Anda di halaman 1dari 24

BAB II

Dinamika Pers Islam di Hindia Belanda

A. Pers Nasional di Hindia Belanda

1. Munculnya Pers Nasional di Hindia Belanda

Pergolakan sosial, ekonomi serta politik di masa kolonial membuat

berkembangya dunia pergerakan nasional. Salah satunya melalui jurnalisme

(pers).1

Pada sejarah pers di Hindia Belanda terdapat penggolongan dalam tiga kategori,

yaitu pers nasional, pers kolonial, dan pers cina. Keadaan pers pada abad ke-19

hingga abad ke-20 menyesuaikan dengan “stratifikasi” yang terjadi di masyarakat.

Kemunculan kaum-kaum intelektual sebagai akibat dari kebijakan politik etis

menjadikan gerak perjuangan melawan kolonial berubah. Era sebelumnya ,

perlawanan terhadap kolonialisme ditunjukkan dengan murni konfrontasi fisik

yang berakhir dengan unggulnya kekuatan kolonial. Hingga pada

perkembangannya, terjadi transisi perubahan media perjuangan bagi kaum

Bumiputera.

1
Istilah jurnalisme dan pers pada dasarnya memiliki keterkaitan. Jurnalisme
merupakan istilah tentang pekerjaan menulis, mengedit, dan menerbitkan. Sedangkan
pers merupakan usaha percetakan, penerbitan dan penyiaran berita melalui surat
kabar, majalah, radio, dan sebagainya. Lihat Tim Penyusun Departemen Pendidikan
Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:Pusat Bahasa ,2008) hlm.649 dan 1166.
Sebelumnya, pers memunculkan suatu dampak tersendiri bagi semua

golongan. G.H.von Faber menilai positif dari kehadiran pers di Hindia Belanda.

Menurutnya:

“Besides affourding the resident the pleasure of being able to read all

the news, the object of the paper…. Was to publish all the acts of the

general interest,as also the condition of the finance and the employment

of the revenue, in order that each and everyone might be given the

opportunity to study the affairs, of the colony and acquaint himself with

the great changes that had been made in the administration and be

assured of the salutary intention and results of the same”.2

Bagi von Faber, kehadiran pers di Hindia Belanda memberikan ruang kepada

masyarakat untuk dapat membaca semua pemberitaan. Selain itu, pers dapat

memberitahukan semua tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan umum.Hal

tersebut dilakukan agar setiap orang dapat mempelajari urusan kaum

pemerintahan koloni dan perubahan besar yang telah dilakukan.

Kemunculan percetakan-percetakan kolonial sebagai tanda awal kemunculan

pers di Hindia Belanda. Meskipun pada faktanya, kemunculan mesin cetak tidak

berkaitan secara langsung dengan definisi pers secara komunikasi. Namun dengan

masuknya pengaruh mesin cetak ada keterkaitan secara erat dengan tujuan

2
von Faber, A Short History of Journalism in The Dutch East Indies (Sourabaya:G.Kolff
&Co.,1930) hlm.21.
memperbanyak jumlah media surat kabar Mayoritas pada alat cetak dikuasai oleh

orang Indo-Eropa dan Tionghoa.

Dalam sejarah pers di Hindia Belanda, terdapat babak penting. 3 Pertama,

terjadi pada tahun 1744 hingga 1854. Babak kedua terjadi pada tahun 1854 hingga

1907. Babak ketiga terjadi pada tahun 1907 hingga 1945.

a) Masa tahun 1744-1854

Masa tersebut merupakan masa mulainya pers Belanda (pers babak putih)

masuk ke HindiaBelanda dengan terbitnya Bataviasche Nouvelles pada

tahun 1744. Surat kabar tersebut menjadi paradigma bagi kehidupan surat

kabar di Hindia Belanda. Setelah terbitnya Bataviasche Nouvelles, mulai

bermunculan surat kabar Belanda, seperti Venduniwcus (surat kabar Berita

Lelangan tahun 1776) dan Bataviasche Courant (tahun 1828). Sejak saat

itu, surat kabar swasta mulai bermunculan, seperti Bataviasch

Advertienblad, Ned-Indisch Handelsblad, Soerabaia Courant, De

Locomotief, dan surat kabar lainnya.

b) Masa tahun 1854-1907

Pada masa ini, ditandai dengan kemunculan kebijakan Politik Etis dari

pemerintah kolonial. Masuknya persoalan negeri, baik politik,ekonomi,

sosial, dan sebagainya menjadikan pengaruh untuk memperoleh data

3
Tuufik Razen, Muhidin M. Dahlan,et al., Seabad Pers Kebangsaan (Jakarta:
IBOEKOE,2008). hlm.x.
yang sebelumnya hanya dipegang oleh pejabat kolonial. Solusi kemudian

hadir

Melalui pers. Pada babak kedua ini, pengusahaan pers tidak hanya

dikuasai oleh Belanda maupun Eriopa, melainkan Indo-Eropa dan

Tionghoa. Periode tersebut juga memberikan indikasi adanya surat kabar

berbahasa Melayu meskipun yang berbahasa Belanda masih

mendominasi.

