Anda di halaman 1dari 28

Mata Kuliah : IlmuSosialdanPerilaku Kesehatan

Kelas :E

TRANSLATE
BAB IX
GENOMICS DAN LITERASI KESEHATAN

Disusun oleh :
KELOMPOK 1

IrminaAdiRingrih (K012202012)
Mutmainnah (K012202050)
IisMiraniUsman (K012202055)
Sry Novi YantiSofya (K012211003)
Abdul Rahman Imran (K012211057)

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

0
A. PENDAHULUAN
Pada paruhan tahun 2019 silam, Prof. Budi Setyadi Daryono dalam pidato
pengukuhannya sebagai Guru Besar UGM menuturkan bahwa pengetahuan terkait
genetika sudah diketahui oleh manusia jauh sejak dahulu kala, ketika peradaban manusia
mulai berkembang. Sejalan dengan sejarah perkembangan peradaban manusia,
pengetahuan genetika juga menjalar ke seluruh dunia. Perkembangan ini berbanding lurus
dengan revolusi peradaban manusia yang terjadi sejak masa lampau. Seperti kisah Kirk
Bloodsworth, Orang pertama yang dibebaskan dari hukuman mati dengan bukti DNA.
Berkat perkembangan tekhnologi muktahir dalam bidang kesehatan khususnya, maka kita
dapat mendeteksi keidentikan seorang individu berdasarkan struktur DNA atau RNA nya.
Bahkan dalam abad ke-21 ini, wabah covid-19 yang melanda dunia dapat dideteksi
dengan cepat karena adanya kemajuan tekhnologi dalam pendeteksian RNA virus,
sehingga umat manusia dapat dengan mudah mengetahui jenis virus penyebab penyakit
dan mengetahui tingkat percepatan mutasi genetik virus tersebut guna melindungi dan
meningkatkan status kesehatan kita umat manusia.
Sangatlah wajar, saat ini kita mulai gemar berbicara mengenai genomics yaitu studi
terkait gen dan fungsinya. Dalam menelaah genomics, maka kita akan berbicara tentang
genometermaksud genetika (variasi dalam urutan DNA dan fungsinya), transkriptomik
(variasi dalam RNA, urutan dan fungsinya), dan epigenetik (modifikasi ekspresi gen dari
pada perubahan kode genetik terkait). Genomic sendiri digunakan untuk memahami
bagaimana suatu organisme bekerja, memahami akibat dari interaksi antar gen serta
pengaruh lingkungan terhadap organisme itu sendiri. Sedangkan genome adalah materi
genetik yang menjadi cetak biru atau rancangan dari suatu mahluk hidup. Informasi ini
diwariskan dari generasi ke generasi dan tersimpan dalam DNA, atau pada beberapa jenis
virus, dalam RNA.
Mulanya, alat untuk membaca urutan basa DNA hanya mampu menentukan urutan
basa DNA yang panjangnya kurang dari 1.000 basa. Oleh karena itu, untuk
sekuensinggenome, molekul DNA harus dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil agar
dapat dibaca oleh alat tersebut. Data urutan DNA yang dihasilkan kemudian disusun ulang
menggunakan program komputer sehingga urutan keseluruhan DNA dalam inti sel dapat
diketahui. Sebelum ditemukannya alat yang mampu membaca urutan DNA secara paralel
dalam jumlah besar, perunutan sifat basa DNA (sequencing) memakan waktu, tenaga, dan
biaya yang sangat besar. Pemerintah Amerika Serikat, misalnya, menginvestasikan sekitar
USD3,8 miliar untuk mencari urutan basa DNA manusia yang ukurannya sekitar tiga
1
miliar pasang basa. Penelitian ini baru dapat diselesaikan pada tahun 2003 atau sekitar 13
tahun sejak proyek tersebut dicanangkan.
Setelah ditemukannya alat pembaca DNA paralel generasi berikutnya, waktu yang
diperlukan untuk mendapatkan data yang sama dapat dipangkas menjadi hanya beberapa
bulan. Namun, data yang diperoleh sangat besar sehingga memerlukan fasilitas komputer
dan ahli bioinformatika untuk memrosesnya. Pusat-pusat penelitian genom terkemuka di
dunia seperti Broad Institute, Washington University, maupun Beijing Genome Institute
memiliki akses ke komputer berkapasitas besar serta ratusan ahli bioinformatika untuk
mengelola dan memproses data sekuen DNA yang diperoleh.Perkembangan teknologi
inimemungkinkan pengurutan lebih banyak genome vertebrata, yang diperlukan untuk
interpretasi gen manusia. Metode ini juga telah memungkinkan studi skala besar evolusi
genome vertebrata, serta perbandingan bagi pengobatan manusia.
Kompleksitas genomic menghadirkan tantangan tersendiri, tidak hanya dikalangan
masyarakat tetapi juga bagi penyedia layanan kesehatan. Walapun telah banyak penelitian
mengenai genomics, kuantitas data genomics yang besar harus diimbangi oleh standarisasi
data genomics yang memadai dan juga data hasil klinis, karena dengan adanya kedua hal
ini, maka kita dapat merekayasa sistem kesehatan dengan tekhnologi canggih seperti
penemuan tekhnologi FISH yang dapat mendeteksi kelainan kongenital pada bayi dalam
kandungan (Sindroma Down) melalui metode pengambilan sample darah janin pada usia
kehamilan tertentu, yaitu dengan meneliti struktur DNA dan RNA janin.
Tekhnologi modern dalam kajian genome ini telah membawa perubahan yang
signifikan dalam dunia medis, salah satunya dengan diketahuinya kesalahan mutasi gen
pada janin yang terdiagnosasindroma down sejak berada dalam kandungan. Selain itu,
varian genetik telah digunakan selama beberapa dekade untuk mendiagnosis sejumlah
penyakit keturunan yang sebelumnya tidak diketahui asalnya, termasuk cystic fibrosis,
distrofi otot duchenne, dan atrofi otot tulang belakang (genom penyakit). Varian genetik
juga semakin banyak digunakan untuk informasi medis terkait keputusan pengobatan,
yaitu sebagai bagian dari pengobatan pribadi. Salah satu bidang kedokteran genome yang
muktahir adalah kemampuan untuk mencocokkan profil genetik individu dengan
kemungkinan mengalami reaksi yang merugikan atau respons terapeutik dengan obat
tertentu (farmako-genomic).
Diabad modern ini, sejumlah besar obat anti-kanker sudah digunakan secara khusus
pada populasi pasien yang dipilih berdasarkan karakteristik genome tertentu untuk
mencapai kemanjuran yang optimal dalam pengobatannya.Termasuk vemurafenib di
2
BRAF V600 pada mutasi melanoma (SmPC Zelboraf), erlotinib di reseptor faktor
pertumbuhan epidermal (EGFR) yang bermutasi luas padasel kanker paru-paru, dan
cetuximab pada kanker kolorektal metastatik kronis. Disamping itu, susunan genetik
pasien juga dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya efek samping obat selama
pengobatan berlangsung.
Disamping keberhasilan prediksi genome dalam bidang kesehatan, prediksi
genomejuga berhasil digunakan dalam pemuliaan hewan dan sekarang juga semakin
meningkatdigunakan dalam pemuliaan tanaman. Sayangnya, kemajuan tekhnologi ini
tidak diimbangi oleh pemahaman masyarakat tentang DNA, sintesis protein, atau gen.
Pemahaman masyarakat yang sangatlah minim terkait DNA, sintesis protein, atau gen
menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan dalam pendeteksian penyakit maupun
upaya pengobatan penyakit dewasa ini. Hal ini sangat memprihatinkan, terlebih lagi
masyarakat kita di Indonesia yang notabenenya adalah masyarakat yang jauh dari dunia
literasi.
Dalam banyak kasus, tingkat literasi sains di Indonesia yang rendah seperti saat bayi
lahir dengan bibir sumbing, asumsi dasar dari budaya masyarakat kita mengukuhkan
bahwa bayi tersebut lahir cacat karena ayahnya memotong hewan atau memotong daging
pada saat kehamilan istrinya, hal ini jauh dari konteks rasionalitas dalam ilmu sains.
Masyarakat kita membutuhkan lebih banyak literasi kesehatan guna meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk lebih menjaga dan meningkatkan status kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat, serta untuk lebih memahami terkait masalah genetika, terutama
terkait penyakit yang diakibatkan oleh kesalahan mutasi genetik selama proses
pertumbuhan dan perkembangan janin.
Pemahaman tentang gen dan DNA telah berubah sepanjang waktu dan implikasi dari
sejarah terhadap pemahaman saat ini harus mulai dikonsumsi dan dibudayakan dalam
masyarakat kita sebagai pengetahuan kesehatan yang mendasar. Pengetahuan masyarakat
yang tinggi terkait kesehatan akan membantu tenaga kesehatan dan pemerintah dalam
mewujudkan kesejahteraan dan pencapaian derajat kesehatan yang optimal di negara kita.
Seiring dengan perkembangan tekhnologi kedokteran tekhusus dalam upaya
memahami genomic manusia yang merupakan bagian dari upaya peningkatan pencapaian
derajat kesehatan yang optimal, maka metafora dalam bidang kesehatan diperlukan baik
dalam komunikasi dan interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien, atau antara
pasien dengan pasien (masyarakat), maupun saat penggunaan alat modern (tekhnologi
canggih) dalam mendiagnosa penyakit. Seperti penggunaan alat laboratorium dalam
3
meneliti spesimen darah pasien, atau penggunaan reagen dan alat laboratorium lainnya
dalam menegakkan diagnosis pada penderita TBC. Adanya tekhnologi augmented reality
dalam bidang kesehatan, misalnya dapat diterapkan oleh dokter pada simulasi operasi
bedah jantung. Dengan menggunakan teknologi ini maka calon dokter ataupun petugas
kesehatan dapat belajar sebelumnya atau mengembangakan ilmunya dengan menggunakan
perangkat simulasi yang diintegrasikan dengan teknologi augmentedreality.
B. TERJEMAHAN GENOMICS DAN LITERASI KESEHATAN
Pendahuluan
Selamabeberapaabadterakhir, sainstelahmenghasilkandasar-
dasarpengetahuandanteknologiuntukduacaraberevolusi, terutama di negara-
negaberpenghasilakntinggisepertiAmerikaSerikat, dalam menjalaniurusansehari-
seharimerekaguna memahamidunia. Salah
saturevolusitersebutdisebabkanolehkomputerdan internet yang dibahasdalam Bab 6 dan
yang keduaseringdisebutgenomik.genomik adalah istilah umum yang mewakili berbagai
bentuk pengetahuan, aplikasi, dan penyelidikan ilmiah yang terkait dengan struktur dan
fungsi DNA (asam deoksiribonukleat). Istilah ini telah digunakan untuk merujuk pada
disiplin akademis, usaha bisnis, praktik klinis, dan bahkan gagasan umum tentang
hereditas.
Mengapa Genomik?
Kita dapat membayangkan individu yang sehat hidup dalam keluarga yang sama
sehatnya dalam masyarakat yang tidak pernah mengalami atau menyaksikan penyakit. Di
tempat seperti itu, melalui beberapa keajaiban, tidak ada yang membutuhkan keterampilan
literasi kesehatan atau setiap orang memiliki tingkat literasi tinggi yang tak terbayangkan.
Di tempat seperti itu, tidak ada yang bertanya-tanya mengapa penyakit menimpa teman ini
dan bukan yang lain. Di tempat seperti itu, tidak ada yang menguji susunan genetik anak-
anak mereka di masa depan untuk penyakit seperti sindrom Down atau korean Huntington.
Namun, kita hanya bisa membayangkan tempat seperti itu, karena memang tidak ada.
Literasi kesehatan menjadi kebutuhan yang harus terus dijaga dengan kemajuan
berkelanjutan dalam pemahaman ilmiah tentang kesehatan dan praktik medis. Genomik
berada di ujung tombak pengetahuan itu.
Hampir setiap hari, kita membaca atau mendengar tentang penemuan gen "untuk"
kanker payudara, atau menemukan cerita rakyat tentang dasar genetik ras, atau hanya
mendengar seseorang berkata, "Ini genetik." Sebagian kecil dari kita membaca buku teks
dengan judul sepertiReaksi Rantai Polimerase dan Metode Lain untuk Amplifikasi DNA
4
In Vitro, tetapi kita semua memiliki sel, kromosom, gen, dan DNA. Dokter dan pasien,
konselor dan klien, politisi dan pemilih, jurnalis, dan audiens semuanya menghadapi
beberapa gagasan mendasar tentang genomik dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Contohnya termasuk berikut ini:
 James Watson, pemenang Hadiah Nobel untuk penemuan struktur heliks ganda DNA,
mengklaim bahwa “seperangkat buku instruksi yang lebih penting tidak akan pernah
ditemukan oleh manusia. Ketika akhirnya ditafsirkan, pesan genetik yang dikodekan
dalam molekul DNA kita akan memberikan jawaban akhir atas dasar kimiawi
keberadaan manusia” (Watson, 1990, hlm. 44). Watson juga dikutip dalamWaktu
majalah mengatakan, “Kami dulu berpikir nasib kami ada di bintang-bintang.
Sekarang kita tahu, sebagian besar, nasib kita ada di dalam gen kita” (Jaroff, 1989,
hlm. 67).
 Orang pertama yang dibebaskan dari hukuman mati dengan bukti DNA, Kirk
Bloodsworth, dikutip dalam New York Time: “Bagi saya, DNA seperti peluru perak
bagi manusia serigala ketidakadilan” (“A Revolution at 50,” 2003, p. F5).
 Tentang pengumuman pemetaan, meskipun draf kasar, tentang genom manusia,
Presiden AS Bill Clinton berkata, "Hari ini kita belajar bahasa di mana Tuhan
menciptakan kehidupan" (Wade, 2000, hlm. A1).
Kompleksitas genomik menghadirkan tantangan tidak hanya bagi anggota
masyarakat tetapi juga bagi penyedia layanan kesehatan. Misalnya, terlepas dari
kesepakatan luas tentang potensi penting dari area ini pengetahuan ilmiah, Francis Collins,
direktur National Human Genome Research Institute dari National Institutes of Health,
memperingatkan, “Dokter dan profesional kesehatan lainnya belum siap untuk memberi
tahu pasien tentang aplikasi yang tepat dari tes genetik atau untuk memberikan pendidikan
genetik dasar dan konseling karena semakin banyak tes dan teknologi genetik yang
tersedia” (Collins & Bochm, 1999, hlm. 48). Penyedia layanan kesehatan jauh dari
sendirian, karena sangat sedikit individu yang memiliki tingkat literasi kesehatan yang
tinggi dalam hal genomik. Jika bahkan sebagian kecil dari dampak potensial pemetaan
genom manusia terwujud, setiap orang harus memiliki pemahaman dasar tentang apa itu
DNA, cara kerjanya, dan apa artinya.
Namun, para ilmuwan dan spesialis medis sering kali begitu fokus pada
mikrokosmos keahlian khusus mereka sehingga mereka kehilangan pandangan akan
gambaran yang lebih besar. Generalis dan praktisi keluarga ditantang untuk mengikuti

