Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MANUSIA DAN PENGETAHUAN SERTA SEJARAH FILSAFAT HUKUM

DISUSUN OLEH :

Indra Bayu Aryaputra 223020535

Muhammad Guntur Fauzi 223020536

Joni Budiawan 223020537

Muhammad Rizki Maulana 223020538

Hernanda Septiawan Putra 223020539

Andi Fachriani Palewoi 223020540

Deni Tahyudin 223020541

Sakarani 223020542

Teguh Prayitno 223020543

Bachtiar Rasyid Sahidanna 223020544

DOSEN PEMBIMBING :

Dr.Franciscus Xaverius Wartoyo.,SH.,M.H.,M.Pd.

UNIVERSITAS BALIKPAPAN

FILSAFAT HUKUM

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahim, Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang mana berkat
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Tak lupa pula
shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada Nabi akhir zaman Muhammad SAW,
kepada keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya. Makalah ini disusun dengan judul
materi Manusia dan Pengetahuan serta Sejarah Filsafat Hukum guna memenuhi tugas
FILSAFAT dan juga untuk para pembaca sebagai bahan penambahan ilmu pengetahuan
serta informasi yang semoga bermanfaat. Makalah ini kami susun dengan segala
kemampuan saya dan semaksimal mungkin. Namun, saya menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Maka dari itu saya sebagai penyusun makalah ini mohon kritik serta saran dari
semua pembaca terutama Dosen Mata Kuliah FILSAFAT HUKUM Bapak Dr. Franciscus
Xaverius Wartoyo.,SH.,M.H.,M.Pd.yang saya harapkan sebagai bahan koreksi saya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................... 2
BAB 1 ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................................................... 4
C. TUJUAN PENULISAN................................................................................................................. 4
BAB 2 ........................................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................ 5
A. PENGERTIAN MANUSIA DARI PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM .................................... 5
B. PENGETAHUAN DARI PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM ................................................... 7
C. MANUSIA DAN PENGETAHUAN ............................................................................................ 9
D. SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM .............................................................. 10
BAB 3 ...................................................................................................................................................... 15
PENUTUP ............................................................................................................................................... 15
A. KESIMPULAN............................................................................................................................ 15
B. SARAN ........................................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 16
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Filsafat dapat didefinisikan sebagai hasil dari berpikir filsafat, yakni pola pikir tentang sebab
atau thinking of cause. Hal yang menjadi pokok pikiran ini adalah berpikir tentang asal-
usul, sumber, atau hakikat sesuatu. Dampak dari berpikir tentang sebab atas sesuatu, suatu
peristiwa sebagai contoh, dapat membuat seseorang memiliki pengetahuan tentang sebab
dari peristiwa tersebut. Dimana pengetahuan tentang sebab dari suatu peristiwa dapat
membuat orang memahami asal-usul atau hakikat dari peristiwa tersebut.

Manusia sebagai makhluk yang berakal budi dengan kemampuan untuk menguasai makhluk
lain memiliki kemampuan untuk berpikir secara rasional. Ortega Y Gasset seorang filsuf
berkebangsaan Spanyol mendefinisikan manusia sebagia makhluk yang mampu
merenungkan diri dan kemampuan untuk merenung atau melakukan perenungan menurut
Ortega adalah ciri khas yang membedakan manusia dengan mahkluk hidup lainnya.

Berangkat dari kemampuan untuk melakukan perenungan dan berpikir secara filsafat,
Bronowski dalam bukunya yang berjudul The Ascent of Man (1973) mengungkapkan
kemajuan manusia dalam berpikir dimana adanya kemajuan manusia dalam mengolah dan
mengembangkan imajinasinya dalam bentuk olah pikir dalam ilmu pengetahuan. Hasil olah
pikir ini dapat dikategorikan kedalam produk seni, kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang
tidak dapat dilakukan oleh makhluk lainnya. Imajinasi dari pola pikir yang terus menerus
pada akhirnya akan menemukan pengetahuan yang mensejahterakan kehidupan manusia
dan Sepanjang kehidupan manusia telah sedemikan banyak pengetahuan yang telah
dikembangkan untuk memahami alam ini dan terutama tentang apa dan. siapakah manusia,
tetapi semakin bertambah pula ketidaktahuan tentang alam dan manusia itu sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian manusia menurut berbagai pandangan filsafat hukum?
2. Apa pengetahuan menurut berbagai pandangan filsafat hukum?
3. Bagaimana hubungan Manusia dan Pengetahuan
4. Bagaimana perkembangan sejarah filsafat hukum sejak kemunculan manusia di muka
bumi?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pengertian manusia dari pandangan filsafat hukum
2. Mengetahui makna dari pengetahuan dari sudut pandang filsafat hukum
3. Mengetahui keterkaitan antara manusia dan ilmu pengetahuan
4. Mengetahui sejarah perkembangan filsafat hukum dari zaman kuno sampai saat ini
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MANUSIA DARI PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM

Memahami manusia melalui sudut padang fisafat berarti memahami eksistensi diri
manusia dengan esensi yang dimiliki manusia sebagai makhluk hidup. Manusia diberkati
akal untuk berpikir dan menggunakan pemikiran tesebut untuk bertahan hidup. Eksistensi
manusia sebagai individu dapat ditelaah melalu tiga tahapan perkembangan seperti yang
dijabarkan oleh Zainal Abidin melalui Filsafat Eksistensi Soren Aabye Kierkegaard.

