Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUBUNGAN SASTRA, PENGARANG DAN MASYARAKAT

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Sastra

Dosen Pengampu:

Siswanto, S.Pd., M. A.

Disusun Oleh:

Rozak Bagus Wian W. 210210402077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS


JEMBER
2023

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena


berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hubungan Sastra, Pengarang, dan Masyarakat” ini dengan tepat
waktu. Dan tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada guru
pembimbing, teman-teman dan semua pihak yang telah mendukung,
membantu dan memberi pengarahan dalam menyelesaikan makalah ini
dengan baik.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai bahan untuk
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan belajar siswa. Kami
menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak agar bisa menjadi bekal dalam pembuatan makalah kami di
kemudian hari dengan lebih baik lagi.
Dengan terselesaikannya makalah ini, kami berharap dapat
memberi manfaat dan memperluas wawasan kepada pembaca, khususnya
mengenai “Hubungan Sastra, Pengarang, dan Pembaca”. Atas perhatian
dan kerja sama teman-teman beserta para pembimbing, kami ucapkan
terima kasih.

Jember, 2 Agustus 2023

Penyusun

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2

1.3 Tujuan........................................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................3

BAB III....................................................................................................................9

PENUTUP................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah karya sastra tidak berdiri sendiri. Sastra dibuat di antara


realitas kehidupan manusia. Hal yang sama berlaku untuk penulis, dalam
menciptakan sebuah karya sastra, ia tidak dapat memisahkan dirinya dari
lingkungannya. Sebuah karya sastra juga harus mengandung pesan di
dalamnya. Dalam membaca sebuah karya sastra, ada yang menjadi
penghubung antara pengarang, pembaca, dan karya sastra itu sendiri.
Hubungan ini menyebabkan karya sastra menjadi bermakna dan dinamis.
Seorang pengarang mempunyai banyak kemungkinan dibalik karya
yang diciptakannya. Pemahaman isi karya sastra yang ditulis pengarang
bergantung pada ketajaman interpretasi pembacanya. Untuk dapat
menginterpretasi karya sastra dengan baik, pembaca harus memahami
dengan sungguh-sungguh maksud pengarang dalam karya yang
dihasilkannya itu.
Karya sastra memberi kenikmatan dan kesenangan. Karya sastra
yang baik, isinya bermanfaat dan cara pengungkapan bahasanya pun indah.
Hal ini ditegaskan Panuti Sudjiman (dalam Nasution, 2016): Karya sastra
diciptakan pengarang tentu mempunyai maksud-maksud tertentu. Karya
sastra tidak hanya untuk menghibur, tetapi merupakan alat menyampaikan
wejangan-wejangan atau nasihat, pendidikan dan sebagainya. Dengan
karyanya seorang pengarang bermaksud menyampaikan gagasan-
gagasannya, pandangan hidup atas kehidupan sekitar dengan cara yang
menarik dan menyenangkan pembaca untuk berbuat baik (Sudjiman,
1998). Berdasarkan pemaparan di atas, maka makalah ini akan membahas
mengenai konsep dasar sastra, pengarang, dan pembaca secara mendalam.

1
1.2 Rumusan Masalah

Untuk mendapatkan pemahaman yang terarah dan jelas, maka diperlukan


suatu perumusan masalah. Adapun rumusan masalah dalam makalah ini
sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud sastra?
2. Bagaimana kedudukan seorang pengarang?
3. Seperti apa peran masyarakat terhdap karya sastra?
4. Seperti apa peran karya sastra terhadap masyrakat?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat


dirumuskan tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1. Mengetahui lebih dalam definisi sastra.
2. Mengetahui kedudukan dari seorang pengarang.
3. Mengatahui peran masyarakat dalam dunia sastra.
4. Mengetahui peran karya sastra terhadap masyarakat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sastra dan Masyarakat