5
produksi konstan pengetahuan baru tentang genomik. Jurnalis cenderung mengikuti berita
yang layak diberitakan hari itu, sering kali melewatkan perbedaan individu atau
bagaimana setiap bagian dari pengetahuan ilmiah baru cocok atau tidak cocok dengan
makna yang lebih besar atau ke dalam kehidupan individu. Akibatnya, publik menerima
potongan-potongan informasi yang terfragmentasi tentang DNA, genetika, kromosom, dan
janji perusahaan ilmiah skala besar dari berbagai sumber yang tidak terkoordinasi, dan
seringkali tidak dapat diandalkan.
Mengingat konteks dan potensi genomik tersebut, tidak mengherankan bahwa ada
banyak upaya besar dan berkelanjutan untuk mendidik masyarakat tentang genomik.
Contohnya ada di seluruh dunia, mulai dari buku,Gen Anda, Pilihan Anda (Tukang roti,
1999), dibuat dan diterbitkan oleh American Association for the Advancement of Science
dalam upaya untuk mendidik pembaca yang melek huruf tentang genetika dan Proyek
Genom Manusia, kepada inisiatif Pemahaman Publik tentang Bioteknologi yang
disponsori oleh pemerintah Afrika Selatan.
Masih sulit untuk mengukur dan menggambarkan efek dari upaya semacam itu,
meskipun setidaknya ada satu dekade upaya untuk mengukur pemahaman publik tentang
sains. Hipotesis yang mendasari banyak upaya tersebut adalah bahwa semakin terpelajar
secara ilmiah seseorang, semakin positif perasaan orang tersebut tentang sains dan
semakin besar kepercayaan yang akan diberikan orang tersebut pada ilmuwan dan produk
sains. Namun, tidak selalu demikian (Pardo & Calvo, 2002).
Misalnya, sebuah penelitian di Finlandia tentang hubungan antara pengetahuan dan
sikap terhadap pengujian genetik menemukan bahwa mereka yang memiliki tingkat
pengetahuan paling rendah memiliki kesulitan paling besar dalam mengambil posisi dalam
menanggapi pernyataan sikap dalam survei. Namun, tingkat pemahaman genetika yang
lebih tinggi tidak memprediksi dukungan tegas atau antusiasme untuk pengujian genetik.
Faktanya, para peneliti menemukan bahwa meskipun literasi genetika yang lebih besar
dikaitkan dengan tingkat penerimaan yang lebih tinggi, hal itu juga terkait dengan tingkat
kecurigaan dan ketidakpastian yang lebih besar (Jallinoja & Aro, 2000).
Diskusi tentang genomik mencerminkan setiap aspek literasi kesehatan. Interaksi
yang kaya dan kompleks dari domain fundamental, ilmiah, sipil, dan budaya dengan cepat
muncul ke permukaan ketika kita berbicara tentang salah satu elemen kehidupan yang
paling mendasar. Jadi, sebagai studi kasus, genomik menunjukkan kegunaan model literasi
kesehatan kami tidak hanya untuk menangani individu dengan literasi kesehatan rendah,