Tiga tahapan perkembangan eksistensi manusia tersebut adalah, Pertama tahap


Estetis yang menekankan pada orientasi pemenuhan kesenangan semata dengan peran
manusia yang dikuasai oleh naluri seksual, prinsip kesenangan hedonistik dan bertindak
atas suasan hati. Secara singkat, manusia tahap estetis merupakan manusia yang hidup
tanpa jiwa dan gairah karena ia tidak memiliki akar dan isi dalam jiwanya.

Kedua, manusia dalam tahap etis dimana manusia melakukan transformasi dari
estetis menjadi etis sebagai bentuk pertobatan. Dalam tahap ini manusia telah menerima
kebajikan moral dan berkomitmen untuk mengikatkan dari pada kebajikan tersebut. Pada
tahap etis, manusia mulai menerima nilai-nilai kemanusian yang universal, hidup dengan
gairah (passion), dan hidup demi nilai-nilai kemanusian yang lebih tinggi. Perkembangan
lainnya adalah manusia etis memiliki kemampuan untuk mengontrol naluri seksual yang
dimiliki dan mampu mengendalikan kehidupannya.

Ketiga, tahap religius dimana manusia meleburkan diri mereka kedalam realitas
Tuhan. Tidak dibutuhkan alasan atau pertimbangan rasional dan ilmiah untuk memasuki
tahap ini, karena yang diperlukan hanyalah keyakinan subyektif yang berdasarkan pada
iman Individu yang hendak memilih jalan religius tidak bisa lain kecuali berani menerima
subyektivitas transendennya itu- subyektivitas yang hanya mengikuti jalan Tuhan dan
tidak lagi tertarik baik pada nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal (eksistensi
etis) maupun pada tuntutan pribadi dan masyarakat atau zamannya (tahap estetis).

Menyadari bahwasannya manusia adalah makhluk yang unik, tidak ada definisi baku
tentang manusia akan eksistensinya. Zaenal Abidin, dalam bukunya yang berjudul
“Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat” menjabarkan definisi manusia
dari para ahli pikir dan ahli filsafat dengan memberikan sebutan kepada manusia sesuai
dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia di bumi ini dengan definisi sebagai
berikut;
1. Manusia adalah Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi,
2. Manusia adalah Animal Rational, artinya binatang yang berpikir,
3. Manusia adalah Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa
dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun,
4. Manusia adalah Homo Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia pandai
membuat perkakas atau disebut juga Toolmaking Animal yaitu binatang yang
pandai membuat alat,
5. Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul
dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
6. Manusia adalah Homo Economicus, artinya makhluk yang tunduk pada prinsip-
prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis,
7. Manusia adalah Homo Religious, yaitu makhluk yang beragama
Pengertian manusia dalam perspektif Filsafat Hukum dijabarkan oleh Dr Serlika
Aprita, S.H., M.H dan Rio Adhitya S.T., S.H., M.Kn dalam bukunya yang berjudul
“Filsafat Hukum” dengan pembagian makna manusia kedalam 3 bagian, yakni:

1. Manusia sebagai Makhluk Tuhan

Realitas manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan terdiri atas dua unsur pokok,
yaitu jasad dan roh. Jasad dimaknai sebagai elemen fisik yang terkonstruksi dari
bertemunya sperma dan ovum dalam steam sel, darah, daging, tulang, kulit, bulu, dan
unsur fisik lainnya. Adapun elemen roh merupakan unsur nonfisik pemberian Tuhan
melalui proses transformasi kehidupan. Unsur roh ini memegang posisi strategis dalam
memposisikan eksistensi manusia untuk dapat dikatakan sebagai Homo Sapiens. Tubuh
sebagai elemen jasad sesungguhnya tidak berarti apa-apa tanpa eksisnya roh di dalamnya.
Dengan roh, manusia yang terdiri atas kolektivitas jutaan sel tumbuh dan berkembang
menurut ketentuan yang telah ditetapkan Tuhan baik dalam bentuk jasad maupun pikiran.
Rohlah yang mengantarkan manusia pada fase untuk merasakan emosi senang, sedih,
bahagia, berani, takut, dan benci, dan dengan roh manusia dapat menjadi makhluk hidup
yang bermoral, bersusila, dan bersosial. Oleh sebab itu, roh dipandang sebagai sumber
kepribadian manusia yang akan mengantarkan manusia pada proses pemahaman hakikat
manusia.

2. Manusia sebagai Makhluk Otonom

Manusia pada prinsipnya adalah makhluk lemah dalam ketergantungan terhadap


penciptanya. Meskipun manusia memiliki kecenderungan bergantung, akan tetapi pada
hakikatnya Tuhan telah meletakkan suatu otoritas dalam proses kehidupan manusia yang
berwujud tabula rasa (script) suci tanpa noda yang merupakan gambaran keseimbangan
terhadap dependensi tersebut. Tentunya, script itu diharapkan dapat dilakoni oleh
manusia dengan pewarnaan yang variatif. Proses pewarnaan yang dilakukan oleh
manusia itulah akan menjadi gambar dan potret kehidupan setiap manusia yang dalam
kondisi sesungguhnya dapat diejawantahkan sebagai sumber kekayaan pengetahuan
tentang misteri hidup dan kehidupan manusia.

