Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


(Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara)
Dosen Pengampu: Priyo Saptomo, SH, M.Hum\n

“DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP


PEMBANGUNAN KABUPATEN BENGKAYANG”

Oleh:
Nama: Zakaria
Nim: A1012221164
Kelas: D PPAPK

Fakultas Hukum
Universitas Tanjungpura
Tahun 2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala berkat dan rahmat – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik, yang berjudul : Dampak Otonomi Daerah terhadap Pembangunan
Kabupaten Bengkayang
Adapun penulisan ini dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Administrasi Negara. Selain itu, pembuatan makalah ini bertujuan menambah
wawasan dan pengetahuan agar kiranya bermanfaat bagi siapa saja terhadap perkembangan
Kabupaten Bengkayang.
Mengingat keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, maka penulis menyadari
bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, walaupun demikian penulis berharap
semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak – pihak yang mungkin kelak
membutuhkannya .

Pontianak 25 September 2023

Zakaria
Daftar isi

Kata Pengantar
Daftar isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat
Bab II Pembahasan
A. Pengertian Otonomi Daerah
B. Aturan Perundang-undangan
Bab III Pemekaran Kabupaten Bengkayang
A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkayang
Bab IV Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pembangunan Kabupaten Bengkayang
A. Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah
Bab V Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka

A.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan yang menerapkan otonomi kepada
daerah atau desentralisasi yang sedikit mirip dengan negara serikat/federal. Namun terdapat
perbedaan-perbedaan yang menjadikan keduanya tidak sama. Otonomi daerah bisa diartikan
sebagai kewajiban yang dikuasakan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi
masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan juga hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban
yaitu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
mengukur dan mengatur pemerintahan serta kepentingan masyarakatnya sesuai prakarsa
sendiri berdasarkan keinginan dan suara masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah selain
berdasarkan pada aturan hukum, juga sebagai penerapan tuntutan globalisasi yang wajib
diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan
bertanggung jawab, utamanya dalam menggali, mengatur, dan memanfaatkan potensi besar
yang ada di masing-masing daerahnya sendiri

Sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia berdasarkan pendekatan


kesisteman meliputi sistem pemerintahan pusat atau disebut pemerintah dan sistem
pemerintahan daerah. Praktik penyelenggaraan pemerintahan dalam hubungan
antarpemerintah , dikenal dengan konsep sentralisasi dan desentralisasi. Konsep sentralisasi
menunjukkan karakteristik bahwa semua kewenangan penyelenggaraan pemerintahan berada
di pemerintah pusat, sedangkan sistem desentralisasi menunjukkan karakteristik yakni
sebagian kewenangan urusan pemerintahan yang menjadi kewajiban pemerintah, diberikan
kepada pemerintah daerah. Sistem desentralisasi pemerintahan tidak pernah surut dalam teori
maupun praktik pemerintahan daerah dari waktu ke waktu. Desentralisasi menjadi salah satu
isu besar yakni to choose between a dispension of power and unification of power.
Dispension of power adalah sejalan dengan teori pemisahan kekuasaan dari John Locke.
Berdasarkan tujuannya desentralisasi, yaitu:

1. Untuk mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah-
masalah kecil bidang pemerintahan di tingkat lokal;
2. Meningkatkan dukungan dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan lokal;
3. Melatih masyarakat untuk dapat mengatur urusan rumah tangganya sendiri; dan
4. Mempercepat bidang pelayanan umum pemerintahan kepada masyarakat.

Dasar Hukum mengenai Otonomi Daerah

• UUD 1945, Pasal 18, 18A, dan 18B

 Pasal 18 UUD 1945 berisi :


(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiaptiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, Yang diatur
dengan undang-undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah
Pusat.

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-


peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-
undang.

>Pasal 18A UUD 1945 berisi :

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah


provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur
dengan undang-undang dengan memperhati-kan kekhususan dan keragaman
daerah.

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

> Pasal 18B UUD 1945 berisi :

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang


bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum


adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undang-undang.

 UU No. 23 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah


 UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah
Daerah
 Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka
NKRI
 Tap MPR No. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian Otonomi Daerah ?
2. Kapan Pemekaran Kabupaten Bengkayang ?
3. Bagaimana Dampak Otonomi Daerah terhadap Pembangunan di Kabupaten
Bengkayang ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


1. Mengetahui pengertian Otonomi Daerah.
2. Mengetahui Pemekaran Kabupaten Bengkayang
3. Mengetahui Perkembangan Pembangunan di Kabupaten Bengkayang
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak
mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara
(“Eenheidstaat”), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan
negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan
pemerintahan; dan
2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang undang
Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa
Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi
di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia
berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian
kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan
mengurus sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan
otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan.
Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko
gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
1. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakat relatif dapat lebih efektif;
2. Dati II adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah
yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di
daerah;
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk
memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik
dan maju
B. Aturan Perundang-undangan
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi
Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
8. Undang-undang (UU) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

