Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Mengenal Perkembangan Siswa Sebagai subjek Belajar

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah { Perencanaan Pembelajaran Pai }

Dosen Pengampu : Bpk. IRHAMUDIN, SS,MM SS,MM

DI SUSUN OLEH:

FIKRI AHMAD : 211210196

M.FIKRI MAULANA : 211210089

RIKI : 211210114

MUNIR : 211210188

INSTITUT AGAMA ISLAM MA'ARIF NAHDLATULULAMAMETRO LAMPUNG PROGRAMSTUDI ( PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM) TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat daninayah-nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Mengenal Perkembangan Siswa Sebagai subjek Belajar " ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bpk. IRHAMUDIN, SS,MM SS,MM
pada Mata Kuliah PERENCANAAN PEMBELAJARAN PAI. Selainitu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan jugabagi penulis. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehinggamakalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya . Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu petunjuk maupun pedoman dan juga berguna untukmenambah pengetahuan bagi para pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Memang makalahini jauh dari kata sempurna, karna itu
kami mengharapkan kritikan dan sarandemi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Metro, 29 Oktober 2022

Penulis
ii

DAFTAR ISI

COVER …………………………………………………………..………………………………I

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………...II

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………..III

BAB I PNDAHULUAN…………………………………………………………………………...1

a) Latar Belakag Masalah………………………………………………………………………... 1

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………….2

A. MENGENAL PERKEMBANGAN SISWA SEBAGAI SUBJEK BELAJAR…………………………………….2

B. Peran Pendidik Dalam Perkembangan Siswa…………………………………………………..3


C. Bentuk Perkembangan Siswa…………………………………………………………………….4
D. Perkembangan social Dan Moral………………………………………………………..5
E. Penerapan Setiap aspek Perkembangan Dalam Proses Pembelajaran………………………..6

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………..7

A. KESIMPULAN…………………………………………………………………………...7

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Perkembangan mengacu pada bagaimana seorang tumbuh, beradaptasi, dan berubah disepanjang perjalanan
hidupnya. Orang tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian,
perkembangan sosioemosional (sosial dan emosi), perkembangan kognitif (berpikir), dan perkembangan
manusia menurut teori Piaget (kognitif dan moral) serta teori perkembangan kognitif menurut Lev
Vygotsky.

Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya
masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal
kemampuan fitrahnya.
Di dalam pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran
pendidikan, melainkan juga mereka harus diperlukan sebagai subjek pendidikan, diantaranya adalah dengan
cara melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan
pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau
ilmu, bimbingan dan pengarahan. Dasar-dasar kebutuhan anak untuk memperoleh pendidikan, secara kodrati
anak membutuhkan dari orang tuanya. Dasar-dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan
dasar yang dimiliki oleh setiap anak dalam kehidupannya, dalam hal ini keharusan untuk mendapatkan
pendidikan itu jika diamati lebih jauh. Dengan beranggapan demikian, maka dalam makalah ini akan
dibahas mengenai mengenal perkembangan siswa sebagai subjek belajar.

 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah sebagai berikut :

1. Mengapa keunikan siswa dapat dikatakan sebagai sumber belajar dan apa pengaruhnya ?
2. Bagaimana bentuk perkembangan siswa baik perkembangan dalam aspek motorik/fisik ?
3. Bagaimana mengembangkan setiap aspek dalam proses pembelajaran?
 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembelajaran pada pembahasan ini antara lain sebagai berikut :

1. Agar dapat menjelaskan keunikan siswa sebagai sumber belajar serta pengaruhnya
terhadap proses pembelajaran.
2. Agar dapat menguraikan berbagai bentuk perkembangan siswa baik perkembangan dalam
aspek motorik/fisik.
3. Agar dapat mengembangkan setiap aspek dalam proses pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
MENGENAL PERKEMBANGAN SISWA SEBAGAI SUBJEK BELAJAR

2.1 Siswa Sebagai Makhluk Yang Unik

1. Ciri-ciri keunikan siswa

Tujuan lembaga pendidikan khususnya sekolah adalah mempersiapkan anak didik agar mereka dapat hidup
di masyarakat. Dengan kata lain, tugas pendidikan yang berlangsung di sekolah adalah mengembangkan
manusia menjadi subjek yang aktif yang mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya agar
mereka dapat hidup dan dapat mengembangkan kehidupannya di masyarakat yang selalu berubah. Semua itu
terjadi jika guru sebagai orang yang bertanggung jawab dalam proses pendidikan di sekolah memahami
siswa sebagai makhluk yang unik, yang berbeda dengan makhluk lainnya di muka bumi ini.
“Banyak keajaiban di dunia ini, tetapi tidak ada sesuatu yang lebih ajaib daripada manusia,” demikian
diungkapkan seorang dramawan Yunani Sofokles pada abad ke-5. Manusia adalah makhluk yang penuh
misteri. Boleh saja manuisa memahami tentang seluruh alam raya termasuk segala fenomenanya, akan tetapi
jangan harapkan manusia memahami dirinya sendiri.
Terdapat keunikan –keunikan yang terjadi pada diri manusia.
Pertama, manusia berbeda dengan makhluk lain, seperti dengan binatang. Manusia hidup bukan
hanya sekedar hidup seperti yang terjadi pada binatang atau tumbuhan. Manusia adalah individu yang
memiliki kondisi psikologis yag sangat kompleks. Kondisi psikologis inilah yang kemudian menempatkan
manusia sebagai subjek yang berperan aktif di muka bumi, ssehingga bukan hanya sekedar ada dan hadir,
akan tetapi keberadaan dan kehadiran manusia adalah keberadaan yang bermakna dan memiliki arti penting
dalam menentukan dan meramaikan kehidupan di jagat raya ini. Walaupun mungkin secara fisik manusia
memiliki komponen-komponen yang sama dengan binatang, tapi secara psikologisnya memang berbeda.
Aspek inilah yang membuat manusia berbeda dengan yang lain; dan aspek inilah pula yang membuat
manusia memiliki nilai lebih, sehingga karena kelebihannya itu manusia mampu membawa pada peradaban
yang maju dan berkembang terus-menerus.

