Makalah Filsafat Hukum Dan Manusia-Pages-1-16
Makalah Filsafat Hukum Dan Manusia-Pages-1-16
DISUSUN OLEH :
Sakarani 223020542
DOSEN PEMBIMBING :
UNIVERSITAS BALIKPAPAN
FILSAFAT HUKUM
Bismillahirrahmanirrahim, Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang mana berkat
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Tak lupa pula
shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada Nabi akhir zaman Muhammad SAW,
kepada keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya. Makalah ini disusun dengan judul
materi Manusia dan Pengetahuan serta Sejarah Filsafat Hukum guna memenuhi tugas
FILSAFAT dan juga untuk para pembaca sebagai bahan penambahan ilmu pengetahuan
serta informasi yang semoga bermanfaat. Makalah ini kami susun dengan segala
kemampuan saya dan semaksimal mungkin. Namun, saya menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Maka dari itu saya sebagai penyusun makalah ini mohon kritik serta saran dari
semua pembaca terutama Dosen Mata Kuliah FILSAFAT HUKUM Bapak Dr. Franciscus
Xaverius Wartoyo.,SH.,M.H.,M.Pd.yang saya harapkan sebagai bahan koreksi saya.
A. LATAR BELAKANG
Filsafat dapat didefinisikan sebagai hasil dari berpikir filsafat, yakni pola pikir tentang sebab
atau thinking of cause. Hal yang menjadi pokok pikiran ini adalah berpikir tentang asal-
usul, sumber, atau hakikat sesuatu. Dampak dari berpikir tentang sebab atas sesuatu, suatu
peristiwa sebagai contoh, dapat membuat seseorang memiliki pengetahuan tentang sebab
dari peristiwa tersebut. Dimana pengetahuan tentang sebab dari suatu peristiwa dapat
membuat orang memahami asal-usul atau hakikat dari peristiwa tersebut.
Manusia sebagai makhluk yang berakal budi dengan kemampuan untuk menguasai makhluk
lain memiliki kemampuan untuk berpikir secara rasional. Ortega Y Gasset seorang filsuf
berkebangsaan Spanyol mendefinisikan manusia sebagia makhluk yang mampu
merenungkan diri dan kemampuan untuk merenung atau melakukan perenungan menurut
Ortega adalah ciri khas yang membedakan manusia dengan mahkluk hidup lainnya.
Berangkat dari kemampuan untuk melakukan perenungan dan berpikir secara filsafat,
Bronowski dalam bukunya yang berjudul The Ascent of Man (1973) mengungkapkan
kemajuan manusia dalam berpikir dimana adanya kemajuan manusia dalam mengolah dan
mengembangkan imajinasinya dalam bentuk olah pikir dalam ilmu pengetahuan. Hasil olah
pikir ini dapat dikategorikan kedalam produk seni, kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang
tidak dapat dilakukan oleh makhluk lainnya. Imajinasi dari pola pikir yang terus menerus
pada akhirnya akan menemukan pengetahuan yang mensejahterakan kehidupan manusia
dan Sepanjang kehidupan manusia telah sedemikan banyak pengetahuan yang telah
dikembangkan untuk memahami alam ini dan terutama tentang apa dan. siapakah manusia,
tetapi semakin bertambah pula ketidaktahuan tentang alam dan manusia itu sendiri.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian manusia menurut berbagai pandangan filsafat hukum?
2. Apa pengetahuan menurut berbagai pandangan filsafat hukum?
3. Bagaimana hubungan Manusia dan Pengetahuan
4. Bagaimana perkembangan sejarah filsafat hukum sejak kemunculan manusia di muka
bumi?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pengertian manusia dari pandangan filsafat hukum
2. Mengetahui makna dari pengetahuan dari sudut pandang filsafat hukum
3. Mengetahui keterkaitan antara manusia dan ilmu pengetahuan
4. Mengetahui sejarah perkembangan filsafat hukum dari zaman kuno sampai saat ini
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MANUSIA DARI PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM
Memahami manusia melalui sudut padang fisafat berarti memahami eksistensi diri
manusia dengan esensi yang dimiliki manusia sebagai makhluk hidup. Manusia diberkati
akal untuk berpikir dan menggunakan pemikiran tesebut untuk bertahan hidup. Eksistensi
manusia sebagai individu dapat ditelaah melalu tiga tahapan perkembangan seperti yang
dijabarkan oleh Zainal Abidin melalui Filsafat Eksistensi Soren Aabye Kierkegaard.
