft Office 2013
3. Autodesk Autocad 2009
3. Multitester Heles UX 369 C
1. Maximum Voltage between any Terminal and
Earth Ground : 1000V
2. Measurement rate = updates 2-3/sec
3. Operating temperature : 0o C – 40 o C, 0-75% R.H.
4. Power Single standard 9V battery IEC 6F22,
NEDA 1604, JIS 006P.
5. Dimensions : 130L”73.5W”35Hmm
6. Weight: approx 150g (including battery)
7. Temperature Measurement Range
-20o C to 1370o C, Resolution 1o C , accuracy +/- 3o C
(up to 150o C)

22
23

IV.II.Tata Laksana Penelitian


Pelaksanaan penelitian ini melalui beberapa proses, secara garis besar proses
penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 4.1.

Mulai

Studi Literatur

Pengambilan Data

Pemodelan Matematis Cooling Box

Simulasi dan Pemodelan pada Comsol Multiphysics

Analisis dan Pembahasan

Selesai

Gambar 4. 1. Tata Laksana Penelitian

IV.II.a. Studi Literatur


Studi literatur dilakukan dengan mencari referensi teori yang relevan dengan
kasus atau permasalaham yamg ditemukam. Dalam penelitian ini referensi tersebut
berisikan tentang :
 Siklus Refrigerasi Adsorpsi secara umum
 Perancangan cooling box untuk sistem refrigerasi adsorpsi
 Pemodelan matematis perpindahan kalor
24

Pencarian referensi teori yang relevan dapat dicari pada buku, jurnal, artikel
dan laporan penelitian.

IV.II.b. Pengambilan Data


Data yang diambil adalah data temperatur pada cooling box.Variasi volume
air yang dimasukan pada cooling box digunakan sebagai variabel penelitian,
Adapun variasi volume air yang digunakan adalah 400 ml, 600 ml dan 800 ml.
Pengambilan data dilakukan pada hari Senin, 23 April 2016 sampai dengan
hari Rabu, 25 April 2016. Data diambil dalam interval waktu 180 menit dengan
waktu pengambilan data setiap 5 menit. Temperatur lingkungan yang digunakan
mengacu pada temperatur aktual lingkungan pada saat pengambilan data.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan sensor termokopel yang tersedia
pada multitester Heles UX 369 C yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Pada Tabel
4.2. dan Gambar 4.3. menunjukkan dimensi dan gambar dari cooling box.

Gambar 4. 2. Multitester Heles UXC 369 C


25

Tabel 4. 2. Dimensi dari cooling box

Geometri Satuan
Jari-jari tabung alumunium dalam 7,5 cm
Jari-jari tabung alumunium luar 8 cm
Tinggi tabung 38,5 cm
Panjang styrofoam 22 cm
Panjang triplek 23,6 cm
Tinggi styrofoam 41,5 cm
Tinggi triplek 43,1 cm

Gambar 4. 3. Cooling box yang digunakan pada penelitian ini

Pengambilan data dilakukan di 3 titik pada dinding dalam cooling box. Titik
pertama berada pada dasar cooling box, titik kedua berada di ketinggian 19 cm dari
dasar cooling box dan titik ketiga berada di ketinggian 38 cm dari dasar cooling
26

box. Titik pengukuran tersebut dapat dilihat pada tampak depan cooling box yang
ditunjukkan oleh Gambar 4.4.

Ti ti k
Keti ga

Ti ti k
Kedua

Ti ti k Pertama

Gambar 4. 4. Tampak depan cooling box dan titik pengukuran

IV.II.c. Prosedur Pengambilan Data


Pengambilan data dilakukan dengan cara mengisi cooling box dengan air
bersuhu 5o C melalui lubang yang telah disediakan. Volume air yang dimasukan
disesuaikan dengan variasi volume yang telah ditentukan. Adapaun variasi volume
400 ml, 600 ml dan 800 ml dilakukan untuk mengetahui efek pendinginan dan
kemampuan cooling box mempertahankan temperaturnya.
Setelah air dimasukan, waktu pengukuran dimulai dari detik ke-nol dimulai
dari waktu timer dijalankan. Pengambilan data dilakukan setiap 5 menit dalam
interval waktu 180 menit.

IV.II.d. Pemodelan Matematis Cooling Box


Proses terjadinya perpindahan panas pada cooling box dapat diketahui dengan
melakukan pemodelan matematis dengan asumsi sebagai berikut :
27

1. Koordinat yang digunakan adalah koordinat cartesian


2. Perpindahan panas terjadi secara dua dimensi, yakni pada arah
sumbu X dan arah sumbu Y
3. Tidak ada generasi panas
4. Cooling Box terinsulasi secara sempurna
Proses pemodelan matematis cooling box ditunjukkan oleh Gambar 4.5.

Penyederhanaan geometri

Identifikasi proses perpindahan kalor yang terjadi

Penyusunan persamaan matematis

Menentukan initial condition dan boundary

Selesai

Gambar 4. 5. Diagram alir pemodelan matematis cooling box

IV.II.e. Simulasi dan Pemodelan pada Comsol Multiphysics


Comsol Multiphysics digunakan untuk mengetahui dan memprediksi
persebaran suhu pada cooling box. Secara umum proses pemodelan dan simulasi
pada Comsol Multiphysics ditunjukkan oleh Gambar 4.6.
28

Definisi Parameter dan Variabel

Penggambaran Geometri

Penambahan Material pada Geometri

Menambahkan Fenomena Fisika

Melakukan meshing pada Geometri yang telah digambar

Mendefinisikan kondisi studi yang diinginkan

Menjalankan simulasi

Menampilkan hasil

Selesai

Gambar 4. 6. Diagram alir pemodelan dengan Comsol Multiphysics


BAB V
HASIL dan PEMBAHASAN

V.I. Hasil Pengukuran Temperatur Cooling Box


V.1.1 Pengukuran Pertama
Pengukuran pertama dilakukan dengan posisi sensor berada pada dasar
cooling box. Data kondisi awal sebelum pengukuran ditunjukkan oleh Tabel 5.1.
Volume 400 Volume Volume 800
ml 600 ml ml
Temperatur 28 26 25
Lingkungan (o C)
Temperatur 5 5 5
Air (o C)
Tabel 5. 1. Data kondisi awal sebelum pengukuran pertama

Hasil pengukuran ditunjukkan oleh Gambar 5.1.

30

25
TEmperatur (degC)

20

15

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)

Vol. 400 mL Vol. 600 mL Vol. 800 mL

Gambar 5. 1. Grafik pengukuran temperatur pada dasar cooling box

29
30

Pada volume 400 ml temperatur mula-mula dasar cooling box adalah 10 o C.


Selama rentang waktu 30 menit pertama, temperatur naik dengan nilai konstan
yakni 1o C setiap 5 menit. Pada menit ke-30 sampai dengan menit ke-100,
temperatur cenderung konstan dan kenaikan temperatur hanya sebesar 5 o C selama
70 menit. Temperatur semakin terlihat konstan pada menit ke-105 sampai dengan
menit ke-180. Pada rentang waktu ini kenaikan temperatur sebesar 3 o C. Temperatur
akhir pengukuran untuk volume 400 ml adalah 24o C.
Pada volume 600 ml temperatur mula-mula adalah 9o C. Kemudian dalam
rentang waktu 20 menit pertama, temperatur naik dengan nilai konstan yakni 1 o C
setiap 5 menit. Temperatur naik dari 9 o C menjadi 13o C. Pada rentang antara menit
ke-25 sampai dengan menit ke-100, kenaikan temperatur setiap 5 menit bervariasi.
Pada menit ke 25 sampai menit ke-50, kenaikan temperatur cenderung konstan
yakni 1o C per 5 menit. Namun, pada menit ke-55 sampai dengan menit ke-100
kenaikan temperatur sebanyak 1o C terjadi setiap 15 – 25 menit. Temperatur pada
menit ke-100 adalah sebesar 19o C. Pada menit ke-105 sampai dengan menit ke-180,
kenaikan temperatur sebesar 1o C cenderung lebih lama dan konstan yakni setiap 25
menit. Temperatur akhir pengukuran untuk volume 600 ml adalah 22o C.
Pada volume 800 ml, temperatur mula-mula adalah 9o C. Di 5 menit pertama
tidak ada kenaikan temperatur. Temperatur konstan pada nilai 9o C. Pada rentang
antara menit ke-5 sampai dengan menit ke-45 kenaikan temperatur terjadi secara
bervariasi yakni setiap 5-10 menit. Pada menit ke-45 nilai temperatur yang terukur
sebesar 15o C. Pada rentang antara menit ke-50 sampai dengan menit ke-70,
temperatur kostan pada nilai 15o C. Pada rentang antara menit ke-55 sampai dengan
menit ke-105, kenaikan temperatur sebesar 1 o C terjadi setiap 10-15 menit.
Temperatur yang terukur pada menit ke-105 sebesar 18o C. Di 70 menit terakhir
kenaikan temperatur cenderung konstain yakni sebesar 1 o C setiap 15 menit.
Temperatur terukur pada menit ke-180 sebesar 22o C.
31

V.1.2 Pengukuran Kedua


Pengukuran kedua dilakukan dengan posisi sensor berada pada dinding
bagian dalam cooling box dengan ketinggian 19 cm dari dasar cooling box. Data
kondisi awal sebelum pengukuran ditunjukkan oleh Tabel 5.2.Hasil pengukuran
ditunjukkan oleh Gambar 5.2.

