Anda di halaman 1dari 23

TEKNIK DAN INSTRUMEN EVALUASI KOGNITIF

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Evaluasi Pembelajaran
Dosen pengampu: Dr. dedi Setiawan, M.Pd.I

Di Susun Oleh:
Suryani Dwi Rahayu 211210133
Arif Rifai 211210156
Bayu Putra 211210187
M. Fikri Maulana 211210089

Program Studi Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)


UNIVERSITAS MA’ARIF LAMPUNG
UMALA 2023 M/1445

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas ini dapat diselesaikan.

Tugas ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran dengan judul “Teknik dan
Instrumen Evaluasi Kognitif” di Universitas Ma`arif Lampung.

Terima kasih kepada bpk selaku dosen mata kuliah Mevaluasi Pendidikan yang telah membimbing dan
memberikan kuliah demi lancarnya tugas ini.

Demikianlah tugas ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi
Pmbelajaran.

Metro , 04 Oktober 2023

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul
2
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………. ii

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………………. 1
A. Latar belakang …………………………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………….. 1
C. Tujuan ……………………………………………………………………………………. 1

BAB II. PEMBAHASAN ………………………………………………………………………. 2


a. Langkah-langkah penyusunan instrumen evaluasi hasil belajar kognitif 2
b. Teknik penyusunan tes hasil belajar kognitif …………………………………………… 12
c. Teknik penyusunan non tes hasil belajar kognitif ………………………………………. 20

BAB III. KESIMPULAN………………………………………………………………………. 27

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………….. 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran merupakan perilaku siswa-i untuk dapat mencapai kompetensi tertentu pada kondisi dan
tingkat tertentu pula. Sebuah rancangan pembelajaran yang telah dibuat perlu dilakukan evaluasi untuk
3
mengetahui hasil dari pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi pendidikan dilakukan dengan
mengambil beberapa sasaran, salah satunya adalah intelegensi yang didalamnya terdapat ranah kognitif
dengan cakupan-cakupan tertentu.
Suatu sistem evaluasi memerlukan alat ukur untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang telah
dilakukan, yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan berpikir yang akan dinilai, dengan berpedoman
pada TIU (Tujuan Intruksional Umum) dan TIK (Tujuan Intruksional Khusus).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kah langkah penyusunan instrumen evaluasi kognitif ?
2. Bagaimanakah teknik penyususnan test ?
3. Bagaimanakah teknik penyusunan non test ?

C. Tujuan
1. Pemahaman tentang langkah penyusunan instrumen evaluasi kognitif.
2. Pemahan tentang bagaimana langkah penyususnan test dan non test.

BAB I

PENDAHULUAN

D. Latar Belakang
Pembelajaran merupakan perilaku siswa-i untuk dapat mencapai kompetensi tertentu pada kondisi dan
tingkat tertentu pula. Sebuah rancangan pembelajaran yang telah dibuat perlu dilakukan evaluasi untuk
mengetahui hasil dari pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi pendidikan dilakukan dengan
mengambil beberapa sasaran, salah satunya adalah intelegensi yang didalamnya terdapat ranah kognitif
dengan cakupan-cakupan tertentu.
Suatu sistem evaluasi memerlukan alat ukur untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang telah
dilakukan, yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan berpikir yang akan dinilai, dengan berpedoman
pada TIU (Tujuan Intruksional Umum) dan TIK (Tujuan Intruksional Khusus).

E. Rumusan Masalah
4. Bagaimana kah langkah penyusunan instrumen evaluasi kognitif ?

4
5. Bagaimanakah teknik penyususnan test ?
6. Bagaimanakah teknik penyusunan non test ?

F. Tujuan
3. Pemahaman tentang langkah penyusunan instrumen evaluasi kognitif.
4. Pemahan tentang bagaimana langkah penyususnan test dan non test.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Langkah-langkah penyusunan instrumen evaluasi hasil belajar kognitif


Salah satu teknik evaluasi hasil belajar kognitig adalah tes verbal yang berwujud butir-butir soal. Secara
umum, ada sebelas langkah yang harus ditempuh dalam penyususnan test verbal, yaitu :
1. Menetukan tujuan dan kawasan tes
2. Menguraikan materi dan batasan perilaku yang akan diukur
3. Penyususnan kisi-kisi
4. Memlih bentuk test
5. Menelaah soal test
6. Melakukan uji coba test
7. Menganalisis butir soal
8. Memperbaiki test, dan
9. Merakit tes

Khusus mengenai uji coba test, dala penyusuna test untuk mengukur prestasi hasil pembelajaran yang
diselenggaran oleh guru dikelas seperti ulangan harian, ulangan umum, dan ulangan kenaiakan kelas, tidak
harus dilakukan secara tersendiri.

Secara skematis langkah-langkah penyusunan instrumen tes verbal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

5
Perumusan tujuan dan kawasan tes

Uraian materi tes Batasan


perilaku/kompetensi

Kisi-kisi (blue print)

