S1 2016 319636 Complete
S1 2016 319636 Complete
SKRIPSI
Diajukan oleh
Chairil Linggabinangkit
11/319636/TK/38760
Kepada
DEPARTEMEN TEKNIK NUKLIR TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
menyatakan bahwa skripsi dengan judul tersebut di atas saya susun dengan
sejujurnya berdasarkan norma akademik dan bukan merupakan hasil plagiat.
Adapun semua kutipan di dalam skripsi ini telah saya sertakan nama
pembuatnya/penulisnya dan telah saya cantumkan ke dalam Daftar Pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila ternyata di
kemudian hari ternyata saya terbukti melanggar pernyataan saya tersebut di atas,
saya bersedia menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Chairil Linggabinangkit
NIM. 11/319636/TK/38760
ii
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
Oleh:
CHAIRIL LINGGABINANGKIT
11/319636/TK/38760
iii
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
REPUBLIK INDONESIA
DEPARTEMEN TEKNIK NUKLIR DAN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
HALAMAN TUGAS
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
iv
“Also Sprach Zarathustra”
(Friedrich Nietzsche)
“Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya
terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang
bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana,
maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali" - Tan
Malaka
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah,
rahmat, hidayat dan karunia-Nya masih diberikan kesempatan dalam mengarungi
kehidupan ini untuk terus dapat berkarya. Karena seizin dan ridho-Nya pula, tugas
akhir ini dapat terselesaikan. Tidak lupa pula shalawat dan salam senantiasa
terpanjatkan atas junjungan nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat
dan pengikutnya.
Selama proses penyelesaian tugas akhir, penulis tidak terlepas atas bantuan
dan dukungan motivasi dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan dukungan moril sehingga dapat
terselesaikan tugas akhir ini terutama kepada :
1. Bapak, ibu, adik dan keluarga besar Abah Prie dan Abah Ewong yang telah
mendidik, membimbing dan memanjatkan doa untuk penulis serta selalu
memberikan support dikala sedang bimbang.
2. Bapak Nopriadi, S.T., M.Sc., Ph.D selaku ketua Departemen Teknik Nuklir
dan Teknik Fisika UGM yang telah memberikan arahan selama berkuliah di
UGM.
3. Bapak Dr.Eng. M.Kholid Ridwan, S.T., M.Sc dan Bapak Dr.Ir. Andang
Widiharto, M.T., sebagai dosen pembimbing dalam pelaksanaan tugas
akhir. Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas bimbingannya dan
motivasi yang telah diberikan sehingga kelak ilmu yang diberikan dapat
bermanfaat untuk diri penulis dan juga masyarakat.
4. Bapak Dr.-ing. Singgih Hawibowo dan Bapak Fadli Kasim, S.T., M.Sc.,
selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran dan juga
motivasi dalam menyempurnakan Tugas Akhir ini.
5. Bapak Nazrul Effendy, S.T., M.T.,Ph.D., selaku dosen pembimbing penulis.
Penulis ucapkan terima kasih atas bimbingan dan motivasinya selama
hampir 5 tahun ini.
vi
6. Bapak/Ibu dosen pengajar dan staff karyawan Departemen Teknik Nuklir
dan Teknik Fisika atas bimbingan , arahan dan bantuannya selama penulis
berkuliah di Teknik Fisika.
7. Kiki Intan Mayangsari, S.T., atas doa dan supportnya selama penulis
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
8. Teman-teman Popongan yang telah berjuang bersama selama berkuliah di
Teknik Fisika hingga menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Komunitas Mahasiswa Sentra Energi (Kamase), atas pengalaman dan
pengetahuan mengenai arti pengabdian sesungguhnya. Semoga seterusnya
Kamase semakin maju dan sukses/
10. Teman-teman seperjuangan Teknik Fisika 2011 yang terus struggle dalam
menjalani dunia perkuliahan selama hampir 5 tahun ini.
11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari Tugas Akhir ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap Tugas
Akhir ini dapat memberikan manfaat dan juga pencerahan bagi semua pihak.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
viii
III.III. Perangkat Lunak Comsol Multiphysics ......................................................... 21
BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN ........................................................ 22
IV.I. Alat dan Bahan Penelitian........................................................................... 22
IV.II. Tata Laksana Penelitian .............................................................................. 23
IV.II.a. Studi Literatur ........................................................................................... 23
IV.II.b. Pengambilan Data ..................................................................................... 24
IV.II.c. Prosedur Pengambilan Data........................................................................ 26
IV.II.d. Pemodelan Matematis Cooling Box ............................................................ 26
IV.II.e. Simulasi dan Pemodelan pada Comsol Multiphysics..................................... 27
BAB V HASIL dan PEMBAHASAN ............................................................... 29
V.I. Hasil Pengukuran Temperatur Cooling Box.................................................. 29
V.II. Simulasi Comsol Multiphysics .................................................................... 38
V.III. Pemodelan Matematis dan Penyederhanaan Sistem ...................................... 38
V.IV. Hasil Simulasi Comsol Multiphysics............................................................ 46
V.V. Perbandingan Hasil Pengukuran dengan Hasil Simulasi ................................ 49
V.VI. Perhitungan Heat Loss................................................................................ 56
BAB VI KESIMPULAN dan SARAN ............................................................... 61
VI.I. Kesimpulan ............................................................................................... 61
VI.II. Saran ........................................................................................................ 61
Daftar Pustaka................................................................................................. 63
Lampiran......................................................................................................... 65
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
Gambar 5. 11. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik ketiga
pengukuran pada volume 400 ml................................................................................ 51
Gambar 5. 12. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik pertama
pengukuran pada volume 600 ml................................................................................ 52
Gambar 5. 13. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik kedua
pengukuran pada volume 600 ml................................................................................ 53
Gambar 5. 14. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik ketiga
pengukuran pada volume 600 ml................................................................................ 53
Gambar 5. 15. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik pertama
pengukuran pada volume 800 ml................................................................................ 54
Gambar 5. 16. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik kedua
pengukuran pada volume 800 ml................................................................................ 54
Gambar 5. 17. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik ketiga
pengukuran pada volume 800 ml................................................................................ 55
Gambar 5. 18. Pemodelan dinding cooling box .......................................................... 57
Gambar 5. 19. Analogi rangkaian listrik dengan rangkaian hambatan termal................ 58
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
xiv
ANALISIS DAN SIMULASI PERPINDAHAN KALOR PADA RANCANG
BANGUN COOLING BOX UNTUK SISTEM REFRIGERASI ADSORPSI
oleh
Chairil Linggabinangkit
11/319636/TK/38760
Diajukan kepada Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada pada tanggal 28 Juni 2016
untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh derajat
sarjana S-1 Program Studi Teknik Fisika
INTISARI
International Institute of Refrigeration di Paris memperkirakan kurang lebih
15% dari energi listrik yang dibangkitkan di dunia digunakan untuk sistem
pengkondisian udara dan sistem refrigerasi. Dalam beberapa tahun, sistem
refrigerasi kompresi uap biasanya menggunakan refrigeran sintetik yang
diperkirakan emisi dari refrigeran sintetik ini berkontribusi menyebabkan penipisan
lapisan ozon di atmosfer. Dalam beberapa dekade terakhir telah dikembangkan
teknologi refrigerasi berbasis adsorpsi yang ramah lingkungan.
