Anda di halaman 1dari 93

TEKNIK PUFFING PEMANASAN KONDUKSI GRANULA

PASIR PANAS DALAM PEMBUATAN BERONDONG


JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL

Oleh :
WENING PRATIWI
F14052170

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

TEKNIK PUFFING PEMANASAN KONDUKSI GRANULA


PASIR PANAS DALAM PEMBUATAN BERONDONG
JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
WENING PRATIWI
F14052170

Dilahirkan pada tanggal 19 Desember 1987


di Jakarta
Tanggal lulus :
Menyetujui,
Bogor, September 2009

Ir. Putiati Mahdar, MAppSc


Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr.Ir. Desrial, M.Eng


Ketua Departemen Teknik Pertanian
TEKNIK PUFFING PEMANASAN KONDUKSI GRANULA
PASIR PANAS DALAM PEMBUATAN BERONDONG
JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
WENING PRATIWI
F14052170

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Wening Pratiwi F14052170. Teknik Puffing Pemanasan Konduksi Granula
Pasir Panas dalam Pembuatan Berondong Jagung Varietas Unggul Nasional.
Di bawah bimbingan Ir. Putiati Mahdar, MAppSc. 2009.

RINGKASAN

Penanganan dan pengolahan hasil pertanian penting untuk meningkatkan


nilai tambah, terutama pada saat produksi melimpah. Jagung dapat diolah menjadi
berbagai produk olahan. Salah satu hasil olahan jagung yang disukai konsumen
adalah berondong jagung, tetapi umumnya berondong jagung yang dijual di
pasaran berasal dari jagung yang diimpor.
Pembuatan berondong jagung biasanya menggunakan alat khusus, namun
pada penelitian kali ini berondong jagung dibuat dengan menggunakan teknik
puffing pemanasan konduksi granula pasir panas, sehingga berondong jagung
yang dihasilkan adalah camilan sehat yang tidak mengandung minyak. Teknik
puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan dimana bahan pangan
tersebut mengalami pengembangan sebagai akibat pengaruh perlakuan suhu atau
tekanan sehingga mengakibatkan terjadinya proses perubahan pada struktur bahan
tersebut (Sulaeman, 1995). Teknik puffing pada penelitian ini memanfaatkan
panas dari sumber panas api untuk menaikkan suhu granula pasir, kemudian panas
granula pasir secara kondukasi dipakai untuk memanaskan butir jagung hingga
terjadi proses puffing.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui suhu puffing jagung
varietas unggul nasional, mempelajari sifat fisik berondong jagung varietas
unggul nasional yang dipanaskan dengan menggunakan pemanasan dengan
konduksi granula pasir panas, dan mengetahui bisa tidaknya berondong jagung
varietas unggul nasional menggantikan berondong jagung varietas impor.
Metode penelitian ini yaitu persiapan bahan yang terdiri dari pemilihan
jagung, pengkondisian biji jagung, persiapan media sangrai (pasir berukuran 3-4
mm), kemudian proses penyangraian, dan pengamatan. Proses penyangraian
diawali dengan pemanasan media sangrai yaitu pasir kasar hingga suhu 200 oC.
Kemudian biji jagung dimasukkan ke dalam pasir, hingga terdengar suara pop
pertama dari berondong jagung lalu dilakukan pengadukan yang bertujuan agar
biji jagung mendapat panas yang merata dari pasir dan menghindari kegosongan
pada biji jagung.
Suhu puffing biji jagung dari setiap varietas lokal berbeda-beda. Suhu
puffing terendah terdapat pada kadar air awal jagung sebesar 14%. Suhu puffing
verietas lokal pada kondisi tersebut adalah pada varietas Arjuna 126.05 oC, Bisma
132.90 oC, Srikandi 148.05 oC, dan Lamuru 130.60 oC. Suhu puffing terendah
pada jagung Bisma dihasilkan rendemen berondong jagung kualitas I tertinggi.
Suhu puffing terendah jagung impor varietas Pop corn terdapat pada kadar air
awal bahan 14% yaitu 134.4 oC, dan dihasilkan rendemen berondong jagung
kualitas I tertinggi.
Sifat fisik yang mempengaruhi kualitas berondong jagung adalah
rendemen, volume spesifik, kerenyahan. Rendemen tertinggi berondong jagung
lokal dihasilkan pada jagung lokal varietas Bisma yaitu sebesar 82.67%,
sedangkan rendemen jagung impor varietas Pop corn sebesar 100%. Volume
spesifik tertinggi dari semua jenis lokal, yaitu pada varietas Lamuru sebesar 10
ml/gr, dan volume spesifik tertinggi pada jagung Popcorn adalah sebesar 16.38
ml/gr. Nilai tekstur terendah pada varietas lokal adalah pada varietas Bisma yaitu
sebesar 0.64 kg/mm sedangkan nilai tekstur jagung impor varietas Pop corn
sebesar 0.32 kg/mm. Semakin kecil nilai tekstur semakin renyah berondong
jagung.
Jagung unggul nasional yang paling disukai adalah varietas Lamuru, tetapi
rendemen Bisma lebih tinggi, sehingga diperlukan perlakuan khusus agar Lamuru
dapat menghasilkan rendemen kualitas I yang tinggi sehingga bisa menggantikan
jagung impor.
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 19 Desember 1987 sebagai


anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bpk. Hajar Sujatmo dan Ibu Nur
Fatimah. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Bekasi dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi
kemahasiswaan, diantaranya sebagai Anggota Grup Teater Kandang Fakultas
Peternakan 2005-2006, Staf Departemen Pengembangan Sumber Daya
Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB tahun
2006-2007, Koordinator Departemen Hubungan Masyarakat Ikatan Mahasiswa
Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI) 2006-2007, Anggota Grup Teater
Santan Fakultas Teknologi Pertanian 2005-2006, Sekretaris Umum Ikatan
Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI) 2007-2008, Staf
Departemen Hubungan Masyarakat Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian
(HIMATETA) IPB tahun 2007-2008, dan Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa
Teknik Pertanian (HIMATETA) IPB 2008-2009. Selain itu, penulis juga pernah
melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik “Proses Produksi Tepung Terigu”
di PT. Bogasari Flour Mills, Jakarta. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan maupun
sebagai peserta dalam seminar-seminar berskala nasional maupun internasional
selama menjadi mahasiswa.
Selain itu penulis menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Fisika untuk
Tingkat Persiapan Bersama selama 3 tahun.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul Teknik Puffing Pemanasan Konduksi Granula
Pasir Panas dalam Pembuatan Berondong Jagung Varietas Unggul Nasional di
bawah bimbingan Ir. Putiati Mahdar, MAppSc.
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan
rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian ini adalah Teknik Puffing Pemanasan Konduksi
Granula Pasir Panas dalam Pembuatan Berondong Jagung Varietas Unggul Nasional
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Ir. Putiati Mahdar, MAppSc. sebagai dosen pembimbing, atas segala
bimbingan, nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Atjeng M Syarief, M. SAE dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M. Si
selaku dosen pengajar Departemen Teknik Pertanian FATETA IPB dan dosen
penguji yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan atas masukan dan
saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian skripsi ini.
3. Orang tua penulis (Bapak Hajar Sujatmo dan Ibu Nur Fatimah), adikku
Kenang Suwasono dan seluruh keluarga besar penulis atas doa, pengorbanan,
dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.
4. Pak Sulyaden, Pak Ahmad, Mas Firman yang telah membimbing penulis
selama penelitian.
5. Aren dan Patricia atas semangat dan masukan yan diberikan kepada penulis.
6. Rekan-rekanku Ami, Ade, Agung, Ipeh, Diar, Sofie, Soleh, Ian, Agusti yang
telah membantu penulis.
7. Rekan-rekan Pasca Sarjana Teknik Pasca Panen Bambang Jati Nugroho, Pak
Kardi, Bu Ety, Mba Ida, Mba Yuli, Mba Vera atas masukan, kerjasama dan
bantuannya selama ini.
8. Pak Parjo yang telah menyediakan jagung dan masukan kepada penulis.
9. Mba Yuyun, Ema Pratiwi, Ayu, Sri, Dewi, Teti dan seluruh penghuni Pondok
Sabrina serta ibu kost atas segala dukungan dan bantuannya.
10. Rekan-rekan IMATETANI dan HIMATETA IPB atas semua dukungan,
bantuan serta ilmu yang sangat berguna bagi penulis.

i
11. Dosen-dosen, staff dan karyawan di Departemen Teknik Pertanian yang telah
memberikan banyak ilmu yang berguna bagi penulis.
12. Seluruh mahasiswa TEP atas segala dukungan dan kerjasamanya.
13. Bu Ros, Ibu Emar, Ibu Eda, Ibu Emil, Pak Nandang, dll.
14. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.

Bogor, September 2009


Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ………………………………………………………...…... i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. iii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………...………………. v
DAFTAR TABEL … ……………………………………………………..……...... vi
I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………. 1
A. LATAR BELAKANG……………………………………………………… 1
B. TUJUAN ……………………………………………………………..……. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………...……………. 3
A. BOTANI JAGUNG……………………………………………………...… 3
1. Sifat Morfologi dan Anatomi ……………………………………...…… 3
2. Komposisi Gizi ……………….………………………………………… 6
3. Jenis Jagung ….……………….………………………………………… 7
4. Produktivitas ………………….………………………………………... 10
5. Pemanfaatan .. ………………….………………………………………. 10
B. STANDAR NASIONAL INDONESIA JAGUNG PIPILAN KERING …... 11
C. BRONDONG JAGUNG ….…………………………………………...…… 12
1. Arti Brondong Jagung …….. ………………………………………...… 12
2. Puffing ………………………………………………………..……..…. 12
3. Kualitas Brondong Jagung …………………………………………..…. 15
D. PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI DAN KONDUKTIVITAS PASIR 17
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................... 19
A. TEMPAT DAN WAKTU …………………………………………………... 19
B. ALAT DAN BAHAN……………………………………………………… 19
1. Alat ……..…………………………………………………………...…. 19
2. Bahan ……..…………………………………………….……………… 19
C. METODE PENELITIAN ………………………………..………………… 20
1. Persiapan Bahan…….. …………………………………..…………...… 20

iii
a. Pemilihan Biji Jagung …………………………………………........ 20
b. Pengkondisian Biji Jagung ……..…………………………..……….. 20
c. Persiapan Media Sangrai …….……………………………………… 21
2. Proses Puffing ……………….………………..………………………… 21
3. Penyimpanan Brondong Jagung ………………………………..………. 23
4. Pengamatan dan pengukuran ….…………………………..……………. 26
a. Rendemen ……..…………………………………………………….. 26
b. Suhu Puffing ……………….……………………………………..… 26
c. Volume Spesifik …………………………………..…………….…... 27
d. Tekstur …………………………………………….…………….….. 27
e. Uji Organoleptik …………………………………………..………… 28
f. Kadar Air ……..…………………………………….………………. 28
g. Pengukuran Konduktivitas Panas Pasir ………………………………. 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 31
A. KONDUKTIVITAS PANAS PASIR ……..………………………………... 31
B. PENGKONDISIAN………………………………………………………… 31
C. SUHU PUFFING JAGUNG…………………...……………………………. 32
D. PENGUJIAN PERLAKUAN……………… ………………………….….. 34
E. RENDEMEN…………………………………………………..…….......... 35
F. VOLUME SPESIFIK……………………………………………… ……... 45
G. TEKSTUR…………………………………………………. ……............... 48
H. KADAR AIR BRONDONG JAGUNG …………………………………….. 49
I. UJI ORGANOLEPTIK ……………………………………. ……………….. 50
V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 54
A. SIMPULAN .................................................................................................... 54
B. SARAN ........................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 56
LAMPIRAN ................................................................................................................. 61

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman Jagung ………………...................................................................... 3


Gambar 2. Struktur Biji Jagung ……................................................................................. 4
Gambar 3. Bentuk Dan Ukuran Beberapa Jenis Jagung ……............................................ 9
Gambar 4. Biji Jagung dan Brondong Jagung ………..................................................... 13
Gambar 5. Perbandingan Brondong yang Gosong dan yang Dapat Mengembang
dengan Baik ..................................................................................................... 16
Gambar 6. Bentuk Fisik Bji jagung Setiap Varietas.......................................................... 20
Gambar 7. Lokasi Pemasangan Termokopel…………...…………………...…………… 22
Gambar 8. Gambar Detail Lokasi Pemasangan Termokopel ………………………....... 22
Gambar 9. Pemasangan Termokopel pada Biji Jagung ……............................................ 23
Gambar 10. Penyimpanan Brondong Jagung…................................................................ 24
Gambar 11. Diagram Alir Prosedur Penelitian………………………………………...... 25
Gambar 12. Hybrid recorder Yokogawa............................................................................ 26
Gambar 13. Timbangan Digital Mettler PM-4800………………………………………. 28
Gambar 14. Gelas ukur…………………………………………………………………... 28
Gambar 15. Rheometer tipe CR-300…………………………………………………….. 28
Gambar 16. Graphtec servo 150…………………………………………………………. 28
Gambar 17. Timbangan analitik…………………………………………………………. 28
Gambar 18. Oven………………………………………………………………………... 28
Gambar 19. Kett Moisture tester………………………………………………………… 30
Gambar 20. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung dan Varietas Terhadap Suhu Puffing Biji 32
Jagung................................…………………………………………………
Gambar 21. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Presentase Rendemen Varietas 34
Arjuna.................................…………………………………………………
Gambar 22. Pengembangan Brondong Jagung …………..…………………………… 35
Gambar 23. Pengembangan Brondong Jagung Kualitas I................................................. 36
Gambar 24. Pengembangan Brondong Jagung Kualitas II................................................ 36

v
Gambar 25. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Presentase Rendemen
Varietas Arjuna.............................................................................................. 38
Gambar 26. Brondong Jagung Arjuna pada Berbagai Perlakuan...................................... 40
Gambar 27. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Presentase Rendemen
Varietas Bisma ……...................................................................................... 41
Gambar 28. Berondong Jagung Bisma dengan Rendemen Tertinggi…………..……...... 41
Gambar 29. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Rendemen Berondong Jagung
Srikandi ……………………………………………………………………. 42
Gambar 30. Berondong Jagung Srikandi dengan Rendemen Tertinggi ………………… 42
Gambar 31. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Rendemen Berondong Jagung
Lamuru ……………………………………………………….…………... 43
Gambar 32. Rendemen Tertinggi Brondong Jagung Lamuru……………………..…….. 43
Gambar 33. Mesin Pembuat Berondong Jagung Merk “Nostalgia Electric………...…… 45
Gambar 34. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung terhadap Volume Spesifik Setiap
Varietas Jagung…………………………………………….…………….. 45
Gambar 35. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung terhadap Tekstur …………………….. 48