Menentukan bentuk dan kawasan tes

Penulisan butir soal

Menelaah butir soal

Uji coba

Analisis butir soal

Revisi

Perakitan dan penyusunan


instruksi
Bentuk final

1. Merumuskan tujuan dan kawasan tes


Penentuan atau perumusan tujuan tes dapat mengacu kepada fungsi tes yang disusun tersebut,
yaitu apakah fungsi formatif,fungsi sumatif, fungsi penempatan, atau fungsi diagnostik, (Saifudin
azwar, 1998). Masing-masing tujuan evaluasi ini menghendaki adanya penyesuaian dalam desain tes
yang direncanakan. Penyesuaian ini meliputi pertimbangan mengenai luasnya kawasan (domain) materi
yang hendak diujikan, pengambilan sampel item dari keseluruhan kawasan ukur dan masing-masing
bagian pengetahuan yang akan diungkap, serta pertimbangan mengenai tingkat kesukaran tes.
Kalau tes tersebut diarahkan untuk fungsi formatif, maka rumusan tujuannya adalah untuk
mengukur tingkat penguasan peserta didik terhadap kompetensi yang diajarkan selama satu atau
beberapa kali tatap muka. Tes untuk funsi ini harus dirancang agar meliputi semua unit pembelajaran
yang telah diajarkan. Butir-butir ditulis dalam taraf kesukaran yang disesuaikan dengan kesukaran yang
disesuaikan dengan kesukaran masing-masing unit dan sifat tesnya lebih mengacu kepada kriteria.
Tes prestasi yang berfungsi sebagai pengukuran sumatif guna penentuan nilai akhir dalam suatu
program, penentuantaraf penguasaan, atau penentuan kelulusan harus dirancang agar butir-butirnya
mewakili secara menyeluruh kawasan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan semula. Biasanya, tes
berisi butir dalam taraf kesukaran yang bervariasi dan penilaian hasilnya mengacu pada norma. Guna

6
tujuan tertentu, misalnya untuk pemberian lisensi atau penentuan kelulusan menurut persyaratan
minimal suatu kecakapan, tes dirancang dengan model criterion-referenced. Dalam hal ini, taraf
kesukaran butir dibuat bervariasi dan tidak tinggi.
Bagi tes prestasi yang akan digunakan sebagai dasar penempatan, yaitu yang digunakan sebagai
pengukuran kecakapan yang disyaratkan diawal suatu program pendidikan, butir-butirnya haruslah
meliputi sampel perilaku yang luas yang dianggap sebagai indikator penguasaan kecakapan yang
disyaratkan tersebut. Perancang tes harus membatasi lingkup materi yang hendak diungkapnya dengan
mengacu pada suatu kriteria penguasaan (mastery) dengan merencanakan butir- yang taraf
kesukarannya tidak terlalu tinggi sebagaimana dalam criterion-referenced test. Dengan demikian, akan
dapat terlihat bagian-bagian atau dominan materi yang belum dan yang telah dikuasai oleh siswa
sebelum ia ditempatkan pada level atau golongan kecakapan tertentu.
Bagi tes prestasi yang berfungsi diagnostik maka rumusan tujuan tes adalah untuk mengetahui
kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapi oleh peserta didik atau untuk mendeteksi kesukaran belajar
dan sebab-sebabnya. Tes untuk fungsi seperti ini butir-butir soalnya haruslah ditulis dalam tingkat
kesukaran rendah dan meliputi bagian-bagian tugas yang berkaitan langsung dengan sumber-sumber
kesalahan dalam belajar yang umum terjadi.
Adapun yang dimaksud dengan pembatasan kawasan tes adalah pendefinisian lingkup materi tes
yang hendak diungkapkan atau menjelaskan batasan ruang lingkup. Materi yang akan diteskan. Disini,
evaluator atau perancang tes perlu memberikan pembatasan yang jelas tentang ruang lingkup materi
yang akan diteskan, misalnya Tes Mata Pelajaran PAI SMP Kelas III semester I. Pembatasan kawasan
tes seperti ini akan membantu mencapai tingkat kevalidan alat ukur terutama menyangkut validitas isi.

2. Menguraikan materi tes dan kompetensi


Dalam perancangan tes prestasi belajar, masalah penguraian materi atau isi ( delination of content )
pelajaran yang akan diujikan berpedoman pada prinsip “memasukan sesuatu yang harus masuk dan
mengeluarkan sesuatu yang harus nya keluar”.
Maksudnya, bahwa penguraian isi test bukan saja berarti mengusahakan agar tes yang akan ditulis itu
tidak kelar dari lingkup materi yang telah ditentukan oleh batasan kawasan ukur akan tetpi berarti pula
mengusahakan agar jangan sampai ada bagian isi yang penting yang terlewatkan dan tidak tertuang
dalam tes.
Dari segi materinya, tes prestasi yang baik haruslah komprehensif dan berisi butir-butir yang relean.
Komprehensif artinya tes itu mencakup keseluruhan isi atau bahan pelajaran yang telah diidentifikasi
sebagai tujuan ukur, secara representatif dan dalam jumlah butir yang sebanding ( proporsional ) untuk
setiap bagian sesuai dengan urgensi dan bobot masing-masing bagian itu. Relevan artinya butir-butir
yang akan ditulis benar-benar menanyakan hanya mengenai materi yang telah diidentifikasi dan segala
sesuatu yang berkaitan dan dianggap perlu guna memahami materi tersebut. Sifat komprehensif dan
relevan inilah yang menjadi dasar tegaknya validitas isi ( content validity ) tes prestasi.
Salah satu cara yang biasa nya ditempuh guna memperoleh tes yang isinya komprehensif dan relevan
adalah dengan melakukan penguraian materi menurut bagian-bagian materinya. Penguraian ini dapat
disandarkan topik-topik dalam kurikulum atau pada bab-bab dalam buku yang dijadikan acuan

7
pengajaran. Dapat pula didasarkan pada kategori topik yang dijadikan batasan selama proses
pembalajaran.
Setelah pengelompikan bagaian-bagaian materi selesai ditetapkan kemudian masing-masing bagian
perlu diberi bobot sesuai dengan kepentingannya. Bagian suatu pelajaran yang diajarkan seringkali
meminta perhatian yang tidak sama dikarenakan pertimbangan relevansi dan pentingnya bagian materi
tersebut bagi program pembelajaran kesluruhan. Perbedaan relevansi ini menyebabkan perbedaan pula
pada keluasan dan kedalaman pembahasan yang perlu dalam kelas. Makin penting suatu bagian materi
akan semakin dalam pembahasan nya dan semakin banyak waktu yang diperlukan untuk itu.
Peredaan kepentingan bagian inilah yang harus dicerminkan oleh tes secara proposional dalam bentuk
bobot materi. Semakin tibggi bobot bagian suatu materi semakin banyak ia harus dituangkan dalam
bentuk item dan semakin rendah bobot bagian suatu materi semakin sedikit ia harus dituankan dalam
bentuk item. Berikut akan dikemukakan contoh penguraia tes untuk mata kuliah tauhid dengan
mengacu pada kurikulum/silabi :
Topik 1 konsep tauhid
Topik 2 dimensi-dimensi tauhid
Topik 3 hal-hal yang merusak tauhid

