Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KOMPLIKASI PADA PERSALINAN YANG UMUMNYA TERJADI


PADA KASUS KOMPLEKS

Mata Kuliah :
ASUHAN KEBIDANAN PADA KASUS KOMPLEKS
Dosen : DEWI FRANSISCA, M.Keb

Disusun Oleh : FENTI NOVITA (2007049)

PROGRAM STUDI S1KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SYEDZA SAINTIKA
PADANG 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah Asuhan Kebidanan Pada Kasus Komplek tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam juga semoga selalu tercurahkan kepada baginda
Rasulullah SAW, sang manajer sejati Islam yang selalu bercahaya dalam sejarah hingga
saat ini.
Penulisan makalah yang berjudul “Komplikasi Pada Persalinan Yang mumnya
Terjadi Pada Kasus Kompleks “dan bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan
Kebidanan Pada Kasus Komplek
Dalam pembuatan makalah ini tentu tak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing penulis selama ini. Tentunya makalah
ini, masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karna itu penulis senantiasa mengharapkan kritik
dan saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. AmiinYaa
Robbal‘Aalamiin.

Wassalamu’alaikum WarahmatullahiWabarakatuh

Kerinci, Agustus 2021

Fenti Novita (2007049)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................................2
C. Manfaat........................................................................................................................2
BAB II....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
A. INERSIA UTERI.........................................................................................................3
B. KETUBAN PECAH DINI (KPD)...............................................................................5
C. PREEKLAMSIA BERAT............................................................................................9
D. PLASENTA PREVIA................................................................................................13
E. RETENSIO PLASENTA...........................................................................................17
F. GAWAT JANIN........................................................................................................20
BAB III.................................................................................................................................23
PENUTUP............................................................................................................................23
A. KESIMPULAN..........................................................................................................23
B. SARAN......................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mordibitas dan Mortalitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar
di negara berkembang, Angka kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator
penting dari derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait gangguan selama kehamilan,
melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tampa
memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI,2021)
Data Word Health Organisation (WHO) menunjukkan 99% kematian ibu akibat
masalah persalinan atau kelahiran. Angka kematian yang tinggi umumnya disebabkan
oleh masih kuarngnya pengetahuan tentang sebab dan penanggulangan komplikasi
kehamilan, persalinan dan Nifas. Data WHO tahun 2008-2013, penyebab kematian ibu
berturut-turut adalah perdarahan (35%), Preeklamsi dan ekslamsi (18%), Penyebab
tidak langsung (18%), Karakteristik dan perilaku kesehatan ibu hamil (11%) , aborsi
dan keguguran (9%), Keracunan daran atau sebsis (8%) dan Emboli (1%).
Mengingat sekitar 90% kematian ibu terjadi disaat sekitar persalinan dan 95%
penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang sering tidk dapat diperkirakan
sebelumnya. Salah satu upaya pemerintah adalah dengan meningkatkan jangkauan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan melalui langkah strategis agar setiap
persalinan di tolong atau di dampingi oleh bidan dan pelayanan obstetri sedekat
mungkin kepada semua ibu hamil (Wiknjosastro, 2009).
Faktor-faktor penyebab kematian maternal merupakan suatu hal yang cukup
kompleks yang dapat dgolongkan pada sektor reproduksi, komplikasi obstetri,
pelayanan kesehatan dan sosial ekonomi. Adapun faktor-faktor lain terjadinya
komplikasi kehamilan yaitu faktor kekurangan gizi dan anemia, paritas tinggi, usia
melahirkan terlalu muda dan usia lanjut pada ibu hamil (Wiknjosastro,2008).