Dalam kapasitas manusia sebagai makhluk yang lemah dengan segala


dependensinya kepada Tuhan, Tuhan memberi ruang bagi manusia untuk
mengembangkan diri dalam konsep otonomi, independensi, dan kreativitas sebagai
manusia dalam mempertahankan diri dan mengembangkan hidup dan kehidupannya. Di
sisi lain, dengan segala otonomi yang dimiliki oleh manusia, maka manusia melakukan
proses doa dan puji kepada Tuhan sebagai wujud penghambaannya kepada Tuhan
penciptanya sebagai konsep dari mutual interest. Jiwa manusia dalam ketergantungannya
pada Tuhan cenderung tidak akan pernah damai, kecuali dengan mengingat Tuhan.
Keinginan manusia pada hakikatnya tidak terbatas, di mana mereka tidak pernah puaskan
apa yang telah diperolehnya. Sementara di pihak lain, manusia sangat berhasrat agar
posisinya ditinggikan ke arah perhubungan dengan Tuhan yang Maha Abadi. Oleh karena
itu, sinergitas otonomi dan dependensi manusia pada Tuhan yang secara kasat mata
kontradiktif, haruslah berada dalam kesatuan yang seimbang

3. Manusia sebagai Makhluk Berpikir

Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah binatang yang memiliki rasional


(animal rationale), yang membedakannya dengan binatang. Manusia dipandang sebagai
satu-satunya binatang yang sepenuhnya hidup, sementara binatang yang lain tak
memiliki perasaan dan tak tahu suka dan duka. Sehingga, binatang-binatang lain
dipandang hanyalah mesin-mesin setengah hidup. Animal rationale manusia telah
menempatkan manusia dengan ciri yang istimewa. Keistimewaan tersebut terwujud
dalam kemampuan manusia untuk menggunakan rasio (akal pikirannya) yang
mengantarkan manusia pada level atau strata yang lebih dari ciptaan-ciptaan Tuhan
lainnya. Keistimewaan tersebut semakin lengkap dengan ditempatkannya wujud
kemampuan berpikir pada satu struktur yang padu dengan perasaan dan kehendak
manusia itu sendiri. Dalam konteks ini, maka berpikir dapat dipandang sebagai suatu
fitrah kodrati manusia yang selalu melekat pada manusia di mana dan dalam kondisi apa
pun.
Pertanyaan tentang pengenalan diri merupakan proses yang akan mengantarkan
manusia pada fase di mana manusia memahami hakikat manusia sebagai manusia. Proses
berpikir yang terjadi di dalamnya menyadarkan manusia bahwa apa yang terjadi pada
diri, lingkungan, dan apa saja yang menjadi dan bias pada diri manusia sebagai sebuah
ekosistem. Proses ini diharapkan melahirkan manusia dengan kerangka pikir yang kritis
dan kreatif, di mana pada saat yang bersamaan seorang manusia memuji dan mengkritisi
dirinya sendiri.

B. PENGETAHUAN DARI PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM

Pengetahuan dalam ranah filsafat merupakan salah cabang dengan nama


epistemologi yang membahas berbagai macam hal yang berkenaan dengan ilmu
pengetahuan. Penyelidikan epistemologi memiliki kepentingan yang vital bagi sains
dalam aspek perkembangan ilmu.

Rujukan kata istilah filosofis mencirikan epistemologi yang berasal dari kata
epistemik; episteme (informasi) dan logos (penyelidikan dan hipotesis) hipotesis
informasi, penyelidikan awal, pengandaian esensial, karakter, jangkauan, dan ketepatan
(kebenaran, ketergantungan, dan legitimasi) informasi. Bagian dari teori yang
mengajukan bentuk kata tanya, Apakah keadaan antara ide-ide, misalnya, keyakinan,
informasi, penilaian, kebenaran, realitas, kesalahan, pikiran kreatif, konseptualisasi,
kebenaran, masuk akal, jaminan dan (Tim Penulis Rosda, 1995).

Premis epistemologi sains adalah teknik logis, khususnya, cara sains mengatur
informasi yang benar. Teknik logis adalah strategi untuk memperoleh informasi. Sejalan
dengan itu, sains adalah informasi yang diperoleh melalui strategi logis. Dengan cara ini,
strategi logis menjadi penentuan informasi menjadi sains, sehingga memiliki kapasitas
vital dalam sains. Epistemologi hanya dapat diartikan sebagai bagian dari penalaran yang
mengkaji informasi atau informasi tentang informasi, dan sekarang disinggung sebagai
"hipotesis informasi" (Hebat, Loren, 2002). Selain itu juga dapat diartikan sebagai ilmu
yang berbicara tentang validitas, perolehan, konstruksi, strategi, dan legitimasi ilmu
(Azra, 1999).

