Tugas Individu. Makalah Asuhan Kebidanan Pada Kasus Kompleks. Fenti Novita
Tugas Individu. Makalah Asuhan Kebidanan Pada Kasus Kompleks. Fenti Novita
Mata Kuliah :
ASUHAN KEBIDANAN PADA KASUS KOMPLEKS
Dosen : DEWI FRANSISCA, M.Keb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah Asuhan Kebidanan Pada Kasus Komplek tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam juga semoga selalu tercurahkan kepada baginda
Rasulullah SAW, sang manajer sejati Islam yang selalu bercahaya dalam sejarah hingga
saat ini.
Penulisan makalah yang berjudul “Komplikasi Pada Persalinan Yang mumnya
Terjadi Pada Kasus Kompleks “dan bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan
Kebidanan Pada Kasus Komplek
Dalam pembuatan makalah ini tentu tak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing penulis selama ini. Tentunya makalah
ini, masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karna itu penulis senantiasa mengharapkan kritik
dan saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. AmiinYaa
Robbal‘Aalamiin.
Wassalamu’alaikum WarahmatullahiWabarakatuh
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................................2
C. Manfaat........................................................................................................................2
BAB II....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
A. INERSIA UTERI.........................................................................................................3
B. KETUBAN PECAH DINI (KPD)...............................................................................5
C. PREEKLAMSIA BERAT............................................................................................9
D. PLASENTA PREVIA................................................................................................13
E. RETENSIO PLASENTA...........................................................................................17
F. GAWAT JANIN........................................................................................................20
BAB III.................................................................................................................................23
PENUTUP............................................................................................................................23
A. KESIMPULAN..........................................................................................................23
B. SARAN......................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mordibitas dan Mortalitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar
di negara berkembang, Angka kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator
penting dari derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait gangguan selama kehamilan,
melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tampa
memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI,2021)
Data Word Health Organisation (WHO) menunjukkan 99% kematian ibu akibat
masalah persalinan atau kelahiran. Angka kematian yang tinggi umumnya disebabkan
oleh masih kuarngnya pengetahuan tentang sebab dan penanggulangan komplikasi
kehamilan, persalinan dan Nifas. Data WHO tahun 2008-2013, penyebab kematian ibu
berturut-turut adalah perdarahan (35%), Preeklamsi dan ekslamsi (18%), Penyebab
tidak langsung (18%), Karakteristik dan perilaku kesehatan ibu hamil (11%) , aborsi
dan keguguran (9%), Keracunan daran atau sebsis (8%) dan Emboli (1%).
Mengingat sekitar 90% kematian ibu terjadi disaat sekitar persalinan dan 95%
penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang sering tidk dapat diperkirakan
sebelumnya. Salah satu upaya pemerintah adalah dengan meningkatkan jangkauan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan melalui langkah strategis agar setiap
persalinan di tolong atau di dampingi oleh bidan dan pelayanan obstetri sedekat
mungkin kepada semua ibu hamil (Wiknjosastro, 2009).
Faktor-faktor penyebab kematian maternal merupakan suatu hal yang cukup
kompleks yang dapat dgolongkan pada sektor reproduksi, komplikasi obstetri,
pelayanan kesehatan dan sosial ekonomi. Adapun faktor-faktor lain terjadinya
komplikasi kehamilan yaitu faktor kekurangan gizi dan anemia, paritas tinggi, usia
melahirkan terlalu muda dan usia lanjut pada ibu hamil (Wiknjosastro,2008).
1
B. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Pada Kasus Kompleks
2. Mampu menjelaskan dan mengetahui tentang komplikasi pada persalinan yang
umum terjadi pada kasus komplek
3. Mampu menjelaskan dan mengetahui tentang cara penanganan komplikasi pada
persalinan yang umum terjadi pada kasus komplek
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah didapatkan di meja perkuliahan, terutama yang
berhubungan dengan komplikasi pada persalinan yang umum terjadi pada kasusu
komplek
2. Bagi Dosen
Dapat mengevaluasi kemampuan mahasiswa tentang komplikasi pada persalinan
yang umum terjadi pada kasusu komplek
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. INERSIA UTERI
1. Definisi Inersia Uteri
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin ke bawah. Insersia uteri
merupakan perpanjangan laten atau fase aktif atau kedua-duanya dari kala
pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan oleh servik yang belum
matang atau karena penggunaan analgetik yang terlalu dini. Pemanjangan fase
deselerasi ditemukan pada disproporsi sefalopervik atau kelainan anak. Perlu didasari
bahwa pemanjangan fase laten maupun fase aktif meninggikan kematian perinatal
(Manuaba, 2007)
Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim. ini
dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sevalopelvik
3
Uterus terlalu teregang misalnya hidramion atau kehamilan kembar atau
makrosomia
Inersia uteri sekunder, jika mula-mula his baik tetapi kemudian menjadi lemah
karena otot-otot rahim lelah akibat persalinan berlangsung lama (Inersia karena
kelelahan)
Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi, tandanya denyut nadi naik, suhu meinggi,
asetonuria, napas cepat, meteorismus, dan turgor berkurang
5. Diagnosa
6. Penanganan
4
Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan,
evaluasi kemajuan persalinan 12 jam, kemudian dengan periksa dalam. Jika
pembukaan kurang dari 3 cm. porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita
diistrahatkan, berikan sedativa sehingga pasien dapat tidur, mungkin masih
dalam “false labour”. Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada
kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his tanpa ada kemajuan persalinan,
ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus pitosin, perlu diingat bahwa
persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah agar
prognosis janin tetap baik.
Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera, dilakukan:
Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi Pitocin infuse.
Bila kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak ada
kemajuan, persalinan diakhiri dengan section cesarea.
Pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau cunam
dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut.
5
2. Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara, demam,
bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
3. Penyebab
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran
atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina
dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetrik.
Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya:
6
Trauma
Gemeli
Makrosomia
Hidramnion
Korioamnionitis
Penyakit Infeksi
Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
4. Diagnosis
Pastikan selaput ketuban pecah.
7
Cairan ketuban yang khas jika keluar cairan ketuban sedikitsedikit, tampung
cairan yang keluar dan nilai 1 jam kemudian.
Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin
atau meminta pasien batuk atau mengedan.
Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazintes), jika
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya cairan ketuban
(alkalis). pH normal dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban
adalah 7,1- 7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila
terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.
Tes Pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amniom dan
gambaran daun pakis.
Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38°C serta cairan
ketuban keruh dan berbau.
Tentukan adanya kontraksi yang teratur Periksa dalam dilakukan bila akan
dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan)
5. Penanganan
Konservatif
8
c) Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikan
antibiotika sama halnya jika terjadi amnionitosis.
d) Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu: Berikan antibiotika untuk
mengurangi morbiditas ibu dan janin.
f) Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada infeksi
maka berikan tokolitik, dexametason, dan induksi setelah 24 jam.
Aktif
a) Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin Bila gagal Seksio
Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25 mikrogram – 50 mikrogram
intravaginal tiap 6 jam max 4 kali.
b) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri.
c) Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut:
Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°C,
dengan pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban.
C. PREEKLAMSIA BERAT
1. Definisi
9
Pre-ekalamsia berat adalah ibu hamil yang menderita hipertensi (> 160/110
mmhg) disertai protein uria (+++) sampai ++++), oedema atau kedua-keduanya,
umumnya muncul saat kehamilan minggu ke-20 hingga 24 jam post partum
(Wiknjosastro, 2010).
2. Penyebab
10
Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat – desakan sistolik ≥ 160 mm/Hg
dan desakan diastolik ≥ 90 mm/Hg.
Gangguan otak dan visus perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata dan
pandangan kabur.
4. Komplikasi
Komplikasi ibu :
11
a) Dapat menimbulkan sianosis
e) Perdarahan
a) Asfiksia mendadak
b) Solusio plasenta
c) Persalinan prematuritas
5. Penanganan
Penanganan penderita pre-eklamsia berat, yang masuk rumah sakit segera harus
diberi sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Apabila
sesudah 12– 24 jam bahaya akut dapat diatasi, dapat dipikirkan cara yang terbaik
untuk menghentikan kehamilan. Tindakan ini perlu untuk mencegah terjadinya
eklamsia. Penanganan penderita diusahakan:
12
valium 3 x 20 mgr), untuk menghindari kejang diberikan magnesium sulfat
(inisial dosis 8 gr IM, dosis ikutan 4 gr/6 jam, observasi pernapasan tidak
kurang 16 x/mnt, refleks patella positif dan urine tidak kurang dari 600 cc/24
jam, valium (inisial dosis 20 mgr IV, dosis ikutan 20 mgr/drip 20 tetes /mnt,
dosis maksimal 120 mgr/24 jam), kombinasi pengobatan (pethidine 50 mgr
IM, klorpromasin 50 mgr Im dan dfiazepam /valium 20 mgr IM) dan bila
terjadi oliguria diberikan glukosa 40 % IV untuk menarik cairan dari jaringan
sehingga dapat merangsang diuresis (Wiknjosastro, 2008).
6. Pencegahan
D. PLASENTA PREVIA
1. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim
ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta
tersebut bermigrasi (Wiknjosastro, 2008).
2. Penyebab
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah
13
diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua
di daerah segmen bawah Rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain
mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang
tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritis tinggi,
usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan
sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium
yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa.
Hipoksemia akibat karbonmonoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta
menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti
pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bias menyebabkan pertumbuhan
plasenta melebar kesegmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum (Sakala, 2007).
Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum.
Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2
cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak
normal.
4. Komplikasi
Kematian janin karena hipoksia
Infeksi
14
Laserasi serviks
Plasenta akreta
Prematuritas
Prolaps plasenta
5. Diagnosa
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai ternyata dugaan itu salah. Penentuan jenis
plasenta previa dapat dilakukan dengan USG dan pemeriksaan dalam atau spekulum
di kamar operasi (Gibbs, 2008).