c) Masa tahun 1907-1945

Masa ini ditandai dengan masifnya kemunculan surat kabar berbahasa

Melayu yang dikelola oleh Bumiputera. Masa yang bersamaan dengan

hadirnya pergerakan nasional dilandasi adanya perlawanan terhadap

penguasa. Tidak jarang pada periodesasi ini, kritik sosial serta berbau

radikal mendominasi dalam berbagai surat kabar Bumiputera. Hal

tersebut membuat kaum pribumi yang memiliki kekuatan secara

legitimasi dan ekonomi serta jiwa intelektual yang tinggi berkeinginan

untuk membuat badan perusahaan percetakan pers secara mandiri.

Keinginan tersebut juga semakin kuat dikarenakan adanya pergolakan

masyarakat yang masif, seperti kemiskinan, kebodohan, pembagian kelas

yang tajam yang disebabkan penetrasi kolonial, dan lain sebagainya.

Keresahan- keresahan tersebut kemudian menjadi kekuatan untuk

mendirikan badan usaha pers secara mandiri.


Dilihat dari sudut pandang sejarah, adanya pers telah membuat revolusi

komunikasi, antara lain mengubah pola komunikasi tradisional yang berupa oral

(lisan) sifatnya menjadi tertulis sehingga tidak berubah-ubah dalam proses


4
penerusannya. Kemunculan pers pribumi menciptakan konsep terbuka dalam

memperoleh komunikasi, terlepas dari status golongan sosial apapun. Hal tersebut

juga mengurangi adannya sistem hierarki serta monopolitis golongan. Kaum –kaum

intelektual muda berupaya membentuk kesadaran nasional yang tercipta sebuah

modernitas. Perjalanan pergerakan nasional yang tumbuh dari “embrio-embrio”

pendidikan kemudian mengenal dengan alat kelembagaanya, yaitu surat kabar.

Abad ke 20 dikenal dengan zaman kemajuan, yang berpengaruh dalam mode

pemikiran. Modernitas yang dibangun sejak kebijakan ‘Politik Etis” menimbulkan

suatu pengaruh bagi cari pandang masyarakat pribumi. Salah satu yang berdampak

besar adalah pesatnya surat kabar pribumi. Dari daftar yang disusun oleh B. Schrieke

( seorang penasihat pemerintah urusan bumiputra), terdapat kurang lebih sejumlah

107 surat kabar serta majalah yang terbit sekitar tahun 1920. 5 Penggolongan Surat

kabar tersebut digolongkan ke dalam benerapa corak yaitu nasional, liberal, radikal,

dan komunistis. Berdasarkan jumlah tersebut, terdapat surat kabar yang mulai terbit

di berbagai tempat, seperti di Weltevreden-Batavia (sejumlah 16 surat kabar),

4
Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan
Nasional Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme (Yogyakarta: Penerbit
Ombak,2014). hlm. 131
5
Abdurrachman Surjomihardjo, et al., Beberapa Segi Perkembangan Sejarah
Pers di Indonesia.(Jakarta: Penerbit Kompas.2002).hlm. 94.
Surakarta (sejumlah 7 surat kabar), Semarang (sejumlah 5 surat kabar), Surabaya

( sejumlah 5 surat kabar) dan beberapa wilayah lainnya.

2. Faktor-faktor berkembangnya pers nasional

a. Munculnya jurnalis atau tokoh pers

Budaya pers yang tumbuh juga disebabkan munculnya para jurnalis

bumiputera yang bekerja di penerbitan Eropa, Indo dan tionghoa. 6 Peran penerbitan

tersebut memberikan dampak yang signifikan bagi perkembangan pers nasional

Tokoh-tokoh seperti Tirto Adhi Soerjo, Mas Ngabehi Wahidin Soediro Hoesodo,

Tjokroaminoto, dan lain sebagainya yang termasuk dalam tokoh organisasi

pergerakan nasional juga ikut dalam pengembangan dunia pers di Hindia Belanda.

Akhir abad ke-19 ditandai dengan simbol api yang akan menyala bagi kaum

intelektual bumiputera . Hal tersebut dikarenakan maraknya gerakan rakyat yang

terbentuk melalui surat kabar, jurnal-jurnal, rapat-rapat, membentuk perserikatan, dan

lain-lain. Fenomena tersebut kemudian semakin mencolok pada permulaan abad ke-

20. Orientasi melawan penindasan dari bangsa Eropa menjadi senjata utama dalam

penerbitan pers nasional.