6
tetapi juga sebagai bantuan bagi mereka yang perlu mengomunikasikan pemahaman
mutakhir yang rumit tentang tubuh dan kesehatan kita.
Dalam bab ini, kami mengeksplorasi tantangan dan tuntutan literasi kesehatan
individu dalam wacana tentang genomik. Kami memberikan perhatian khusus pada
domain literasi ilmiah literasi kesehatan. Setelah secara singkat mengeksplorasi pergeseran
bagaimana genomik telah dibahas dari waktu ke waktu, kami fokus pada dua elemen
komunikasi yang sering digunakan untuk menjelaskan aspek genomik: penggunaan
metafora dan penggunaan proporsi.
Memahami dan Kesalahpahaman Genomik: Sebuah Tinjauan
Dalam enam survei pemahaman publik tentang sains di Amerika Serikat antara 1988
dan 1999, rata-rata hanya 19,5 persen yang menjawab dengan benar pertanyaan terbuka,
“Apa itu DNA?”
Literasi Ilmiah
Kami mendefinisikan literasi sains sebagai tingkat kompetensi dengan ilmu-ilmu fisik dan
alam, termasuk proses ilmiah dan teknologi, dan meliputi:
 Pengetahuan tentang konsep sains dasar
 Kemampuan untuk memahami kompleksitas teknis
 Pemahaman tentang teknologi
 Pemahaman tentang ketidakpastian ilmiah dan bahwa perubahan cepat dalam sains
yang diterima adalah mungkin
Memahami ilmu kedokteran hanyalah salah satu komponen literasi kesehatan. Model
literasi kesehatan kami mencerminkan bagaimana pemahaman itu dimasukkan ke dalam
pengambilan keputusan individu.
(Miller & Kimmel, 2001). Terlepas dari tingkat pemahaman yang tampak rendah,
pertimbangkan seberapa sering Anda mendengar ungkapan, "Itu genetik" atau "Pasti ada
dalam gennya."
Dalam contoh lain, 80 persen dari 220 wanita yang disurvei saat melakukan
kunjungan medis rutin di Alabama salah percaya bahwa 1 dari 10 wanita memiliki gen
kanker payudara yang berubah. Hampir tiga perempat wanita salah percaya bahwa
setengah dari semua kasus kanker payudara terjadi pada wanita yang memiliki gen kanker
payudara yang berubah (Donovan & Tucker, 2000). Pemahaman ilmiah saat ini adalah
bahwa kurang dari 10 persen dari semua kasus kanker payudara terkait dengan “gen
kanker payudara” BRCA1 dan BRCA2. Meskipun demikian, pertimbangkan seberapa

7
sering Anda melihat koran atau majalah headline atau mendengar seorang tokoh berita
televisi berseru, "Gen kanker payudara telah ditemukan" atau, lebih menyesatkan lagi,
"Gen memprediksi perilaku." Tidak mengherankan bahwa begitu banyak wanita yang
berpartisipasi dalam studi Alabama memberikan tanggapan yang salah. Jelaslah, salah
persepsi, salah paham, dan kepalsuan yang jelas tentang DNA, gen, dan proses ilmiah
adalah hal biasa.
Cerita Rakyat: Apa Penyebab Cacat Lahir dan Kelainan Genetik?
Banyak individu dan budaya telah mengaitkan cacat lahir atau kelainan genetik dengan
pengalaman yang dialami ibu selama kehamilan, makhluk yang lebih tinggi atau kekuatan
gaib, makanan, bulan, atau mata jahat. Contohnya termasuk keyakinan dalam beberapa
budaya bahwa (Cohen, Fine & Pergament, 1998):
 Bibir sumbing disebabkan karena melihat atau memakan kelincioleh karena itu,
namanya bibir sumbing.
 Seorang anak akan lahir dengan cacat lahir jika seorang wanita hamil mengasihani
atau mengolok-olok individu yang terkena.
 Sebuah keluarga “diberi” anak dengan kelainan sebagai hukuman dari Tuhan atas
dosa orang tua.
 “Mata jahat”, sebuah mata atau pandangan yang mampu menimbulkan bahaya,
adalah kekuatan yang menentukan nasib buruk, termasuk cacat lahir.
 Bulan, khususnya gerhana bulan, merupakan penyebab bibir sumbing atau langit-
langit mulut sumbing.
 Makanan tertentu yang harus disalahkan. Misalnya, beberapa orang percaya spina
bifida dapat terjadi akibat makan mata kentang selama kehamilan atau cabai dapat
menyebabkan kebutaan pada janin.
 Mikrosefali atau anensefali terjadi ketika ibu melihat monyet selama kehamilan.
Kesalahpahaman populis ini menciptakan kerangka mental yang darinya banyak orang
mungkin mulai menilai pemahaman ilmiah tentang genom manusia dan struktur serta
fungsi DNA.

Indikasinya, pemahaman masyarakat tentang DNA, sintesis protein, atau gen sangat
sedikit. Dalam banyak kasus, tingkat literasi sains yang rendah mungkin tidak terkait
dengan hasil negatif. Dalam kasus lain, ada kemungkinan bahwa individu memiliki tingkat
pemahaman yang sangat tinggi tentang genomik tanpa mampu menggunakan jargon

8
lapangan dengan benar seperti yang diminta dalam survei pemahaman publik. Namun,
jelas ada contoh ketika tingkat pemahaman sangat penting untuk kesehatan individu dan
masyarakat. Pada bagian berikutnya, kita membahas bagaimana pemahaman tentang gen
dan DNA telah berubah sepanjang waktu dan implikasi dari sejarah itu terhadap
pemahaman saat ini.
Gen: Sejarah Singkat
Metafora dan Kesalahpahaman
Entah mencerahkan, menyesatkan, produktif, berbahaya, atau hanya salah, beberapa
gagasan tentang "gen" yang terkait dengan pewarisan sifat dari kakek-nenek ke orang tua
ke diri sendiri telah ada selama berabad-abad dalam sains serta dalam pengetahuan asli
dan kepercayaan populer.
Selama dekade awal abad kedua puluh, campuran ilmu pengetahuan dan budaya
populer yang disebut eugenika menciptakan awan gelap atas wacana publik dan pribadi
tentang pewarisan dan genomik. Eugenika memicu gagasan superioritas genetik yang
digunakan untuk mendukung tindakan kejam Nazi Jerman. Namun, Adolf Hitler tidak
sendirian dalam salah paham dan menyalahgunakan apa yang sedikit diketahui tentang
gen. Amerika Serikat adalah tempat setidaknya 30.000 sterilisasi paksa individu, lebih
banyak di antaranya adalah wanita daripada pria dan banyak dari mereka diberi label
"berpikiran lemah." Pemerintah AS juga mengesahkan undang-undang imigrasi yang ketat
di bawah panji-panji eugenika yang luas untuk meningkatkan "persediaan" publik
Amerika.
Untungnya, eugenika hanyalah salah satu dari banyak pengaruh dalam evolusi
pemahaman publik tentang genom dan kemampuannya. Celeste Michelle Condit telah
mendokumentasikan pergeseran dalam wacana populer tentang genetika melalui waktu
dengan menganalisis majalah, surat kabar, program televisi, dan Catatan Kongres
(Kondisi, 1999). Kita dapat melacak wacana itu yang dimulai dengan diskusi awal
eugenika klasik dari sekitar tahun 1900 hingga 1935 ketika metafora utama genomik
diambil dari pembiakan ternak, seperti yang ditangkap dalam frasa seperti “Membiakkan
pria yang lebih baik.”
Ketika perusahaan ilmiah dan politik di bawah panji eugenika surut, dialog publik
bergeser dari diskusi tentang mengendalikan gen ke gagasan tentang gen yang
mengendalikan individu. Pembicaraan tentang genetika unggul diganti dengan diskusi
tentang "normal" versus "abnormal".

9
Kompetisi Keluarga Fitter: Mempopulerkan Eugenika
Kontes Keluarga Fitter pertama diadakan di Kansas State Free Fair pada tahun 1920,
muncul dari akar dalam kontes "bayi yang lebih baik" yang telah terjadi (dan masih
dilakukan) di pameran negara bagian (Exhibit 9.1). Dengan dukungan dari American
Eugenics Society, kontes diadakan di berbagai pameran di seluruh Amerika Serikat selama
tahun 1920-an. Menurut Arsip Eugenika dari Pusat Pembelajaran DNA Dolan di
laboratorium Cold Spring Harbor, “Pada sebagian besar kontes, pesaing menyerahkan
Catatan Singkat Sifat Keluarga, dan tim dokter medis melakukan pemeriksaan psikologis
dan fisik pada anggota keluarga. Setiap anggota keluarga diberi nilai kesehatan eugenik
secara keseluruhan, dan keluarga dengan nilai rata-rata tertinggi dianugerahi piala perak.
Piala biasanya diberikan dalam tiga kategori keluarga: kecil (1 anak), menengah (2-4
anak), dan besar (5 anak atau lebih). Semua kontestan dengan B+ atau lebih baik menerima
medali perunggu bertuliskan, 'Ya, saya memiliki warisan yang baik.' Seperti yang
diharapkan, Kontes Keluarga Fitter mencerminkan gerakan eugenika itu sendiri; pemenang
selalu berkulit putih dengan warisan Eropa utara dan barat” (Dolan, 2003, hlm. 1).

Pameran 9.1. Staf Pemeriksa Keluarga Fitterdengan Keluarga Menang, Pameran


Gratis Negara Bagian Kansas, Topeka, 1920.