Anamnesis
Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila
persentasi kepala, biasanya kepalanya masih melayang di atas pintu atas panggul
atau mengolak ke samping, dan sukar di dorong ke dalam pintu atas panggul.
Tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seperti letak lintang atau letak
sungsang (Gibbs, 2008).
Pemeriksaan in spekulo
15
vulva dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostiumuteri eksternum,
adanya plasenta previa harus dicurigai (Gibbs, 2008).
Perabaan formises
Pemeriksaan Ultrasonogrfi
Metode penentuan lokasi plasenta yang paling sederhana, tepat, dan aman
adalah sonografi, yang dapat menentukan lokasi plasenta dengan tingkat
keakuratan sampai 98% (Cunningham, 2010).
6. Penanganan
Semua pasien dengan perdarahan pervaginam pada kehamilan trimester ketiga,
dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena
pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau tranfusi darah (Wiknjosastro, 2009).
16
Keadaan umum pasien, kadar Hb.
E. RETENSIO PLASENTA
1. Definisi
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahriran plasenta selama setengah jam
setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual
retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya
perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat
terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu
bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala
dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi
tinggi fundus tidak berkurang (Wiknjosastro, 2008).
Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir.
Plasenta mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh seviks, terlepas sebagian, secara
patologis melekat (plasenta akreta, inkreta, percreta)
2. Penyebab
Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting),
dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya
(plasenta membranacea, plasenta anularis), dan ukurannya (palsenta yang sangat
kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
17
putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada yaitu plasenta atau
sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan
segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tetapi
tinggi fundus tidak berkurang. Disebabkan oleh :
Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
4. Komplikasi
Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit pelepasan hingga
kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak
menutup.
18
Infeksi
5. Penanganan
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang di
ambil.
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta
tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual palsenta
secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan.
19
Berikan antibiotika profilaksis (ampisislin 2 g IV / oral + metronidazole 1 g
supositoria/oral).
Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.
F. GAWAT JANIN
1. Definisi
Gawat janin adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin (kadar
oksigen yang rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada
antepartum maupun intrapartum (Wiknjosastro, 2008)
2. Penyebab
Kontraksi
b) Penggunaan oksitosin
c) Uterus yang hipertonik (otot-otot menjadi terlalu tegang dan tidak dapat
berkontraksi ritmis dengan benar)
Infeksi
a) Perdarahan
b) Abrupsi plasenta
d) Hipotensi
Bila tekanan darah ibu menurun selama persalinan, jumlah aliran darah ke fetus
akan berkurang. Hipotensi dapat disebabkan oleh anestesi epidural dan posisi
20
supine. Hal tersebut terjadi karena adanya pengurangan jumlah aliran darah dari
vena cava ke jantung
f) Kelahiran multiple
h) Distosia bahu
i) Penyebab yang paling utama dari gawat janin dalam masa antepartum adalah
insufisiensi uteroplasental.
3. Gejala Klinik
Tanda-tanda gawat janin:
Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala
4. Penatalaksanaan
Reposisi pasien ke sisi kiri
Jika penyebab ibu tidak ada tetapi denyut jantung tetap abnormal minimal 3
kontraksi, lakukan pemeriksaan vaginal :
21
Bila tali pusat di bawah bagian yang terendah, atau ada di vagina, tangani
sesuai dengan penanganan tali pusat prolapse
Jika denyut jantung abnormal menetap atau ada tanda tambahan gawat janin,
rencanakan persalinan:
Jika serviks terdilatasi penuh dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di atas
simfisis pubis atau ujung tulang terendah dari kepala pada stasion 0, lahirkan
dengan ekstraksi vakum atau forsep.
Jika serviks tidak terdilatasi penuh atau kepala janin lebih dari 1/5 di atas
simfisi pubis atau ujung tulang terendah dari kepala di atas stasion 0, lahirkan
dengan seksio sesarea.
22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mordibitas dan Mortalitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar
di negara berkembang, Angka kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator
penting dari derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait gangguan selama kehamilan,
melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tampa memperhitungkan
lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.
Kematian ibu di Indonesia, seperti halnya dengan negara lain disebabkan karena
perdarahan, infeksi dan eklamsi (Kemenkes RI, 2013). Tahun 1999-2009 preeklamsi
menjadi penyebab utama kematian ibu yaitu 2 52,9%, diikuti perdarahan 26,5% dan
infeksi 14,7% (Indrianto, 2009). Selain itu penyebab kematian ibu secara tidak langsung
antara lain ganguan kehamilan seperti kurang energi protein (KEP), Kurang Energi
Kronis (KEK) dan Anemia (Depkes RI, 2013).
23
B. SARAN
Penulis menyadari makalah kami jauh dari kata sempurna, maka dari itu bagi pembaca
yang mempunyai kritik dan saran yang bersifat membangun kesempurnaan makalah ini
sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
2. Anasari, 2012. Identifikasi Kejadian Inersia Uteri pada Ibu Bersalin di RS Sarjito
Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah, Poltekkes, Yogyakarta.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. 2010. William Obstetrics 23nd ed Vol.2.
Jakarta: EGC.
6. Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI.
24