Anda di halaman 1dari 9

Tinjauan makna tasawuf dan sufi

1. Pengertian Tasawuf Menurut Bahasa dan Istilah


a. Secara etimologi (Bahasa)
Pengertian tasawuf secara etimologi para ahli berbeda pendapat, maka pengertian tasawuf terdiri dari beberapa
macam pengertian sebagai berikut.

Pertama, tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan “ahlu suffah” ( ‫)الصفة اهل‬, yang berarti sekelompok
orang pada masa Rosulullah yang hidupnya diisi dengan banyak berdiam di serambi-serambi masjid, dan mereka
mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah.

Kedua, ada yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata “shafa” (‫فاء‬,,‫)ص‬. Katashafa ini berbentuk fi’il mabni
majhul sehingga isim mulhaq dengan huruf ya’nisbah, yang berarti nama bagi orang-orang yang “bersih” atau
“suci”. Maksudnya adalah orang-orang yang menyucikan dirinya di hadapan Tuhan.

Ketiga, ada yang mengatakan bahwa istilah tasawuf berasal dari kata “shaf”(‫)صف‬. Makna “shaf” ini dinisbahkan
kepada orang yang ketika sholat selalu berada di saf paling depan.

Keempat, ada yang mengatakan bahwa istilah tasawuf di nisbahkan kepada orang-orang dari Bani Shufah.

Kelima, tasawuf ada yang menisbahkannya dengan kata istilah bahasa Grik atau Yunani, yakni “Saufi” (‫)صوفى‬.
Istilah ini disamakan maknanya dengan kata “Hikmah” (‫)حكمة‬, yang berarti kebijaksanaan.

Ketujuh, ada juga yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata “shuf” (‫ )صوف‬yang berarti bulu domba atau wol.

b. Secara Teminologi (isthilah)

Imam Junaidi al-Baghdadi berpendapat : “Tasawuf adalah membersihkan hati dari yang selain Allah,
berjuang memadamkan semua ajakan yang berasal dari hawa nafsu, mementingkan kehidupan yang lebih kekal,
menyebarkan nasihat kepada umat manusia, dan mengikuti contoh Rasulullah SAW dalam segala hal.

Dari segi bahasa dan istilah, kita dapat memahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu
memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan umat manusia dan selalu
bersikap bijak sana. Dengan cara ini akan mudah bagi manusia menghiasi jiwanya dengan sifat-sifat yang mulia,
ber-taqarrub dan ber-musyahadah dengan Allah SWT.

2. Tujuan Tasawuf

Tujuan tasawuf adalah berada sedekat mungkin di sisi Allah dengan mengenalnya secara langsung dan
tenggelam dalam ke Maha Esaan-Nya yang mutlak. Dengan kata lain, bahwa sufi yaitu seorang ego pribadinya
sudah lebur dalam pelukan keabadian Allah, sehingga semua rahasia yang membatasi dirinya dengan Allah
tersingkap. Dan di sisi lain hakikat tasawuf itu sendiri sama dengan tujuan tasawuf yaitu mendekatkan diri kepada
Tuhan.dalam ajaran islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia.
Tasawuf itu diciptakan hanya sebagai media lintasan untuk mencapai maqasid al syar’i (tujuan-tujuan syar’i).
Sebagai contoh orang yang diperintahkan naik ke atas atap rumah, maka secara tidak langsung ia juga diperintahkan
untuk mencari media yang dapat digunakan untuk melaksanakan tugas itu dengan cara menaiki tangga. Berikut
tujuan tasawuf diantaranya adalah:
1. Berupaya menyelamatkan diri dari akidah-akidah syirik dan batil.
2. Melepaskan diri (takhalli) dari penyakit kalbu.
3. Menghiasi diri (tahalli) dengan akhlak islam yang mulia.
4. Menggapai derajat ihsan dalam ibadah (tajalli).
5. Menstabilkan akidah shuhbah ilahiyah (persahabatan ketuhanan), dalam arti bahwa Allah SWT melihat
hamba-hambaNya dari atas arsy dan meliputi mereka dan segala arah dengan ilmu, kekuasaan (qudrat),
pendengaran (sama’) dan penglihatan (bashar) Nya

3. ISTILAH – ISTILAH DALAM TASAWUF

a. Murid

Murid adalah orang yang mencari pengetahuan dan bimbingan dalam melaksanakanamal ibadahnya, dengan
memusatkan segala perhatian dan usahanya ke arah itu, melepas sgala kemauannya dengan menggantungkan diri
dan nasibnya kepada iradah Allah

Murid dalam dunia tasawuf dibagi menjadi tiga kelas yakni :