Kedua, manusia dalam tahap etis dimana manusia melakukan transformasi dari
estetis menjadi etis sebagai bentuk pertobatan. Dalam tahap ini manusia telah menerima
kebajikan moral dan berkomitmen untuk mengikatkan dari pada kebajikan tersebut. Pada
tahap etis, manusia mulai menerima nilai-nilai kemanusian yang universal, hidup dengan
gairah (passion), dan hidup demi nilai-nilai kemanusian yang lebih tinggi. Perkembangan
lainnya adalah manusia etis memiliki kemampuan untuk mengontrol naluri seksual yang
dimiliki dan mampu mengendalikan kehidupannya.
Ketiga, tahap religius dimana manusia meleburkan diri mereka kedalam realitas
Tuhan. Tidak dibutuhkan alasan atau pertimbangan rasional dan ilmiah untuk memasuki
tahap ini, karena yang diperlukan hanyalah keyakinan subyektif yang berdasarkan pada
iman Individu yang hendak memilih jalan religius tidak bisa lain kecuali berani menerima
subyektivitas transendennya itu- subyektivitas yang hanya mengikuti jalan Tuhan dan
tidak lagi tertarik baik pada nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal (eksistensi
etis) maupun pada tuntutan pribadi dan masyarakat atau zamannya (tahap estetis).
Menyadari bahwasannya manusia adalah makhluk yang unik, tidak ada definisi baku
tentang manusia akan eksistensinya. Zaenal Abidin, dalam bukunya yang berjudul
“Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat” menjabarkan definisi manusia
dari para ahli pikir dan ahli filsafat dengan memberikan sebutan kepada manusia sesuai
dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia di bumi ini dengan definisi sebagai
berikut;
1. Manusia adalah Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi,
2. Manusia adalah Animal Rational, artinya binatang yang berpikir,
3. Manusia adalah Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa
dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun,
4. Manusia adalah Homo Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia pandai
membuat perkakas atau disebut juga Toolmaking Animal yaitu binatang yang
pandai membuat alat,
5. Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul
dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
6. Manusia adalah Homo Economicus, artinya makhluk yang tunduk pada prinsip-
prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis,
7. Manusia adalah Homo Religious, yaitu makhluk yang beragama
Pengertian manusia dalam perspektif Filsafat Hukum dijabarkan oleh Dr Serlika
Aprita, S.H., M.H dan Rio Adhitya S.T., S.H., M.Kn dalam bukunya yang berjudul
“Filsafat Hukum” dengan pembagian makna manusia kedalam 3 bagian, yakni:
Realitas manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan terdiri atas dua unsur pokok,
yaitu jasad dan roh. Jasad dimaknai sebagai elemen fisik yang terkonstruksi dari
bertemunya sperma dan ovum dalam steam sel, darah, daging, tulang, kulit, bulu, dan
unsur fisik lainnya. Adapun elemen roh merupakan unsur nonfisik pemberian Tuhan
melalui proses transformasi kehidupan. Unsur roh ini memegang posisi strategis dalam
memposisikan eksistensi manusia untuk dapat dikatakan sebagai Homo Sapiens. Tubuh
sebagai elemen jasad sesungguhnya tidak berarti apa-apa tanpa eksisnya roh di dalamnya.
Dengan roh, manusia yang terdiri atas kolektivitas jutaan sel tumbuh dan berkembang
menurut ketentuan yang telah ditetapkan Tuhan baik dalam bentuk jasad maupun pikiran.