1
B. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Pada Kasus Kompleks
2. Mampu menjelaskan dan mengetahui tentang komplikasi pada persalinan yang
umum terjadi pada kasus komplek
3. Mampu menjelaskan dan mengetahui tentang cara penanganan komplikasi pada
persalinan yang umum terjadi pada kasus komplek

C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah didapatkan di meja perkuliahan, terutama yang
berhubungan dengan komplikasi pada persalinan yang umum terjadi pada kasusu
komplek
2. Bagi Dosen
Dapat mengevaluasi kemampuan mahasiswa tentang komplikasi pada persalinan
yang umum terjadi pada kasusu komplek

2
BAB II
PEMBAHASAN

KOMPLIKASI PADA PERSALINAN YANG UMUMNYA TERJADI PADA


KASUS KOMPLEKS

A. INERSIA UTERI
1. Definisi Inersia Uteri

Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin ke bawah. Insersia uteri
merupakan perpanjangan laten atau fase aktif atau kedua-duanya dari kala
pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan oleh servik yang belum
matang atau karena penggunaan analgetik yang terlalu dini. Pemanjangan fase
deselerasi ditemukan pada disproporsi sefalopervik atau kelainan anak. Perlu didasari
bahwa pemanjangan fase laten maupun fase aktif meninggikan kematian perinatal
(Manuaba, 2007)

2. Penyebab Inersia Uteri

Penggunaan analgeik terlalu cepat, kesempitan panggul, letak defleksi, kelainan


posisi, regangan dinding rahim (Hidramion, kehamilan ganda) dan perasaan takut dari
ibu. Sebab-sebab Inersia uteri adalah :

 Kelainan his sering dijumpai pada primipara

 Faktor herediter, emosi dan ketakutan

 Salah pimpinan persalinan dan obat-obat penenang

 Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim. ini
dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sevalopelvik

 Kelainan uterus, misalnya uterus bikomis unikolis

 Kehamilan postmatur (Postdatism)

 Penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia

3
 Uterus terlalu teregang misalnya hidramion atau kehamilan kembar atau
makrosomia

3. Pembagian Inersia Uteri

 Inersia uteri primer, jika his lemah dari awal persalinan

 Inersia uteri sekunder, jika mula-mula his baik tetapi kemudian menjadi lemah
karena otot-otot rahim lelah akibat persalinan berlangsung lama (Inersia karena
kelelahan)

4. Komplikasi Yang Mungkin Terjadi

Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan


akibat-akibat terhadap ibu dan janin (infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi, dll)

 Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan

 Kemungkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian perinatal

 Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi, tandanya denyut nadi naik, suhu meinggi,
asetonuria, napas cepat, meteorismus, dan turgor berkurang

5. Diagnosa

Untuk mendiagnosa inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan


yang teliti terhadap persalinan. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri cukup untuk
membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan
ini diperlukan kenyataan bahwa sebagao akbat kontraksi itu terjadi. Pada fase laten
diagnosis akan lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat
dan lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah

6. Penanganan

 Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus


diperhatikan

 Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan dan dijelaskan tentang


kemungkinan-kemungkinan yang ada

4
 Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan,
evaluasi kemajuan persalinan 12 jam, kemudian dengan periksa dalam. Jika
pembukaan kurang dari 3 cm. porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita
diistrahatkan, berikan sedativa sehingga pasien dapat tidur, mungkin masih
dalam “false labour”. Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada
kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his tanpa ada kemajuan persalinan,
ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus pitosin, perlu diingat bahwa
persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah agar
prognosis janin tetap baik.

 Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera, dilakukan:

 Penilaian cermat apakah ada disproporsi sevalopelvik dengan pelvimentri


klinik atau radiologi. Bila CPD maka persalinan segera diakhiri dengan sectio
cesarean.

 Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi Pitocin infuse.

 Bila kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak ada
kemajuan, persalinan diakhiri dengan section cesarea.

 Pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau cunam
dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut.

B. KETUBAN PECAH DINI (KPD)


1. Definisi
Ketuban Pecah Dini adalah rupturnya membrane ketuban sebelum persalinan
berlangsung (Manuaba, 2010). Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai
pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD
sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi
lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.

5
2. Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara, demam,
bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

3. Penyebab
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran
atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina
dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetrik.
Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:

 Inkompetensi serviks (leher rahim)

Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot


leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengahtengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan
janin yang semakin besar. Adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang
nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
suatu kelainan congenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester
kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan
selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2010).