1) Mubtadi atau pemula, yaitu mereka yang baru mempelajari Syari’at. Jiwanya masih terikat dengan duniawi,
kelas pemula ini berlatih melakukan amalan-amalan zhahir secara tetap dengan cara dan dalam waktu
tertentu.
2) Mutawassith, adalah tingkat menengah, yaitu orang yang sudah dapat melewati klas pemula telah
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Syari’at. Kelas ini sudah mulai memasuki pengetahuan dan
amalan-amalan yang bersifat bathiniyah. Tahap ini adalah tahap belajar dan berlatih mensucikan bathin agar
tercapai akhlak yang baik.
3) Muntahi, adalah tingkat atas, yaitu yang telah matang ilmu Syari’at, sudah menjalani thariqat dan
mendalami ilmu bathiniyah. Sudah bebas dari perbuatan maksiat sehingga jiwanya bersih. Orang yang sudah
sampai kepada tingkat ini disebut arif, yaitu orang yang sudah diperkenankan mendalami ilmu hakikat.
Sesudah itu iapun bebas dari bimbingan guru.

b. Syekh

Syekh adalah seorang yang memimpin kelompok kerohanian, pengawas murid-murid dalam segala kehidupannya,
penunjuk jalan dan sewaktu-waktu dianggap sebagai perantara antara seorang murid dengan Tuhannya.

Syekh huga sering disebut mursyid, yaitu orang yang sudah melalui tingkat khalifah. Ia adalah seorang yang
mempunyai tingkat kerohanian yang tinggi, sempurna ilmu syari’atnya, matang ilmu hakikat dan ilmu ma’rifatnya.
Dengan kata lain seorang syekh adalah orang yang telah mencapai maqam rijalul kamal.

Penyerahan diri dengan dengan sebulat hati dan keyakinan, merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
seorang mubtadi dalam tasawuf. Dalam bentuk apa pun, seorang murid tidak boleh membantah, karena syekh adalah
penghubung antara dia dengan Allah. Sungguh banyak syarat-syarat yang harus ditaati seorang mubtadi, baik yang
berhubungan dengan adab kepada syekh maupun pola hubungan antara sesama murid. (Suhrawardi: 28).

Secara singkat dapat dikatakan sebagai suatu loyalitas tanpa reserve dan tergambar pula betapa tinggi dan
mulianya kedudukan syekh dalam komunitas sosialnya itu. Ia adalah seorang pemimpin yang mengandung makna
kesucian bagi pengikutnya. Apa saja yang ia lakukan, bagi pengikutnya adalah suatu kebenaran yang mutlak. Dari
itu hendaklah seorang murid betul-betul harus teliti dengan penuh perhatian dalam mencari guru dan penuntun.

c. Wali dan qutub

Wali dan Qutub adalah seorang yang telah sampai ke puncak kesucian bathin, memperoleh ilmu laduni yang tinggi
sehingga tersingkap tabir rahasia yang ghaib-ghaib. Orang seperti ini akan memperoleh karunia dari Allah dan itulah
yang disebut wali. Jadi, seorang wali adalah seorang yang telah mencapai puncak kesempurnaan, kecintaan kepada
Allah. Karena pengabdian dan amalannya yang luar biasa kepada Allah, ia memperoleh kemampuan yang luar biasa,
kemampuan yang supra insani sebagai karunia dari Allah.

Menurut al-Kalabazi, inilah yang disebutkaromah itu. Orang-orang yang mulia seperti itu adalah wakil-wakil
Nabi pelanjut perjuangan Nabi, dan inilah yang disebut dengan Quthub. Mereka ini mempunyai kedudukan yang
hampir sama dengan Nabi dalam hal kesucian rohani, kedalaman ilmu dan ketaatan kepada Allah. Quthub
memperoleh ilmu melalui ilham, sedangkan Nabi memperoleh ilmu melalui wahyu.

Apabila dilihat dari sudut amalan serta jenis ilmu yang dipelajari, maka terdapat beberapa istilah yang khas dalam
dunia tasawuf, yaitu ilmu lahir dan imu bathin. Ajaran-ajaran agama itu mengandung arti lahiriah dan mengandung
arti bathiniyah yang merupakan inti dari setiap ajaran itu. Oleh karena itu cara memahami dan mengamalkannya
juga harus melalui aspek lahir dan aspek bathin. Kedua aspek itu dibagi menjadi empat kelompok yakni :

1. Syari’at (mengikuti hukum agama)

Syari’at mereka artikan sebagai amalan-amalan yang difardlukan dalam agama, yang biasanya dikenal dengan
rukun islam dan segala hal yang berhubungan dengan itu, bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

