Dasar Kesehatan Lingkungan
Dasar Kesehatan Lingkungan
1. Pengertian kesehatan
a) Menurut WHO
“Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg
bebas dari penyakit dan kecacatan.”
“Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.”
2. Pengertian lingkungan
“ Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala
keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat
kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.”
“ Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara
manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan
bahagia.”
“Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin
keadaan sehat dari manusia.”
Menurut kalimat yang merupakan gabungan (sintesa dari Azrul Azwar, Slamet Riyadi, WHO dan
Sumengen)
4) Pengendalian Vektor
8) Pengendalian radiasi
9) Kesehatan kerja
16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam
dan perpindahan penduduk.
Menurut Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8 :
5) Pengamanan radiasi
6) Pengamanan kebisingan
1) Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenis
4) Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum.
5) Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti lingkungan yang berada dlm keadaan
darurat, bencana perpindahan penduduk secara besar2an, reaktor/tempat yang bersifat khusus.
1) Sebelum Orba
· Th 1924 Atas Prakarsa Rochefeller foundation didirikan Rival Hygiene Work di Banyuwangi dan
Kebumen.
· Th 1956 : Integrasi usaha pengobatan dan usaha kesehatan lingkungan di Bekasi hingga didirikan
Bekasi Training Centre
· Prof. Muchtar mempelopori tindakan kesehatan lingkungan di Pasar Minggu.
2) Setelah Orba
· Adanya Program Perumnas, Proyek Husni Thamrin, Kampanye Keselamatan dan kesehatan kerja,
dll.
1. Tiga komponen/faktor yang berperan dalam menimbulkan penyakit Model Ecology (JHON
GORDON).
Interaksi antara agent, host dan lingkungan serta model ekologinya adalah sebagai berikut :
Antara agent Host dan lingkungan dalam keadaan seimbang sehingga tidak terjadi penyakit. Gambar
sebagai berikut :
Pejamu Agent
Lingkungan
Peningkatan kemampuan agent untuk menginfeksi manusia serta mengakibatkan penyakit pada
manusia. Gambar sebagai berikut :
Pejamu
Agent
Lingkungan
Perubahan lingkungan menyebabkan meningkatnya perkembangan agent. Gambar sebagai berikut :
Pejamu
Agent
Lingkungan
1) Karakteristik Lingkungan
· Fisik : Air, Udara, Tanah, Iklim, Geografis, Perumahan, Pangan, Panas, radiasi.
· Sosial : Status sosial, agama, adat istiadat, organisasi sosial politik, dll.
Agent penyakit dapat berupa agent hidup atau agent tidak hidup. Agent penyakit dapat
dikualifikasikan menjadi 5 kelompok, yaitu :
a. Agent biologis
Beberapa penyakit beserta penyebab spesifiknya
Jenis agent
Spesies agent
Nama penyakit
Metazoa
Ascaris lumbricoides
Ascariasis
Protozoa
Plasmodium vivax
Malaria Quartana
Fungi
Candida albicans
Candidiasis
Bakteri
Salmonella typhi
Typhus abdominalis
Rickettsia
Rickettsia tsutsugamushi
Scrub typhus
Virus
Virus influenza
Influenza
3) Karakteristik Host/pejamu
Faktor manusia sangat kompleks dalam proses terjadinya penyakit dan tergantung dari karakteristik
yang dimiliki oleh masing – masing individu, yakni :
a. Umur : penyakit arterosklerosis pada usia lanjut, penyakit kanker pada usia pertengahan
g. Status kekebalan : kekebalan terhadap penyakit virus yang tahan lama dan seumur hidup.
1. Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
b. Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l)
2. Pembuangan Kotoran/Tinja
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut :
b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur
f. Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang.
3. Kesehatan Pemukiman
Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup,
terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
b. Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota
keluarga dan penghuni rumah
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar
maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah
roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
4. Pembuangan Sampah
b. Penyimpanan sampah.
d. Pengangkutan
e. Pembuangan
Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat mengetahui hubungan dan
urgensinya masing-masing unsur tersebut agar kita dapat memecahkan masalah-masalah ini secara
efisien.
Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang kemudian disebut sebagai vektor
misalnya : pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria,
Nyamuk Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki
Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari penyakit tersebut diantaranya dengan
merancang rumah/tempat pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang
dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras
mengubur dan menutup) tempat penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan
kasa pada lubang angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan
usaha-usaha sanitasi.
Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing dapat menularkan penyakit
rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara perpindahan bibit penyakit ke makanan
sehingga menimbulakan diare. Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang
dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri penyebab.
6. Makanan dan Minuman
Sasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah makan, jasa boga dan
makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai
makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah
makan/restoran, dan hotel).
Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman tempat pengelolaan makanan meliputi :
7. Pencemaran Lingkungan
2. Keanekaragaman sosial budaya dan adat istiadat dari sebagian besar penduduk.
H. Hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di perkotaan dan
pemukiman
Contoh hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di perkotaan
dan pemukiman diantaranya sebagai berikut :
2. Kegiatan di kota (industrialisasi) >>> menghasilkan limbah cair >>>dibuang tanpa pengolahan (ke
sungai) >>>sungai dimanfaatkan untuk mandi, cuci, kakus>>>penyakit menular.
3. Kegiatan di kota (lalu lintas alat transportasi)>>>emisi gas buang (asap) >>>mencemari udara
kota>>>udara tidak layak dihirup>>>penyakit ISPA.
Dalam tatanan desentralisasi/otonomi daerah di bidang kesehatan, pencapaian Visi Indonesia Sehat
2010 ditentukan oleh pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan setiap provinsi (yaitu Provinsi sehat).
Khusus untuk Kabupaten/Kota, penetapan indikator hendaknya mengacu kepada indikator yang
tercantum dalam Standard Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan. SPM ini dimasukkan sebagai
bagian dari Indikator Kabupaten/Kota Sehat. Kemudian ditambah ha-hal spesifik yang hanya
dijumpai/dilaksanakan di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Misalnya Kota/Kabupaten yang area
pertaniannya luas dicantumkan indikator pemakaian pestisida.
Di dalam SPM Kab/kota di Propinsi Jawa Tengah (Keputusan Gubernur Jawa Tengah ) pada point
(huruf) “U” tentang Penyuluhan Perilaku Sehat disebutkan terdapat item Rumah Tangga Sehat (item
1), dimana disebutkan bahwa Rumah Tangga sehat adalah Proporsi Rumah Tangga yang memenuhi
minimal 11 (sebelas) dari 16 indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan Rumah
Tangga. Lima diantara 16 indikator merupakan Perilaku yang berhubungan dengan Kesehatan
Lingkungan, yaitu :
Terdapat juga Penilaian Rumah Sehat (rumah secara fisik : pencahayaan, kelembaban, ventilasi, dll)
Selain Rumah Tangga sehat terdapat pula point “R” yakni Pelayanan Kesehatan Lingkungan dimana
item pertama (Institusi yang dibina) meliputi RS, Puskesmas, Sekolah, Instalasi Pengolahan Air
Minum, Perkantoran, Industri Rumah Tangga dan Industri Kecil serta tempat penampungan
pengungsi. Institusi yang dibina tersebut adalah unit kerja yang dalam memberikan pelayanan/jasa
potensial menimbulkan resiko/dampak kesehatan.
Standard Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah (Kep.Gub. Jateng
No 71 tahun 2004) Point “U” dan “R” yaitu :
Rumah Sehat
Kumpulan Rumah Sehat, Rumah Tangga Sehat dan Institusi-institusi yang dibina akan mewujudkan
Kabupaten/Kota sehat (Healthy City)
Kepustakaan :
Achmadi, Umar Fahmi, 1991. Transformasi Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja di Indonesia,
Jakarta : UI Press.
Ehler, Victor M. 1965., Municifal and Rural Sanitation. Mc. Graw Hill, Publishing Company Ltd, New
Delhi.
Harsanto, et al.2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta : Depkes RI.
Keputusan Gubernur Jawa Tengah No 71 tahun 2004 tentang Standard Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah
Leavel and Clark. 1965. Preventive Medicine for the Doctor in His Community, 3th Edition, McGraw-
Hill Inc, New York.
Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat ; Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta : Rineka
Cipta.
Peraturan Menteri Kesehatan No 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Soeparman dan Suparmin. 2001.Pembuangan Tinja dan Limbah Cair : Suatu Pengantar. Jakarta : EGC.
Wagner & Lanoix,1958. Excreta Disposal for Rural Areas and Small Comunities, World Health
Organization. Geneva.
