Tugas PPKN
Tugas PPKN
Kelas: IX E
No. Absen: 29
Pertikaian konflik di Ambon sudah dimulai sejak dua bulan sebelumnya yang
dilakukan dengan banyak cara seperti adanya isu, pembagian selebaran
gelap, telepon gelap, grafiti, dan lain sebagainya. Konspirasi adanya
kejanggalan dalam penyebab konflik yang terjadi di Ambon 1999 adalah
sebagai berikut:
Para wajah-wajah tak dikenal muncul saat terjadinya pertikaian, seperti
munculnya sekelompok orang dengan ikat kepala putih di Batu Merah dan
ikat kepala merah di dekat gereja Silo.
Adanya isu bahwa gereja dan masjid sudah dibakar sebelum adanya aksi
pembakaran
Hal ini dibuktikan dengan kekuatan media sosial, dan media massa yang
semakin memecah belah konflik antar agama tersebut. Penyampaian berita
antara "Suara Maluku" di wilayah kristen dan "Ambon Express" di wilayah
muslim sangat berbeda, karena isi penyampainnya menunjukkan
keberpihakkan pada agama yang dianut masing-masing. Kepentingan
sekelompok elite politik yang menjadi pusat penyebab kerusuhan pada akhir
desember 1999-pertengahan Januari 2000 di Ambon sangat terbaca, yaitu
lima belas pasukan keamanan dan enam belas buah angkatan perang
dikerahkan menjelang dan setelah kunjungan Gus Dur- Megawati ke Ambon.
Cara pasukan yang tidak mampu mencegah dan mengatasi kerusuhan
tersebut merupakan kejanggalan yang tidak dapat ditutupi. Konflik yang
berkepanjangan juga dipelihara lewat berbagai cara, salah satunya adalah
mengenai pasokan senjata dan amunisi. Para pembuat senjata yang sangat
ahli menciptakan ribuan senjata amunisi yang membutuhkan dana besar ,
bahkan tidak mungkin dipenuhi oleh masyarakat Ambon sendiri.
Pengeboman Bali 2002 (disebut juga Bom Bali I) adalah rangkaian tiga
peristiwa pengeboman yang terjadi pada malam hari tanggal 12
Oktober 2002. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC)
di Jalan Legian, Kuta, Bali, sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat
kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat, walaupun jaraknya cukup
berjauhan. Rangkaian pengeboman ini merupakan pengeboman pertama yang
kemudian disusul oleh pengeboman dalam skala yang jauh lebih kecil yang
juga bertempat di Bali pada tahun 2005. Tercatat 203 korban jiwa dan 209
orang luka-luka atau cedera, kebanyakan korban merupakan wisatawan
asing yang sedang berkunjung ke lokasi yang merupakan tempat wisata
tersebut. Peristiwa ini dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam
sejarah Indonesia. Tim Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri
yang telah dibentuk untuk menangani kasus ini menyimpulkan, bom yang
digunakan berjenis TNT seberat 1 kg dan di depan Sari Club, merupakan bom
RDX berbobot antara 50–150 kg.[1]
Peristiwa Bom Bali I ini juga diangkat menjadi film layar lebar dengan
judul Long Road to Heaven, dengan pemain antara lain Surya
Saputra sebagai Wahabi dan Alex Komang, serta melibatkan pemeran
dari Australia dan Indonesia. Latar belakang peristiwa ini juga berasal dari
peristiwa kerusuhan yang terjadi di Poso dan Ambon. Bom Bali adalah balas
dendam para teroris karena dalam kedua peristiwa tersebut banyak umat
muslim terbunuh akibat konflik yang terjadi. Selain itu, Bom Bali dilakukan
untuk membela rakyat dalam sejarah perang Afghanistan atas penindasan
yang dilakukan Amerika Serikat karena para teroris menganggap penyebab
perang Afghanistan telah sangat menindas rakyat disana.
Latar belakang peristiwa Bom Bali terjadi juga karena para teroris
menganggap bahwa Bali adalah pusat maksiat dan lokasi yang tidak sesuai
dengan ajaran Islam. Para teroris secara umum memang menargetkan lokasi
– lokasi yang dianggapnya menjadi pusat kemaksiatan.[2]