Nelly Febrianti
Nelly Febrianti
“ Pernikahan “
Dosen Pengampu : Nurhidayati,M.Psi
Nelly Febriyanti
JURUSAN PSIKOLOGI
ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM LUKMAN EDY
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT. Atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam proses pembuatan laporan ini baik pikiran
maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar laporan ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusun makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami meminta maaf jika terdapat kesalahan dan kekurangan atas ketidak sempurnaan makalah
ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB 1.........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................................7
1.3. Tujuan........................................................................................................................................7
BAB II........................................................................................................................................................8
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................8
2.1. Pengertian Pernikahan...................................................................................................................8
2.2. Tujuan Pernikahan.........................................................................................................................9
2.3. Dasar Hukum................................................................................................................................10
2.4. Konsep Khitbah............................................................................................................................11
2.5. Macam-macam Pernikahan.........................................................................................................11
BAB III.....................................................................................................................................................13
PENUTUP................................................................................................................................................13
3.1. Kesimpulan...................................................................................................................................13
3.2. Saran..............................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................14
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di
belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri merupakan proses bersatunya
dua orang insan manusia yang saling berkomitmen dan mengikat. Menurut Undang-Undang No. 1
tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Proses pernikahan biasanya berlangsung pada seseorang mulai melewati pada
tahapan remaja akhir sampai dewasa. Sebuah pernikahan akan menandakan mulai dewasanya
seseorang di mata lingkungannya. Pernikahan itu sendiri berawal dari sebuah hubungan dan cinta,
dan mulai adanya keinginan untuk mengikat atau berkomitmen. Harapan utama sebuah pernikahan
adalah meraih kebahagiaan. Dengan perasaan kasih sayang yang dimiliki oleh masing-masing
pasangan akan membuat sebuah hubungan harmonis yang nantinya akan berakhir dengan sebuah
kebahagiaan. Selain harapan akan kebahagiaan, dalam pernikahan juga terdapat berbagai harapan
lain seperti; meneruskan keturunan, membentuk keluarga harmonis, menjadikan pribadi yang lebih
baik.
Pernikahan yang membahagiakan ini pastinya akan menjadi dambaan semua orang. Karena
pernikahan adalah sebuah rancangan masa depan, bagaimana kita menjalani kehidupan di masa
mendatang. Salah satu dari fenomena pernikahan adalah menikah muda. Menikah muda yang
pelakunya adalah remaja yang masih berusia muda. Sedangkan usia muda adalah masa di mana
seseorang untuk berpetualang dan mengejar cita-citanya. Sebagian dari mereka sedang
semangatnya beraktifitas sosial dengan lingkungannya. Hal ini berbeda dengan keadaan pola pikir
sekarang. Dengan perkembangan jaman dan teknologi semakin maju. Pola pikir masyarakatpun ikut
berubah. Masyarakat mulai berfikir untuk kepentingan masa depan dan terbukanya pikiran untuk
meraih tujuan mereka. Pola pikir semacam ini juga merambat pada pandangan seseorang terhadap
pernikahan. Sebagian pada dari masyarakat kita mulai berfikir untuk menunda pernikahan karena
keinginan mengejar pendidikan dan karier. Seperti laporan Papalia(2009), sekarang ini di beberapa
negara-negara tertentu tren penundaan pernikahan mulai terlihat. Pada masa dewasa muda mereka