 Peninggian tekanan intra uterin

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya:

6
 Trauma

 Gemeli

 Makrosomia

 Hidramnion

 Kelainan letak janin dan rahim: letak sungsang, letak lintang.

 Kemungkinan kesempitan panggul: bagian terendah belum masuk PAP (sepalo


pelvic disproporsi)

 Korioamnionitis

Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaran organism


vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah pecahnya selaput
ketuban > 24 jam dan persalinan lama.

 Penyakit Infeksi

Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yang


menyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkan
terjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik
sehingga memudahkan ketuban pecah.

 Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)

 Riwayat KPD sebelumnya

 Kelainan atau kerusakan selaput ketuban

 Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu

4. Diagnosis
 Pastikan selaput ketuban pecah.

 Tanyakan waktu terjadi pecah ketuban.

7
 Cairan ketuban yang khas jika keluar cairan ketuban sedikitsedikit, tampung
cairan yang keluar dan nilai 1 jam kemudian.

 Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin
atau meminta pasien batuk atau mengedan.

 Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazintes), jika
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya cairan ketuban
(alkalis). pH normal dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban
adalah 7,1- 7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila
terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.

 Tes Pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amniom dan
gambaran daun pakis.

 Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.

 Tentukan ada tidaknya infeksi.

 Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38°C serta cairan
ketuban keruh dan berbau.

 Leukosit darah lebih dari 15.000/mm3.

 Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.

 Tentukan tanda-tanda persalinan.

 Tentukan adanya kontraksi yang teratur Periksa dalam dilakukan bila akan
dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan)

5. Penanganan

 Konservatif

a) Rawat di rumah sakit

b) Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusioplasenta.

8
c) Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikan
antibiotika sama halnya jika terjadi amnionitosis.

d) Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu: Berikan antibiotika untuk
mengurangi morbiditas ibu dan janin.

e) Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250 mg per oral 3 x


perhari selama 7 hari. Jika usia kehamilan 32 37 mg, belum inpartu, tidak ada
infeksi, beri dexametason dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x,
observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.

f) Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada infeksi
maka berikan tokolitik, dexametason, dan induksi setelah 24 jam.

 Aktif

a) Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin Bila gagal Seksio
Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25 mikrogram – 50 mikrogram
intravaginal tiap 6 jam max 4 kali.

b) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri.

c) Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut:

 Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan


waktu apakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari
2000 gram.

 Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°C,
dengan pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban.

C. PREEKLAMSIA BERAT
1. Definisi

9
Pre-ekalamsia berat adalah ibu hamil yang menderita hipertensi (> 160/110
mmhg) disertai protein uria (+++) sampai ++++), oedema atau kedua-keduanya,
umumnya muncul saat kehamilan minggu ke-20 hingga 24 jam post partum
(Wiknjosastro, 2010).

2. Penyebab

Faktor penyebab terjadinya komplikasi kehamilan termasuk pre-eklamsia yaitu


faktor kekurangan gizi dan anemia, paritas tinggi, usia melahirkan terlalu muda dan
usia lanjut pada ibu hamil. Lebih lanjut Wiknjosastro (2008) mengatakan insidensi
preeklamsia umumnya terjadi pada wanita multipara, molahidatidosa, diabetes
mellitus, kehamilan ganda, usia lebih dari 35 tahun, obesitas dan hipertensi. Adanya
pertambahan berat badan yang berlebihan merupakan faktor utama timbulnya pre-
eklamsia. Umumnya penderita pre-eklamsia dialami oleh remaja belasan tahun atau
wanita yang berumur di atas 35 tahun. Disamping itu frekuensi pre-eklamsia lebih
tinggi pada kehamilan pertama daripada kehamilan multigravida. Walaupun belum
diketahui secara pasti penyebab pre-eklamsia disebabkan kelebihan sekresi plasenta,
hormon adrenal, meskipun bukti dasar hormonal masih tidak mencukupi.
Selanjutnya teori lain yang masuk akal adalah bahwa pre-eklamsia merupakan akibat
adanya beberapa autoimun atau alergi yang timbul akibat adanya janin. Teori dewasa
ini menyatakan bahwa penyebab pre-eklamsia adalah iskemia plasenta
(Wiknjosastro, 2008).