10
Penemuan struktur DNA pada tahun 1953 menyebabkan perubahan berikutnya dalam
cara orang memahami dan berbicara tentang genomik. Selama fase ini, gagasan tentang DNA
yang bekerja sebagai kode menjadi metafora yang dominan. Saat ini kita masih sering
menjumpai metafora seperti itu dalam ungkapan seperti “kode genetik” dan upaya untuk
“memecahkan kode”. Memperluas metafora ini, bagian dari struktur DNA sering disebut
sebagai "huruf" dan kelompoknya dieja "kata-kata."
Metafora Kode: Sebuah Contoh
Di bagian tanya-jawab brosur yang diproduksi pada tahun 2001 oleh pemerintah AS, “Gen
dan Populasi,” pertanyaan yang diajukan adalah: “Apa yang terlibat dalam studi penelitian
genetika semacam ini?”
Jawabannya berbunyi: “Tubuh Anda terdiri dari unit-unit individual yang disebut sel. DNA
Anda (kode genetik pribadi Anda) terselip di dalam setiap sel Anda. Jika Anda setuju
untuk berpartisipasi dalam studi penelitian genetika, para ilmuwan akan mengumpulkan
sampel kecil sel Anda untuk membaca kode ini. . . . Para ilmuwan akan mempelajari DNA
dari sampel ini dan, melalui teknik laboratorium, mereka akan membaca ejaan gen
Anda” (National Institute of General Medical Sciences, 2001, hlm. 5).

Menurut Condit, tahun 1980-an dan 1990-an melihat munculnya metafora "cetak
biru" untuk DNA dan pergeseran penekanan terhadap kesehatan pribadi dan kesadaran yang
berkembang tentang masalah etika, hukum, dan sosial yang terkait dengan genomik. Usaha
bioteknologi mulai berkembang pesat, begitu pula Proyek Genom Manusia yang didanai
publik, yang membawa genomik keluar dari laboratorium medis yang tidak jelas dan masuk
ke dalam portofolio investasi Wall Street dan, akhirnya, ladang petani dan meja makan
keluarga. Metafora cetak biru selaras dengan semangat bisnis dan kewirausahaan yang
mengiringi banyak pergeseran liputan pers genomik dari bagian kesehatan ke bagian bisnis.
Namun, wacana terus bergeser. Dalam beberapa tahun terakhir, "Gen
bermetamorfosis menjadi 'genom', genetika menjadi 'genomik', dan ahli genetika menjadi
campuran dari ahli biologi molekuler dan ilmuwan komputer" (Dijk, 1998, hlm. 120). Bahasa
yang digunakan untuk menggambarkan genomik, khususnya metafora, menjadi lebih
kompleks. Saat ini, metafora yang digunakan sering merujuk pada jaringan kompleks atau
program komputer yang dapat dipetakan oleh para ilmuwan.

11
Bagaimana Metafora Bekerja: Primer Cepat
Metafora ada di mana-mana dalam bahasa. Beberapa memperkirakan bahwa orang
menggunakan sekitar lima metafora selama setiap menit berbicara (Glucksberg, 1989).
Secara umum ada tiga alasan orang menggunakan metafora ketika berkomunikasi (Gibbs,
1996):
 Mengungkapkan gagasan yang sulit disampaikan dengan menggunakan bahasa
harafiah
 Untuk berkomunikasi lebih ringkas daripada bahasa literal memungkinkan
 Untuk menyampaikan pemahaman yang lebih kaya dan lebih hidup daripada yang
dihasilkan dari bahasa literal
Efek metafora terjadi dari perbandingan dua hal: subjek (hal yang dideskripsikan) dan
predikat metafora (hal yang dibandingkan dengan subjek). Misalnya, dalam frasa metafora
klasik, "Cinta itu seperti mawar merah, mawar merah," subjeknya adalah cinta dan
predikatnya adalah "merah, merah, mawar." Dalam contoh yang lebih kontemporer, "Itu
keren,"itu adalah subjek, dan dingin adalah predikat.
Tantangan muncul karena pembicara dan penulis metafora secara inheren
menyampaikan makna literal dan makna yang dimaksudkan (Searle, 1993). Misalnya, secara
harfiah cinta ituadalah merah, mawar merah, yang tidak masuk akal. Makna yang
dimaksudkan adalah bahwa cinta memiliki kualitas mawar merah, merah, membiarkannya
terbuka untuk interpretasi apakah cinta adalah warna, kelopak, aroma, atau duri. Dengan
demikian, penafsiran metafora sering kali tidak tepat atau didasarkan pada konteks yang
berbeda untuk menghasilkan makna yang berbeda. Akibatnya, metafora tunduk pada
interpretasi yang berbeda- beda oleh audiens, dan interpretasi tersebut akan berubah dengan
berbagai keterampilan literasi kesehatan.
Banyak metafora yang tertanam dalam cara kita memandang dunia. Misalnya, "Dia
akhirnya kalah dalam pertempuran panjangnya dengan kanker," mencerminkan metafora inti
penyakit sebagai musuh atau penyerbu. Metafora begitu mendarah daging dalam penggunaan
bahasa kita sehingga berkomunikasi tanpa metafora tidak hanya kaku dan tidak wajar, itu
akan membebani bahasa dan komunikator untuk menemukan bahasa yang cukup tepat untuk
membuat makna yang baik. Menghilangkan metafora akan membutuhkan pesan yang lebih
banyak, lebih lama, dan lebih rumit, meningkatkan beban literasi pada pengirim dan
penerima pesan. Dengan demikian, tantangan lain untuk penggunaan metafora adalah
menyelaraskan metafora baru dengan pemahaman yang dipegang sebelumnya. Tantangan itu

12
sangat nyata menggunakan metafora untuk mengomunikasikan pemahaman ilmiah yang
kompleks, seperti genomik.
Menggunakan Metafora untuk Mengkomunikasikan Ilmu Kompleks
Metafora sering digunakan untuk mengkomunikasikan ilmu yang kompleks seperti
genomik. Bagi mereka dengan literasi rendah dan literasi kesehatan rendah, penggunaan
metafora dapat, dalam contoh terbaik, meningkatkan pemahaman, tetapi juga dapat
menciptakan penghalang untuk memahami ketika digunakan secara tidak tepat.
Ketika metafora digunakan untuk mengomunikasikan sains yang kompleks kepada
publik yang tidak ilmiah, subjek metafora sering kali merupakan konsep yang kurang umum,
dan predikat metafora sering kali lebih umum dari kedua konsep tersebut. Dalam kasus ini,
metafora digunakan untuk mengubah yang tidak biasa, sains, menjadi contoh biasa yang
diambil dari pengalaman hidup umum. Sebagai contoh,ungkapan metaforis "DNA seperti
perpustakaan" mencoba menggunakan gagasan perpustakaan yang lebih dikenal untuk
membantu menjelaskan gagasan DNA yang lebih tidak umum dan kompleks.
Jonathon Marks (2002) berpendapat bahwa para ilmuwan menggunakan metafora
seperti yang mereka lakukan karena demi kepentingan terbaik mereka untuk tidak
memperdebatkan kebijaksanaan populer, atau ideologi rakyat, karena mereka mengandalkan
dukungan rakyat untuk pendanaan. Kami menemukan bahwa menjadi argumen yang menarik
tetapi tidak sepenuhnya terbukti karena kemungkinan yang sama bahwa para ilmuwan, yang
umumnya tidak terlatih dalam keterampilan komunikasi atau penggunaan bahasa, hanya
berjuang untuk menemukan bahasa yang mereka sukai yang juga masuk akal bagi non-
ilmuwan.
Banyak Metafora untuk DNA dan Gen
 "Sebuah kode"
 "Perpustakaan"
 "Sebuah bahasa"
 “Sebuah cetak biru”
 “Seorang direktur”
 “Seperti sastra”
 "Egois"
 “Blok pembangun fundamental”
 “Sebuah instruksi manual untuk semua kehidupan”
 “Buku harian”
 “Sebuah alfabet”
 “Peluru perak untuk manusia serigala ketidakadilan”
 "Takdir kita"
 “Bahasa di mana Tuhan menciptakan kehidupan”
 “Seperti Coca-Cola”

13
 “Semiduktor”
 “Modul penyimpanan informasi”
 “Sebuah makrosistem kontrol mandiri”
 “Molekul kehidupan”
 “Serat panjang, seperti rambut, hanya lebih tipis dan lebih panjang (kecuali rambut
Crystal Gayle)”
 “Memori hanya baca”
 “Hidup—selebihnya hanyalah detail”

Perhatian lain dari penggunaan metafora, khususnya dalam kaitannya dengan upaya
bernilai miliaran dolar dari Proyek Genom Manusia, berasal dari Thomas Fogle, yang
berpendapat bahwa metafora yang sering digunakan cenderung menyiratkan bahwa biologi
menentukan hasil dan dapat mengarah pada harapan yang salah (Fogle, 1995). ).
Pemenang hadiah Nobel dan presiden Institut Teknologi California David Baltimore
mengatakan ini tentang upaya rekan-rekan ilmiahnya menggunakan metafora untuk
menjelaskan DNA: “Mereka semua telah memutuskan bahwa arti sebenarnya dari pencapaian
ini begitu terbungkus dalam detail teknis sehingga satu-satunya cara untuk menyampaikan
kebenaran adalah melalui metafora. Jadi mereka memberitahu dunia bahwa genom itu seperti
sebuah buku, dengan kata- kata, kalimat, dan bab. Atau mereka mengatakan bahwa itu adalah
tabel periodik untuk ahli biologi, dengan asumsi bahwa orang awam akan mendengar tentang
prinsip pengorganisasian kunci kimia ini. Tetapi ini dan tautan metaforis lainnya kehilangan
kisah nyata. Genom tidak seperti objek lain yang telah dijelaskan sains” (Baltimore, nd).
Salah satu tantangan penggunaan metafora untuk mengkomunikasikan sains terletak
pada berbagai interpretasi yang dimungkinkan oleh metafora. Misalnya, ketika mencoba
mengandalkan metafora sebagai alat penjelas, George Annas, seorang profesor hukum
kesehatan di Universitas Boston, terjebak dalam berbagai interpretasi metafora yang ia
gunakan selama wawancara yang ditayangkan di National Public Radio (NPR) program,File
DNA , diproduksi oleh SoundVision Productions. Anas berkata, “Molekul DNA, menurut
saya, dapat dianalogikan dengan buku harian. Ini bukan buku harian dalam arti bahwa Anda
menulis hal-hal ketika Anda muda yang akan Anda baca ketika Anda tua. Tapi itu adalah
buku harian dalam arti bahwa itu adalah informasi yang sangat pribadi yang
menginformasikan diri Anda yang lebih muda tentang diri Anda yang menua, jika Anda mau.
Ini buku harian Anda” (DNA Files, 1998, hlm. 15). Untuk mengambil Annas secara harfiah,
sebagai individu dengan literasi kesehatan yang rendah mungkin sangat baik ketika ditantang
untuk membuat makna apa pun, DNA adalah dan bukan buku harian. Jadi apa itu?