Memasuki akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, pengaruh pers dalam

kehidupan sosial masyarakat semakin menonjol. Dari keresahan tersebut, maka

muncul jurnalis- jurnalis Bumiputera yang berusaha menumbuhkan semangat

6
Takashi Shiraishi. Zaman bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926
(terjemahan Hilmar Farid). (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,1997) hlm.35.
pergerakan di Hindia Belanda. Pemilik perusahaan pers, baik Eropa maupun

Tionghoa merasa tertarik dengan para jurnalis Bumiputera. Beberapa contoh, seperti

Ki Padmosastro ditunjuk sebagai editor di suratkabar Djawi Kondho (Surakarta), Mas

Ngabehi Wahidin Soediro Hoesodo ditunjuk sebagai editor dari Retnodhumillah

(Yogyakarta), Tirto Adhi Soerjo sebagai editor Pembrita Betawi, serta Raden Mas

Koesoemo Oetojo sebagai editor Pewarta Prijaji 7 . Tjokroaminoto dengan surat kabar

Oetoesan Hindia pada tahun 1912 juga menjadi surat kabar yang diperhitungkan

dalam sejarah nasional Pers pribumi di Hindia Belanda.

Para jurnalis tersebut kemudian mendapat “angin segar” ketika memiliki

kekuasaan penuh atas terbitnya surat kabar. Konten atau muatan artikel yang

diarahkan kepada pemberitaan kebijakan kolonial yang merugikan publik atau

tulisan-tulisan yang memberikan kritik soal situasi sosial dan ekonomi yang muncul.

Situasi tersebut membuahkan respon yang gila terhadap situasi represif terhadap pers

terjadi. Hal tersebut kemudian terjadi penangkapan terhadap para jurnalis-jurnalis

Bumiputera.

Dalam kesempatan lainnya, pers pada abad ke-20 yang dikelola oleh jurnalis

Bumiputera juga mendapat perhatian khusus oleh pemerintah kolonial. Sebagai

contohnya, yaitu Medan Prijaji (surat kabar yang dikelola oleh Tirto Adi Soerjo).

Pembawaan surat kabar Medan Prijaji kenyataanya mampu menyita perhatian bagi

kalangan umum. Selain itu, kepemilikan usaha pers yang dikuasai oleh orang

7
Muhidin M.Dahlan, Raditya Iswara. Karya-Karya Lengkap Tirto Adhi
Soerjo: Pers Pergerakan dan Kebangsaan.
Bumiputera (salah satunya Tirto), mampu memberikan pengaruh yang besar. Dari

kesempatan tersebut, Tirto meraih relasi dengan orang penting di Belanda. 8

b. Pers pembawa suara organisasi

Kemasifan terbesar pers pribumi mencapai puncaknya ketika ditujukan untuk

membawa suara organisasi. Kedudukan pers menjadi lebih penting setelah berdirinya

organisasi-organisasi, seperti Boedi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij.

Kehadiran-kehadiran organisasi tersebut membawa pada perkembangan masyarakat

Bumiputra yang dituangkan melalui pemikiran.

Gambar.4
Surat Kabar yang berafiliasi dengan organisasi
Sumber :Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia

Pers di Hindia Belanda ( Indonesia) mencapai tahap baru. Tahap tersebut

diwarnai dengan keikutsertaan organisasi-organisasi pergerakan nasional dalam

Relasi yang didapatkannya adalah dengan Ir.HH.van Kol serta van Deventer. Lihat
8

Muhidin M.Dahlan, Raditya Iswara,op.cit., hlm. xx.


menerbitkan surat kabar. Hal tersebut dimaksudkan untuk media propaganda bagi

organisasi pergerakan. Perspalan-persoalan sosial menjadi tema utama dalam

beberapa penerbitan pers yang berafiliasi dengan organisasi, seperti persoalan

pendidikan, kesetaraan sosial, kemanusiaan, serta kebijakan pemerintah. Oleh karena

itu, dengan hadirnya topik-topik tersebut membuahkan ketertarikan bagi masyarakat,

terutama yang anti dengan kolonialisme.

Organisasi pergerakan kemudian memegang kendali dalam persuratkabaran di

Hindia Belanda. Api dalam pergerakan pers seolah-olah ikut meramaikan dan

menguasai dinamika pers Nasional waktu itu. Boedi Oetomo yang pada permulaan

abad ke-20 menggeliat sebagai organisasi pergerakan yang dibentuk pertama kali

oleh orang-orang Bumputera, menggunakan surat kabar sebagai media

propagandanya. Surat kabar yang memuat propaganda Boedi Oetomo adalah Darmo

Kondho yang terbit di Surakarta.9 Selain itu, Boedi Oetomo juga menggunakan surat

kabar lainnya seperti Boedi-Oetomo (nama yang sama dengan badan organisasi)

tahun 1920, serta Djawi Hisworo tahun 1909.