Karya sastra menurut Swingewood adalah dokumen sosiobudaya
yang dapat digunakan untuk melihat suatu fenomena dalam masyarakat
pada masa tersebut. Inilah yang kemudian diistilahkan sebagai
dokumentasi sastra yang merujuk pada cerminan jaman. Swingewood
mengutip pernyataan dari Luis De Bonald yang beranggapan bahwa
dengan melakukan close reading terhadap suatu karya sastra ‘nasional’,
akan diketahui pula apa yang berlaku pada masyarakat tersebut. Demikian
juga pernyataan dari Stendhal bahwa novel adalah mirror journeying down
the high road.
Setelah itu, Swingewood menempatkan karya sastra sebagai
refleksi langsung (cerminan) berbagai aspek struktur sosial, hubungan
kekeluargaan, konflik kelas, trend lain yang mungkin muncul, dan
komposisi populasi. Selanjutnya, karya sastra diposisikan sebagai sentral
diskusi yang menitikberatkan pada pembahasan intrinsik teks dengan
menghubungkannya terhadap fenomena yang terjadi pada saat karya
tersebut diciptakan. Swingewood juga menjelaskan bahwa
menghubungkan pengalaman tokoh imajiner dengan sejarah, tema, dan
gaya adalah cara yang paling relevan untuk mengetahui keterkaitan karya
sastra dengan pola-pola kemasyarakatam yang terletak di luar teks.
Teori Strukturalisme genetik Goldmann mengukuhkan bahwa
adanya hubungan antara sastra dengan masyarakat melalui pandangan
dunia atau ideologi yang diekspresikan. Namun banyak terjadi kritikan
terhadap teori tersebut yang mengatakan bahwa teori tersebut masih terlalu
sederhana untuk memahami dan menjelaskan fenomena sosial sastra.
Swingewood mengisyaratkan perlunya pemahaman mengenai tradisi sastra
sebagai salah satu mediasi yang menjembatani hubungan antara sastra
dengan masyarakat. Sedangkan wolff mengisyaratkan perlunya

3
mempertimbangkan formasi sosial yang di luar batas kelas sebagai
mediasi dari hubungan antara sastra dengan masyarakat tersebut.
Dalam tulisannya yang lain, Wolff bahkan menemukan persoalan
yang lebih rumit dari sekedar kedua kemungkinan mediasi di atas. Selain
konvensi-konvensi estetik yang sama dengan gagasan dari Swingewood
mengenai tradisi sastra di atas, Wolff (1982: 60-63) menemukan
kemungkinan mediasi kondisi-kondisi produksi estetik.
Swingewood (1972:64) berpendapat bahwa adanya gambaran
sosiologi dan sastra memiliki persamaan dalam hal objek atau sasaran
yang dibicarakan. Objek atau sasaran yang dimaksud adalah manusia
dalam masyarakat serta segala aspek yang terkait dengan masyarakat itu.
Setelah digabungkan kedua ilmu tersebut, lahirlah sosiologi sastra, yaitu
ilmu yang mempelajari hubungan fakta realitas dengan fakta sastra.

2.2 Pengarang dan Kedudukan Pengarang

Menurut KBBI, Pengarang adalah orang yang mengarang cerita,


berita, buku, dan sebagainya; penulis. Jadi dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengarang adalah dalang dari penciptaan sebuah karya
sastra. Dikatakan sebagai dalang, sebab pengarang yang melahirkan
karyanya, tanpa pengarang karya sastra tidak pernah terlahir. Ibaratnya
pengarang adalah ibu dari karyanya, sebagai ibu, pengarang sengaja
maupun tidak, tetap menyelipkan idenya. Ide yang berasal dari pembacaan
subjektif pengarang mengenai kondisi sosial masyarakat.

Michael Foucault, seorang tokoh yang dianggap sebagai seorang


filsuf strukturalis Perancis memberi perhatian besar pada persoalan
kedudukan pengarang. Dalam sebuah karangannya yang berjudul 'What Is
An Author' yang dimuat dalam buku Twentieth Century Literary Theory,
Tersirat pandangan-pandangannya tentang pengarang.
Untuk menyoroti kedudukan pengarang, Foucault mulai dengan
konsep yang mengarah pada pandangan positivitas. Kesatuan sebuah

4
wacana ditentukan oleh suatu periode tertentu, yang merupakan Iingkup
komunikasi antara pengarang dan iImuwan lainnya. Pandangan kedua
adalah apriori sosiohistoris pengarang sebagai individu. Sejauhmana
seorang pengarang diindividualisasikan dalam suatu budaya, lalu
sejauhmana keotentikan sarana-sarana penunjangnya. Oleh karena itu
aturan-aturan di luar individu pengarang itulah yang menentukan karya
sastra. Pandangan yang ketiga adalah tentang sesuatu yang ditulis atau
dikatakan pengarang adalah arsip. Arsip ini tumbuh akibat dari positivitas
dan apriori sosiohistoris.
Jadi, buku-buku hanyalah semacam arsip yang bermakna pasif dan
aktif sekaligus. Pasif karena merupakan endapan dokumen masa lampau.
Aktif karena dokumen-dokumen itu memungkinkan timbulnya pemyataan-
pemyataan yang berupa buku-buku, ide-ide dan juga ilmu-ilmu yang baru.

2.3 Masyarakat dan Sastra

Sekelompok makhluk hidup yang terjalin erat karena sistem tertentu,


tradisi tertentu, konvensi, dan hukum tertentu yang sama, serta mengarah
pada kehidupan kolektif disebut dengan masyarakat. Beberapa pendapat
lain yaitu menurut Kuncaraningrat(2014) mendefinisikan bahwa
masyarakat adalah kesatuan hidup mahluk-mahluk manusia yang terikat
oleh suatu ssistem adat istiadat tertentu.