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Kandungan Kimia Biji Jagung………………………….......................... 6
Tabel 2. Syarat Khusus Mutu Jagung……………………….................................. 11
Tabel 3. Nilai Gizi Brondong Jagung ………………………………………….… 12
Tabel 4. Perbandingan hasil puffing beberapa serealia ...................................... 15
Tabel 5. Kadar Air Jagung yang Akan Digunakan ……........................................ 31
Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Kualitas Brondong Jagung...... 34
Tabel 7. Pengaruh Kadar Air Awal BahanTerhadap Rendemen Brondong.......... 37
Tabel 8. Pengaruh Kadar Air Awal Bahan Terhadap Kualitas I Rendemen
Jagung………………………………………………………………… 37
Tabel 9. Kandungan Amilopektin dan Amilosa Beberapa Varietas Jagung.......... 38
Tabel 10. Rendemen Berondong Jagung Lokal yang Dihasilkan dengan Metode
yang Berbeda……………...................................................................... 44
Tabel 11. Volume Spesifik Jagung Lokal yang Dihasilkan dengan Metode yang
Berbeda…………….............................................................................. 47
Tabel 12.Tekstur Jagung Lokal yang Dihasilkan dengan Metode yang
Berbeda……………........................................................................... 49
Tabel 13. Pengaruh Kadar Air Awal Bahan Terhadap Kadar Air Berondong
Jagung dari Tiap Varietas …………………......................................... 50

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Duncan Perlakuan Varietas Jagung terhadap Rendemen


Kualitas I Berondong Jagung ………….……....................................... 61
Lampiran 2. Hasil Uji Duncan Perlakuan Kadar Air Awal Jagung terhadap
Rendemen Kualitas I Berondong Jagung ..........……........................... 61
Lampiran 3. Hasil Uji Duncan Interaksi Perlakuan Varietas Jagung dan Kadar Air
Awal Jagung terhadap Rendemen Kualitas I Berondong Jagung ….... 62
Lampiran 4. Hasil Uji Duncan Perlakuan Varietas Jagung terhadap Rendemen
Kualitas II Berondong Jagung ....……................................................. 64
Lampiran 5. Hasil Uji Duncan Perlakuan Kadar Air Awal Jagung terhadap
Rendemen Kualitas II Berondong Jagung ............................................ 64
Lampiran 6. Hasil Uji Duncan Interaksi Perlakuan Varietas Jagung dan Kadar Air
Awal Jagung terhadap Rendemen Kualitas I Berondong Jagung ........ 66
Lampiran 7. Hasil Uji Duncan Perlakuan Varietas Jagung terhadap Volume 67
Spesifik Berondong Jagung Kualitas I ....… …….…………………
Lampiran 8. Hasil Uji Duncan Perlakuan Kadar Air Awal Jagung terhadap Volume 67
Spesifik Berondong Jagung Kualitas I ……………….........................
Lampiran 9. Hasil Uji Duncan Interaksi Perlakuan Varietas Jagung dan Kadar Air 68
Awal Jagung terhadap Volume Spesifik Berondong Jagung Kualitas
Lampiran 10. Hasil Uji Duncan Perlakuan Varietas Jagung terhadap Volume 68
Spesifik Berondong Jagung Kualitas II ............................................
Lampiran 11. Hasil Uji Duncan Perlakuan Kadar Air Awal Jagung terhadap
Volume Spesifik Berondong Jagung Kualitas II ...... …………........ 68
Lampiran 12. Hasil Uji Duncan Interaksi Perlakuan Varietas Jagung dan Kadar
Air Awal Jagung terhadap Volume Spesifik Berondong Jagung
Kualitas I............................................................................................ 68
Lampiran 13. Hasil Uji Duncan Perlakuan Varietas Jagung terhadap Tekstur
Berondong Jagung................. …………..………………………….. 69
Lampiran 14. Hasil Uji Duncan Perlakuan Kadar Air Awal Jagung terhadap

viii
Volume Spesifik Berondong Jagung …………………..………...... 70
Lampiran 15. Hasil Uji Duncan Interaksi Perlakuan Varietas Jagung Dan Kadar
Air Awal Jagung terhadap Tekstur Berondong Jagung ………...… 70
Lampiran 16. Hasil Uji Duncan Perlakuan Varietas Jagung terhadap Kadar Air
Berondong Jagung………………………………………...……..… 72
Lampiran 17. Hasil Uji Duncan Perlakuan Kadar Air Awal Jagung terhadap Kadar
Air Berondong Jagung ……………………………………..……… 72
Lampiran 18. Hasil Uji Duncan Interaksi Perlakuan Varietas Jagung dan Kadar Air
Awal Jagung Terhadap Kadar Air Berondong 72
Jagung………………………………………………………….........
Lampiran 19. Rekapitulasi Data Rata-Rata Hasil Penilaian Organoleptik
Berondong Jagung Lokal Srikandi ………………………………… 73
Lampiran 20. Rekapitulasi Data Rata-Rata Hasil Penilaian Organoleptik
Berondong Jagung Lokal ……….…………………………………. 74
Lampiran 21. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Penilaian Organoleptik
Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Lokal terhadap Berondong 74
Jagung………………………………………………………………
Lampiran 22. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Penilaian Organoleptik
Pengaru kadar Air Awal Jagung Pop Corn terhadap Berondong 74
Jagung……………............................................................................
Lampiran 23. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Penilaian Organoleptik
dari Pengaruh Varietas Jagung Terhadap Tingkat Kesukaan
Konsumen terhadap Berondong Jagung........................................... 75
Lampiran 24. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Varietas Jagung
Lokal dan Pop Corn terhadap Tingkat Kesukaan Konsumen
Terhadap Berondong Jagung............................................................. 75
Lampiran 25. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Varietas Jagung Lokal
terhadap Suhu Puffing ……………………………………………...…… 75
Lampiran 26. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Varietas Jagung Lokal
terhadap Suhu Puffing …….............................................................. 75

ix
x
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu komoditas yang giat dibudidayakan dalam
rangka mendukung program diversifikasi pangan. Produksi jagung nasional
semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2006, produksi jagung nasional
mencapai 12 juta ton (Badan Pusat Statistik, 2006), dan pada tahun 2008
produksi jagung mencapai 14 ton (Badan Pusat Statistik, 2008). Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (2006) menunjukkan semua provinsi di Indonesia
menanam jagung dengan kapasitas produksi yang beragam. Tujuh provinsi
penghasil utama jagung di Indonesia adalah Jawa Timur, Jawa Tengah,
Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa
Barat. Luas areal panen dari ketujuh provinsi tersebut mencapai 84.43% dari total
areal panen jagung nasional (Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pertanian, 2005).
Penanganan dan pengolahan hasil pertanian penting untuk meningkatkan
nilai tambah, terutama pada saat produksi melimpah. Jagung dapat diolah
menjadi berbagai produk olahan. Salah satu hasil olahan jagung yang disukai
konsumen adalah berondong jagung, Berondong jagung merupakan makanan
ringan favorit yang telah dikonsumsi selama hampir satu abad (Pordesimo,
1990). Hal ini disebabkan berondong jagung mempunyai tekstur lembut yang
sangat disukai konsumen serta rasa yang enak dan bervariasi karena pada
umumnya berondong jagung diberi bermacam-macam bumbu seperti gula,
karamel, garam, keju, dan rasa yang lain, tetapi umumnya berondong jagung
yang dijual di pasaran berasal dari jagung yang diimpor. Dalam rangka
meningkatkan kualitas sumberdaya dalam negri, maka jagung yang digunakan
adalah jagung varietas unggul nasional merupakan jagung dalam negri yang
mudah didapat.
Pembuatan berondong jagung biasanya menggunakan alat khusus, namun
pada penelitian kali ini berondong jagung dibuat dengan menggunakan teknik
1
puffing pemanasan konduksi granula pasir panas, sehingga berondong jagung
yang dihasilkan adalah camilan sehat yang tidak mengandung minyak. Teknik
puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan dimana bahan pangan
tersebut mengalami pengembangan sebagai akibat pengaruh perlakuan suhu atau
tekanan sehingga mengakibatkan terjadinya proses perubahan pada struktur
bahan tersebut (Sulaeman, 1995). Teknik puffing pada penelitian ini
memanfaatkan panas dari sumber panas api untuk menaikkan suhu granula pasir,
kemudian panas granula pasir secara kondukasi dipakai untuk memanaskan butir
jagung hingga terjadi proses puffing.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain :
1. Mengetahui suhu puffing jagung varietas lokal
2. Mempelajari sifat fisik berondong jagung varietas lokal yang dipanaskan
dengan menggunakan pemanasan konduksi granula pasir panas.
3. Mengetahui bisa tidaknya berondong jagung varietas unggul nasional
menggantikan berondong jagung varietas impor

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BOTANI JAGUNG ( Zea mays L. )


1. Sifat Morfologi dan Anatomi
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia
yang cukup penting selain gandum dan padi. Jagung pertama kali
dibudidayakan di Mexico bagian tengah atau bagian selatan. Budidaya jagung
kemungkinan dimulai pada era Kristiani dan ditemukan pada saat Colombus
menemukan Amerika (Wolfe dan Kipps, 1959). Tanaman ini pertama kali
dibawa oleh bangsa Portugis dan Spanyol ke Indonesia sekitar empat ratus
tahun lalu (Suprapto, 1998).

Gambar 1. Tanaman Jagung (Purwono dan Rudi, 2005)

Klasifikasi dan sistimatika tanaman jagung adalah sebagai berikut :


Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)
Classic : Monokotiledon (berkeping satu)
Ordo : Graminae (rumput-rumputan)
Familia : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays L
3
Biji jaguung berbentuuk bulat dann tersusun rapi
r pada toongkol jagunng.
Susu
unan biji jaguung pada tonngkol berbentuk spiral. Setiap tongkkol terdiri attas
10-14 deret, sedaangkan jumllah biji dalaam setiap tonngkol berkissar antara 2000-
400 biji
b (Supraptto, 2005). Biji
B jagung teertutup oleh pericarp dann tersusun attas
embrrio, endospeerm, lapisann pelindungg, serta nukkleus. Kom
mposisi jaguung
umum
mnya terdirii dari 85% endosperm,
e 10% embrioo dan scutelllum, serta 5%
5
sisan
nya pericarp,, seed coat, pedicel,
p dann nukleus (Leonard dan Martin,
M 19633).
Struk
ktur Biji jaguung dapat diilihat pada Gambar
G 2.

Gambar 2. Struuktur Biji Jagung (www.geeochembio.coom)

Pericarp merupakan lapisan pem


mbungkus biiji yang terddiri dari enaam
sel issodiametris yang berdinnding tebal dan memanj
njang. Pericaarp terdiri dari
epicaarp (lapisan terluar), mesocarp, dann tegmen (sseed coat). Tegmen (seeed
coat)) terdiri daari dua lappis sel yaittu spermodeerm dan periperm yaang
meng
gandung lem
mak (Muchtaadi dan Sugiyyono, 1992).
Endosperrm tersusun dari sel-sel parenkim yang
y berdindding tebal dan
d
umum
mnya berbeentuk radiall memanjanng dan padaat. Sel-sel tersebut
t berrisi
granu
ula pati dann beberapa butir
b proteinn. Endosperm
m jagung teerdiri dari dua
d
bagiaan yaitu enndosperm keras (hornyy endosperm
m) dan enddosperm lunnak
(starrchy endospeerm). Bagiann endosperm
m keras disussun oleh sel--sel yang lebbih
kecill dan rapat, sedangkan bagian endoosperm lunaak menganddung pati yaang

4
lebih banyak dengan susunan sel yang tidak terlalu rapat. Pati mempunyai
peranan penting bagi produk-produk puffed, selain karena berpengaruh pada
tekstur juga pada daya awetnya. Pengaruh itu terutama disebabkan kandungan
amilosa dengan amilopektin dalam pati. Amilopektin diketahui bersifat
merangsang terjadinya proses mekar atau puffing sehingga produk puffed
yang berasal dari pati-patian dengan kandungan amilopektin yang tinggi akan
bersifat ringan, porus, garing dan renyah, sedangkan pati dengan amilosa
tinggi seperti pati yang berasal dari umbi-umbian cenderung menghasilkan
produk yang keras dan pejal karena proses pengembangan terbatas (Muchtadi
dan Sugiyono, 1992).
Embrio terdiri atas plumula (koleoptil), radikula, dan scutellum.
Scutellum merupakan modifikasi kotiledon yang berperan sebagai organ
penyimpanan makanan (Leonard dan Martin, 1963). Plumula merupakan
komponen penyusun embrio yang menyerupai pucuk, sedangkan radikula
memiliki bentuk menyerupai akar. Embrio kaya akan lemak, mineral, protein,
dan gula. Sebagian besar minyak dalam embrio tersimpan pada bagian
scutellum. Minyak dalam embrio jagung berupa butiran dengan jumlah
berkisar antara 50-56% (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Lapisan luar endosperm dan embrio (lembaga) adalah aleuron yang
merupakan lapisan tempat sel menyimpan protein biji. Lapisan ini disusun
oleh sel-sel parenkim dengan dinding tipis setebal 2 mm. Aleuron jagung
hanya terdiri dari satu lapis sel. Dinding sel aleuron bereaksi positif terhadap
zat pewarna untuk protein, hemiselulosa, dan selulosa (Muchtadi dan
Sugiyono, 1992).
2. Komposisi Gizi
Komposisi gizi jagung bervariasi menurut varietas, cara tanam, iklim,
dan tingkat kematangan. Komponen gizi utama yang terdapat dalam biji
jagung adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Kandungan karbohidrat jagung
terdiri dari pati, serat kasar, dan pentosan.

5
Tabel 1. Kandungan Gizi Biji Jagung Dalam 100 Gram Bahan

Substansi Satuan Nilai per 100 gram (%)


Air g 10.37
Energi kJ 1528.18
Protein g 9.42
Lemak g 4.74
Abu g 1.20
Karbohidrat g 74.26
Serat g 7.3
Gula g 0.64
Kandungan Mineral
Kalsium mg 7
Besi mg 2.71
Magnesium mg 127
Fosfor mg 210
Potasium mg 287
Yodium mg 35
Seng mg 2.21
Tembaga mg 0.314
Mangan mg 0.485
Selenium, µg 15.5
Vitamins
Vitamin C mg 0.0
Thiamin mg 0.385
Riboflavin mg 0.201
Niacin mg 3.627
Pantothenic acid mg 0.424
Vitamin B-6 mg 0.622
Vitamin A, RAE µg_RAE 11
Karoten, beta µg 97
Karoten, alpha µg 63
Vitamin A, IU IU 214
Vitamin E mg 0.49
Sumber : USDA (2009)