Seorang yang ingin memasuki dunia tasawuf, harus lebih dahulu mengetahui secara mendalam tentang al-Qur’an
dan al-Hadis yang dimulai dengan amalan zhahir baik yang wajib maupun yang sunnah. Oleh karena rasa
kenikmatan dalam beribadah itu telah merasuk dalam jiwa, maka timbullah amalan sunnat yang ditetapkan cara dan
waktu pengamalannya, seperti : zikir sekian kali pada waktu tertentu, shalat nawafil sekian raka’at pada jam
sekian. Akibatnya hampir seluruh waktu mereka dipergunakan untuk shalat dan zikir dengan cara dan jumlah yang
telah ditentukan oleh alirannya masing-masing

Bukan hanya itu tetapi mereka juga melakukan puasa hampir sepanjang hari, bahkan sampai-sampai lupa makan
dan minum, jiwa mereka sudah kenyang karena ibadah dan amal shaleh itu. Dengan demikian setiap sufi, pada
hakikatnya adalah orang-orang yang telah mengamalkan perintah Illahi secara tuntas dan menyeluruh. Sebab, tanpa
melalui tahapan ini, seseorang tidak akan mampu naik ke jenjang yang lebih tinggi.

2. Thariqat (perjalanan menuju Allah)

Dalam melaksanakan syari’at tersebut di atas, haruslah berdasarkan tata cara yang telah digariskan dalam agama dan
dilakukan hanya karena penghambaan diri kepada Allah, karena kecintaan kepada Allah dan karena ingin berjumpa
denganNya. Perjalanan menuju kepada Allah itulah yang mereka maksud thariqat, yait thariqat tasawuf. Perjalanan
ini sudah mulai bersifat bathiniyah, yaitu amalan zahir yang disertai amalan bathin
Untuk itu, maka ditetapkanlah ketentuan-ketentuan yang bersifat bathiniyah agar pelaksanaan ketentuan-ketentuan
zahiriyah itu dapat mengantarkan seseorang kepada akhir perjalananannya melalui tahap demi tahap dan situasi demi
situasi, yang kemudian dikenal dengan istilah maqomat dan ahwal.

3. Hakikat (aspek batiah dari syari'ah)

Secara lughawi hakikat berarti inti sesutu, puncak atau sumber asal dari sesuatu. Dalam dunia sufi, hakikat diartikan
sebagai aspek lain dari syari’at yang bersifat lahiriyah, yaitu aspek bathiniyah. Dengan demikian dapat diartikan
sebagai rahasia yang paling dalam dari segala amal, inti dari syari’at dan akhir dari perjalanan yang ditempuh oleh
seorang sufi

Dengan demikian jelaslah bahwa hakikat itu tidak lepas dari syari’at, bertalian erat dengan thariqat dan juga terdapat
dalam ma’rifat. Oleh karena itu, sering ditemukan pengertian yang tumpang tindih antara hakikat dan ma’rifat,
karena masing-masing mengandung arti puncak dari segala amal dan perjalanan, inti dari segala ilmu dan
pengalaman. Tetapi yang jelas, hakikat itu diperoleh sebagai hikmah dan anugerah berkat riadlah dan mujahadah,
sehingga ia tergolong ahwal.

Dengan sampainya seorang ke tingkat atau kepada hakikat, berarti telah terbuka baginya rahasia-rahasia yang
terkandung dalam syari’at, ia dapat memahami dan menghayati segala kebenaran dan bahkan dapat mengetahui hal-
hal yang bertalian dengan Allah.

4. Ma’rifat (pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati)

Dari segi bahasa, ma’rifat berarti pengetahuan atau pengalaman, sedangkan dalam istilah sufi, ma’rifat itu diartikan
sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati sanubari. Penegtahuan itu sedemikian lengkap dan jelas sehingga
jiwanya merasa satu dengan yang diketahuinya itu.

GURU-GURU KYAI HAMZANWADI YANG PALING TERKENAL

Guru besar Kyai Hamzanwadi yang paling terkenal yang selalu beliau sebut-sebut dan beliau banggakan adalah:

1. Maulanasyaikh Hasan Muhammad al-Masyath,


2. Mualanasyaikh Amin al-Kutbi dan
3. Maulanasyaikh Salim Rahmatullah (Direktur Madrasah As-sholatiah Mekkah)

Yang pertama Maulanasyaikh Hasan Muhammad al-Masyath, sebagai manipestasi dari rasa sayangnya kepada
beliau yakni muridnya yang satu ini Maulanasyaikh Hasan Muhammad al-Masyath mengatakan ‘ Ma` Da`awatu illa
wa asyraktu Zainuddin ma`iy “(tidaklah aku berdo`a kecuali aku sertakan zainuddin bersamaku). Beliau juga sering
mengatakan Ana uhibbu man yuhibbuka”( aku mencintai orang yang cinta kepadamu). Antara guru dan murid di
atas selalu berlangsung korespodensi (celah) yang bersifat ilmiah dan kekeluargaan yang mengungkapkan perasaan
saling menyayangi dan saling menghormati.