Kedua, baik secara fisiologis ataupun psikologis manusa bukanlah makhluk statis, akan tetapi
makhluk yang dinamis, makhluk yang selamanya mengalami perkembangan dan perubahan. Manusia
berkembang khusunya secara fisik dari mulai ketidakmampuan dan kelemahan yang dalam segala aspek
kehidupannya membutuhkan bantuan orang lain, secara perlahan-lahan berkembang menjadi manusia yang
mandiri yang mampu melepaskan bantuan orang lain dan pada akhirnya kembali ke posisi semula, yaitu
manusia yang lemah. Perkembangan fisik juga diikuti oleh perkembangan psikis, yang mungkin saja
perkembangan aspek ini lebih lambat dibandingkan perkembangan aspek fisik.

Ketiga, dalam setiap perkembangannya manusia memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya
ketika lahir ke dunia, manusia adalah makhluk yang sangat lemah dan tidak berdaya. Binatang yang begitu
lahir ke dunia sudah mampu berjalan dan mencari makanannya sendiri seperti yang terjadi pada seekor
ayam, tapi tidak demikian dengan manusia. Tanpa bantuan orang dewasa, dapat dipastikan manusia tidak
mungkin hidup. Di samping itu secara fisiologis, begitu lahir ke dunia manusia adalah sosok makhluk yang
tidak sempurna. Ketidaksempurnaan fisik dapat dilihat dari bayi yang baru lahir. Selain mata yang terus-
menerus terpejam, juga panjang kaki yang hampir sama dengan badan. Bentuk badan yang hamper sama
dengan leher dan bentuk kepala, sungguh sebagai sosok yang tidak sempurna.
Namun di balik ketidaksempurnaan itu manusia menyimpan potensi yang sangat besar yang tidak dimiliki
makhluk lain. Menangisnya bayi, menggapai-gapainya bayi untuk menggenggam sesuatu yang ada di
sekitarnya, memasukkan segala benda yang ada di sekitarnya ke mulut, justru ia sedang mengembangkan
otaknya melalui kemampuan sensori motoriknya.
Dalam bentuk ketidakberdayaan itu, sesungguhnya anak memiliki kemampuan yang mahadahsyat. Anak
yang menginjak usia tiga tahun, misalnya menganggap bahwa segala benda yang bergerak adalah hidup.
Daun-daun adalah hidup karena selalu bergoyang-goyang, demikian juga dengan matahari dan bulan yang
datang silih berganti adalah benda hidup. Anak selalu membanggakan orang dewasa sebagai makhluk yang
memiliki kekuatan dibandingkan dengan dirinya. Apa yang dilakukan oleh orang dewasa ia akan
mencontohnya. Semua itu adalah ekspresi ketidakberdayaan.
Semakin anak menjadi besar dan ketika tubuhnya memilik kekuatan dalam ukurannya, mulailah anak
memasuki usia serba ingin tahu. Seorang anak kecil selalu bertanya bagaimana bentuk dunia yang
sesungguhnya; mengapa bulan dating pada waktu-waktu tertentu; mengapa ada hujan, ada gempa, ada siang,
ada malam dan lain sebagainya.

2. Peran pendidikan dalam perkembangan siswa

Dilihat dari perubahan dalam setiap individu, ada dua bentuk perubahan, yakni perubahan jasmani atau
perubahan fisik dan perubahan fungsi fisik itu sendiri. Perubahan fisik adalah perubahan perubahan yang
berkaitan dengan tumbuh kembangnya organ-organ tubuh manusia, sehingga perubahan ini akan dibatasi
oleh waktu, artinya manakala sudah sampai pada tingkat kematangan fisik (maturation), perubahan itu tidak
akan berkembang lagi. Inilah yang kemudian dinamakan growth. Berbeda dengan perkembangan
(development). Perkembangan bukan saja menunjuk pada perubahan fisik saja, akan tetapi sekaligus
perubahan akan fungsi setiap organ. Selama manusia hidup, maka selama itu pula akan terjadi proses
perkembangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan adalah proses perubahan fisik beserta
fungsi-fungsinya (psikopsikis) setiap manusia ke arah yang lebih baik dan lebih sempurna.
Pada masa bayi, pendidikan yang diberikan oleh orang dewasa lebih banyak memberikan bantuan untuk
pertumbuhan fisik, misalnya bagaimana agar anak dapat memfi=ungsikan kakinya untuk berjalan;
bagaimana agar anak dapat memfungsikan tangannya untuk memegang; bagaimana agar anak dapat
memfungsikan matanya untuk melihat dan sebagainya. Hal ini terus dilakukan sampaia anak memiliki
kemampuan mengendalikan dan memfungsikan organ tubuhnya.