6
Komponen paling besar dari biji jagung adalah karbohidrat dalam
bentuk pati, gula, pentosan, dan serat. Karbohidrat pada jagung sebagian besar
merupakan komponen pati. Biji jagung mengandung pati 54.1-71.7%
sedangkan kandungan gulanya 2.6-12.0% (Richana dan Suarni, 2009).
3. Jenis Jagung
Menurut Leonard dan Martin (1963), jagung dibedakan ke dalam tujuh
jenis berdasarkan karakteristik bijinya, yaitu:
a. Dent Corn
Jagung jenis ini memiliki biji berbentuk seperti gigi kuda.
Bentuk ini disebabkan oleh pengkerutan lapisan pati lunak selama
proses pematangan. Jagung gigi kuda memiliki lekukan di puncak biji
yang terjadi karena pati keras terdapat di pinggir biji, sedangkan pati
lunak berada di puncak biji. Jagung ini umumnya memiliki biji
berwarna putih dan kuning.
b. Flint Corn
Jenis jagung ini disebut dengan jagung mutiara. Jagung mutiara
lebih cepat matang namun hanya sedikit mengandung pati lunak. Pada
jenis ini, pati keras berkumpul pada mahkota jagung, sedangkan pati
lunaknya berkumpul pada bagian tengah jagung. Jagung mutiara
memiliki endosperma yang tebal dan keras mengelilingi inti granula
yang kecil dan lunak. Bagian atas bijinya berbentuk bulat dan tidak
berlekuk. Jenis jagung yang digunakan pada peneletian ini adalah
jagung mutiara.
c. Sweet Corn
Jagung ini memiliki gen resesif yang menghambat konversi gula
menjadi pati sehingga memberikan karakteristik manis. Ciri lain jagung
ini adalah bijinya yang dapat berubah menjadi keriput bila dikeringkan.
d. Pop corn
Jenis ini disebut dengan jagung berondong karena dapat meledak
ketika dipanaskan. Peledakan biji terjadi akibat proses penghilangan
7
kelembaban yang cepat dari tiap biji setelah hidrolisis parsial selama
pemanasan. Butir biji jagung ini memiliki bentuk agak meruncing
dengan ukuran yang kecil.
e. Flour Corn
Jagung jenis ini seluruh patinya merupakan pati lunak. Jagung
tepung merupakan jenis tertua dan ditemukan sejak zaman suku Aztek
dan Inca. Endosperm jagung tepung bersifat lunak, mudah ditepungkan,
dan mudah ditumbuhi kapang.
f. Pod Corn
Jagung ini memiliki ciri yang khas dimana tongkol dan bijinya
diselubungi oleh kelobot. Jagung ini juga disebut dengan jagung polong
dan sering digunakan sebagai tanaman hias.
g. Waxy Corn
Endosperm jagung ini seluruhnya terdiri atas amilopektin. Biji
jagung ini mirip lilin. Jagung ketan memiliki kandungan amilopektin
yang lebih tinggi sehingga memiliki rasa yang pulen.
Menurut Suprapto (2002), golongan jagung yang terdapat di Indonesia
ada empat macam yaitu jagung gigi kuda, jagung mutiara, jagung berondong,
dan jagung manis. Perbandingan bentuk dan ukuran beberapa jenis jagung
dapat dilihat pada Gambar 3.
Menurut Purwono dan Rudi (2005), jagung dikelompokkan
berdasarkan umur tanaman dibagi menjadi tiga golongan yaitu : berumur
pendek (genjah) : tanaman bisa dipanen pada umur 75-90 hari setelah tanam.
Beberapa contoh varietas yang berumur pendek antara lain Genjah Warangan,
Genjah, Kertas, Abimanyu, dan Arjuna. Berumur sedang (tengahan): tanaman
jagung yang berumur 90-120 hari digolongkan dalam tanaman jagung
berumur sedang. Beberapa varietas yang termasuk dalam golongan ini antara
lain hibrida C 1, hibrida CP 1, hibrida CPI 2, hibrida IPB 4, dan hibrida
Pioneer 2. Berumur panjang : tanaman yang berumur lebih dari 120 hari
digolongkan dalam tanaman jagung berumur panjang. Kania putih, Bastar
8
Kuning, Bima, dan Harapan adalah beberapa contoh varietas yang termasuk
dalam golongan tanaman jagung berumur panjang.

Dent Corn Flour Corn

Flint Corn Pod Corn

Sweet Corn Pop corn

Gambar 3. Bentuk Dan Ukuran Beberapa Jenis Jagung (Purwono dan Rudi, 2005)

9
4. Produktivitas
Jagung merupakan penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam
sektor tanaman pangan. Berdasarkan data Departemen Pertanian tahun 2007,
selama periode 2001-2006 rata-rata luas areal panen jagung di Indonesia
sekitar 3.35 juta hektar/tahun dengan laju peningkatan 0.95% per tahun. Nilai
ini lebih kecil jika dibandingkan dengan luas areal panen jagung tahun 1995-
1999 yang mencapai 3.61 juta hektar/tahun (Badan Pusat Statistik, 1999).
Produktivitas jagung di Indonesia masih sangat rendah, baru mencapai
3.47 ton/hektar pada tahun 2006, namun tingkat produktivitas ini cenderung
meningkat dengan laju 3.38% per tahun. Dalam periode 1990-2006, produksi
jgung rata-rata mencapai 9.1 juta ton dengan laju peningkatan 4.17% per
tahun (Departemen Pertanian, 2007). Kondisi ini menggambarkan bahwa
peningkatan produksi jagung di Indonesia lebih ditentukan oleh peningkatan
produktivitas daripada peningkatan luas panen.
Produksi jagung tahun 2008 mencapai 15.86 juta ton pipilan kering
atau naik sebesar 2.57 juta ton (19.36%) dibandingkan dengan produksi tahun
2007. Peningkatan produksi terjadi karena kenaikan luas panen dan
produktivitas (Badan Pusat Statistik, 2008).
Pada dekade 1995-1999, terdapat lima propinsi penghasil jagung
terbesar di Indonesia yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Nusa
Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Tiga propinsi penghasil jagung
terbesar yang memiliki laju pertumbuhan produktivitas melebihi rata-rata 6%
per tahun adalah Nusa Tenggara Timur, Lampung, dan Sulawesi Selatan
(Badan Pusat Statistik, 1999). Sementara pada tahun 2008, penyebaran sentra
produksi jagung meliputi propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara,
Lampung, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, dan Sulawesi Selatan (Badan
Pusat Statistik, 2008).
5. Pemanfaatan
Jagung sebagai sumber pangan telah dimanfaatkan untuk makanan
pokok, makanan penyela, makanan kecil, tepung, kue, roti, mie, dan bubur.
10
Kegunaan lain dari jagung antara lain sebagai makanan ternak serta bahan
baku industri seperti pati, glukosa, sirup, alkohol, dan minyak (Hubeis, 1984).
Menurut Suma (2009), hampir seluruh bagian tanaman jagung
memiliki nilai ekonomis. Beberapa manfaat bagian-bagian tanaman jagung
adalah :
a) Batang dan daun muda: pakan ternak
b) Batang dan daun tua (setelah panen): pupuk hijau atau kompos
c) Batang dan daun kering: kayu bakar
d) Batang jagung: lanjaran (turus)
e) Batang jagung: pulp (bahan kertas)
f) Buah jagung muda: sayuran, bergedel, bakwan, sambel goreng
g) Biji jagung tua : pengganti nasi, marning, berondong, roti jagung,
tepung, bihun, bahan campuran kopi bubuk, biskuit, dan kue kering.
B. STANDAR MUTU JAGUNG PIPILAN KERING
Standar mutu jagung di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional
Indonesia SNI 01-03920-1995. Klasifikasi dan standar mutunya adalah sebagai
berikut : berdasarkan warnanya, jagung kering dibedakan menjadi jagung kuning
(bila sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna kuning), jagung putih (bila
sekurang-kurangnya bijinya berwarna putih) dan jagung campuran yang tidak
memenuhi syarat-syarat tersebut. Syarat umum, adalah bebas hama dan penyakit,
bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya, bebas dari bahan kimia, seperti:
insektisida dan fungisida, memiliki suhu normal. Syarat khusus disajikan pada
Tabel 2.

Tabel 2. Syarat Khusus Mutu Jagung

Syarat khusus Mutu I Mutu II Mutu III


Kadar air maksimum (%) 14 1.55 15.5
Butir rusak maksimum (%) 5 8 11
Butir pecah maksimum (%) 3 5 9
Kotoran maksimum (%) 3 4 5

Sumber : SNI 01-03920-1995


11
C. BERONDONG JAGUNG
1. Arti Berondong Jagung
Berondong jagung merupakan makanan ringan favorit telah
dikonsumsi selama hampir satu abad (Pordesimo, 1990). Hal ini disebabkan
berondong jagung mempunyai rasa yang enak dan bervariasi karena pada
umumnya berondong jagung diberi bermacam-macam bumbu serta memiliki
tekstur lembut yang sangat disukai konsumen. Berondong jagung dengan
mudah dibumbui dengan gula, karamel, garam, keju, dan rasa yang lain.
Kualitas berondong jagung ditentukan beberapa faktor yaitu volume
pengembangan, bentuk biji jagung, tekstur, dan rasa. Selama mengembang,
volume berondong jagung dapat meningkat hingga 30 kali. Kelembutan
berondong jagung berhubungan positif dengan volume pengembangan
(Hoseney, 1998).
Berondong jagung mengandung gizi yang penting bagi manusia,
seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Kandungan nutrisi
dari berondong jagung disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Gizi Berondong Jagung

No. Kandungan Gizi Jumlah


1. Karbohidrat 78 g
2. Lemak 4g
3. Protein 12 g
4. Riboflavin (Vit B2) 0.3 mg
5. Thiamine (Vit. B1) 0.2 mg
6. Besi 2.7 mg

Sumber : (www.nal.usda.gov)
2. Puffing
Teknik puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan dimana
bahan pangan tersebut mengalami pengembangan sebagai akibat pengaruh
perlakuan suhu atau tekanan sehingga mengakibatkan terjadinya proses
perubahan pada struktur bahan tersebut (Sulaeman, 1995). Berondong jagung
12
dapat terbentuk karena pada saat biji jagung dipanaskan, air di dalam biji
jagung menguap dan membuat biji jagung semakin mengembang dan
menerobos ke luar hingga meletuskan biji (Purwono dan Rudi, 2005).

Gambar 4. Biji Jagung dan Berondong Jagung

Setiap biji jagung terdiri dari sejumlah air. Tidak seperti biji yang
lainnya, pericarp biji jagung sangat keras dan sulit dilalui oleh air, dan pati
yang dikandung oleh biji jagung hampir seluruhnya tebal dan keras. Ketika air
dipanaskan hingga melebihi titik didihnya maka akan menguap dan
menimbulkan tekanan sangat tinggi (Rooney, 1974). Pada suhu tertentu,
tekanan menjadi sangat besar sehingga pericarp pecah, dan endosperm
mengembang, agar biji jagung dapat meledak dibutuhkan suhu ruangan yang
sangat tinggi di sekitar biji jagung. Suhu ruangan pada alat pembuat
berondong jagung adalah 196-277 oC (Roshdy, 1984). Produk yang sudah
popular dan juga banyak dijual di Super Market adalah berondong jagung.
Berondong jagung dihasilkan dengan adanya proses puffing. Teknologi
puffing dikembangkan oleh A.P Anderson pada awal tahun 1990 (Maxwell
dan Holahan, 1974).
Berdasarkan cara pembuatannya, puffing serealia dapat dibuat dengan
tiga cara yaitu gun, oven, atau ekstruksi (Matz, 1959). Cara yang masih
diterapkan adalah dengan memasak biji-bijian tanpa penambahan bahan
lainnya dengan mengatur kadar air yang tepat dan ditutup rapat dalam puffing
gun. Puffing gun merupakan alat puffing sederhana yang terdiri dari sebuah
silinder horizontal (mirip meriam kuno) yang diputar pada sumbunya,
13
pembakar gas atau pemanas untuk memanaskan bagian luar silinder, alat-alat
pembuka silinder, serta alat-alat untuk memasukkan dan mengeluarkan bahan.
Masa biji-bijian yang jatuh berserakan dalam silinder diputar agar menjadi
panas dalam beberapa menit dan didesak oleh udara panas dan uap air bahan.
Bila tekanan yang diharapkan telah tercapai, tutup dibuka dan isinya akan
meledak dengan bunyi nyaring dan butir serealia akan mengembang karena
adanya penguapan air internal yang tiba-tiba. Kondisi yang tepat dari puffing
mempunyai pengaruh penting pada rasa dan stabilitas produk. Waktu
pembakaran harus dikontrol dalam selang beberapa detik untuk menghindari
kurangnya pengembangan maupun terjadinya kegosongan produk (Maxwell
dan olahan, 1974).
Menurut Jugenheimer (1976), kemampuan mengembang ditentukan
oleh kandungan endospermnya. Pada pembuatan berondong jagung dari jenis
Pop corn, kadar air awal sangat berpengaruh terhadap pengembangan volume
dari produk dan ditemukan kadar air yang optimum adalah 14%
(Jugenheimer, 1976).
Teknik puffing selain dipengarui kandungan air, juga dipengaruhi oleh
kandungan pati. Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula
(butir) yang berbeda-beda. Volume granula pati akan meningkat jika granula
pati berada pada air suhu 55-65oC dan kemudian terjadi pembengkakan pada
granula pati, namun setelah terjadi pembengkakan ini granula pati dapat
kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar
biasa tetapi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan
tersebut dinamakan gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut
suhu gelatinisasi (Winarno, 1992).
Proses gelatinisasi terjadi disebabkan adanya campuran pati dengan air
yang dipanaskan, sehingga menyebabkan energi kinetik molekul-molekul air
menjadi lebih kuat daripada daya tarik menarik antar molekul pati di dalam
granula pati, sehingga air dapat masuk ke dalam granula. Hal inilah yang

14
menyebabkan bengkaknya granula pati tersebut. Jika suhu semakin naik,
granula pati akan pecah (Hodge dan Osman, 1976).
Tabel 4. Perbandingan Pengembangan Beberapa Serealia
Komoditi Pengembangan Referensi
Gandum 8-16 kali Matz, 1959
Berondong Jagung 20-30 kali Jugenheimer, 1976
Beras 10-15 kali Bhattacharya, 1979
Sorgum 6-23 kali Desikachar dan Candrashekar, 1982

3. Kualitas Berondong Jagung


Menurut Jugenheimer (1976), kualitas berondong jagung yang baik
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu besar ekspansi (pengembangan), bentuk
butir dan warna, sedangkan faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil
pengembangan adalah metode pembuatan, bentuk, kadar air, dan endosperm.
Sifat fisik dari berondong jagung dapat mempengaruhi volume pengembangan
selama puffing. Willer dan Brunson (1927), menemukan bahwa biji jagung
yang berukuran lebih kecil akan menghasilkan volume pengembangan lebih
tinggi. Ukuran biji jagung yang berhubungan dengan dimensi biji jagung yaitu
panjang, lebar, dan tebal yang berhubungan negatif dengan pengembangan
volumenya.
Kondisi terbaik untuk puffing dent corn dengan menggunakan rice cake
machine adalah dengan menggunakan kadar air awal jagung 14%, dengan
pemanasan suhu ruangan 215 oC selama 9 detik (Hsieh et al, 1990).
Kadar air dibutuhkan pada puffing biji untuk menghasilkan uap panas
yang sangat tinggi sebagai sumber tenaga untuk mengembang (Park, 1976;
Hoseney et al., 1983). Ukuran dan keutuhan biji sangat penting dalam
peledakan biji (Chinnaswamy and Battacharya, 1983; Hoseney et al., 1983).
Ukuran biji jenis Popcorn lebih kecil daripada biji janis lokal. Pemberian zat
aditif seperti garam, gula, minyak, dan alkohol juga mempunyai pengaruh
pada kualitas sifat puffing.

15
Puffing berondong jagung sensitif terhadap panas. Jika terlalu cepat
panas, uap yang di luar lapisan dari biji jagung dapat mencapai tinggi tekanan
dan perpecahan di sekam sebelum pati di tengah dari biji jagung dapat
sepenuhnya menjadi berkembang, yang menyebabkan biji berkembang hanya
sebagian, dan bagian pusat dari berondong jagung sangat keras. Pemanasan
terlalu lambat sepenuhnya menyebabkan biji tidak dapat mengembang.