3. Kisi-kisi tes
Kisi-kisi tes atau blue print ( cetak biru ) adalah deskripsi mengenai ruang lingkup materi dan
aspek/kompetensi yang akan diujikan yang umum dituangkan dalam sebuah matriks. Matriks adalah
tabel yang terdiri dari kolom dan lajur ( baris ). Tujuan penyusuna kisi-kisi tes ini adalah unuk
menentukan ruang lingkup kompetensi, materi tes serta bentuk dan jenis sehingga dapat menjadi
rambu-rambu dalam menuliskan butir-butir soal.
Ada dua bentuk kisi-kisi yang perl dibuat oleh penyusun tes, yaitu :
a. Kisi-kisi untuk menentukan proporsi materi dan kompetensi yang diujikan, dan
b. Kisi-kisi untuk menentukan bentuk soal yang soal yang sesuai dengan muatan materi dan
kompetensi.
Langkah-langkah penyusunan kisi-kisi untuk menentukan proporsi materi dan kompetensi adalah
sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi pokok-pokok materi yang akan diujikan dengan memberikan imbangan bobot
untuk masing-masing bahasan, contoh :
Pokok materi bobot
Konsep tauhid 20 %
Dimensi-dimensi tauhid 40 %
Hal-hal yang merusak tauhid 40 %
b. Mengidentifikasi ranah kognitif yang termuat dalam rumusan indikator dan memberikan imbangan
bobot untuk masing-masing tingkat ranah. Penentuan imbangan dilakukan bedasakan imbangan
(judgment) dari penyusun. Sebgai ramburambu yang perlu diperhatikan penyusun tes, bahwa
pencapaian tingkatan ranah kognitif hendaknya disesuaikan dangan jenjang pendidikan, misalnya
untuk jenjang sekolah dasar (SD) minimal sampai tingkat aplikasi, untuk SMP minimal sampai

8
tigkat analisis dan untuk SMA/SMK dan PTAI hendaknya sudah sampai tingkat evaluasi. Contoh
untuk mata pelajaran PAI diSMP :
Ranah kognitif bobot
Pengatahuan 20 %
Pemahaman 30 %
Aplikasi 30 %
Analisa 20 %
Sintesa 0%
Evaluasi 0%
c. Memasukan ranah dan pokok-pokok materi yang telah teridentifikasi ke dalam tabel spesifikasi
d. Memerinci banyaknya butir soal dalam setiap pokok materi dan ranah yang akan dicapai. Contoh :
jika akan disusun 10 butir tes aspek kognitif , maka penentuan jumlah butir soal masing-masing
kompetensi dengan cara :
Pengetahuan 20 % x 10 = 2 soal
Pemahaman 30 % x 10 = 3 soal
Aplikasi 30 % x 10 = 3 soal
Analisis 20 % x 10 = 2 soal
Sintesis 0 % x 10 = 0 soal
Evaluasi 0 % x 10 = 0 soal
Setelah diketahui jumlah soal masing-masing ranah memasukan pada tabel pada kolom paling
bawah.
Penentuan jumlah soal untuk masing-masing pokok materi dengan cara :
Konsep tauhid 20 % x 10 = 2 soal
Dimensi-dimensi tauhid 40 % x 10 = 4 soal
Hal-hal yang merusak Tauhid 40 % x 10 = 4 soal
Jumlah butir soal menurut pokok materi dimasukan tabel spesifikasi pada kolom paling kanan.
Lihat tabel berikut :

Kompetensi Pengetahuan Pemahama Aplikasi Analisis Sintesis Evaluasi Jml


materi 20 % n 30 % 20 % 0% 0% 100
30 % %

Konsep (a) 1 butir 1 butir (d) 2


tauhid 20 (b) (c)
%
Dimensi- 1 butir 1 butir 1 butir 1 butir 4
dimensi (e) (f) (g) (h)
tauhid 40
%
Hal-hal 1 butir 1 butir 1 butir 1 butir 4
yang (i) (j) (k) (l)
merusakan
9
tauhid 40
%
Jumlah 2 3 3 2 0 0 10
100 % but
ir

Untuk menentukan jumlah butir masing-masing sel dilakukan dengan cara :


Sel (a) 20 % x 20% x 10 soal = 0,4
Sel (b) 20 % x 30 % x 10 soal = 0,6 ( dibulatkan 1 soal )
Sel (c) 20 % x 30 % x 10 soal = 0,6 ( dibulatkan 1 soal )
Sel (d) 20 % x 20 % x 10 soal = 0,4
Sel (e) 40 % x 20 % x 10 soal = 0,8 ( dibulatkan 1 soal )
Sel (f) 40 % x 30 % x 10 soal = 1,2 ( dibulatkan 1 soal ), demikian seterusnya.
Dari 10 butir tersebut, untuk kognitif tingkat pengetahuan, pemahaman dan aplikasi dengan tes
objek pilihan ganda sebanyak 8 butir dan untuk tingkat kemampuan analisis dengan tes essay/uraian
sebanyak 2 butir.
Sedangkan untuk penyusunan kisi-kisi yang kedua hal-hal yang perlu dikemukakan adalah
kompetensi dasar, materi pokok, indikator, bentuk soal, dan nomor setiap soal. Contoh kisi-kisi nya
sebagai berikut :
No Kompetensi dasar Materi pokok Indikator Bentuk Nomor
soal soal
1 Siswa beriman Iman kepada  Menjelaskan Pilihan 10
kepada allah dan Allah pengertian ganda
memahami sifat- iman kepada
sifat nya Allah
 Menjelaskan
sifat-sifat Uraian 43
wajib dan terstruktur
mustahil bagi
Allah
2 Siswa mampu Shalat  Menjelaskan Pilihan 15
melakukan solat berjamaah pengertian, ganda
berjamaah hukum dan
syarat-syarat
shalat
berjamaah
 Menjelaskan Uraian 44
fungsi shalata terstruktur
berjamaan
dalam