BAB III
PEMEKARAN KABUPATEN BENGKAYANG
A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkayang
Kabupaten Bengkayang pada masa penjajahan Belanda merupakan bagian dari
wilayah Afdeling Van Singkawang. Pada waktu itu, dilakukan pembagian wilayah
administrasi Afdeling yang daerah hukumnya meliputi:
1. Onder Afdeling Singkawang, Bengkayang, Pemangkat, dan Sambas (daerah
Kesultanan Sambas)
2. Daerah Kerajaan/Panembahan Mempawah
3. Daerah Kerajaan Pontianak yang sebagian daerahnya adalah Mandor.
Setelah Perang Dunia II berakhir, daerah tersebut dibagi menjadi daerah otonom Kabupaten
Sambas yang beribukota di Singkawang. Kabupaten Sambas ini membawahi 4 (empat)
kawedanan, yaitu:
1. Kawedanan Singkawang
2. Kawedanan Pemangkat
3. Kawedanan Sambas
4. Kawedanan Bengkayang
Pada masa pemerintahan RI, menurut Undang-undang No. 27 tahun 1959 tentang
penetapan Undang-undang Darurat No. 3 tahun 1953 mengenai pembentukan Daerah Tingkat
II di Kalimantan Barat (LNRI Nomor 72 tahun 1959, tambahan LNRI Nomor 1980),
terbentuklah Kabupaten Sambas. Wilayah pemerintahan Kabupaten Sambas ini mencakup
seluruh wilayah Kabupaten Bengkayang Sekarang.
Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 10 tahun 1999 tentang pembentukan
Daerah Tingkat II Bengkayang, secara resmi mulai tanggal 20 April 1999, Kabupaten
Bengkayang terpisah dari Kabupaten Sambas. Selanjutnya, pada tanggal 27 April 1999,
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengangkat Bupati Bengkayang pertama yang
dijabat oleh Drs. Jacobus Luna. Pada waktu itu, Wilayah Kabupaten Bengkayang ini meliputi
10 kecamatan.
Keberadaan Undang-undang Nomor 12 tahun 2001 tentang pembentukan
Pemerintahan Kota Singkawang mengakibatkan Kabupaten Bengkayang dimekarkan kembali
dengan melepas 3 kecamatan yang masuk kedalam wilayah pemerintahan kota Singkawang
sehingga tinggal menjadi 7 kecamatan. Kemudian, pada tahun 2002, Kabupaten Bengkayang
kembali bertambah menjadi 10 kecamatan dengan pembentukan 3 kecamatan baru, yaitu:
Kecamatan Monterado, Kecamatan Teriak, dan Kecamatan Suti Semarang. Pada awal tahun
2004, dari 10 kecamatan yang ada tersebut, Kabupaten Bengkayang dimekarkan lagi menjadi
14 kecamatan dengan 4 kecamatan barunya, yaitu: Kecamatan Capkala, Kecamatan Sungai
Betung, Kecamatan Lumar, dan Kecamatan Siding. Pada tahun 2006, dari 14 kecamatan
dimekarkan kembali menjadi 17 kecamatan. Tiga kecamatan yang baru terbentuk adalah
Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kecamatan Lembah Bawang, dan Kecamatan Tujuh
Belas.