Gambar 5. Perbandingan Antara Berondong Jagung yang Gosong dan


yang Dapat Mengembang dengan Baik

Produsen dan penjual dari berondong jagung mempertimbangkan dua


faktor utama dalam mengevaluasi kualitas berondong jagung adalah
presentase dari berondong jagung, yaitu banyak berondong jagung yang
mengembang serta pengembangan volume merupakan faktor penting bagi
konsumen. Bagi konsumen, lebih besar berondong jagung cenderung lebih
lembut dan yang terkait dengan kualitas tinggi. Untuk penanam, distributor,
dan penjual, pengembangan volume berhubungan erat dengan keuntungan
yaitu membeli berondong jagung berdasarkan berat dan menjualnya
berdasarkan volume. Untuk kedua alasan ini, penjual berondong jagung
mengambil keuntungan yang lebih tinggi per unit berat.
Penampilan pengembangan berondong jagung dapat menyerupai kupu-
kupu atau jamur. Pengembangan yang menyerupai kupu-kupu lebih disukai
untuk dikonsumsi, sedangkan tipe jamur lebih banyak dikonsumsi dengan
penambahan gula.

16
D. PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI DAN KONDUKTIVITAS PANAS
PASIR
Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi
karena adanya perbedaan suhu pada suatu bahan, sehingga terjadi perpindahan
energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Perpindahan energi
tersebut disebabkan adanya molekul yang mengangkut energi ke bagian yang
suhunya lebih rendah. Energi kinetik molekul ditunjukkan oleh suhunya, jadi
pada bagian bersuhu tinggi molekul-molekul mempunyai kecepatan yang lebih
tinggi daripada molekul bersuhu rendah. Molekul-molekul itu selalu berada
dalam gerakan acak, saling bertumbukan satu sama lain, dimana terjadi
perpindahan energi. Molekul-molekul tersebut selalu berada dalam gerakan acak
walaupun tidak terdapat perbedaan suhu (Holman, 2007).
Perpindahan panas dinyatakan dengan hukum Fourier, q = -kA (dT/dx)
di mana k adalah konduktivitas termal, W/moC; A adalah luas penampang tegak-
lurus pada aliran panas, m2; dan dT/dx adalah gradien temperatur dalam arah
aliran panas, -oC/m sedangkan tanda minus menunjukkan bahwa suhu mengalir
ke bagian yang bersuhu lebih rendah (Wiranto, 1995).
Contoh perpindahan panas secara konduksi pada kehidupan sehari-hari
adalah perpindahan panas pada pasir yang dipanaskan. Panas yang ditimbulkan
biasanya digunakan dalam pembuatan produk pangan. Pembuatan produk pangan
dengan memanfaatkan panas pasir disebut penyangraian. Cara penyangraian
prinsipnya sama dengan menggoreng. Beda penyangraian dengan penggorengan
hanya terletak pada media pemanasan. Penyangraian menggunakan pasir
sedangkan penggorengan menggunakan minyak goreng. Suhu penyangraian
harus tinggi, karena selain mempengaruhi kualitas produk pangan, juga untuk
mensterilkan mikroorganisme yang ada pada pasir. Pasir digunakan sebagai
media penyangraian dikarenakan pasir memiliki nilai konduktivitas panas yang
tinggi yaitu sebesar 0.311 J/dt m.C-0.362 J/dt m.C (Siswantoro, 2008).
Konduktivitas panas merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan
bahan untuk mentransmisikan panas. Nilai angka konduktivitas panas
17
menunjukkan berapa cepat panas mengalir dalam bahan tertentu. Semakin cepat
molekul bergerak, semakin cepat pula molekul mengangkut energi (Holman,
2007).
Penyangraian hingga saat ini diterapkan pada pembuatan produk seperti
kerupuk dan kacang, namun tidak menutup kemungkinan dapat diterapkan dalam
pembuatan berondong jagung. Pembuatan berondong jagung membutuhkan suhu
yang tinggi yaitu sekitar 200 oC, oleh karena itu pasir digunakan sebagai media
dalam penyangraian. Pasir yang digunakan sebagai media sangrai berukuran 3-4
mm. Pasir menjadi panas dikarenakan adanya perpindahan panas dari api ke
penggorengan selanjutnya ke pasir melalui proses hantaran panas konduksi.
Perpindahan panas ini dikarenakan energi kalor dari api berpindah ke molekul
yang membangun penggorengan maupun pasir. Molekul merupakan alat
pengangkut kalor di dalam bahan menurut proses perpindahan kalor konduksi.
(Masyithah dan Bode, 2006).

18
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu


Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Teknik
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (Lab. TPPHP), Departemen Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan mulai dari 19 April – 19 Juni 2009.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain hybrid
recorder yokogawa tipe DXA 120 MV1000/MV2000 untuk merekam dan
menyimpan data suhu, kabel termokopel tipe J, Rheometer model CR-300
untuk mengukur kerenyahan berondong jagung, Kett Moisture untuk
mengukur kadar air jagung, oven, desikator, timbangan digital Mettler PM-
4800 dan timbangan analitik, tempat kedap udara untuk menyimpan
berondong jagung, kompor gas, gelas ukur untuk mengukur volume spesifik
berondong jagung, cawan, plastik, toples untuk tempat menyimpan jagung,
kacamata pelindung untuk melindungi mata dari pasir bersuhu tinggi yang
ikut loncat bersama berondong jagung saat meledak, penjepit aki untuk
menjepit kabel termokopel agar tidak bergerak, penggorengan dan pasir kasar
berukuran 3-4 mm yang sudah disaring dan dicuci berkali-kali dengan air
hingga airnya jernih.
2. Bahan
Jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung pipilan dari
Balai Pasca Panen Pertanian dan Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetika Pertanian di Cimanggu, Bogor dan jagung impor jenis Pop corn
yang terdapat di supermarket Bogor. Jagung yang digunakan adalah 4 varietas
jagung lokal yaitu Lamuru, Srikandi, Arjuna, dan Bisma serta jagung impor

19
jenis Pop corn sebagai pembanding dalam penelitian. Bentuk fisik biji jagung
dari masing-masing varietas jagung diperlihatkan pada gambar 9.

Gambar 6. Bentuk Fisik Biji Jagung Setiap Varietas

C. Metode Penelitian
1. Persiapan Bahan
a. Pemilihan Biji Jagung
Pemilihan biji jagung yang berkualitas baik bertujuan untuk
memisahkan biji jagung yang akan digunakan dalam penelitian dari
kotoran dan benda-benda lain yang ikut bercampur dengan biji jagung.
Benda-benda yang bercampur dengan biji jagung saat panen, yaitu rambut
jagung, batu-batuan dan serangga. Biji jagung yang dipilih adalah biji
jagung yang memiliki warna yang cerah, berukuran normal, dan tidak
cacat.
b. Pengkondisian Biji Jagung
Pengkondisian dilakukan agar jagung dapat mencapai kadar air
yang diinginkan, yaitu 12%,14%, 16%, dan 18%. Peningkatan kadar air
dilakukan dengan mencampurkan jagung dengan air sebanyak 3-5 ml air
kemudian dilakukan pengadukan hingga air tercampur merata dengan
jagung, dan jagung tersebut disimpan dalam tempat kedap udara selama 24

20
jam. Penurunan kadar air dilakukan dengan penjemuran secara alami
dengan panas matahari.
c. Persiapan Media Sangrai (Pasir)
Media penyangraian yang digunakan adalah pasir kasar yang
diperoleh dari 2 kali penyaringan yaitu dengan ukuran saringan 4 mm dan 2
mm sehingga diperoleh pasir dengan ukuran 3-4 mm. Ukuran pasir
diusahakan tidak terlalu halus karena akan menempel pada permukaan
berondong jagung yang sangat lembut. Pasir dibersihkan dengan cara
direndam dalam air dengan menggunakan sedikit detergen agar kotoran
yang menempel pada pasir mudah dibersihkan, kemudian pasir dibilas
dengan air hingga warna air jernih, kemudian pasir ditiriskan dan dijemur
hingga kering.
2. Proses Puffing
Proses puffing berondong jagung diawali dengan pemanasan media
sangrai yaitu pasir kasar hingga memiliki suhu 200 oC. Kemudian biji jagung
dimasukkan ke dalam pasir, hingga terdengar suara pop pertama dari
berondong jagung lalu dilakukan pengadukan yang bertujuan agar biji jagung
mendapat panas yang merata dari pasir dan menghindari kegosongan pada biji
jagung.
Selama proses pembuatan berondong jagung diharuskan
menggunakan kaca mata pelindung untuk menghindari pasir yang ikut loncat,
karena pasir tersebut bersuhu sangat tinggi yaitu 200-350 oC.
Perangkat untuk merekam proses puffing dirancang agar perjalanan
suhu dapat diukur saat proses puffing berjalan dan termokopel tipe J dipasang
pada tiap titik (Gambar 10). Termokopel dari tiap zone dihubungkan ke
hybrid recorder yokogawa tipe DXA 120 MV1000/MV2000.
Hybrid recorder dinyalakan dan suhu dari tiap zone diukur setiap
detik. Rata-rata suhu dari tiap zone dirata-ratakan. Lokasi pemasangan
termokopel dan gambar detail lokasi pemasangan termokopel diperlihatkan
pada Gambar 10.
21
1

Keterangan :
1 : Pasir kasar berukuran 3‐4 mm
2 : Penggorengan diameter 12 inci
3 : Termokopel type J
4 : Kompor gas

Gambar 7. Lokasi Pemasangan Termokopel

Keterangan Lokasi Pemasangan Termokopel:


1 : Termokopel dipasang di pusat penggorengan
2 : Termokopel dipasang di tengah pasir
3 : Termokopel dipasang di pasir bagian pinggir
4 : Termokopel dipasang di jagung, diletakkan di tengah pasir
5 : Termokopel dipasang di jagung, diletakkan di pinggir pasir
6 : Termokopel dipasang di ruang antara tutup panci dengan pasir
7 : Termokopel dipasang di tutup panci
8 : Penggorengan

Gambar 8. Gambar Detail Lokasi Pemasangan Termokopel


22
Biji Jagung

Termokopel

Keterangan : Hybrid
n = kedalaman termokopel
p = panjang biji
n=¼p

Gambar 9. Pemasangan Termokopel pada Biji Jagung

3. Penyimpanan Berondong Jagung


Berondong jagung yang sudah jadi harus disimpan pada ruangan
kedap udara. Untuk mendapatkan kondisi yang kedap udara, berondong
jagung dimasukkan ke dalam plastik, lalu disimpan di dalam tempat kedap
udara. Penyimpanan berondong jagung dan gambar detail kondisi
penyimpanan di dalam tempat kedap udara ditunjukkan pada Gambar 11.

23
Berondong
Jagung

Plastik

Tupperwar

b
Keterangan :
a. Tempat kadap udara
b. Gambar detail kondisi di dalam tempat kedap udara (tupperware)
Gambar 10. Penyimpanan Berondong Jagung
Perlakuan
Perlakuan penelitian ini terdiri atas dua faktor, yaitu:
A = Varietas
A1 = Varietas lokal jenis Srikandi
A2 = Varietas lokal jenis Lamuru
A3 = Varietas lokal jenis Arjuna
A4 = Varietas lokal jenis Bisma
A5 = Jagung Pop corn Impor sebagai pembanding
B = Kadar air
B1 = kadar air 12%
B2 = kadar air 14%
B3 = kadar air 16%
B4 = kadar air 18%
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2 faktor dengan 3 kali ulangan.
Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + €ijk, i = 1, 2,3,4,5, j = 1, 2,3,4 k = 1,2,3
Yijk = respon dari faktor varietas jagung ke-i, dan faktor kadar air awal bahan
ke-j, ulangan ke-k.
µ = rataan umum
24
Ai = pengaruh faktor varietas jagung pada taraf ke-i
Bj = pengaruh faktor kadar air awal bahan pada taraf ke-j
ABij = pengaruh interaksi faktor varietas jagung ke-i dan faktor kadar air awal
bahan ke-j
€ijk = Pengaruh atas galat percobaan
Data pengamatan diolah dengan program SAS (Statistical Analysis
System). Data pengamatan dianalisis dengan menggunakan Tabel sidik ragam
untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan dan interaksi antar
perlakuan serta uji lanjut Duncan Mean Range Test (DMRT). Berikut ini
merupakan diagram alir proses penelitian :
Pipilan Jagung
dibersihkan dan disortasi

Pengukuran kadar air


awal tiap varietas
jagung

Pengkondisian biji jagung


hingga mencapai kadar air
12%, 14%, 16%, dan 18%

Penyangraian jagung

Berondong jagung

1. Pengamatan suhu dan waktu popping


2.Pengamatan berondong jagung yaitu
rendemem, volume spesifik, tekstur, kadar air,
dan uji organoleptik

Gambar 11. Diagram alir prosedur penelitian

25
4. Pengamatan dan pengukuran
Pengukuran yang dilakukan adalah:
1. Rendemen
Pengukuran rendemen dilakukan dengan menghitung jumlah pipilan
jagung sebelum mengalami proses puffing (bo) dan berondong jagung yang
dapat mengembang dengan baik setelah akhir proses puffing (bt).
Selanjutnya besar rendemen didapatkan dengan membandingkan jumlah
pipilan jagung yang sukses di puffing dengan jagung pipil awal. Rendemen
dinyatakan dalam persen. Pengukuran rendemen dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan.
Rumus lengkap untuk menghitung rendemen adalah sebagai berikut:

bt
x100 %
bo

Dimana : bo (biji) = jumlah pipilan jagung sebelum mengalami proses


puffing
bt (biji) = berondong jagung yang dapat mengembang dengan
baik setelah akhir proses puffing
2. Suhu Puffing
Pengukuran menggunakan termokopel tipe J dan dihubungkan
dengan hybrid recorder yokogawa tipe DXA 120 MV1000/MV2000
(Gambar 13).

Gambar 12. Hybrid recorder yokogawa

26
3. Volume Spesifik
Berondong jagung sebanyak 15 buah ditimbang beratnya dengan
menggunakan timbangan Mettler PM-4800 (Gambar 14) dan dimasukkan
ke dalam gelas ukur (Gambar 15). Pasir berukuran kurang dari 0.5 mm
digunakan untuk mengisi rongga-rongga yang belum terisi berondong
jagung hingga pasir rata dengan berondong jagung, kemudian dicatat
volumenya. Volume berondong jagung adalah selisih antara volume
pasir+berondong jagung dengan volume pasir. Volume spesifik berondong
jagung dihitung dengan membagi volume berondong jagung (mL) dengan
berat berondong jagung (gram) dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

Gambar 13. Timbangan Digital Mettler PM-4800 Gambar 14. Gelas ukur
4. Tekstur
Pengukuran kerenyahan berondong jagung dilakukan menggunakan
rheometer tipe CR-300 (Gambar 16). Pengukuran kerenyahan dari setiap
perlakuan dilakukan sebanyak 10 kali untuk mendapatkan banyak data
karena tekstur dari berondong jagung bervariasi. Alat ini diset dengan
mode 20, beban maksimal 10 kg, kedalaman penekanan 5 mm, dan
kecepatan penurunan beban 60 mm/menit. Uji kerenyahan diukur
berdasarkan tingkat ketahanan berondong jagung terhadap jarum penusuk
rheometer nomor 12. Hasil tekstur diperlihatkan pada kertas grafik
Graphtec servo150 (Gambar 17) dengan terlihat adanya puncak grafik
27
sebagai beban yang diterima oleh berondong jagung. Tekstur dihitung
berdasarkan perbandingan antara beban dengan kedalaman penekanan
(kg/mm).