10
kehidupan
3 Dst

4. Pemilihan bentuk tes

Pemilihan bentuk tes yang tepat didasarkan pada beberapa faktor seperti: tujuan tes, jumlah peserta tes,
waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes dan karakteristik mata
pelajaran yang diujikan (Depdiknas, 2004).

Bentuk tes objektif pilihan ganda, menjodohkan, isian dan bentuk tes banyak, waktu koreksi singkat,
dan cakupan materi yang diujikan banyak. Sedangkan tes dalam bentuk uraian digunakan bila evaluator
ingin mengukur penguasaan kemampuan tingkat tinggi testee (analisis, sintesis, atau evaluasi).
Disamping itu, tes bentuk uraian dipilih jika jumlah testee relatif sedikit dan waktu untuk koreksi relatif
longgar.

5. Panjang tes

Panjang tes dimaksudkan adalah jumlah soal yang akan diujikan dalam suatu ujian. Jumlah soal ini
ditentukan oleh waktu yang tersedia untuk melakukan ujian dengan memerhatikan bahan yang diujikan
dan tingkat kelelahan peserta tes (testee) (Depdiknas, 2004). Pada umumnya, tes ditingkat Madrasah
Aliyah dilakukan selama 60 menit sampai dengan 75 menit. Untuk tes bentuk pilihan ganda dengan
tingkat kesulitan rata-rata sedang, tiap butir soal uraian banyaknya butir soal tergantung pada
kompleksitas soal. Walau demikian, disarankan menggunkan lebih banyak soal dibandingkan hanya
beberapa soal agar kesahihan isi lebih banyak.

Ada tiga hal utama yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soal yang diujikan, yaitu: 1)
bobot masing-masing bagianyang telah ditentukan dalam kisi-kisi, 2) keandalan yang diinginkan, dan 3)
waktu yang tersedia ( Depdiknas, 2004). Bobot skor tiap soal bisa ditentukan sebelum tes digunakan,
yaitu berdasarkan tingkat kompleksitas atau kesulitannya, yang kompleks atau sulit diberi bobot lebih
tinggi dibanding dengan yang lebih mudah.

Jumlah soal yang diperlukan tiap jenis tes untuk suatu satuan waktu tertentuharus diperhitungkan
dengan tepat. Hal ini untuk menjaga agar waktu yang disediakan tidak kurang atau berlebih. Bagi guru
yang berpengalaman dapat menentukan jumlah soal dengan tepat.

B. Teknik Penyusunan Tes Hasil Belajar Kognitif


Tes untuk evaluasi hasil belajar kognitif baik disekolah maupun madrasah dari segi caranya dibedakan
menjadi dua macam pula yaitu tes objektif dan tes subjektif (uraian). Tes objektif terdiri dari beberapa
bentuk, yaitu tes model pilihan ganda (multiple choice item), tes isian singkat (completion test), tes
menjodohkan (matching test), tes benar-salah (true-false test). Tes uraian ada dua bentuk, yaitu tes uraian
terbatas (tes uraian objektif) dan tes uraian bebas.
11
1. Pilihan ganda (multiple choice item)
a. Pengertian tes pilihan ganda
Tes pilihan ganda adalah bentuk tes objektif yang terdiri atas pertanyaan atau pernyataan (stem) dan
diikuti sejumlah alternatif jawaban (option), tugas testee memilih alternatif jawaban yang paling
tepat. Kemungkinan jawaban tersebut dapat berupa kata, frasa, nama tempat, nama tokoh, lambang
atau kalimat yang sudah pasti. Dilihat dari segi rumusan kalimatnya, soal pilihan ganda dapat
berupa kalimat tanya atau kalimat pertanyaan yang tidak lengkap. Alternatif jawaban terdiri atas
jawaban benar yang merupakan kunci jawaban serta kemungkinan jawaban-jawaban salah yang
disebut pengecoh (distraktor). Alternatif jawaban ini beragam, ada yang menggunakan tiga
alternatif yang biasa nya digunakan disekolah tingkat dasar (SD/MI) kelas tingkat bawah ( 1-3 ), ada
yang menggunakan 4 alternatif yang biasanya digunakan ditingkat SMP/MTs, dan ada yang
menggunakan 5 alternatif pada tingkat SLTA dan perguruan tinggi
b. Kelebihan dan kelemahan tes pilihan ganda
Bentuk soal pilihan ganda merupakan salah satu soal yang sangat luas digunakan untuk mengukur
prestasi peserta didik baik pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan SLTP), pendidikan menengah
atas (SLTA), maupun perguruan tinggi. Bhakan bentuk soal ini juga digunakna pada bidang-bidang
diluar pendidikan seperti pada tes calon pegawai negeri sipil. Penggunaan secara luas soal bentuk
ini tidak terlepas dari kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Diantara kelebihan soal pilihan ganda
ini sebagai berikut :
1. Materi yang dapat diujikan relatif banyak dibandingkan materi yang dapat dicakup soal bentuk
lainnya. Jumlah soal yang ditanyakan umumnya relatif banyak
2. Dapat mengukur berbagai jenjang kognitif mulai dari ingatan sampai dengan evaluasi.
3. Pengoreksian dan penskoran mudah, cepat, lebih objektif dan dapat mencakup ruang lingkup
bahan dan materi yang luas dalam satu tes untuk suatu kelas atau jenjang.
4. Sangat tepat untuk ujian yang pesertanya sangat banyak sedangkan hasilnya harus segera
diketahui seperti pada ujian akhir nasional, ujian sekolah dasar atau ujuan masuk perguruan
tinggi negeri.
5. Reliabilitas soal pilihan ganda relatif lebih tinggi dibandingkan dengan soal uraian.