Siasat serupa dilakukan oleh Sarekat Islam (SI). Organisasi tersebut memiliki

corong sebagai saluran propaganda yaitu surat kabar. Surat kabar yang digunakan

adalah Sinar Djawa (yang kemudian berubah menjadi Sinar Hindia) serta Oetoesan

Hindia. Pada Sinar Djawa, digunakan untuk memuat informasi tentang pendidikan

kader yang dikonversikan menjadi formatur susunan keanggotaan Sarekat Islam.


9
Surat kabar tersebut pada awalnya dimiliki oleh orang cina, namun kemudian
diambil alih oleh Boedi Oetomo cabang Surakarta. Lihat Jumrah Jamil, et.al.,
Jurnalistik (Pasaman Barat: Azka Pustaka,2023) hlm.39.
Namun setelah pengelolaan redaksi diserahkan oleh Semaoen (seoang kader SI),

maka secara perlahan surat kabar Sinar Djawa mencapai tahap radikal. Mengikatnya

antara Sarekat Islam dengan persoalan sosial politik menjadi jalan perjuangan

organisasi. Hal tersebut yang mempengaruhi perjuangannya melalui surat kabar.

Latar belakang SI yang berasal dari pertikaian antara pedagang pribumi dengan

pedagang Tionhoa juga menjadi senjata Sarekat Islam untuk memasukkan ke dalam

tulisan atau artikel surat kabar.

Dengan tumbuhnya organisasi pergerakan nasional di Hindia Belanda,

membuat arus pers semakin kencang. Siasat tersebut bertahan hingga menjelang akhir

kekuasaan kolonial di Hindia Belanda (1942). Terdapat beberapa organisasi, seperti

Parindra, Gerindo, serta Muhammadiyah yang juga bergerak melalui penerbitan pers.

Namun tidak dapat dianggap mudahdengan situasi organisasi pergerakan yang

semakin masif maka mempengaruhi pengelolaan surat-surat kabar tersebut.

3. Dinamika Pers Nasional di Hindia Belanda

Fenomena pers pribumi tersebut kemudian menjadi pusat perhatian untuk

mengetahui persoalan politik, ekonomi, sosial bahkan agama.. Bahwasanya dengan

munculnya pers pribumi dapat menjadi ancaman bagi penguasa kolonial. Pembahasan

dalam surat kabar tidak jarang mengalami persdelict atau tindak pidana dalam dunia

pers. Tindak pidana tersebut yang membuat beberapa tokoh seperti Tirto Adhi Soerjo,

Douwes Dekker dan beberapa tokoh lainnya menjalani hukuman diasingkan oleh

pemerintah Hindia Belanda. Tidak hanya itu, pers lokal juga mendapat tantangan,
seperti yang dialami oleh Warna Warta yang dipimpin redaksi oleh

J.P.H.Pangemanan. ia sering diadili oleh pemerintah karena tulisan-tulisannya.

Keberadaan pers pribumi semakin masif seiring dengan hadirnya surat kabar

yang berhaluan radikal. Meskipun jumlahnya terbatas, namun tidak mengurangi daya

gencar dari politisasi terhadap masyarakat. Sifat radikal timbul dari surat kabar yang

moderat dikarenakan banyak memberikan komunikasi politik. Radikalnya surat kabar

pribumi lebih diwujudkan dengan sikap antikolonialisme dan antikapitalisme.

Pada tahun 1928, jumlah pers pribumi mengalami dinamika yang pelik.

Meskipun menurut Abdurrachman Surjomihardjo, keberadaan pers pribumi dapat

bersaing dengan surat kabar terbitan Belanda maupun Tionghoa 10

Gambar.2
Ikhtisar surat kabar di Indonesia tahun 1928
Sumber: buku Bebaerapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesi

10
Abdurrachman Surjomihardjo, et al., Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia.
(Jakarta: Penerbit Kompas.2002).hlm. 94.
Pada jumlah tersebut,terdapat perbedaan di antara kota-kota yang mengalami

pergerakan nasional melalui surat kabar. Ironisnya terdapat problema dalam

pengelolaan surat kabar. Belum adanya kesadaran secara keseluruhan dari masyarakat

pribumi yang kala itu masih “tersibukan” dengan budaya kolonial. Masih terbatasnya

pelanggan juga menjadi penyebab terhambatnya perkembangan pers Bumiputera.