Soal Latihan :
1. Sebutkan pengertian kesehatan lingkungan menurut sintesa dari Azrul Azwar, Slamet Riyadi, WHO
dan Sumengen !
2. Sebutkan ruang lingkup kesehatan lingkungan menurut Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 !
3. Jelasakan konsep hubungan interaksi antara tiga komponen yang berperan dalam menimbulkan
penyakit model ecology (Jhon Gordon)
4. Sebutkan karakteristik host, agent dan environmental dan beri contoh masing-masing 2 (diua)
buah !
5. Sebutkan masalah-masalah kesehatan lingkungan di Indonesia dan apa penyebabnya ?
6. Jelaskan dengan contoh (2 saja), hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan
masyarakat di perkotaan dan pemukiman !
7. Jelaskan dengan diagram, kaitan antara Indonesia sehat 2010, kesehatan lingkungan dan Healty
city !
-oOo-
http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/udara/penc_udara_info_020604/
Secara umum, terdapat 2 sumber pencemaran udara, yaitu pencemaran akibat sumber alamiah
(natural sources), seperti letusan gunung berapi, dan yang berasal dari kegiatan manusia
(anthropogenic sources), seperti yang berasal dari transportasi, emisi pabrik, dan lain-lain. Di dunia,
dikenal 6 jenis zat pencemar udara utama yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic
sources), yaitu Karbon monoksida (CO), oksida sulfur (SOx), oksida nitrogen (NOx), partikulat,
hidrokarbon (HC), dan oksida fotokimia, termask ozon.
Di Indonesia, kurang lebih 70% pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor.
Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak negatif,
baik terhadap kesehatan manusia maupun terhadap lingkungan, seperti timbal/timah hitam (Pb),
suspended particulate matter (SPM), oksida nitrogen (NOx), hidrokarbon (HC), karbon monoksida
(CO), dan oksida fotokimia (Ox). Kendaraan bermotor menyumbang hampir 100% timbal, 13-44%
suspended particulate matter (SPM), 71-89% hidrokarbon, 34-73% NOx, dan hampir seluruh karbon
monoksida (CO) ke udara Jakarta. Sumber utama debu berasal dari pembakaran sampah rumah
tangga, di mana mencakup 41% dari sumber debu di Jakarta. Sektor industri merupakan sumber
utama dari sulfur dioksida. Di tempat-tempat padat di Jakarta konsentrasi timbal bisa 100 kali dari
ambang batas.
Sementara itu, laju pertambahan kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 15% per tahun sehingga
pada tahun 2005 diperkirakan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 2,8 juta kendaraan.
Seiring dengan laju pertambahan kendaraan bermotor, maka konsumsi bahan bakar juga akan
mengalami peningkatan dan berujung pada bertambahnya jumlah pencemar yang dilepaskan ke
udara.
Tahun 1999, konsumsi premium untuk transportasi mencapai 11.515.401 kilo liter [Statistik
Perminyakan Indonesia, Laporan Tahunan 1999 Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi]. Dalam
setiap liter premium yang diproduksi, terkandung timbal (Pb) sebesar 0,45 gram sehingga jumlah Pb
yang terlepas ke udara total sebesar 5.181,930 ton. Dengan pertumbuhan penjualan mobil dan
sepeda motor sebesar 300% dan 50% diperkirakan tahun 2001 polusi akibat timbal (Pb) meningkat.
Menurut penelitian Jakarta Urban Development Project, konsentrasi timbal di Jakarta akan
mencapai 1,7-3,5 mikrogram/meter kubik (ìg/m3) pada tahun 2000. Menurut Bapedalda Bandung,
konsentrasi hidrokarbon mencapai 4,57 ppm (baku mutu PP 41/1999: 0,24 ppm), NOx mencapai
0,076 ppm (baku mutu: 0,05 ppm), dan debu mencapai 172 mg/m3 (baku mutu: 150 mg/m3).
Berdasarkan studi Bank Dunia tahun 1994, pencemaran udara merupakan pembunuh kedua bagi
anak balita di Jakarta, 14% bagi seluruh kematian balita seluruh Indonesia dan 6% bagi seluruh angka
kematian penduduk Indonesia. Jakarta sendiri adalah kota dengan kualitas terburuk ketiga di dunia.
Dampak terhadap kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara akan terakumulasi dari hari
ke hari. Pemaparan dalam jangka waktu lama akan berakibat pada berbagai gangguan kesehatan,
seperti bronchitis, emphysema, dan kanker paru-paru. Dampak kesehatan yang diakibatkan oleh
pencemaran udara berbeda-beda antarindividu. Populasi yang paling rentan adalah kelompok
individu berusia lanjut dan balita. Menurut penelitian di Amerika Serikat, kelompok balita
mempunyai kerentanan enam kali lebih besar dibandingkan orang dewasa. Kelompok balita lebih
rentan karena mereka lebih aktif dan dengan demikian menghirup udara lebih banyak, sehingga
mereka lebih banyak menghirup zat-zat pencemar.
Dampak dari timbal sendiri sangat mengerikan bagi manusia, utamanya bagi anak-anak. Di
antaranya adalah mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan,
penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku dan intelejensia, merusak fungsi organ
tubuh, seperti ginjal, sistem syaraf, dan reproduksi, meningkatkan tekanan darah dan
mempengaruhi perkembangan otak. Dapat pula menimbulkan anemia dan bagi wanita hamil yang
terpajan timbal akan mengenai anak yang disusuinya dan terakumulasi dalam ASI. Diperkirakan nilai
sosial setiap tahun yang harus ditanggung akibat pencemaran timbal ini sebesar 106 juta Dollar USA
atau sekitar 850 miliar rupiah.
WALHI menyerukan kepada pemerintah untuk memperbaiki sistem transportasi yang ada saat ini,
dengan sistem transportasi yang lebih ramah lingkungan dan terjangkau oleh publik. Prioritas utama
harus diberikan pada sistem transportasi massal dan tidak berbasis kendaraan pribadi.
WALHI juga menyerukan kepada pemerintah untuk segera memenuhi komitmennya untuk
memberlakukan pemakaian bensin tanpa timbal.
-oOo-
http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2005/01/18/brk,20050118-10,id.html
TEMPO Interaktif, Jakarta: Tingginya tingkat pencemaran udara di Jakarta tidak lain disebabkan oleh
meningkatnya jumlah angkutan umum yang menggunakan bahan bakar solar.
"60 persen pencemaran udara di Jakarta disebabkan karena benda yang bergerak atau transportasi
umum, terutama karena mereka memakai bahan bakar solar, " kata Senior Program Officer Clean Air
Project (Swisscontact), Paul Butar-Butar saat pertemuan dengan Komisi D DPRD DKI di ruang rapat
komisi D, Jakarta, Senin (17/1).
Paul menyatakan, 94 persen penyakit pernafasan yang diderita oleh masyarakat Jakarta disebabkan
oleh pencemaran udara luar ruang. Seperti yang disebabkan oleh asap dari angkutan umum,
misalnya metromini yang menggunakan bahan bakar solar.
Sedangkan 30 persen penyakit pernafasan, disebabkan oleh pencemaran dalam ruang seperti
adanya asap rokok di ruang yang menggunakan AC.
Paul menilai, uji emisi yang telah diluncurkan sejak 2002, yang telah dirintis oleh Pemerintah Provinsi
(Pemprov) DKI Jakarta bekerjasama dengan berbagai LSM tidak menghasilkan dampak yang
signifikan. Karena masih banyaknya kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar dan tidak layak
jalan.
"Dari hasil survei karbonmonoksida (CO2), 50 persen kendaraan yang ada itu tidak lolos uji emisi.
Kadar CO2 mereka berada di atas ambang batas (500), " jelas Paul.
Mengingat kondisi udara Jakarta yang semakin mengkhawatirkan, Paul berharap agar pemerintah
segera menetapkan kebijakan khusus yang mengatur hal tersebut, khususnya sanksi yang tegas dan
lebih berat.
Denda maksimal Rp 5 juta dan hukuman pidana kurungan paling lama 6 bulan dinilai terlalu ringan
bagi pelanggar pencemaran udara.
Seharusnya, kata Paul, dasar acuan penetapan sanksi berdasar pada UU No. 32 tahun 2004 yang
menetapkan denda sebanyak-banyaknya Rp 50 juta.