14
Meskipun penggunaan metafora untuk mengkomunikasikan sains pada umumnya
merupakan upaya yang bermaksud baik untuk mengurangi ketidakpastian dan kompleksitas
dengan membuat hal yang tidak biasa tampak akrab, penggunaan metafora dapat memiliki
hasil yang sebaliknya. Dalam kesehatan, kesalahpahaman seperti itu antara penyedia dan
pasien dapat menciptakan hasil negatif seperti kepatuhan yang buruk atau kegagalan untuk
mencari perawatan yang tepat. Meskipun metafora adalah komponen bahasa yang kuat,
metafora harus digunakan dengan hati-hati dan diperiksa ulang untuk memastikan bahwa
makna yang dimaksud sebenarnya adalah makna yang diterima orang.

Mel Gibson di Setiap Sel Kita?


Dengan mengandalkan satu-satunya pada suara, jurnalis radio menghadapi salah satu
tantangan terbesar dalam komunikasi media massa. Selama segmenFile DNA, diproduksi
oleh SoundVision Productions dan disiarkan di NPR, pembawa acara John Hockenberry
menghadapi tantangan itu ketika mewawancarai Nancy Wexler, seorang profesor
kedokteran dan genetika. Berikut ini adalah pertukaran ketika jurnalis dan ilmuwan
bergulat dengan tantangan:
HOCKENBERRY: Setiap sel dalam tubuh kita, dan ada triliunan di dalamnya, berisi
salinan informasi genetik tubuh kita.
WEXLER: Jika Anda membuka gulungan informasi genetik itu dan kemudian Anda
menyimpannya dari ujung ke ujung, panjangnya kira-kira setara dengan pria setinggi enam
kaki.
HOCKENBERRY: Profesor Nancy Wexler dari Universitas Columbia di New York adalah
seorang ahli penyakit genetik. Dia berkata, bayangkan bahwa semua informasi genetik
Anda setinggi, katakanlah, aktor Mel Gibson.
WEXLER: Jika Anda memiliki Mel Gibson yang tergulung di setiap sel dan Anda
membuka gulungan Mel Gibson, dan kemudian Anda merentangkan satu triliun Mel
Gibson dari ujung ke ujung, itu hanya jumlah DNA yang dimiliki satu orang dalam tubuh
satu orang.
Pertimbangkan tantangan yang akan dihadapi seseorang dengan keterampilan literasi
rendah, menyetel masuk dan keluar saat mengemudi ke tempat kerja, dengan dialog ini.
Individu yang melek huruf tinggi dan rendah mungkin dapat mengumpulkan kesan bahwa
mereka memiliki DNA yang sama dengan Mel Gibson atau bahwa Mel Gibson sebenarnya
ada dalam DNA mereka.

15
Probabilitas dan Persentase: Masalah dalam Mengkomunikasikan Genomik dan Risiko
Angka adalah sumber kehidupan metode kuantitatif dalam sains. Angka
mengomunikasikan otoritas dan rasa ketepatan yang konkret. Secara budaya, kami
menempatkan nilai tinggi pada kemampuan untuk mengukur dan kemampuan untuk
menangani matematika yang kompleks dan perhitungan statistik, yaitu pada kemampuan
untuk menggunakan angka. Namun, seperti halnya bahasa metaforis, penggunaan angka
untuk menjelaskan temuan ilmiah yang kompleks bisa menyesatkan sekaligus informatif.
Secara khusus, ada peningkatan penggunaan skrining genetik dalam perawatan
kesehatan sehari-hari yang di antara banyak efek lainnya meningkatkan penggunaan angka,
terutama proporsi, sebagai sarana untuk menjelaskan pilihan perawatan kesehatan. Pada
bagian ini kami membahas beberapa kesulitan yang diciptakan oleh pendekatan untuk
individu dengan literasi kesehatan yang rendah.
Skrining genetik umumnya memberikan probabilitas daripada kepastian. Probabilitas,
dinyatakan dalam angka, cenderung kabur beberapa lapisan teori, metode, dan temuan ilmiah
yang kompleks dan abstrak yang menghasilkan angka-angka yang dikomunikasikan. Dalam
banyak kasus, informasi yang dikomunikasikan tentang hasil skrining genetik adalah
kemungkinan beberapa hasil negatif. Informasi itu memulai tugas yang kompleks untuk
menilai risiko. Terlepas dari keinginan banyak orang di bidang ilmiah dan medis, penilaian
risiko secara inheren menggabungkan banyak implikasi etika, hukum, dan sosial dari
teknologi genom. Keputusan kesehatan, kemudian, tentu lebih kompleks dari sekedar
penilaian yang tepat dari sebuah probabilitas. Contoh probabilitas tersebut meliputi:
“Anak-anak Anda akan memiliki satu dari empat peluang untuk menjadi . . .”
“Anak-anak Anda akan memiliki kemungkinan 25 persen untuk berkembang- ing. . .”
Lebih jarang framing yang berlawanan akan digunakan, misalnya: “Anak-anak Anda
memiliki peluang 75 persen untuk tidak berkembang . . .”
Kedokteran, dan beragam teknologi yang sekarang ada, sangat terfokus pada
mengidentifikasi penyakit atau potensi kesehatan yang buruk sehingga pembingkaian positif
dari hasil seperti itu tidak terlalu sering dianggap relevan kecuali dalam kasus-kasus ketika
dokter menyampaikan kabar baik. Ketergantungan tunggal pada kerangka negatif tentu saja
tidak mengurangi dampak psikologis pada pasien saat menerima hasil pemeriksaan genetik.
Pada gilirannya, bingkai itu mengurangi kemungkinan bahwa seorang individu akan
memproses informasi kompleks yang mereka terima pada saat- saat seperti itu dengan benar.
Di bagian ini, kami mengeksplorasi beberapa masalah:

16
 Tantangan literasi kesehatan disajikan dengan mengandalkan proporsi untuk
menjelaskan bukti ilmiah yang kompleks
 Seberapa sepenuhnya pasien dan penyedia layanan memahami proporsi
 Jika penilaian ahli risiko adalah satu-satunya penilaian risiko
 Mengapa pasien dan masyarakat dapat membuat keputusan yang tidak masuk akal
bagi para ahli
Dalam contoh klasik tentang bagaimana probabilitas umumnya disalahpahami, Ruth
Hubbard dan Elijah Wald memecah statistik yang dipublikasikan dengan baik bahwa peluang
seorang wanita terkena kanker payudara di Amerika Serikat adalah satu dari sembilan
(Hubbard & Wald, 1993). Grafik yang sama klasik dan menyesatkan yang sering menyertai
deklarasi semacam itu adalah garis besar sembilan wanita, salah satunya dalam warna
berbeda yang menunjukkan rasio peluang dalam tindakan: tidak pernah berubah dan buta
terhadap perbedaan lain antara individu seperti faktor risiko berbasis gaya hidup dan susunan
genetik. Hubbard dan Wald dengan tepat menunjukkan bahwa "bahkan untuk wanita yang
lebih tua, probabilitas pada satu waktu tidak pernah hampir setinggi 1 dalam9" (hal. 86).
Rasio odds itu adalah probabilitas kumulatif selama rentang hidup semua wanita dan tidak
pernah sama dengan kemungkinan pada setiap saat dalam kehidupan wanita lajang mana pun.
Namun, banyak orang, tentu saja mereka yang memiliki keterampilan literasi dan berhitung
dasar yang rendah, menafsirkan probabilitas seperti itu sebagai indikasi peluang mereka
setiap saat selama hidup mereka dan sebagai peluang yang tetap sama sepanjang hidup.
Hubbard dan Wald menggambarkan praktik komunikasi yang buruk ini dengan
merinci kejadian kanker payudara untuk kelompok hipotetis yang terdiri dari 100 wanita
dalam peningkatan 10 tahun selama 8 dekade. Selama setiap periode 10 tahun antara usia 30
sampai 40 dan usia 40 sampai 50, 1 wanita akan mengembangkan kanker payudara (1 dari
100); antara usia 50 dan 60, 2 dari 100 wanita akan mengembangkan kanker payudara (1 dari
50). Antara usia 60 dan 70, 10 wanita telah meninggal karena berbagai alasan, dan 2 dari 90
sisanya akan berkembang kanker payudara (1 dari 45). Proporsi yang relevan dengan usia
berjalan dengan cara yang sama sehingga selama satu dekade, kemungkinan 1 dari 100
wanita asli yang mengembangkan kanker payudara tidak pernah melebihi 1 dalam 30.
Namun, selama rentang 8 dekade, probabilitas kumulatif kira-kira 1 di 9. Itu tidak berarti
angka satu-dalam-sembilan tidak boleh digunakan karena ada konteks yang valid dan
berguna untuk menggunakan statistik semacam itu. Keputusan tentang statistik apa yang akan
digunakan harus bergantung pada faktor-faktor penting audiens, konteks, dan tujuan