B. Pers Islam di Hindia Belanda

1. Munculnya Peradaban Islam di Hindia Belanda

Islam masuk ke Indonesia bersamaan dengan menjelang berakhirnya

pengaruh hindu- budha. Pengaruh ekonomi, sosial politik membuat agama islam

mudah masuk di masyarakat. Agama islam yang telah tertanam kuat bahkan sejak

pada abad ke-15, telah menjadi media politik dengan munculnya berbagai kerajaan

islam di Indonesia. Maka, secara garis besar, islam telah menjadi bagian dari sejarah

nasional Idonesia yang tidak bisa dilepaskan.

Kemajuan islam juga tidak dapat dilepaskan dari apa yang disebut sebagai

peradaban.11 Istilah peradaban sering dikaitkan dengan kebudayaan, sehingga hal

tersebut memiliki pengaruh dalam perkembangan umat islam. Peradaban tersebut

secara angsung mempengaruhi kehidupan sosial di masyarakat. Salah satu peradaban

yang berpengaruh besar adalah peradaban islam di Timur Tengah. Bidang keilmuan

11
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara 1992).hlm 110.
yang banyak diadopsi oleh instrumen pendidikan islam di Indonesia yang bertahan

hingga saat ini.

Pengetahuan mengenai sejarah peradaban untuk mengetahui masa silam serta

dapat menjadi fakta di masa depan. Dalam sejarah peradaban islam, tidak hanya

bertumpu pada peristiwa, pelaku, waktu, serta tempat. Penyataan tersebut kemudian

dilengkapi dengan latar belakang sejarah kejadian dan dampak di waktu yang akan

datang. Terdapat keunikan dalam karakteristik peradaban islam, yaitu 12

a) Berasas Tauhid

Islam berpijak pada asas wahdaniyah atau esa yang mutlak dalam akidah.

Islam merupakan peradaban pertama yang menyerukan bahwa Tuhan itu esa dan

tidak mempunyai sekutu dalam kekuasaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa

islam menyatakan perang terhadap segala sesuatu yang tidak sesuai kaidah serta

yang bersekutu selain Tuhan. Maka dalam konteks kolonialisme dinilai sebagai

sesuatu yang harus diperangi.

b) Kosmopolitan

Dalam Al-Quran memiliki ciri-ciri sifat kesatuan jenis manusia, meskipun

berbda pada asal-usul, tempat, serta karakteristiknya. Peradaban islam tidak

mengenal nation yang terpecah-pecah. Beragam ciri dan karakter tidak

menghilangkan jati diri sebuah bangsa. Hal itu dapat dipelajari dari sejarah

12
Nurhayati,et.al., Muhammadiyah Konsep Wajah Islam Indonesia.
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2019).hlm.3.
pergerakan nasional yang membentuk sebuah kesatuan untuk melawan politik

kolonial.

c) Berasas pada moral

Islam mengajarkan pada prinsip moral dalam peradaban manusia. Pada

keuatamaanya, islam mengajarkan prinsip Rasulullah SAW yang berasaskan

pada aspek moral. Ajaran tersebut kemudian menjadi teladan bagi seluruh umat

muslim, salah satunya di Indonesia.

d) Menyatukan agama dengan negara

Islam memiliki perbedaan besar dengan pandangan sekuler. Perbedaan

tersebut terletak pada pandangan antara negara dan religiusitas. Kaum sekuler

menyatakan bahwa harus dipisahkan antara urusan negara dengan nilai

religiusitas di masyarakat.13 Hal tersebut berlawanan dengan pandangan islam

yang menyatukan antara urusan negara dengan nilai-nilai religiusitas.

Pandangan islam tersebut yang menjadi inspirator dalam merespons gejolak

politik dan sosial oleh kaum muslim di Nusantara sejak abad ke20.

e) Toleransi

Peradaban islam mencapai puncaknya pada tahap toleransi antar sesama.

Islam mencoba untuk berbuat baik dengan tidak memandang apa agama dan

latar belakangnya. Pada prinsipnya, islam juga memandang semua agama

13
Proses sekulerisasi dinilai sebagai suatu pengikisan sistematik dari praktik,
nilai, dan keyakinan keagamaan. Lihat Pippa Norris, Ronald Inglehart. Sekularisasi
Ditinjau Kembali : Agama dan Politik di Dunia Dewasa Ini (Terjemahan Zaim
Rofiqi). (Tangerang: Pustaka Alvabet, 2009). Hlm.5.
berdasar pengertian yang sama dan memperlakukan pemeluknya dengan ukuran

yang sejajar. 14

Peradaban tersebut yang membuat kedudukan islam semakin kuat . Islam

mendominasi pemahaman religiusitas di lingkungan masyarakat bahkan menjadi

isntrumental dalam pergerakan revolusioner.