Anggota komisi D dari Fraksi Partai Demokrat, Denny Taloga sependapat dengan Paul. Menurut
Denny, pemerintah saat ini harus bisa melakukan tindakan yang tegas terhadap pada pelanggar
pencemaran udara. "Denda itu terlalu kecil, seharusnya Rp 50 juta bukan Rp 5 juta," kata Denny.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Fauzy Bowo, dalam rapat paripurna DPRD, menyatakan setuju besaran
denda yang disampaikan oleh beberapa fraksi beberapa waktu lalu. Yaitu dengan mengacu pada UU
No. 32 tahun 2004 yang menetapkan denda sebanyak-banyaknya Rp 50 juta dan pidana kurungan
paling lama 6 bulan.
Untuk mengurangi pencemaran udara yang diakibatkan oleh angkutan umum, pihaknya juga kan
menggalang aksi pemasyarakatan pemakaian Bahan Bakar Gas (BBG).
"Sebagai langkah awal, pemasyarakatan BBG ini akan diberlakukan pada berbagai kendaraan dinas
operasional instansi pemerintah maupun BUMD, " kata Fauzy. suryani ika sari
Pertumbuhan penduduk diakui atau tidak, telah menimbulkan akibat bertambahnya pola konsumsi
masyarakat yang akhirnya menyebabkan bertambahnya volume sampah. Bertambahnya volume
bukan hanya pada jumlah, tetapi juga pada jenis sampah yang semakin beragam. Kondisi ini
diperparah dengan pola hidup masyarakat yang instan dan paradigma masyarakat yang masih
menganggap sampah sebagai sesuatu yang harus dibuang dan disingkirkan.
Di sisi lain, pengelolaan sampah hanya dilakukan sebagai sesuatu yang bersifat rutin, yaitu hanya
dengan cara memindahkan, membuang, dan memusnahkan sampah. Pada akhirnya, hal ini
berdampak pada semakin langkanya tempat untuk membuang sampah dan produksi sampah yang
semakin banyak mencapai ribuan m3/hari, menyebabkan merebaknya TPA/TPS ilegal di berbagai
tempat baik lahan kosong maupun di sungai – sungai yang terdapat di wilayah DI Yogyakarta.
Di Kabupaten Bantul saja, terdapat paling tidak 12 TPA/TPS ilegal lahan kosong dan di sungai
mencapai 7 TPA/TPS ilegal. Di Kabupaten Sleman, terdapat 10 TPA/TPS ilegal lahan kosong dan di
sungai mencapai 21 TPA/TPS ilegal. Di Kota Yogyakarta sendiri, terdapat 24 TPS/TPA ilegal di sungai.
Ribuan m3/hari sampah yang ada tidak terangkut semuanya. Itu terlihat di Kota Yogyakarta dari
1.724 m3 sampah yang terangkut 1.321 m3/hari. Kabupaten Bantul dari 1.145 m3/hari sampah yang
terangkut 178 m3/hari dan kabupaten Sleman dari 1.268 m3/hari sampah yang terangkut 285
m3/hari. Bisa dibayangkan, sampah yang tidak terangkut berada di sungai, lahan kosong, atau di
rumah.
Bagaimana potret kehidupan masyarakat ke depan, jika persoalan ini tidak segera diselesaikan.
Permasalahan sampah bukan hanya berdampak pada persoalan lingkungan, tetapi juga telah
menimbulkan kerawanan sosial dan bencana kemanusiaan. Berbagai kasus, seperti di
Bantargerbang, Bojong Gede, dan Leuwigajah, mengingatkan kita bahwa persoalan sampah bukan
sesuatu yang bisa dianggap sepele.
Pengelolaaan sampah swakelola Sukunan, Banyuraden, Gamping, Kabupaten Sleman adalah salah
satu contohnya. Penanganan sampah mulai dari sumbernya, yaitu dari rumah tangga, terbukti
mampu mengelola potensi sampah yang selama ini luput dari perhatian masyarakat. Sampah organik
yang selama ini dibuang karena bau dapat dimanfaatkan lagi menjadi kompos. Sedangkan sampah
kertas, plastik, logam, dan kaca, mampu dimanfaatkan sebagai kerajinan seni atau dijual ke industri
pengolahan selanjutnya.
Contoh lain adalah di Gondolayu Lor, Cokrodiningratan, Jetis, Kota Yogyakarta, tengah memproduksi
secara massal alat pembuatan kompos. Mereka juga memilah sampah non organik, mulai plastik dan
kertas yang masih mempunyai nilai ekonomis, dimanfaatkan dan dikelola, serta sampah non organik
lainnya akan dibuang di tempat khusus. Terobosan masyarakat ini, merupakan sesuatu yang perlu
kita dorong dan kembang-tularkan ke tempat-tempat yang lain.
Kegiatan simulasi pengolahan sampah swakelola dan pembuatan bakteri yang dilaksanakan pada
tanggal 14 Januari 2006 ini, merupakan upaya untuk mengatasi permasalahan di atas, dan juga
menindaklanjuti hasil kunjungan Sahabat Lingkungan bersama Sheep dan Yasanti, yang merupakan
anggota WALHI Yogyakarta, beserta masyarakat dampingannya ke Sukunan pada tanggal 21
Desember 2005.
Kegiatan ini juga melibatkan anggota WALHI Yogyakarta yang lain, yaitu Mitra Tani (sebagai
narasumber) dan kegiatan ini dilaksanakan di Gubuk Rembug Lingkungan yang merupakan Crisis
Center WALHI Yogyakarta, dimana salah satu fungsinya adalah sebagai pusat pelatihan pendidikan
lingkungan. Kegiatan ini merupakan upaya menciptakan budaya baru dalam masyarakat, mulai dari
pemilahan, pengolahan, dan pemanfaatan sampah menjadi barang yang mempunyai nilai ekonomi,
sehingga permasalahan sampah, baik dari segi lingkungan maupun sosial, bisa berkurang, bahkan
dapat teratasi.
Berbicara sanitasi, berarti kita lebih jauh membicarakan kesehatan lingkungan. Saat ini, banyak sekali
permasalahan lingkungan yang harus dihadapi dan sangat mengganggu terhadap tercapainya
kesehatan lingkungan. Ironisnya, hanya Rp 200,00/orang/tahun yang disediakan pemerintah dalam
30 tahun terakhir untuk mengatasi masalah ini, padahal kebutuhan ideal per orang setiap tahunnya
adalah Rp 47.000,00.
Sungguh satu nilai yang jauh berbeda, padahal kesehatan lingkungan bisa berakibat positif terhadap
kondisi elemen-elemen hayati dan non hayati dalam ekosistem itu sendiri. Bila lingkungan tidak
sehat maka sakitlah elemennya, tapi sebaliknya jika lingkungan sehat maka sehat pulalah ekosistem
tersebut. Perilaku kurang baik dari manusia, telah mengakibatkan perubahan ekosistem dan
timbulnya sejumlah permasalahan sanitasi.
Pertama, kebocoran septic tank. Saat ini sekitar 70 persen air tanah di daerah perkotaan sudah
tercemar berat bakteri tinja, padahal separuh penduduk perkotaan masih menggunakan air tanah.
Banyak hal yang mengakibatkan kebocoran atau bahkan rembesan limbah septic tank, padatnya
perumahan bisa mempercepat terjadinya kondisi ini, seperti dimuat Pikiran Rakyat (Senin, 19/2),
2007 merupakan tahun emas industri perumahan. Satu kondisi yang perlu diantisipasi dampaknya
sejak dini.
Bappenas menyatakan, saat ini standar nasional tentang konstruksi septic tank sudah ada, tetapi
dalam implementasinya kurang ditunjang oleh aturan-aturan lainnya, seperti belum adanya aturan
yang membatasi jumlah septic tank per satuan luas kawasan. Demikian pula dengan aturan yang
mewajibkan penyedotan tinja secara rutin dan pihak yang merasa berkepentingan memeriksa isi
septic tank, belum ada. Selain itu, masih ada anggapan dari masyarakat bahwa bagus dan tidaknya
septic tank hanya dirasakan oleh pemiliknya saja.
Kedua, MCK yang tidak berfungsi secara optimal baik karena usang, salah konstruksi, tidak terawat,
tidak ada air, maupun masyarakat yang belum siap menerima keberadaannya sesuai fungsinya.
Ketiga, saluran air yang tersumbat. Seharusnya fungsi saluran tersebut adalah mengalirkan air hujan,
tetapi dalam pelaksanaannya dipakai menampung air kakus dan sampah sehingga jadi sarang
penyakit. Keempat, melakukan aktivitas harian di sungai yang tercemar terjadi akibat terbatasnya
akses masyarakat terhadap sarana MCK dan air bersih.