Adapun diantara beberapa kelemahan soal pilihan ganda adalah :

1. Peserta didik tidak mempunyai keleluasaan dalam menulis, mengorganisasikan, dan


mengekpresikan gagasan yang mereka miliki yang dituangkan dalam kata atau kalimatnya
sendiri.
2. Tidak cocok digunakan untuk mengukur kemampuan problem solving.
3. Kemungkinan untuk melakukan tebakan jawaban masih cukup besar. Dengan 4 alternatif
jawaban peserta tes memiliki kemungkinan menerka sebesar 25 %, dan dengan 5 alternatif
jawabna peserta tes memiliki kemungkinan menerka sebesar 20 %.
4. Penyususnan soal yang lebih sulit dan memerlukan waktu relatif lebih lama dibandingkan
dengan bentuk soal lainnya.
5. Sangat sukar menentukan alternatif jawaban yang benar-benar homogen, logis dan berfungsi.

12
c. Model-model tes pilihan ganda
Ada beberapa model soal pilihan ganda yang dapat digunakan dalam evaluasi hasil belajar, yaitu :
 Model pilihan ganda biasa
 Model assosiasi
 Model melengkapi berganda
 Model hubungan antar hal
 Model analisis kasus
 Model pemakaian diagram, grafik, peta atau gambar.
2. Tes bentuk jawaban singkat atau isian singkat
a. Pengertian
Tes jawaban singkat adalah bentuk tes yang berupa kalimat pertanyaan yang harus dijawab dengan
jawaban singkat atau kalimat perintah yang harus dikerjakan atau berupa kalimat pernyataan yang
belum selesai sehingga testee harus mengisikan kata untuk melengkapi kalimat tersebut. Bentuk tes
ini tepat digunakan untuk mengetahui tingkat ingatan/hafalan dan pemahaman peserta didik. Tes ini
juga dapat memuat jumlah materi yang banyak, namun tingkat berpikir yang diukur cenderung
rendah.
b. Kaidah penulisan tes jawaban singkat
Kaidah-kaidah utama penyusun soal bentuk ini adalah sebagai berikut :
 Rumusan butir soal harus sesuai dengan kemampuan (kompetensi dasar dan indikator)
 Jawaban yang benar hanya satu
 Rumusan kalimat soal harus komunikatif
 Rumusan soal harus menggunakan bahasa yang baik, kalimat singkat, dan jelas sehingga
mudah dipahami
 Jawaban yang dituntut oleh butir berupa kata, frase, angka, simbol, tahun, tempat, dan
sejenisnya harus singkat dan pasti.
 Rumusan butir soal tidak merupakan kalimat yang belum lengkap, bagian yang dikosongkan
(perlu diisi oleh testee) maksimud dua untuk satu kalimat soal.
 Titik-titik kosong sebagai tempat jawaban hendaknya diletakan pada akhir atau dekat akhir
kalimat daripada pada awal kalimat.
3. Tes menjodohkan
a. Pengertian
Tes bentuk menjodohkan atau memasangkan adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu seri
pertanyyan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai jawabnya yang
tercantum dalam seri jawaban. Pertanyaan biasanya diletakan pada lajur sebelah kiri atau atas dan
sering disebut pula dengan stimulus atau premis yang berupa kalimat atai frasa. Kelompok jawaban
diletakan pada lajur sebelah kanan atau bwah dan biasa pula disebut dengan respons yang dapat
berupa kata, bilangan, gambar atau simbol. Tugas testee ialah memilih pasangan yang tepat bagi
pernyataan yang ditulis pada stimulus yang terdapat pada lajur sebelah kiri atau atas dengan respons
yang terdapat pada lajur sebelah kanan atau bawah.