Volume 400 Volume Volume 800


ml 600 ml ml
Temperatur 25 30 30
Lingkungan (o C)
Temperatur 5 5 5
Air (o C)

Tabel 5. 2. Data kondisi awal sebelum pengukuran kedua

30

25
Temperatur (degC)

20

15

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)

Vol.400 mL Vol. 600 mL Vol. 800 mL

Gambar 5. 2. Grafik pengukuran temperatur pada dinding cooling box dengan


ketinggian 19 cm dari dasar cooling box

Pengukuran temperatur pada volume 400 ml mula-mula adalah 18 o C. Pada


5 menit pertama, temperatur turun sebesar 1 o C menjadi 17o C. Pada rentang antara
32

menit ke-5 sampai menit ke-20, temperatur konstan sebesar 17o C. Temperatur
cenderung konstan kembali pada rentang waktu menit ke-25 sampai dengan menit
ke-35. Temperatur yang terukur pada rentang ini sebesar 18 o C. Selama 20 menit
kemudian yaitu pada rentang antara menit ke -40 sampai dengan menit ke-55,
temperatur bernilai konstan sebesar 19 o C. Pada rentang antara menit ke-60 sampai
dengan menit ke-110, temperatur konstan sebesar 20 o C selama 25 menit dan
kemudian naik menjadi 21o C. Pada temperatur 21o C berlangsung secara konstan
selama 30 menit. Di 65 menit terakhir kenaikan suhu terjadi sebanyak 3 o C dengan
waktu kenaikan 1o C setiap 30 menit. Temperatur akhir pengukuran pada menit ke-
180 sebesar 24o C.
Pada volume 600 ml, temperatur mula-mula yang terukur sebesar 14o C.
Lima menit kemudian temperatur turun menjadi 13 o C. Temperatur 13o C diukur
konstan selama 15 menit. Pada menit ke-20 hingga menit ke-25, temperatur terukur
sebesar 14o C. Dua puluh menit kemudian, kenaikan temperatur tiap 1 o C terjadi
secara konstan setiap 10 menit. Pada menit ke-50, nilai temperatur terukur sebesar
17o C. Selang lima menit kemudian temperatur naik menjadi 18o C. Nilai 18o C
konstan selama 10 menit. Pada rentang antara menit ke-65 sampai dengan menit
ke-100, kenaikan nilai temperatur terjadi setiap 15 menit. Nilai temperatur yang
terukur pada menit ke-100 sebesar 21o C. Lima menit berselang, nilai temperatur
menjadi 22o C selama 10 menit hingga menit ke-110. Pada rentang antara menit ke-
115 sampai dengan menit ke-140 nilai temperatur terukur sebesar 23 o C. Lima menit
berselang, nilai temperatur yang terukur sebesar 24 o C. Nilai temperatur terbaca
25o C dari menit ke-150 sampai dengan menit ke-155. Pada menit ke-160 hingga
menit ke-180, nilai temperatur yang terukur sebesar 26 o C.
Pada volume 800 ml, temperatur mula-mula adalah 12o C. Di 15 menit
pertama terjadi kenaikan temperatur sebesar 1 o C setiap 5 menit. Temperatur terukur
pada menit ke-15 sebesar 15o C. Lima menit berselang, temperatur terukur tetap
sebesar 15o C. Pada rentang antara menit ke-25 sampai dengan menit ke-50
kenaikan temperatur sebesar 1o C setiap 10 menit. Pada menit ke-50 nilai temperatur
yang terukur sebesar 18o C. Selama 45 menit yakni pada menit ke-55 sampai dengan
menit ke-95, temperatur yang terukur sebesar 19 o C. Dalam rentang waktu dua puluh
33

menit kemudian, nilai temperatur yang terbaca sebesar 20 o C. Pada rentang antara
menit ke-120 sampai dengan menit ke-140, temperatur kostan pada nilai 21 o C.
sebesar 18o C. Di 35 menit terakhir pengukuran, nilai temperatur terukur bernilai
konstan sebesar 22o C.

V.1.3 Pengukuran Ketiga


Pengukuran ketiga dilakukan dengan posisi sensor berada pada dinding
bagian dalam cooling box dengan ketinggian 38 cm dari dasar cooling box. Data
kondisi awal sebelum pengukuran ditunjukkan oleh Tabel 5.3. Hasil pengukuran
ditunjukkan oleh Gambar 5.3,
Tabel 5. 3. Data kondisi awal sebelum pengukuran ketiga
Volume 400 Volume Volume 800
ml 600 ml ml
Temperatur 27 29 27
Lingkungan (o C)
Temperatur 5 5 5
Air (o C)

30

25
Temperatur (degC)

20

15

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)

Vol.400 mL Vol. 600 mL Vol. 800 mL

Gambar 5. 3. Grafik pengukuran temperatur pada dinding cooling box dengan


ketinggian 38 cm dari dasar cooling box
34

Pengukuran temperatur pada volume 400 ml mula-mula adalah 20 o C. Pada 5


menit pertama, temperatur turun sebesar 2 o C menjadi 18o C. Pada rentang antara
menit ke-5 sampai menit ke-10, temperatur konstan sebesar 17o C. Temperatur
cenderung konstan kembali pada rentang waktu menit ke-20 sampai dengan menit
ke-40. Temperatur yang terukur pada rentang ini sebesar 18 o C. Selama 15 menit
kemudian yaitu pada rentang antara menit ke-45 sampai dengan menit ke-55,
temperatur bernilai konstan sebesar 19o C. Pada rentang antara menit ke-60 sampai
dengan menit ke-70, temperatur konstan sebesar 20o C selama 15 menit dan
kemudian naik menjadi 21o C. Pada temperatur 21o C berlangsung secara konstan
selama 30 menit. Pada rentang antara menit ke-105 sampai dengan menit ke-135,
temperatur terukur sebesar 22o C. Lima menit berselang, temperatur terukur sebesar
23o C dan temperatur konstan selama 30 menit. Di 15 menit terakhir pengukuran,
temperatur yang terukur sebesar 24o C.
Pada volume 600 ml, temperatur mula-mula yang terukur sebesar 20o C. Lima
menit kemudian temperatur turun menjadi 16 o C. Temperatur sebesar 17o C terukur
pada menit ke-10. Temperatur ini terukur konstan selama 20 menit hingga menit
ke-25. Pada menit ke-30 hingga menit ke-35, temperatur terukur sebesar 18o C.
Lima menit kemudian terjadi kenaikan temperatur menjadi 19 o C. Selama dua puluh
lima menit temperatur terukur konstan sebesar 19 o C hingga menit ke-60. Pada
rentang antara menit ke-65 sampai dengan menit ke-75 nilai temperatur terukur
sebesar 20o C. Lima menit kemudian, nilai temperatur terukur sebesar 21 o C. Nilai
ini konstan selama 30 menit hingga menit ke-105. Pada rentang antara menit ke-
110 sampai dengan menit ke-135, nilai temperatur yang terukur sebesar 22 o C. Pada
40 menit terakhir pengukuran yakni pada menit ke-140 hingga menit ke-180, nilai
temperatur yang terukur sebesar 23o C.
Pada volume 800 ml, temperatur mula-mula adalah 19o C. Lima menit
kemudian temperatur turun menjadi 16 o C. Temperatur ini terukur konstan selama
30 menit hingga menit ke-30. Pada menit ke-35 hingga menit ke-50, temperatur
terukur sebesar 17o C. Lima menit kemudian terjadi kenaikan temperatur menjadi
18o C. Selama dua puluh lima menit temperatur terukur konstan sebesar 18 o C hingga
menit ke-75. Pada rentang antara menit ke-80 sampai dengan menit ke-115 nilai
35

temperatur terukur sebesar 19o C. Lima menit kemudian, nilai temperatur terukur
sebesar 20o C. Nilai ini konstan selama 40 menit hingga menit ke-155. Pada 25
menit terakhir pengukuran yakni pada menit ke-160 hingga menit ke-180, nilai
temperatur yang terukur sebesar 21o C.