Kelima, pembuatan jamban yang asal-asalan, 35 persen jamban di kawasan perkotaan tidak ada air,
tidak ada atap atau tidak tersambung ke septic tank. Keenam, influein industri di kawasan
pemukiman sebagian besar dialirkan ke sungai tanpa proses pengelolaan terlebih dahulu. Ketujuh,
buang air besar sembarangan. Lebih dari 12 persen penduduk perkotaan Indonesia sama sekali tidak
memiliki akses ke sarana jamban (Susenas 2004). Artinya, belasan juta penduduk perkotaan
Indonesia masih membuang tinja langsung di kebun, selokan, ataupun sungai. Kedelapan,
pembuangan liar lumpur tinja. Pada kenyataannya, saat ini banyak truk tinja membuang langsung
muatannya ke sungai, alasannya tidak ada IPLT, IPLT tidak berfungsi atau petugasnya malas.
Membaiknya sanitasi suatu kota, berarti juga mengurangi penyakit-penyakit akibat buruknya sanitasi
di masyarakat yang disebabkan oleh bakteri patogen, jamur, maupun cacing parasit. Meluasnya
penyakit seperti flu burung juga disebabkan oleh buruknya sanitasi. Padahal jelas, hasil riset
Bappenas menyatakan, sanitasi yang baik mampu mengurangi biaya kesehatan 6 - 19 persen,
bahkan mengurangi biaya pengobatan sekitar 2 - 5 persen.
Contoh konkret bisa kita lihat di Bandung dan Jakarta, dua kota besar yang ada di Indonesia
sekaligus ibu kota provinsi dan negara. ”Jakarta kebanjiran....” itulah sepenggal syair yang pernah
dinyanyikan oleh Benyamin S. (alm) semasa hidupnya. Setidaknya syair tersebut menunjukkan
betapa banjir senantiasa menjadi kejadian tahunan di ibu kota. Tahun 2007, sedikitnya 70 persen
wilayah Jakarta terendam banjir sebagai akibat kesalahan dalam rencana tata ruang dan wilayah
(RTRW). Kerugian yang dialami akibat bencana ini mencapai Rp 8 triliun dan berdampak luas pada
perekonomian bangsa.
Kasus banjir ini sudah menyita banyak waktu dan perhatian masyarakat, siapa yang pantas
disalahkan atau bahkan apa yang salah dalam hal ini? Satu pertanyaan yang harus dicari jawabannya
karena dari hasil penelitian menyatakan bahwa sanitasi yang baik ternyata meningkatkan waktu
produktif masyarakat sekitar 34-79 persen. Tentunya tanpa harus mengurus lumpur banjir yang
mampir ke rumah mereka.
Kejadian serupa pernah mampir di Kota Bandung tahun 2006 lalu. Longsornya Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Leuwigajah, sempat membuat pusing tujuh keliling pemerintah Kota Bandung. TPA itu
pun ditutup. Akibatnya, pengangkutan sampah masyarakat oleh petugas dari PD Kebersihan
terhenti, sampah berserakan, lalat beterbangan menebar penyakit, bau tak sedap tercium setiap kali
melewati daerah timbunan sampah. Banyak yang mengeluh karena sakit diare atau pernapasan,
bahkan para pejalan kaki, pengguna kendaraan banyak yang mengeluh karena baunya, konsumen-
konsumen di pasar-pasar tradisional pun merasa tidak nyaman saat berbelanja. Kembali pemerintah
dan masyarakat Bandung harus menanggung malu, karena mendapat predikat “kota terkotor”. Para
pejabat negara turun tangan, mulai dari gubernur hingga Menteri Lingkungan Hidup.
Kota Bandung kembali harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk mengatasi masalah ini. Tidak
sedikit biaya yang harus dikeluarkan, belum lagi pencemaran air akibat lindi sampah yang tidak
tertangani. Data Bappenas menyebutkan, akibat buruknya sanitasi mengakibatkan 70 persen air
tanah tercemar dan 75 persen air sungai tercemar. Padahal, 50 persen penduduk perkotaan saat ini
masih menggunakan air tanah untuk kehidupan sehari-hari.
Wajar kalau kemudian Ir. Ratna Hidayat, seorang peneliti lingkungan pengairan, menyatakan bahwa
kondisi air Citarum sangat kritis dengan kandungan bakteri E.coli-nya mencapai 50.000/100 ml,
sehingga perlu proses yang agak panjang dalam memanfaatkannya (Pikiran Rakyat, 4/12/2006).
Biaya produksi PDAM meningkat sekitar 25 persen dari rata-rata tarif air nasional. Bahkan, ekspor
hasil perikanan Indonesia pun pernah ditolak karena diindikasikan tercemar salmonella.
Bangsa yang maju bisa terlihat dari kemampuan SDM-nya dalam menata lingkungan atau tempat
tinggalnya. Kanada dan Brasil, dua negara yang mampu membiayai operasional wilayahnya hanya
dengan mengelola sampah dengan baik. Tidak pelak lagi terjadi pertumbuhan ekonomi yang cukup
baik, karena minimnya biaya operasional dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi kota, pastinya
investor pun akan datang dengan sendiriya dan tentunya disambut dengan tangan-tangan handal
dari SDM-SDM yang terlahir dari bangsa yang berhasil menata lingkungannya dengan baik.***
Tanggal
:
20 Februari 2007 12:08 WIB
Judul
Sumber
Sesmen
Pada tanggal 15 Februari 2007 diadakan Seminal Nasional Peningkatan Kualitas Lingkungan
Perumahan Dan Permukiman Di Indonesia. Bertempat di Aula Barat Institut Teknologi Bandung,
dimana perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang
mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,
sementara itu ketersediaan lahan menjadi semakin langka. Kelangkaan ini menyebabkan semakin
mahalnya harga lahan di pusat kota, sehingga mendorong masyarakat berpeng-hasilan menengah-
bawah tinggal di kawasan pinggiran kota yang jauh dari tempat kerja. Kondisi ini menyebabkan
meningkatkan biaya transportasi, waktu tempuh, dan pada akhirnya akan menurunkan mobilitas dan
produktivitas masyarakat. Sedangkan sebagian masyarakat tinggal di kawasan yang tidak jauh dari
pusat aktivitas ekononomi, sehingga menyebabkan ketidak-teraturan tata ruang kota dan dapat
menumbuhkan kawasan kumuh baru.
Kecenderungan Global menuju Abad Perkotaan dimana petumbuhan penduduk lebih cepat bila
dibandingkan dengan pertambahan penduduk di perdesaan (urbanisasi). Bila dihubungkan dengan
fenomena tersebut membawa kondisi kemasyarakatan di kawasan perkotaan menjadi lebih
kompleks berikut permasalahan yang timbul. Hal ini banyak disebabkan oleh tingkat persaingan
untuk mencari penghidupan di perkotaan semakin ketat seiring dengan bertambhanya jumlah
penduduk. Dampak lingkungan hunian yang lazim adalah bertambahnya jumlah masyarakat kawasan
permukiman yang tidak layak huni, kurang sarana – prasarana, dan tidak teratur (kumuh). Lokasi
permukiman tersebut cenderung berada pada kawasan yang tidak diperentukan sebagai kawasan
hunian seperti pinggir kali, pinggir rel kreta api, dan areal tidak resmi lainnya. Akibatnya berbagai
dampak lingkungan lanjutan seperti banjir, penyakit menular dan keamanan lingkungan menambah
tugas rumah bagi pemerintah kota dan pusat.
3 komentar:
bsa mnta tolong gambarnya di liatin,khususnta yg ada di Konsep hubungan interaksi antara Host –
Agent Environmenta
arhy-the-dragon mengatakan...
penjelasan contnetnya cukup menarik, support me too, ehsablog.com artikel kesehatan dan konsep
dasar kesehatan lingkungan!!!
ah ini yang punya blog gak kreatif bnget , copas yang orng lain . !! :P
Mengenai Saya
MATERI
Arsip Blog
► 2011 (1)
▼ 2007 (9)
▼ Desember (6)
DEMOGRAFI 2
► November (3)
Manusia merupakan bagian integral dari ekosistem (Otto Sumarwoto, 1989; Soerjani, 1988)
Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya secara timbal balik
Manusia dilengkapi dgn mekanisme adaptasi yg relatif lambat dan mempunyai batas toleransi,
apabila diluar batas tsb manusia akan sakit.