Menginjak usia TK, proses pendidikan bukan hanya sekedar melatih organ tubuhnya agar nberfungsi lebih
sempurna, akan tetapi juga mengembangkan kemampuan psikologis yang mulai berkembang, misalnya
mengembangkan daya cipta, mengembangkan keberanian dan lain sebagainya melalui permainan-permainan
yang menantang serta melalui cerita-cerita khayalan untuk mengembankan kemampuan imajinasi anak.

Pada masa anak SD, dunia khayal anak berubah menuju dunia nyata yang konkret. Pada masa ini, peran
guru sebagai orang dewasa yang bertugas mengembangkan kemampuan intelektual anak semakin besar.
Seiring dengan pertumbuhan fisiologis yang semakin sempurna, berkembang jugalah keberanian anak untuk
mengekspor segala sesuatu, yang bukan saja keberanian dalam dalam menggunakan organ tubuhnya akan
tetapi, keberanian mental-intelektual anak. Anak sudah mulai kritis untuk bertanya segala sesuatu yang
nyata dan guru pun dituntut untuk mengimbangi keberanian tersebut dengan menjawab segala sesuatu yang
dipertanyakan.

Kemudian anak berkembang pada kemampuan abstrak. Segala yng diajarkan tidak perlu lagi menggunakan
alat yang hanya berfungsi untuk mengkonkretkan yang diajarkan. Untuk dapat menghitung 2+2 tidak perlu
lagi menggunakan biji kacang atau sapu lidi, anak sudah mampu berpikir tanpa bantuan benda tersebut.
Mengembangkan kemampuan berpikir melalui pemanfaatan potensi otak, merupakan peran pendidikan pada
masa berpikir abstrak. Pada tahapan ini, anak didorong untuk mampu memecahkan masalah secara kritis dan
logis serta anak didorong untuk secara aktif berkreasi menemukan gagasan baru melalui proses berpikir
kreatif. Idealnya pada usia perkembangan ini, anak sudah bisa belajar mandiri; anak sudah memilki
tanggung jawab untuk keberhasilannya, sehingga tugas dan peran guru bukan hanya sebagai sumber belajar
akan tetapi juga sebagai fasilitator dalam belajar.
Bentuk Perkembangan Siswa

Untuk kepentingan pembelajaran, ada tiga bentuk perkembangan yang terjadi pada setiap manusia, yakni
perkembangan motorik, yaitu perkembangan yang berkaitan dengan perubahan perkembangan fisik (motor
skills); perkembangan konogtif, yaitu perkembangan yang berkaitan dengan kemampuan intelektual atau
perkembangan kemampuan berfikir; dan kemampuan perkembangan social dam moral, yaitu proses
perkembangan yang berkaitan dengan proses perubahan cara setiap individu dalam berkomunikasi atau
berhubungan dengan orang lain, baik secara individu maupun sebagai berkelompok.

A. Perkembangan motoric

Perkembangan motorik adalah perkembangan yang berkaitan dengan perubahan otot dan gerakan-gerakan
fisik. Terjadi perubahan fisik yang luar biasa pada anak menjelang usia remaja, yakni antara dua-tiga belas
tahun hingga pada usia dua puluh satu-dua tahun.

Pada awalnya, seorang anak yang baru lahir memiliki keterbatasan daklam gerakan-gerakan fisik sesuai
dengan perkembangan jasmani yang belum sempurna. Sampai pada usia empat bulan perkembangan
motorik anak berkembang cukup cepat, hingga iya memiliki grasping reflex, yakni gerakan-gerakan motorik
yang bersifat oyomatis. Kemampuan anak ini dinamakan juga kemampuan refleks primitif yang muncul
dengan sendirinya tanpa di pelajari, misalnya kemampuan anak menggenggam. Selain grasping reflex,anak
juga memmiliki kemampuan rooting reflex, yakni refleks dukungan seperti gerakan kepala dan mulut yang
otomatis. Seiring dengan perkembangan fisik, juga diikuti oleh perkembangan mental, yakni munculnya
berbagai keberanian anak untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya belum pernah ia lakukan, misalnya
keberanian untuk melompat, berlari, dan sebagainya. Keberanian motorik tersebut muncul disebabkan
karena ditunjang dengan kuatnya perkembangan fisik anak. Memasuki umur enam-tujuh tahun sampai umur
dua-tuga belas tahun atau pada usia sekolah dasar, perkembangan fisik mereka juga semakin profesinal
ataau seimbang. Artinya, organ-organ jasmani tumbuh serasi dan tidak lebih panjan dan lebih besar dari
yang semestinya.
Untuk belajar memperoleh kemampuan keterampilan jasmani,ini tidak hanya cukup dengan latihan dan
praktik, tetapi juga memrlukan kegitan septual learning (belajar berdasarkan pengamatan)atau
kegiatan sensori-motor (Muhibbin Syah,1999).
Pada awalnya gerakan-gerakan motorik mungkin hanya berupa gerakan dengan cara meniru yang tidak
memerlukan koordinasi dan organisasi dengan kemampuan yang lain. Misalnya gerakn menirukan senam,
atau gerakan melatih motprik menulis abjad atau menulis lambang-lambang bilangan, dan lain sebagainya.
Selanjutnya seiring dengan semakin sempurnanya kemampuan fisik dan gerak motorik dengan
berkembangnya mental setiap individu, gerakan-gerakan tersebut memerlukan koordinasi dengan kegiatan
mental-intelektual secara individu. Pada kegiatan sehari-hari, banyak kegiatan anak yang melibatkan
sensori-motor atau kegiatan indrawi jasmani yang memerlukan koordinasi dan organisasi dengan
kemampuan lain yakni kemampuan intelektual, sehingga akan membetuk rangkaian kegiatan yang tepat, dan
pada akhirnya akan menghasilkan sesuatu yang bermakna, misalnya kegiatan menulus dan men ggambar.
Kegiatan itu bukan saja memerlukan perkembangan fisik semata akan tetapi, membutuhkan koordinasi dan
organisasi dengan kemampuan intelektual.

