Pancasila Hal 167-225
Pancasila Hal 167-225
Kebanyakan hak dasar yang terkandung dalam UUD 1945 adalah hak dasar warga
negara. Kandungan hak asasi manusia yang bersifat universal, yang berlaku juga bagi non-
warga negara, hanya terkandung pada pasal 28 dan 29. Hal ini mengindikasikan bahwa
pengakuan akan HAM itu diletakkan dalam suasana kekeluargaan. Alhasil, walau dalam
rumusan yang supel, secara substant cakupan dan komitmen HAM dalam UUD 1945 telah
merefleksikan tuntutan modern atas perlindungan hak-hak asasi manusia, mampu
mengantisipasi apa yang kemudian akan tertuang dalam daftar hak-hak asasi (bill of human
rights) dari PBB. Berdasarkan kenyataan ini, negara Indonesia berdasarkan UUD 1945
bukanlah negara integralistik dalam bayangkan Soepomo yang melemahkan individu, bukan
pula negara liberal yang melemahkan kolektivitas. Negara Indonesia adalah negara
kekeluargaan yang menghormati hak-hak asasi warga negara dan manusia umumnya, sebagai
individu maupun kelompok.
Komitmen pada kemanusiaan dan HAM berlanjut pada sidang Konstituante. Seperti
dicatat oleh Adnan Buyung Nasution (1995), "Konstituante memberi perhatian besar pada
pertanyaan konkret, misalnya mengenai HAM di dalam UUD baru dibandingkan dengan
ketentuan-ketentuan mengenai HAM dalam UUD sebelumnya; kedua, golongan mana yang
akan memerlukan perlindungan hak-hak asasi khusus; dan, ketiga, cara-cara procedural apa
yang dapat ditetapkan untuk memberi jaminan hukum bagi penghormatan HAM Dalam
perkembangannya, nyaris tidak ada kesulitan berarti dalam mencari permufakatan antarblok
politik menyangkut ketentuan-ketentuan HAM ini.
Sementara itu, beberapa orang mengkritik UUD sebelumnya yang (dalam judul
bagian tentang HAM) hanya menyebut hak, seraya tidak menyebut kewajiban. Tahir
Abubakar (PSI) menyodorkan perspektif Islam yang tidak memisahkan antara orang dan
negara, seperti dibuktikan oleh hukum dan praktik Islam yang mengakui adanya fardhu
kifayah (kewajiban sosial) dan fardhu ain (kewajiban pribadi). Hal ini didukung oleh partai
nasionalis yang menyesalkan tidak adanya kewajiban warga negara. Sabilal Rasjad
menyatakan bahwa apabila kita berbicara mengenai hak, maka tidak boleh dilupakan adanya
kewajiban yang timbul akibat hak-hak itu.
Perspektif Teoretis-Komparatif
Dalam latar internasional, kemerdekaan dan kedaulan Republik Indonesia itu bertaut
dengan gelombang dekolonisasi, terutama di Asia dan Afrika, pasca-Perang Dunia II.
Periode dekolonisas yang sangat aktif terutama terjadi antara 1945 sampai 1960.
Gelombang demokratisasi ini berdampingan dengan peningkatan kesadaran akan hak-hak
asasi manusia (HAM) pasca PD II, dimulai dengan kemunculan Piagam PBB sejak 26 Juni
1945 dan menemukan momentumnya setelah Universal Declaration of Human Rights
(UDHR) pada 10 Desember 1948.
Namun demikian, gelombang dekolonisasi, demokratisasi, dan perhatian
internasional pada HAM ini menemukan sandungannya ketika dunia segera memasuki
suasana Perang Dingin. Setelah Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet (US) bersekutu dan
berhasil menghancurkan Jerman Nazi, kedua belah pihak berselisih paham dalam usaha
membangun kembali dunia, khususnya Eropa, pasca perang.
Periode ini dikenal sebagai era Perang Dingin, yang menampilkan persaingan sengit
antara kedua blok di pelbagai bidang kehidupa koalisi militer; ideologi, psikologi, dan telik
sandi; militer, industri dan pengembangan teknologi: pertahanan; perlombaan nuklir dan
persenjataan: dan banyak lagi. Konflik antara kedua blok ini lantas menyebar ke seluruh
dunia ketika AS membangun pertahanan terhadap komunisme dengan membentuk sejumlah
aliansi dengan berbagai negara, terutama dengan negara di Eropa Barat Timur Tengah, dan
Asia Tenggara. Selama Perang Dingin, pelaksanaan proyek HAM PBB mengalami
hambatan yang serius. Sesuai dengan pasal 1 dan 2 Piagam PBB tujuan lembaga ini adalah
untuk memelihara perdamaian dunia membangun relasi bersahabat antarnegara yang
didasarkan pada penghormatan kesetaraan hak dan penentuan nasib sendiri dan untuk
menjalin kerjasama guna memecahkan masalah internasional dalam hal ekonomi, sosial,
budaya, dan kemanusiaan (humanitarian), dan dalam mempromosikan dan mendorong
penghormatan hak asasi manusia.