17
komunikator kesehatan. Misalnya, statistik satu-dalam-sembilan sangat cocok untuk
mengingatkan pembuat kebijakan dan masyarakat umum tentang signifikansi sosial kanker
payudara, misalnya, dalam upaya mengarahkan pendanaan dan perhatian publik terhadap
penelitian, pencegahan, dan pengobatan kanker payudara. Namun, angka tersebut jauh kurang
tepat untuk mengomunikasikan peluang individu terkena kanker payudara kepada wanita.
Komunikator kesehatan perlu menyadari perbedaan dalam konteks dan relevansi.
Kompleksitas dan tantangan dalam mengomunikasikan probabilitas tentu saja tidak
terbatas pada kanker payudara dan, mungkin agak mengejutkan, terkait tidak hanya dengan
pasien. Tinjauan sistematis literatur tentang peran perawatan primer dalam layanan genetik
melaporkan, “Dokter [dokter umum] menerima bahwa mereka memiliki peran yang
meningkat untuk dimainkan dalam genetika, tetapi kurang percaya diri pada kemampuan
mereka untuk melakukannya karena pengetahuan klinis yang terbatas. genetika” (Emery,
Watson, Rose, & Andermann, 1999, hlm. 426). Secara khusus, dokter telah ditemukan untuk
menafsirkan proporsi secara tidak benar sampai tingkat yang mengejutkan (Emery et al.,
1999).
Gigerenzer dan Edwards (2003) berpendapat, “Berhitung statistik sering dikaitkan
dengan masalah di dalam pikiran kita. Kami tidak setuju: masalahnya bukan hanya internal
tetapi terletak pada representasi eksternal informasi, dan karenanya ada solusi. Setiap bagian
dari informasi statistik membutuhkan representasi-yaitu, sebuah bentuk. Beberapa bentuk
cenderung mengaburkan pikiran, sementara yang lain menumbuhkan wawasan. Kami tahu
tidak ada institusi medis yang mengajarkan kekuatan representasi statistik; lebih buruk lagi,
penulis brosur informasi untuk publik tampaknya lebih memilih representasi yang
membingungkan” (hal. 741).
Kami telah menunjukkan bahwa baik pasien dan penyedia layanan kesehatan dapat
salah menafsirkan probabilitas yang diberikan oleh skrining genetik. Bahkan ketika
memahami probabilitas, banyak yang akan membandingkan informasi ilmiah itu dengan
pengalaman pribadi. Namun, statistik adalah tentang sampel dan populasi, bukan pengalaman
individu. Dokter menghadapi dilema ini setiap hari saat mereka menimbang laporan dalam
literatur ilmiah dengan pengalaman klinis mereka sendiri, sama seperti pasien menimbang
prognosis mereka dengan pengalaman mereka dan keluarga serta teman mereka.
Potensi kesalahpahaman proporsi diperparah oleh sifat kompleks dari keputusan
perawatan kesehatan, seperti yang tercermin dalam beberapa model domain literasi kesehatan
kami. Misalnya, bayangkan pasangan yang menerima hasil tes genetik yang memberi tahu
mereka tentang kemungkinan 10 persen bahwa anak mereka di masa depan akan memiliki
18
bibir sumbing. Menggunakan contoh seperti melempar dadu, konselor genetik mencoba
menjelaskan apa arti peluang 10 persen. Mereka menjelaskan, misalnya, bahwa itu tidak
berarti bahwa satu dari setiap 10 anak yang dimiliki pasangan itu akan memiliki bibir
sumbing. Konselor merasa bahwa mereka telah memberi pasangan pemahaman yang baik
tentang aspek ilmiah dari tes genetik ini dan apa artinya. Padahal, pasangan tersebut memang
memahami dan mengembangkan literasi sains yang cukup tinggi terkait kesehatan.
Namun, dalam mengambil keputusan untuk mengakhiri kehamilannya, yang
mengejutkan para dokter dan konselor, pasangan ini mempertimbangkan pengalaman mereka
sendiri dan anak pertama mereka karena anak tersebut memang memiliki bibir sumbing.
Mereka mempertimbangkan penerimaan berbasis budaya yang kemungkinan besar akan
diterima anak (literasi budaya) dan mempertimbangkan situasi asuransi kesehatan mereka dan
kemampuan mereka untuk melakukan operasi kosmetik (literasi kewarganegaraan). Pada
akhirnya, bukan literasi ilmiah yang para konselor telah bekerja keras untuk kembangkan
dalam pasangan yang membuat keputusan. Keaksaraan ilmiah mungkin telah mendorong
keputusan tersebut, tetapi keputusan tersebut bergantung pada domain kesehatan lainnya
literasi. Individu akan cenderung memberikan bobot pada dimensi literasi kesehatan yang
tampaknya paling relevan bagi mereka dalam pengalaman sehari- hari mereka, seringkali
bertentangan dengan pemikiran praktisi medis yang mengkhususkan diri dalam domain
ilmiah literasi kesehatan.
Ringkasan
Kompleksitas struktur dan fungsi DNA cukup menantang dalam konteks terbaik.
Perjalanan ke tempat klinis biasanya dipicu oleh masalah kesehatan dan disertai dengan
tingkat stres yang lebih tinggi dari biasanya. Kombinasi itu membebani literasi kesehatan dan
keterampilan komunikasi seseorang dan meningkatkan tantangan untuk pemahaman yang
sukses tentang ilmu kedokteran serta metafora kompleks dan probabilitas yang sering
digunakan untuk berkomunikasi tentang genomik. Pada gilirannya, ini membuat pengambilan
keputusan berdasarkan informasi menjadi tujuan yang sulit. Praktisi medis perlu menjangkau
melalui hambatan tersebut dan berkomunikasi secara sederhana, efisien, dan efektif. Untuk
mencapai tujuan itu, mereka membutuhkan pelatihan yang seringkali tidak tersedia.
Komunikasi yang sukses dari pengetahuan biomedis tentang kesehatan dan penyakit
adalah salah satu peran utama penyedia layanan kesehatan. Secara integral terkait dengan
peran itu adalah kebutuhan untuk membangun kepercayaan. Pemahaman yang luas tentang
peran literasi kesehatan akan mendukung dokter, perawat, pejabat kesehatan masyarakat, dan
seluruh penyedia layanan kesehatan saat mereka membangun dan memelihara hubungan yang
19
produktif berdasarkan pemahaman dan kepercayaan bersama. Jika penyedia layanan
kesehatan menyadari setiap domain literasi kesehatan dan peran yang mereka mainkan dalam
proses pengambilan keputusan pasien, mereka akan lebih siap untuk membantu pasien
mereka.

C. KAJIAN KRITIS
1. Pengembangan Genom diberbagai aspek
Strategi pengembangan aspek kehidupan saat ini di berbagai negara saat ini sudah
banyak memanfaatkan teknologi molekuler pada tingkat genom. Mulai dari konsep
pelayanan kesehatan secara dasar untuk dapat mencegah terjadinya penyakit hingga
konsep penyembuhan penyakit. Genom merupakan informasi dari keseluruhan DNA yang
berada dalam sel tubuh , sehingga dipercaya bahwa teknologi ini mampu memetakan
hubungan antara genotip-fenotip secara lebih tepat. Teknologi genom melihat keseluruhan
gen yang ada dalam tubuh dan bagaimana gen-gen tersebut berinteraksi dan
mempengaruhi pertumbuhan dan performa . Teknologi genom dapat mendukung setiap
upaya pengembangan layanan kesehatan, hingga sektor tak terduga seperti pertanian
hingga perternakan, seperti pemuliabiakan ternak berdasarkan sifat-sifat unggulnya,
optimasi efisiensi nutrisi dengan penggunaan bahan pakan yang lebih efisien, juga dengan
peningkatan kinerja reproduksinya. Contohnya misalnya dalam hal upaya perbaikan ternak
di Indonesia, teknologi genom dapat dimanfaatkan untuk peningkatan ketepatan dan
efisiensi program seleksi ternak.
Namun begitu khusus penerapan teknologi genom di Indonesia masih menemui
banyak kendala, diantaranya adanya kekurangpercayaan atas manfaat yang dapat
dihasilkan, biaya yang tinggi, serta dukungan data pencatatan fenotip/produktivitas ternak
yang belum sempurna. Saat ini, peneliti di Indonesia telah memulai menggunakan
informasi genom untuk eksplorasi struktur genetik ternak dan asosiasinya dengan
performan ternak. Perlu dukungan dari semua pihak dalam meminimalisir keterbatasan
penerapan teknologi genom di berbagai sektor khususnya dalam rangka peningkatan
layanan keshatan di Indonesia
2. Riset Genom untuk Negara Berkembang, Indonesia
Seiring pesatnya perkembangan teknologi, riset terkait pemanfaatan teknologi
molekuler untuk pemuliaan, perbaikan genetik, pelayanan kesehatan, pengobatan penyakit
kronik hingga perbibitan ternak telah masuk ke ranah genom. Genom merupakan
informasi keseluruhan DNA yang berada dalam sel di tubuh tergantung pada proyek yang