Sastra dan masyarakat merupakan segala permasalahan kehidupan


yang tidak dapat terpisah. Sastra hadir sebagai respon dari adanya
permasalahan kehidupan sosial yang berada dimasyarakat atau bisa
dikatakan sastra merupakan cermin keadaan masyarakat yang dituangkan
dalam coretan pena fiksi.

Dalam dunia sastra masyarakat digolongkan menjadi tiga macam yaitu :

5
1. Masyarakat yang merupakan latar belakang produksi karya.

2. Masyarakat yang terkandung dalam karya.

3. Masyarakat yang merupakan latar belakang pembaca.

Masyarakat pertama dihuni oleh pengarang, keberadaannya tetap,


tidak berubah sebab merupakan proses sejarah. Masyarakat kedua dihuni
oleh tokoh- tokoh rekaan, sebagai manifestasi subjek pengarang. Oleh
karena itu, keberadaannya memiliki dua dimensi yang berbeda. Di satu
pihak, sebagai bentuk fiisk, sebagai naskah bersifat tetap, sedangkan di
pihak lain sebagai kualitas psike, sebagai teks berubah secara terus-
menerus. Masyarakat yang terakhir dihuni oleh para pembaca. Sebagai
proses sejarah keberadaannya sama dengan masyarakat yang pertama.
Perbedaannya, masyarakat pembaca berubah sebagai akibat perubahan
pembaca itu sendiri, yang berganti-ganti sepanjang zaman (Ratna, 2005).
Sebagai masyarakat pengarang, masyarakat pertama terdiri atas
fakta-fakta, dihuni oleh individu sekaligus transindividu, peristiwa dan
kejadian-kejadiannya dapat diamati secara langsung. Pada umumnya,
masyarakat yang terkandung dalam karya sastralah yang paling banyak
menarik perhatian. Secara teoritis masyarakat ini merupakan masyarakat
imajiner yang sesuai dengan hakikat karya sebagai rekaan. Relevansinya
adalah fungsi-fungsinya dalam menampilkan unsur-unsur karya sastra,
seperti tokoh-tokoh, tema, sudut pandang, dan sebagainya. Keseluruhan
model analisis, ekstrinsik dan intrinsik, otonomi dan sosiologi,
strukturalisme dan postrukturalisme, mesti melibatkan masyarakat imajiner
sebagaiamana yang terkandung dalam karya sastra (Junus, 1986).

Sesuai dengan perkembangan teori sastra, masyarakat pembaca


dianggap sebagai dimensi karya yang mengandung makna paling kaya.
Pembaca memiliki peran penting dalam dunia sastra. Adanya pembaca,
dunia sastra mengalami perkembangan, baik dalam produksi karya

6
ataupun segi keilmuan. Tanpa pembaca, fungi sastra tidak memiliki
perannya dalam karya. Jadi karya tanpa ada pembaca tidak lebih dari
sekedar kumpulan naskah.
Pembaca memiliki kebebasan dalam menganalisa suatu karya. Setiap
pembaca memiliki pemahaman dan penafsiran yang berbeda-beda, karena
teks sastra bersifat Sastra bersifat multiinterpretatif. Ketika penyair itu
mencipta sebuah karya sastra, karya sastra itu memang milikinya, namun
Ketika karya sastra tersebut dibaca oleh orang lain dan dimaknai oleh
orang lain maka karya tersebut bukan milik penyair/pengarang tersebut.
Karya sastra tersebut menjadi milik orang. Jadi tidak ada interpretasi
mutlak, yang ada adalah interpretasi yang mendekati apa yang ingin
disampaikan pengarang. Tidak harus benar seperti yang akan dimaksudkan
oleh pengarang, karena jika suatu karya sastra di pegang Dimaknai dengan
pengetahuan, dijiwai, dinikmati pengalaman-pengalaman oleh orang lain
maka karya sastra tersebut sepenuhnya milik orang tersebut.
Setiap pembaca karya sastra, pada dasarnya, ia telah bertindak
sebagai kritikus, karena pembaca dapat menilai apakah karya sastra yang
telah dibaca itu menarik atau tidak. Walau tidak ditulis dalam format
tulisan, baik ilmiah atau non ilmiah.