V.1.4 Pembahasan Hasil Pengukuran


Pengukuran pada tiga titik dengan variasi volume telah dilakukan,
pengukuran dilakukan dengan menggunakan sensor termokopel. Sensor
termokopel yang digunakan ketelitian hanyak untuk bilangan integer, sensor tidak
dapat menampilkan nilai angka dibelakang koma. Sehingga apabila nilai yang
terukur pada sensor menunjukkan angka yang tidak konstan, maka nilai yang
diambil adalah nilai terendah yang terukur oleh sensor.
Temperatur lingkungan (ambient temperature) sangat mempengaruhi kondisi
temperatur pada cooling box. Pada pengukuran pertama terlihat bahwa temperatur
mula-mula yang terukur cukup berbeda antara volume 400 ml dengan volume 600
ml dan 800 ml, perbedaan ini disebabkan karena pada pengukuran volume 400 ml
berada pada kondisi dengan temperatur lingkungan sebesar 28 o C. Berbeda dengan
kondisi pengukuran volume 600 ml dan 800 ml yang berada pada kondisi dengan
temperatur lingkungan sebesar 26o C dan 25o C, temperatur air mula-mula akan
bernilai lebih rendah. Dari Grafik 5.1 terlihat bahwa kenaikan suhu dari masing-
masing volume air yang dimasukkan tidak selalu konstan pada periode waktu
tertentu. Temperatur terendah mula-mula yang dapat dicapai cooling box pada
pengukuran pertama ini sebesar 9o C pada volume 600 ml dan 800 ml. Sedangkan
temperatur terendah pada akhir pengukuran yang dapat dicapai cooling box yakni
sebesar 22o C pada volume 600 ml dan 800 ml. Pada volume 600 ml dan 800 ml
memiliki nilai temperatur awal dan akhir yang sama, tetapi pada volume 600 ml
kenaikan temperatur cenderung konstan dan linear dalam rentang waktu 0 – 55
menit. Setelah menit ke-55, temperatur cenderung lebih konstan untuk pengukuran
volume 600 ml. Sedangkan pada volume 800 ml, kenaikan temperatur liear dalam
rentang waktu 0 - 45 menit. Setelah menit ke-45, cooling box cenderung mampu
36

mempertahankan temperaturnya. Kedua volume ini cukup memenuhi untuk


digunakan pada sistem adsorpsi.
Volume air yang dimasukkan akan berhubungan dengan ketinggian air yang
ada pada dinding cooling box. Nilai volume air maksimum yang dapat dimasukkan
dan nilai ketinggian air dapat didapatkan dari persamaan berikut.

V. air maksimum = V. Silinder Luar – V. Silinder Dalam


= π [{(R.luar)2 x tinggi silinder luar} – {(R.dalam )2 x tinggi silinder dalam}]
(5.1)
= π [{ (8)2 cm x 38.5 cm } – { (7.5)2 cm x 38 cm}]
=1025.73 cm 3 = 1025.73 ml

h. air pada dinding cooling box =


(𝑉.𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑎 𝑠𝑢𝑘𝑘𝑎𝑛 −𝑉. 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑑𝑎𝑠𝑎 𝑟 𝑡𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 )
[ ]+h.dasar silinder (5.2)
𝜋 𝑥 {𝑅𝐿𝑢𝑎 𝑟2 − (𝑅 𝐷𝑎𝑙𝑎𝑚 2 )}

Volume pada dasar tabung didapatkan dari persamaan


V, pada dasar silinder = π x {R. luar)
2 x h. dasar silinder (5.3)
= π x (8)2 cm x 0.5 cm
= 100.53 cm 3 = 100.53 ml

Sehingga persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi,


(𝑉. 𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘𝑘𝑎𝑛 −100 .53 𝑐𝑚3 )
T. air pada dinding cooling box = [ ] + 0.5 cm
𝜋 𝑥 { ( 𝑅.𝑙𝑢𝑎𝑟 2 ) − ( 𝑅.𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚2 ) }

Untuk volume air 400 ml,


(400 𝑚𝐿 −100.53 𝑐𝑚3 )
T. air pada dinding cooling box =[ ] + 0.5 cm
𝜋 𝑥 { ( 8 2 𝑐𝑚) − ( 7.52 𝑐𝑚) }

299.47 𝑐𝑚3
=[ ]+ 0.5 cm = 12.79 cm
𝜋 𝑥 { ( 64 𝑐𝑚) − ( 56.25 𝑐𝑚) }
37

Untuk volume 600 ml,


(600 𝑚𝐿 −100.53 𝑐𝑚3 )
T. air pada dinding cooling box = [ ] + 0.5 cm
𝜋 𝑥 { ( 8 2 𝑐𝑚) − ( 7.52 𝑐𝑚) }

499.47 𝑐𝑚3
=[ ] + 0.5 cm = 21.01 cm
𝜋 𝑥 { 64 𝑐𝑚) − ( 56.25 𝑐𝑚) }
(

Untuk volume 800 ml,


(800 𝑚𝐿 −100.53 𝑐𝑚3 )
T. air pada dinding cooling box = [𝜋 𝑥 { (8 2 𝑐𝑚)− (7.52 𝑐𝑚) }] + 0.5 cm

699.47 𝑐𝑚3
= [𝜋 𝑥 { (64 𝑐𝑚) − ( 56.25 𝑐𝑚) }
] + 0.5 cm = 29.22 cm

Pada volume 400 ml, nilai ketinggian air yang didapatkan adalah 12.79 cm.
Ketinggian air ini nilainya 6.21 cm dibawah titik pengukuran kedua dan 25.21 cm
dibawah titik pengukuran ketiga. Sehingga, temperatur mula-mula pada
pengukuran volume 400 ml nilai temperatur akan lebih tinggi dan lima menit
kemudian temperatur baru mengalami penurunan, Hal ini disebabkan oleh
perambatan kalor secara konduksi dan juga LMTD.
Pada volume 600 ml, nilai ketinggian air yang didapatkan adalah 21.01 cm.
Ketinggian ini nilainya berada 2.01 cm diatas titik pengukuran kedua dan 16.99 cm
dibawah titik pengukuran ketiga. Sehingga, secara teori nilai temperatur pada dasar
silinder dan pada titik pengukuran kedua tidak akan jauh berbeda. Namun, dari hasil
pengukuran terlihat pada volume 600 ml temperatur mula-mula pada titik
pengukuran pertama bernilai 9o C dan pada titik pengukuran kedua bernilai 14 o C.
Perbedaan nilai ini dipengaruhi oleh temperatur lingkungan pada saat pengukuran,
Pada pengukuran volume 600 ml di titik pengukuran pertama, nilai temperatur
lingkungan sebesar 26o C. Sedangkan pada pengukuran volume 600 ml di titik
pengukuran kedua, nilai temperatur lingkungan sebesar 30 o C.
Pada volume 800 ml, nilai ketinggian air yang didapatkan adalah 29.22 cm.
Ketinggian ini nilainya berada 10.22 cm diatas titik pengukuran kedua dan 8.78 cm
dibawah titik pengukuran ketiga. Sehingga, secara teori nilai temperatur pada dasar
38

silinder dan pada titik pengukuran kedua tidak akan jauh berbeda. Namun, dari hasil
pengukuran terlihat pada volume 800 ml temperatur mula-mula pada titik
pengukuran pertama bernilai 9o C dan pada titik pengukuran kedua bernilai 12 o C.
Perbedaan nilai ini dipengaruhi oleh temperatur lingkungan pada saat pengukuran,
Pada pengukuran volume 600 ml di titik pengukuran pertama, nilai temperatur
lingkungan sebesar 26o C. Sedangkan pada pengukuran volume 800 ml di titik
pengukuran kedua, nilai temperatur lingkungan sebesar 30 o C. Pada hasil
pengukuran di titik ketiga terlihat perbedaan temperatur mula-mula dengan
temperatur pada menit ke-5 yang cukup signifikan dengan selisih 3 o C. Hal ini
disebabkan oleh perpindahan kalor yang terjadi mula-mula berada pada kondisi
transien. Lima menit kemudian perpindahan kalor mulai menunjukan nilai yang
stabil dan berada pada kondisi steady.

V.II. Simulasi Comsol Multiphysics


Simulasi dilakukan dengan nilai properti material seperti Tabel 5.4.

Tabel 5. 4. Nilai properti material untuk simulasi

K (W/m o C) Cp (J/kg K) rho (kg/m3 )


Air 0.609 4180 1000
Aluminium 238 900 2700
Polystyrene 0.033 1340 20
(Styrofoam)
Plywood 0.15 1410 1570
Udara 1.4 1 1

V.III.Pemodelan Matematis dan Penyederhanaan Sistem


Untuk mempermudah simulasi, perpindahan panas pada cooling box dapat
dianalisis secara dua dimensi. Geometri dari cooling box dapat disederhanakan
seperti pada Gambar 5.4.
39

PP Konveksi

PP Konveksi

PP Konveksi

PP Konduksi PP Konduksi

PP Konveksi

Gambar 5. 4. Pemodelan dan penyederhanaan model cooling box

Perpindahan panas yang terjadi pada cooling box melalui mekanisme


konduksi dan konveksi. Perpindahan panas konduksi terjadi di sepanjang dinding
cooling box yakni dari lapisan triplek terluar hingga lapisan aluminium yang
terdalam.
Perpindahan panas konveksi secara alami terjadi di dalam dinding cooling
box. Udara dalam cooling box diasumsikan memiliki temperatur mula-mula yang
sama seperti temperatur air yakni 5 o C. Pada dinding luar cooling box tidak terjadi
perpindahan panas konveksi karena diasumsikan sistem terinsulasi secara
40

sempurna. Pada bagian dalam cooling box terjadi perpindahan kalor konveksi.
Perpindahan kalor konveksi yang terjadi diasumsikan terjadi secara natural.
Modul perpindahan kalor digunakan pada perangkat lunak Comsol
Multiphysics. Untuk menghitung nilai perpindahan kalor konveksi pada cooling box
diperlukan nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h). Namun, sebelumnya
diperlukan mengetahui nilai Bilangan Grashof, Bilangan Nusselt dan Bilangan
Rayleigh
Bilangan Grashof merupakan parameter yang menunjukan efek dari
perpindahan kalor konveksi natural. Untuk mencari nilai dari Bilangan Grashof
menggunakan persamaan berikut.

