Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Remaja tidak termasuk dalam golongan dewasa dan tidak
termasuk golongan anak. Remaja adalah masa transisi dari anak menuju dewasa,
dimana terdapat banyak gejolak pada masanya. Seperti yang dikemukakan oleh
Calon (dalam Monks, dkk, 1994), bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas
sifat transisi atau peralihan, hal ini dikarenakan remaja belum memperoleh status
dewasa dan tidak lagi memiliki status anak – anak.
Pada tahun 2007 jumlah remaja usia 10 – 24 tahun di Indonesia berjumlah
64 juta jiwa, atau sebanyak 28,64% dari total jumlah penduduk Indonesia pada
saat itu (Muadz, dkk, 2007). Mayoritas masyarakat umum beranggapan bahwa
remaja merupakan masa – masa yang indah, dimana seorang remaja mulai
merasakan cinta dan kasih sayang, baik itu dari teman, sahabat, pasangan lawan
jenis, maupun orang tua. Remaja juga mulai berpikir untuk menyingkirkan sifat
egosentris, mulai dapat memaafkan, ingin bersenang – senang, mencoba – coba
hal baru, kematangan dalam berpikir dan juga rasa ingin mencari tahu. Seperti
yang diungkapkan oleh Hurlock (1992), bahwa karakteristik remaja mencakup
kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.
Salah satu karakteristik yang mulai timbul pada masa remaja seperti pada
penjabaran di atas adalah sifat memaafkan atau disebut juga forgiveness.
Forgiveness merupakan kesediaan untuk meninggalkan kekeliruan masa lalu yang
menyakitkan, tidak lagi mencari – cari nilai dalam amarah dan kebencian, serta
menepis keinginan untuk menyakiti orang lain atau diri sendiri. McCullough
(1997, dalam wardhati) juga mengemukakan bahwa forgiveness merupakan
seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang untuk tidak membalas dendam
dan meredakan dorongan untuk memelihara kebencian terhadap pihak yang
menyakiti, serta meningkatkan dorongan untuk melakukan rekonsiliasi hubungan

1
2

dengan pihak yang menyakiti. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dipahami oleh
peneliti bahwa forgiveness adalah upaya untuk membuang semua keinginan
pembalasan dendam dan sakit hati yang bersifat pribadi terhadap pihak yang
bersalah atau orang yang menyakiti, serta mempunyai keinginan untuk membina
hubungan kembali.
Pada kenyataannya tidak semua remaja merasakan keindahan pada masanya
itu, banyak faktor yang menyebabkan seorang remaja kehilangan masa indahnya.
Salah satu faktor tersebut adalah hubungan dengan keluarga yang kurang
harmonis, indikator kurang harmonisnya remaja dalam sebuah hubungan keluarga
dapat terlihat dari perselisihan hingga anggota keluarga yang tidak lengkap.
Ketidaklengkapan anggota keluarga juga memiliki banyak bentuk dan faktor, salah
bentuknya adalah bagi remaja yang dititipkan di panti asuhan karena tidak
memiliki orang tua, maupun ketidakmampuan sang orang tua untuk mengasuhnya.
Panti asuhan sendiri memang merupakan tempat bagi anak yang tidak memiliki
orang tua, ditelantarkan oleh orang tua, orang tua yang tidak mampu, orang tua
yang malu memiliki anak yang cacat fisik atau mental, serta anak yang sudah tidak
memiliki keluarga.
Pada tahun 2007, lebih dari 56 persen anak di lembaga pengasuhan anak
atau yang biasa disebut sebagai panti asuhan masih memiliki minimal satu orang
tua yang masih hidup. Kurang dari 6 persen anak di panti asuhan sudah tidak
memiliki kedua orang tua. Alasan orang tua untuk menempatkan anak di panti
asuhan adalah kemiskinan dan keinginan orang tua agar anak mereka memperoleh
pendidikan yang layak kelak (UNICEF, 2012). Menurut Departemen Sosial
Republik Indonesia (1989), panti asuhan adalah suatu lembaga usaha
kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan
pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar, melaksanakan penyantunan
dan pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti atau perwalian
anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh,
sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi
perkembangan kepribadiannya.
3