Sebaliknya sebagai rasa syukur kepada gurunyatersebut nama beliau diabadikan sebagai nama Madrasah yang
ada di pulau Lombok.

Menurut Kyai Hamzanwadi, kecintaan guru-gurunya tersebut bukan disebabkan karena beliau murid yang paling
pandai dari murid-muridnya yang lain tapi beliau dicintai disebabkan karena beliau adalah murid yang paling
mampu menjaga perasaan gurunya, beliau juga sangat menghargai dan menghormati guru-gurunya. Suatu sikap
yang barangkali mulai langka ditemukan di dunia pendidikan saat ini.

Oleh karena itu sangat wajar jika Kyai Hamzanwadi dianggap sebagai murid Maulanasyaikh Hasan
Muhammad al-Masyath yang paling terkemuka, penilaian ini dapat dijumpai dalam buku biografi Maulanasyaikh
Hasan Muhammad al-Masyath yang berbunyi,

“Murid yang paling terkemuka di Asia Tenggara adalah Kyai Muhammad Zainuddin Abdul Majid
Pancor, Pendiri Madrasah Nahdlatul Wathan Diniah Islamiyah dan Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah dan
Organisasi
Nahdlatul Wathan yang bergerak dibidang Pendidikan Sosial dan Dakwah Islamiyah. Dia adalah murid yang paling
setia dan paling disayangi”.

Sedangkan gurunya yang kedua Mualanasyaikh Amin al-Kutbi beliau adalah seorang ulama yang ahli dalam
bidang ilmu arudl (lagu-lagu arab). Dengan bimbingannya, Kyai Hamzanwadi sangat mahir dalam menciptakan
lagu-lagu perjuangan. Kyai Hamzanwadi mengarang lagu atau syair perjuangan di sela-sela kesibukannya
membangun madrasah dan bertablik kepelosok desa di pulau Lombok. Lagu-lagu beliau ini banyak di koleksi dalam
kaset-kaset perjuangan seperti Kaset Perjuangan Sakit Jahil, Kaset Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru.

Mualanasyaikh Amin al-Kutbi mengungkapkan kekagumanya, kepada Kyai Hamzanwadi dalam syair berbahasa
arab.

Hanya allah yang dapat menilai dan memberikan imbalan jasa.

Ketinggian budi pekerti dan kecerdasan Muhammad zainuddin.

Ketulus-ikhlasan di tengah masyarakat asalnya. Menunjukkan


Bahwa dia laksana permata di antara bebatuan,

karya-karyanya laksana kuntum bunga ditengah kawanan.

Terangkai dlm karangan yang indah menawan

Di bidang ilmu(pendidikan) dia punya Ma`had

Tempat tullab-tullibat berteduh dan berhidmat

Tutur bahasanya bercerita, dia terus bergerak meniti(tangga) mi`raj.

Bertahap merayap mencapai puncak.

Semoga Allah menunda usianya untuk mengangkat derajat, pengetahuan

Dan martabat masyarakat sasak Ampenan (Lombok)

Agar nama besarnya semerbak mewangi seperti misik menerbak alam.

Sejak di tanah haram (mekkah), sampai kembali kekampung halaman.

Sementara gurunya yang ketiga Maulanasyaikh Salim Rahmatullah (Direktur Madrasah As-sholatiah Mekkah),
beliau memuji Kyai Hamzanwadi dengan ucapan: “ Madrasah as-sholatiyah tidak perlu memiliki murid banyak,
cukup satu orang saja asalkan memiliki prestasi dan kualitas seperti Hamzanwadi, diantara temenantara teman-
teman Kyai Hamzanwadi yang sangat membanggakannya adalah adalah Syaikh Sbdullah Bila dan Syaikh Isma`Il
Al-Yamani.

Sedangkan Sayyid Muhammad Alawi Abbas al Maliki Al-Makki. Seorang ulama terkemuka di kota
Mekkahpernah mengatakan bahwa tak ada seorang pun ahli ilmu di tanah suci Mekkah baik tullab maupun ulama
yang tidak mengenal syekh Zainuddin. Syekh Zainuddin adalah ulamak besar milik ummat islam Indonesia dan
ummat islam se-dunia.