𝑔 𝑥 𝛽 𝑥 ( 𝑇𝑠 −𝑇∞ )𝑥 𝐿3
Gr = (5.4)
𝑣2

Dimana,
Gr = Bilangan Grashof
g = percepatan gravitasi (m/s2 )
β = Koefisien ekspansi volume (1/ T)
𝑇𝑠 = Temperatur permukaan (oC)
𝑇∞ = Temperatur fluida (oC)
L = Karakteristik panjang dari geometri (m)
v = Viskositas Kinematik dari fluida (m2 /s)

Setelah mendapat nilai Bilangan Grashof, selanjutnya adalah mencari nilai


Bilangan Prandtl dengan menggunakan persamaan berikut.

𝜇 𝑥 𝐶𝑝
Pr = (5.5)
𝑘
41

Dimana,
Pr = Bilangan Prandtl
𝜇 = Viskositas Dinamik (kg/m.s)
Cp = Kalor Spesifik (kJ/Kg.K)
k = konduktivitas termal (W/m.K)
Bilangan Rayleigh merupakan hasil perkalian dari Bilangan Grashof dan Bilangan
Prandtl. Persamaan untuk mendapatkan nilai Bilangan Rayleigh ditunjukkan oleh
persamaan berikut.

𝑔 𝑥 𝛽 𝑥 (𝑇𝑠 −𝑇∞ )
Ra = Gr x Pr = x Pr (5.6)
𝑣2

Dimana,
Ra = Bilangan Rayleigh
g = Percepatan gravitasi (m/s2 )
β = Koefisien ekspansi volume (1/T)
𝑇𝑠 = Temperatur permukaan (oC)
𝑇∞ = Temperatur fluida (oC)
v = Viskositas kinematik (m2 /s)
Pr = Bilangan prandtl

Bilangan Nusselt untuk perpindahan panas konveksi natural memiliki persamaan


yang berbeda tergantung pada jenis geometrinya. Tabel 5.5. menunjukan korelasi
empiris dari bilangan Nusselt rata-rata untuk konveksi natural di permukaan.
42

Tabel 5. 5. Korelasi empiris nilai bilangan Nusselt rata-rata konveksi natural

Geometri Karakteristik Jangkauan Nu


Panjang (L)
Bilangan
Rayleigh
Plat vertikal L 104 - 109 Nu = 0.59x Ra1/4
109 – 1013 Nu = 0.1 x Ra1/3

2
Semua 0.387𝑥𝑅𝑎 1/6
Nu = {0.825 + 8/27 }
[1+ (0.492/𝑃𝑟) 9/16]
jangkauan
Plat L Gunakan persamaan plat vertikal.
Menanjak Ganti g dengan g cos θ untuk Ra
<109
Plat 104 - 107 Nu = 0.54x Ra1/4
Horizontal 107 - 1011 Nu = 0.15 x Ra1/3
(a)
Permukaan
atas
merupakan
plat panas
dan
permukaan
bawah lebih
dingin. As/p

(b) 105 - 1011 Nu = 027 x Ra1/4


Permukaan
bawah
merupakan
plat panas
43

Geometri Karakteristik Jangkauan Nu


Panjang (L)
Bilangan
Rayleigh
Silinder L Silinder vertikal dapat dianggap
vertikal sebagai plat vertikal ketika

35 𝐿
D = 𝐺𝑟1 /4
2
Silinder D Ra ≤ 1012 0.387𝑥𝑅𝑎 1/6
Nu = {0.825 + 8/27 }
[1+ (0.559 /𝑃𝑟) 9/16]
horizontal
Bola D Ra ≤ 1011 0589𝑥 𝑅𝑎1 /4
Nu = 2 + 4/9
[1+ ( 0.469 /𝑃𝑟) 9/16 ]
(Pr ≥ 0.7)

Jika Bilangan Nusselt telah didapatkan, nilai koefisien perpindahan panas


konveksi (h) dapat ditentukan dengan persamaan (5.7).

𝑘
h= 𝑥 𝑁𝑢 (5.7)
𝑙
Dimana,
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 K)
l = Karakteristik panjang geometri (m)
Nu = Bilangan Nusselt

Dari interpolasi data properti air , nilai h didapatkan untuk masing-masing


temperatur. Hasil perhitungan nilai h ditunjukkan oleh Tabel 5.6.
44

Tabel 5. 6. Nilai h untuk masing- masing temperatur

Tfluida
Ts (o C) (o C) Tf (o C) Geometri L (m) h (W/m2o C)
25 5 15 Plat vertikal 0,38 4,33
Plat
horizontal 0,063 9,55
Plat
horizontal 0,0009 13,47
26 5 15,5 Plat vertikal 0,38 4,39
Plat
horizontal 0,063 9,67
Plat
horizontal 0,00099 13,64
27 5 16 Plat vertikal 0,38 4,37
Plat
horizontal 0,063 9,64
Plat
horizontal 0,00099 13,59
28 5 16,5 Plat vertikal 0,38 4,39
Plat
horizontal 0,063 9,67
Plat
horizontal 0,00099 13,63
29 5 17 Plat vertikal 0,38 4,4
Plat
horizontal 0,063 9,7
Plat
horizontal 0,00099 13,67
30 5 17,5 Plat vertikal 0,38 4,4
Plat
horizontal 0,063 9,7
Plat
horizontal 0,00099 13,67

Untuk kasus perpindahan panas yang terjadi secara transien (temperatur


berubah sepanjang waktu) digunakan dengan metode finite difference. Metode ini
dilakukan dengan cara mendiskritkan sistem atau media yang ingin dianalisis dalam
variabel ruang. Variabel ruang ini biasa disebut nodes seperti ditunjukkan oleh
Gambar 5.5.
45

Gambar 5. 5. Nodes dan grid yang digunakan pada metode finite difference

Persamaan perpindahan kalor untuk metode ini ditunjukkan oleh persamaan (5.8).

∑𝑆𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑄̇ + 𝐺̇𝐸𝑙𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝜌𝑉 𝐶𝑝 Δ𝑇 (5.8)


𝑛𝑜𝑑𝑒𝑠 Δ𝑡

Dimana,
𝑄̇ = Perpindahan kalor pada elemen volume di seluruh permukaan dalam
kurun waktu tertentu (J/s)
𝐺̇𝐸𝑙𝑒𝑚𝑒𝑛 = Generasi panas dalam kurun waktu tertentu (W/m3 )
𝜌 = Massa jenis objek (kg/m3 )
𝑉 = Volume Objek (m3 )
𝐶𝑝 = Kapasitas kalor spesifik (J/kg.K)
Δ𝑇 = perubahan temperatur (K)
Δ𝑡 = perubahan waktu (s)

Pada penelitian ini diasumsikan tidak terjadi generasi panas pada sistem dan
perpindahan kalor yang terjadi adalah perpindahan kalor secara konduksi dan
konveksi. Sehingga, persamaan (5.8) menjadi

𝑖 𝑖 𝑖+1 𝑖
𝑇𝑚 −1 − 𝑇𝑚 𝑇𝑚 − 𝑇𝑚
ℎ 𝑥 𝐴 (𝑇∞ − 𝑇𝑚𝑖 ) + 𝑘 𝑥 𝐴 Δ𝑥
= 𝜌 𝑥 𝐴 𝑥 𝐶𝑝 Δ𝑥
(5.9)

persamaan ini dapat disederhanakan menjadi

ℎ Δ𝑥 ℎ 𝑥 Δ𝑥
𝑇𝑚𝑖+1 = (1 − 2𝜏 − 2𝜏 𝑖
) 𝑇𝑚−1 𝑖
+ 𝜏 (2𝑇𝑚−1 +2 𝑇∞ ) (5.10)
𝑘 𝑘

Dengan,
𝐿
Δ𝑥 = 𝑀 (5.11)
46

Δ𝑡
𝜏 = 𝛼 𝑥 Δ𝑥 2 (5.12)

dimana,
h = koeffisien transfer kalor konveksi (W/m2 K)
A = luas dari mesh (m2 )
𝑇∞ = temperatur lingkungan (o C atau K)
𝑇𝑚𝑖 = temperatur pada nodes di waktu sebelumnya (o C atau K)
𝑖
𝑇𝑚−1 = temperatur pada nodes sebelum m di waktu sebelumnya ( o C atau K)
k = koeffisien transfer kalor konduksi (W/m K)
Δ𝑥 = ukuran mesh
L = ketebalan dinding (m)
M = nilai nodes (0,1,2...)
𝜌 = densitas (kg/m3 )
𝜏 = mesh Fourier number
Δ𝑡 = perubahan waktu (s)
𝛼 = diffusitas termal (m2 /s)

Dari persamaan (5.12) , langkah selanjutnya adalah mendefinisikan nilai


initial condition dan boundary condition. Nilai initial condition yang digunakan
adalah 25o C, 26 o C, 27o C, 28o C, 29o C dan 30o C untuk nilai temperatur lingkungan
dan 5o C untuk nilai temperatur mula-mula air. Untuk boundary condition yang
digunakan adalah dinding cooling box terluar yakni dinding triplek sampai dinding
cooling box terdalam yakni dinding alumunium.
Kemudian perhitungan dilakukan oleh perangkat lunak comsol multiphysics
dengan iterasi selama 3 jam dengan sampling tiap 5 menit.