BAB IV
DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMBANGUNAN KABUPATEN
BENGKAYANG
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang
diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang di maksud Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara
federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang
berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara
kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang
oleh Pemerintah Pusat seperti :
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai
implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah
kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur,
memanfaatkan dan menggali sumber-sumber Potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
1.Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah
Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang
ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan
respon tinggidari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya
sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur
birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong
pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.
Kebijakankebijakan pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan
waktu yang lama sehingga akan lebih efisien.
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi
oknumoknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya
pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara
daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembang.
3. Masalah Otonomi Daerah
Permasalahan Pokok Otonomi Daerah:
1. Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap
2. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai dan
penyesuaian peraturan perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/ 1999 masih
sangat terbatas
3. Sosialisasi UU 22/1999 dan pedoman yang tersedia belum mendalam dan meluas
4. Manajemen penyelenggaraan otonomi daerah masih sangat lemahPengaruh
perkembangan dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta pengaruh globalisasi
yang tidak mudah masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah dikelola
5. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan
otonomi daerah
6. Belum jelas dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan konsep otonomi yang
proporsional kedalam pengaturan konsep otonomi yang proporsional ke dalam
pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan
keuangan Pusat dan Daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan, serta potensi dan Keanekaragaman daerah dalam
kerangka NKRI
Permasalahan pokok tersebut terefleksi dalam 7 elemen pokok yang membentuk pemerintah
daerah yaitu;
1. Kewenangan,
2. Kelembagaan,
3. Kepegawaian,
4. Keuangan,
5. Perwakilan,
6. Manajemen pelayanan publik,
7. pengawasan.
Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah ini sangat boleh
jadi menimbulkan “cultural shock”, dan belum menemukan bentuk /format pelaksanaan
otonomi seperti yang diharapkan. Hal ini berkaitan pula dengan tanggung jawab dan
kewajiban daerah yang dinyatakan dalam penjelasan UU No.22/1999, yaitu untuk
meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan
demokrasi, keadilan, dan pemerataan.
Berkaitan dengan kewenangan dan tanggung dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka
pemerintah daerah berupaya dengan membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan dan
regulasi yang berkenaan dengan hal tersebut. Namun dengan belum adanya bentuk yang jelas
dalam operasionalisasi otonomi tersebut, maka sering terdapat bias dalam hasil yang di dapat.
Pelimpahan kewenangan dalam otonomi cenderung dianggap sebagai pelimpahan kedaulatan.
Pada kondisi ini, otonomi lebih dipahami sebagai bentuk redistribusi sumber
ekonomi/keuangan dari pusat ke daerah. Hal ini terutama bagi daerah-daerah yang kaya akan
sumber ekonomi. Dengan begitu, konsep otonomi yang seharusnya bermuara pada pelayanan
publik yang lebih baik, justru menjadi tidak atau belum terpikirkan.
Dalam implementasinya, penetapan dan pelaksanaan peraturan dan instrumen baru yang
dibuat oleh pemerintah daerah dapat menimbulkan dampak, baik berupa dampak positif
maupun dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan akan berpengaruh baik secara langsung
maupun tidak langsung, pada semua segmen dan lapisan masyarakat terutama pada kelompok
masyarakat yang rentan terhadap adanya perubahan kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan
kelompok usaha kecil. Kemungkinan munculnya dampak negatif perlu mendapat perhatian
lebih besar, karena hal tersebut dapat menghambat tercapainya tujuan penerapan otonomi
daerah itu sendiri.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelaksanaan otonomi daerah selain berdasarkan pada aturan hukum, juga sebagai
penerapan tuntutan globalisasi yang wajib diberdayakan dengan cara memberikan daerah
kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam menggali,
mengatur, dan memanfaatkan potensi besar yang ada di masing-masing daerahnya sendiri.
Konsep sentralisasi menunjukkan karakteristik bahwa semua kewenangan
penyelenggaraan pemerintahan berada di pemerintah pusat, sedangkan sistem desentralisasi
menunjukkan karakteristik yakni sebagian kewenangan urusan pemerintahan yang menjadi
kewajiban pemerintah, diberikan kepada pemerintah daerah.
Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 10 tahun 1999 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat II Bengkayang, secara resmi mulai tanggal 20 April 1999, Kabupaten
Bengkayang terpisah dari Kabupaten Sambas dan menjadi suatu Kabupaten Baru.
Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang
ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan
respons tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya
sendiri. Dampak negatif dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi oknum-
oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya pertentangan
antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang
pendapatannya tinggi dengan daerah yang masih berkembang.
B. Saran
Dengan adanya Otonomi Daerah dan pemekaran suatu wilayah hendaknya dapat
lebih bermanfaat dan berdayaguna bagi kemajuan suatu Daerah atau Kabupaten agar menjadi
tonggak pemicu pesatnya pembangunan ekonomi bagi daerah yang dimekarkan .
Pemerintah Daerah atau Kabupaten harus dapat mencari dan menggali sumber potensi yang
ada di daerahnya dan lebih meningkatkan kerjasama dengan pelaku – pelaku bisnis atau
pihak swasta guna mengembangkan sektor – sektor unggulan yang telah tertuang dalam
Rencana Kinerja Pemerintah Daerah guna meningkatkan sumber Pendapatan Asli Daerah
( PAD ) demi mendukung bertambahnya Anggaran Pembangunan Belanja Daerah tersebut.
Daftar Pustaka

https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=GcxSVfbSMdiLuATlwYBQ#q=is
i+uud+1945+pasal+18+18a+dan+18b
<http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia>
http://www.bengkayangkab.go.id/hal-sejarah-singkat-
kabupatenbengkayang.html#ixzz3ZzJP6hzj
http://www.bappenas.go.id/node/45/729/perkembangan-ekonomi-indonesia-/
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/
bab2perkembangan_strategi_dan_perencanaan_pembangunan_ekonomi_indonesia.pdf
http://bappeda.bengkayangkab.go.id/?wpdmact=process&did=MjYuaG90bGlu aw>>
https://peraturan.bpk.go.id/Details/38209/uu-no-9-tahun-2015

Anda mungkin juga menyukai