Telah banyak rintisan-rintisan dan jasa yang telah ditorehkan dalam mengukir sejarah pulau Lombok dengan
tinta emas, terutama setelah Kyai Hamzanwadi mampu mendirikan madrasah dan sekaligus oerganisasi Nahdlatul
Wathan yang berfungsi mengurus dan mengkooardinir madrasah NW. oleh karena itu, sangatlah wajar kita
senantiasa menjaga dan memelihara warisan sejarah yang berharga tersebut dalam bentuk dokumentasi sesuai
dengan kemampuan kita masing-masing. Nahdlatul Wathan merupakan sumbangan Indonesia Timur untuk
peradaban islam. Kalau NW tidak ada atau mati maka tidak ada yang dapat diharapkan dari Indonesia Timur.
3. Muntahi, adalah tingkat atas, yaitu yang telah matang ilmu Syari’at, sudah menjalani thariqat dan mendalami
ilmu bathiniyah. Sudah bebas dari perbuatan maksiat sehingga jiwanya bersih. Orang yang sudah sampai kepada
tingkat ini disebut arif, yaitu orang yang sudah diperkenankan mendalami ilmu hakikat. Sesudah itu iapun bebas dari
bimbingan guru.

b. Syekh

Syekh adalah seorang yang memimpin kelompok kerohanian, pengawas murid-murid dalam segala kehidupannya,
penunjuk jalan dan sewaktu-waktu dianggap sebagai perantara antara seorang murid dengan Tuhannya.

Syekh huga sering disebut mursyid, yaitu orang yang sudah melalui tingkat khalifah. Ia adalah seorang yang
mempunyai tingkat kerohanian yang tinggi, sempurna ilmu syari’atnya, matang ilmu hakikat dan ilmu ma’rifatnya.
Dengan kata lain seorang syekh adalah orang yang telah mencapai maqam rijalul kamal.

Pengertian tasawuf
Tasawuf dari segi kebahasaan terdapat sejumlah istilah yang dihubungkan orang dengan tasawuf. Harun
Nasution misalnya, menyebutkan lima istilah yang berhubungan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah) yaitu
orang yang ikut pindah dengan nabi dari makkah ke madinah, shaf yaitu barisan yang dijumpai dalam melaksanakan
shalat berjamaah, sufi yaitu bersih dan suci, shopos (bahasa yunani: hikmah) dan suf (kain wol kasar).
Ditinjau dari lima istilah di atas, maka tasawuf dari segi kebahasaan menggambarkan keadaan yang selalu
beroreantasi kepada kesucian jiwa, mengutamakan panggilan Allah, berpola hidup sederhana, mengutamakan
kebenaran dan rela mengorbankan demi tujuan-tujuan yang lebih mulia disisi Allah. Sikap demikian pada akhirnya
membawa sesesorang berjiwa tangguh, memiliki daya tangkal yang kuat dan efektif terhadap berbagai godaan hidup
yang menyesatkan.

Selanjutnya, secara teriminologis tasawuf memiliki tiga sudut pandang pengertian. Pertama, sudut pandang
manusia sebagai makhluk terbatas. Tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya penyucian diri dengan cara
menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah. Kedua, sudut pandang
manusia sebagai makhluk yang harus berjuang. Sebagai makhluk yang harus berjuang, manusia harus berupaya
memperindah diri dengan akhlak yang bersumber pada ajaran agama, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah
swt. Ketiga, sudut pandang manusia sebagai makhluk bertuhan. Sebagai fitrah yang memiliki kesadaran akan adanya
Tuhan, harus bisa mengarahkan jiwanya serta selalu memusatkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
Tuhan.