20
ingin diselesaikan. Perbedaan antara genetik dan genom prinsipnya adalah kajian genetik
cenderung mempelajari suatu gen tunggal, sedangkan kajian genom melihat keseluruhan
gen yang ada dalam tubuh dan bagaimana gen-gen tersebut berinteraksi sehingga
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu individu.
Oleh karena itu, teknologi genom dipercaya dapat memetakan gen pada tubuh
secara lebih tepat . Berbagai metode analisis untuk mengeksplorasi informasi genom saat
ini telah berkembang dan dimanfaatkan oleh banyak kalangan, termasuk para peneliti di
Indonesia. Studi tentang genom saat ini masih fokus untuk mengetahui struktur genetiknya
dan baru sedikit kajian yang membahas keterkaitannya dengan sifat fenotip . Kebanyakan
khalayak mempertanyakan apa fungsi dari informasi genom ini, khususnya dalam upaya
pengembangan kesehatan di Indonesia, mengingat biaya yang dibutuhkan untuk
mendapatkan data genom tersebut tidaklah murah.
Negara adidaya penggunaan genom dan informasi secara menyeluruh dimanfaatkan
sebagai peluang untuk dapat memperpanjagn angka harapan hidup, seperti upaya
penyembuhan kanker dan menyembuhkan penyakit degeneratif lainnya. Sementara itu
negara Brazil, China, Afrika dan India bahkan telah mendirikan pusat penelitian genom
untuk eksplorasi potensi sumber daya ternak yang dimiliki . Aplikasi teknologi genom di
negara maju telah digunakan dalam program seleksi sapi perah dan berhasil meningkatkan
akurasi seleksi, mengurangi biaya uji zuriat, memperpendek interval generasi, dan
memungkinkan untuk mengidentifikasi sejak awal sifat-sifat resesif yang tidak
dikehendaki pada ternak.
3. Literasi Kesehatan
Health Literacy atau literasi kesehatan merupakan kemampuan individu dalam
mengakses, memahami dan menggunakan informasi serta pelayanan kesehatan untuk
membuat suatu keputusan yang tepat (Verney,et.al., 2018). Menurut World Health
Organization (2009) literasi kesehatan didefinisikan sebagai keterampilan kognitif dan
sosial yang menentukan motivasi dan kemampuan individu untuk mendapatkan akses,
memahami dan menggunakan informasi untuk meningkatkan status kesehatan. Literasi
kesehatan terdiri dari literasi kesehatan fungsional, literasi kesehatan komunikatif dan
literasi kesehatan kritis. Sementara dengan melihat perkembangan keilmuwan khususnya
tentang Gennomic harus dapat membuka peluang terhadap perkembangan ilmu
pengatahuan dibidnag kesehatan yang dapat meningkatkan derajat kesehatan setiap
masyarakat.

21
Literasi kesehatan fungsional merupakan keterampilan dasar yang dimiliki individu
untuk mendapatkan informasi kesehatan yang relevan, misalnya mengenai resiko
kesehatan dan bagaimana menggunakan sistem kesehatan. Literasi kesehatan komunikatif
merupakan kemampuan individu untuk mengakses informasi dan memperoleh makna
informasi dari berbagai bentuk komunikasi baik secara interpersonal, media masa dan
untuk menerapkan informasi tersebut. Literasi kesehatan kritis merupakan keterampilan
kognitif individu yang lebih maju bersama dengan keterampilan sosial yang diterapkan
untuk mengkritik informasi secara kritis serta menggunakan informasi untuk memberikan
perubahan pada status kesehatan ke arah yang lebih baik (Nutbeam, 2015).
Literasi kesehatan dikaitkan dengan kejadian penyakit tidak menular, salah satunya
yaitu penyakit Diabetes Melitus (Safila dkk, 2015). Keberhasilan dari program manajemen
penyakit kronis tidak terlepas dari literasi kesehatan (Berkman,et.al., 2011). Pemahaman
yang rendah tentang kesehatan disebabkan karena literasi kesehatan individu yang rendah
dalam memahami, memanfaatkan dan menerapkan berbagai informasi yang ada untuk
merawat kesehatannya (Kim,et.al., 2016). Diabetes Melitus merupakan penyakit tidak
menular yang disebut juga “Lifelong Illness” yang jumlahnya semakin meningkat dan
mengancam kesehatan penderitanya. Diabetes Melitus merupakan gangguan kesehatan
berupa kumpulan gejala yang disebabkan karena kekurangan atau resistensi insulin
(Bustan, 2015). Hampir 90-95% penderita diabetik adalah DM Tipe 2. Diabetes Melitus
Tipe 2 diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau
akibat penurunan jumlah pembentukan insulin (Baughman & Hackley, 2000).
World Health Organization (2016), menyatakan 1,6 juta kematian disebabkan karena
DM. Prevalensi DM pada tahun 2015 diperkirakan 415 juta jiwa, jika tidak ada
penanggulangan yang baik, maka penderita diperkirakan meningkat menjadi 642 juta jiwa
pada tahun 2040. Menurut data International Diabetes Federation (2017) terdapat 425 juta
jiwa yang hidup dengan DM dan diprediksikan jumlah penderita akan meningkat sekitar
629 juta jiwa pada tahun 2045. Hampir 80% dari penderita DM berada di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Indonesia menempati urutan ke 6 dengan prevalensi
penderita diabetes dengan jumlah penderita 10,3 juta (IDF, 2017). Prevalensi DM di
Indonesia tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun
adalah 2,0%, angka tersebut meningkat dari tahun 2013 (Kemenkes, 2018).
4. Metafora dan Ilmu sains kekinian
Komunikasi yang sukses dapat menyampaikan pesan kesehatan dengan baik akan
berdampak pada peningkatan kesehatan itu sendiri. Misalnya pada konsep penggunaan
22
metafora terhadap perkembangan ilmu sains termasuk kesehatan akan sangat ditentukan
dengan pemilihan gaya bahasa yang tepat dan sesuai dengan peruntukan. Metafora
menjadi konsep dasar dalam komunikasi di dunia sains karena sangat mewakili maksud
dari setiap temuan dan perkembangan ilmu nya termasuk pada Genomics. Dimana
genomics ini merupakan penemuan ilmuan yang terus berdampingan dengan metafora
sebagai bumbu komunikasi dan penyampaian informasi
Komunikasi memiliki esensi dasar yaitu Bahasa. Semnetara bahasa memiliki
gayanya masing-masing untuk dapat menggambarkan makna yang sesuai. Bahasa
merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Sifat bahasa yang dinamis selalu mengikuti perkembangan dan menyesuaikan kebutuhan
zaman. Hal ini dapat dilihat dari munculnya fenomena bahasa akibat pandemi Covid-19
yang masuk ke Indonesia sejak bulan Maret 2020. Fenomena tersebut berkaitan dengan
penggunaan gaya bahasa dalam pemberitaan Covid-19 oleh media online. Media online
merupakan media pilihan masyarakat yang biasa digunakan untuk mengakses informasi
berkaitan dengan pandemi Covid-19. Cara pengoperasiannya mudah dan hanya
membutuhkan sambungan internet. Seperti pendapat dari Romli yang menyatakan bahwa
media online merupakan gabungan dari telekomunikasi dan multimedia yang menyajikan
berita secara online di situs halaman web dengan fasilitas yang memungkinkan pengguna
untuk memanfaatkannya.
Dalam sebuah penelitian tentang metafora, gaya bahasa dan istilah media
mengungkapkan beberapah hal, Salah satu media online yang kredibel dan sudah
terverifikasi secara administratif dan faktual oleh Dewan Pers yaitu media online CNN
Indonesia. Kreasi dari setiap judul dan isi berita tersebut digunakan untuk mendukung
makna yang dimaksud agar pembaca lebih memahami dan informasi tersampaikan.
Berdasarkan pengamatan sementara dalam pemberitaan Covid19 oleh media online CNN
Indonesia, mengindikasikan adanya gaya bahasa metafora. Metafora menurut Keraf
merupakan analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk
yang singkat. Menurut pendapat Ratna metafora atau gaya bahasa perbandingan tidak
semata-mata hanya digunakan dalam dunia sastra, namun bisa ke segala aspek bidang
manusia. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Sumadiria yang memperbolehkan
penggunaan metafora dalam jurnalistik sebagai bahasa variatif. Lebih lanjut, metafora
dalam pemberitaan Covid-19 bisa dijelaskan menggunakan teori dari Kovecses yang
membagi metafora ke dalam tiga belas ranah sumber. Ranah sumber tersebut antara lain
sebagai berikut :
23
a. tubuh manusia seperti bagian kepala, bahu, tangan, kaki, tulang, punggung dan lain
sebagainya.
b. kesehatan dan penyakit, sumber ini masih menjadi salah satu bagian dari manusia.
c. binatang, sumber ekstrem untuk dijadikan sebuah perbandingan.
d. tanaman, digunakan untuk menunjukan berbagai kegiatan misalnya makan atau
kesenangan.
e. Pembangunan, misalnya segala istilah yang berhubungan dengan kegiatan konstruksi
misalnya kata tembok, genting dan lain-lain.
f. mesin dan peralatan, yang digunakan untuk bekerja, bermain, bertarung dan untuk
kesenangan.
g. permainan dan olahraga, kedua hal tersebut mempunyai hubungan dan keduanya
mempunyai kesamaan yaitu sama-sama mempunyai aturan yang berlaku.
h. uang dan transaksi ekonomi, sumber metafora yang dimaksud seperti menabung,
menyimpan, investasi dan lain-lain.
i. memasak dan makanan, misalnya kata resep, bahan atau kegiatan yang berhubungan
dengan kegiatan memasak.
j. panas dan dingin, sebagai pengalaman dasar bagi manusia.
Selanjutnya penggunaan metafora juga mempunyai fungsi. Fungsi tersebut
berdasarkan fungsi bahasa menurut Jakobson dalam Soeparmo yang menyebutkan bahwa
fungsi emotif untuk menyatakan suatu perasaan baik sedih, senang, terharu, khawatir dan
lain-lain. Kemudian, fungsi konatif yang berfungsi mempengaruhi pikiran dan perilaku
pembaca. Selanjutnya, fungsi referensial untuk membicarakan objek atau peristiwa yang
ada di sekeliling, sehingga menjadi topik utama dalam pembicaraan. Terakhir, fungsi
puitik untuk menyampaikan amanat atau pesan.
Gaya bahasa metafora tersebut akan dibedah lebih lanjut menggunakan kajian
stilistika untuk mengkaji gaya bahasa dalam penyampaian informasi termaksud dalam
penyampaian informasi kesehatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro yang
membagi aspek-aspek stilistika yang leksikal, gramatikal, kohesi (metafora eksplisit dan
metafora implisit), pemajasan, penyiasatan struktur serta citraan. Berdasarkan uraian yang
telah dipaparkan, maka kita akan mengkaji metafora pada pemberitaan Covid-19 oleh
media online CNN Indonesia dan Kompas yang meliputi wujud dan makna metafora
berdasarkan sumber serta fungsi penggunaan metafora pada pemberitaan Covid-19 oleh
kedua media online tersebut. Seperti berita terbaru dari CNN Indonesia dengan judul
‘’Bahaya varian baru covid-19 Omicron’’ dan berita terbaru dari kompas dengan judul
24
‘’Omicron masuk Indonesia, masihkah vaksin Ampuh?’’. Perbedaan judul berita dari
kedua media tersebut akan memberikan persepsi yang berbeda terhadap pemahaman
masyarakat mengenai mutasi genetik covid-19 yaitu varian terbaru Omicron. Pun
demikian dalam penerimaan informasi kesehatan lainnya dikalangan masyarakat kita.
Dengan adanya kemajuan di bidang tekhnologi kesehatan, ide tentang pemeriksaan
dan evaluasi kesehatan menggunakan perangkat jaringan telekomunikasi
perkembangannya semakin hari semakin meningkat.Selain melalui gaya bahasa yaitu
komunikasi antara manusia dengan manusia, metafora dalam sains modern dapat berupa
perkembangan teknologi interaksi diantaranya adalah teknologi augmented reality.
Teknologi ini merupakan perpaduan antara dunia nyata (Real World) dengan dunia maya
(Virtual World). Dengan memadukan ke dua dunia ini diharapakan pengguna dapat lebih
memahami informasi kesehatan yang diberikan.
Salah satunya adalah melalui telemedicineyang merupakan penyedia pelayanan
kesehatan melalui kombinasi teknologi telekomunikasi dan multimedia serta ahli
medis.Peralatan kedokteran dapat menghasilkan gambar digital secara langsung, selain itu
juga dapat mengubah citra video menjadi citra digital. Kini, penggunaan telemedicine
sangat luas sampai sekarang diaplikasikan di Amerika, Yunani, Israel, Jepang, Italia,
Denmark, Belanda, Norwegia, Jordan, India, dan Malaysia. Namun, di beberapa daerah di
Indonesia perkembangan teknologi telemedicine menjadi terhambat dikarenakan
keterbatasan infrastruktur dan layanan teknologi informasi yang dimiliki belum memadai.
Disamping itu, teknologi augmented reality yang dapat diterapkan dalam bidang
kesehatan adalah simulasi operasi bedah jantung. Dengan menggunakan teknologi ini
maka calon dokter ataupun petugas kesehatan dapat belajar sebelumnya atau
mengembangakan ilmunya dengan menggunakan perangkat simulasi yang diintegrasikan
dengan teknologi augmentedreality. Selain itu contoh paling sederhana dan dekat dengan
kita adalah penggunaan aplikasi hallo.doc untuk mengetahui tentang informasi kesehatan
seperti yang massif digunakan selama pandemi covid-19 kemarin. Layanan aplikasi
hallo.doc ini turut membantu pelayanan sistem kesehatan berbasis aplikasi, sehingga
banyak masyarakat mampu melakukan karantina mandiri dirumah dengan tetap bisa
berkonsultasi dengan dokter melalui aplikasi kesehatan berbasis digital selama pandemi.
Bahkan masyarakat dapat memiliki literasi yang lebih optimal terkait pencegahan dan
penanganan beberapa penyakit lainnya, yang mendorong masyarakat untuk segera
memeriksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit. Metafora sains modern yang