Dalam filsafat hukum, Pengetahuan pada dasarnya dipandang sebagai mental


state yang terproses melalui interaksi untuk dapat mengenali dan mengetahui tentang
suatu objek. Dalam proses lahir (embrio) pengetahuan tersebut, maka pengetahuan dapat
di peroleh melalui media yang tertanam dalam anggota tubuh sampai dengan proses
kehidupan manusianya itu sendiri. Berikut merupakan bagaimana pengetahuan dapat
diperoleh:

1. Pengetahuan yang Diperoleh Melalui Indra

Indra merupakan salah satu media untuk memperoleh pengetahuan. Terdapat 5


indra yang dimiliki manusi, terdapat mata sebagai indra penglihat dan penerima
informasi visual, telinga sebagai indra pendengar sekaligus penerima informasi audio,
lidah sebagai indra pengecap/perasa, hidung sebagai indera pencium yang menerima
informasi lewat bau dan kulit sebagi reseptor dari informasi getaran/rabaan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui indra melibatkan organ-organ tubuh yang
akan menerjemahkan respons indra dalam bentuk pengetahuan. Tentunya, respons indra
ini tidak akan sama dengan esensi dan eksistensi dari benda. Dalam proses ini media
indra lebih bersifat subjektif. Subjektif dalam pemaknaan bahwa ia terletak pada
pengetahuan yang diperoleh melalui respons indra terhadap apa yang dilihat dan
dirasakannya dan untuk mengetahuinya harus menerima atau melakukan proses
penerimaan informasi terlebih dahulu. Contohnya, manusia akan merasa sakit apabila
tertabrak mobil. Proses pengetahuan dari contoh ini yaitu sakit yang dirasakan diketahui
setelah terinjak, yang sebelumnya tidak diketahui.

Tentunya proses mendapatkan pengetahuan melalui indra disadari tidak memiliki


struktur dan metode, karena tidak jelasnya indikator yang dapat digunakan untuk
mengujinya karena indra mendapatkan kesan-kesan dari apa yang ada di alam semesta
yang diproses dan dikumpulkan pada diri manusia dan kemudian direfleksikan dalam
bentuk pengetahuan. Proses asimilasi yang dilakukan indra haruslah didukung oleh
instrumen biologis yang ada dalam tubuh manusia yang kemudian akan
ditransformasikan ke dalam bentuk kesadaran yang aktif.

Pengetahuan yang didapat melalui indra bersifat internal pada dasarnya berperan
pada proses penciptaan persepsi. Panca indra internal bekerja untuk menstimulasi
ingatan, imajinasi, dan akal sehat sehingga akan berfungsi dalam menyempurnakan kerja
panca indra ekstern yang merespons benda di sekelilingnya. Oleh karena itu,
pengetahuan yang diperoleh melalui indra tidaklah dapat dikesampingkan dalam proses
mendapatkan pengetahuan

2. Pengetahuan yang Diperoleh Melalui Science

Sains atauu science dalam bahasa inggris didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa
Indonesia kedalam dua arti, pertama sebagai pengetahuan sistematis tentang alam dan
dunia fisik, termasuk di dalamnya, botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dan
sebagainya; ilmu pengetahuan alam; dan kedua, pengetahuan sistematis yang diperoleh
dari sesuatu observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar
atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya. Hakikat
pengetahuan yang diperoleh melalui science adalah pengetahuan rasional empiris.
Sehingga hipotesis yang dihasilkannya pun harus berdasarkan rasio dengan hipotesis
rasional dan dapat dibuktikan secara empiris, yakni kebenarannya harus mengikuti
prosedur metode ilmiah.

Sains menekankan pada alur pikir yang rasional-empiris. Jika kerangka alur pikir
dalam perolehan pengetahuan melalui science dengan metode ilmiah, maka dapat
dirumuskan dalam bentuk baku metode ilmiah yaitu rasionale hypothetico verificatif
(buktikan bahwa itu rasional tarik hipotesis, ajukan bukti empiris). Pada dasarnya, cara
kerja science adalah kerja mencari hubungan sebab akibat atau mencari pengaruh sesuatu
terhadap yang lain. Science tidak memberikan nilai baik atau buruk, halal atau haram,
sopan atau tidak sopan, indah atau tidak indah, science hanya memberikan nilai benar
atau salah.

Proses pemberian jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan dalam ranah science
dapat dilakukan dengan uji empiris lewat pengidentifikasian masalah, mencari teori yang
berhubungan dengan masalah yang diuji dan menyelesaikan hal yang diuji melalui
literatur yang disesuaikan dengan masalah dan penyebab masalah agar dapat diselesaikan
melalui tindakan yang rasional.
3. Pengetahuan yang Diperoleh Melalui Filsafat

Materi pada bagian ini menyadur pemahaman dari dalam buku berjudul “Filsafat
Hukum”. Buku tersebut menjabarkan bahwasannya filsafat terdiri atas kata philein yang
berarti cinta dan hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh.
Dengan pengertian khusus, karena filsafat telah mengalami perkembangan yang cukup
lama dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks, maka timbul berbagai pendapat
tentang arti filsafat dengan kekhususan masing-masing. Berbagai pendapat khusus
tentang filsafat, seperti: a. Rasionalisme yang mengagungkan akal. b. Materialisme yang
mengagungkan materi. c. Idealisme yang mengagungkan ide. d. Hedonisme yang
mengagungkan kesenangan. e. Stoikisme yang mengagungkan tabiat saleh.