Sehat merupakan resultante dari interaksi antara manusia dan lingkungannya yang serasi dan
dinamis (seimbang)
Perubahan lingkungan akan mempengaruhi proses interaksi dan akan mempengaruhi pola
kesehatan masyarakat dlm lingkungan tsb
Epidemiologi adalah ilmu yg mempelajari distribusi dan determinan dari suatu peristiwa kesehatan
dan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kesehatan yg menimpa sekelompok populasi dalam
masyarakat dan diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah kesehat an (WHO Reg.Meeting ke
42 – Bandung)
Epidemiologi Kesehatan Lingkungan atau Epidemiologi Lingkungan adalah studi atau cabang
keilmuan yg mempelajari faktor2 lingkung an yang mempengaruhi timbulnya (kejadian) suatu
penyakit dengan cara mempelajari dan mengukur dinamika hubungan interaktif antara penduduk
dengan lingkungan yg memiliki potensi bahaya pada suatu waktu dan kawasan tertentu, untuk
upaya promotif lainnya (Achmadi, 1991)
Environmental epidemiology may be defined as the study of environmental factors that influence
the distribution and determinants of diseases in human population (Cordis, 1994)
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
400 thn SM manusia telah menduga adanya hubungan antara lingkungan dan penyakit
Catatan kuno, lingkungan manusia telah diduga memiliki potensi menjadi penyebab sakit atau
berhubungan dengan kesehatan
Bangsa Minoa (3000-1500 SM), Kreta (3000-1000 SM), dan Mesir (1500 SM): Upaya kesmas berupa
perbaikan kualitas lingkungan fisik (cikal bakal upaya kesling)- bangsa Yahudi menulis dalam buku
Levitikus (peraturan tentang kesehatan lingkungan)
Upaya kesling setua ilmu kedokteran (sejak Hippocrates), tetapi mengalami periode perlambatan
Abad 15 dan 16: Ellenbog, Paracelsus dan Agricola mengemukakan teori tentang hubungan penyakit
dan lingkungan kerja
John Snow (1854): berhasil membuktikan adanya hubungan penyakit kolera dengan keadaan sumber
air minum
Indonesia :
1956 usaha kesling digalakkan lagi di Bekasi yg terintegrasi dgn usaha pengobatan, sekaligus Bekasi
di jadikan Training Center
12 Nopember 1959 dicanangkan oleh Presiden Soekarno program pemberantasan penyakit malaria
sebagai program kesehatan lingkungan yg dilaksanakan secara nasional di tanah air.
dll
Gol. Kimia: pestisida, asap rokok, limbah industri, bahan pewarna dll
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
SISTEM LINGKUNGAN
sampah padat, limbah rumah tangga, limbah industri, tinja, sampah radio aktif, dsb
c) kimia : Pb, HCN, Hg, Cu, CO dsb (bersifat racun, allergen, irritasi, dsb)
¢Sumber daya alam (SDA) mempunyai hubungan erat dengan manusia karena SDA dibutuhkan
manusia terutama untuk dapat memenuhi keperluan manusia dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya (eksistensi).
¢Tingkat pemanfaatan (eksploitasi) SDA tergantung aktivitas dan kemajuan budaya manusia.
¢Semakin maju budaya dan banyaknya aktivitas manusia maka akan semakin banyak SDA yang
dimanfaatkan atau digunakan manusia
¢Akibat aktivitas yang memanfaatkan SDA (air, udara, energi, tanah, tumbuh-tumbuhan, hewan,
dsb) akan menghasilkan bahan buangan (limbah padat, cair dan gas).
¢Jumlah dan jenis bahan buangan sangat berhubungan erat dengan aktivitas manusia yang
memanfaatkan SDA.
¢Semakin banyak SDA yang dimanfatkan maka akan semakin banyak pula bahan buangan yang di
lepas ke alam (lingkungan hidup manusia)
Jenis dan tingkat bahaya tergantung dari jenis SDA yang dimanfaatkan dan aktivitas manusia
Kualitas dan kuantitas faktor-faktor lingkungan yang berbahaya mempunyai hubungan dengan
kualitas dan kuantitas bahan buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia ketika memanfaatkan
SDA untuk kebutuhan ( primer : sandang, pangan dan papan; dan kebutuhan sekunder )
Faktor-faktor lingkungan yg berbahaya ( FLB) akan dapat mengancam kehidupan manusia berupa
gangguan kesehatan
FLB juga dapat mengancam keberadaan SDA, karena akan menimbulkan berbagai kerusakan alam.
Jadi aktivitas manusia dapat menghasilkan FLB, sebaliknya FLB dapat menimbulkan gangguan
terhadap aktivitas manusia.
Kerusakan SDA akan mengganggu aktivitas manusia berupa gangguan kesehatan (penyakit berbasis
lingkungan ) hingga menimbulkan kematian.
Masalah kesehatan lingkungan yang timbul terus berubah bentuknya tergantung aktivitas dan
tingkat budaya manusia.
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
Welcome to Scribd, the world's digital library. Read, publish, and share books and documents. See
more ➡
Lihat Lainnya
2011
I. Tujuan
Tujuan Umum :Menambah pengetahuan secara umum kepada Peserta Pelatihan Dokter Kecil
wilayahPancoran Mas tentang kesehatan lingkungan serta turut membantu kegiatan UKS
yangmerupakan salah satu program kesehatan Puskesmas Pancoran Mas.Tujuan Khusus :1.
Kegiatan ini berbentuk penyuluhan yang dilakukan dengan menggunakan metodeceramah dan tanya
jawab secara langsung dengan peserta pelatihan dokter kecil. Kegiatan inikami beri nama:
Pengenalan Kesehatan Lingkungan Untuk Para Peserta PelatihanDokter Kecil Wilayah Pancoran M
as”
Kegiatan ini berupa penyuluhan mengenai kesehatan lingkungan. Sebelum dan sesudah pemberian
materi diadakan pre test dan post test serta diskusi dan tanya jawab.
Peserta dalam kegiatan ini adalah Para Peserta Pelatihan Dokter Kecil Wilayah PancoranMas yang
merupakan perwakilan dari kelas III dan IV Sekolah Dasar sebanyak 240 anak.Serta yang memberikan
penyuluhan adalah dokter muda Fakultas Kedokteran UPN
“Veteran” Jakarta angkatan 2004 yang sedang menjalani kepaniteraan IKK/IKM dan bertugas
Untuk dapat memenuhi tujuan dari kegiatan ini maka kegiatan penyuluhan ini dilakukanselama 2
hari yaitu:Hari : Selasa - Rabu
Tanggal : 18-19 Januari 2010Tempat : Ruang Kelas Sekolah Dasar Negeri 5 Depok
engaruhi kesehatan pribadi,keluarga, dan lingkungan sekitar kita.Menurut Habloom, tahun 1974 ada
4 faktor memengaruhi kesehatan lingkungan adalah;1.
Faktor lingkungan2.
Faktor perilaku3.
Faktor keturunanDiantara keempat faktor tersebut yang paling mempengaruhi adalah faktor
lingkungan danfaktor perilaku.Faktor LingkunganSyarat lingkungan sehat;-
Tersedia air bersih, sumber air bersih sumur pompa, sumur gali, PDAM (PerusahaanDaerah Air
Minum), PMA (Penampungan Mata Air), PAH (Penampungan Air Hujan).-
Terdapat TPS (Tempat Pembuangan Sampah), tempat sampah harus tertutup dengansebelumnya
dialasi plastik berwarna hitam, disediakan 2 tempat yaitu sampah basahdan kering.-
Terdapat pembuangan air limbahFaktor PerilakuIntinya adalah melakukan PHBS (Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat);-
Cuci tangan memakai sabun sebelum dan sesudah makan, serta setelah BAB danBAK -
CATEGORIES
AKK
Gizi Masyarakat
Ilmu Penyakit
K3
Kecelakaan Kerja
Kesehatan Kerja
Kesling Pemukiman
Statistik
Uncategorized
ARCHIVES
December 2012
June 2011
February 2010
December 2009
October 2009
July 2009
June 2009
RECENT COMMENTS
RECENT POSTS
RUMAH
Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat melaksanakan kewajiban sehari-
hari
Sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang mengancam
Sebagai lambang status sosial yang dimiliki, yang masih dirasakan hingga saat ini
Suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial budaya, bukan hanya keadaan yang
bebas dari penyakit dan kelemahan
Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial ekonomis
Kesehatan badan : Bebas dari penyakit, semua organ tubuh berfungsi sempurna
RUMAH SEHAT
Sebagai tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat sehingga
menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, sosial maupun mental
PEMUKIMAN
Menurut WHO :
Suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya unt t4 berlindung, dimana lingk dari struktur
tersebut termaksud juga semua fasilitas dan pelayanan yg diperluhkan, perlengkapan yg berguna
untuk kes jasmani dan rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk kel dan individu
Suatu tempat untuk tinggal secara permanen, berfungsi sebagai t4 unt bermukim, beristirahat,
berekreasi dan t4 berlindung dari pengaruh lingk yg memenuhi persyaratan psikologis, physiologis,
bebas dari penularan penyakit dan kecelakaan
Sifat Pemukiman
Pemukiman/perkampungan tradisional
Perkampungan darurat
Pemukiman transmigrasi
Pemukiman baru
1. Fasilitas Lingkungan :
Fasilitas pendidikan
Fasilitas kesehatan
Perbelanjaan
Olah raga
Lap terbuka
2. Prasarana lingkungan :
Jalan
Pembuangan sampah
Jaringan listrik
Pemukiman di pedesaan
Pencegahan pencemaran
Jaringan pengangkutan
Over Crowding
- Suatu keadaan yang menimbulkan efek2 negatif thd kesehatan, baik secara fisik, mental
maupun moral.