Pada penelitian ini dilakukan analisis dan simulasi perpindahan panas pada
rancang bangun cooling box sebagai salah satu komponen pendukung yang
digunakan pada sistem refrigerasi adsorpsi. Analisis dilakukan dengan metode
finite difference untuk mengetahui perubahan temperatur per satuan waktu.
Perhitungan analisis dan simulasi dilakukan dengan bantuan perangkat lunak.
Cooling box disimulasikan dengan waktu simulasi selama 3 jam. Ketinggian air di
dalam cooling box divariasikan sebesar 400 ml, 600 ml dan 800 ml. Hasil dari
simulasi akan dibandingkan dengan hasil pengukuran temperatur pada cooling box
untuk mendapatkan nilai error.
Dari analisis dan simulasi cooling box dapat diketahui bahwa cooling box
mampu mempertahankan temperatur di bawah suhu lingkungan dalam kurun waktu
simulasi selama 3 jam. Nilai error untuk volume 400 ml pada titik pertama, titik
kedua dan titik ketiga didapatkan nilai error sebesar 38,36%, 36,67% dan 28,34%.
Pada volume 600 ml didapatkan nilai error untuk ketiga titik pengukuran sebesar
31,25%, 36,39% dan 30,99 %. Sedangkan pada volume 800 ml didapatkan nilai
error sebesar 35,33%, 21,24% dan 17,30 %.
xv
HEAT TRANSFER ANALYSIS AND SIMULATION OF COOLING BOX
FOR ADSORPTION REFRIGERATION SYSTEM
by
Chairil Linggabinangkit
11/319636/TK/38760
ABSTRACT
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
I.IV. Tujuan
1. Melakukan analisis pada hasil pengujian rancang bangun cooling box
untuk sistem refrigerasi adsorpsi.
2. Melakukan analisis perpindahan kalor pada hasil rancang bangun
cooling box.
3. Mengestimasi sebaran temperatur pada hasil rancang bangun cooling
box.
4. Mengidentifikasi temperatur yang optimal yang dapat dicapai oleh
cooling box.
I.V. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yakni :
1. Mendapatkan hasil performa cooling box yang digunakan untuk sistem
refrigerasi adsorpsi pada penelitian selanjutnya.
3
ln W = ln Wo – D [T . ln (P/Po )] 2 (2.1)
4
5
6
7
(e) Tipe V, tipe ini hampir sama dengan tipe III, dihasilkan dari interaksi yang
rendah antara adsorben dengan adsorbate.
2. Karakteristik adsorben
a. Kemurnian adsorben
Sebagai zat untuk mengadsorpsi, adsoben yang lebih murni
memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih baik.
b. Luas permukaan dan volume pori adsorben
Jumlah molekul adsorbate yang teradsorpsi akan meningkat dengan
bertambahnya luas permukaan dan volume pori adsorben.
1. Silika Gel
Energi yang dibutuhkan untuk pengikatan adsorbate pada silika gel relatif
kecil dibanding dengan energi yang dibutuhkan untuk mengikat adsorbate pada
karbon aktif atau zeolite sehingga temperatur untuk desorpsinya rendah. Laju
desorpsi silika gel terhadap kenaikkan temperatur sangat tinggi. Silika gel dibuat
dari silika murni dan secara kimia diikat dengan air. Jika silika gel diberi panas
yang berlebih sampai kehilangan kadar air, maka daya adsorpsinya akan hilang.
Umumnya penggunaan silika gel pada temperatur dibawah 200 o C. Silika gel
memiliki kapasitas menyerap air yang besar terutama pada saat tekanan uap air
tinggi.
2. Karbon Aktif
Karbon aktif adalah suatu bahan berupa karbon armof yang sebagian besar
terdiri atas karbon bebas serta memiliki permukaan dalam (internal surface)
sehingga mempunya kemampuan daya serap yang baik. Daya serap dari karbon
aktif umumnya bergantung pada senyawa karbon berisi 85% sampai 95% karbon
bebas. Pada dasarnya karbon aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung
karbon, baik berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang. Bahan yang
dapat dibuat menjadi karbon aktif diantaranya jenis kayu, sekam padi, tulang
hewan, batu bara, tempurung kelapa, kulit biji kopi dan lain-lain.
Prinsip pembuatan karbon aktif adalah proses karbonasi yaitu proses
pembentukkan bahan menjadi arang (karbon), kemudian diaktivasi. Semua jenis
adsorbate dapat digunakan sebagai pasangan karbon aktif, kecuali air (Nasruddin,
2005).
3. Zeolit
Zeolit digunakan untuk pengeringan dan pemisahan campuran hidrokarbon,
zeolit memiliki kemampuan adsorpsi tinggi karena zeolit memiliki porositas yang
tinggi. Zeolit mengandung kristal zeolit yang mineral aluminosilicate yang disebut
sebagai penyaring molekul. Mineral aluminosilicate ini terbentuk secara alami.
Zeolit buatan dibuat dan dikembangkan untuk tujuan khusus, diantaranya 4A, 5A,
10X dan 13X yang memiliki volume rongga antara 0.05 sampai 0.30 cm3 /gram dan
12
dapat dipanaskan sampai 500o C tanpa harus kehilangan kemampuan adsorpsi dan
desorpsinya. Zeolit 4A (NaA) digunakan untuk mengeringkan dan memisahkan
campuran hidrokarbon. Zeolit 5A (CaA) digunakan untuk memisahkan parrafins
dan beberapa hidrokarbon siklik. Zeolit 10X (CaX) dan 13X (NaX) memiliki
diameter pori yang lebih besar sehingga dapat mengadsorpsi adsorbate pada
umumnya.
Adsorbate adalah substansi dalam bentuk cair atau gas yang terkonsentrasi
pada permukaan adsorben. Adsorbate yang biasa digunakan pada sistem pendingin
adalah air (polar subtances) dan kelompok non polar substances seperti methanol,
ethanol dan kelompok hidrokarbon [15].
1. Air
Merupakan adsorbate yang ideal karena memiliki kalor laten spesifik
terbesar, mudah didapat, murah dan tidak beracun. Air dapat dijadikan pasangan
zeolit dan silika gel. Tekanan penguapan air yang rendah merupakan keterbatasan
air sebagai adsorbat, sehingga menyebabkan
Temperatur penguapan rendah (100 o C), sehingga penggunaan air
terbatas hanya untuk sistem pengkondisian udara dan chilling.