13
Tes bentuk menjodohkan ini tepat untuk mengukur kemampuan peserta didik yang sangat rendah,
yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana.
Kaidah-kaidah pokok penulisan tes jenis menjodohkan ini adalah sebagai berikut :
 Tulis lah petunjuk mengerjakan tes yang jelas dan mudah dipahami para testee
 Soal yangdiberikan kepada peserta didik hendaknya merupakan soal yang sesuai dengan
kompetensi/indikator yang terdapat dalam kurikulum
 Jumlah respon atau alternatif jawaban harus lebih banyak dibandingkan dengan
stimulus/premis, misalnya dilebihkan satu atau dua atau lebih. Hal ini sangat penting untuk
memperkecil kemungkinan testee menjawab benar soal dengan cara menebak
 Pernyataan yang lebih panjang hendak nya diletakkan pada stimulus (lajur sebelah kiri atau
atas) dan pernyataan yang lebih pendek diletakkan pada respns (lajur sebelah kanan atau
respons). Hal ini untuk menghindari agar peserta didik tidak mengalami kesulitan karena
harus menjodohkan bagian ynag pendek dengan bagian yang panjang
 Butir soal (stimulus) dan alternatif jawaban (respons) harus diletakan pada halaman yang
sama, khususnyauntuk penempatan stimulus diatas dan respons dibawah. Jika stimulus
diletakan pada halaman yang berbeda testee akan mengalami kesulitan dengan mengulag-
ngulang membuka halaman untuk mencocokan stimulus dan respons. Hal ini tentu akan
menyulitkan testee dan mengganggu konsentrasinya dalam menyelesaikan soalnya.
 Stimulus/premis yang terdapat pada sebelah kiri atau atas harus menggunakna angka (1, 2, 3,
dan seterusnya) sebagai nomor pada pernyataan butir soal, dan respon pada sebelah kanan
atau bawah menggunakan abjad (a, b, c, dan seterusnya)
 Pilihan jawaban yang berbentuk angka hendaknya disusun secara berurutab dan dari besar ke
kecil atau sebaliknya. Apabila alternatif jawabannya berupa tanggal dan tahun terjadinya
peristiwa, maka sebaiknya disusun secara kronologis.
 Kalimat butir soal hendaknya dirumuskan dengan menggunakan bahasa yang baik, serta
kalimat yang singkat dan jelas dan harus menggunakan bahsa yang sesuai dengan kaidah
bahasa indonesia (EYD). Soal juga harus menggunakan bahasa yang komunikatif, sehingga
mudah dimengerti dan tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat (bahasa lokal), jika
soal akan digunakan daerah lain atau nasional.
4. Tes uraian
a. Pengertian
Tes bentuk uraian merupakan alat evaluasi hasil belajar yang paling tua. Tes uraian disebut pula
dengan tes esai (essay test) atau tes subjektif. Dikatakan tes subjektif terutama terkait dengan proses
pemeriksaan dan pemberian skor dari tester (evaluator) yang relatif lebih bersifat subjektif jika
dibandingkan dengan pada tes objektif. Secara umum tes uraian ini memiliki karakteristik sebagai
berikut, pertama, tes uraian adalah tes yang berupa pertanyaan atau perintah yang jwabannya
menuntuk testee mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakan gagasan tersebut dalam bentuk tulisan. Perbedaan yang sangat jelas antara tes
objektif dan tes uraian (tes subjektif). Kedua, jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu
berkisar empat sampai dengan sepuluh butir. Ketiga, pada umumnya, butir-butir soal tes diawali
14
denga kata-kata : jelaskan, terngkan, uraikan, mengapa, bagaimana, dan kata-kata laian yang
menuntut testee memberikan uraian jawaban secara lebih luas.
Tes uraian dgunakan secara luas untuk bebagai macam keperluan antara lain digunakan sebagai
ulangan harian, ulangan umum, ataupun ulangan kenaikan kelas. Pada perguruan tinggi, biasanya
para dosen menggunakan bentuk uraian tes ini pada saat ujian tengah semester (UTS) atau ujian
akhir semester (UAS). Dari sisi kemampuan, tes uraian ini digunakan untuk mengukur kemampuan
yang tidak dapat diukur dengan bentuk tes objektif. Secra umum terdapat dua situasi diman guru
atau dosen untuk mengukur kemampuan yang sangat tinggi yang tidak efektif diukur dengan tes
bentuk objektif seperti kemampuan analisis, sintesis, maupun evaluasi. Kedua, tes uraian digunakan
jika guru ingin mengukur kemampuan menulis. Dalam contoh ini, guru biasanya mengukur
kemampuan testee untuk menulis beberapa kalimat sehingga terbentuk sebuah cerita. Kemampuan
yang diukur adalah kemampuan mengekpresikan gagasan dalam sebuah cerita yang meruntut dan
komunikatif.
b. Jenis tes uraian
Tes bentuk uraian ini ada dua macam, yaitu tes uraian terbatas atau uraian terstruktur dan tes uraian
bebas.
 Tes uraian terbatas, disebut pula dengan tes uraian terstruktur atau tes uraian objektif adalah
tes uraian yang sifat jawabannya dibatasi (sudah terarah) baik ditinjau dari segi materi
maupun jawabannya. Penskoran pada tes uraian terbatas cenderung lebih konsisten dan
objektif.
 Uraian bebas, yaitu bentuk tes uraian yang menghendaki jawaban yang terurai (jawaban
panjang). Tes uraian bebas ini bebas melalui tulisan atau karangan. Jadi testee memiliki
kebebasan mengemukakan jawaban melalui tuliasan. Benar tidaknya tulisan testee hanya
dapat diskor oleh guru yang benar-benar berpegalaman. Bentuk tes ini tepat digunakan
apabila bertujuan untuk :
1. Mengungkapkan pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat
diketahuai luas dan intensitasnya,
2. Megupas suatu masalah yang kemungkinan jawban beraneka ragam sehingga tidak ada
satu jawaban yang pasti
3. Mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalandari berbagai segi
atau dimensinya.

c. Pedoman tes uraian


Kaidah penyusunan untuk tes bentuk uraian secara umum adalah sebagai berikut :
 Soal harus sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang terdapat pada kurikulum.
Artinya, soal uraian harus menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai
dengan tuntutan kompetensi dasar dan indikator.
 Ruang lingkup berupa batasan pertanyaan dan jawaban harus jelas dan tegas

15
 Rumusan pertanyaan atau penyataan harus menggunakan kata-kata tanya atau kata pentih
yang menntut jawaban terurai seperti : “bandingkan ...”, “berikan alasan ...”, “jelaskan
mengapa ..”, “uraikan..”, “tafsirkan ...”, dan semacamnya yang menghendaki jawaban terurai
 Isi materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang dan jeni sekolah dan tingkat sekolah
 Rumusan pertanyaan jangan mengguakan kata yang tidak menuntut peserta didik untuk
menguraikan seperti : siapa, kapan, dimana, apakah , dan bila.
 Buatlah pedoman penskoran segera setelah soal uraian selesai ditulis. Pedoman penskoran
harus dibuat dengan cara menguraikan kriteria penskoran atau komponen yang akan dinilai
seperti rentang skor dan besarnya skor untuk setiap kriteria.
 Sesaat setelah butir-butir soal disusun, hendaknya segera drumuskan kunci jawabannya, atau
setidak-tidaknya disiapkan ancer-ancer jawaban betulnya
 Rumusan butir soal harus menggunakan bahasa indonesia yang baku dan bahsa yang
sederhanaserta komunikatif sehingga mudah dipahami oleh peserta didik. Penulis soal
jangan sampai menggunkan istilah atau kalimat yang bertele-tele tidak terfokus pada inti
permaslahan sehingga sukar dipaham oleh testee.