V.IV. Hasil Simulasi Comsol Multiphysics


Simulasi pertama dilakukan dengan kondisi volume air 400 ml dan
temperatur air 5o C. Temperatur lingkungan disesuaikan dengan kondisi temperatur
lingkungan pada saat pengambilan data. Hasil simulasi ditunjukkan oleh Gambar
5.6.
47

30,00

TEmperatur (oC)
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100110120130140150160170180
Waktu (menit)

Titik pengukuran pertama Titik pengukuran kedua


Titik pengukuran ketiga

Gambar 5. 6. Hasil Simulasi 1 dengan Comsol Multiphysics

Simulasi 1 dilakukan dengan kondisi temperatur lingkungan yaitu 28 o C, 25o C


dan 27o C. Pada titik pengukuran pertama yakni pada dasar cooling box, temperatur
mula-mula yang dihasilkan adalah 5 o C. Secara teoritis temperatur mula-mula akan
sama dengan temperatur air. Namun, pada kenyataannya terdapat rugi-rugi kalor
sehingga ada kalor yang dilepaskan ke lingkungan ketika proses memasukan air ke
dalam cooling box. Temperatur akhir dari masing-masing titik pengukuran
menujukkan semakin lama cooling box akan mencapai kondisi tunak dan akan
mempertahankan temperaturnya pada temperatur tertentu.

35,00
30,00
25,00
Temperatur (oC)

20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
waktu (menit)

Titik pengukuran pertama Titik pengukuran kedua


Titik pengukuran ketiga

Gambar 5. 7. Hasil Simulasi 2 Comsol Multiphysics


48

Simulasi 2 dilakukan dengan kondisi temperatur lingkungan yaitu 26 o C, 30o C


dan 29o C. Hasil simulasi ditunjukkan oleh Gambar 5.7. Dari hasil simulasi
menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil simulasi 1 dengan simulasi 2. Pada
simulasi 1, pada titik pengukuran kedua temperatur mula-mula menunjukkan nilai
yang lebih tinggi dari nilai temperatur air. Pada simulasi 2, pada titik pengukuran
kedua temperatur mula-mula menunjukkan nilai yang sama dengan temperatur air.
Pada titik pengukuran 3 di simulasi 2 juga menunjukkan bahwa temperatur
menurun secara cukup drastis kemudian perlahan naik mendekati temperatur
lingkungannya. Secara teori kondisi penurunan ini merupakan kondisi transien dan
secara perlahan temperatur akan naik menuju temperatur yang konstan (kondisi
tunak).

30,00

25,00
Temperatur (oC)

20,00

15,00

10,00

5,00

0,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)

Titik pengukuran pertama Titik pengukuran kedua


Titik pengukuran ketiga

Gambar 5. 8. Hasil Simulasi 3 Comsol Multiphysics

Pada simulasi 3 dilakukan simulasi dengan kondisi temperatur lingkungan


yakni 25o C, 30o C dan 27o C. Simulasi 3 menunjukkan hasil grafik yang memiliki
karakteristik sama dengan simulasi 2. Namun pada titik pengukuran 3 di simulasi
3, penurunan temperatur mula-mula terjadi secara drastis pada interval waktu 0-10
menit. Selain itu, pada titik pengukuran pertama nilai akhir temperatur menuju nilai
49

yang mendekati nilai temperatur lingkungan. Hal tersebut disebabkan pada sistem
diasumsikan terjadi konveksi di bagian dalam cooling box. Terjadinya konveksi
dikarenakan cooling box tidak tertutupi sempurna oleh insulasi, sehingga masih
terdapat beberapa rongga yang memungkinkan udara lingkungan masuk ke dalam
cooling box.

V.V. Perbandingan Hasil Pengukuran dengan Hasil Simulasi


Perbandingan hasil pengukuran dengan hasil simulasi dilakukan untuk
memvalidasi model dan hasil simulasi yang telah dilakukan. Validasi ini menjadi
penting untuk mengetahui apakah simulasi dan pemodelan yang dilakukan telah
mendekati kondisi aslinya. Jika model telah mendekati aslinya, maka model dapat
digunakan untuk simulasi dengan kondisi lainnya misalnya simulasi cooling box
dengan beban pendinginan.Validasi dapat dilakukan dengan persamaan (5.13).
( 𝑇𝑝−𝑇𝑠𝑖)
𝐸= | | (5.13)
𝑇𝑝

Dimana,
E = error
Tp = Temperatur pengukuran
Tsi = Temperatur simulasi

I. Titik Pengukuran Pertama (Vol.400 ml)


Hasil perbandingan antara pengukuran dengan simulasi untuk titik pertama
pada volume 400 ml ditunjukkan oleh Gambar 5.9.
50

30

25

20
Temperatur

15

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)

Pengukuran Titik Pertama Simulasi Titik Pertama

Gambar 5. 9. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik


pertama pengukuran pada volume 400 ml

Rata-rata error untuk Gambar 5.9. adalah sebesar 38,36%. Nilai error terbesar
adalah 92,625% pada menit ke-5 . Nilai error terkecil sebesar 24,66% pada
menit ke 155.

II. Titik Pengukuran Kedua (Vol.400ml)


Hasil perbandingan antara pengukuran dengan simulasi untuk titik kedua
pada volume 400 ml ditunjukkan oleh Gambar 5.10.
51

30

25

Temperatur 20

15

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)

Pengukuran Titik Kedua Simulasi Titik Kedua

Gambar 5. 10. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
kedua pengukuran pada volume 400 ml
Rata-rata error untuk Gambar 5.10. adalah sebesar 36,67%. Nilai error terbesar
adalah 55,51% pada menit ke-0. Nilai error terkecil adalah 0,06% pada menit
ke- 20.

III. Titik Pengukuran Ketiga (Vol.400ml)


Hasil perbandingan antara pengukuran dengan simulasi untuk titik ketiga
pada volume 400 ml ditunjukkan oleh Gambar 5.11.
30
25
20
Temperatur

15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)

Pengukuran Titik Ketiga Simulasi Titik Ketiga

Gambar 5. 11. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
ketiga pengukuran pada volume 400 ml
52

Rata-rata error untuk Gambar 5.11 adalah sebesar 28,34%. Nilai error terbesar
adalah 39,96% Error tersebut berada pada menit ke-0. Error terkecil bernilai
0,36% pada menit ke 70.

IV. Titik Pengukuran Pertama (Vol.600 ml)


Hasil perbandingan antara pengukuran dengan simulasi untuk titik pertama
pada volume 600 ml ditunjukkan oleh Gambar 5.12.

30
25
20
Temperatur

15
10
5
0
0

20

40
50

70
10

30

60

80
90
100

130

150
160

180
110
120

140

170
Waktu (menit)

Pengukuran Titik Pertama Simulasi Titik Pertama

Gambar 5. 12. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
pertama pengukuran pada volume 600 ml

Rata-rata error untuk Gambar 5.12. adalah sebesar 31,25%. Nilai error terbesar
adalah 44,44%. Error tersebut berada pada menit ke-0. Error terkecil bernilai
0,06% pada menit ke 5.

V. Titik Pengukuran Kedua (Vol.600 ml)


Hasil perbandingan antara pengukuran dengan simulasi untuk titik kedua
pada volume 600 ml ditunjukkan oleh Gambar 5.13.
53

30
25

Temperatur
20
15
10
5
0
0

20

60
70
10

30
40
50

80
90
100
110

140
150

180
120
130

160
170
Waktu (menit)

Pengukuran Titik Kedua Simulasi Titik Kedua

Gambar 5. 13. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
kedua pengukuran pada volume 600 ml

Rata-rata error untuk Gambar 5.13. adalah sebesar 36,39%. Nilai error
terbesar adalah 64,27%. Error tersebut berada pada menit ke-0. Error terkecil
bernilai 0,19% pada menit ke 40.