Salah satu yang memperkuat peradaban islam di Nusantara adalah kedekatan

dengan lingkungan intelektual. Hal tersebut didukung oleh faktor tumbuhnya media

dan lembaga-lembaga pendidikan islam, seperti surau, langgar, pesantren dan

sebagainya. .Perkembangan ilmu pengetahuan juga menjadi memori kolektif umat

islam atas kemajuan peradaban islam pada era sebelumnya. Peradaban islam yang

dimaksud adalah masa Rasulullah SAW, masa khalifah Abu Bakar hingga Ali bin

Abi Thalib, serta pada Dinasti Umayyah hingga Dinasti Bani Abbasiyah.15

2. Dinamika Umat Islam di Hindia Belanda

Masuknya islam mendapat tantangan besar di Nusantara (Hindia

Belanda). Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan islam, baik

secara internal maupun eksternal. Secara internal, perkembangan islam di Nusantara

menyesuaikan dengan situasi dan kondisi wilayah. Meskipun islam telah memperkuat

pengaruhnya dalam waktu yang singkat serta dengan proses damai, namun

penyebaran ajaran murni tidak dapat dilakukan dengan sistem yang sama. Di

14

15
Abrari Syauqi, et,al., Sejarah Peradaban Islam. (Yogyakarta:Aswaja
Pressindo, 2016) hlm.11-60.
beberapa wilayah , islam dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan tradisi-tradisi yang

telah berabad-abad umurnya.16

Ada beberapa faktor yang dapat menjadi pendukung berkembangnya

dinamika islam di Hindia Belanda yaitu

a. Pengaruh Bangsa Eropa

Kedatangan bangsa Eropa mempengaruhi kebudayaan serta teologis

di Nusantara. Keberadaan islam mendapat penghalang dari Eropa yaitu

Portugis dan VOC (Belanda). Dua kekuatan tersebut menjadi faktor penting

dalam keterlibatan islam dalam perjuangan melawan barat. Portugis dengan

salah satu propagandanya yaitu ingin menyebarkan agama katolik di

Nusantara.17 Selain itu, VOC muncul sebagai pengancam dari barat. Kongsi

dagang Belanda tersebut secara perlahan menjadi kekuatan yang bahkan

menandingi kerajaan islam pada waktu itu. Keperkasaan VOC membuat

kerajaan islam mengalami kemunduran akibat kekalahan legitimasi politik

serta ekonomi. Pengaruh islam mengalami pasang surut lantaran dimamika

politik kerajaan islam semakin meradang seiring berjalannya waktu..

Dinamika islam kembali bertambah ketika kekuasaan berada di tangan

pemerintah kolonial Belanda. Usaha–usaha pemerintah kolonial ditunjukkan

16
Harry J. Benda. Bulan Sabit dan Matahari Terbit : Islam Indonesia Pada
Masa Pendudukan Jepang (terjemahan Daniel Dhakidae (Jakarta: Dunia Pustaka
Jaya.1980) hlm. 64.
17
A,K. Pringgodigdo.Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia (Jakarta : Dian
Rakyat,1950) hlm. 16-18.
untuk memperkuat legitimasinya atas negeri koloninya, termasuk di Nusantara

(Hindia Belanda).Kondisi semakin tenggelam akibat pemerintah kolonial

menerapkan kebijakannya yang membuat rakyat semakin sengsara, salah

satunya Tanam Paksa. Hal tersebut diperparah dengan terperosoknya ajaran

islam ke dalam hal mistis atau takhayul. Adanya situasi tersebut semakin

dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial untuk menekan rakyatnya. 18

b. Pertumbuhan Gerakan Modern Islam

Pada akhir abad 19, umat islam di Hindia Belanda mencapai titik

baru. Hal tersebut terjadi ketika bertumbuhnya gerakan modern islam,

terutama di bidang pendidikan dan sosial. Alasan utama dalam masifnya

gerakan tersebut adalah memajukan umat islam di Hindia Belanda serta ingin

bersaing dengan instrumen modern kolonial. Pendidikan dan sosial menjadi

poin utama dalam tujuan gerakan. Kedua bidang tersebut dinilai sebagai suatu

elemen paling lemah dalam menghadapi pengaruh asing.

Instrumen-instrumen yang digunakan oleh umat islam di Hindia Belanda

dalam meningkatkan kemajuan islam melalui sarana pendidikan islam dengan

modernisasi pengajaran. Ulama dan tokoh-tokoh terkemuka islam yang telah

mempelajari kajian islam di Timur Tengah, kemudian menyebarkan kajian

tersebut ke pengikut-pengikutnya. Maka, pengaruh tersebut kemudian meluas

18
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta:
LP3ES). hlm. 12.
hingga ke daerah-daerah. Pemahaman tersebut kemudian dimanfaatkan untuk

melakukan perlawanan terhadap hal-hal yang diluar fiqih dan sunnah.