gunakan untuk mengejar pendidikan dan karier atau hanya menjelajahi hubungan. Bagi perempuan
cenderung akan menikah pada usia 25 tahun. Dan pada laki-laki dari usia 27 tahun. Akan tetapi bagi
remaja yang telah mengenal cinta, pergaulan bebas dan ekonomi, menikah muda adalah sebuah hal
yang bisa mereka lakukan di masa-masa aktif tersebut. Mereka lebih memilih menikah muda dengan
berbagai alasan. Fenomena ini sering terjadi pada negara-negara berkembang. Termasuk Indonesia
yang sebagian penduduknya melakukan nikah muda. Seringkali alasan menikah muda yang sering
ditemui adalah karena faktor kebudayaan, akibat pergaulan bebas, dan ekonomi. Jika pada
masyarakat pedesaan, menikah muda merupakan sebuah tradisi. Sedangkan pada masyarakat kota
menikah muda dilatar belakangi oleh faktor hamil di luar nikah atau yang sering disebut dengan
MBA (married by accident). Hadinoto (2010) Sebuah survei yang dilakukan oleh BKKN pada tahun
2010, perempuan muda di Indonesia dengan usia 10-14 tahun telah menikah sebanyak lebih dari
22.000. Jumlah dari perempuan muda berusia 15-19 yang menikah lebih besar jika dibandingkan
dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun. (http://bkkbn.go.id) Lebih lanjut, survei yang dilakukan
oleh BKKBN tersebut menghasilkan beberapa daerah yang memiliki banyak penduduk yang menikah
muda. Daerahdaerah tersebut seperti; Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Bangka Belitung, dan
Sulawesi Tengah. Dari provinsi-provinsi tersebut, sebagian besar penduduk yang menikah muda
berasal dari pedesaan. Faktor-faktor penyebab nikah muda dari daerah-daerah tersebut antara lain,
faktor pendidikan rendah, kebutuhan ekonomi, kultur budaya, dan pernikahan yang diatur. Selain
faktor kebudayaan, faktor lain yang mempengaruhi adalah akibat pergaulan bebas. Sehingga banyak
remaja yang hamil diluar nikah. Dan untuk itu mereka memutuskan untuk menikah muda. Seperti
yang ditulis oleh Dian Erika (2012) dalam http://www.solopos.com, permohonan dispensasi menikah
muda di Boyolali meningkat. Remaja putri yang berumur dibawah 16 tahun telah mengajukan
dispensasai menikah muda karena umur mereka tidak sesuai dengan syarat UndangUndang
Pernikahan. Mereka menikah karena remaja putri tersebut telah hamil di luar nikah.
Syarat perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 yang mengatakan :
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan
pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Pernikahan merupakan salah satu tugas
perkembangan manusia yang harus dilalui. Tugas perkembangan sendiri adalah segala sesuatu yang
harus dicapai oleh setiap individu pada suatu tahap perkembangan. Jika ada tugas perkembangan
pada tahapnya tidak terselesaikan pada waktunya maka akan menjadi penghambat perkembangan
pada tahap berikutnya, hal ini menjadikan kemampuan-kemampuan psikis kita tidak tumbuh secara
optimal. Menikah atau mempersiapkan diri untuk menikah merupakan salah satu tugas
perkembangan masa remaja akhir atau dewasa awal, yaitu usia antara 18-22 tahun.(Adhim, 2002).
Papalia & Olds (2009) mengemukakan, bagi perempuan usia terbaik untuk menikah adalah 19-25
tahun, sedangkan bagi laki-laki usia terbaik untuk menikah adalah 20-25 tahun. Pada usia ini
merupakan usia terbaik untuk menikah, serta untuk memulai kehidupan rumah tangga maupun
untuk mengasuh anak pertama. Kebahagiaan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam
menjalin hubungan. Kebahagiaan sebagai tolak ukur seseorang dalam sebuah hubungan apakah
merasa aman dan nyaman pada hubungan tersebut. Orang yang telah menikah cenderung akan
lebih bahagia daripada orang yang tidak menikah (Myers, dalam Papalia, 2009).
Laporan Papalia & olds (2009) menguatkan dalam penelitiannya bahwa di Amerika pernikahan
semakin tidak bahagia, akan tetapi dari individu yang menikah tetap jauh lebih bahagia
dibandingkan yang tidak menikah. Kebahagiaan sebagai gambaran keadaan atau situasi yang
mengandung nilainilai psikologis di dalam proses kehidupan. Bagi setiap manusia kebahagiaan dapat
menjadi sangat subjektif dan berbeda-beda. Dalam proses mencari dan memperoleh kebahagiaan,
manusia dituntut untuk lebih proaktif. Kebahagiaan milik semua manusia, baik pria maupun wanita.
Hubungan dekat adalah faktor-faktor yang paling menentukan dalam kebahagiaan. Keberhasilan
dalam pernikahan bergantung pada kebahagiaan salah satu pasangan, sensitivitas satu sama lain,
pemahaman terhadap perasaan satu sama lain, serta kemampuan dalam komunikasi dan mengatasi
masalah yang timbul. Suatu pernikahan akan bertahan dapat dilihat melalui usia menikah.