Sebuah rumah dinyatakan over crowding bila jumlah orang yang tidur dirumah tsb menunjukkan hal-
hal sbb :
2 Individu dari jenis kelamin yg berbeda dan berumur diatas 10 tahun dan bukan status suami istri
tidur dalam 1 kamar
Jumlah orang didalam rumah dibandingkan dengan luas lantai telah melebihi ketentuan yang
ditetapkan.
Jlh orang dibandingkan dengan jumlah kamar apabila rumah tersebut hanya mempunyai 1 kamar
maka penghuninya 2 org
Debit. Suatu sumber air yang akan dieksplorasi, misalnya mata air, perlu diketahui produksi atau
debitnya. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara yang mudah dan akurat, misalnya
dengan menggunakan sekat ukur-V dari Thompson, baik yang bersudut 60o atau 90o. Data debit ini
perlu diketahui untuk menghitung apakah produksinya dapat mencukupi kebutuhan sejumlah
konsumen.
Soal:
Sebuah mata air debitnya 5 LPD. Jumlah penduduk saat ini adalah 3.000 orang dan diketahui bahwa
laju pertumbuhan penduduknya per tahun, r, adalah= 2,34 %.
Jika kebutuhan air per kapita untuk 20 tahun yang akan datang adalah 50 LOH (liter per orang per
hari), apakah mata air itu masih mencukupi kebutuhan
Jawab:
Setelah dihitung, ternyata jumlah penduduk 20 tahun yang akan datang adalah 4765 orang.
Kebutuhan air nya = 50 liter/orang/hari x 4765 orang = 238.250 liter/hari.
Jadi, walaupun untuk 20 tahun yang akan datang, debit air masih lebih besar dari kebutuhan.
Kapasitas Pengaliran. Kapasitas Pengaliran dari perpipaan adalah besarnya pengaliran yang
direncanakan melewati suatu cabang perpipaan. Misalnya, dibutuhkan pengaliran sebesar 3 LPD
untuk dapat melayani jumlah penduduk tertentu. Maka Q = 3 LPD tersebut dapat dialirkan melalui
pipa berdiamater berapa saja, bisa 2 inchi, atau 4 inchi. Persoalannya hanyalah konsekuensi
besarnya kehilangan tekanan yang terjadi.
Seperti dijelaskan sebelumnya, dalam perencanaan, anda telah menghitung (proyeksi) jumlah
penduduk yang berkelompok di sepanjang lintasan cabang perpipaan. Masing-masing kelompok
penduduk itu memerlukan jumlah air (total) yang berbeda-beda. Untuk memudahkan perhitungan
yang berkali-kali, anda perlu mengetahui: berapa jumlah orang yang dapat dilayani untuk setiap 1
LPD debit mata air. Untuk jelasnya, ikuti contoh soal berikut ini.
Soal:
Jika kebutuhan air per kapita per hari = 50 LOH, berapa jumlah orang yang dapat dilayani untuk
setiap 1 LPD pengaliran?
Banyaknya penduduk penduduk yang dapat dilayani untuk setiap pengaliran 1 LPD =
86400 liter/hari
50 liter/orang/hari
= 1.728 orang.
Perhitungan ini sebenarnya hanya perhitungan antara. Gunanya adalah untuk mempermudah
perhitungan yang sama yang harus dilakukan berkali-kali. Misalnya: seumpama kita menghitung tiap
kg beras itu dapat melayani 5 orang. Lalu, kalau ada pertanyaan berapa kg yang diperlukan untuk
melayani 100 orang, maka kita hanya menghitung (100/5) x 1 kg = 20 kg. Kalau jumlah orangnya
200? Jawabnya: (200/5) x 1 kg = 40 kg. Angka lima digunakan berkali-kali.
Dalam contoh di atas, angka yang kita cari adalah 1.728 orang
Selanjutnya, angka tersebut dapat anda gunakan untuk menghitung pengaliran untuk tiap-tiap
cabang:
Cabang Jumlah penduduk Pengaliran yang harus ada
Pipa distribusi. Jika suatu cabang perpipaan pecah menjadi dua cabang di bawahnya, maka kapasitas
pengaliran pipa yang pertama adalah gabungan dari ketiganya. Perhatikan gambar dan tabel berikut:
Perhatikan bahwa besarnya Q kumulatif untuk cabang 1-2 adalah penjumlahan dari:
• Q untuk cabang 2 - 4
Dengan demikian ukuran pipa dari titik 1 ke titik 2 harus mampu menampung kebutuhan pengaliran
dari cabang-cabang yang ada di bawahnya. Kebutuhan pengaliran tersebut diperhitungkan
berdasarkan kebutuhan jam puncak, Q J P.
Pipa induk. Q kumulatif untuk pipa induk tidak diperhitungkan seperti cara di atas, melainkan
diperhitungkan tersendiri berdasarkan kebutuhan hari maksimum, QHM.
Tentang batas tekanan minimum ini para perancang juga berbeda-beda patokannya. Sebagai
contoh, proyek INPRES Kesehatan di waktu-waktu yang lalu menetapkan tekanan minimum ini
sebesar 10 m.
Tekanan maksimum. Tekanan maksimum ini berhubungan dengan kekuatan sarana perpipaan,
sehingga besarannya juga ditentukan oleh bahan yang digunakan. Misalnya, kekuatan pipa besi (GI;
galvanized iron) tentu berbeda dengan pipa plastik (PVC, Polyvinyl Chloride) atau pipa asbes semen.
Sebagai contoh proyek, INPRES Kesehatan yang dimulai sekitar tahun 1974 dan berlangsung hingga
beberapa tahun menetapkan tekanan maksimum ini sebesar 60 m. Anda akan menjumpai angka-
angka lain, yang juga digunakan oleh para pakar.
Kecepatan pengaliran
Batas kecepatan maksimum. Seperti anda ketahui, Darcy telah menetapkan bahwa kapasitas
pengaliran berhubungan dengan kecepatan pengaliran dan ukuran pipa, Q = V . A. Jadi untuk
kebutuhan pengaliran yang sama (Q), jika diameternya diubah akan mempengaruhi kecepatan
pengalirannya. Pipa yang lebih kecil menyebabkan kecepatan pengaliran yang lebih besar.
Kecepatan pengaliran menjadi masalah jika laju aliran dihentikan secara tiba-tiba, misalnya dengan
menutup stop kran. Dalam hal yang demikian, enerji kinetik (velocity head) menjadi nol dan
enerjinya berubah menjadi enerji tekanan (pressure head). Lonjakan enerji tekanan di derita oleh
pipa dan sambungan-sambungannya. Jika pemasangannya kurang baik, pipa atau sambungan-
sambungannya dapat rusak, pecah atau terlepas. Peristiwa tersebut disebut palu air atau water
hammer.
Perhitungan
Untuk mengerjakan proses perhitungan jaringan perpipaan diperlukan sarana sebagai berikut:
Siapkan gambar rencana jaringan dan lintasan berskala, dilengkapi dengan data serinci mungkin,
setidaknya memuat data: jumlah penduduk, elevasi, simpul-simpul penting dalam jaringan.
Latar Belakang
Saudara akan merancang suatu sistem perpipaan dengan lintasan sebagaimana tertera dalam
gambar.