Salah satu contoh kemajuan islam di Hindia Belanda adalah wilayah

Minangkabau. Dorongan perkembangan islam tumbuh ketika tiga ulama

setempat yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji Piobang, kembali dari ibadah

haji. Mereka melihat dan menyaksikan perkembangan gerakan pemikiran


19
islam dari dekat. Setelah melaksanakan ibadah haji, ketiganya kemudian

kembali dari Mekkah menuju ke Minangkabau. Dalam situasi Minangkabau

yang tenggelam akan kemungkaran dan kemusyrikan, ketiga ulama tersebut

kemudian melakukan pendekatan kepada tokoh utama di Minangkabau. Hal

tersebut kemudian mendapat hambatan dari kaum adat yang masih ingin

mempertahankan adat , maka terjadilah konflik besar yang dikenal sebagai

Perang Padri. 20

Selain itu, fenomena gerakan modern islam juga tumbuh dari pesantren. 21

Tumbuhnya pesantren ikut mempengaruhi pemikiran pergerakan islam di

Hindia Belanda. Menurut sumber, pesantren di Nusantara diketahui

19
Christine Dobbin, Islamic Revivalism in a Changin Peasant Economy
Central Sumatra 1784-1847 (London : Curzon,1983) hlm. 131.
20
Perang Padri merupakan konflik yang melibatkan antara kaum adat dengan
kaum revolusioner di Sumatra Barat. Konflik tersebut terjadi pada tahun 1803-1837.
21
Secara terminologis, sebelum proses penyebaran islam, sistem pesantren telah
digunakan secara umum oleh pengajaran agama Hindu. Kemudian setelah
penyebaran islam, diambil alih oleh islam dan menjadi pesantren. Lihat Karel
A.Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah (Jakarta:LP3ES,1994) hlm. 20.
keberadaanya setelah abad ke-16. Jumlah pesantren pun kemudian mencapai

tahap masif. Berdasarkan laporan dari Van den Berg, tahun 1885 terdapat

sejumlah 14.929 lembaga pesantren. 22

Adanya faktor-faktor tersebut yang kemudian menyebabkan islam mencapai

tahap puncak dalam pergerakan modern, yaitu melalui asosianis atau perkumpulan.

Bentuk tersebut didesain dengan mengikuti perkembangan politik di Hindia Belanda.

Masa Politik Etis menyebabkan fase pemikiran mulai berkembang. Orang-orang

terpelajar dari Bumiputera berpikir untuk menandingi politisasi kolonial dengan

membentuk sebuah organisasi. Hal tersebut memberikan isnpirasi oleh kaum

terpelajar islam di Hindia Belanda untuk melakukan hal yang sama.

Sarekat Islam (SI) dan Muhammadiyah menjadi corong utama dalam

pergerakan kaum islam di abad 20. Panggung politik yang semakin masif di abad

tersebut membuat jalur pergerakan islam ikut terbawa arus. Sarekat Islam yang

semula berfokus pada keresahan di bidang ekonomi dengan nama sebelumnya yaitu

Sarekat Dagang Islam (SDI) kemudian mencapai puncak pada panggung politik.

Adapun poineer yang menjadi tokoh utama adalah kaum terpelajar islam, seperti

Tjokroaminoto. Hal tersebut juga yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Sebagai

lembaga sosial keagamaan islam, hanya berfokus pada pengajaran serta kegiatan

sosial. Namun dengan siring berjalannya waktu, Muhammadiyah juga menjadi wajah

politik islam dalam menandingi politik kolonial di Hindia Belanda.

22
Mochtar Effendy, Ensiklopedia Agama dan Filsafat (Palembang : Universitas
Sriwijaya.2001) hlm. 492.
Adanya gerakan tersebut, membutuhkan waktu untuk mendapatkan dukungan

dari masyarakat, terutama kelas menengah. Seiring berjalannya waktu, masyarakat

bumiputera kemudian mengapresiasi pergerakan kedua organisasi tersebut. Hal

tersebut dibuktikan dengan semakin masifnya jumlah anggota yang bergabung

dengan kedua lembaga tersebut. Bahkan menurut A.K. Pringgodigdo, jumlah


23
keanggotaan Sarekat Islam di tahun 1919 mencapai 2 juta orang. Sedangkan

Muhammadiyah di tahun 1923 mencapai ribuan orang. 24

3. Pers islam di Hindia Belanda

Konteks pergerakan islam kemudian berkembang seiring dengan majunya

zaman. Pengetahuan yang semakin meluas membutuhkan media atau saluran untuk

menyebarluaskan informasi-informasi. Pemikiran-pemikiran kemudian mengarahkan

pada sebuah media yang dinamakan pers. Hal tersebut juga disebabkan oleh faktor

politis yang mayoritas memanfaatkan pers sebagai alat propaganda.