Menurut beberapa ahli, selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih


banyak, namun pada kehamilan kembar, akhir kehamilan dan saat persalinan,
peredaran darah pada dinding rahim berkurang. Maka keluarlah zat-zat dari plasenta
yang menyebabkan terjadinya hipertensi dan pembengkakan.

Adanya tekanan darah tinggi menyebabkan pembuluh darah mengecil sehingga


aliran darah ke organ lain menurun, diantaranya pada ginjal. Penurunan aliran darah
ke ginjal yang muncul sebagai akibat bocornya protein darah ke dalam urine.

3. Tanda dan Gejala

10
 Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat – desakan sistolik ≥ 160 mm/Hg
dan desakan diastolik ≥ 90 mm/Hg.

 Proteinuria: > 5 gr jumlah urine selama 24 jam.

 Oliguria: produksi urine < 400 – 500 cc/24 jam

 Kenaikan kreatinin serum

 Edema paru dan cyanosis

 Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen: disebabkan


teregangnya kapsula glisone. Nyeri dapat sebagai gejala awal rupture hepar.

 Gangguan otak dan visus perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata dan
pandangan kabur.

 Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino transferase.

 Hemolisis mikroangiopatik Sindroma HELLP (hemolysis, eleveted liver enzyme


low platelets)
Dasar pengelolaan pre-eklamsia berat pada kehamilan dengan penyulit
apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut:

a) Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: terapi medikamentosa dengan


memberikan obat-obatan untuk penyulitnya.

b) Baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung pada


umur kehamilan. Sikap terhadap kehamilannya terbagi 2 yaitu:

 Ekspektatif: konservatif: Bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya kehamilan


dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa

 Aktif agresif: bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri


setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

4. Komplikasi

 Komplikasi ibu :

11
a) Dapat menimbulkan sianosis

b) Aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru

c) Tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan


jantung mendadak

d) Gangguan fungsi ginjal

e) Perdarahan

f) Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikhterus

 Komplikasi janin dalam rahim:

a) Asfiksia mendadak

b) Solusio plasenta

c) Persalinan prematuritas

5. Penanganan

Penanganan penderita pre-eklamsia berat, yang masuk rumah sakit segera harus
diberi sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Apabila
sesudah 12– 24 jam bahaya akut dapat diatasi, dapat dipikirkan cara yang terbaik
untuk menghentikan kehamilan. Tindakan ini perlu untuk mencegah terjadinya
eklamsia. Penanganan penderita diusahakan:

 Terisolasi supaya tidak mendapat rangsangan suara atau sinar

 Dipasang infus glukosa 5%

 Dilakukan pemeriksaan umum (tekanan darah, denyut nadi, suhu dan


pernapasan), pemeriksaan kebidanan (Pemeriksaan Leopold, denyut jantung
janin, pemeriksaan dalam untuk mengevaluasi pembukaan serviks dan
keadaan janin dalam rahim) dan evaluasi keseimbangan cairan.

 Pengobatan, terdiri dari sedative (Phenobarbital 3 x 500 mgr,

12
valium 3 x 20 mgr), untuk menghindari kejang diberikan magnesium sulfat
(inisial dosis 8 gr IM, dosis ikutan 4 gr/6 jam, observasi pernapasan tidak
kurang 16 x/mnt, refleks patella positif dan urine tidak kurang dari 600 cc/24
jam, valium (inisial dosis 20 mgr IV, dosis ikutan 20 mgr/drip 20 tetes /mnt,
dosis maksimal 120 mgr/24 jam), kombinasi pengobatan (pethidine 50 mgr
IM, klorpromasin 50 mgr Im dan dfiazepam /valium 20 mgr IM) dan bila
terjadi oliguria diberikan glukosa 40 % IV untuk menarik cairan dari jaringan
sehingga dapat merangsang diuresis (Wiknjosastro, 2008).