Gerakan fisik yng tidak diimbangi dengan koordinasi mental akan melahirkan sesuatu yang tidak bermakna.
Misalnya, kegiatan bermain gitar. Kegiatan seorang gitaris bukan hanya kegiatan tangan memetik senar gitar
saja, akan tetapi ada sesuatu yang mendorong dari dari dalam dan berkoorinasi dengan gerakan tangan
sehingga menghasilkan suara yang merdu. Dengan demikian, maka jelas melatih gerakan-gerakan motorik
semakin anak mencapai kesempurnaan fisik semakin memerlukan pengetahuan tentang gerakan tersebut
sehingga terjadi harmoni yang berjalan secara seimbang.
Adapun tiga factor penting yang dapat mempengaruhi kemampuan motorik anak atau perkembangan motor
skills anak dapat diupayakan oleh orng lain di luar dirinya, misalnya orang tua dan guru, yaitu 1)
pertumbuhan dan perkembangan system syaraf; 2) pertumbuhan otot-otot; dan 3) perubahan struktur
jasmani.
System syaraf adalah oran halus dalam tubuh yang terdiri atas struktur jaringan seraabut syaraf yang sangat
halus yang berpusat di central nervous system, yakni pusat system jaringan syaraf yang ada di otak (Rabe,
1988; Muhibbin Syah, 1999)
Pertumbuhan dan perkembangan syaraf di otak akan mempengatuhi intelegensi anak anak; dan semakin
berkembang intelegensi itu maka akan semakin banyak kemampuan berprilaku yang dimilikinya. Oleh
karena itu, guru penting menerapkan berbagai strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan
kemampuan berfikir.

Pertumbuhan otot adalah faktor lain setelah sistem syaraf otot adalah jaringan sel yang berfungsi
untukmengikat organ-organ lain serta jaringan pembuluh yang mendistribusikan sari makanan (Raber,
1988). Tugas guru adalaah melatih agar jaringan otot berkembang secara sempurna. Kemampuan otot akan
berpengaruh dalam melaksanakan berbagai aktivitas.

Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan motor anak adalah perubahan fisik anak. Semakin bertambah
usia anak, maka akan semakin sempurna fisik anak, misalnya tinggi badan, bobot serta proporsi atau
perbandingan struktur tubuh, perkembangan struktur ini akan berpengaruh terhadap berbagai kemampuan
dan kecakapan seseorang. Misalnya, kemampuan anak dalam berlari, kemampuan dalam menggunakan
berbagaai peralatan, melukis, bernyani, berbicara, dan lain sebagainya. Namun perlu disadari, bahwa setiap
anak akan memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengerjakan berbagai kegiatan tersebut. Hal ini
disebabkan kemampuan-kemampuan tersebut juga selain di pengaruhi oleh struktur fisik jhuga akan sangat
tergantung pada kemampuan kognitif atau inteligensi yang dimilikinya. Tugas guru dalam konteks ini adalah
mengupayakan agar perkembangan dan pertumbuhan fisik anak berkembang dengan optimal.

B. Perkembangan kognitif

Perkembangan kognitif adalah perkembangan yang berkenaan dengan perilaku mental seseorang yang
meliputi;pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, dan pemecahan masalah.

Para ahli pisikologi kognitif sudah mulai berjalan sejak manusi lahir ke dunia, yakni sejak manusia
menggunakan sensori motorikya.