Faktorfaktor penting dalam mempertahankan pernikahan antara lain keuletan, kecocokan,
dukungan emosional, dan ekspektasi yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.(Papalia & Olds,
2009) Bagi sebagian orang yang memutuskan untuk menikah muda sebagai pilihannya akan lebih
mudah merasakan kebahagiaan. Pernikahan yang dijalaninya akan memberikan kesenangan. Hal ini
bisa dikarenakan menikah dengan orang yang dicintainya. Selain itu kehadiran seorang anak
merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan. Sebagian orang merasakan kebahagiaan saat
menikah muda karena merasa mendapat pengalaman atau tantangan untuk dijalaninya bersama
dengan pasangan yang dicintainya. Pasangan sumi istri ini akan bersenang-senang dengan statusnya
yang sudah resmi untuk menjalani kehidupan. Kebahagiaan yang dirasakan lebih banyak dialami
oleh wanita. Hal ini dikarenakan wanita lebih peka dan perhatian perasaannya. Dibandingkan
dengan pria yang tidak terlalu peduli dengan perasaan. Akan tetapi wanita juga lebih mudah
merasakan kesedihan atau ketidakbahagaan. Wanita yang peka dengan perasaannya akan lebih
mudah mengalami kesedihan. Pada pernikahan muda akan lebih rentan mengalami
ketidakbahagiaan. Hal ini dikarenakan pasangan suami istri yang masih muda, masih memiliki
kepribadian yang masih labil. Pada pria yang masih beradaptasi dengan status baru sebagai seorang
suami akan sulit meninggalkan kebiasaan atau sifat-sifat seperti sebelum menikah. Sedangkan pada
wanita juga akan mengalami kesulitan beradaptasi dengan status baru sebagai seorang istri dan ibu
baru. Mereka akan merasa kesulitan dalam beradaptasi menjalankan tugas-tugasnya sebagai
seorang istri dan ibu. Setelah mengerjakan tugas-tugasnya sebagai ibu rumah tangga ini, muncullah
keluhankeluhan yang dirasakan oleh wanita dan berakibat menghilangkan kebahagiaan yang
dirasakannya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ravanera & Rajulton (2007) menunjukkan
perubahan kesejahteraan ekonomi pada pernikahan muda. Dari hasil penelitian menunjukkan para
pelaku pernikahan muda di Kanada cenderung akan menurunkan kesejahteraan ekonomi. Hal ini
dipengaruhi oleh usia mereka yang muda dan kurangnya keterampilan yang didapat. Sehingga
pekerjaan yang dapat mereka lakukan terbatas. Dan ini berakibat pada kesejahteraan keluarga kecil
mereka. Menurut Ravanera & Rajulton perlu adanya penundaan waktu pernikahan untuk
menurunkan perubahan kesejahteraan ekonomi ini. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa
mereka yang menghabiskan waktu berada di sekolah menurunkan resiko menikah muda dan
menurunkan resiko perubahan kesejahteraan ekonomi yang lebih besar. Selain itu akibat
pernikahan muda ini kini marak terjadi perceraian pada pelakunya. Hal ini dilatar belakangi oleh
pribadi pelakunya sendiri. Pada usia yang masih muda mereka sudah melakukan pernikahan,
padahal usia mereka belum melewati usia kedewasaan. Usia yang belum matang membuat
psikologis mereka masih labil, sehingga ini mempengaruhi kehidupan pernikahan. Akan sering
terjadinya konflik dalam rumah tangga karena kurang dapat mengendalikan diri dan pemikiran
dewasa. Perasaan ketidakbahagiaan yang dirasakan saat pernikahan yang membuat pasangan
menikah memutuskan untuk bercerai. Perasaan yang tidak nyaman karena sering terjadi konflik dan
ego masingmasing yang membuat pasangan yang semakin lama semakin tidak dapat merasakan
kebahagiaan dan memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka. Beberapa daerah di Indonesia
masih banyak ditemui fenomena ini. Seperti di tulis oleh Yulianti (2012) dalam
http://news.detik.com. Angka perceraian di Jabar diakui Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Netty
Heryawan masih cukup tinggi. Salah satu penyebabnya yaitu, angka pernikahan di bawah umur yang
juga masih tinggi di Jabar. Sejak Maret 2010 sampai Juni 2012, ada sebanyak 278 wanita yang