VI. Titik Pengukuran Ketiga (Vol.600 ml)


35
30
Tempereatur

25
20
15
10
5
0
0
10

30

60

80
20

40
50

70

90

110

130

160

180
100

120

140
150

170

Waktu (menit)

Pengukuran Titik Ketiga Simulasi Titik Ketiga

Gambar 5. 14. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
ketiga pengukuran pada volume 600 ml

Rata-rata error untuk Gambar 5.14. adalah sebesar 30,99%. Nilai error
terbesar adalah 46,99%. Error tersebut berada pada menit ke-5. Error terkecil
bernilai 0,65% pada menit ke 90.
54

VII. Titik Pengukuran Pertama (Vol.800 ml)


30
25
Temperatur 20
15
10
5
0
0

20

50

80
10

30
40

60
70

90
100

130

160

180
110
120

140
150

170
Waktu (menit)

Pengukuran Titik Pertama Simulasi Titik Pertama

Gambar 5. 15. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
pertama pengukuran pada volume 800 ml

Rata-rata error untuk Gambar 5.15. adalah sebesar 35,33%. Nilai error
terbesar adalah 58,73%. Error tersebut berada pada menit ke-35. Error terkecil
bernilai 5,26% pada menit ke 5.

VIII. Titik Pengukuran Kedua (Vol. 800 ml)

30
Temperatur

20

10

0
0

20

40
50

70
10

30

60

80
90
100

120

150

170
180
110

130
140

160

Waktu (menit)

Pengukuran Titik Kedua Simulasi Titik Kedua

Gambar 5. 16. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
kedua pengukuran pada volume 800 ml

Rata-rata error untuk Gambar 5.16. adalah sebesar 21,24%. Nilai error
terbesar adalah 58,23%. Error tersebut berada pada menit ke-0. Error terkecil
bernilai 1,43% pada menit ke 50.
55

IX. Titik Pengukuran Ketiga (Vol. 800 ml)


30
25
Tempereatur
20
15
10
5
0
0

30

50
60

80
10
20

40

70

90

110

130

160

180
100

120

140
150

170
Waktu (menit)

Pengukuran Titik Ketiga Simulasi Titik Ketiga

Gambar 5. 17. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
ketiga pengukuran pada volume 800 ml

Rata-rata error untuk Gambar 5.17. adalah sebesar 17,30%. Nilai error
terbesar adalah 42,11%. Error tersebut berada pada menit ke-0. Error terkecil
bernilai 1,62%% pada menit ke 70. Hasil perbandingan data pengukuran dan data
simulasi dirangkum pada Tabel 5.7.
Tabel 5. 7. Rangkuman hasil perbandingan data pengukuran dan simulasi

No. Volume Air Titik Rata-rata Error Error


Pengukuran Error Tertinggi Terendah
1. 400 Titik 38,36% 92,625% 24,66%
Pertama
2. Titik Kedua 36,67% 55,51% 0,06%
3. Titik Ketiga 28,34% 39,96% 0,36%
4. 600 Titik 31,25% 44,44% 0,06%
Pertama
5. Titik Kedua 36,39% 64,27% 0,19%
6. Titik Ketiga 30,99% 46,99% 0,65%
7. 800 Titik 35,33& 58,73% 5,26%
Pertama
8. Titik Kedua 21,24% 58,23% 1,43%
9. Titik Ketiga 17,30% 42,11% 1,62%
56

Dari Tabel 5.7. error terbesar mayoritas terjadi pada kondisi mula-mula. Hal
ini besar kemungkinan disebabkan oleh kesalahan dalam pengambilan data dan
juga temperatur yang secara cepat naik. Inlet air memiliki diameter yang kecil,
sehingga untuk memasukkan air membutuhkan waktu yg cukup lama dan secara
perlahan-lahan. Hal ini yang menyebabkan kondisi awal ketika dilakukan
pengukuran mengalami perbedaan nilai dengan kondisi simulasi. Error ini
berdampak pada error rata-rata hasil simulasi.
Selain itu, pada simulasi untuk volume air 600 ml dan 800 ml, nilai akhir
temperatur di menit ke-180 menunjukkan nilai yang lebih tinggi dengan kondisi
pengukuran, Kondisi anomali ini disebabkan oleh perbedaan kondisi simulasi dan
kondisi pengukuran. Pada kondisi simulasi, konveksi terjadi pada bagian dalam
cooling box dan konveksi diasumsikan memiliki laju yang konstan. Pada kondisi
kenyataannya, konveksi hanya terjadi melalui mekanisme infiltrasi yakni udara
masuk melalui celah cooling box yang kurang rapat. Hal ini menyebabkan
perbedaan nilai h (koefisien perpindahan kalor konveksi). Pada simulasi nilai h
akan bernilai lebih besar dibandingkan dengan kondisi kenyataannya.
Nilai pengukuran yang hanya bernilai bilangan bulat disebabkan oleh alat
ukur yang memiliki ketelitian sangat kecil. Pada saat pengukuran sering kali nilai
pengukuran menunjukkan angka yang berubah-ubah. Contohnya ketika
pengukuran, alat ukur menunjukkan temperatur 22 o C dan 23o C secara terus
menerus. Jika hal ini terjadi, maka nilai temperatur yang diambil adalah nilai
temperatur tertinggi yang ditunjukkan oleh alat ukur.

V.VI. Perhitungan Heat Loss


Secara teoritis dan kondisi ideal, cooling box diinsulasi dengan insulasi
sempurna yang artinya tidak ada heat loss atau rugi-rugi kalor yang terjadi. Namun,
kenyatannya cooling box mengalami perubahan kenaikan suhu dalam kurun waktu
yang cukup singkat. Hal ini menunjukkan bahwa pada cooling box terdapat rugi-
rugi kalor. Selain itu, hasil simulasi dan hasil pengukuran yang menunjukkan nilai
yang berbeda menunjukkan bahwa rugi-rugi kalor ini masih terjadi.
57

Perhitungan heat loss dilakukan pada masing-masing dinding cooling box.


Lapisan dinding cooling box terdiri dari triplek (plywood), styrofoam (polystyrene)
dan plat alumunium. Masing-masing dinding tersebut memiliki ketebalan yang
berbeda-beda. Data ketebalan dinding ditunjukkan oleh Tabel 5.8.

Tabel 5. 8. Data ketebalan dinding untuk masing- masing material

Material Ketebalan
Alumunium 1 x 10-3 m
Udara dan air 5 x 10-2 m
Styrofoam 6 x 10-2 m
Triplek 8 x 10-3 m

Untuk melakukan perhitungan, dinding dari cooling box dapat dimodelkan seperti
Gambar 5.18.

Udara Aluminium
Styrofoam

Aluminium Triplek

Air

Gambar 5. 18. Pemodelan dinding cooling box

Model dinding cooling box tersebut dapat dianalogikan seperti rangkaian


hambatan pada rangkaian listrik. Analogi rangkaian listrik ini ditunjukkan oleh
Gambar 5.19.
58

R.uda ra

R.conv1 R.a l umi ni um R.a l umi ni um R.tri pl ek R. Conv2

R.a i r

Gambar 5. 19. Analogi rangkaian listrik dengan rangkaian hambatan termal

Nilai hambatan total dapat dicari dengan menghitung seluruh nilai hambatan
yang ada.

R.total = R.conv1 + R.alumunium + R.udara + R.air + R.alumunium + R.triplek + R.conv2 (5.14)

Dengan nilai R.konduksi dan nilai R.konveksi masing-masing diketahui dengan


persamaan berikut.

𝐿
R.konduksi = (5.15)
𝑘𝑥𝐴

1
R.konveksi = ℎ 𝑥 𝐴 (5.16)

Setelah nilai hambatan total telah diketahui, nilai fluks kalor per satuan waktu dapat
dihitung dengan persamaan 5.17. Tabel 5.9. berikut menunjukkan nilai koeffisien k
dan h pada temperatur lingkungan tertentu,

𝑇∞1 −𝑇∞2
𝑄̇ = (5.17)
𝑅 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

Dimana,
𝑄̇ = fluks kalor per satuan waktu (J/s atau W)
𝑇∞1 = temperatur lingkungan bernilai tinggi (o C)
𝑇∞2 = temperatur lingkungan bernilai rendah (o C)
𝑅 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙= nilai hambatan total (oC/W)
59

Tabel 5. 9. Nilai koeffisien k dan h di beberapa nilai temperatur lingkungan


k.al k.air k.udara k.styrofoam k.plywood h.conv1 h.conv2
238 0,609 1,4 0,033 0,15 4,33 0,043
238 0,609 1,4 0,033 0,15 4,39 0,043
238 0,609 1,4 0,033 0,15 4,37 0,043
238 0,609 1,4 0,033 0,15 4,39 0,043
238 0,609 1,4 0,033 0,15 4,4 0,043
238 0,609 1,4 0,033 0,15 4,4 0,043

Selanjutnya, nilai heat loss dapat dihitung dengan persamaan (5.18).