C. Teknik Non Tes untuk Hasil Belajar Kognitif


Ada beberapa teknik non tes yang dapat digunakan untuk mengealuasi hasil belajar kognitif yaitu
portofolio, proyek (penugasan), dan produk. Teknik non tes ini sifatnya untuk melengkapi teknik tes.
1. Penilaian portofolio
a. Pengertian
Salah satu prinsip hasil evaluasi belajar adalah dilaksanakan secara berkala dan
berkesinambunagan. Ini artiya bahwa evaluasi hasil belajar itu tidak boleh dipahami secara sempit
yang hanya menekankan pada evaluasi tahap akhir dari proses pembelajaran saja, tetapi hendaknya
mencakup keseluruhan proses sejak awal hingga akhi kegiatan pembelajaran. Disamping itu
evaluasi juga tidk boleh hanya menaksir sesuatu secara parsial, melainkan harus menaksir sesuatu
secara menyeluruh yang meliputi proses dan hasil pertumbuhan dan perkembangan wawasan,
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang capai oleh peserta didik. Dengan demikian, untuk
menetapkan peserta didik tidak lulus ujian itu bukan hanya dari hasil sesaat, misalnya hanya
diambil dari ujian akhir. Sebab, bisa saja terjadi seseorang yang yang pada saat ujian akhir sedang
terganggu kesehatannya, sehingga ia tidak dapat berkonsentrasi dalam menjawab soal-soal ujian,
dinyatakan gagal padahal dlam kesehariannya ia termasuk peserta didik yang pandai. Atau dapat
juga terjadi sebaliknya, karena mendapat kesempatan menyontek, seseorang dapat lulus ujian
padahal dalam kesehariannya ia termasuk peserta didik yang amat malas.
Menyadari adanya berbagai kelemahan pelaksanaan evaluasi yang dilakukan sesaat dan parsial
tersebut, dikembangkanlah sistem evaluasi yang lebih komprehensif yang mempertimbangkan
segala aspek dari peserta didik dan yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan.
Misalnya, untuk menentukan nilai rapor peserta didik, seorang guru menyimpulkan dari rata-rata
hasil ulangan harian, ulangan blok, ulangan umum, tugas-tugas terstruktur, catatan keseharian
perilaku peserta didik (anecdotal record), dan laporan kegiatan diluar sekolah/madrasah yang

16
menunjang kegiatan kegiatan belajar. Semua indikator proses dan hasil belajar peserta didik itu
tercatat dan terdokumentasi dalam suatu bundel yang dikenal dengan portofolio. Inilah kemudian
yang dikenal dengan model penilaian portofolio.
Menurut poulson, portofolio sebagai kumpulan pekerjaan sisiwa yang menunjukan usaha,
perkembangan dan kecakapan mereka dalam satu bidang atau lebih. Kemampuan ini harus
mencakup partisipasi siswa dalam seleksi isi, kriteria seleksi, kriteria penilaian dan bukti refleksi
diri. Menurut Grounlund portofolio mencakup berbagai contoh pekerjaan siswa yang tergantung
dengan keluasan tujuan. Apa yang harus tersurat, tergantung pada subjek dan tjuan penggunaan
portofolio. Contoh pekerjaan siswa ini memberikan dasar bagi pertimbangan kemajauan belajar
dan dapat dikomunikasikan pada siswa, orang tua, serta pihak laian yang berkepentingan. Dengan
demikian dapat dikatakan penilaian portofolio adalah kumpulan hasil karya seorang peserta didik
myang digunakan sebgai instrumen evaluasi untuk menilai kompetensi peserta didik. Kumpulan
hasil karya tersebut difokuskan kepada dokumen tenang kerja peserta didik sebagai bukti tentang
apa yang dapat dilakukan peserta didik (dijawab atau dipecahkan oleh mereka).
b. Indikator penilaian
Banyak sekali indikator yang dapat dipilih diantara nya yang dpat dianggap cukup penting yaitu :
 Hasil ulangan harian
 Ulangan blok
 Ulangan sumatif
 Tugas-tugas terstruktur
 Catatan perilaku peserta didik
 Hasil karya peserta didik
 Dan laporan aktifitas peserta didik diluar sekolah
2. Penilaian proyek
Penilaian proyek adalah penilaian pada kemampuan melakukan “scientific inquiry” yang dpat
memberikan informasi tentang kemampuan peserta didik mengaplikasikan pengatahuan dalam
merencanakan, mengorganisasi penyelidikan, bekerja sama, mengidentifikasi, mengumpulkan
informasi manganalisis dan menginterprestasikan serta mengkomunikasikan temuannya dalam bentuk
laporan tulisan.
Format penilaian proyek adalah sebagai berikut :

No Nama Aspek penilaian Jumlah Rata-rata


Proses Hasil
1 2 3 4 5 6 7

3. Penilaian produk

17
Penilaian terhadap hasil artikel/benda yang dihasilkan peserta didik pada periode tertentu. Berikut
adalah contoh instrumen penilaian yang dapat digunakan dalam menilai produk yang dihasilkan oleh
siswa.
Nama siswa : .............................
NIS : .............................
No Jenis Produk Aspek Penilaian Nilai Paraf guru
Kejelasan :
 Tersususn dengan
baik
 Tertulis dengan baik
 Mudah dipahami
Informasi :
 Akurat
 Memadai
 Penting
Jumlah
Rata-rata

Pedoman penskoran tes kognitif adalah :


a. Contoh pedoman penskoran soal bentuk pilihan ganda
1. Penskoran tanpa koreksi terhadap jawaban tebakan adalah satu untuk tiap butir yang dijawab benar.
B
Sehingga jumlah skor sesuai dengan banyak butir yang dijawab dengan benar. Skor = ×100
N

B = Banyak butir yang dijawab benar.