berhasil dijemput oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
Jabar, di mana rata-rata mereka menikah pada usia yang terlalu dini, yaitu 13 tahun hingga 15
tahun. Berdasarkan data yang diberikan oleh Kamadi selaku Staff bagian Umum Pengadilan Agama
Boyolali bahwa di Kabupaten Boyolali pada tahun 2012 telah terjadi ± 1034 kasus gugat cerai
dengan berbagai alasan perceraian dan ± 30% diantaranya adalah kasus prceraian dengan akibat
pernikahan muda. Maraknya fenomena menikah muda dan perceraian dengan berbagai alasannya
ini muncul pertanyaan penelitian tentang dinamika psikologis kebahagiaan dan ketidakbahagiaan
yang dirasakan pada wanita yang menikah muda. Melihat dalam berbagai hal wanita yang sering
merasakan akibat atau dampak menikah muda. Kondisi psikologis wanita lebih sering dan mudah
terlihat. Seperti kondisi psikologis wanita yang menikah muda karena dorongan keluarga atau
dorongan ekonomi. Bagi wanita yang menikah karena dorongan keluarga atau “keterpaksaan” lebih
diperlukan persiapan mental matang untuk menghadapi kondisi pernikahan muda. Kondisikondisi
seperti ini mempengaruhi kelanjutan hubungannya dengan pasangannya. Dan berdampak pada
kualitas dan kepuasan hubungan. Sehingga terlihat keberhasilan pernikahan yang ditandai dengan
kebahagiaan itu sendiri. Begitu pula dengan banyaknya pernikahan muda yang berakhir dengan
perceraian yang menunjukkan kondisi ketidakbahagiaan saat menjalani pernikahan. Berdasarkan
uraian di atas maka penulis dapat merumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
“Bagaimanakah kebahagiaan dan ketidakbahagiaan yang dirasakan oleh para wanita yang menikah
muda?”, melihat banyaknya fenomena pernikahan yang dilakukan wanita muda dengan berbagai
alasan yang pada akhirnya mengalami perceraian. Kebahagiaan yang seharusnya dirasakan menjadi
berubah ketidakbahagiaan. Wanita yang menikah muda mengalami kegagalan dalam pernikahannya
yang dijalaninya dan mengakhirinya dengan perceraian. Dari permasalahan ini, peneliti memilih
judul “ Kebahagiaan dan Ketidakbahagiaan Pada Wanita Menikah Muda”.
1.3. Tujuan
2.Untuk mengetahui apa itu pernikahan
3.Untuk mengetahui dan memahami tujuan pernikahan
4.Untuk mengetahui dasar hukum dalam pernikahan
5.Untuk mengetahui dan memahami bagaimana bentuk konsep khitbah
6.Untuk mnegetahui serta memahami macam-macam dari pernikahan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pernikahan
Secara etimologis perkawinan dalam bahasa Arab berarti nikah atau zawaj. Kedua kata ini tang
terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyaj terdapat dalam Al-Qur’an dan
Hadis Nabi. AlNikah mempunyai arti Al-Wath’i, Al-Dhommu, Al-Tadakhul, Al-jam’u atau ibarat
‘an al-wath aqd yang berarti bersetubuh, hubungan badan, berkumpul, jima’ dan akad.
Perkataan nikah mengandung dua pengertian yaitu dalam arti yang sebenarnya (haqiqat) dan
arti kiasan (majaaz). Dalam pengertian yang sebenarnya kata nikah itu berarti berkumpul
sedangkan dalam arti kiasan berarti aqad atau mengadakan perjanjian kawin 38 . Beberapa ahli
hukum memberikan beragam pengertian atau definisi dari kata nikah, diantaranya seperti yang
di kemukakan oleh Soemiyati, yang merumuskan nikah itu merupakan perjanjian perikatan
antara seorang laki-laki dan seorang wanita. Perjanjian disini bukan sembarang perjanjian tapi
perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara seorang laki-laki dan seorang wanita. Suci
disini dilihat dari segi keagamaannya dari suatu perkawinan. Sementara itu Zahry Hamid menulis
sebagai berikut; yang dinamakan nikah menurut syara’ ialah akad (ijab kabul) antara wali dan
mempelai laki-laki dengan ucapan tertentu dan memenuhi rukun dan syaratnya. Dalam
pengertian luas, pernikahan atau perkawinan adalah “suatu ikatan lahir batin antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan.