Tekanan sistem selalu dibawah tekanan normal (1 atm). Sistem harus
memiliki instalasi yang tidak bocor agar udara tidak masuk.
Rendahnya tekanan penguapan air menyebabkan rendahnya tekanan
proses adsorpsi dibatasi oleh transfer masa.
13
2. Ammonia
Besarnya panas laten spesifik ammonia adalah setengah lebih rendah dari
panas laten spesifik air, pada temperatur 0 o C dan memiliki tekanan penguapan yang
tinggi. Ammonia memiliki keuntungan yang ramah lingkungan dan dapat
digunakan sebagai adsorbate sampai -40o C dan dapat dipanaskan sampai 200 o C.
Kerugian dari ammonia, antara lain :
Beracun, sehingga penggunaannya dibatasi.
Tidak dapat ditampung pada instalasi yang terbuat dari tembaga atau
campurannya.
3. Methanol
Di banyak hal kemampuan atau performa methanol berada diantara air dan
ammonia. Methanol memiliki tekanan penguapan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan air (meskipun pada tekanan 1 atm), sehingga sangat cocok untuk sistem
pendingin. Karbon aktif, silika gel dan zeolit merupakan adsorben yang menjadi
pasangan dari methanol.
4. Karbondioksida (CO 2 )
Karbondioksida merupakan persenyawaan antara karbon (27.3 wt%)
dengan oksigen (72.7 wt%). Pada kondisi tekanan dan temperatur atmosfir,
karbondioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau.
Karbondioksida juga merupakan gas tidak reaktif dan tidak beracun. Gas tersebut
tidak mudah terbakar (nonflammable) dan tidak dapat memicu terjadinya
pembakaran.
14
III.II.a. Konduksi
Konduksi adalah proses perpindahan kalor dari tempat yang bertemperatur
tinggi ke tempat yang bertemperatur rendah dengan kondisi media penghantar kalor
tidak ikut berpindah. Secara umum perhitungan nilai perpindahan konduksi
menggunakan Hukum Fourier, yaitu
𝑑𝑇 𝑞𝑘 𝑑𝑇
𝑞𝑘 = 𝑘𝐴 (− ) atau = 𝑘 (− ) (3.1)
𝑑𝑥 𝐴 𝑑𝑥
Koordinat Kartesian
Arah x :
𝑑𝑇
𝑞𝑥 = 𝑘𝐴 (− 𝑑𝑥 ) (3.2)
Arah y :
𝑑𝑇
𝑞𝑦 = 𝑘𝐴 (− ) (3.3)
𝑑𝑦
Arah z:
𝑑𝑇
𝑞𝑧 = 𝑘𝐴 (− 𝑑𝑧 ) (3.4)
Koordinat Silinder
𝑑𝑇
Arah r : 𝑞𝑟 = 𝑘𝐴 (− 𝑑𝑟 ) (3.5)
𝑘 𝑑𝑇
Arah θ : 𝑞θ = 𝑟 𝐴 (− 𝑑θ ) (3.6)
𝑑𝑇
Arah z : 𝑞𝑧 = 𝑘𝐴 (− 𝑑𝑧 ) (3.7)
16
Koordinat Bola
𝑑𝑇
Arah r : 𝑞𝑟 = 𝑘𝐴 (− 𝑑𝑟 ) (3.8)
𝑘 𝑑𝑇
Arah θ : 𝑞θ = 𝐴 (− ) (3.9)
𝑟 𝑑θ
𝑘 𝑑𝑇
Arah ϕ : 𝑞ϕ = 𝑟 sin ϕ 𝐴 (− 𝑑θ ) (3.10)
III.II.b. Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya
gerakan/aliran/pencampuran dari bagian panas ke bagian yang dingin. Contohnya
adalah kehilangan panas dari radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll.
Menurut mekanisme alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan
menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced
convection). Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan
karena perbedaan suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi
bebas (free / natural convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya
pemaksa / eksitasi dari luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan
fluida sehingga fluida mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya
disebut sebagai konveksi paksa (forced convection).
19
𝑞ℎ = - hA (Tw – T ∞) (3.11)
Dimana,
𝑞ℎ = Laju perpindahan kalor konveksi (W)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 o C)
A = Luas bidang permukaan perpindahan kalor (m2 )
Tw = Temperatur dinding (o C)
T∞ = Temperatur lingkungan (o C)
Nilai koefisien perpindahan kalor permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan
tetapi menyatakan besarnya laju perpindahan kalor didaerah dekat pada permukaan itu.
20
III.II.c. Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda
yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di
dalam ruang, bahkan jika terdapat ruang hampa di antara benda - benda tersebut.
menimpa suatu bahan, maka sebagian radiasi dipantulkan , sebagian diserap dan
sebagian diteruskan seperti Gambar 3.11. Sedangkan besarnya energi :
𝑞𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖 = 𝜖 σ A T4 (3.12)
Dimana,
𝜖 = emmisivitas
𝑞𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖 = laju perpindahan kalor radiasi ( W)
σ = konstanta boltzman (5,669.10-8 W/m2.K 4 )
A = luas permukaan benda (m2)
T = suhu absolut benda ( o C )
22
23
Mulai
Studi Literatur
Pengambilan Data
Selesai
Pencarian referensi teori yang relevan dapat dicari pada buku, jurnal, artikel
dan laporan penelitian.
Geometri Satuan
Jari-jari tabung alumunium dalam 7,5 cm
Jari-jari tabung alumunium luar 8 cm
Tinggi tabung 38,5 cm
Panjang styrofoam 22 cm
Panjang triplek 23,6 cm
Tinggi styrofoam 41,5 cm
Tinggi triplek 43,1 cm
Pengambilan data dilakukan di 3 titik pada dinding dalam cooling box. Titik
pertama berada pada dasar cooling box, titik kedua berada di ketinggian 19 cm dari
dasar cooling box dan titik ketiga berada di ketinggian 38 cm dari dasar cooling
26
box. Titik pengukuran tersebut dapat dilihat pada tampak depan cooling box yang
ditunjukkan oleh Gambar 4.4.