Pers islam dimulai dari penyebaran ajaran islam di Timur Tengah yang

kebanyakan menggunakan majalah ataupun surat kabar. Perkembangan pemikiran

islam yang semakin progresif menjadi faktor pendukung dalam tumbuhnya pers islam

di Nusantara. Bahkan setelah pengaruh kolonialisme masuk, pers islam semakin

23
A,K. Pringgodigdo.Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia (Jakarta:…..,19 50)
hlm. 16-18.
24
Verslag Moehammadijah tahun 1923.
masif dengan sendirinya. Maka pers islam menjadi salah satu sejarah pergerakan

nasional yang dapat diperhitungkan.

Contoh perkembangan pers islam terjadi di Sumatra Barat. Minangkabau

menjadi salah satu wilayah progresif islam di masa kolonial. Hal tersebut ditunjang

dengan para ulama setempat yang bepergian haji ke Tanah Suci Mekkah. Tokoh-

tokoh tersebut seperti Syaikh Ahmad Khatib, Syaikh Thaher Djalaluddin, Syaikh

Muhammad Djamil Djambek, Haji Abdul Karim Amrullah, serta Haji Abdullah

Ahmad.25 Ajaran-

ajaran islam yang didapat stelah menunaikan ibadah haji, juga dimuat dalam beberapa

majalah progresif, seperti majalah al ‘Urwat al Wutsqa,serta tafsir al-Manar. Media

progresif tersebut disebarkan melalui pengikut-pengikut dari tokoh-tokoh tersebut,

meskipun mendapat hambatan soal struktural adat.

Hadirnya media propaganda islam dari luar, menjadikan suatu inspirasi bagi

umat islam setempat. Hingga pada perkembangannya, muncul pers pembaharuan

milik umat islam di Hindia Belanda. Contoh pers pembaharuan islam tersebut adalah

Majalah Alam Minangkabau, dan majalah Al-Munir. 26 Dalam isi artikelnya, masing-

masing mengangkat yang bertemakan pengetahuan, peristiwa-peristiwa dunia

(terutama yang berkaitan dengan islam) serta persoalan agama lainnya. Propaganda

25
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta:
LP3ES). hlm. 40-46.

Moh.Rosyid, “ Membingkai Sejarah Pers Islam di Tengah Terpaan Era Digital”, At-
26

Tabsyir. Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, Vol.1, No. 1, 2013.


yang dilakukan oleh kedua pers pembaharuan tersebut adalah perlunya umat islam

mencapai kemajuan dan tidak ketinggalan dengan dunia barat.

Kemunculan pers tersebut juga dilakukan di wilayah lainnya, salah satunya di

Jawa. Dengan beragamnya tokoh jurnalis pers bumiputera di Hindia Belanda serta

masifnya organisasi pergerakan islam , mendukung populasi pers islam. Dimulai dari

hadirnya Sarekat Islam yang menggunakan peran surat kabar, seperti Oetoesan
27
Hindia, Hindia Serikat, Pantjaran Warta, serta Sinar Djawa. Keempat surat kabar

tersebut menjadi corong perjuangan Sarekat Islam (SI) di Hindia Belanda.

Muhammadiyah juga melakukan hal serupa. Organisasi tersebut pada abad 20

menerbitkan Suara Muhammadiyah, Pancaran Amal, Suara Aisyiyah, Adil dan Panji

Masyarakat. Propaganda yang dilakukan adalah terkait perkembangan Muhammdiyah

serta jalan organisasi Muhammadiyah di Hindia Belanda. Kiprah tokoh-tokoh

Muhamadiyah juga menarik dalam sejarah pers islam di Hindia Belanda, seperti

H.Fachroddin dengan kiprahnya di surat kabar Doenia Bergerak (1914), Medan

Moeslimin (1915), serta Bintang Islam.28 Beberapa surat kabar tersebut memiliki

propaganda islam secara revolusioner (radikal).

Media islam pun semakin bergejolak ketika mengulas mengenai persoalan

sosial keagamaan. Merebaknya penerbitan pers islam juga dikarenakan untuk

melawan Djawi Hisworo dengan umat islam bumiputera. 29 Hal tersebut dikarenakan
27
Lahyanto Nadhie, Media Massa dan Pasar Modal (Jakarta: Media Center,2018) hal.50
28
Ibid, hlm.52
29
Peristiwa tersebut berupa ujaran kebencian yang dilakukan oleh
surat kabar Djawi Hisworo dengan umat islam yang menyebut Nabi
terjadi penghinaan terhadap umat islam di Hindia Belanda. Dari hal tersebut, umat

islam semakin gencar dengan media penerbitannya untuk menguatkan kedudukan

islam di masa keterjajahan.

Muhammad SAW minum tjiu.. lihat Syamsul Bakri, Gerakan


Komunisme Islam Surakarta 1914-1942 (Yogyakarta: LKIS Pelangi
Aksara, 2015) hlm.25.

Anda mungkin juga menyukai