Pernikahan atau perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan
kewajiban antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram. Allah SWT.
telah berfirman: ْ ِسُ ْط وا ِفى ال ُتْق ْ م َااَّلَ وِاْ نِ ْخ فُت ْ م َيَت نىَ وُثالَ ثَ وُ رَباَ ع َِفْانِ خفُت ْ ِ َ سآِ ءَ مثَ ماَ طاَ ب َل ُ ْك مِ مَ ن
1 َد ًة َاْ وا َف ُ ْ ِع دلْ وا َت َااَّلُ َت ُعْ ولِ لَ ك َاْ دنى َااَّل َذSS النَ مى َفْانِ كُ ْح وا اَ ماُن ُ ْك مْ يَ كْ ت َاَ مَل ْ وَ ماَ واِ حArtinya: “Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana
kamu mengawininya) maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian, jika kamu takut tidaka akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya” Kata “nikah” barasal dari Bahasa Arab كاَح ِ نyang merupakan masdar atau asal dari kata
kerja نكح. Sinonimnya تزوجkemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
perkawinan. Kata “nikah” telah dibukukan menjadi bahasa Indonesia. Oleh karena itu, secara
sosial, kata pernikahan dipergunakan dalam berbagai upacara perkawinan. Di samping itu, kata
“pernikahan” tampak lebih etis dan agamis dibandingkan dengan kata “ perwakinan”. Kata
“perkawinan” lebih cocok untuk makhluk selain manusia.2 Menurut Bahasa, nikah adalah
“menyatukan” dan “mengumpulkan”. Dikatakan, “Aku menyatukan pepohonan ketika pohon-
pohon itu condong, lalu masing-masing pohon tersebut bersatu. Arti nikah menurut syar’i
adalah sebuah akad (perjanjian) yang menyebabkan bolehnya setiap suami-istri mengecap
kenikmatan secara sah. Dinamakan demikian karena nikah dapat menyatukan dua orang
menjadi satu pasangan. Bangsa Arab menggunakan lafal nikah dengan makna akad (perjanjian
pernikahan), wath’i (persetubuhan), dan istimta’ (bersenang-senang). Akan tetapi, nikah secara
denotatif digunakan untuk akad, sedangkan untuk wath’i (persetubuhan) hanya digunakan
secara konotatif.3 Pernikahan menurut Undang-Undang perkawinan No. 1/1974, pasal 1 adalah:
ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhan Yang Maha
Esa.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah suatu akad
yang menghalalkan antara laki-laki dan perempuan dalam segala bentuk pergaulan yang asalnya
haram menjadi halal, mewujudkan hak dan kewajiban untuk membina rumah tangga. Islam
mensyariatkan pernikahan agar manusia saling menjalin hubungan, tolong-menolong, mencintai
satu sama lain, menghasilkan keturunan, hidup berdamping secara damai dan bahagia.
Perkawinan tidak hanya mengikatkan hubungan antara dua orang (suami istri), tetapi mengikat
keluarga besar suami dan juga keluarga besar istri.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah suatu
akad yang menghalalkan antara laki-laki dan perempuan dalam segala bentuk pergaulan yang
asalnya haram menjadi halal, mewujudkan hak dan kewajiban untuk membina rumah tangga.
Islam mensyariatkan pernikahan agar manusia saling menjalin hubungan, tolong-menolong,
mencintai satu sama lain, menghasilkan keturunan, hidup berdamping secara damai dan
bahagia. Perkawinan tidak hanya mengikatkan hubungan antara dua orang (suami istri), tetapi
mengikat keluarga besar suami dan juga keluarga besar istri.
3.2. Saran
Saran dari penulis adalah semoga materi tentang pernikahan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
II, B. A. Pengertian Perkawinan. KAJIAN YURIDIS PERKAWINAN SEMU SEBAGAI UPAYA UNTUK
MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN INDONESIA, 3.
Januario, R. A., Sj, F., & Thoriquddin, M. (2022). Hakikat dan Tujuan Pernikahan di Era Pra-Islam dan
Awal Islam. Jurnal Al-Ijtimaiyyah, 8(1), 1-18.
Mustakim, A. (2022). Konsep Khitbah dalam Islam. JAS MERAH: Jurnal Hukum dan Ahwal al-
Syakhsiyyah, 1(2), 27-47.
II, B. A. Pengertian Perkawinan. KAJIAN YURIDIS PERKAWINAN SEMU SEBAGAI UPAYA UNTUK
MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN INDONESIA, 3.
Santoso, S. (2016). Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam dan
Hukum Adat. YUDISIA: Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, 7(2), 412-434.