6. Pencegahan

Pemeriksaan kehamilan yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda


dini pre-klamsia. Pemeriksaan hendaknya dilakukan sekali 2 minggu setelah bulan
ke 6 dan sekali seminggu pada bulan terakhir. Walaupun demikian timbulnya pre-
eklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi
dengan pemberian penerangan secukupnya dan pengawasan yang baik pada wanita
hamil.

Penerangan tentang manfaat istirahat yang dimaksud tidak selalu berarti


berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan seharihari perlu dikurangi dan dianjurkan
lebih banyak duduk dan berbaring (Wiknjosastro, 2008).

D. PLASENTA PREVIA
1. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim
ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta
tersebut bermigrasi (Wiknjosastro, 2008).

2. Penyebab
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah

13
diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua
di daerah segmen bawah Rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain
mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang
tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritis tinggi,
usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan
sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium
yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa.
Hipoksemia akibat karbonmonoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta
menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti
pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bias menyebabkan pertumbuhan
plasenta melebar kesegmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum (Sakala, 2007).

3. Jenis-jenis Plasenta Previa


 Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum.

 Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.

 Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum.

 Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2
cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak
normal.

4. Komplikasi
 Kematian janin karena hipoksia

 Perdarahan dan syok

 Infeksi

14
 Laserasi serviks

 Plasenta akreta

 Prematuritas

 Prolaps tali pusar

 Prolaps plasenta

5. Diagnosa
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai ternyata dugaan itu salah. Penentuan jenis
plasenta previa dapat dilakukan dengan USG dan pemeriksaan dalam atau spekulum
di kamar operasi (Gibbs, 2008).

 Anamnesis

Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung


tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan
tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematocrit
(Wiknjosastro, 2008).

 Pemeriksaan luar

Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila
persentasi kepala, biasanya kepalanya masih melayang di atas pintu atas panggul
atau mengolak ke samping, dan sukar di dorong ke dalam pintu atas panggul.
Tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seperti letak lintang atau letak
sungsang (Gibbs, 2008).

 Pemeriksaan in spekulo

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perdarahan


berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti
erosio porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises

15
vulva dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostiumuteri eksternum,
adanya plasenta previa harus dicurigai (Gibbs, 2008).

Untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan jenis


plasenta previa ialah langsung meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Akan
tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan
banyak. Oleh karena itu pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dilakukan
apabila penanganan pasif ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif.
Pemeriksaan harus dilakukan dalam keadaan siap operasi (Gibbs, 2008).

Pemeriksaan dimeja operasi :

 Perabaan formises

 Pemeriksaan melalui kanalis servikalis

 Pemeriksaan Ultrasonogrfi

Metode penentuan lokasi plasenta yang paling sederhana, tepat, dan aman
adalah sonografi, yang dapat menentukan lokasi plasenta dengan tingkat
keakuratan sampai 98% (Cunningham, 2010).

Pada pertengahan trimester II, plasenta menutup ostium internum pada


30% kasus. Dengan perkembangan segmen bawah rahim, sebagian besar
implantasi yang rendah tersebut terbawa ke lokasi yang lebih atas. Penggunaan
color Doppler dapat menyingkirkan kesalahan pemeriksaan. USG transvaginal
secara akurat dapat menentukan adanya plasenta letak rendah pada segmen
bawah uterus (Cunningham, 2010).

6. Penanganan
Semua pasien dengan perdarahan pervaginam pada kehamilan trimester ketiga,
dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena
pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau tranfusi darah (Wiknjosastro, 2009).

Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada:

16
 Keadaan umum pasien, kadar Hb.

 Jumlah perdarahan yang terjadi.

 Umur kehamilan/taksiran BB janin.

 Jenis plasenta previa.