Ti ti k
Keti ga
Ti ti k
Kedua
Ti ti k Pertama
Penyederhanaan geometri
Selesai
Penggambaran Geometri
Menjalankan simulasi
Menampilkan hasil
Selesai
30
25
TEmperatur (degC)
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)
29
30
30
25
Temperatur (degC)
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)
menit ke-5 sampai menit ke-20, temperatur konstan sebesar 17o C. Temperatur
cenderung konstan kembali pada rentang waktu menit ke-25 sampai dengan menit
ke-35. Temperatur yang terukur pada rentang ini sebesar 18 o C. Selama 20 menit
kemudian yaitu pada rentang antara menit ke -40 sampai dengan menit ke-55,
temperatur bernilai konstan sebesar 19 o C. Pada rentang antara menit ke-60 sampai
dengan menit ke-110, temperatur konstan sebesar 20 o C selama 25 menit dan
kemudian naik menjadi 21o C. Pada temperatur 21o C berlangsung secara konstan
selama 30 menit. Di 65 menit terakhir kenaikan suhu terjadi sebanyak 3 o C dengan
waktu kenaikan 1o C setiap 30 menit. Temperatur akhir pengukuran pada menit ke-
180 sebesar 24o C.
Pada volume 600 ml, temperatur mula-mula yang terukur sebesar 14o C.
Lima menit kemudian temperatur turun menjadi 13 o C. Temperatur 13o C diukur
konstan selama 15 menit. Pada menit ke-20 hingga menit ke-25, temperatur terukur
sebesar 14o C. Dua puluh menit kemudian, kenaikan temperatur tiap 1 o C terjadi
secara konstan setiap 10 menit. Pada menit ke-50, nilai temperatur terukur sebesar
17o C. Selang lima menit kemudian temperatur naik menjadi 18o C. Nilai 18o C
konstan selama 10 menit. Pada rentang antara menit ke-65 sampai dengan menit
ke-100, kenaikan nilai temperatur terjadi setiap 15 menit. Nilai temperatur yang
terukur pada menit ke-100 sebesar 21o C. Lima menit berselang, nilai temperatur
menjadi 22o C selama 10 menit hingga menit ke-110. Pada rentang antara menit ke-
115 sampai dengan menit ke-140 nilai temperatur terukur sebesar 23 o C. Lima menit
berselang, nilai temperatur yang terukur sebesar 24 o C. Nilai temperatur terbaca
25o C dari menit ke-150 sampai dengan menit ke-155. Pada menit ke-160 hingga
menit ke-180, nilai temperatur yang terukur sebesar 26 o C.
Pada volume 800 ml, temperatur mula-mula adalah 12o C. Di 15 menit
pertama terjadi kenaikan temperatur sebesar 1 o C setiap 5 menit. Temperatur terukur
pada menit ke-15 sebesar 15o C. Lima menit berselang, temperatur terukur tetap
sebesar 15o C. Pada rentang antara menit ke-25 sampai dengan menit ke-50
kenaikan temperatur sebesar 1o C setiap 10 menit. Pada menit ke-50 nilai temperatur
yang terukur sebesar 18o C. Selama 45 menit yakni pada menit ke-55 sampai dengan
menit ke-95, temperatur yang terukur sebesar 19 o C. Dalam rentang waktu dua puluh
33
menit kemudian, nilai temperatur yang terbaca sebesar 20 o C. Pada rentang antara
menit ke-120 sampai dengan menit ke-140, temperatur kostan pada nilai 21 o C.
sebesar 18o C. Di 35 menit terakhir pengukuran, nilai temperatur terukur bernilai
konstan sebesar 22o C.
30
25
Temperatur (degC)
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)
temperatur terukur sebesar 19o C. Lima menit kemudian, nilai temperatur terukur
sebesar 20o C. Nilai ini konstan selama 40 menit hingga menit ke-155. Pada 25
menit terakhir pengukuran yakni pada menit ke-160 hingga menit ke-180, nilai
temperatur yang terukur sebesar 21o C.
299.47 𝑐𝑚3
=[ ]+ 0.5 cm = 12.79 cm
𝜋 𝑥 { ( 64 𝑐𝑚) − ( 56.25 𝑐𝑚) }
37
499.47 𝑐𝑚3
=[ ] + 0.5 cm = 21.01 cm
𝜋 𝑥 { 64 𝑐𝑚) − ( 56.25 𝑐𝑚) }
(
699.47 𝑐𝑚3
= [𝜋 𝑥 { (64 𝑐𝑚) − ( 56.25 𝑐𝑚) }
] + 0.5 cm = 29.22 cm
Pada volume 400 ml, nilai ketinggian air yang didapatkan adalah 12.79 cm.
Ketinggian air ini nilainya 6.21 cm dibawah titik pengukuran kedua dan 25.21 cm
dibawah titik pengukuran ketiga. Sehingga, temperatur mula-mula pada
pengukuran volume 400 ml nilai temperatur akan lebih tinggi dan lima menit
kemudian temperatur baru mengalami penurunan, Hal ini disebabkan oleh
perambatan kalor secara konduksi dan juga LMTD.
Pada volume 600 ml, nilai ketinggian air yang didapatkan adalah 21.01 cm.
Ketinggian ini nilainya berada 2.01 cm diatas titik pengukuran kedua dan 16.99 cm
dibawah titik pengukuran ketiga. Sehingga, secara teori nilai temperatur pada dasar
silinder dan pada titik pengukuran kedua tidak akan jauh berbeda. Namun, dari hasil
pengukuran terlihat pada volume 600 ml temperatur mula-mula pada titik
pengukuran pertama bernilai 9o C dan pada titik pengukuran kedua bernilai 14 o C.
Perbedaan nilai ini dipengaruhi oleh temperatur lingkungan pada saat pengukuran,
Pada pengukuran volume 600 ml di titik pengukuran pertama, nilai temperatur
lingkungan sebesar 26o C. Sedangkan pada pengukuran volume 600 ml di titik
pengukuran kedua, nilai temperatur lingkungan sebesar 30 o C.
Pada volume 800 ml, nilai ketinggian air yang didapatkan adalah 29.22 cm.
Ketinggian ini nilainya berada 10.22 cm diatas titik pengukuran kedua dan 8.78 cm
dibawah titik pengukuran ketiga. Sehingga, secara teori nilai temperatur pada dasar
38
silinder dan pada titik pengukuran kedua tidak akan jauh berbeda. Namun, dari hasil
pengukuran terlihat pada volume 800 ml temperatur mula-mula pada titik
pengukuran pertama bernilai 9o C dan pada titik pengukuran kedua bernilai 12 o C.
Perbedaan nilai ini dipengaruhi oleh temperatur lingkungan pada saat pengukuran,
Pada pengukuran volume 600 ml di titik pengukuran pertama, nilai temperatur
lingkungan sebesar 26o C. Sedangkan pada pengukuran volume 800 ml di titik
pengukuran kedua, nilai temperatur lingkungan sebesar 30 o C. Pada hasil
pengukuran di titik ketiga terlihat perbedaan temperatur mula-mula dengan
temperatur pada menit ke-5 yang cukup signifikan dengan selisih 3 o C. Hal ini
disebabkan oleh perpindahan kalor yang terjadi mula-mula berada pada kondisi
transien. Lima menit kemudian perpindahan kalor mulai menunjukan nilai yang
stabil dan berada pada kondisi steady.