Dari penjelasan diatas sudah dapat diambil pengertian tasawuf, dimana di dalamnya mengandung ajaran-ajaran
tentang kehidupan keruhanian, kebersihan jiwa, cara- cara membersihkannya dari berbagai penyakit hati, godaan
nafsu, kehidupan duniawi, cara- cara mendekatkan diri kepada Allah seta fana dalam kekekalan-Nya sehingga
sampai kepada pengenalan hati yang dalam akan Allah. Sedangkan sufi adalah orang yang menjalankan tasawuf.[1]
B. Tujuan Tasawuf
Tujuan tasawuf adalah berada sedekat mungkin di sisi Allah dengan mengenalnya secara langsung dan
tenggelam dalam ke Maha Esaan-Nya yang mutlak. Dengan kata lain, bahwa sufi yaitu seorang ego pribadinya
sudah lebur dalam pelukan keabadian Allah, sehingga semua rahasia yang membatasi dirinya dengan Allah
tersingkap. Dan di sisi lain hakikat tasawuf itu sendiri sama dengan tujuan tasawuf yaitu mendekatkan diri kepada
Tuhan.dalam ajaran islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia.
Tasawuf itu diciptakan hanya sebagai media lintasan untuk mencapai maqasid al syar’i (tujuan-tujuan syar’i).
Sebagai contoh orang yang diperintahkan naik ke atas atap rumah, maka secara tidak langsung ia juga diperintahkan
untuk mencari media yang dapat digunakan untuk melaksanakan tugas itu dengan cara menaiki tangga. Berikut
tujuan tasawuf diantaranya adalah:
1. Berupaya menyelamatkan diri dari akidah-akidah syirik dan batil.
2. Melepaskan diri (takhalli) dari penyakit kalbu.
3. Menghiasi diri (tahalli) dengan akhlak islam yang mulia.
4. Menggapai derajat ihsan dalam ibadah (tajalli).
5. Menstabilkan akidah shuhbah ilahiyah (persahabatan ketuhanan), dalam arti bahwa Allah SWT melihat hamba-
hambaNya dari atas arsy dan meliputi mereka dan segala arah dengan ilmu, kekuasaan (qudrat), pendengaran
(sama’) dan penglihatan (bashar) Nya.
6. Menggapai kekuatan iman yang dulu pernah dimiliki para sahabat Rasulullah SAW, menyebarkan ilmu-ilmu
syari’at dan meniupkan ruh kehidupannya, sehingga menghasilkan motivasi bagi kaum muslimin untuk dapat
memimpin kembali umat, baik ilmiah, pemikiran keagamaan maupun politik. Selain itu mereka juga mampu
mengembalikan kepemimpinan global ke pangkuannya, baik peta politik maupun ekonomi serta dapat
menyelamatkan bangsa-bangsa yang ada dari alenasi dan kehancuran.[2]
Apa Arti Sufi yang sesungguhnya

Setidak-tidaknya ada dua alasan mengapa kita harus tau betul arti dan makna istilah Sufi. Pertama, karena
pengkaburan makna antara Sufi dengan sebutan orang-orang aneh yang lazin disebut dukun, seperti yang
diterangkan pada postingan sebelumnya (Sufi Dalam Pandaga Kita).

Kedua, sebab adanya praktek-praktek menyimpang dari praktisi sufi dalam memahami sekaligus mengamalkan
ajaran tasawuf.

Alasan pertama bertujuan supaya kita tidak dengan mudah menyebut seseorang dengan Sufi lantaran keganjilan-
keganjilan yang dimilikinya serta atribut-atribut kesaktian yang melekat padanya. Hal ini supaya kita tahu bahwa
seorang Sufi tidak harus mempunyai keganjilan pada sifatnya dan kesaktian yang bisa dibuktikan. Adapun alasan
kedua dimaksudkan supaya kita mengetahui bahwa kenyataan dan praktek-praktek Sufi itu menyimpang dari ajaran
dan syariat Islam secara umum dan keluar dari garis-garis ajaran tasawuf secara khusus. Hal ini supaya kita tahu
sekaligus bisa membedakan mana yang tergolong sufi sejati dan mana kategori Sufi sebatas pengakuan. Dengan kata
lain supaya kita bisa memilih dan memilih mana sufi beneran dan mana Sufi yang gadungan.

Untuk mengatahui semua itu kita harus melakukan pelacakan secara ilmiah kata-kata “Sufi” baik melalui kajian
etimologi (mencari pengertian dengan melihat akar atau asal muasal kata) maupun secara definitif (memberikan
batasan-batasan pengertian).

Istilah Sufi sebenarnya tidak dikenal pada zaman Nabi. Didalam Al-Qur'an maupun hadis sendiri kata-kata tersebut
secara harfiah tidak ditemukan. Kebanyakan ahli menyatakan bahwa kata-kata tersebut secara lahiriah menunjukan
sebutan gelar, sebab dalam perbendaharaan bahasa Arab tidak terdapat akar katanya. Tetapi biarpun demikian ada
banyak pendapat dari para ahli untuk mencoba mengalir akar atau sumber asli dari kata tersebut dengan harapan
supaya diketahui dengan jelas pengertian yang sesungguhnya. Dari adanya banyak pendapat itu setidaknya kata-kata
“sufi” memiliki bebrapa penyandaran.

Pertama, kata Sufi berasal dari pembendaraan bahasa Yunani, yaitu diambil dari kata shopia yang berarti
kebijaksanaan. Kata tersebut juga dtengarai sebaga asal kata filsafat. Pendapat ini sebenarnya datang dari pada
orientalis. Mereka mengatakan “ketika orang-orang berfilsafat dalam hal ibadah, mereka mengubahnya menjadi
kalimat Sufi, yang kemudian menjadi sebutan bagi kaum yang suka beribadah dan untuk filsafat keagamaan”.
Jelasnya, sufi adalah sebuah kata yang dinisbatkan dengan filsafat ibadah.