Q = 𝑄̇ x t (5.18)

Dimana,
Q = nilai heat loss (J)
𝑄̇ = fluks kalor per satuan waktu (J/s atau W)
T = waktu (s)

Pada perhitungan ini waktu yang digunakan adalah waktu pengukuran dan simulasi
yakni selama 3 jam atau 648.000 s dan temperatur lingkungan disesuaikan degan
nilai temperatur lingkungan pada saat pengukuran dan simulasi. Sehingga total
kalor yang hilang dalam waktu 3 jam ditunjukkan oleh Tabel 5.10.
Tabel 5. 10. Total heat loss pada masing- masing nilai temperatur lingkungan

Temperatur R.thermal
Lingkungan total 𝑄̇ Q
(o C) (o C/W) (J/s) (J)

25 258,1875 0,077463 50196,08


26 258,1554 0,081346 52712,44
27 258,166 0,085216 55220,29
28 258,1554 0,089094 57732,67
29 258,1501 0,092969 60244,02
30 258,1501 0,096843 62754,19
60

Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai heat loss akan semakin
besar seiring dengan meningkatnya nilai temperatur. Nilai R.thermal total menunjukkan
nilai yang hampir seragam untuk masing-masing temperatur lingkungan. Selain itu,
nilai fluks kalor ternyata menunjukkan nilai pada orde yang kecil sehingga nilai
heat loss mampu dikatakan tidak signifikan. Dari hasil perhitungan ini dapat
disimpulkan bahwa performa insulasi dari cooling box cukup baik dengan nilai
resistansi termal terbesar 258,1875 o C/W.
BAB VI
KESIMPULAN dan SARAN

VI.I.Kesimpulan
1. Cooling box mampu mempertahankan temperatur di bawah nilai temperatur
lingkungan.
2. Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa semakin banyak volume air
yang dimasukkan, maka laju kenaikan temperatur semakin kecil.
3. Nilai error yang didapatkan dari hasil perbandingan nilai pengukuran dan
simulasi sebesar 38,36%, 36,67% dan 28,34% untuk volume 400 ml,
31,25%, 36,39% dan 30,99 % untuk volume 600 ml dan 35,33%, 21,24%
dan 17,30 % untuk volume 800 ml.
4. Nilai error disebabkan oleh nilai temperatur air yang cepat naik ketika
dimasukkan ke dalam cooling box. Hal ini menyebabkan nilai mula-mula
pengukuran dan nilai simulasi akan berbeda secara signifikan.
5. Nilai Heat loss yang terjadi selama 3 jam untuk temperatur lingkungan 25o C
sampai dengan 30 o C adalah 50,196 kJ, 52,712 kJ, 55,220 kJ, 57,732 kJ,
60,244 kJ dan 62,754 kJ.
6. Nilai resistansi termal total cooling box pada masing-masing nilai
temperatur lingkungan adalah 258, 1875 o C/W, 258, 1554 o C/W , 258,166
o C/W, 258,1554 o C/W , 258,1501 o C/W dan 258,1501 o C/W.
7. Cooling box memiliki insulasi yang baik sehingga dapat digunakan untuk
sistem refrigerasi adsorpsi.

VI.II.Saran
1. Perlu dilakukan pengukuran dan simulasi dengan kondisi full load.
2. Perlu dilakukan rancang bangun keseluruhan sistem refrigerasi adsorpsi
untuk mengetahui performa total sistem.
3. Simulasi selanjutnya dapat digunakan untuk perancangan awal dan optimasi
cooling box dengan bentuk geometri dan material yang berbeda.

61
62

4. Untuk pengukuran temperatur di penelitian selanjutnya perlu menggunakan


alat ukur atau instrumen yang memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi
untuk meminimalisir nilai error pengukuran.
Daftar Pustaka

[1] Sarbu I, Adam M. Applications of solar energy for domestic hot-water and
buldings heating/cooling. Int J Energy 2011 ; 5(2): 34-42
[2] Sur A, Das RK. Review on solar adsorption refrigeration cycle. Int J Mech Eng
Technol 2010; 1(1): 190-226.
[3] Edmunds JA, Wuebles DL, Scott MJ. Energy and radiative precursor
emissions. In : Proceedings of the 8th Miami International Conference on
alternative energy sources; 1987 December P.14-16.
[4] Tchernev, D.I., (1979) Solar Air Conditioning and Refrigeration Systems
Utilizing zeolites. Proceeding of meetings of Commissions E1-E2, Jerusalem,
Issued by International Institute of Refrigeration, pp. 209-215.
[5] Anyanwu EE, Ezekwe CI. Design, construction and test run of a solid
adsorption solar refrigerator using activated carbon/methanol as
adsorbent/adsorbate pair. Energy Conversion and Management, 2003; 44:
2879- 92.
[6] Rizki Rahmani. “Perancangan Awal dan Analisis Perpindahan Kalor pada
Cooling Box Refrigerator Adsorpsi Zeolit-Air”. Departeman Teknik Nuklir
dan Teknik Fisika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2016.
[7] Dwi Setyo Atmoko. “Perancangan Parabolic Trough Solar Collector Sebagai
Alat Pendukung Untuk Kotak Pendingin Berbasis Zeolit”. Departemen Teknik
Nuklir dan Teknik Fisika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2016.
[8] Nasrudiin, 2005, ‘Dynamic Modeling and Simulation of a Two-Bed Silica Gel-
Water Adsorption Chiller.” Disertation, Rwth Aachen, Germany.
[9] Hines, A.L, and Robert N. Maddox, 1985, Mass Transfer Fundamental and
Applications, Prentice Hall Inc, New Jersey
[10] Suryawan, B., 2004, “Karakteristik Zeolit Indonesia sebagai Adsorben Uap
Air”, Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta.
[11] Nurkholis Jayaswabowo. “Desain Sistem Pendingin Dengan Sistem Adsorpsi
Untuk Kapal Nelayan Menggunakan Karbon Aktif”. Departeman Teknik
Mesin, Universitas Indonesia, Depok, 2008.

63
64

[12] Anyanwu EE, Ezekwe CI. Design, construction and test run of a solid
adsorption solar refrigerator using activated carbon/methanol as adsorbent/
adsorbate pair. Energy Conversion and Management, 2003; 44: 2879- 92.
[13] Holman, J.P., “Heat Transfer”, sixth edition, McGraw Hill, Ltd., New York,
1986.
[14] Incopera, De Witt, “Fundamentals of Heat Transfer”, John Willey & Sons
Inc., New York, 1981.
[15] Wang R.Z., Wang L, Wu J,”Adsorption Refrigeration Technology”, Wiley,
Singapore, 2014.
[16] Pryor, Roger W, “Multiphysics Modeling using COMSOL”, Jones and Bartlett
Publishers, Massachussetts, 2011.
[17] Wikipedia. White Silica Gel. Diakses dari
https://en.wikipedia.org/wiki/File:White_silica_gel.jpg , 24 Juni 2016.
[18] ArangBambo. Apa itu Carbon Active. Diakses dari
http://arangbambo.blogspot.co.id/2014/05/apa-itu-carbon-active.html, 24 Juni
2016.
[19] Ningbo Tianyi Chemical Industrial. Cu-13x Molecular Sieve. Diakses dari
http://www.ecvv.com/product/3933396.html , 24 Juni 2016.
Lampiran

Lampiran A. 1. Hasil Pengukuran


Titik Pengukuran Pertama
Data kondisi temperatur lingkungan
Volume 400 ml Volume 600 ml Volume 800 ml
Temperatur
28 26 25
Lingkungan (o C)
Temperatur Air (o C) 5 5 5

Hasil pengukuran
Temperatur (o C)
Waktu (menit)
Vol. 400 ml Vol. 600 ml Vol. 800 ml
0 10 9 9
5 12 10 9
10 13 11 10
15 14 12 11
20 15 13 11
25 16 13 12
30 17 14 13
35 17 14 13
40 18 15 14
45 18 15 15
50 19 16 15
55 19 17 15
60 19 17 15
65 19 17 15
70 20 18 15
75 20 18 16
80 20 18 16
85 20 19 17
90 21 19 17
95 21 19 17
100 21 19 18
105 22 19 18
110 22 20 19
115 22 20 19

65
Temperatur (o C)
Waktu (menit)
Vol. 400 ml Vol. 600 ml Vol. 800 ml
120 22 20 19
125 23 20 19
130 23 20 20
135 23 21 20
140 23 21 20
145 23 21 20
150 23 21 20
155 23 21 21
160 24 22 21
165 24 22 22
170 24 22 22
175 24 22 22
180 24 22 22

66
Titik Pengukuran Kedua

Volume 400 ml Volume 600 ml Volume 800 ml


Temperatur
25 30 30
Lingkungan (o C)
Temperatur Air (o C) 5 5 5
Data kondisi temperatur lingkungan

Hasil pengukuran
Temperatur (o C)
Waktu (menit)
Vol.400 ml Vol. 600 ml Vol. 800 ml
0 18 14 12
5 17 13 13
10 17 13 14
15 17 13 15
20 17 14 15
25 18 14 16
30 18 15 16
35 18 15 17
40 19 16 17
45 19 16 18
50 19 17 18
55 19 18 19
60 20 18 19
65 20 19 19
70 20 19 19
75 20 20 19
80 20 20 19
85 21 20 19
90 21 21 19
95 21 21 19
100 21 21 20
105 21 22 20
110 21 22 20
115 22 23 20
120 22 23 21