PP Konveksi
PP Konveksi
PP Konveksi
PP Konduksi PP Konduksi
PP Konveksi
sempurna. Pada bagian dalam cooling box terjadi perpindahan kalor konveksi.
Perpindahan kalor konveksi yang terjadi diasumsikan terjadi secara natural.
Modul perpindahan kalor digunakan pada perangkat lunak Comsol
Multiphysics. Untuk menghitung nilai perpindahan kalor konveksi pada cooling box
diperlukan nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h). Namun, sebelumnya
diperlukan mengetahui nilai Bilangan Grashof, Bilangan Nusselt dan Bilangan
Rayleigh
Bilangan Grashof merupakan parameter yang menunjukan efek dari
perpindahan kalor konveksi natural. Untuk mencari nilai dari Bilangan Grashof
menggunakan persamaan berikut.
𝑔 𝑥 𝛽 𝑥 ( 𝑇𝑠 −𝑇∞ )𝑥 𝐿3
Gr = (5.4)
𝑣2
Dimana,
Gr = Bilangan Grashof
g = percepatan gravitasi (m/s2 )
β = Koefisien ekspansi volume (1/ T)
𝑇𝑠 = Temperatur permukaan (oC)
𝑇∞ = Temperatur fluida (oC)
L = Karakteristik panjang dari geometri (m)
v = Viskositas Kinematik dari fluida (m2 /s)
𝜇 𝑥 𝐶𝑝
Pr = (5.5)
𝑘
41
Dimana,
Pr = Bilangan Prandtl
𝜇 = Viskositas Dinamik (kg/m.s)
Cp = Kalor Spesifik (kJ/Kg.K)
k = konduktivitas termal (W/m.K)
Bilangan Rayleigh merupakan hasil perkalian dari Bilangan Grashof dan Bilangan
Prandtl. Persamaan untuk mendapatkan nilai Bilangan Rayleigh ditunjukkan oleh
persamaan berikut.
𝑔 𝑥 𝛽 𝑥 (𝑇𝑠 −𝑇∞ )
Ra = Gr x Pr = x Pr (5.6)
𝑣2
Dimana,
Ra = Bilangan Rayleigh
g = Percepatan gravitasi (m/s2 )
β = Koefisien ekspansi volume (1/T)
𝑇𝑠 = Temperatur permukaan (oC)
𝑇∞ = Temperatur fluida (oC)
v = Viskositas kinematik (m2 /s)
Pr = Bilangan prandtl
2
Semua 0.387𝑥𝑅𝑎 1/6
Nu = {0.825 + 8/27 }
[1+ (0.492/𝑃𝑟) 9/16]
jangkauan
Plat L Gunakan persamaan plat vertikal.
Menanjak Ganti g dengan g cos θ untuk Ra
<109
Plat 104 - 107 Nu = 0.54x Ra1/4
Horizontal 107 - 1011 Nu = 0.15 x Ra1/3
(a)
Permukaan
atas
merupakan
plat panas
dan
permukaan
bawah lebih
dingin. As/p
35 𝐿
D = 𝐺𝑟1 /4
2
Silinder D Ra ≤ 1012 0.387𝑥𝑅𝑎 1/6
Nu = {0.825 + 8/27 }
[1+ (0.559 /𝑃𝑟) 9/16]
horizontal
Bola D Ra ≤ 1011 0589𝑥 𝑅𝑎1 /4
Nu = 2 + 4/9
[1+ ( 0.469 /𝑃𝑟) 9/16 ]
(Pr ≥ 0.7)
𝑘
h= 𝑥 𝑁𝑢 (5.7)
𝑙
Dimana,
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 K)
l = Karakteristik panjang geometri (m)
Nu = Bilangan Nusselt
Tfluida
Ts (o C) (o C) Tf (o C) Geometri L (m) h (W/m2o C)
25 5 15 Plat vertikal 0,38 4,33
Plat
horizontal 0,063 9,55
Plat
horizontal 0,0009 13,47
26 5 15,5 Plat vertikal 0,38 4,39
Plat
horizontal 0,063 9,67
Plat
horizontal 0,00099 13,64
27 5 16 Plat vertikal 0,38 4,37
Plat
horizontal 0,063 9,64
Plat
horizontal 0,00099 13,59
28 5 16,5 Plat vertikal 0,38 4,39
Plat
horizontal 0,063 9,67
Plat
horizontal 0,00099 13,63
29 5 17 Plat vertikal 0,38 4,4
Plat
horizontal 0,063 9,7
Plat
horizontal 0,00099 13,67
30 5 17,5 Plat vertikal 0,38 4,4
Plat
horizontal 0,063 9,7
Plat
horizontal 0,00099 13,67
Gambar 5. 5. Nodes dan grid yang digunakan pada metode finite difference
Persamaan perpindahan kalor untuk metode ini ditunjukkan oleh persamaan (5.8).
Dimana,
𝑄̇ = Perpindahan kalor pada elemen volume di seluruh permukaan dalam
kurun waktu tertentu (J/s)
𝐺̇𝐸𝑙𝑒𝑚𝑒𝑛 = Generasi panas dalam kurun waktu tertentu (W/m3 )
𝜌 = Massa jenis objek (kg/m3 )
𝑉 = Volume Objek (m3 )
𝐶𝑝 = Kapasitas kalor spesifik (J/kg.K)
Δ𝑇 = perubahan temperatur (K)
Δ𝑡 = perubahan waktu (s)
Pada penelitian ini diasumsikan tidak terjadi generasi panas pada sistem dan
perpindahan kalor yang terjadi adalah perpindahan kalor secara konduksi dan
konveksi. Sehingga, persamaan (5.8) menjadi
𝑖 𝑖 𝑖+1 𝑖
𝑇𝑚 −1 − 𝑇𝑚 𝑇𝑚 − 𝑇𝑚
ℎ 𝑥 𝐴 (𝑇∞ − 𝑇𝑚𝑖 ) + 𝑘 𝑥 𝐴 Δ𝑥
= 𝜌 𝑥 𝐴 𝑥 𝐶𝑝 Δ𝑥
(5.9)
ℎ Δ𝑥 ℎ 𝑥 Δ𝑥
𝑇𝑚𝑖+1 = (1 − 2𝜏 − 2𝜏 𝑖
) 𝑇𝑚−1 𝑖
+ 𝜏 (2𝑇𝑚−1 +2 𝑇∞ ) (5.10)
𝑘 𝑘
Dengan,
𝐿
Δ𝑥 = 𝑀 (5.11)
46
Δ𝑡
𝜏 = 𝛼 𝑥 Δ𝑥 2 (5.12)
dimana,
h = koeffisien transfer kalor konveksi (W/m2 K)
A = luas dari mesh (m2 )
𝑇∞ = temperatur lingkungan (o C atau K)
𝑇𝑚𝑖 = temperatur pada nodes di waktu sebelumnya (o C atau K)
𝑖
𝑇𝑚−1 = temperatur pada nodes sebelum m di waktu sebelumnya ( o C atau K)
k = koeffisien transfer kalor konduksi (W/m K)
Δ𝑥 = ukuran mesh
L = ketebalan dinding (m)
M = nilai nodes (0,1,2...)