Menurut Piaget kemampuan kognotif merupakan suatu yang fundamental yang mengarahkan dan
membimbing perilaku anak. Ada dua konsep yang perlu diketahui anak untuk memahami teori kognitif dan
piaget, yaitu konsep tentang fungsi dan konsep tentang struktur. Fungsi merupakan mekanisme biologis
bawaan yang sama untuk setiap orang. Tujuannya adalah untuk menyusunn struktur kognitif internal.
Melalui fungsi akan terjadi kecenderungan-kecenderingan biologis untuk mengorganisasi pengetahuan
dalam struktur kognisi, dan untuk beradaptasi kepada berbagai tantangan yang dating dari luar
(lingkungannya). Sedangkan, struktur merupakan seperangkat keterampilan, pola-pola kegiatan yang
fleksibel yang digunakan untuk memahami lingkungan. Piaget berpendapat bahwa dalam memahami
lingkungan itu anak bersifat aktif. Artinya, pengetahuan itu dibentuk dan diciptakan sendiri. Anak tidak
menerima pengetahuan secara pasif dari lingkungannya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif setiap setiap individu berlangsung dalam tahap-tahap tertentu.
Tahap-tahapan perkembangan kognitif itu, menurut Piaget terdiri atas 4 fase, yaitu:
1. Sensori-motor yang berkembang dari mulai lahir sampai 2 tahun;
2. Pra-operasional, mulai dari 2 sampai 7 tahun;
3. Operasional konkret, berkembang dari 7 sampai 11 tahun;
4. Operasional formal, yang dimulai dari 11sampai 14 tahun ke atas.
5. Sensori-motor(0-2 tahun)
Pada fase sensori-motor yang berlangsung sejak anak lahir sampai usia 2 tahun, kemampuan kognitif anak
masih sangat terbatas. Piaget mengistilahkannya dengan kemampuan yang bersifat primitif, artinya masih
didasarkan kepada perilaku yang terbuka. Kemampuan kognotif atau inteligensi yang dimiliki anak pada
masa ini merupakan intelegensi dasar yang amat berarti dan menentukan untuk perkembangan konitif
selanjutnya.

Intelegensi sensori motor juga dinamakan intelegensi praktis(pracitial intellegenci). Dikatakan demikian,
oleh karena pada masa ini anak hanya belajar bagaimana mengikuti bagaimana mengikuti dunia kebendaan
secara praktis dan belajar bagaimana menimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang sedang
dilakukan kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatannya itu.
Interaksi dengan lingkungan dilakukan melalui gerakan-gerakan, menyentuh, bergerak, dan sebagainya.
Segala yang dilakukan anak dengan gerakan-gerakan tubuhnya itu merupakan suatu eksperimen terhadap
lingkungannya. Melalui proses interaksi dengan lingkungan, lambat laun anak akan belajar tentang
bagaimana menguasai lingkungannya secara lebih baik.

Sesuai dengan perkembangannya dalam proses interaksi dengan lingkungan anak akan menghadapi
tantangan-tantangan untuk mengambil atau menerima informasi-informasi dari luar, kemudian ia menyusun
informasi tersebut sehingga manakala ia akan berinteraksi lagi dengan lingkungan, ia dapat menggunakan
informasi itu. Dari proses interaksi itulah anak memperoleh pengalaman fisik dan pengalaman mental.
Piaget percaya, bahwa asal mula tumbuhnya struktur mental adalah aksi atau tindakan. Artinya, apabila
seorang anak melihat, merasakan, atau menggerakan suatu benda, maka ia akan memaksa otaknya utuk
membangun program-program mental untuk menguasai dan menanganinya.

1. Pra-operasional (2-7 tahun)


Pada fase ini menurut Piaget ditandai dengan beberapa ciri.
Pertama adanya kesadaran dalam diri anak tentang suatu objek. Walaupun suatu benda sudah ia tinggalkan
atau sudah hilang dari penglihatan dan pendengarannya, akan tetapi anak sadar kalau benda itu memang ada.
Inilah yang diistilahkan dengan kesadaran akan object permanence. Munculnya kesadaran akan object
permanence ini adalah hasil dari munculnya kapasitas kognitif baru yang disebut dengan mental
representation (gambaran mental). Representasi mental adalah sesuatu yang mewakili atau menjadi symbol
atau wujud sesuatu yang lain.

Kedua, pada fase ini kemampuan anak dalam berbahasa mulai berkembang. Melalui pengalamannya anak
dapat mengenal dan memberikan objek dengan nama-nama sesuai dengan gagasan yang telah dibentuknya
dalam otak.

Ketiga, fase pra-operasional ini dinamakan juga ase intuisi, sebab pada masa ini anak mulai mengetahui
perbedaan antara objek-objek sebagai suatu bagian dari individu atau kelasnya.

Keempat, pada fase ini bersifat “animistic” artinya bahwa segala sesuatu yang bergerak di dunia ini adalah
“hidup”. Misalkan bulan bergerak, menandakan bahwa ia adalah hidup. Mereka memandang bahwa
gerakan-gerakan itu disebabkan oleh adanya kekuatan ynag menggerakkan semacam raksasa atau manusia
yang hebat dan “jagoan”. Oleh karena itu, pada fase ini juga bersifat artiicifialistic.

Kelima, pada fase ini pengamatan dan pemahaman abak terhadap situasi lingkungan sangat dipengaruhi oleh
sifatnya yang egocentric. Ia akan beranggapan bahwa cara pandang orang lain terhadap objek sama seperti
dirinya. Sifat egosentris ini akan berkurang pada suatu saat, yaitu apabila anak telah banyak terlibat dalam
interaksi social dengan berbagai macam pendapat dari individu-individu yang lain.
2. Konkret (7-11 tahun)
Dikatakan fase operasional konkret, karena pada masa ini pikiran anak terbatas pada objek-objek yang ia
jumpai dari pengalaman langsung. Anak berpikir tentang objek atau benda yang ia temukan secara langung,
misalnya tentang beratnya, warnanya dan strukturnya.