Rohlah yang mengantarkan manusia pada fase untuk merasakan emosi senang, sedih,
bahagia, berani, takut, dan benci, dan dengan roh manusia dapat menjadi makhluk hidup
yang bermoral, bersusila, dan bersosial. Oleh sebab itu, roh dipandang sebagai sumber
kepribadian manusia yang akan mengantarkan manusia pada proses pemahaman hakikat
manusia.
Rujukan kata istilah filosofis mencirikan epistemologi yang berasal dari kata
epistemik; episteme (informasi) dan logos (penyelidikan dan hipotesis) hipotesis
informasi, penyelidikan awal, pengandaian esensial, karakter, jangkauan, dan ketepatan
(kebenaran, ketergantungan, dan legitimasi) informasi. Bagian dari teori yang
mengajukan bentuk kata tanya, Apakah keadaan antara ide-ide, misalnya, keyakinan,
informasi, penilaian, kebenaran, realitas, kesalahan, pikiran kreatif, konseptualisasi,
kebenaran, masuk akal, jaminan dan (Tim Penulis Rosda, 1995).
Premis epistemologi sains adalah teknik logis, khususnya, cara sains mengatur
informasi yang benar. Teknik logis adalah strategi untuk memperoleh informasi. Sejalan
dengan itu, sains adalah informasi yang diperoleh melalui strategi logis. Dengan cara ini,
strategi logis menjadi penentuan informasi menjadi sains, sehingga memiliki kapasitas
vital dalam sains. Epistemologi hanya dapat diartikan sebagai bagian dari penalaran yang
mengkaji informasi atau informasi tentang informasi, dan sekarang disinggung sebagai
"hipotesis informasi" (Hebat, Loren, 2002). Selain itu juga dapat diartikan sebagai ilmu
yang berbicara tentang validitas, perolehan, konstruksi, strategi, dan legitimasi ilmu
(Azra, 1999).
Pengetahuan yang didapat melalui indra bersifat internal pada dasarnya berperan
pada proses penciptaan persepsi. Panca indra internal bekerja untuk menstimulasi
ingatan, imajinasi, dan akal sehat sehingga akan berfungsi dalam menyempurnakan kerja
panca indra ekstern yang merespons benda di sekelilingnya. Oleh karena itu,
pengetahuan yang diperoleh melalui indra tidaklah dapat dikesampingkan dalam proses
mendapatkan pengetahuan
Sains atauu science dalam bahasa inggris didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa
Indonesia kedalam dua arti, pertama sebagai pengetahuan sistematis tentang alam dan
dunia fisik, termasuk di dalamnya, botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dan
sebagainya; ilmu pengetahuan alam; dan kedua, pengetahuan sistematis yang diperoleh
dari sesuatu observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar
atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya. Hakikat
pengetahuan yang diperoleh melalui science adalah pengetahuan rasional empiris.
Sehingga hipotesis yang dihasilkannya pun harus berdasarkan rasio dengan hipotesis
rasional dan dapat dibuktikan secara empiris, yakni kebenarannya harus mengikuti
prosedur metode ilmiah.
Sains menekankan pada alur pikir yang rasional-empiris. Jika kerangka alur pikir
dalam perolehan pengetahuan melalui science dengan metode ilmiah, maka dapat
dirumuskan dalam bentuk baku metode ilmiah yaitu rasionale hypothetico verificatif
(buktikan bahwa itu rasional tarik hipotesis, ajukan bukti empiris). Pada dasarnya, cara
kerja science adalah kerja mencari hubungan sebab akibat atau mencari pengaruh sesuatu
terhadap yang lain. Science tidak memberikan nilai baik atau buruk, halal atau haram,
sopan atau tidak sopan, indah atau tidak indah, science hanya memberikan nilai benar
atau salah.
Proses pemberian jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan dalam ranah science
dapat dilakukan dengan uji empiris lewat pengidentifikasian masalah, mencari teori yang
berhubungan dengan masalah yang diuji dan menyelesaikan hal yang diuji melalui
literatur yang disesuaikan dengan masalah dan penyebab masalah agar dapat diselesaikan
melalui tindakan yang rasional.