Gambar 15. Rheometer tipe CR-300 Gambar 16. Graphtec servo 150
5. Uji Organoleptik
Uji organoleptik kesukaan dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana konsumen menerima berondong jagung dari jagung varietas lokal.
Uji organoleptik berondong jagung dilakukan terhadap warna, aroma,
kerenyahan, dan rasa. Jumlah panelis yang digunakan adalah 15 orang. Uji
yang dilakukan adalah uji hedonik dengan lima skala hedonik, yaitu 1 =
sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, 5 = sangat suka.
Pengujian dilakukan setelah pipilan jagung menjadi berondong
jagung dengan menggunakan segmen mahasiswa sebagai panelis.
6. Kadar Air (Apriyantono et al., 1989)
Pengukuran kadar air menggunakan metode sekunder dengan kett
moisture tester, sehingga data kadar air tersebut harus dikalibrasikan
dengan metode primer (metode oven) .

Gambar 17. Timbangan analitik Gambar 18. Oven


28
Pengkalibrasian diawali dengan menyiapkan biji jagung kadar air
tinggi dan biji jagung kadar air rendah. Biji jagung masing-masing
sebanyak 5-10 gram dimasukkan ke dalam cawan. Namun terlebih dahulu
cawan diberi label dengan jelas, dan cawan ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik (Gambar 18) sebagai berat A gram.
Jagung dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan timbang sebagai berat B
gram, dan dimasukkan ke dalam oven (Gambar 19) selama 72 jam pada
suhu 100°C sampai berat bahan konstan. Kemudian bahan di keluarkan
dari oven dan kemudian ditimbang sebagai berat C gram. Perubahan kadar
air bahan dihitung dengan persamaan:
%bb = {(berat awal – berat akhir)/(berat awal)}× 100% atau
(B − A) − (C − A) × 100%
= dan
(B − A)

%bk = {(berat awal – berat akhir)/(berat akhir)}× 100% atau

=
(B − A )− (C − A )× 100%
(C − A )
Di mana :
A = Berat Cawan (gram)
B = Berat jagung + Berat cawan (gram) sebelum di oven
C = Berat jagung + Berat cawan (gram) sesudah di oven
Tingkat ketepatan dan ketelitian ditunjukkan dengan melihat nilai
korelasi garis regresi (kecendrungan data). Nilai pengukuran yang baik jika
nilai korelasinya lebih dari 95%, analisisnya dilakukan dengan perhitungan
berikut:
y = ax + b dengan nilai r2 >= 0.95
x = kadar air bahan dengan oven dryer
y = kadar air bahan dengan Grainer
a = slope garis regresi
b = nilai kadar air bahan pada kondisi garis regresi berpotongan sumbu y.

29
Pengukuran kadar air menggunakan Kett Moisture Tester (Gambar
20) dilakukan dengan memasukkan biji jagung sebanyak 140 gram ke
dalam tabung silinder kett moisture tester kemudian alat diset untuk
mengukur kadar air biji jagung, yaitu dengan menggunakan kode 22 pada
alat Kett Moisture Tester, setelah 10 detik display menunjukkan besar
kadar air dari jagung.

Gambar 19. Kett Moisture Tester

7. Pengukuran Konduktivitas Panas Pasir


Pengukuran konduktivitas panas pasir dilakukan menggunakan alat
Kemtherm QTM-D3. Cara pengukuran yaitu:
a. Probe diletakkan di atas sampel dan dituggu hingga 2 menit
b. Tekan tombol “start”
c. Perhatikan layar 1 dan layar 2, pada layar 1 menunjukkan detik 0-60,
pada layar 2 menunjukkan perubahan suhu pada detik ke-0, jika
∆T<10 maka perbesar heater, jika ∆T>30 perkecil heater
d. Setiap selesai penentuan arus, tekan “reset”
e. Setiap perubahan hetaer tunggu 15 menit
f. Kembali ke point 2 jika telah diperoleh ∆T antara 10 dan 30 oC.

30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konduktivitas Panas Pasir


Nilai konduktivitas pasir kali yang digunakan pada penelitian ini
adalah sebesar 0.3 W/moC. Menurut Aris (2003) selang nilai k untuk
konduktivitas rendah adalah antara 0.02 hingga 0.2, sedangkan nilai k
untuk konduktivitas tinggi berada pada selang 0.2 hingga 10 W/moC.
Konduktivitas panas pasir berada dalam selang 0.2-10 W/moC, sehingga
pasir memiliki konduktivitas yang tinggi.
Konduktititas tinggi berarti memiliki kemampuan menghantarkan
panas yang baik, sehingga pasir berpotensi digunakan dalam pembuatan
berondong jagung. Menurut Siswantoro (2008), pasir digunakan sebagai
media penyangraian dikarenakan pasir memiliki nilai konduktivitas panas
yang tinggi.
B. Pengkondisian
Pipilan jagung yang digunakan pada penelitian ini memiliki kadar
air awal yang berbeda-beda berkisar antara 13-15%, sehingga untuk
mencapai kadar air yang diinginkan dalam penelitian ini dilakukan
pengkondisian, yaitu dengan penambahan air maupun penjemuran.
Setelah kadar air yang dibutuhkan telah tercapai, biji jagung
disimpan dalam plastik. Sebelum jagung digunakan untuk penelitian,
jagung yang telah mengalami proses pengkondisian dan penyimpanan
tersebut akan diukur kembali kadar airnya. Kadar air awal jagung
ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 5. Kadar Air Awal Jagung
Kadar Varietas
Air Arjuna Bisma Srikandi Lamuru Pop corn
12 11.9±0.3 11.9±0.1 12.2±0.06 11.9±0.2 11.7±0.2
14 13.8±0.2 13.9±0.2 14.1±0.2 13.8±0.1 13.7±0.2
16 16.1±0.1 16.3±0.2 16.2±0.2 16.1±0.1 15.9±0.1
18 17.9±0.1 17.9±0.1 17.8±0.2 18.3±0.3 18.0±0.1

31
C. Suhu Puffing Jagung
Pengaruh kadar air awal jagung dan varietas terhadap suhu puffing
biji jagung dari semua varietas pada penelitian ini, dapat dilihat pada
Gambar 21. Suhu puffing terendah biji jagung varietas lokal terdapat pada
kadar air awal jagung sebesar 14% dan pada kondisi ini dihasilkan
rendemen tertinggi berondong jagung lokal kualitas I, yaitu pada jagung
lokal varietas Bisma. Suhu puffing verietas lokal saat kadar air awal 14%
adalah 126.05 oC pada varietas Arjuna, Bisma 132.90 oC, Srikandi 148.05
o
C, dan Lamuru 130.60 oC. Suhu puffing jagung impor varietas Pop corn
juga terjadi pada kadar air awal bahan 14%, karena pada kondisi tersebut
suhu yang dibutuhkan yang paling rendah diantara perlakuan kadar air
12%, 16%, dan 18%.

180.00
160.00
140.00
120.00
Arjuna
Suhu (oC)

100.00
Bisma
80.00
60.00 Srikandi

40.00 Lamuru
20.00 Pop corn
0.00
12 14 16 18
Kadar Air (%)

Gambar 20. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung dan Varietas Terhadap Suhu
Puffing Biji Jagung
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas
memberi pengaruh yang berbeda terhadap suhu puffing (Lampiran 25). Uji
Duncan menunjukkan bahwa jagung lokal Arjuna, Bisma dan Srikandi

32
memberi pengaruh yang sama terhadap suhu puffing, namun diantara
jagung lokal tersebut yang menghasilkan rendemen kualitas I terbanyak
adalah jagung Bisma. Hal ini disebabkan karena jagung Bisma memiliki
kandungan amilosa paling tinggi diantara jagung lokal yang lain (Patricia,
2009). Perjalanan suhu jagung lokal Bisma ditunjukkan pada Gambar 22.
Kadar air awal jagung juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap
suhu puffing (Lampiran 26).
Kadar air awal jagung 14% berbeda nyata dengan kadar air 12%,
16%, dan 18%. Ini disebabkan sewaktu air diberikan panas maka energi
kinetik air akan semakin tinggi sehingga pergerakan air di dalam biji
semakin tinggi. Air merupakan penghantar panas yang baik, menurut
Holman (1997), air memiliki nilai konduktivitas yang tinggi. Inilah yang
menyebabkan kadar air awal jagung merupakan faktor penting dalam
peledakkan biji jagung. Kandungan air sebesar 14% merupakan kandungan
yang paling cukup dalam pindah panas di dalam biji jagung, karena pada
kadar air ini kondisi jagung tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah.
Penguapan air dalam biji jagung berjalan cepat dan dapat menghasilkan
tekanan tinggi yang dibutuhkan biji jagung untuk puffing.
Biji jagung dengan kadar air awal di bawah 14%, memiliki kondisi
yang terlalu kering, sehingga kandungan air di dalam biji jagung tidak
dapat menghantarkan panas dengan baik, dan akan membutuhkan suhu
yang lebih tinggi untuk terjadinya puffing. Terbukti bahwa pada kadar air
12% dibutuhkan suhu puffing lebih tinggi dibandingkan jagung kadar air
awal 14%.
Biji jagung dengan kadar air awal jagung di atas 14% memiliki
kandungan air bebas yang tinggi, sehingga panas yang diberikan akan
menguapkan air bebas terlebih dahulu, sehingga kondisi ini tidak optimum
karena terdapat kandungan air bebas yang harus diuapkan terlebih dahulu
sebelum air di dalam biji jagung dapat menguap.

33
Menurut Patricia (2009), kadar air 13.5%-14% merupakan kadar air
optimum dalam peledakkan biji karena peledakkan berkaitan dengan
pelepasan tekanan mendadak yang dihasilkan uap air di dalam biji di mana
sumber penguapan adalah kandungan air yang terdapat di dalam biji.
.
180.00 141.53 132.9 154.3 143.3
160.00
140.00
120.00
Suhu (oC)

100.00 KA 12%
80.00 KA 14%
60.00
KA 16%
40.00
20.00 KA 18%

14
27
40
53
66
79
92
105
118
131
144
1

Waktu (detik)

Gambar 21. Suhu Puffing di Pusat Biji Jagung Bisma

D. Pengujian Varietas Jagung, Kadar Air Awal Jagung, dan


Kombinasinya Terhadap Parameter Sifat Fisik Berondong Jagung

Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Sifat Fisik Berondong


Jagung
Nilai P
Parameter Kadar air awal
Varietas Interaksi
jagung
Rendemen kualitas I (%) 0.0001 0.0001 0.0001
Rendemen kualitas II (%) 0.0001 0.0010 0.0001
Volume Spesifik Kualitas I (ml/gr) 0.0001 0.0595* 0.0595*
Volume Spesifik Kualitas II (ml/gr) 0.0001 0.0001 0.0285
Kerenyahan (kg/mm) 0.0001 0.0001 0.0001
Kadar Air Berondong Jagung 0.0001 0.0001 0.0001
Keterangan: berpengaruh nyata; (p<0.05), *pengaruh tidak nyata (p>0.05)

34
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap parameter sifat fisik
berondong jagung, perlakuan varietas jagung memberikan pengaruh nyata
terhadap semua parameter sifat fisik berondong jagung. Perlakuan kadar air
awal jagung memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter sifat
fisik yang meliputi rendemen kualitas I dan II, kerenyahan berondong
jagung, dan kadar air berondong jagung. Perlakuan kombinasi varietas
jagung dan kadar air awal jagung berpengaruh nyata terhadap parameter
sifat fisik berondong jagung.
E. Rendemen Berondong Jagung
Rendemen berondong jagung adalah presentase jumlah berondong
jagung yang dapat mengembang dengan baik, namun hasil pengembangan
berondong jagung tidak seragam (Gambar 23). Sehingga dilakukan
pengklasifikasian terhadap hasil pengembangan berondong jagung yaitu
kualitas I dan kualitas II. Pengembangan berondong jagung kualitas I dan
kualitas II ditunjukkan pada Gambar 23 dan 24.

Gambar 22. Pengembangan Berondong Jagung Secara Umum

35
Semua bagian biji jagung
mengembang sempurna,
renyah dan mudah dikunyah

Gambar 23. Pengembangan Berondong Jagung Kualitas I

Masih ada sisa biji jagung


yang tidak mengembang,
sisa biji tersebut agak keras
namun masih bisa dimakan

Gambar 24. Pengembangan Berondong Jagung Kualitas II

Rendemen total (belum dilakukan pengklasifikasian terhadap


kualitas berondong jagung) ditunjukkan pada Tabel 9. Rendemen tertinggi
dari varietas lokal adalah pada varietas Arjuna kadar air 18% yaitu 82.67%
kemudian varietas Bisma kadar air 14% yaitu 82.00%. Pada varietas
Srikandi, rendemen tertinggi juga terdapat pada kadar air 14% yaitu
76.00%, sedangkan rendemen terendah dihasilkan pada varietas Bisma
kadar air 18% sebesar 59.00%. Jumlah yang dapat mengembang dari
varietas lokal lebih rendah dari jumlah rendemen Pop corn sebagai
pembanding. Varietas Pop corn memiliki rendemen 100% dari seluruh
perlakuan kadar air.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 8), perlakuan varietas
jagung, dan kadar air awal jagung memberikan pengaruh nyata terhadap
rendemen berondong jagung kualitas I dan II. Perlakuan varietas jagung
dan interaksinya dengan kadar air awal jagung juga memberikan pengaruh
nyata terhadap rendemen berondong jagung kualitas I dan II. Berdasarkan
uji lanjut Duncan, perlakuan varietas jagung lokal yang memberikan nilai

36
rata-rata rendemen kualitas I terbaik yaitu Bisma kadar air 14% yaitu
62.67%. Presentase rendemen dari varietas lokal yang dapat mengembang
dengan baik (masuk kualitas I) berkisar antara 23.5% sampai 62.67%
(Tabel 8). Sedangkan rataan rendemen kualitas I dari varietas jagung
pembanding (jagung Pop corn) adalah 98.33% yaitu pada kadar air awal
jagung 14%.

Tabel 7. Pengaruh Kadar Air Awal Bahan Terhadap Rendemen


Berondong Jagung

Varietas Kadar Air (%)


12 14 16 18
Arjuna 66.00 73.25 72.33 82.67
Bisma 79.33 82.00 68.00 59.00
Srikandi 64.50 76.00 72.33 63.00
Lamuru 67.67 70.33 81.00 61.50
Pop corn 100.00 100.00 100.00 100.00

Tabel 8. Pengaruh Kadar Air Awal Bahan terhadap Rendemen


Berondong Jagung Kualitas Kualitas I
Varietas Kadar Air (%)
12 14 16 18
Arjuna 34.00 31.50 29.00 26.67
Bisma 51.33 62.67 42.33 23.50
Srikandi 42.00 52.67 56.67 25.33
Lamuru 24.67 30.67 50.00 36.50
Pop corn 98.33 98.67 98.33 98.00

Berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan kadar air awal jagung


yang memberikan nilai rata-rata rendemen kualitas I terbaik yaitu kadar air
awal 16% dan 14%, kadar air awal jagung sebesar 16% dan 14% memberi
pengaruh sama terhadap rendemen berondong jagung kualitas I yaitu

37
sebesar 55.33 dan 55.27 %, namun berbeda nyata dengan kadar air 12%
dan 18%. Kadar air awal jagung sebesar 18% memberi rendemen terendah
yaitu sebesar 42.07%. Jumlah rendemen yang tinggi dipengaruhi oleh
kandungan amilopektin dan amilosanya. Makin tinggi kandungan amilosa,
semakin baik pengembangan berondong jagung. Berikut ini kandungan
amilosa dan amilopektin varietas jagung.