Pada masa ini, selain kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki pada masa sebelumnya, anak
memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir).
Kemampuan satu langkah berpikir ini, kelak akan menjadi dasar terbentuknya intelegensi. Menurut Piaget,
intelegensi bukan sifat yang biasanya digambarkan dengan skor IQ. Intelegensi adalah suatu proses, yaitu
tahapan langkah operasional tertentu yang mendasari semua pikiran dan pengetahuan manusia.

Kemampuan kognitif yang dimiliki anak pada fase ini meliputi: conservation, addition of
classes dan multiplication of clases.
Conservation atau pengekalan kemampuan anakn dalam memahami aspek-aspek kumultif materi, seperti
volume dan jumlah. Anak yang mengenali sifat kuantitatif sebuah benda tidak akan berubah secara
sembarangan.

Addition of clases(penambahan golongan benda). Yaitu kemampuan abak dalam memahami cara
mengombinasikan benda-benda yang dianggap memiliki kelas yang rendah dan dihubngkan dengan kelas
yang lebih tinggi. Misalkan kelompok ayam, itik dihubungkan dengan benda berkelas tinggi, yaitu unggas.
Kemampuan ini juga meliputi kecakapan memilah-milah benda-benda dari kelompok tinggi menjadi benda
berkelas rendah, seperti ayam dan itik adalah bagian dari unggas.
Multification of classes, yakni kemampuan yang melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahankan
dimensi-dimensi benda seperti warna bunga dan jenis bunga untuk membentuk golongan benda.
Kemampuan ini juga meliputi kemampuan memisahkan gabungan golongan benda menjadi dimensi yang
spesifik.
Dengan munculnya kemampuan-kemampuan diatas, maka kemampuan operasii kognitif ini juga meliputi
kemampuan melakukan berbagai macam operasional secara matematika, seperti menambah, mengurangi,
mengalikan dan membagi.

3. Operasional Formal (12-14 tahun ke atas)


Piaget menamakan fase ini sebagai fase “formal operasional”, karena pada masa ini pola berpikir
anak sudah sistematik dan meliputi proses yang kompleks. Operasionalnya tidak lagi terbatas pada hal yang
konkret, tetapi dapat juga dengan menggunakan logika yang lebih tinggi tingkatannya, seperti berpikir
hipotesis-deduktif, berpikir rasional, berpikir abstrak dan lain sebagainya.
Aktivitas proses berpikir pada fase ini mulai menyerupai cara berpikir orang dewasa, karena kemampuannya
yang sudah berkembang pada ha-hal yang bersifat abstrak. Ia sudah dapat membedakan mana yang terjadi
dan yang harus terjadi. Ia juga dapat menyusun hipotesis dari suatu kenyataan misalkan pola berpikir:
“apabila …….. Maka ……….”
Perkembangan kognitif juga dikembangkan oleh Lev Vygotsky (1896-1934), ada tiga asumsi yang
mendasari pandangan Vygotsky. Peratama, kemampuan kognitif dapat dipahami apabila dianalisis dan
diinterpretasikan dalam konteks studi perkembangan. Artinya, memahami kemampuan kognitif harus
dilakukan secara bertahap. Kedua, kemampuan kognitif berkaitan erat dengan kemampuan berbahasa yang
berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan mentranformasi aktivitas mental. Ketiga, kemampuan
kognitif berasal dari relasi social dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural.
Pandangan Vygitsky sangat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak, yakni perlunya
proses social dalam praktik pembelajaran.
Perkembangan sosial dan moral

Menurut Piaget (Santrock, 2007), ada dua tahap perkembangan moral anak. Pertama
tahap hetoronomous morality yang berlangsung dari kira-kira usia empat sampai tujuh tahun. Pada tahap ini
keadilan dan aturan dianggap sebagai bagian dari dunia yang tidak bisa diubah dan tidak bisa dikontrol oleh
orang. Aturan adalah sesuatu yang mengikat dan mutlah harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. Anak
kecil akan merasa takut kalau suatu saat ia melakukan pelanggaran. Anak yang memiliki otonomi moral
menganggap hukuman itu adalah bagian dari hubungan social manusia yang bisa dinegoisasikan.
Tahap kedua adalah tahap autonomous, yang berlangsung sejak usia sepuluh tahun atau lebih. Pada tahap ini
anak menganggap bahwa aturan itu adalah buatan manusia dan bahwa menilai suatu perbuatan niat si pelaku
harus dipikirkan, oleh sebab itu tidak semua pelanggaran aturan ada konsekuensinya. Pada masa tujuh
sampai sepuluh tahun, Piaget menamakannya sebagai masa transisi, oleh karena itu dua cirri tahapan akan
mewarnai perilaku moral anak.
Lawrence Kohlberg (1976) mengungkapkan bahwa perkembangan moral anak terdiri atas tiga level dan
setiap levl terdiri atas dua tahap.