 Paritas dan kemajuan persalinan

E. RETENSIO PLASENTA
1. Definisi
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahriran plasenta selama setengah jam
setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual
retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya
perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat
terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu suatu
bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala
dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi
tinggi fundus tidak berkurang (Wiknjosastro, 2008).

Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir.
Plasenta mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh seviks, terlepas sebagian, secara
patologis melekat (plasenta akreta, inkreta, percreta)

2. Penyebab
Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting),
dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya
(plasenta membranacea, plasenta anularis), dan ukurannya (palsenta yang sangat
kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.

3. Tanda dan Gejala


Gejala yang selalu ada adalah plasenta belum lahir dalam 30 menit, perdarahan
segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul yaitu tali pusat

17
putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada yaitu plasenta atau
sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan
segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tetapi
tinggi fundus tidak berkurang. Disebabkan oleh :

 Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

 Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai


sebagian lapisan miometrium, perlekatan plasenta sebagian atau total pada
dinding uterus. Pada plasenta akreta vilii chorialis menanamkan diri lebih dalam
kedalam dinding rahim daripada biasa adalah sampai ke batas atas lapisan otot
rahim. Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh permukannya
melekat dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika
hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan
dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang kompleta, inkreta, dan precreta
jarang terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah kelainan desidua, misalnya
desisua yang terlalu tipis.

 Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai /


melewati lapisan miometrium.

 Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion yang menembus lapisan


miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

 Plasenta inkar serata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri,


disebabkan oleh kontriksi ostium uteri

4. Komplikasi
 Perdarahan

Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit pelepasan hingga
kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak
menutup.

18
 Infeksi

Karena sebagai benda mati yang tertinggal didalam rahim meningkatkan


pertumbuhan bakteri dibantu dengan pot d’entre dari tempat perlekatan plasenta.

 Terjadi polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami infeksi


sekunder dan nekrosis.

 Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma

Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah


menjadi patologik (displastik-dikariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma
invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi
tidak ganas.Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel
ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat,
yang beberapa tahun kemudian bias menyebabkan kanker. Karena itu beberapa
perubahan abnormal merupakan keadaan pre kanker, yang bisa berubah menjadi
kanker (Manuaba, 2010)

5. Penanganan
 Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang di
ambil.

 Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta
tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.

 Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes permenit.


Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak
menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan
plasenta terperangkap dalam kavum uteri).

 Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual palsenta
secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan.

 Lakukan tranfusi darah apabila diperlukan.

19
 Berikan antibiotika profilaksis (ampisislin 2 g IV / oral + metronidazole 1 g
supositoria/oral).

 Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.

F. GAWAT JANIN
1. Definisi
Gawat janin adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin (kadar
oksigen yang rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada
antepartum maupun intrapartum (Wiknjosastro, 2008)

2. Penyebab
 Kontraksi

Pengencangan otot uterus secara involunter untuk melahirkan bayi. Kontraksi


secara langsung mengurangi aliran darah ke plasenta dan dapat mengkompresi tali
pusat sehingga penyaluran nutrisi terganggu. Hal ini dapat terjadi pada keadaan:

a) Persalinan yang lama (kala II lama)

b) Penggunaan oksitosin

c) Uterus yang hipertonik (otot-otot menjadi terlalu tegang dan tidak dapat
berkontraksi ritmis dengan benar)

 Infeksi

a) Perdarahan

b) Abrupsi plasenta

c) Tali pusat prolapse

d) Hipotensi

Bila tekanan darah ibu menurun selama persalinan, jumlah aliran darah ke fetus
akan berkurang. Hipotensi dapat disebabkan oleh anestesi epidural dan posisi

20
supine. Hal tersebut terjadi karena adanya pengurangan jumlah aliran darah dari
vena cava ke jantung

e) Posisi dan presentasi abnormal dari fetus

f) Kelahiran multiple

g) Kehamilan prematur atau postmatur

h) Distosia bahu

i) Penyebab yang paling utama dari gawat janin dalam masa antepartum adalah
insufisiensi uteroplasental.