Tabel 9. Kandungan Amilopektin dan Amilosa Beberapa Varietas Jagung


Varietas Amilopektin Amilosa
Pop corn 47.59 23.28
Bisma 49.40 21.83
Srikandi 50.00 19.40
Sumber : Patricia, 2009
Pengaruh kadar air awal jagung dan varietas memberi pengaruh
yang berbeda terhadap rendemen kualitas I dan II dari jagung lokal.
Rendemen berondong jagung kualitas I sangat disukai konsumen karena
teksturnya yang renyah dan kualitas II juga cukup disukai konsumen
karena meskipun pada teksturnya masih terdapat sisa biji tetapi biji tersebut
cukup empuk.

60

50
Rendemen (%)

40

30 Kualitas I
20 Kualitas II

10

0
12 14 16 18
Kadar Air (%)

Gambar 25. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Sebaran Rendemen
Berondong Jagung Varietas Arjuna

38
Pada varietas Arjuna makin tinggi kadar air, maka rendemen dari
kualitas I makin berkurang, sedangkan rendemen berondong jagung yang
masuk dalam kualitas II makin tinggi jumlahnya. Berikut ini merupakan
gambar berondong jagung Arjuna.

b
39
c

Gambar 26. Berondong Jagung Arjuna pada Berbagai Perlakuan

40
70
60

Rendemen (%)
50
40
30
Kualitas I
20
Kualitas II
10
0
12 14 16 18
Kadar Air (%)

Gambar 27. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Rendemen Berondong
Jagung Varietas Bisma
Rendemen tertinggi dengan kualitas I dari semua varietas lokal
yang diujikan dihasilkan dari varietas Bisma. Hal ini disebabkan
kandungan amilosa jagung Bisma paling tinggi diantara jagung lokal yang
lain (Patricia, 2009). Berikut ini merupakan gambar berondong jagung
Bisma.

Gambar 28. Berondong Jagung Bisma dengan Rendemen Tertinggi

41
60
50

Rendemen (%)
40
30
20 Kualitas I
10 Kualitas II
0
12 14 16 18
Kadar Air (%)

Gambar 29. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Rendemen Berondong
Jagung Srikandi

Rendemen kualitas I berondong jagung Srikandi meningkat dengan


semakin meningkatnya kadar air, namun rendemen menurun saat kadar air
18%. Sehingga kadar air paling baik pada varietas Srikandi dalam
menghasilkan rendemen kualitas I terbanyak adalah sampai kadar 16%,
karena pada kadar air 18% merupakan kondisi yang tidak optimum pada
jagung Srikandi, pada kadar air awal jagung tersebut rendemen terbanyak
didapat dengan kualitas II dimana sisa biji masih banyak terdapat pada
berondong jagungnya sehingga saat mengkonsumsi jagung kualitas II
tersebut akan terasa agak keras.

Gambar 30. Berondong Jagung Srikandi dengan Rendemen Tertinggi

42
Pengaruh kadar air awal jagung dan varietas terhadap rendemen
berondong jagung lokal varietas Lamuru ditunjukkan pada Gambar 31.

60
50

Rendemen (%)
40
30
20 Kualitas I
10
Kualitas II
0
12 14 16 18
Kadar Air (%)

Gambar 31. Pengaruh Kadar Air Awal Jagung Terhadap Rendemen Berondong
Jagung Lamuru

Rendemen kualitas I berondong jagung Lamuru meningkat dengan


semakin meningkatnya kadar air, namun rendemen menurun saat kadar air
18%. Sehingga kadar air untuk menghasilkan rendemen kualitas I pada
varietas Lamuru hanya sampai kadar 16%. Berikut gambar berondong
jagung Lamuru kadar air 16% yang memiliki rendemen tertinggi pada
kualitas I.

Gambar 32. Rendemen Tertinggi Berondong Jagung Lamuru

43
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 8), perlakuan varietas
jagung, dan kadar air awal jagung memberikan pengaruh nyata terhadap
rendemen berondong jagung kualitas II. Perlakuan varietas jagung dan
interaksinya dengan kadar air awal jagung juga memberikan pengaruh
nyata terhadap rendemen berondong jagung. Berdasarkan uji lanjut
Duncan, perlakuan varietas jagung lokal yang memberikan nilai rata-rata
rendemen kualitas II tertinggi yaitu Arjuna kadar air 18% yaitu 56%.
Rendemen dari varietas lokal yang mengembang dengan kualitas II
berkisar antara 1.33% sampai 56% (Lampiran 6), sedangkan rataan
rendemen kualitas II dari varietas jagung pembanding (jagung Pop corn)
adalah 1.33% sampai 2%.
Pembuatan berondong jagung juga dilakukan Patricia (2009),
namun pada pembuatan tersebut menggunakan metode yang berbeda.
Penelitian pembuatan Patricia (2009) dengan menggunakan alat pembuat
berondong jagung merek Nostalgia Electric dan penggorengan dengan
penambahan minyak. Rendemen berondong jagung yang dihasilkan dari
metode tersebut ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rendemen Berondong Jagung Lokal yang Dihasilkan dengan


Metode yang Berbeda
Jagung Metode Pembuatan Berondong Jagung
Varietas Mesin Pembuat Penggorengan Penyangraian dengn
Lokal Berondong dengan Penambahan Pemanasan Konduksi
Jagung* Minyak* Granula Pasir Panas
Arjuna 36.67 52.33 73.25
Bisma 40.67 64.67 82.00
Srikandi 42.67 66.67 76.00
Lamuru 38.33 46.67 70.33
Keterangan : * Pembuatan berondong jagung oleh Patricia (2009)

Rendemen berondong jagung lokal yang dihasilkan dengan teknik


puffing pemanasan konduksi granula pasir panas lebih banyak daripada
rendemen berondong jagung yang dihasilkan dengan menggunakan mesin
44
dan penggorengan dengan penambahan minyak. Pembuatan berondong
jagung varietas lokal dengan pemanasan konduksi granula pasir panas
adalah pembuatan berondong jagung yang membutuhkan biaya paling
murah diantara metode pembuatan yang lain, namun paling banyak
menghasilkan rendemen berondong jagung.

Gambar 33. Mesin Pembuat Berondong jagung


4. Volume Spesifik Berondong Jagung
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 8), perlakuan varietas
jagung memberikan pengaruh nyata terhadap volume spesifik berondong
jagung kualitas I.

18.00 16.38
16.00
14.16 14.15
13.53
14.00
Volume Spesifik (ml/gr)

12.00 10.78
9.45 Arjuna
10.00 8.56
7.93 7.76 7.51 8.207.87 Bisma
8.00 6.95 7.05 Srikandi
5.88 5.64 5.49 5.42
6.00 5.15 4.79 Lamuru
Popcorn
4.00
2.00
0.00
12 14 16 18
Kadar Air (%)
Gambar 34. Pengaruh Kadar Air Awal Bahan Terhadap Volume Spesifik Setiap
Varietas Jagung

45
Berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan varietas jagung lokal
Srikandi, Lamuru dan Bisma memberikan pengaruh nilai rata-rata volume
spesifik berondong jagung kualitas I yang sama. Perlakuan varietas jagung
lokal yang memberikan nilai rata-rata volume spesifik berondong jagung
kualitas I tertinggi yaitu Varietas Srikandi sebesar 10.48 ml/gr (Lampiran
7). Jagung jenis Pop corn (sebagai pembanding) memiliki volume spesifik
rata-rata 14 ml/gr.
Perlakuan varietas jagung dan interaksinya dengan kadar air awal
jagung juga memberikan pengaruh nyata terhadap volume spesifik kualitas
I berondong jagung lokal. Berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan
varietas jagung lokal yang memberikan nilai rata-rata volume spesifik
kualitas I tertinggi yaitu Lamuru kadar air 16% yaitu 10.78 ml/gr.
Peningkatan kadar air akan meningkatkan volume spesifik, hal ini
disebabkan karena dengan semakin tingginya kadar air maka semakin
banyak butir-butir air yang mengisi ruang-ruang antar sel dalam struktur
biji jagung. Kemudian karena pengaruh suhu dan tekanan yang tinggi,
maka uap air yang sangat panas akan meninggalkan ruang yang berongga-
rongga. Dengan semakin banyak butir air dalam bahan maka semakin
banyak rongga-rongga yang ditinggalkannya. Menurut Holay dan Harper
yang dikutip Miller (1985), air secara nyata memainkan peranan yang kritis
dalam proses ekspansi. Pengaruh perlakuan kadar air pada tiap jenis jagung
terhadap volume spesifik berondong jagung ditunjukkan pada Gambar 38.
Volume spesifik berondong jagung yang dihasilkan dari metode
dengan menggunakan alat pembuat berondong jagung merek Nostalgia
Electric dan dengan penggorengan dengan penambahan minyak
ditunjukkan pada Tabel 11.
Volume spesifik berondong jagung lokal yang dihasilkan dengan
teknik puffing pemanasan konduksi granula pasir panas lebih besar
daripada volume spesifik berondong jagung lokal yang dihasilkan dengan
menggunakan mesin dan penggorengan dengan penambahan minyak, hal
46
ini disebabkan karena pada pembuatan berondong jagung lokal dengan
pemanasan granula pasir lebih merata, karena posisi jagung berada didalam
benaman pasir yang panas, sehingga semua bagian permukaan biji jagung
mendapatkan panas yang tinggi, terbukti dengan nilai volume spesifik dari
penyangraian dengan panas pasir menghasilkan volume spesifik lebih
besar.
Tabel 11. Volume Spesifik Berondong Jagung Lokal yang Dihasilkan
dengan Metode Berbeda
Jagung Metode Pembuatan Berondong Jagung
Varietas Mesin Pembuat Penggorengan Penyangraian dengn
Lokal Berondong dengan Penambahan Pemanasan Konduksi
Jagung* Minyak* Granula Pasir Panas
Arjuna 3.67 3.33 5.64
Srikandi 7.33 8.67 9.45
Lamuru 3.33 2.67 6.95
Keterangan : * Pembuatan berondong jagung oleh Patricia (2009)
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 8), perlakuan varietas
jagung memberikan pengaruh nyata terhadap volume spesifik berondong
jagung kualitas II. Berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan varietas
jagung lokal yang memberikan nilai rata-rata volume spesifik berondong
jagung kualitas II tertinggi yaitu Varietas Lamuru sebesar 6.11 ml/gr
(Lampiran 10). Jagung jenis Pop corn (sebagai pembanding) memiliki
volume spesifik rata-rata 8.95 ml/gr. Perlakuan kadar air awal jagung juga
memberikan pengaruh nyata terhadap volume spesifik berondong jagung
lokal kualitas II. Berdasarkan uji lanjut Duncan, kadar air awal jagung yang
memberikan nilai rata-rata volume spesifik kualitas II tertinggi yaitu kadar
air 16% (Lampiran 11).
Perlakuan varietas jagung dan interaksinya dengan kadar air awal
jagung juga memberikan pengaruh nyata terhadap volume spesifik
berondong jagung lokal kualitas II. Berdasarkan uji lanjut Duncan,
perlakuan varietas jagung lokal yang memberikan nilai rata-rata volume
spesifik kualitas II tertinggi yaitu Lamuru kadar air 16% yaitu 7.74 ml/gr.
47
5. Tekstur Berondong Jagung
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 8), perlakuan varietas
jagung memberikan pengaruh nyata terhadap tekstur berondong jagung.
Tekstur berondong jagung ditunjukkan dengan nilai hasil pengukuran
menggunakan alat Rheometer. Berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan
varietas jagung lokal yang memberikan nilai rata-rata tekstur berondong
jagung terendah yaitu Varietas Bisma (Lampiran 13). Nilai rata-rata tekstur
Bisma sebesar 0.64 kg/mm, semakin kecil nilai tekstur berondong jagung,
semakin kecil beban yang dibutuhkan hingga berondong jagung mengalami
perubahan bentuk.
Pengaruh kadar air awal bahan terhadap tekstur pada Berbagai
Perlakuan ditunjukkan pada Gambar 39. Kerenyahan tertinggi berondong
jagung dari seluruh varietas lokal yang diujikan pada penelitian ini,
terdapat pada kadar air 16%. Pada varietas Srikandi terlihat nilai tekstur
semakin menurun dengan peningkatan kadar air awal bahan (Gambar 26).
Hal ini disebabkan karena jagung yang kadar airnya lebih tinggi
menghasilkan produk yang lebih berongga-rongga karena ekspansi
volumenya lebih besar sehingga akan menghasilkan produk yang renyah.

1.20

1.00
Tekstur (kg/mm)

0.80
Arjuna
0.60 Bisma
0.40 Srikandi
Lamuru
0.20
Popcorn
0.00
Semakin
Renyah 12 14 16 18
Kadar Air (%)

Gambar 35. Pengaruh Kadar Air Awal Bahan Terhadap Tekstur pada Berbagai
Perlakuan
48
Nilai kerenyahan berondong jagung yang dihasilkan dari metode
dengan menggunakan alat pembuat berondong jagung merek Nostalgia
Electric (Gambar 37) dan dengan penggorengan dengan penambahan
minyak ditunjukkan pada Tabel 14. Semakin kecil nilai kerenyahan artinya
kerenyahan semakin baik.
Tabel 12. Tekstur Berondong Jagung Lokal yang Dihasilkan dengan
Metode Berbeda
Jagung Metode Pembuatan Berondong Jagung
Varietas Mesin Pembuat Penggorengan Penyangraian dengn
Lokal Berondong dengan Penambahan Pemanasan Konduksi
Jagung* Minyak* Granula Pasir Panas
Arjuna 0.87 1.2 0.66
Bisma 0.65 0.66 0.67
Srikandi 0.94 0.91 0.53
Lamuru 0.93 1.65 0.82
Keterangan : * Pembuatan berondong jagung oleh Patricia (2009)
Nilai kerenyahan berondong jagung lokal yang dihasilkan dengan
teknik puffing pemanasan konduksi granula pasir panas lebih kecil daripada
nilai kerenyahan berondong jagung lokal yang dihasilkan dengan
menggunakan mesin dan penggorengan dengan penambahan minyak.
6. Kadar Air Berondong Jagung
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 10), perlakuan
varietas jagung memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air berondong
jagung. Berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan varietas jagung lokal
yang memberikan nilai rata-rata kadar air berondong jagung terendah yaitu
Varietas Lamuru (Lampiran 16). Perlakuan kadar air awal jagung juga
memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air berondong jagung lokal
pada tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan uji lanjut Duncan, kadar air
awal jagung yang memberikan nilai rata-rata kadar air berondong jagung
tertinggi yaitu kadar air 12% (Lampiran 17).
Perlakuan varietas jagung dan interaksinya dengan kadar air awal
jagung juga memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air berondong

49
jagung lokal. Berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan varietas jagung
lokal yang memberikan nilai rata-rata kadar air berondong jagung tertinggi
yaitu Lamuru kadar air 12% yaitu 1.6 % (Lampiran 18).