Level pertama adalah level praconventional reasoning. Pada level ini anak tidak menunjukan internalisasi
nilai-nilai moral. Level ini terdiri atas dua tahap, yakni tahap ketaatan dan hokum serta tahap pemuasan
kebutuhan. Pada tahap ketaatan dan hokum, orang berperilaku karna takut pada hukuman. Moral dan
ketaatan didasarkan kepada ketakutan atas hukuman. Pada tahap pemuasan kebutuhan perilaku didasarkan
pada upaya mengejar kebutuhan dirinya sendiri tanpa memperhitungkan kebutuhan otang lain.
Level kedua dinamakan conventional reasoning. Pada level ini internalisasi masih setengah-setengah. Anak
patuh secara internal pada standar tertentu yang ditetapkan oleh orang lain seperti orang tua atau aturan
social. Level ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap citra anak baik dan tahap hokum dan peraturan. Pada
tahap citra anak baik, setiap anak berperilaku sesuai dengan aturan dan patokan moral untuk memperoleh
persetujuan orang dewasa bukann untuk menghindari hukuman. Pada tahap hokum dan peraturan, mulai
munculnya kesadaran hokum harus ditaati oleh semua orang.
Level ketiga dinamakan level postconventional reasoning pada level ini moralitas sudah sepenuhnya
diinteranalisiskan dan tidak didasarkan pada standar eksternal. Pada level ini terdiri atas tahap memerhatikan
hak perseorangan dan tahap memerhatikan prinsip-prinsip etik. Pada tahap memerhatiakn hak perseorangan
setiap anak mendefinisikan perilaku baik sebagai hak pribadi sesuai dengan aturan dan patokan social. Pada
tahap memerhatikan prinsip-prinsip etik, perilaku anak didasarkan atas prinsip-prinsip moral pribadi yang
bersumber dari hokum universal yang sesuai dengan kepentingan orang lain dan kepentingan umum.

Penerapan Setiap aspek Perkembangan Dalam Proses Pembelajaran

1.Melatih kemampuan dan pengembangan fisik

Perkembangan fisik manusia berkembang secara bertahap. Proses pendidikan yang mampu
mengembangkan fisik siswa sesuai dengan irama perkembangan fisik yang dimilki setiap anak akan menjadi
modal dasar untuk perkembangan lebih lanjut.
Pendidikan yang dilaksanakan pada anak usia TK misalnya, diarahkan untuk lebih memfungsikan setiap
organ tubuh. Ketika anak usia SD, perkembangan fisik anak semakin proporsional. Artinya organ-organ
tubuh tumbuh serasi. Pendidikan dalam konteks mengembangkan kemampuan organ tubuh harus seimbang
dengan tingkat kematangan intelektual anak.
Ketika anak memasuki usia remaja misalnya usia memasuki SLTP dan SLTA, pertumbuhan dan
perkembangan organ tubuh semakin sempurna, baik dilihat dari bentuk dan proporsionalnya maupun dari
kekuatannya. Arti penting pendidikan pada masa ini adalah member keterampilan yang berguna untuk
kehidupannya kelak, sebab belajar keterampilan (motor learning) dapat dilakukan manakala seseorang telah
memiliki kemampuan yang melibatkan penggunaan tangan, kaki dan organ tubuh lainnya secara baik dan
sempurna.
Dengan demikian, melatih kemampuan fisik atau organ-organ tubuh setiap siswa sesuai dengan taraf
perkembangan mereka menjadi begitu penting. Ketidaksempurnaan pengembangan aspek lainnya baik aspek
kognitif maupun aspek moral.
2. Pembelajaran pengembangan aspek kognitif

Aspek kognitif berkaitan dengan kemampuan intelektual, yakni kemampuan intelektual, yakni kemampuan
anak dalam menggunakan otak untuk berpikir. Kemampuan anak dalam menggunakan otak adalah salah
satu karakteristik yang dimiliki oleh manusia sehingga membedakannya dengan makhluk lain. Otak adalah
bagian dari suatu jaringan kabel listrik yang menyebar ke seluruh tubuh dan terus-menerus mengirim dan
menerima pesan (Meier, 2002). Dikatakan bahwa otak sendiri memiliki 100.000 mil kabel. Kabel ini (yang
disebut akson dan dendrit) mempunyai jutaan interaksi perdetik dengan dirinya sendiri.
Teori yang popular dewasa ini adalah teori otak triune. ”Triune berarti three in one” (Dave Meier, 2002).
Meurut teori otak Triune, otak manusia terdiri dari 3 bagian, yaitu otak reptile, system limbic dan
neokorteks.
Otak reptile adalah otak paling sederhana. Tugas utama otak ini adalah mempertahankan diri. Otak ini
menguasai fungsi otomatis seperti degupan jantung dan system peredaran darah. Otak reptile diyakini
sebagai otak hewan yang berfungsi untuk megejar kekuasaan. Ia akan berbuat apa saja demi mencapaii
tujuan yang diinginkannya termasuk untuk mempertahankan diri.
System limbik adalah organ tengah yang memainkan peranan besar dalam hubungan manusia dan dalam
emosi. Fungsi otak ini bersifat social dan emosional.
Neokorteks adalah otang yang paling tinggi tingkatannya. Otak ini memiliki fungsi tingkat tinggi misalnya,
mengembangkan kemampuan berbahasa, berpikir abstrak, memecahkan masalah, merencanakan ke depan
dan berkreasi. Otak ini ynag membuat manusia berbeda dengan makhluk lain ciptaan Tuhan.
Teori yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berpikir adalah teori perkembangan
kognitif yang dikemukakan oleh Piaget. Menurut Santrock (2007) ada beberapa hal yang dapat dijadikan
panduan dalam menerapkan, teori piaget untuk pendidikan anak seperti dikemukakan berikut:

1. Gunakan pendekatan konstruktivistik. Piaget menekankan bahwa anak-anak akan belajar


dengan lebih baik jika mereka aktif dan mencari solusi sendiri.
2. Fasilitasi mereka untuk belajar. Guru yang efektif harus merancang situasi yang membuat
murid belajar dengan bertindak. Situaasi seperti ini akan meningkatkan pemikiran dan
penemuan murid.
3. Pertimbangkan pengetahuan dan tingkat pikiran anak. Murid tidak dating ke sekolah
dengan kepala kosong. Mereks punya banyak gagasan tentang dunia fisik dan alam. Guru
harus menginterpretasikan apa yang dikatakan murid dan merespons dengan memberikan
wacana yang sesuai dengan tingkat pemikiran murid.
4. Gunakan penilaian terus-menerus. Makna yang disusun oleh individu tidak dapat diukur
dengan tes standar. Penilaian matematikan dan bahasa (yang menilai kemajuan dan hasil
akhir), pertemuan individual di mana murid mendiskusikan strategi pemikiran mereka dan
penjelasan lisan dan tertulis oleh murid tentang penalaran mereka dapat dipakai sebagai
alat untuk mengevaluasi kemajuan mereka.
5. Tingkatkan kemampuan intelektual murid. Menurut Piaget, pembelajaran anak harus
berjalan secara alamiah. Anak tidak boleh didesak dan ditekan untuk berprestasi terlalu
banyak di awal perkembangan mereka sebelum mereka siap.
6. Jadikan ruang kelas menjadi ruang eksplorasi dan penemuan. Kelas bukanlah tempat
untuk duduk, mencatat dan emndengarkan penjelasan dari guru, tapi kelas adalah tempat
utuk melakukan proses berpikir, memecahkan masalah melalui proses diskusi dan
argumentasi.
3. Pendidikan moral siswa
Pendidikan moral merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pendidikan. Terdapat beberapa hal
yang berkaitan dengan pendidikan moral, yaitu pendidikan karakter, klarifikasi nilai dan pendidikan moral
kognitif.

Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang bersentuhan langsung dengan pembentukan moral anak.
Pendidikan karakter adalah proses mengajari anak dengan pengetahuan moral dasar untuk mencegah mereka
melakukan tindakan-tindakan tak bermoral yang membahayakan dirinya sendiri seperti perilaku berbohong,
menipu dan mencuri.

Klarifikasi nilai adalah proses memberikan bantuan kepada setiap anak untuk memahami dan menyadari
(mengklarifikasi) untuk apa hidup serta mengklarifikasi bentuk-bentuk perilaku apa yang layak dikerjakan.

Pendidikan moral kognitif adalah pendekatan yang didasarkan pada keyakinan bahwa murid harus
mempelajari hal-hal seperti demokrasi keadilan saat moral mereka sedang berkembang (Santrock, 2007).
Kolhberg menyadari bahwa atmosfer moral di sekolah sangat berpengaruh terhadap perkembangan moral
anak.

Beberapa hal yang dapat membantu perkembangan moral anak dalam proses pendidikan di sekolah seperti
yang dikemukakan Honig dan Wittmer (1996), aalah sebagai berikut:

1. Hargai dan tekankan konsiderasi kebutuhan orang lain. Ini akan mendorong siswa untuk
lebih terlibat dalam aktivitas membantu orang lain.
2. Jadilah contoh perilaku prososial. Siswa meniru apa yang dilakukan guru.
3. Berilah label dan identifikasi perilaku prososial dan perilaku antisocial. Artinya ketika
siswa melakukan perilaku yang positif, jangan hanya mengatakan “bagus” saja, akan tetapi
tunjukan perilaku apa yang positif yang ditunjukkan siswa tersebut.
4. Bantu siswa untuk menentukan sikap untuk memahami perasaan orang lain.
5. Kembangkan proyek kelas dan sekolah yang dapat meningkatkan altruisme. Proyek ini
berupa kegiatan mebersihkan halaman sekolah, mengumpulkan mainan dan makanan
untuk anak yang membutuhkan dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Siswa adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahapannya. Siswa bukanlah benda
yang bersifat statis. Namun mereka adalah individu yang dinamis yang memiliki karakteristik tertentu pada
setiap tahap perkembangannya.

Ada tiga bentuk perkembangan yang terjadi pada setiap manusia, yakni perkembangan motorik,
perkembangan konogtif dan kemampuan perkembangan social dan moral. Gerakan motorik anak
berkembang dari mulai gerakan-gerakan yang muncul secara alamiah, kemudian gerakan menirukan sesuatu
dan gerakan koordinasi anatar gerakan fisik dan mental.

Dalam penerapan setiap aspek perkembangan dalam proses pembelajaran meliputi melatih kemampuan dan
pengembangan fisik, pembelajaran pengembangan aspek kognitif dan pendidikan moral siswa.

3.2 Saran
Siswa merupakan makhluk yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahapannya. Ada tiga bentuk
perkembangan siswa, yaitu perkembangan motorik, kognitif dan perkembangan social dan moral, dan
diharapkan bagi para pembaca agar dapat lebih memahami dan mengerti perkembangan pada diri siswa.
Sehingga guru dapat memahami karakteristik perkembangan dalam diri siswa itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Bandung:Kencana

Anda mungkin juga menyukai