Kehidupan remaja yang tinggal di panti asuhan pastinya akan berbeda


dengan remaja yang tinggal bersama orang tua, dimana remaja panti asuhan hanya
hidup bersama teman – teman panti dan orang tua pengasuh yang berada di panti
asuhan. Walaupun lebih dari 56 persen anak panti asuhan masih memiliki orang
tua, ada beberapa dari mereka yang tidak pernah merasakan kehangatan kasih
sayang dari orang tua, atau bahkan tidak mengenali orang tuanya sendiri. Rasa
kehilangan akan sosok orang tua yang sesungguhnya yang seharusnya selalu ada
di samping sang remaja secara perlahan namun pasti berubah menjadi rasa kecewa
dan marah. Hal ini wajar dialami oleh para remaja di panti asuhan, mengingat
belum terbentuknya kesadaran diri dan penerimaan diri secara sempurna. Para
remaja di panti asuhan kerap membandingkan apa yang dialaminya dengan apa
yang dilihatnya dalam lingkungan para remaja yang hidup bahagia bersama
keluarganya. Rasa kecewa dan amarah inilah yang menuntunnya kepada
kebencian dan dendam, dimana sangat sulit bagi remaja di panti asuhan untuk
menerima kenyataan yang dialaminya, serta untuk menerima apapun alasan orang
tuanya menempatkan dirinya di panti asuhan tersebut. Pelik dan pahitnya
kenyataan hidup membuat remaja di panti asuhan sangat sulit untuk memiliki
apalagi memberikan forgiveness kepada orang tuanya, terlebih ketika remaja
tersebut mengetahui bahwa orang tuanya masih hidup namun tidak merawatnya
dengan baik dan mengajaknya tinggal bersama, sehingga muncul asumsi bahwa
dirinya telah ditelantarkan oleh orang tuanya.
Dalam kehidupan sehari – hari tentunya diharapkan setiap individu memiliki
tingkat forgiveness yang tinggi, dapat berlapang dada serta tidak pendendam.
Setiap agama pun mengajarkan hal demikian, karena jika setiap individu dipenuhi
dengan rasa dendam, maka kehidupan umat manusia akan dipenuhi dengan
kebencian dan peperangan dapat terjadi dimana – mana. Rasa dendam yang
mendalam di diri seorang remaja dapat berakibat fatal bagi dirinya sendiri maupun
orang di sekitarnya, hal ini dikarenakan remaja masih sangat labil dalam
mengontrol emosi serta tindakannya. Dikhawatirkan sang remaja tersebut dapat
berbuat nekat jika emosinya meluap yang dapat merugikan dirinya dan orang lain
di sekitarnya. Berdasarkan penjabaran latar belakang masalah di atas, maka
4

peneliti sangat tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran, faktor dan tahapan
forgiveness dari remaja panti asuhan yang dapat memberikan forgiveness tersebut
kepada orang tua yang telah menelantarkannya.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,


maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini ke dalam tiga butir
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran forgiveness remaja panti asuhan terhadap orang tua
yang telah menelantarkannya?
2. Faktor – faktor apa sajakah yang menimbulkan forgiveness dari remaja panti
asuhan terhadap orang tua yang telah menelantarkannya?
3. Bagaimana tahapan forgiveness yang muncul dari remaja panti asuhan
terhadap orang tua yang telah menelantarkannya?

C. Tujuan Penelitian

Merujuk kepada pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian


ini adalah untuk :
1. Memahami gambaran forgiveness remaja panti asuhan terhadap orang tua
yang telah menelantarkannya.
2. Mengetahui faktor – faktor yang menimbulkan forgiveness dari remaja panti
asuhan terhadap orang tua yang telah menelantarkannya.
3. Memetakan tahapan forgiveness yang muncul dari remaja panti asuhan
terhadap orang tua yang telah menelantarkannya.
5

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap disiplin ilmu
psikologi, terutama terkait dengan gambaran, faktor dan tahapan
forgiveness.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baru dalam penelitian
kualitatif pada disiplin ilmu psikologi, terkait dengan kajian forgiveness
pada psikologi keluarga.
c. Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi sebuah kajian pustaka
terkait dengan penelitian bertema forgiveness.

2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas sumbangan pemikiran,
memperkaya perbendaharaan kepustakaan dan memberikan pemahaman
kepada masyarakat dan perusahaan mengenai forgiveness dalam
hubungan sebuah keluarga.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dukungan bagi setiap
individu yang memendam kekecewaan, kebencian dan dendam untuk bisa
mempelajari dan pada akhirnya dapat memberikan forgiveness.

Anda mungkin juga menyukai