Tabel 13. Pengaruh Kadar Air Awal Bahan Terhadap Kadar Air Berondong
Jagung Dari Setiap Varietas Jagung
Varietas Kadar Air Berondong Jagung (%)
12 14 16 18
Arjuna 2.90 2.82 3.68 3.60
Bisma 2.51 3.74 2.66 2.85
Srikandi 3.63 2.32 2.78 2.71
Lamuru 1.63 2.75 2.62 2.96
Pop corn 1.30 3.35 1.39 3.31

Kadar air produk puffed berkisar 1.30% sampai 3.60%. Pada


Lamuru dan Arjuna kadar air produk meningkat sejalan dengan
meningkatnya kadar air bahan. Menurut Matz (1959) produk puffed harus
dipertahankan pada kadar air 3% atau di bawahnya, untuk mendapatkan
kerenyahan yang diinginkan. Untuk mendapatkan kerenyahan yang baik,
kadar air penyimpanan yang aman, maka produk sebaiknya dikeringkan
lagi beberapa saat (Pottre, 1978).
Penyimpanan produk setelah penyangraian adalah di dalam
penyimpanan kedap, dan sebelumnya produk dikemas dengan plastik, agar
produk berada dalam pengemasan dan penyimpanan yang baik dan terjaga.
7. Sifat-sifat Organoleptik Berondong Jagung
a. Warna
Tingkat kesukaan panelis terhadap warna berondong jagung
lokal dan Pop corn adalah suka (Lampiran 19 dan 20). Hasil analisis
sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air awal jagung tidak

50
berpengaruh nyata terhadap warna dari berondong jagung lokal dan Pop
corn (Lampiran 21dan 22).
Tingkat kesukaan panelis terhadap warna berondong jagung dari
5 varietas yang berbeda berkisar dari netral hingga sangat suka
(Lampiran 23). Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa varietas
berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis akan warna dari
berondong jagung (Lampiran 24). Uji Duncan menunjukkan bahwa
warna berondong jagung Lamuru yang paling disukai diantara semua
warna berondong jagung lokal karena warna berondong jagung paling
putih diantara semua berondong jagung lokal, sehingga terlihat menarik,
namun rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna berondong
jagung Lamuru masih lebih rendah daripada warna berondong jagung
Pop corn karena warna berondong jagung Pop corn lebih bersih dan
putih daripada Lamuru.
Warna berondong jagung Lamuru paling putih dan bersih
dibandingkan dengan berondong jagung yang lain, karena
pengembangan berondong jagung Lamuru paling baik diantara jenis
lokal yang lain (Gambar grafik 30). Biji jagung yang dapat
mengembang sempurna memiliki warna berondong jagung semakin
putih dan bersih, sedangkan berondong jagung yang pengembangannya
tidak bagus, maka akan terdapat sisa biji yang tidak dapat mengembang
dengan baik. Warna sisa biji jagung yang tidak dapat mengembang akan
berwarna kuning, yang menyebabkan berondong jagung tidak
seluruhnya berwarna putih bersih. Panelis sangat menyukai berondong
jagung yang berwarna putih bersih.
b. Rasa
Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa berondong jagung lokal
dan Pop corn terletak antara netral hingga suka (Lampiran 19 dan 20).
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air awal jagung

51
tidak berpengaruh nyata terhadap rasa dari berondong jagung lokal dan
Pop corn (Lampiran 21dan 22).
Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa berondong jagung dari 5
varietas yang berbeda berkisar dari netral hingga suka (Lampiran 23).
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berpengaruh
nyata terhadap tingkat kesukaan panelis akan rasa dari berondong
jagung (Lampiran 24). Uji Duncan menunjukkan bahwa rasa berondong
jagung Lamuru, Bisma dan Srikandi memberi pengaruh sama terhadap
tingkat kesukaan terhadap rasa berondong jagung lokal dan yang paling
disukai diantara semua warna berondong jagung lokal. Berondong
jagung yang dihasilkan dalam penelitian ini diuji organoleptik tanpa
penambahan bahan lain, sehingga tingkat kesukaan panelis terhadap rasa
berondong jagung hanya sampai tingkat suka, tidak sampai tingkat
sangat suka. Berondong jagung memang masih memerlukan perlakuan
lainnya sebelum dikonsumsi atau dipasarkan seperti penambahan garam,
mentega, atau penambahan gula sehingga rasanya akan lebih disukai.
c. Aroma
Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma berondong jagung
lokal dan Pop corn terletak antara netral hingga suka (Lampiran 19 dan
20). Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air awal
jagung tidak berpengaruh nyata terhadap aroma berondong jagung lokal
dan Pop corn (Lampiran 21dan 22).
Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma berondong jagung dari
5 varietas yang berbeda berkisar dari netral hingga suka (Lampiran 23).
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa varietas berpengaruh
nyata terhadap tingkat kesukaan panelis akan rasa dari berondong
jagung (Lampiran 24). Uji Duncan menunjukkan bahwa aroma
berondong jagung Lamuru yang paling disukai diantara semua warna
berondong jagung lokal. Berondong jagung Lamuru paling disukai
karena paling memiliki aroma berondong jagung yang paling khas dan
52
aromanya cukup kuat dibandingkan aroma berondong jagung lokal yang
lain.
d. Tekstur
Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur berondong jagung
lokal dan Pop corn terletak antara netral hingga suka (Lampiran 19 dan
20). Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air awal
jagung tidak berpengaruh nyata terhadap aroma berondong jagung lokal
dan Pop corn (Lampiran 21dan 22).
Uji Duncan menunjukkan bahwa tekstur berondong jagung
Lamuru yang paling disukai diantara semua tekstur berondong jagung
lokal. Tekstur berondong jagung yang disukai setelah Lamuru adala
varietas Bisma. Berondong jagung Lamuru memiliki tekstur paling
lembut, sehingga sangat mudah untuk dikunyah dibandingkan dengan
berondong jagung lokal yang lain. Tekstur berondong jagung Lamuru
sangat lembut dan mudah dikunyah.

53
V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Suhu puffing biji jagung dari setiap varietas lokal berbeda-beda. Suhu
puffing terendah terdapat pada kadar air awal jagung sebesar 14%. Suhu
puffing varietas unggul nasional pada suhu terendah adalah sebagai berikut
pada varietas Arjuna 126.05 oC, Bisma 132.90 oC, Srikandi 148.05 oC, dan
Lamuru 130.60 oC. Suhu puffing pada jagung unggul nasional varietas Bisma
pada kadar air awal jagung 14%, menghasilkan rendemen berondong jagung
kualitas I dengan jumlah tertinggi. Suhu puffing jagung impor varietas Pop
corn terendah terdapat pada kadar air awal bahan 14%, yaitu 134.4 oC. Pada
kondisi tersebut menghasilkan rendemen berondong jagung kualitas I
tertinggi.
Sifat fisik yang mempengaruhi kualitas berondong jagung adalah
rendemen, volume spesifik, kerenyahan. Rendemen tertinggi berondong
jagung unggul nasional kualitas I dihasilkan pada jagung lokal varietas Bisma
yaitu sebesar 62.67%, sedangkan rendemen jagung impor varietas Pop corn
sebesar 99.67%. Volume spesifik tertinggi dari semua jenis lokal, yaitu pada
varietas Lamuru sebesar 10.78 ml/gr, dan volume spesifik tertinggi pada
jagung Popcorn adalah sebesar 16.38 ml/gr. Nilai tekstur terendah pada
varietas lokal adalah pada varietas Bisma yaitu sebesar 0.64 kg/mm
sedangkan nilai tekstur jagung impor varietas Pop corn sebesar 0.32 kg/mm.
Semakin kecil nilai tekstur semakin renyah berondong jagung.
Hasil uji kesukaan konsumen terhadap rasa berondong jagung lokal
berkisar antara netral hingga suka. Tingkat kesukaan terhadap warna
berondong jagung lokal berkisar dari netral hingga sangat suka, dan tingkat
kesukaan terhadap aroma berondong jagung lokal adalah suka, dan tingkat
kesukaan terhadap tekstur berkisar antara suka hingga sangat suka.

54
Jagung unggul nasional yang paling baik dipilih untuk dijadikan
berondong jagung adalah varietas Bisma, karena menghasilkan rendemen
kualitas I paling tinggi dan dari hasil organoleptik varietas Bisma masih
disukai, walaupun sedikit di bawah Lamuru.

B. SARAN

Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu penelitian
lebih lanjut mengenai alat untuk pembuatan berondong jagung dengan
pemanasan granula pasir panas, hal ini disebabkan penyangraian
menggunakan penggorengan cukup bahaya karena berondong jagung yang
puffing akan melompat dengan kecepatan tinggi yang berbahaya jika terdapat
pasir kasar yang ikut melompat saat jagung puffing.

55
DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta. Kanisius.


Anonim. 2009. http://www.geochembio.com/biology/organisms/maize/#tax
Anonim. 2009. http://www.nal.usda.gov
Azral, Muhammad. 2004. Penampilan Varietas Jagung Unggul Baru Bermutu Protein
Tinggi di Jawa dan Bali. Buletin Plasma Nutfah Vol.10 No.2. 2004
Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen paertanian. 2005. Rencana Aksi.
Jakarta
Balai Penelitian Pangan. 2001. Laporan Tahunan 2000/2001. Badan penelitian dan
pengembangan tanaman pangan.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 1998. Budidaya Kedelai dan Jagung..
Departemen Pertanian & Pemasaran Jagung & Kedelai di Indonesia.
Palangkaraya
Berger, J.1962. Maize Production and Manufacturing of Maize, Center d’Etude
del’Azole, Geneva, Switzerland.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 1999. Statistik Indonesia. Jakarta
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2005. Statistik Indonesia. Jakarta
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2006. Statistik Indonesia. Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2008. Press Releases Angka Ramalan (ARAM) III Produksi
Padi, Jagung, dan Kedelai Tahun 2008. Badan Pusat Statistik. Jakarta
Badan Pusat Statistik NTB, 2005. NTB Dalam Angka. Mataram
Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2003. statistik
Indonesia. Jakarta.
Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2006. statistik
Indonesia. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI : 013920-1995.
Jagung. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Departemen Pertanian. 2004. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman
Pengan. www.deptan.go.id. [12 Juni 2009].
56
Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan arah Pengembangan Agribisnis Jagung.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Depta. 51 p.
Departemen Pertanian. 2007. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman
Pengan. www.deptan.go.id. [12 Juni 2009].
Effendi, S. 1980. Bercocok Tanam Jagung. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman
Pangan. Proyek Penyuluhan Pertanian Tanaman Pangan. Jakarta.
Hoseney, R. C. 1998. Principles of Cereal Science and Technonology, 2nd edition.
American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota, USA.
Hubeis, M. 1984. Pengantar Pengolahan Tepung dan Biji-bijian. Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Kasryono, F. 2002. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Selama
Empat Dekade Yang Lalu dan Implikasinya bagi Indonesia. Makalah
disampaikan pada Diskusi Nasional Agribisnis jagung, di Bogor, 24 Juni,
Badan Litbang Pertanian.
Jugenheimer, R. W. 1976. Corn, Improvement Seed Production, and Uses. John
Wiley and Sons, London.
Leonard, W.H. and Martin, J.H. 1963. Cereal Crops. Mc Millan Publishing Co., Inc.,
New York.
Margaretha SL, IGP. Sarasutha, A. Najamuddin, Sriwidodo dan Hadijah AD. 1998.
Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain.
Vol. 2.
Margaretha SL, Sania S., dan Subandi. 2006. Dampak Adopsi Teknologi terhadap
Permintaan dan Penawaran Jagung di Propinsi NusaTenggara Barat. Prosiding
Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Balai Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. 29-20 September 2005

57
Margaretha SL, Sania S., dan Sudjak S. 2006. Fungsi Kelembagaan dalam Penerapan
Teknologi Perbenihan Jagung Berbasis Komunitas Petani. Jurnal Iptek
Tanaman Pangan No. 2, 2006.
Masyithah Z., dan Bode H. 2006. Perpindahan Panas. Kegiatan Hibah Kompetisi
Konten Mata Kuliah E-Learning. USU-Inherent. Medan
Mawardi Ikhwanuddin. 1999. Kelembagaan dalam Penerapan dan Pengembangan
Teknologi Pertanian di Era Otonomi Daerah. Prosiding Seminar Nasional Hasil
Pengkajian dan Penelitian Teknologi Pertanian Menghadapi Era Otonomi
Daerah. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Palu, 3-4 Oktober. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (1988). Jagung Bogor. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Maxwll, P. L. dan J. L. Johnson dan M. S. Peterson (eds). Ensyclopedia of Food
Technology. The Avi Pub. Co. Inc., Westport, Connecticut.
Mink, S, D., PA. Dorosh, and D.H. Pery. 1987. Corn production systems. In :
Timmer (Eds). The Corn Economy of Indonesia. P. 62-87.
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Labolatorium Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Patricia, Regina. 2009. Assessment of The Usage Of The Local Corn Varities in
Making Popcorn. Skripsi. Department of Food technology. Swiss german
university.
Pordesimo, L.O, R.C. Ananantheswaran, A.M. Fleischmann, Y.E. Lin, and M.A.
Hanna. 1990. Physical Properties as Indicators of Popping Characteristics of
Microwave Popcorn. Journal of Food Science Volume 55 No.5.
Purwono dan Rudi Hartono. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya,
Depok.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak). 2002.
Peta : Potensi Lahan Pengembangan Jagung Indonesia. Bahan Pameran pada
Festifal Jagung Pangan Pokok Alternatif di Bogor 26-27 April 2002.
Richana, N. dan Suarni. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung. Balai Besar Penelitian
Serealia. http : //www.balitsereal.litbang.deptan.co.id [12 Juni 2009].
58
Rooney, L. W. 1974. Sorghum. Di dalam A. H. Johnson dan M. S. Peterson (eds)
Encyclopedia of Food Technology. The Avi Pub. Co. Inc., Westport,
Connecticut.
Saenong, S., Margaretha, J. Tandiabang, Syafruddin, R. Arief, Y. Sinuseng, dan
Rahmawati. 2003. Sistem Perbenihan Untuk Mendukung Penyebarluasan
Varietas Jagung Unggul Nasional. Laporan Tengah Tahun, Balai Penelitian
Tanaman Serealia.
Saenong, Sania. (1988). Teknologi Benih Jagung. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian
Saenong, S., Margaretha S.L., dan Rahmawati. 2004. Persepsi Petani terhadap Mutu
Benih Jagung. Studi Kasus Propinsi Gorontalo. Seminar Nasional IX Budidaya
Pertanian Olah Tanah Konservasi Mendukung Program Celebes Corn Belt.
Kerjasama Pemerintah Propinsi Gorontalo, Universitas Gorontalo dan Forum
Komunikasi Olah Tanah Konservasi. Himpunan Ilmu Gulma Indonesia.
Gorontalo 6-7 Oktober 2004.
Saenong S, Margaretha S. Lalu, Made J. Mejana, dan Subandi. 2006. Percepatan
Distribusi Benih Jagung melalui Produksi Benih Berskala Komunal. Prosiding
Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Puslitbangtan. Badan Litbangtan.
Deptan. 29-30 September.
Sulaeman, Ahmad. 1985. Mempelajari Sifat-Sifat Fisikokimia dan Organoleptik
Produk Puffing dan Tepungnya dari Dua Varietas Sorgum pada Berbagai
Tingkat Kadar Air. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, IPB, Bogor.
Siswantoro dan Budi Rahardjo. 2008. Analisis sifat fisik dan thermis pasir sebagai
acuan pengembangan model matematik transfer panas pada penggorengan
menggunakan pasir. Disampaikan dalam gelar Teknologi dan Seminar Nasional
Teknik Pertanian 2008 di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian UGM, Yogyakarta 18-19 November 2008.
Sukarami. Balai Litbang Pertanian. 2004. Jagung. (www.litbang-deptan.go. id/
special/komoditas/files/0104.JAGUNG.pdf. Diakses 25 April 2007.