Perbedaan pandangan dalam filsafat adalah sesuatu yang lumrah. Hal ini
dikarenakan setiap orang mencoba mengonstruksi bangunan filsafat yang diketahuinya
berdasarkan proses yang dilaluinya, baik dalam konteks makrokosmos maupun
mikrokosmos. Perbedaan ini juga dipengaruhi oleh kebebasan berpikir yang melingkupi
para penggiat filsafat sejak dahulu hingga sekarang untuk menemukan kebenaran dan
kebijaksanaan. Perbedaan tersebut juga telah bermuara pada lahirnya aliran-aliran yang
mempunyai kekhususan masing-masing, yang menekankan kepada sesuatu yang
dianggap dan harus diberi tempat yang tinggi. Oleh karena itu, berangkat pada deskripsi
di atas, maka filsafat dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Filsafat adalah hasil pikiran
manusia yang kritis dan dinyatakan dalam bentuk yang sistematis. b. Filsafat adalah hasil
pikiran manusia yang paling dalam

4. Pengetahuan yang Diperoleh Melalui Mistik

Mistik adalah pengetahuan yang irrasional atau tidak masuk akal. Adapun
pengertian mistik bila dikaitkan dengan agama adalah pengetahuan ajaran atau keyakinan
tentang Tuhan yang diperoleh melalui meditasi spiritual, bebas dari ketergantungan pada
indra dan rasionalitas. Pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang tidak dapat
dipahami oleh rasio, maksudnya hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat
dijelaskan secara rasional. Pengetahuan ini kadang-kadang memiliki bukti empiris tetapi
kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris.

Pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang dalam bahasa lain dapat disebutkan
sebagai metarasional. Metarasional ini adalah suatu tahapan yang menunjukkan
keterbatasan alam pikir manusia, akan tetapi objek keterbatasan tersebut tetaplah sesuatu
yang rasional. Dalam konteks objek pengetahuan mistik, maka sifat objek tersebut juga
merujuk pada sifat metarasional. Objek dalam pandangan metarasional adalah sesuatu
yang tidak dapat dipahami oleh rasio manusia, tetapi empiris sifatnya. Adapun hasil yang
dicapai pun metarasional

C. MANUSIA DAN PENGETAHUAN

Manusia adalah mahluk mulia. Perkembangan mahluk manusia telah jauh Iebih
pesat dari mahluk lainnya dalam hal berkehidupan. Manusia dibekali otak yang selain
mengatur gerak tubuh secara motorik, otak manusia mampu berpikir dan berkreasi,
sehingga dengan berimajinasi manusia dapat bertahan hidup.

Sejak keberadaannya di muka bumi ini, manusia selalu mengembangkan


pemikiran atas pertanyaan yang terlintas dalam benaknya. Sebagai contoh, kemampuan
manusia untuk memikirkan tentang tata surya telah dilakukan oleh Galileo dalam bidang
astronomi. Pengetahuan akan astronomi telah berkembang di beberapa kebudayaan
sebagai bentuk pengamatan terbadap alam. Astronomi membantu manusia terdahulu
untuk mengetahui perputaran musim sehingga dapat membantu mengembangkan
budidaya cocok tanam. Semakin berkembang kebudayaan, pengetahuan astronomi
berkembang dari sebatas pengaturan cocok tanam menjadi system penanggalan yang
sesuai dengan kebudayaan setempat sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat
Babylon.

Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-


kebutuhan kelangsungan hidup ini dan berbagai problema yang menyelimuti kehidupan.
Manusia senantiasa penasaran terhadap cita-cita hidup ini, yang hendak diraih adalah
pengetahuan yang benar, kebenaran hidup itu. Manusia merupakan makhluk yang
berakal budi yang selalu ingin mengejar kebenaran. Dengan akal budinya, manusia
mampu mengembangkan kemampuan yang spesifik manusiawi, yang menyangkut daya
cipta, rasa, maupun karsa.

Sains, filsafat, maupun bidang kehidupan lainnya menyodorkan pesonanya


sendiri-sendiri yang dapat merangsang orang untuk meneruskan unpaya memperluas
cakrawala pembatas masing-masing bidang. Hanya saja kejatuhan yang terlalu mudah
pada glorifikasi temuan temuan sementara yang berubah cepat karena kemajuan
pemikiran manusia sendiri. (Karlina, 2004). Perkembangan ilmu pengetahuan telah
mencapai puncaknya, dimana abad ke 18 adalah abad pencerahan (Aufklarung), salah
satu tokoh pada masa tersebut adalah Sir Isaac Newtoon.

Kemampuan berpikir kritis tersebut terus membawa manusia kedalam proses


berpikir yang lebih maju disetiap waktunya. Sebagai mahkluk kasta tetinggi dengan
memiliki sistem berpikir dan moral menjadikan manusia dapat membedakan antara yang
baik dan buruk, kuat dan lemah. Pada manusia terdapat sistem pikir dan moral yang
membedakan manusia dengan makhluk yang lain ciptaan tuhan. Makhluk-makhluk yang
lain tunduk berdasarkan kodratnya tanpa pilihan, sedangkan manusia diberikan alternatif
pilihan yang dapat mengungkapkan kehendak penciptanya dalam bentuk hukum yang
wajib ditaati atau menempuh jalan yang dipengaruhi oleh ruang, waktu, dan tempat.

D. SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM

Perkembangan filsafat hukum dari masa ke masa dapat dikategorikan kedalam 3


masa, yakni zaman kuno, abad pertengahan dan zaman modern sebagai tahap lanjutan. Untuk
mempermudah pemahaman sejarah perkembangan filsafat hukum, berikut penulis sajikan
dalam bentuk tabel dibawah ini:

ZAMAN PERIODE SEJARAH


Zaman Mesir Kuno Pada masa ini undang – undang Hamurabi di Babilonia sebagai
Kuno undang – undang tertua yang paling penting dalam sejarah, yang di
buat oleh raja Babilonia Chammurabi (1800SM). Undang – undang
Hamurabi yang berbentuk tulisan prasasti pada batu ini dianggap
sebagai undang – undang tertua yang tertulis dan dikenal orang, dan
undang – undang yang dibuat sebelum itu di pengaruhi oleh
undang – undang tersebut.
Tiongkok Era filsafat pada zaman ini adalah filsafat konfusius. Dalam filsafat
Kuno konfusius aturan itu ditunjuk dengan kata “Li” menurut Filsafat
konfisius Li mencakup prinsip – prinsip yang menentukan aturan
alam semesta, baik alam maupun dunia manusia. Filosof – filosof
Neo-konfusian sepertiChou Tun'i (1017-1073) menambahkan
terdapat suatu zat yang tertinggi (t'ai – chi) yang menjadi norma
tertinggi sebagai model yang mengandung norma – norma khusus
bagi “sepuluh ribu benda” Pada awal zaman Monchou, abad ke-17
Filsafat ini menjadi filsafat resmi resmi Cina. Oleh sebab Li
bersifat menentukan dalam hidup, maka hanya orang yang
mengetahui dengan baik Li dapat berkuasa. Berkat pengetahuan
tentang Li yang dapat mengatur hidup bersama
Yunani Pada masa Yunani kuno terdiri atas sub masa Pra-Socrates, sub
Kuno masa Socrates, Plato, dan Aritoteles, dan sub masa Stoa.
1. Pada masa Pra-Socrates, lahirlah undang – undang Solon
sebagai undang – undang tertua di masa Yunani kuno
khususnya di Athena. Solon adalah seorang penyair, filosof
Yunani dan politikus yang hidup antara abad ke-6 dan ke-7
SM (640-560 SM). Pada masa pemerintahannya, ia
melakukan perbaikan diberbagai bidang peraturan –
undangan dan administrasi negara, membentuk majelis
Empatratus(majelis perwakilan dari 4 suku bangsa Athena
yang dipilih) juga membentuk mahkamah banding bagi
anggota masyarakat mempertahankan sistem kasta
sebagaimana yang berlaku dalamtradisi membagi rakyat ke
dalam 4 tingkat dan memberikan tugas-tugas kenegaraan
dan pemerintahan hanya kepada golongan yang kaya yang
disebutnya “Timokrasi”

2. Socrates hidup pada tahun 469 – 399 SM, pemikiran


Socrates menjadi kritik kepada kaum sofis. Sofis
sebenarnya bukan suatu maszab melainkan suatu aliran
yang bergerak dibidang intelek, karena istilah sofis yang
berarti sarjana, cendikiawan seperi Pythagoras dan Plato
disebut kaum sofis. Filsuf dan sebutan sofis yang dikenakan
kepada para guru yang berkeliling dari kota kekota dan
kaum sofis tidak menjadi harum lagi, karena sebutan sofis
menjadi sebutan yang menipu orang lain/penipu karena
para guru keliling tersebut tidak bersalah sebagai orang
yang meminta uang bagi ajaran mereka. Akan tetapi pada
masa Pemerintahan Perikles (Athena) kaum sofis menjadi
harum.

3. Perbedaan antara Socrates dengan Plato adalah di mana


Socrates menyediakan definisi tentang hal yang bersifat
umum untuk menetukan hakekat atau esensi segala sesuatu,
karena tidak puas dengan mengetahui, hanya tindakan-
tindakan atau tindakan-perbuatan yang sama, sedangkan
plato mengemukakan, bahwa hakekat atau esensi segala
sesuatu bukan hanya sebutan saja, tetapi memiliki
kenyataan, yang lepas dari sesuatu yang berada secara
konkrit yang disebut “Idea” yang nyata ada dan hanya satu
yang bersifat kekal. Menurut Plato, golongan didalam
Negara yang idea harus terdiri dari 3 bagian yaitu :
a.Golongan yang tertinggi terdiri dari para yang
memerintah (orang bijak/filsuf), b.Golongan pembantu
yaitu para prajurit yang bertujuan menjamin keamanan, c.
Golongan terendah yaitu rakyat biasa, para petani dan
tukang serta para pelaku usaha yang menikmati hidup
ekonomi Negara
4. Masa Aristoteles dapat dilihat dari 8 karyanya mengenai
Logika, Filsafat alam, psikologis, biologi, metafisika, etika,
politik dan ekonomi, dan akhirnya retorika dan puitis. Pada
masanya, tidak hanya pengertian-pengertian, tetapi akan
tetapi pertimbangan-pertimbangan dapat digabungkan-
gabungkan, sehingga menghasilkan penyimpulan.
Penyimpulan adalah suatu penalaran dengannya dari dua
pertimbangan untuk dipertimbangkan yang ketiga, yang
baru yang berbeda dengan kedua pertimbangan yang
mempersiapkannya.