1 510 m 1 - 2 2500 m
Diharapkan sistem perpipaan tersebut tetap dapat melayani kebutuhan hingga 20 tahun yang akan
datang (Periode disain, n, adalah: 20 tahun).
Penduduk diasumsikan tumbuh secara geometrik dengan tingkat pertumbuhan, r, sebesar = 2,5 %
(P1 = P0 (1-r%)n
Pada awalnya diperkirakan jenis dan macam konsumen yang akan dilayani adalah sebagai berikut:
• Konsumen Sambungan Rumah (SR) = 50 % dengan tingkat konsumsi (KPH) = 100 LOH
sedangkan tingkat konsumsi per orang perhari meningkat sebanyak 1 liter per tahun. Sedangkan
kebocoran-kebocoran diperkirakan sampai mencapai 25%.
Perlu diketahui bahwa untuk menjamin kelangsungan distribusi air, maka pada titik 2 disediakan
tandon dimana paras air tertinggi = 4 meter (diukur dari dasar tandon). Tandon tersebut berada
diatas tanah saja.
Disain harus dihitung sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran maksimum tidak melebihi 1,2
m/detik
Problem
2. Tentukan tekanan akhir pada masing-masing titik dengan pilihan diameter yang tepat
3. Gambarkan profil tekanan pada lintasan 1-2-4-5 dan 1-2-4-6
Perhitungan KPH
1 LPD (liter per detik) = 24 jam x 60 menit x 60 detik : per hari x 1 liter = 86400 L/H (liter per
Jatah menurut perhitungan KHP per orang = 150 LOH (liter per hari per orang)
oleh tiap pengaliran 1 LPD dengan jatah 150 LOH = 86400 L/H : 150 LOH = 576 orang
Perhitungan (1+r%)n
(1+2,5/100)20 = 1,6
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
Sistim perpipaan terbuka (tree; dead end) adalah sistim yang percabangannya terbuka menyerupai
pohon (tree) dengan ujung-ujung bebas (dead end). Keuntungan sistim ini ialah proses
perhitungannya lebih mudah. Kerugiannya, bila salah satu cabang mengalami kerusakan, maka
cabang yang ada di bawahnya akan mengalami hambatan aliran
Sistem perpipaan tertutup (loop) adalah sistim yang percabangannya melingkar membentuk sel-sel
(loop). Keuntungan sistim ini, jika terjadi kerusakan pada salah satu cabang, maka pasok air tetap
dapat diperoleh dari cabang yang lain. Kerugiannya, proses perhitungannya lebih rumit. Sebab,
perhitungannya harus mempertimbangkan keseimbangan tekanan antar sel
Gabungan sistem perpipaan terbuka dan tertutup adalah sistim dimana sebagian percabangan
berupa cabang terbuka sedangkan sebagian lainnya berupa cabang melingkar
1. Sistim perpipaan dapat memanfaatkan gaya gravitasi atau jatuh bebas, tanpa memerlukan
pemompaan.
3. Sistim percabangan terbuka, atau gabungan dengan sistim melingkar sederhana (yang dapat
diperlakukan sebagai cabang lurus).
Masyarakat pedesaan adalah masyarakat sederhana, yang setiap harinya telah disibukkan dengan
kegiatan mencari nafkah. Sistim perpipaan pedesaan yang memerlukan pompa, memerlukan
pengolahan, memerlukan upaya pengoperasian dan pemeliharaan yang tinggi (high operational and
maintenance input) patut dipertanyakan kelayakannya. Sebab, walaupun masyarakat pedesaan
bukan masyarakat yang bodoh, namun tuntutan kehidupan mereka menentukan prioritas kegiatan
dan menyita perhatiannya pada bidang yang lain.
Tentunya, suatu sistim perpipaan tidak diharapkan untuk berfungsi hanya selama beberapa saat
saja. Umur pelayanan efektif yang diharapkan lazim disebut dengan istilah periode disain, dengan
notasi n. Lalu, berapa lama masa operasional efektif suatu sistim perpipaan yang diharapkan. Ada
beberapa aspek yang patut dipertimbangkan:
1. Nilai investasi. Lebih besar biaya atau investasi yang disalurkan ke dalam pembangunan instalasi
perpipaan, maka periode disain hendaknya cukup lama.
2. Kerumitan disain. Lebih rumit disain perpipaan yang diterapkan, hendaknya diimbangi dengan
umur operasional (atau periode disain) yang memadai.
3. Generasi. Ada sementara perancang yang berpedoman bahwa setiap generasi hendaknya ikut
membiayai suatu upaya pembangunan yang dilakukan. Umur suatu generasi kurang lebih adalah 25
tahun.
4. Masa pembangunan dari pemerintah. Beberapa perancang lain menyesuaikan periode disain
dengan kurun waktu pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah, misalnya tahun Pelita
(Pembangunan 5 tahun) atau Masa Pembangunan Jangka Panjang (25 tahun).
Jumlah penduduk. Jika suatu sistim perpipaan dirancang untuk beroperasi selama n tahun, maka ini
berarti bahwa sistim perpipaan itu harus tetap dapat melayani jumlah konsumen pada n tahun yang
akan datang. Untuk itu perancang perlu melakukan proyeksi penduduk.
Banyak teknik proyeksi kependudukan yang telah dikembangkan dan lazim digunakan oleh para
perancang dan pengembang, baik teknik yang sederhana hingga yang sangat canggih. Faktor
terpenting dalam proyeksi penduduk adalah laju pertumbuhan penduduk atau population growth
rate.
1. Penyetaraan jumlah penduduk. Jika tidak diketahui cara yang tepat untuk memproyeksikan
jumlah penduduk di suatu tempat, atau jika data yang tersedia tidak memadai, maka laju
pertumbuhan penduduk di suatu desa dianggap sama dengan desa yang lain, yang sekiranya
memiliki karakteristik yang sama dari segi sosial ekonomi, budaya, geografis, dll.
2. Cara Arithmatic:
Pn = P0 + nb
Pn = P0 (1 + r%)n
r = angka pertumbuhan, rate of growth, r% per tahun, misalnya 2,34% atau 0,0234.
Soal :
Jumlah penduduk desa Pucangjajar pada tahun 1996 adalah 3.000 orang. Diketahui bahwa laju
pertumbuhan penduduknya per tahun, r, adalah= 2,34 %. Berapa proyeksi penduduk desa tersebut
untuk tahun 2016.
Jawab:
Pn = P0 (1 + r%)n
Catatan
Dalam merancang suatu sistim perpipaan, penduduk umumnya hidup berkelompok di beberapa
tempat atau pedusunan sepanjang lintasan pipa yang direncanakan. Proyeksi dilakukan untuk
masing-masing kelompok tersebut. Karena itu pelaksanaan perhitungan seperti soal di atas mungkin
akan dilakukan berkali kali. Untuk memudahkan perhitungan, maka angka (1 + r%)n digunakan
berkali-kali. Untuk itu anda dapat langsung saja menggunakan angka 1,5882 sebagai faktor perkalian
untuk masing-masing kelompok penduduk itu. Tentunya jika harga r dan n tetap.
Tingkat konsumsi
Komposisi konsumen. Masyarakat mengkonsumsi air dengan berbagai cara. Cara yang mudah,
menimbulkan kecenderungan konsumsi yang tinggi. Apabila masyarakat konsumen mengalami
kesulitan untuk mendapatkan air, maka mereka cenderung mengurangi jumlah konsumsinya. Pada
dasarnya, ada dua macam cara yang dapat ditempuh oleh konsumen sistim perpipaan:
1. Melalui sambungan rumah. Perpipaan disalurkan hingga mencapai rumah konsumen, sehingga
mereka memperoleh air melalui kran di rumah masing-masing.
2. Melalui kran umum (atau public hydrant). Air disalurkan ke suatu desa atau dusun hanya sampai
di beberapa tempat saja, yaitu di kran-kran bagi umum. Selanjutnya konsumen harus mengangkut
sendiri air dari kran umum tersebut ke rumah masing-masing.
Cara konsumsi lainnya adalah melalui terminal air , melalui penjual air, dll.
Selanjutnya, berapa persen masing-masing konsumen yang menggunakan kran umum dan
sambungan rumah, ikut menentukan tingkat konsumsi.
Perubahan pola konsumsi. Adakalanya, konsumen yang semula cukup puas dengan konsumsi melalui
kran umum, setelah status sosial ekonominya meningkat, menuntut atau beralih menjadi konsumen
melalui sambungan rumah. Berapa persen konsumen kran umum yang berpindah menjadi
konsumen sambungan rumah ikut menentukan tingkat konsumsi.