59
Suma, S. D. 2009. Jagung Potensi Gorontalo. Makalah Sistem Teknik Konsntrasi
Industri Kecil dan Menengah Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Suprapto dan H. A. R. Marzuki. 2005. Bertanam Jagung edisi revisi. Cetakan ke-14.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Suprapto, H. S dan Rasyid, H. A. 2002. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Depok.
Sutoro, Yogo Sulaeman, dan Iskandar. (1988). Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Syuryawati, Constante Rapar, dan Zubachtiroddin. 2005. Deskripsi Varietas Unggul
Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian
Tanaman Serealia. Edisi ke 4. Warisno (1998). Budidaya Jagung Hibrida.
Yogyakarta. Kanisius. Jakarta, Februari 2000 Sumber : Sistim Informasi
Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek PEMD, BAPPENAS.
Winarno, F. G. Kimia Pangan dan Gizi. 1992. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Wolfe, T.K dan Kipps, M.S. 1959. The Production of Field Crop : A Textbook of
Agronomi : Fifth Edition. Mc-Graw Hill, New York.
Zubachtirodin, Pabbage, M.S., dan Subandi. 2009. Wilayah Produksi dan Potensi
Pengembangan Jagung. Balai Besar Penelitian Serealia. http
://www.balitsereal.litbang.deptan.co.id [12 Juni].

Lampiran 1. Hasil uji Duncan perlakuan varietas jagung terhadap rendemen kualitas I berondong
jagung
60
Duncan Grouping Mean N var

A 98.417 12 Pop

B 45.000 12 Bm

B 44.167 12 Sk

C 35.500 12 Lm

D 30.417 12 Ar

Lampiran 2. Hasil uji Duncan perlakuan kadar air awal jagung terhadap rendemen kualitas I
berondong jagung

Duncan Grouping Mean N ka

A 55.333 15 16

A 55.267 15 14

B 50.133 15 12

C 42.067 15 18

Lampiran 3. Hasil uji Duncan interaksi perlakuan varietas jagung dan kadar air awal jagung
terhadap rendemen kualitas I berondong jagung

61
Duncan Grouping Mean N varka

A 98.667 3 Pop_12

A 98.667 3 Pop_16

A 98.333 3 Pop_14

A 98.000 3 Pop_18

B 62.667 3 Bm_14

C B 56.667 3 Sk_16

C 52.667 3 Sk_14

C 51.333 3 Bm_12

C 50.000 3 Lm_16

D 42.333 3 Bm_16

D 42.000 3 Sk_12

E D 36.667 3 Lm_18

E F 34.000 3 Ar_12

E F

E F G 32.000 3 Ar_14

E F G

62
E F G 30.667 3 Lm_14

E F G

E F G 29.000 3 Ar_16

F G

F G 26.667 3 Ar_18

G 25.333 3 Sk_18

G 24.667 3 Lm_12

G 23.667 3 Bm_18

63
Lampiran 4. Hasil uji Duncan perlakuan varietas jagung terhadap rendemen kualitas II berondong
jagung

Duncan Grouping Mean N var

A 43.417 12 Ar

B 34.750 12 Lm

C 27.083 12 Bm

C 24.750 12 Sk

D 1.583 12 Pop

Lampiran 5. Hasil uji Duncan perlakuan kadar air awal jagung terhadap rendemen kualitas II
berondong jagung

Duncan Grouping Mean N ka

A 31.267 15 18

B 25.400 15 12

B 25.200 15 14

B 23.400 15 16

64
Lampiran 6. Hasil uji Duncan interaksi perlakuan varietas jagung dan kadar air awal jagung
terhadap rendemen kualitas I berondong jagung

Duncan Grouping Mean N varka

A 56.000 3 Ar_18

B 43.333 3 Ar_16

B 43.000 3 Lm_12

B 42.000 3 Ar_14

C B 39.667 3 Lm_14

C B

C B 37.667 3 Sk_18

C B

C B D 35.333 3 Bm_18

C D

C E D 32.333 3 Ar_12

C E D

C F E D 31.000 3 Lm_16

F E D

G F E D 28.000 3 Bm_12

G F E

G F E 25.667 3 Bm_16

G F E

G F E 25.333 3 Lm_18

G F E

G F E H 23.333 3 Sk_14

G F H

65
G F H 22.333 3 Sk_12

G H

G H 19.333 3 Bm_14

H 15.667 3 Sk_16

I 2.000 3 Pop_18

I 1.667 3 Pop_14

I 1.333 3 Pop_12

I 1.333 3 Pop_16

Lampiran 7. Hasil uji Duncan perlakuan varietas jagung terhadap volume spesifik berondong
jagung kualitas I

Duncan Grouping Mean N var

A 14.5549 12 Pop

B 8.1918 12 Sk
B
B 7.5082 12 Lm
B
B 7.4337 12 Bm

C 5.4229 12 Ar

66
Lampiran 8. Hasil uji Duncan perlakuan kadar air awal jagung terhadap volume spesifik
berondong jagung kualitas I

Duncan Grouping Mean N ka

A 9.2984 15 16
A
B A 8.7925 15 14
B A
B A 8.3714 15 18
B
B 8.0270 15 12

Lampiran 9. Hasil uji Duncan interaksi perlakuan varietas jagung dan kadar air awal jagung
terhadap volume spesifik berondong jagung kualitas I

Duncan Grouping Mean N varka

A 16.380 3 Pop_12
A
B A 14.162 3 Pop_14
B A
B A 14.153 3 Pop_16
B
B 13.525 3 Pop_18

C 10.780 3 Lm_16
C
D C 9.455 3 Sk_14
D C
D C E 8.564 3 Bm_16
D E
D F E 7.932 3 Sk_12
D F E
D F E 7.874 3 Sk_18
D F E
D F E 7.760 3 Bm_14
D F E
D G F E 7.531 3 Bm_18
D G F E
D G F E 7.511 3 Lm_18
D G F E
D G F E 7.507 3 Sk_16
G F E
H G F E 6.950 3 Lm_14
H G F
H G F 5.880 3 Bm_12
H G F
H G F 5.637 3 Ar_14
H G F
H G F 5.488 3 Ar_16
H G F
H G F 5.416 3 Ar_18
H G
H G 5.151 3 Ar_12
H
H 4.792 3 Lm_12

67
Lampiran 10. Hasil uji Duncan perlakuan varietas jagung terhadap volume spesifik berondong
jagung kualitas II

Duncan Grouping Mean N var

A 8.9488 12 Pop

B 6.1157 12 Lm

C 5.3008 12 Bm
C
C 5.2364 12 Sk

D 3.1016 12 Ar

Lampiran 11. Hasil uji Duncan perlakuan kadar air awal jagung terhadap volume spesifik
berondong jagung kualitas II

Duncan Grouping Mean N ka

A 6.4279 15 16
A
A 6.2678 15 14

B 5.5436 15 18

C 4.7232 15 12

Lampiran 12. Hasil uji Duncan interaksi perlakuan varietas jagung dan kadar air awal jagung
terhadap volume spesifik berondong jagung kualitas II

Duncan Grouping Mean N varka

A 9.9156 3 Pop_16
A
B A 9.1230 3 Pop_14
B A
B A 9.0675 3 Pop_18
B
B C 7.7411 3 Lm_16
B C
B C 7.6891 3 Pop_12
C
D C 7.3148 3 Lm_14
D
D E 6.0933 3 Sk_14
D E
D E 5.8353 3 Bm_14
E
F E 5.6796 3 Bm_18
F E
F E G 5.5823 3 Bm_16
F E G
F E G 5.4471 3 Lm_18
F E G
F H E G 5.2057 3 Sk_18
F H E G
F H E G 5.2045 3 Sk_16

68
F H E G
I F H E G 4.4420 3 Sk_12
I F H G

I F H G 4.1059 3 Bm_12
I H G
I H G 3.9598 3 Lm_12
I H
I H J 3.6960 3 Ar_16
I J
I J 3.4194 3 Ar_12
I J
I J 2.9728 3 Ar_14
J
J 2.3180 3 Ar_18

Lampiran 13. Hasil uji Duncan perlakuan varietas jagung terhadap tekstur berondong jagung

Duncan Grouping Mean N var

A 0.77865 12 Ar

A 0.74711 12 Sk

A 0.72263 12 Lm

B 0.64028 12 Bm

C 0.35382 12 Pop

Lampiran 14. Hasil uji Duncan perlakuan kadar air awal jagung terhadap volume spesifik
berondong jagung

Duncan Grouping Mean N ka

A 0.73097 15 12

A 0.68189 15 18

B 0.60306 15 16

B 0.57807 15 14
69
Lampiran 15. Hasil uji Duncan interaksi perlakuan varietas jagung dan kadar air awal jagung
terhadap tekstur berondong jagung

Duncan Grouping Mean N varka

A 1.11627 3 Ar_12

A 1.02927 3 Sk_16

B A 0.96450 3 Lm_18

B C 0.86767 3 Bm_12

D C 0.78607 3 Sk_18

D C

D C 0.77760 3 Lm_12

D C

D C E 0.74797 3 Ar_18

D E

D F E 0.66660 3 Bm_14

D F E

D F E 0.65930 3 Ar_14

F E

G F E 0.60863 3 Sk_12

G F E

G F E 0.60820 3 Lm_14

G F E

G F E 0.59107 3 Ar_16

G F

G F 0.56447 3 Sk_14

70
G F

G F 0.55650 3 Bm_18

G F

G F H 0.54020 3 Lm_16

G H

G I H 0.47037 3 Bm_16

I H

J I H 0.39177 3 Pop_14

J I H

J I H 0.38440 3 Pop_16

J I

J I 0.35440 3 Pop_18

J 0.28470 3 Pop_12

Lampiran 16. Hasil uji Duncan perlakuan varietas jagung terhadap kadar air berondong jagung

Duncan Grouping Mean N var

A 3.1061 12 Ar
A
A 2.8527 12 Bm
A
A 2.7854 12 Sk

B 2.4396 12 Lm
B
B 2.3234 12 Pop

Lampiran 17. Hasil uji Duncan perlakuan kadar air awal jagung terhadap kadar air berondong
jagung

Duncan Grouping Mean N ka

A 3.0070 15 18
A
A 2.8983 15 14

B 2.5609 15 16
B
B 2.3395 15 12

71
Lampiran 18. Hasil uji Duncan interaksi perlakuan varietas jagung dan kadar air awal jagung
terhadap kadar air berondong jagung

Duncan Grouping Mean N varka

A 3.6067 3 Bm_14
A
B A 3.5437 3 Ar_16
B A
B A C 3.4989 3 Sk_12
B A C
B D A C 3.4698 3 Ar_18
B D A C
E B D A C 3.3413 3 Pop_14
E B D A C
E B D A C F 3.2667 3 Pop_18
E B D C F
E B D G C F 2.8633 3 Lm_18
E D G C F
E D G C F 2.8137 3 Ar_12
E D G F
E D G F 2.7665 3 Bm_18
E G F
E G F 2.7042 3 Sk_16
E G F
E G F 2.6767 3 Lm_14
E G F
E G F 2.6686 3 Sk_18
G F
G F 2.6137 3 Lm_16
G F
G F 2.5973 3 Ar_14
G F

G F 2.5881 3 Bm_16
G
G 2.4496 3 Bm_12
G
G 2.2697 3 Sk_14

H 1.6046 3 Lm_12
H
H 1.3546 3 Pop_16
H
H 1.3308 3 Pop_12

Lampiran 19. Rekapitulasi data rata-rata hasil penilaian organoleptik berondong jagung lokal
Srikandi *)

Kadar Air Warna Rasa Aroma Tekstur


12% 3.93 3.00 3.60 3.53
14% 4.00 3.33 3.60 3.53
16% 4.07 3.33 3.60 3.87
18% 3.87 2.80 3.00 3.07

72
Lampiran 20. Rekapitulasi data rata-rata hasil penilaian organoleptik berondong jagung lokal
Pop corn

Kadar Air Warna Rasa Aroma Tekstur


12% 3.93 3.73 3.53 3.73
14% 4.00 3.60 3.53 4.07
16% 4.07 3.80 3.80 4.33
18% 4.07 3.67 3.80 4.33

*) Keterangan : 5 sangat suka


4 suka
3 netral
2 tidak suka
1 sangat tidak suka

Lampiran 21. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam penilaian organoleptik pengaruh kadar
air awal jagung lokal terhadap berondong jagung

Parameter Nilai P
Warna 0.0004**
Rasa 0.1654*
Aroma 0.1801*
Tekstur 0.1161*

(**Nilai P < 0.05 memberi pengaruh nyata, *Nilai P > 0.05 tidak berpengaruh nyata)

Lampiran 22. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam penilaian organoleptik pengaruh kadar
air awal jagung Pop corn terhadap berondong jagung

Parameter Nilai P
Warna 0.5195*
Rasa 0.9211*
Aroma 0.4077*
Tekstur 0.0946*

73
(*Nilai P > 0.05 tidak berpengaruh nyata)

Lampiran 23. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam penilaian organoleptik dari pengaruh
varietas jagung terhadap tingkat kesukaan konsumen terhadap berondong
jagung
Varietas Jagung Warna Rasa Aroma Tekstur
Pop corn 4.47 4.20 3.80 4.4
Arjuna 3.33 3.07 3.33 2.73
Bisma 3.60 3.13 3.2 3.07
Srikandi 2.87 2.80 3.4 2.67
Lamuru 4.20 3.53 3.53 4.07

Lampiran 24. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas jagung lokal dan Pop
corn terhadap tingkat kesukaan konsumen terhadap berondong jagung

Parameter Nilai P
Warna 0.0001**
Rasa 0.0004**
Aroma 0.0004**
Tekstur 0.0001**

(**Nilai P < 0.05 memberi pengaruh nyata)

Lampiran 25. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas jagung lokal terhadap suhu puffing
Duncan Grouping Mean N var

A 153.150 12 Lm
A
B A 145.775 12 Pop
B
B C 142.538 12 Bm
B C
B C 138.283 12 Sk
C
C 135.100 12 Ar

Lampiran 26. Hasil analisis sidik ragam pengaruh varietas jagung lokal terhadap suhu puffing
Duncan Grouping Mean N ka

A 150.480 15 16
A
B A 144.213 15 12
B
B 142.750 15 18

C 134.433 15 14

74
75
Varietas Karakteristik Jagung Unggul Nasional
Umur panen (Hari) Jenis biji Warna Berat 1000 biji Ketahanan terhadap penyakit
biji (gr)
Arjuna 85‐90 Flint Kuning 272 Tahan penyakit bulai, korosi, dan bercak daun
Bisma <96 Semi Kuning 307 Tahan penyakit bulai, dan korosi

Lampiran 27. Karakteristik Jagung Unggul Nasional

76
flint
Srikandi <97 Flint Kuning 300 Tahan penyakit bulai, korosi
Lamuru 90‐95 Flint Kuning 275 Tahan penyakit bulai, dan korosi
Sumber : Patricia, 2009

77

Anda mungkin juga menyukai