5. Masa ini ditandai dengan adanya mazhab Stoa, yaitu suatu


mazhab yang mempunyai kebiasaan memberi pelajaran di
lorong – lorong tonggak (Stoa). Pemikir utamanya yang
juga bertindak sebagai pemimpin mazhab adalah filosof
Zeno (350-264 SM). Dengan mengambil sebagian ajaran
Aristoteles, yaitu akal manusia itu merupakan bagian dari
rasio alam, dikembangkan suatu pemikiran hukum alam
yang bersumber dari akal ketuhanan (logo dimana manusia
dapat hidup menyesuaikan diri).Hukum alam ini
merupakan dasar segala hukum positif. Pandangan Stoa
kemudian sangat berpengaruh bagi para filosof Romawi
seperti Seneca, Marcus Aurelius, dan juga Marcus Tillus
Cicero.
Romawi Pada masa ini (abad ke-8 SM sampai abad ke-6 M) para ahli
filsafat lebih menekankan perhatiannya pada masalah
bagaimana cara memperbaiki di seluruh dunia yang sangat luas.
Pada masa ini lahirlah undang – undang Lembaran Duabelas
(Lex Duodecim Tabularum) sebagai undang – undang tertua
yang lahir pada permulaan masa republik di masa Romawi.
Undang – undang ini mengakui persamaan di antara semua
kelas rakyat Romawi dan menghapuskan perbedaan di depan
hukum antara si kaya dan si miskin.Lembaran tersebut memuat
peradilan, hukum pidana, hak sipil, masalah kepemilikan dan
hukum keluarga.
Masa Masa ini dimulai dengan runtuhnya perbaikan akibat serangan
Kegelapan bangsa lain yang dianggap terbelakang, yang datang dari utara
yaitu yang suku – suku Germania. Karena tidak ada
peninggalan apapun dari suku bangsa yang berkuasa, para ahli
masa kini sukar untuk secara pasti menentukan apa yang
terjadi dimasa gelap ini. Namun dapat diketahui adalah
pengaruh agama kristen mulai berkembang pesat disebabkan
oleh suasana kehidupan suku – suku waktu itu yang tidak
tenteram akibat peperangan yang terus menerus terjadi
dikalangan mereka sendiri atau diantara suku-suku.
Abad Masa Corak pemikiran hukum pada masa Skolastik yang didasarkan
Pertengahan Skolastik pada ajaran Kristen. Ajaran ini dimulai setelah lahirnya
mazhab baru yang disebut Neo – Platois, dengan Platinus
sebagai tokohnya yang utama. Platinus inilah yang mulai
membangun suatu tata filsafat yang bersifat Ketuhanan.
Menurut pendapatnya, Tuhan itu merupakan hakikat satu –
satunya yang paling utama dan paling luhur, yang merupakan
sumber dari segala – galanya. Bertolak dari pendapat Plato
bahwa orang harus berusaha mencapai pengetahuan yang
sejati, Platinus mengemukakan kita harus berusaha melihat
Tuhan, cara berpikir dan beribadah. Pemikiran ini membuka
jalan pengembangan agama kristen dalam dunia Filsafat.
Zaman Renaissance didefinisikan sebagai “menjadi lahir kembali”.
Renaissance Ciri utama renaissance adalah “manusia menemukan kembali
keperibadiannya”. Lahirnya renaisans mengakibatkan
perubahan yang tajam dalam berbagai segi kehidupan
manusia, teknologi berkembang dengan pesat, negara-negara
baru didirikan, tumbuh berbagai disiplin ilmu baru. Dalam
dunia pemikiran zaman ini ditandai dengan adanya pendapat
akal manusia tidak dapat lagi dilihat sebagai penjelmaan dari
akal Tuhan, akal manusia terlepas dari akal ketuhanan.
Pemikiran tentang pemikiran ini tampak pada penganut aliran
hukum alam yang rasionalistis (Hugo Groot/Grotius) dan para
penganut paham positivisme hukum (Jhon Austin) bahwa
logika manusia memegang peranan penting dalam
pembentukan hukum
Zaman Dalam masa 1650-1800 menyelami masa Aufklarung (abad
Aufklarung pemikiran) beserta rasionalisme, suatu aliran pikiran yang ingin
memerdekakan pemikiran atas akal (rasio) semata-mata.
Kebebasan membuka jalan untuk meluaskan gagasan di bidang
politik, timbulah gagasan bahwa manusia memiliki hak-hak politik
yang tidak diselewengkan oleh raja. Selanjutnya mengenai
pemunculan monarki-monarki absolut (abad ke-16 – abad ke 17)
teori pemunculan rasionalistis kontarak sosial (abad ke -16 - abad
ke-18) yang bersandar pada hukum alam, dan pemunculan
demokrasi dalam wujud yang konkret (akhir abad ke-19).
Zaman
Modern Tiga pemikir filosof besar, dan guru-guru besar dari Perusia
yaitu, prof. Immanuel kant (1724-1804), prof. Fichte (1770-
1814), dan prof. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831).

a. Prof. Immanuel Kant, membawa pemikiran modern


tentang filsafat hukum yang luas dan mendalam. Prof.
Immanuel Kant melakukan penelitian sistematis
terhadap fungsi akal manusia dengan tiga fungsi
kesadaran manusia yaitu, (1) berpikir, (2) berkehendak,
(3) dan merasakan. Perbedaan yang tajam diadakan
oleh prof. Immanuel Kant antara moralitas dan hukum
bahwa paksaan perlu bagi hukum dan ciri khusus dari
suatu hak kekuatannya untuk memaksa. Prof.
Immanuel Kant membedakan antara kewajiban
berdasarkan hukum dan hak hukum, ia memasukan
tiga prinsip ulpanius, yakni Huneste vivere,
neminem laedere, dan suum cuiqetribuere.

b. Pandangan filsafat hukum menurut prof. Fichte, seperti


halnya Filsafat Hukum Immanuel Kant Kunci dari ilmu
pengetahuan yang berakal, hubungan antara individu
dan negara dalam tiga prinsip yaitu: 1). Dengan
kewajiban seorang warga menjadi anggota dari negara,
2). Hukum membatasi dan menjamin hak-hak individu,
3). Diluar bidang kewajiban sebagai warga bebas, dan
harga bertanggung jawab pada dirinya. Filsafat hukum
prof. Fichte menolak kemungkinan adanya negara
universal, karena perbedaan ras, negara membantu
suatu masyarakat berdasarkan hukum.