N = banyaknya butir soal
2. Penskoran dengan koreksi terhadap jawaban tebakan adalah :
Skor = [( B - S ) / N] x 100
P-1
B = Banyaknya butir soal yang dijawab benar
S = Banyaknya butir soal yang dijawab salah
P = Banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N = Banyaknya butir soal
b. Contoh pedoman penskoran soal uraian objektif
Indikator : Peserta didik dapat menghitung isi bangun ruang (balok) dan mengubah satuan ukurannya.
Soal : Sebuah bak mandi berbentuk balok berukuran panjang 150 cm, dan tinggi 75 cm. Berapa literkah isi
bak mandi tersebut? (untuk menjawab, tulislah langkah-langkahnya).
Langkah Kunci Jawaban Skor

18
1 Isi balok = Panjang x lebar x tinggi 1
2 = 150 cm x 80 cm x 75 cm 1
3 = 900.000 cm³ 1
4 Isi bak mandi dalam liter : 1
= 900.000 liter
1000
5 = 900 liter 1
Skor Maksimum 5

c. Contoh pedoman penskoran soal uraian non objektif


Indikator : Siswa-i dapat mendeskripsikan alasan warga negara Indonesia bangga menjadi bangsa
Indonesia.
Soal : Tulislah alasan-alasan yang membuat anda berbangga sebagai bangsa Indonesia!
Pedoman penskoran adalah : Jawaban boleh bermacam-macam, namun pokok jawaban tidak keluar dari
tema sebagai berikut :
Kriteria Jawaban Rentang
Skor
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia. 0-2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air Indonesia
0-2
(pemandangan alamnya, geografisnya, dll)
Kebanggaan yang berkaitan dengan keanekaragamanan budaya,
0-2
suku, adat istiadat tetapi tetap bersatu
Kebanggan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat
0-2
Indonesia
Skor maksimum 8

d. Pembobotan soal uraian


Pembobotan soal adalah pemberian bobot pada soal dengan cara membandingkannya dengan soal lain dalam
suatu perangkat tes yang sama. Bobot setiap soal ada dalam suatu perangkat tes, yang ditentukan dengan
a
karakteristik tertentu. Rumus untuk menghitung SBS (Skor Butir Soal) adalah : SBS = xc
b
a = Skor mentah yang diperoleh siswa-i untuk butir soal
b = Skor mentah maksimum soal
c = Bobot soal
Setelah memperoleh SBS, selanjutnya dapat menghitung total STP (Skor Total Peserta Didik), dengan
rumus sebagai berikut :
STP = ∑ SBS
Contoh 1 = Bobot soal sama dengan skala 0 sampai dengan 100
No Skor Skor Bobot Skor
Soal Mentah Mentah Soal Bobot

19
Perolehan Maksimum Soal
(a) (b) (c) (SBS)
01 30 60 20 10,00
02 20 40 30 15,00
03 10 20 30 15,00
04 20 20 20 20,00
Jumlah 80 140 100 60,00 (STP)

Contoh 2 = Bila STP ≠ Total Bobot Soal dan Skala 100


Skor Skor Skor
Bobot
No Mentah Mentah Bobot
Soal
Soal Perolehan Maksimum Soal
(a) (b) (c) (SBS)
01 30 60 20 10,00
02 40 40 30 30,00
03 20 20 30 30,00
04 10 20 20 10,00
Jumlah 100 140 100 10,00
(STP)

e. Pembobotan soal bentuk campuran


Soal bentuk campuran terdiri dari bentuk pilihan dan uraian. Pembobotan soal ditentukan oleh cakupan materi
dan kompleksitas jawaban, pada umumnya soal pilihan ganda berjumlah lebih banyak dan soal uraian lebih
sedikit namun nilainya lebih besar. Cara penilaiannya adalah :
 Skor pilihan ganda tanpa koreksi jawaban dugaan = (X/20) x 100 = 80.
 Skor bentuk uraian adalah = (X/40) x 100 = 50.
Skor akhir = 0,4 x (80) + 0,6 (50) = 62.

20
21
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penjelasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa sebagai berikut :
1. Langkah dalam menyusun instrumen evaluasi hasil belajar kognitif adalah sebagai berikut :
 Menetukan tujuan dan kawasan tes
 Menguraikan materi dan batasan perilaku yang akan diukur
 Penyususnan kisi-kisi
 Memilih bentuk test
 Menelaah soal test
 Melakukan uji coba test
 Menganalisis butir soal
 Memperbaiki test, dan
 Merakit tes
2. Teknik tes hasil belajar kognitif dibagi menjadi empat yaitu :
 Pilihan ganda
 Tes bentuk jawaban atau singkat
 Tes menjodohkan
 Tes uraian
3. Teknik non tes hasil belajar kogntif dibgai menjadi tiga, yaitu :
 Penilaian portofolio
 Penilaian proyek
 Penilaian produk

22
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsmi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Jihad, Asep dan Haris, Abdul. 2010. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta : Multi Pressindo.

Sukiman.2011.Pengambangan Sistem Evaluasi.Yogyakarta:Insan Madani.

23

Anda mungkin juga menyukai