𝜌 = densitas (kg/m3 )
𝜏 = mesh Fourier number
Δ𝑡 = perubahan waktu (s)
𝛼 = diffusitas termal (m2 /s)
30,00
TEmperatur (oC)
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100110120130140150160170180
Waktu (menit)
35,00
30,00
25,00
Temperatur (oC)
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
waktu (menit)
30,00
25,00
Temperatur (oC)
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)
yang mendekati nilai temperatur lingkungan. Hal tersebut disebabkan pada sistem
diasumsikan terjadi konveksi di bagian dalam cooling box. Terjadinya konveksi
dikarenakan cooling box tidak tertutupi sempurna oleh insulasi, sehingga masih
terdapat beberapa rongga yang memungkinkan udara lingkungan masuk ke dalam
cooling box.
Dimana,
E = error
Tp = Temperatur pengukuran
Tsi = Temperatur simulasi
30
25
20
Temperatur
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)
Rata-rata error untuk Gambar 5.9. adalah sebesar 38,36%. Nilai error terbesar
adalah 92,625% pada menit ke-5 . Nilai error terkecil sebesar 24,66% pada
menit ke 155.
30
25
Temperatur 20
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)
Gambar 5. 10. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
kedua pengukuran pada volume 400 ml
Rata-rata error untuk Gambar 5.10. adalah sebesar 36,67%. Nilai error terbesar
adalah 55,51% pada menit ke-0. Nilai error terkecil adalah 0,06% pada menit
ke- 20.
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Waktu (menit)
Gambar 5. 11. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
ketiga pengukuran pada volume 400 ml
52
Rata-rata error untuk Gambar 5.11 adalah sebesar 28,34%. Nilai error terbesar
adalah 39,96% Error tersebut berada pada menit ke-0. Error terkecil bernilai
0,36% pada menit ke 70.
30
25
20
Temperatur
15
10
5
0
0
20
40
50
70
10
30
60
80
90
100
130
150
160
180
110
120
140
170
Waktu (menit)
Gambar 5. 12. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
pertama pengukuran pada volume 600 ml
Rata-rata error untuk Gambar 5.12. adalah sebesar 31,25%. Nilai error terbesar
adalah 44,44%. Error tersebut berada pada menit ke-0. Error terkecil bernilai
0,06% pada menit ke 5.
30
25
Temperatur
20
15
10
5
0
0
20
60
70
10
30
40
50
80
90
100
110
140
150
180
120
130
160
170
Waktu (menit)
Gambar 5. 13. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
kedua pengukuran pada volume 600 ml
Rata-rata error untuk Gambar 5.13. adalah sebesar 36,39%. Nilai error
terbesar adalah 64,27%. Error tersebut berada pada menit ke-0. Error terkecil
bernilai 0,19% pada menit ke 40.
25
20
15
10
5
0
0
10
30
60
80
20
40
50
70
90
110
130
160
180
100
120
140
150
170
Waktu (menit)
Gambar 5. 14. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
ketiga pengukuran pada volume 600 ml
Rata-rata error untuk Gambar 5.14. adalah sebesar 30,99%. Nilai error
terbesar adalah 46,99%. Error tersebut berada pada menit ke-5. Error terkecil
bernilai 0,65% pada menit ke 90.
54
20
50
80
10
30
40
60
70
90
100
130
160
180
110
120
140
150
170
Waktu (menit)
Gambar 5. 15. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
pertama pengukuran pada volume 800 ml
Rata-rata error untuk Gambar 5.15. adalah sebesar 35,33%. Nilai error
terbesar adalah 58,73%. Error tersebut berada pada menit ke-35. Error terkecil
bernilai 5,26% pada menit ke 5.
30
Temperatur
20
10
0
0
20
40
50
70
10
30
60
80
90
100
120
150
170
180
110
130
140
160
Waktu (menit)
Gambar 5. 16. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
kedua pengukuran pada volume 800 ml
Rata-rata error untuk Gambar 5.16. adalah sebesar 21,24%. Nilai error
terbesar adalah 58,23%. Error tersebut berada pada menit ke-0. Error terkecil
bernilai 1,43% pada menit ke 50.
55
30
50
60
80
10
20
40
70
90
110
130
160
180
100
120
140
150
170
Waktu (menit)
Gambar 5. 17. Hasil perbandingan hasil pengukuran dengan simulasi untuk titik
ketiga pengukuran pada volume 800 ml
Rata-rata error untuk Gambar 5.17. adalah sebesar 17,30%. Nilai error
terbesar adalah 42,11%. Error tersebut berada pada menit ke-0. Error terkecil
bernilai 1,62%% pada menit ke 70. Hasil perbandingan data pengukuran dan data
simulasi dirangkum pada Tabel 5.7.
Tabel 5. 7. Rangkuman hasil perbandingan data pengukuran dan simulasi
Dari Tabel 5.7. error terbesar mayoritas terjadi pada kondisi mula-mula. Hal
ini besar kemungkinan disebabkan oleh kesalahan dalam pengambilan data dan
juga temperatur yang secara cepat naik. Inlet air memiliki diameter yang kecil,
sehingga untuk memasukkan air membutuhkan waktu yg cukup lama dan secara
perlahan-lahan. Hal ini yang menyebabkan kondisi awal ketika dilakukan
pengukuran mengalami perbedaan nilai dengan kondisi simulasi. Error ini
berdampak pada error rata-rata hasil simulasi.
Selain itu, pada simulasi untuk volume air 600 ml dan 800 ml, nilai akhir
temperatur di menit ke-180 menunjukkan nilai yang lebih tinggi dengan kondisi
pengukuran, Kondisi anomali ini disebabkan oleh perbedaan kondisi simulasi dan
kondisi pengukuran. Pada kondisi simulasi, konveksi terjadi pada bagian dalam
cooling box dan konveksi diasumsikan memiliki laju yang konstan. Pada kondisi
kenyataannya, konveksi hanya terjadi melalui mekanisme infiltrasi yakni udara
masuk melalui celah cooling box yang kurang rapat. Hal ini menyebabkan
perbedaan nilai h (koefisien perpindahan kalor konveksi). Pada simulasi nilai h
akan bernilai lebih besar dibandingkan dengan kondisi kenyataannya.