Konsumsi Per Hari, KPH. Setiap orang memerlukan jumlah air yang berbeda-beda. Besarnya
Konsumsi Per Hari (KPH) ini dipengaruhi antara lain oleh faktor tingkat sosial ekonomi termasuk
tingkat pendapatan, pengaruh kultural religius, dan sebagainya. Sebagai contoh, tingkat konsumsi
individual yang minimal atau normal ini besarnya :
Komponen Besarnya
mencuci bahan dan alat makan 10 - 15 liter per orang per hari
Data paling andal mengenai tingkat konsumsi air sehari-hari adalah yang berasal dari penelitian
langsung di lapangan pada saat dilakukan perencanaan. Data yang bersumber pada buku teks
hendaknya digunakan dengan bijaksana.
Kenaikan Konsumsi
Karena peningkatan status sosial ekonomi, atau karena memang secara alami, kebutuhan air
seseorang mengalami peningkatan. Ini wajar dilakukan oleh seorang perancang. Sebagai contoh,
para perancang di bidang irigasi pertanianpun mempunyai standar kenaikan tingkat kebutuhan air,
misalnya dalam satuan liter per detik per hektar. Untuk konsumsi air bersih, dapat digunakan salah
satu pedoman yang menetapkan kenaikan sebesar 1 liter per orang per hari per tahun (1
LOH/tahun).
Jadi, jika periode disain-nya adalah 20 tahun, maka tingkat konsumsi per kapita naik sebesar 20 liter
perhari.
Konsumsi Hari Maksimum, HM. Pengaruh kultural religius ini antara lain tercermin pada adanya
pengingkatan konsumsi pada hari-hari tertentu, misalnya hari raya Idul Fitri, adanya perhelatan
perkawinan, dan sebagainya. Perancang harus mempertimbangkan lonjakan ini dalam menentukan
ukuran sistim, misalnya ukuran pipa. Tingkat konsumsi yang memperhitungkan faktor pengaman
untuk menanggulangi lonjakan konsumsi ini disebut tingkat konsumsi Hari Maximum (Maximum Day
concumption). Perancang harus menentukan besarnya tingkat konsumsi Hari Maximum yang sesuai
untuk daerah sasaran. Ada sementara perancang yang menggunakan pedoman
tingkat konsumsi Hari Maximum, HM = 1,2 x rata-rata konsumsi per hari perseorangan
Dalam penggunaannya, tingkat konsumsi Hari Maximum, HM digunakan untuk menghitung pipa
induk
Pipa induk (main line), disebut juga pipa transmisi (transmission line), atau pipa pengumpan (feeder
line)
adalah cabang perpipaan dimana belum dilakukan pelayanan pada konsumen. Biasanya diameternya
paling besar.
Konsumsi Jam Puncak, JP. Konsumsi pada waktu pagi dan sore hari berbeda dengan tingkat konsumsi
pada siang dan malam hari. Sehingga secara praktis dapat disimpulkan bahwa kebutuhan selama 24
jam kenyataannya dikonsumsi hanya dalam waktu 12 jam, misalnya pukul 04:00-10:00 dan pukul
15:00-21:00. Berati, pipa harus dapat menampung lonjakan konsumsi, yang disebut konsumsi Jam
Puncak, sebesar dua kali lipat:
Dalam penggunaannya, tingkat Konsumsi Jam Puncak, JP digunakan untuk menghitung pipa
distribusi
Pipa distribusi (distribution line), disebut juga pipa pelayanan (service line) adalah cabang-cabang
perpipaan dimana dilakukan pasokan air kepada konsumen.
Konsumsi industri rumah tangga. Dewasa ini dapat dijumpai industri-industri rumah tangga yang
tumbuh dan berkembang di pelosok pedesaan, misalnya industri makanan dan minuman, ataupun
proses-proses produksi lainnya. Ini semua memerlukan air bersih. Jika jumlahnya cukup bermakna,
maka perancang sistim perpipaan juga harus memperhitungkan kebutuhan ini. Jumlah kebutuhan
untuk industri, dll lazimnya dinyatakan dalam persentase (%) dari KPH rata-rata.
Kebocoran. Dalam suatu sistim perpipaan untuk masyarakat pedesaan selalu terjadi kebocoran-
kebocoran. Kebocoran ini sebenarnya ada dua macam:
1. Kebocoran teknis, yaitu adanya ketidak sempurnaan atau kerusakan dalam instalasi perpipaan
sehingga menyebabkan kebocoran air.
2. Kebocoran non teknis, yaitu kecerobohan dalam penggunaan air sehingga air terbuang percuma.
Salah satu faktor yang membantu terjadinya kebocoran non teknis ini ialah jika sistim tarif perpipaan
dikenakan secara rata-rata untuk seluruh konsumen, tanpa mempedulikan besarnya konsumsi tiap-
tiap konsumen (sistim perpipaan tanpa meter-an). Jika konsumen dikenakan tarif berdasarkan
meter-an, maka ada kecenderungan untuk penghematan.
Kebocoran memang terjadi, tetapi hal ini hendaknya diantisipasi oleh perancang, sehingga dapat
diperhitungkan. Tujuannya ialah agar kebutuhan air masyarakat tetap dapat terpenuhi. Besarnya
kebocoran lazimnya dinyatakan dalam persentase (%) dari KPH rata-rata.
Faktor pengaman lainnya. Dalam buku-buku hidrolika atau yang membahas teknologi penyediaan
air, anda dapat menjumpai faktor pengaman lain, selain konsumsi hari maksimum atau konsumsi
jam puncak. Angkanyapun berbeda-beda. Jika anda merancang sistim perpipaan pedesaan, gunakan
angka-angka yang dirumuskan dan diberlakukan untuk negara-negara berkembang.
Diposkan oleh BLOG MATA KULIAH KESEHATAN LINGKUNGAN di 20.53 Tidak ada komentar:
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
BEBERAPA FAKTA
Bentuk: fleksibel
pH: 7
Air Minum
Transportasi
Budidaya
Peradaban (civilization)
Dimensi Kuantitas
Dimensi Kualitas
Penularan Penyakit
Waterborne Diseases
Vectorborne diseases
Insectborne diseases
Flyborne diseases
Airborne diseases
Etc.
Cholera, Disentery, typhoid, para typhoid, poliomyelitis, viral hepatitis, worms, etc.
Bradley Classification
Waterborne diseases
Waterborne diseases
CholeraTyphoidLeptospirosisAmoebiasisInfectious Hepatitis
Yellow feverDengue plus dengue hemorrhagic feverWest Nile and Rift valley feverArbovirus
encephalitidesBancroftion filariasisMalariaOnchocerciasisSleeping sickness
Hookworm (Necator)ClonorchiasisDiphyllobothriasisFasciolopsiasisParagonimiasis
Waterborne diseases
Air bertindak sebagai wahana pasif bagi pemindahan penyebab penyakit. Misalnya, air minum yang
kurang baik mutunya dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit perut. Semua penyakit jenis ini
juga bergantung pada adanya kondisi sanitasi yang buruk
Kurangnya air untuk mendukung hygiene perorangan dapat menciptakan kondisi yang
menguntungkan bagi penyebaran penyakit ini. Sebagai contoh ialah penyakit kulit, infeksi mata.
Infeksi usus oleh penyakit ini tergantung juga pada kondisi pembuangan kotoran manusia yang
kurang baik.
Bagian penting dari siklus hidup penyebab penyakit berlangsung dalam tubuh makhluk akuatik.
Manusia yang datang ke suatu badan air dapat tertular atau menularkan penyakit, misalnya
schistosomiasis. Beberapa penyakit dipengaruhi oleh sistim pembuangan limbah.
Point of entry
F = feces (tinja)
O = oral (mulut)
B = bite (gigitan)
N = nose (hidung)
S = sputum (dahak)
Dimensi Kuantitas
Dimensi Kualitas
Amerika Serikat: United States Public Health Service (USPHS) – Standards for Drinking Water (1962)
Departemen Kesehatan
Latihan
- Penyakit bayi biru disebabkan oleh karena konsumsi air yang mengandung nitrit dengan kadar yang
tinggi
- Menurut klasifikasi Bank Dunia, contoh penyakit waterborne diseases ialah: hepatitis infeksiosa
(infektious hepatitis)
- Water based diseases berkaitan dengan tersedianya air untuk kebersihan badan
- Standar kualitas air minum juga mengatur standar kualitas air untuk keperluan industri dan
kegiatan perikanan