c. Pandangan filsafat hukum menurut prof. Georg


Wilhelm Friedrich Hegel, semua tugas filsafat adalah
mempertahankan pendirian dan konsekuen, dengan
tegas menolak setiap antinomi atau konflik, dualisme
antara ide dan pengalaman atau antara akal dan
kenyataan. Dalam filsafat prof, Georg Wilhelm
Friedrich Hegel meliputi bidang, lembaga hukum,
etika, politik. Ia membagi masyarakat kedalam tiga
golongan yaitu, (1). Pertanian Golongan yang hanya
tergantung dari alam, (2). Perindustrian dan
perdagangan Golongan terutama yang tergantung
pekerjaan, (3). Golongan yang umum yakni golongan
pemerintah yang tergantung dari akal.
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Terciptanya manusia sebagai makhluk dengan memiliki akal budi dan adab membawa manusia
kedalam kemampuan untuk berpikir terus-menerus sampai menghasilkan suatu produk budaya
sampai ilmu pengetahuan. Kemampuan ini terbatas hanya dimiliki oleh manusia tanpa terkecuali,
lewat imajinasi dari pola pikir yang terus menerus pada akhirnya akan menemukan
pengetahuan yang mensejahterakan kehidupan manusia dan sepanjang kehidupan manusia
telah sedemikan banyak pengetahuan yang telah dikembangkan untuk memahami alam ini
dan terutama tentang apa dan. siapakah manusia, tetapi semakin bertambah pula
ketidaktahuan tentang alam dan manusia itu sendiri.

Keterkaitan antara manusia dan pengetahuan adalah keterkaitan yang tak terelakan dan
selalu akan berdampingan. Manusia memerlukan pengetahuan atas kepentingan fungsi dan
kegunaannya untuk terus bertahan hidup selama eksistensi mereka masih ada. Manusia
dapat memperoleh ilmu sedari mereka kecil dengan memerhatikan informasi yang diberikan
oleh indra yang dimiliki, menimba ilmu lewat pendidikan formal untuuk mendapatkan
pengetahuan empirik, mempertanyakan eksistensi material dan lainnya lewat kata tanya
filsafat sampai mendapatkan pengetahuan melalui keyakinan atas keimanan yang dianut.

Perkembangan ilmu pengetahuan akan terus berkembang tanpa henti serupa halnya dengan
kebutuhan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan pada setiap zamannya akan
membawa manusia kepada versi terbarunya yang adaptif sesuai dengan masa dimana ia
tinggal.

B. SARAN

Dengan memerhatikan nilai dari manusia yang mampu berpikir, mempertanyakan eksistensi
sesuatu dalam dunia ini, sudah sepatutnya manusia tidak pernah berhenti untuk
mendapatkan pengetahuan. Tidak terbatas pada pendidikan formal di bangku lembaga
pendidikan, manusia mampu menyerap berbagai informasi secara tak terbatas dengan
menekankan kepercayaan pada dirinya termasuk mampu mengontrol dirinya agar selalu
berkembang. Tidak ada batasan untuk kita semua selalu melakukan pengembangan diri, dan
sebagai manusia sudah sepatutnya kita memanfaatkan rahmat yang diberikan berupa akal
budi dan adab untuk terus melangsungkan kehidupan dalam versi terbaik bagi setiap
indvidu.
DAFTAR PUSTAKA

Aryati, A. (2018). MEMAHAMI MANUSIA MELALUI DIMENSI FILSAFAT (Upaya


Memahami Eksistensi Manusia). EL-AFKAR : Jurnal Pemikiran Keislaman Dan Tafsir
Hadis, 7(2), 79. https://doi.org/10.29300/jpkth.v7i2.1602

Dr.Serlika Aprita, S.H., M.H dan Rio Adhitya, S.T, S.H., M. K. (2020). Filsafat Hukum.

Mufrizon, H. (2005). Hubungan Manusia, Alam dan Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah
Sederhana. Proceeding. Seminar Nasional PESAT, 23–24.

Muhni, D. A. I. (1996). Manusia Menurut Ortega Y. Gasset. Jurnal Filsafat, 28–33.

Parida, P., Syukri, A., Badarussyamsi, B., & Fadhil Rizki, A. (2021). Kontruksi Epistimologi
Ilmu Pengetahuan. Jurnal Filsafat Indonesia, 4(3), 273.
https://doi.org/10.23887/jfi.v4i3.35503

She, L., & By, V. (2006). BAB V - Pharmacology. Manusia Nilai, Moral Dan Hukum, 276–327.

Zainal Abidin, 1962-; Siti Lailan Azizah. (2006). Filsafat manusia : Memahami manusia melalui
filsafat / Zainal Abidin ; editor, Siti Lailan Azizah. Bandung :: Remaja Rosdakarya,.

Zain, M. (2018). Pengetahuan dan manusia (hakekat dan tujuan). Filsafat Ilmu, December, 0–7.
https://www.researchgate.net/publication/329371546_PENGETAHUAN_DAN_MANUS
IA_HAKEKAT_DAN_TUJUAN

Anda mungkin juga menyukai