Nilai pengukuran yang hanya bernilai bilangan bulat disebabkan oleh alat
ukur yang memiliki ketelitian sangat kecil. Pada saat pengukuran sering kali nilai
pengukuran menunjukkan angka yang berubah-ubah. Contohnya ketika
pengukuran, alat ukur menunjukkan temperatur 22 o C dan 23o C secara terus
menerus. Jika hal ini terjadi, maka nilai temperatur yang diambil adalah nilai
temperatur tertinggi yang ditunjukkan oleh alat ukur.
Material Ketebalan
Alumunium 1 x 10-3 m
Udara dan air 5 x 10-2 m
Styrofoam 6 x 10-2 m
Triplek 8 x 10-3 m
Untuk melakukan perhitungan, dinding dari cooling box dapat dimodelkan seperti
Gambar 5.18.
Udara Aluminium
Styrofoam
Aluminium Triplek
Air
R.uda ra
R.a i r
Nilai hambatan total dapat dicari dengan menghitung seluruh nilai hambatan
yang ada.
𝐿
R.konduksi = (5.15)
𝑘𝑥𝐴
1
R.konveksi = ℎ 𝑥 𝐴 (5.16)
Setelah nilai hambatan total telah diketahui, nilai fluks kalor per satuan waktu dapat
dihitung dengan persamaan 5.17. Tabel 5.9. berikut menunjukkan nilai koeffisien k
dan h pada temperatur lingkungan tertentu,
𝑇∞1 −𝑇∞2
𝑄̇ = (5.17)
𝑅 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
Dimana,
𝑄̇ = fluks kalor per satuan waktu (J/s atau W)
𝑇∞1 = temperatur lingkungan bernilai tinggi (o C)
𝑇∞2 = temperatur lingkungan bernilai rendah (o C)
𝑅 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙= nilai hambatan total (oC/W)
59
Dimana,
Q = nilai heat loss (J)
𝑄̇ = fluks kalor per satuan waktu (J/s atau W)
T = waktu (s)
Pada perhitungan ini waktu yang digunakan adalah waktu pengukuran dan simulasi
yakni selama 3 jam atau 648.000 s dan temperatur lingkungan disesuaikan degan
nilai temperatur lingkungan pada saat pengukuran dan simulasi. Sehingga total
kalor yang hilang dalam waktu 3 jam ditunjukkan oleh Tabel 5.10.
Tabel 5. 10. Total heat loss pada masing- masing nilai temperatur lingkungan
Temperatur R.thermal
Lingkungan total 𝑄̇ Q
(o C) (o C/W) (J/s) (J)
Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai heat loss akan semakin
besar seiring dengan meningkatnya nilai temperatur. Nilai R.thermal total menunjukkan
nilai yang hampir seragam untuk masing-masing temperatur lingkungan. Selain itu,
nilai fluks kalor ternyata menunjukkan nilai pada orde yang kecil sehingga nilai
heat loss mampu dikatakan tidak signifikan. Dari hasil perhitungan ini dapat
disimpulkan bahwa performa insulasi dari cooling box cukup baik dengan nilai
resistansi termal terbesar 258,1875 o C/W.
BAB VI
KESIMPULAN dan SARAN
VI.I.Kesimpulan
1. Cooling box mampu mempertahankan temperatur di bawah nilai temperatur
lingkungan.
2. Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa semakin banyak volume air
yang dimasukkan, maka laju kenaikan temperatur semakin kecil.
3. Nilai error yang didapatkan dari hasil perbandingan nilai pengukuran dan
simulasi sebesar 38,36%, 36,67% dan 28,34% untuk volume 400 ml,
31,25%, 36,39% dan 30,99 % untuk volume 600 ml dan 35,33%, 21,24%
dan 17,30 % untuk volume 800 ml.
4. Nilai error disebabkan oleh nilai temperatur air yang cepat naik ketika
dimasukkan ke dalam cooling box. Hal ini menyebabkan nilai mula-mula
pengukuran dan nilai simulasi akan berbeda secara signifikan.
5. Nilai Heat loss yang terjadi selama 3 jam untuk temperatur lingkungan 25o C
sampai dengan 30 o C adalah 50,196 kJ, 52,712 kJ, 55,220 kJ, 57,732 kJ,
60,244 kJ dan 62,754 kJ.
6. Nilai resistansi termal total cooling box pada masing-masing nilai
temperatur lingkungan adalah 258, 1875 o C/W, 258, 1554 o C/W , 258,166
o C/W, 258,1554 o C/W , 258,1501 o C/W dan 258,1501 o C/W.
7. Cooling box memiliki insulasi yang baik sehingga dapat digunakan untuk
sistem refrigerasi adsorpsi.
VI.II.Saran
1. Perlu dilakukan pengukuran dan simulasi dengan kondisi full load.
2. Perlu dilakukan rancang bangun keseluruhan sistem refrigerasi adsorpsi
untuk mengetahui performa total sistem.
3. Simulasi selanjutnya dapat digunakan untuk perancangan awal dan optimasi
cooling box dengan bentuk geometri dan material yang berbeda.
61
62
[1] Sarbu I, Adam M. Applications of solar energy for domestic hot-water and
buldings heating/cooling. Int J Energy 2011 ; 5(2): 34-42
[2] Sur A, Das RK. Review on solar adsorption refrigeration cycle. Int J Mech Eng
Technol 2010; 1(1): 190-226.
[3] Edmunds JA, Wuebles DL, Scott MJ. Energy and radiative precursor
emissions. In : Proceedings of the 8th Miami International Conference on
alternative energy sources; 1987 December P.14-16.
[4] Tchernev, D.I., (1979) Solar Air Conditioning and Refrigeration Systems
Utilizing zeolites. Proceeding of meetings of Commissions E1-E2, Jerusalem,
Issued by International Institute of Refrigeration, pp. 209-215.
[5] Anyanwu EE, Ezekwe CI. Design, construction and test run of a solid
adsorption solar refrigerator using activated carbon/methanol as
adsorbent/adsorbate pair. Energy Conversion and Management, 2003; 44:
2879- 92.
[6] Rizki Rahmani. “Perancangan Awal dan Analisis Perpindahan Kalor pada
Cooling Box Refrigerator Adsorpsi Zeolit-Air”. Departeman Teknik Nuklir
dan Teknik Fisika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2016.
[7] Dwi Setyo Atmoko. “Perancangan Parabolic Trough Solar Collector Sebagai
Alat Pendukung Untuk Kotak Pendingin Berbasis Zeolit”. Departemen Teknik
Nuklir dan Teknik Fisika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2016.
[8] Nasrudiin, 2005, ‘Dynamic Modeling and Simulation of a Two-Bed Silica Gel-
Water Adsorption Chiller.” Disertation, Rwth Aachen, Germany.
[9] Hines, A.L, and Robert N. Maddox, 1985, Mass Transfer Fundamental and
Applications, Prentice Hall Inc, New Jersey
[10] Suryawan, B., 2004, “Karakteristik Zeolit Indonesia sebagai Adsorben Uap
Air”, Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta.