Dengan pendapat ini, Thaha A. Baqi Surur menyatakan bahwa pendapat tersebut tidak berdasar dan dapat
mengacaukan pengertian dari kata Sufi atau kata tasawuf. Ini tidak bisa diterima dari kaca mata ilmiah. Sebab sejak
semula para kau oriantalis memang ingin merongrong Islam dengan berbagai cara liciknya. Dengan menerima
pendapat tersebut, itu berarti kita setuju bahwa ajaran tasawuf dengan praktek-praktek kesufiannya adalah jiplakan
dari tradisi masyarakat Yahudi.

Kedua, Sufi berasal dari kata Shaff , yang berarti barisan. Hal ini dimaksudkan bahwa para Sufi berada pada barisan
pertama dihadapan Allah lantaran ketinggian iman dan takwanya.

Ketiga, kata Sufi berasal dari kata Sufah. Kata ini merupakan julukan terhadap seorang laki-laki dijaman jahiliyah
yang mengabiskan waktu untuk beribadah di sekeliling Ka'bah. Nama asli orang tersebut adalah Ghouts bin Mur.
Adapun alasan kata Sufi disandarkan pada kata julukan tersebut adalah karena sisi karakteristik dari kehidupannya
sama, yaitu sama-sama menghabiska waktu untuk ibadah.

Dalam hal ini Ibnu Jauzi mengatakan, Muhammad bin Nashir menceritakan padaku dari Ibrahim Abi Ishaq. Dia
berkata: Abu Muhammad Abdul Ghani berkata, Aku bertanya kepada Walid bin Qasim, “dari mana sebutan Sufi
bersandar?”. Dia menjawab: Pada jaman Jahililah ada suatu kaum bernama “sufah”, mereka selalu beribadah
menyembah Allah disekeliling Ka'bah. Maka barang siapa yang menyerupai mereka, dia adalah “sufah”

Seandainya pendapat ini bisa diterima, setidaknya masih ada rasa keberatan terutama dari kalangan ahli ibadah
sendiri, yaitu tidak patut jika sebutan Sufi yang begitu mulia disandarkan pada praktek peribadahan atas dasar
Jahiliah yang non Islam.

Keempat, kata Sufi berasal dari kata Shuffah yang kemudian dinisbat dengan sebutan Ahlus Shuffah, yaitu
sekelompok kaum Muhajirin dan Anshar yang miskin, yang tinggal dalam seuah sisi ruangan Masjid Rasulullah.
Mereka yang tinggal diruang tersebut dikenal sebagai kaum yang begitu tekun beribadah.

Dari keterangan lain disebutkan bahwa kata As Shuffah berarti bantalan pengempuk untuk dudukan di punggung
kuda. Dengan demikian, ahlus Shuffah adalah pemilik pelana atau kaum, dalam hal ini sahabat Nabi dari kalangan
orang miskin yang tidur mereka hanya berbantalkan pelana itu. Tidak ada yang mereka kerjakan dalam
kesehariannya kecuali beribadah, belajar Al-Qur'an, puasa, shalat malam dan keluar untuk perang. Mereka adalah
orang-orang miskin yang tidak memiliki modal untuk berdagang dan tidak memiliki keahlian dalam dunia bisnis dan
perdagangan.

Merekapun tidak memiliki lahan untuk pertanian dan keahlian dalam usaha tani. Rasulullah membangun serambi
disamping masjid Nabawi untuk menampung mereka. Sungguhpun demikian merena menjaga kesucian hati dan
ketulusan jiwa serta senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Orang-orang ini tidak pernah meminta dan
mengharap bantuan orang lain, sehingga orang-orang awam mengira mereka adalah orang-orang yang
berkecukupan. Kebutuhan hidup mereka sehari-hari berasal dari ghanimah (hasil pembagian rampasan perang)
karena keterlibatan mereka dalam perang dan dari jatah yang dipegang Rasul.

Pendapat lain banyak di uraikan oleh para ahli pada sisi lain kalau kita tidak hati-hati dan tidak paham betul akan
menimbulkan dampak negatif dari pengetian Sufi itu sendiri. Diakui atau tidak bahwa deng pendapat tersebut akan
timbut suatu immage bahwa gerakan Sufi, dari awal kemunculanya sudah menunjukan wajah kemiskinan dan
keterbelakangan. Kemiskinan dan keterbelakang yang dijalani oleh para Sufi adalah merupakan kemiskinan
kondisional dmana mereka benar-benar miskin; tidak punya lapangan pekerjaan dan tidak punya skill untuk
dijadikan sebagai alat untuk bekerja.