25
ditunjukan melalui penggunaan aplikasi kesehatan digital di era 4.0 ini membawa banyak
perubahan pada persepsi sehat dan sakit masyarakat kita di Indonesia.

D. Kesimpulan
Kompleksitas genomic menghadirkan tantangan tersendiri, tidak hanya dikalangan
masyarakat tetapi juga bagi penyedia layanan kesehatan. Walapun telah banyak penelitian
mengenai genomics, kuantitas data genomics yang besar harus diimbangi oleh standarisasi
data genomics yang memadai dan juga data hasil klinis, karena dengan adanya kedua hal
ini, maka kita dapat merekayasa sistem kesehatan dengan tekhnologi canggih.
Perbedaan antara genetik dan genom prinsipnya adalah kajian genetik cenderung
mempelajari suatu gen tunggal, sedangkan kajian genom melihat keseluruhan gen yang
ada dalam tubuh dan bagaimana gen-gen tersebut berinteraksi sehingga mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan suatu individu.
Teknologi genom dapat mendukung setiap upaya pengembangan layanan kesehatan,
hingga sektor tak terduga seperti pertanian hingga perternakan, seperti pemuliabiakan
ternak berdasarkan sifat-sifat unggulnya, optimasi efisiensi nutrisi dengan penggunaan
bahan pakan yang lebih efisien, juga dengan peningkatan kinerja reproduksinya.
penerapan teknologi genom di Indonesia masih menemui banyak kendala, diantaranya
adanya kekurangpercayaan atas manfaat yang dapat dihasilkan, biaya yang tinggi, serta
dukungan data pencatatan fenotip/produktivitas ternak yang belum sempurna.
Oleh karena itu pentingnya seorang ilmuan dalam memahami konsep literasi
kesehatan kemudian komunikasi yang efektif seperti penggunaan konsep metafora dalam
penyampaian sebagai media komunikasi dalam pemahaman sains. Sehingga temuan-
temuan pada ilmuan sebelumnya akan terus berkembang seiring dengan perkembangan
teknologi yang semakin canggih dan dalam pencapaian tujuan dalam peningkatan derajat
kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Drukewitzt, and Reumont. 2019. The Significance of Comparative Genomics in Modern
Evolutionary Venomics. Frontiers in Ecology and Evolution; Published, 0 Mey
2019(doi: 10.3389/fevo.2019.00163)

Didier Meulendijks. 2020. Genomics (Genetics, Transcriptomics and Epigenetics (Subgroup


report)). European Medicine Agency (Sciency Medicine Health). (Online,
https://www.ema.europa.eu/en/documents/report/genomics-genetics-transcriptomics-
epigenetics-subgroup-report_en.pdf)

26
Rashmusen, Shoren. 2020. Molecular Genetics, Genomics and Biotechnology of Crop Plants
Breeding. A Journal of MDPI. ISBN 978-3-03928-878-6 (PDF)

Daryono, Budi. 2019. Perkembangan Dan Apllkasi Genetlka Dalam Pemanfaatan Dan
Pelestarian Keanekaragaman Genetik. Dalam Naskah Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar pada Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.

Tasma, Made. 2015. Utilization of Genome Sequencing Technology to Accelerate Plant


Breeding Program. Jurnal Litbang Pert. Vol. 34 No. 4 Desember 2015: 159-168.
(Online, https://media.neliti.com/media/publications/30950-ID-pemanfaatan-teknologi-
sekuensing-genom-untuk-mempercepat-program-pemuliaan-tanam.pdf)

Martono. 2011. Augmented Reality Sebagai Metafora Baru dalam Teknologi Interaksi
Manusia dan Komputer. DalamJurnal Sistem Komputer - Vol.1, No.2, Oktober 2011,
ISSN: 2087-4685

Agusmanto,et.al., 2012. Gaya Bahasa Iklan Produk Kesehatan Dan Kosmetik Pada Harian
Pagi Posmetro Padang. https://media.neliti.com/media/publications/75676-ID-gaya-
bahasa-iklan-produk-kesehatan-dan-k.pdf

27

Anda mungkin juga menyukai