Sebagai dua diskresi, sastra dan masyarakat berkembang dengan irama


yang juga relatif sama, sastra melalui unsur tokoh-tokoh dan kejadian yang
diintegrasikan oleh makanisme pemplotan, masyarakat melalui unsur aksi
dan interaksi, status dan peranan yang diintegrasikan oleh mekanisme
institusionalisasi. Plot jelas hanya ada dalam karya sastra sebab kejadian
dan tokoh-tokoh merupakan bahan kasar, unsur-unsur yang siap pakai,
dapat dibekukan dan dimanipulasi, dirangkai sebagai seni waktu.
Sebaliknya, dalam kehidupan sehari-hari kejadian mengalir terus tanpa
berhenti, karena itulah, tidak ada sorot balik, tidak ada teknik cerita.
Keduanya memanfaatkan medium bahasa, baik lisan maupun tulisan,
sebagai bahasa sastra dan bahasa sehari-hari.

7
2.4 Peran Karya Sastra Terhadap Masyarakat

Karya sastra memiliki peran yang penting dalam masyarakat


karena karya sastra merupakan ekspresi sastrawan berdasarkan
pengamatannya terhadap kondisi masyarakat sehingga karya sastra itu
menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang kehidupan. Membaca
karya sastra merupakan masukan bagi seseorang untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu. Para penguasa sering melarang peredaran karya-
karya sastra yang dianggap membahayakan pemerintahannya. Buku-buku
dimusnahkan dan sastrawan-sastrawan diasingkan. Pramoedya Ananta
Toer pernah diasingkan ke Pulau Buru. Karya Mochtar Lubis
berjudul Senja di Jakarta juga pernah dilarang beredar oleh Sukarno.
Kekerasan ini terjadi karena sastrawan lewat karyanya berusaha
melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan penguasa

Pemecahan persoalan sosial lewat karya sastra terkait dengan


konvensi-konvensi kesusastraan. Konvensi-konvensi itu selalu ada dalam
aktivitas kesusastraan karena konvensi-konvensi itu menentukan sejauh
mana suatu obyek dapat dianggap sebagai karya sastra pada umumnya
atau sebagai karya yang baik atau yang buruk pada khususnya. Sastrawan
tidak dilarang untuk melakukan “pendobrakan” terhadap konvensi-
konvensi sastra karena masyarakat sastralah yang nanti akan menilai
apakah “pendobrakan” itu masih dalam batasan keindahan karya sastra
atau tidak. Sastrawan juga perlu memperhatikan konvensi-konvensi sastra
yang berlaku sebelumnya karena “pendobrakan” terhadap konvensi sastra
akan terlihat maknanya jika dipertentangkan dengan konvensi sebelumnya
(Teeuw, 1988: 29).

Ada hubungan yang menarik ketika konvensi sastra itu dikaitkan


dengan struktur sosial. Menurut (Faruk, 2010) (Faruk, 2010)kemungkinan
hubungan tersebut ada empat, yaitu hubungan kelembagaan, hubungan
permodelan, hubungan pembentukan, dan hubungan pembatasan.

8
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas sastra merupakan ekspresi


sastrawan sebagai curahan perasaan, luapan perasaan, pikiran perasaan,
atau sebagai Imajinasi sastrawan. Dalam penciptaan karya sastra, campur
tangan penulis sangat menentukan. Setelah sampai kepada pembaca, karya
sastra akan dibaca, dihayati, dan dinikmati pembaca.
Seorang pengarang mempunyai banyak kemungkinan dibalik karya
yang diciptakannya. Pemahaman isi karya sastra yang ditulis pengarang
bergantung pada ketajaman interpretasi pembacanya. Untuk dapat
menginterpretasi karya sastra dengan baik, pembaca harus memahami
dengan sungguh-sungguh maksud pengarang dalam karya yang
dihasilkannya itu.
1.2 Saran

Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat


memahami dan menambah wawasan mengenai konsep dasar sastra,
pengarang, dan pembaca, di antaranya sosiologi pengarang dan juga
pembaca. Semoga makalah ini juga dapat menjadi salah satu sumber yang
dapat memberikan pemahaman kepada pembaca. Jika pembaca ingin
menambah wawasan yang lebih luas kami memberi saran untuk mencari
referensi lain atau buku-buku yang berkaitan dengan materi dalam
makalah ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Faruk, P. D. (2010). Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: PUSTAKA


BELAJAR.

Hidayah, A. N., & Oktavia, W. (2019). METAFORA DALAM NASKAH


DRAMA “SENJA DENGAN DUA. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, 2.

Siswanto, S. M. (2019). Memahami Sosiologi Sastra Alan Swingewood. In P. S.


Jember, TEORI KRITIS DAN METODOLOGI (pp. 375-381). Jember:
Kepel Press.

Widyastuti, S. H. (1993). PENGARANG, KARYA DAN TEKS. Diksi No.2, 30-


32.

10

Anda mungkin juga menyukai