Ada suatu kesan tersendiri yang akan muncul dari keterengan tersebut, bahwa Sufisme idetik dengan kemiskinan
dan keterbelakangan. Lebih jauh lagi akan muncul sebuah pemahaman bahwa jalan sufi harus dilalui dengan cara
miskin. Para Sufi harus dengan rela hati untuk menjadi orang miskin.

Adalah suatu indikasi bahwa pemahaman tentang Sufi sebagai bentuk kepasrahan utuh akan takdir Allah tanpa
disertai adanya ikhtiar adalah suatu pengaruh dari pengertian Sufi yang disandarkan pada Ahlus Shuffah ini. Adanya
praktek-praktek Sufi yng mementingkan sisi dhahir dari penampilan fisiknya atau adanya praktik-praktik sufi yang
dengan begitu saja menginggalkan segala tanggung jawab dunia,memandang persoalan dunia tidak hanya sebelah
mata tetai malah dengan mata yang tertutup adalah merupaka ciri dari pemahaman pengetian Sufi sbagaimana
diatas.

Kelima, kata Sufi serasal dari kata Shuf yang berarti bulu domba. Dalam perbendaharaan kata bahasa Arab akan kita
temukan suatu kalimat yang biasa diperuntukan kepada orang-orang yang memakai pakain wol atau bulu domba
dengan sebutan , tashawwafa al rijal.

Pengambilan kata pada pengertian yang kelima ini, kata sufi dinisbatkan kepad suatu ciri khas pakaian, yaitu
pakaian tebal (wol) yang terbuat dari bulu domba. Jenis pakaian ini kasar dan tebal yang biasa di identikan dengan
pakaian orang-orang zuhud. Sebagai kebalikan pakaian ini adalah pakaian yang terbuat dari bahan sutra yang
biasanya dipakai oleh para pembesar kerajaan.
Isi Pokok Ajaran Tasawuf
Tasawuf Islam: Berikut ini pokok-pokok ajaran tasawuf dalam struktur
yang umum dan global, serta singkat. Tujuan pembuatan tulisan ini adalah
supaya tergambar secara menyeluruh dan terstruktur ajaran-ajaran kaum sufi.
Memang dalam beberapa bagiannya ada ajaran-ajaran yang cukup
kontroversial. Untuk itu perlu pembahasan lebih lanjut. Insya Allah
selanjutnya akan lebih dibahas secara detail tiap-tiap ajaran tersebut.

1. Tasawuf Akhlaqi
o Takhalli: membersihkan diri dari sifat2 tercela
o Tahalli: mengisi diri dengan sifat2 terpuji
o Tajalli: terungkapnya nur gaib untuk hati

a. Munajat: melaporkan aktivitas diri pada Allah


b. Muraqabah dan muhasabah: selalu memperhatikan dan
diperhatikan Allah dan menghitung amal
c. Memperbanyak wirid dan zikr
d. Mengingat mati
e. Tafakkur: merenung/meditasi

2. Tasawuf 'Amali
a. Beberapa Istilah praktis
1. Syari'ah: mengikuti hukum agama
2. Thariqah: perjalanan menuju Allah
3. Haqiqah: aspek batiah dari syari'ah
4. Ma'rifah: pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati
b. Jalan Mendekatkan diri kepada Allah
1. Maqamat: tahapan, tingkatan
a. Taubah: pembersihan diri dari dosa
b. Zuhd: sederhana dalam hal duniawi
c. Sabr: pengendalian diri
d. Tawakal: berserah diri sepenuhnya kepada Allah
e. Ridha: menerima qada dan qadar dengan rela
f. Mahabah: cinta kepada Allah
g. Ma'rifah: mengenal keesaan Tuhan
2. Ahwal: kondisi mental
a. Khauf: merasa takut kepada Allah
b. Raja': optimis terhadap karunia Allah
c. Syauq: rindu pada Allah
d. Uns: keterpusatan hanya kepada Allah
e. Yaqin: mantapnya pengetahuan tentang Allah

3. Tasawuf Falsafi
a. Fana' dan Baqa': lenyapnya kesadaran dan kekal
b. Ittihad: persatuan antara manusia dengan Tuhan
c. Hulul: penyatuan sifat ketuhanan dg sifat kemanusiaan
d. Wahdah al-Wujud: alam dan Allah adalah sesuatu yang satu
e. Isyraq: pancaran cahaya atau iluminasi

Anda mungkin juga menyukai