3. Gejala Klinik
Tanda-tanda gawat janin:

 Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala

 Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin

 Untuk mengetahui adanya tanda-tanda seperti di atas dilakukan pemantauan


menggunakan kardiotokografi

4. Penatalaksanaan
 Reposisi pasien ke sisi kiri

 Hentikan pemberian oksitosin

 Identifikasi penyebab maternal (demam ibu, obat-obatan), dan diterapi sesuai


dengan penyebab

 Jika penyebab ibu tidak ada tetapi denyut jantung tetap abnormal minimal 3
kontraksi, lakukan pemeriksaan vaginal :

 Perdarahan dengan nyeri konstan atau intermiten, curigai solusio plasenta

 Tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau), berikan antibiotik sesuai


dengan penatalaksanaan amnionitis

21
 Bila tali pusat di bawah bagian yang terendah, atau ada di vagina, tangani
sesuai dengan penanganan tali pusat prolapse

 Jika denyut jantung abnormal menetap atau ada tanda tambahan gawat janin,
rencanakan persalinan:

 Jika serviks terdilatasi penuh dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di atas
simfisis pubis atau ujung tulang terendah dari kepala pada stasion 0, lahirkan
dengan ekstraksi vakum atau forsep.

 Jika serviks tidak terdilatasi penuh atau kepala janin lebih dari 1/5 di atas
simfisi pubis atau ujung tulang terendah dari kepala di atas stasion 0, lahirkan
dengan seksio sesarea.

22
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Mordibitas dan Mortalitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar
di negara berkembang, Angka kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator
penting dari derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait gangguan selama kehamilan,
melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tampa memperhitungkan
lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.

Kematian ibu di Indonesia, seperti halnya dengan negara lain disebabkan karena
perdarahan, infeksi dan eklamsi (Kemenkes RI, 2013). Tahun 1999-2009 preeklamsi
menjadi penyebab utama kematian ibu yaitu 2 52,9%, diikuti perdarahan 26,5% dan
infeksi 14,7% (Indrianto, 2009). Selain itu penyebab kematian ibu secara tidak langsung
antara lain ganguan kehamilan seperti kurang energi protein (KEP), Kurang Energi
Kronis (KEK) dan Anemia (Depkes RI, 2013).

Wanita atau ibu yang mempunyai faktor-faktor resiko untuk terjadinya.


komplikasi persalinan terutama wanita atau ibu berusia lebih dari 35 tahun dan ibu yang
memiliki pekerjaan agar waspada dan selalu memeriksakan diri kepada tenaga ahli
secara teratur. Deteksi adanya komplikasi persalinan hendaknya dilakukan sedini
mungkin untuk menghindari morbiditas dan komplikasi lebih lanjut seperti perdarahan
dan anemia/penurunan kadar hemoglobin. Pada wanita dengan primipara agar lebih
waspada dan memeriksakan diri lebih teratur kepada tenaga ahli kebidanan dan penyakit
kandungan, untuk tindakan preventif dan diagnosis dini terjadinya komplikasi
persalinan.

23
B. SARAN
Penulis menyadari makalah kami jauh dari kata sempurna, maka dari itu bagi pembaca
yang mempunyai kritik dan saran yang bersifat membangun kesempurnaan makalah ini
sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aminullah, A. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

2. Anasari, 2012. Identifikasi Kejadian Inersia Uteri pada Ibu Bersalin di RS Sarjito
Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah, Poltekkes, Yogyakarta.

3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. 2010. William Obstetrics 23nd ed Vol.2.
Jakarta: EGC.

4. Departemen Kesehatan RI. 2014. Asuhan Persalinan Normal (Buku Acuan).


Jakarta: Departemen Kesehatan.

5. Indrianto, H. 2009. Preeklamsia Berat di RS Dr. Kariadi Periode Januari 2004- 31


Desember 2004. Tesis. Semarang: FK Undip.

6. Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI.

7. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian. Bandung: CV. Alfa Beta.

8. Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

24

Anda mungkin juga menyukai