[11] Nurkholis Jayaswabowo. “Desain Sistem Pendingin Dengan Sistem Adsorpsi
Untuk Kapal Nelayan Menggunakan Karbon Aktif”. Departeman Teknik
Mesin, Universitas Indonesia, Depok, 2008.
63
64
[12] Anyanwu EE, Ezekwe CI. Design, construction and test run of a solid
adsorption solar refrigerator using activated carbon/methanol as adsorbent/
adsorbate pair. Energy Conversion and Management, 2003; 44: 2879- 92.
[13] Holman, J.P., “Heat Transfer”, sixth edition, McGraw Hill, Ltd., New York,
1986.
[14] Incopera, De Witt, “Fundamentals of Heat Transfer”, John Willey & Sons
Inc., New York, 1981.
[15] Wang R.Z., Wang L, Wu J,”Adsorption Refrigeration Technology”, Wiley,
Singapore, 2014.
[16] Pryor, Roger W, “Multiphysics Modeling using COMSOL”, Jones and Bartlett
Publishers, Massachussetts, 2011.
[17] Wikipedia. White Silica Gel. Diakses dari
https://en.wikipedia.org/wiki/File:White_silica_gel.jpg , 24 Juni 2016.
[18] ArangBambo. Apa itu Carbon Active. Diakses dari
http://arangbambo.blogspot.co.id/2014/05/apa-itu-carbon-active.html, 24 Juni
2016.
[19] Ningbo Tianyi Chemical Industrial. Cu-13x Molecular Sieve. Diakses dari
http://www.ecvv.com/product/3933396.html , 24 Juni 2016.
Lampiran
Hasil pengukuran
Temperatur (o C)
Waktu (menit)
Vol. 400 ml Vol. 600 ml Vol. 800 ml
0 10 9 9
5 12 10 9
10 13 11 10
15 14 12 11
20 15 13 11
25 16 13 12
30 17 14 13
35 17 14 13
40 18 15 14
45 18 15 15
50 19 16 15
55 19 17 15
60 19 17 15
65 19 17 15
70 20 18 15
75 20 18 16
80 20 18 16
85 20 19 17
90 21 19 17
95 21 19 17
100 21 19 18
105 22 19 18
110 22 20 19
115 22 20 19
65
Temperatur (o C)
Waktu (menit)
Vol. 400 ml Vol. 600 ml Vol. 800 ml
120 22 20 19
125 23 20 19
130 23 20 20
135 23 21 20
140 23 21 20
145 23 21 20
150 23 21 20
155 23 21 21
160 24 22 21
165 24 22 22
170 24 22 22
175 24 22 22
180 24 22 22
66
Titik Pengukuran Kedua
Hasil pengukuran
Temperatur (o C)
Waktu (menit)
Vol.400 ml Vol. 600 ml Vol. 800 ml
0 18 14 12
5 17 13 13
10 17 13 14
15 17 13 15
20 17 14 15
25 18 14 16
30 18 15 16
35 18 15 17
40 19 16 17
45 19 16 18
50 19 17 18
55 19 18 19
60 20 18 19
65 20 19 19
70 20 19 19
75 20 20 19
80 20 20 19
85 21 20 19
90 21 21 19
95 21 21 19
100 21 21 20
105 21 22 20
110 21 22 20
115 22 23 20
120 22 23 21
67
Temperatur (o C)
Waktu (menit)
Vol.400 ml Vol. 600 ml Vol. 800 ml
125 22 23 21
130 22 23 21
135 22 23 21
140 22 23 21
145 23 24 22
150 23 25 22
155 23 25 22
160 23 26 22
165 23 26 22
170 23 26 22
175 23 25 22
180 24 26 22
68
Titik Pengukuran Ketiga
Data kondisi temperatur lingkungan
Hasil Pengukuran
Temperatur (o C)
Waktu (menit)
Vol.400 ml Vol. 600 ml Vol. 800 ml
0 20 20 19
5 18 16 16
10 17 17 16
15 17 17 15
20 18 17 16
25 18 17 16
30 18 18 16
35 18 18 17
40 18 19 17
45 19 19 17
50 19 19 17
55 19 19 18
60 20 19 18
65 20 20 18
70 20 20 18
75 21 20 18
80 21 21 19
85 21 21 19
90 21 21 19
95 21 21 19
100 21 21 19
105 22 21 19
110 22 22 19
115 22 22 19
120 22 22 20
125 22 22 20
130 22 22 20
135 22 22 20
69
Temperatur (o C)
Waktu (menit)
Vol.400 ml Vol. 600 ml Vol. 800 ml
140 23 23 20
145 23 23 20
150 23 23 20
155 23 23 20
160 23 23 21
165 23 23 21
170 24 23 21
175 24 23 21
180 24 23 21
70
Lampiran A. 2. Hasil Simulasi
71
Simulasi Titik Pertama Simulasi Titik Kedua Simulasi Titik Ketiga
Temperatur Temperatur Temperatur
Waktu o
Lingkungan ( C) Lingkungan (o C) Lingkungan (o C)
(menit)
28 25 27
Temperatur (o C) Temperatur (o C) Temperatur (o C)
155 18,45 19,59 19,98
160 18,56 19,62 19,98
165 18,67 19,65 19,98
170 18,76 19,67 19,98
175 18,85 19,70 19,99
180 18,94 19,72 19,99
72
Simulasi 2 (Vol.600 ml)
73
Simulasi Titik Pertama Simulasi Titik Kedua Simulasi Titik Ketiga
Temperatur Temperatur Temperatur
Waktu o
Lingkungan ( C) Lingkungan (o C) Lingkungan (o C)
(menit)
26 30 29
Temperatur (o C) Temperatur (o C) Temperatur (o C)
170 25,96 27,91 26,55
175 25,97 28,07 26,73
180 25,97 28,21 26,91
74
Simulasi 3 (Vol.800 ml)
75
Simulasi Titik Pertama Simulasi Titik Kedua Simulasi Titik Ketiga
Temperatur Temperatur Temperatur
Waktu o
Lingkungan ( C) Lingkungan (o C) Lingkungan (o C)
(menit)
25 30 27
Temperatur (o C) Temperatur (o C) Temperatur (o C)
170 24,97 27,98 25,07
175 24,97 28,13 25,22
180 24,99 28,27 25,35
76
Lampiran B. 1. Simulasi Comsol Multiphysics
77
4. Mengidentifikasi dan mendefinisikan fenomena fisis yang digunakan. Pada
simulasi kali ini menggunakan model heat transfer.
78
5. Melakukan meshing untuk menyatukan domain yang ada.
79
7. Menampilkan hasil simulasi. Hasil simulasi yang dihasilkan berupa tabel
dan dapat diekspor sebagai file Ms.Excel.
8. Simulasi selesai dan menganalisis hasil simulasi.
80