67
Temperatur (o C)
Waktu (menit)
Vol.400 ml Vol. 600 ml Vol. 800 ml
125 22 23 21
130 22 23 21
135 22 23 21
140 22 23 21
145 23 24 22
150 23 25 22
155 23 25 22
160 23 26 22
165 23 26 22
170 23 26 22
175 23 25 22
180 24 26 22

68
Titik Pengukuran Ketiga
Data kondisi temperatur lingkungan

Volume 400 ml Volume 600 ml Volume 800 ml


Temperatur
27 29 27
Lingkungan (o C)
Temperatur Air (o C) 5 5 5

Hasil Pengukuran
Temperatur (o C)
Waktu (menit)
Vol.400 ml Vol. 600 ml Vol. 800 ml
0 20 20 19
5 18 16 16
10 17 17 16
15 17 17 15
20 18 17 16
25 18 17 16
30 18 18 16
35 18 18 17
40 18 19 17
45 19 19 17
50 19 19 17
55 19 19 18
60 20 19 18
65 20 20 18
70 20 20 18
75 21 20 18
80 21 21 19
85 21 21 19
90 21 21 19
95 21 21 19
100 21 21 19
105 22 21 19
110 22 22 19
115 22 22 19
120 22 22 20
125 22 22 20
130 22 22 20
135 22 22 20

69
Temperatur (o C)
Waktu (menit)
Vol.400 ml Vol. 600 ml Vol. 800 ml
140 23 23 20
145 23 23 20
150 23 23 20
155 23 23 20
160 23 23 21
165 23 23 21
170 24 23 21
175 24 23 21
180 24 23 21

70
Lampiran A. 2. Hasil Simulasi

Simulasi 1 (Vol.400 ml)

Simulasi Titik Pertama Simulasi Titik Kedua Simulasi Titik Ketiga


Temperatur Temperatur Temperatur
Waktu o
Lingkungan ( C) Lingkungan (o C) Lingkungan (o C)
(menit)
28 25 27
o
Temperatur ( C) Temperatur (o C) Temperatur (o C)
0 5,00 27,99 27,99
5 6,23 17,21 21,10
10 7,22 16,72 20,18
15 8,07 16,85 20,04
20 8,09 16,99 19,90
25 9,60 17,17 19,90
30 10,27 17,34 19,89
35 10,94 17,52 19,89
40 11,54 17,68 19,89
45 12,07 17,82 19,90
50 12,60 17,97 19,90
55 13,12 18,11 19,91
60 13,55 18,23 19,92
65 14,00 18,35 19,92
70 14,39 18,46 19,93
75 14,80 18,57 19,93
80 15,16 18,68 19,94
85 15,51 18,77 19,94
90 15,83 18,86 19,95
95 16,13 18,94 19,95
100 16,42 19,02 19,95
105 16,68 19,10 19,96
110 16,92 19,16 19,96
115 17,15 19,23 19,96
120 17,36 19,29 19,97
125 17,55 19,34 19,97
130 17,73 19,39 19,97
135 18,00 19,44 19,97
140 18,06 19,48 19,98
145 18,20 19,52 19,98
150 18,33 19,55 19,98

71
Simulasi Titik Pertama Simulasi Titik Kedua Simulasi Titik Ketiga
Temperatur Temperatur Temperatur
Waktu o
Lingkungan ( C) Lingkungan (o C) Lingkungan (o C)
(menit)
28 25 27
Temperatur (o C) Temperatur (o C) Temperatur (o C)
155 18,45 19,59 19,98
160 18,56 19,62 19,98
165 18,67 19,65 19,98
170 18,76 19,67 19,98
175 18,85 19,70 19,99
180 18,94 19,72 19,99

72
Simulasi 2 (Vol.600 ml)

Simulasi Titik Pertama Simulasi Titik Kedua Simulasi Titik Ketiga


Temperatur Temperatur Temperatur
Waktu o
Lingkungan ( C) Lingkungan (o C) Lingkungan (o C)
(menit)
26 30 29
Temperatur (o C) Temperatur (o C) Temperatur (o C)
0 5,00 5,00 29,00
5 9,75 7,10 23,52
10 12,80 8,78 18,52
15 15,00 10,24 16,48
20 16,93 11,64 14,60
25 18,42 12,77 14,58
30 19,46 13,99 14,57
35 20,50 15,05 14,55
40 21,55 16,03 14,81
45 22,16 16,92 15,38
50 22,72 17,80 15,96
55 23,27 18,68 16,53
60 23,75 19,38 17,18
65 24,05 20,07 17,83
70 24,35 20,76 18,49
75 24,65 21,39 19,12
80 24,85 21,93 19,70
85 25,01 22,47 20,28
90 25,17 23,01 20,86
95 25,32 23,45 21,38
100 25,41 23,87 21,85
105 25,50 24,29 22,33
110 25,58 24,71 22,80
115 25,66 25,08 23,23
120 25,72 25,43 23,64
125 25,76 25,76 24,03
130 25,80 26,07 24,39
135 25,84 26,36 24,73
140 25,87 26,63 25,05
145 25,89 26,89 25,35
150 25,91 27,12 25,63
155 25,93 27,34 25,89
160 25,94 27,55 26,12
165 25,95 27,73 26,34

73
Simulasi Titik Pertama Simulasi Titik Kedua Simulasi Titik Ketiga
Temperatur Temperatur Temperatur
Waktu o
Lingkungan ( C) Lingkungan (o C) Lingkungan (o C)
(menit)
26 30 29
Temperatur (o C) Temperatur (o C) Temperatur (o C)
170 25,96 27,91 26,55
175 25,97 28,07 26,73
180 25,97 28,21 26,91

74
Simulasi 3 (Vol.800 ml)

Simulasi Titik Pertama Simulasi Titik Kedua Simulasi Titik Ketiga


Temperatur Temperatur Temperatur
Waktu o
Lingkungan ( C) Lingkungan (o C) Lingkungan (o C)
(menit)
25 30 27
Temperatur (o C) Temperatur (o C) Temperatur (o C)
0 5,01 5,00 27,00
5 9,47 7,07 12,57
10 12,34 8,72 9,86
15 14,47 10,17 9,93
20 16,22 11,56 10,46
25 17,79 12,70 11,25
30 18,74 13,84 12,16
35 20,64 14,97 13,08
40 21,31 15,97 13,99
45 21,82 16,85 14,77
50 22,34 17,74 15,56
55 22,84 18,63 16,34
60 23,12 19,33 17,05
65 23,39 20,02 17,67
70 23,67 20,72 18,29
75 23,89 21,35 18,91
80 24,03 21,89 19,42
85 24,18 22,44 19,90
90 24,33 22,98 20,39
95 24,45 23,48 20,86
100 24,54 23,94 21,29
105 24,62 24,37 21,70
110 24,68 24,78 22,08
115 24,74 25,17 22,44
120 24,79 25,53 22,77
125 24,83 25,87 23,09
130 24,86 26,18 23,38
135 24,89 26,47 23,65
140 24,91 26,74 23,91
145 24,92 26,99 24,14
150 24,94 27,22 24,36
155 24,95 27,43 24,56
160 24,96 27,63 24,74
165 24,96 27,81 24,91

75
Simulasi Titik Pertama Simulasi Titik Kedua Simulasi Titik Ketiga
Temperatur Temperatur Temperatur
Waktu o
Lingkungan ( C) Lingkungan (o C) Lingkungan (o C)
(menit)
25 30 27
Temperatur (o C) Temperatur (o C) Temperatur (o C)
170 24,97 27,98 25,07
175 24,97 28,13 25,22
180 24,99 28,27 25,35

76
Lampiran B. 1. Simulasi Comsol Multiphysics

Berikut langkah-langkah untuk melakukan simulasi menggunakan Comsol


Multiphysics.
1. Menggambar geometri atau mengimpor geometri yang akan disimulasikan.

2. Mendefinisikan titik pengukuran (domain probe) pada geometri. Pada


simulasi ini menggunakan 3 domain probe.

3. Mendefinisikan material yang digunakan dan memilih domain untuk


masing- masing material.

77
4. Mengidentifikasi dan mendefinisikan fenomena fisis yang digunakan. Pada
simulasi kali ini menggunakan model heat transfer.

78
5. Melakukan meshing untuk menyatukan domain yang ada.

6. Mendefinisikan kondisi study yang diinginkan. Pada simulasi ini


menggunakan kondisi study time dependent study dengan iterasi tiap 5
menit selama 180 menit simulasi.

79
7. Menampilkan hasil simulasi. Hasil simulasi yang dihasilkan berupa tabel
dan dapat diekspor sebagai file Ms.Excel.
8. Simulasi selesai dan menganalisis hasil simulasi.

80

Anda mungkin juga menyukai