3. Pengetahuan yang Diperoleh Melalui Filsafat
Materi pada bagian ini menyadur pemahaman dari dalam buku berjudul “Filsafat
Hukum”. Buku tersebut menjabarkan bahwasannya filsafat terdiri atas kata philein yang
berarti cinta dan hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh.
Dengan pengertian khusus, karena filsafat telah mengalami perkembangan yang cukup
lama dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks, maka timbul berbagai pendapat
tentang arti filsafat dengan kekhususan masing-masing. Berbagai pendapat khusus
tentang filsafat, seperti: a. Rasionalisme yang mengagungkan akal. b. Materialisme yang
mengagungkan materi. c. Idealisme yang mengagungkan ide. d. Hedonisme yang
mengagungkan kesenangan. e. Stoikisme yang mengagungkan tabiat saleh.
Perbedaan pandangan dalam filsafat adalah sesuatu yang lumrah. Hal ini
dikarenakan setiap orang mencoba mengonstruksi bangunan filsafat yang diketahuinya
berdasarkan proses yang dilaluinya, baik dalam konteks makrokosmos maupun
mikrokosmos. Perbedaan ini juga dipengaruhi oleh kebebasan berpikir yang melingkupi
para penggiat filsafat sejak dahulu hingga sekarang untuk menemukan kebenaran dan
kebijaksanaan. Perbedaan tersebut juga telah bermuara pada lahirnya aliran-aliran yang
mempunyai kekhususan masing-masing, yang menekankan kepada sesuatu yang
dianggap dan harus diberi tempat yang tinggi. Oleh karena itu, berangkat pada deskripsi
di atas, maka filsafat dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Filsafat adalah hasil pikiran
manusia yang kritis dan dinyatakan dalam bentuk yang sistematis. b. Filsafat adalah hasil
pikiran manusia yang paling dalam
Mistik adalah pengetahuan yang irrasional atau tidak masuk akal. Adapun
pengertian mistik bila dikaitkan dengan agama adalah pengetahuan ajaran atau keyakinan
tentang Tuhan yang diperoleh melalui meditasi spiritual, bebas dari ketergantungan pada
indra dan rasionalitas. Pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang tidak dapat
dipahami oleh rasio, maksudnya hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat
dijelaskan secara rasional. Pengetahuan ini kadang-kadang memiliki bukti empiris tetapi
kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris.
Pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang dalam bahasa lain dapat disebutkan
sebagai metarasional. Metarasional ini adalah suatu tahapan yang menunjukkan
keterbatasan alam pikir manusia, akan tetapi objek keterbatasan tersebut tetaplah sesuatu
yang rasional. Dalam konteks objek pengetahuan mistik, maka sifat objek tersebut juga
merujuk pada sifat metarasional. Objek dalam pandangan metarasional adalah sesuatu
yang tidak dapat dipahami oleh rasio manusia, tetapi empiris sifatnya. Adapun hasil yang
dicapai pun metarasional
Manusia adalah mahluk mulia. Perkembangan mahluk manusia telah jauh Iebih
pesat dari mahluk lainnya dalam hal berkehidupan. Manusia dibekali otak yang selain
mengatur gerak tubuh secara motorik, otak manusia mampu berpikir dan berkreasi,
sehingga dengan berimajinasi manusia dapat bertahan hidup.
Terciptanya manusia sebagai makhluk dengan memiliki akal budi dan adab membawa manusia
kedalam kemampuan untuk berpikir terus-menerus sampai menghasilkan suatu produk budaya
sampai ilmu pengetahuan. Kemampuan ini terbatas hanya dimiliki oleh manusia tanpa terkecuali,
lewat imajinasi dari pola pikir yang terus menerus pada akhirnya akan menemukan
pengetahuan yang mensejahterakan kehidupan manusia dan sepanjang kehidupan manusia
telah sedemikan banyak pengetahuan yang telah dikembangkan untuk memahami alam ini
dan terutama tentang apa dan. siapakah manusia, tetapi semakin bertambah pula
ketidaktahuan tentang alam dan manusia itu sendiri.
Keterkaitan antara manusia dan pengetahuan adalah keterkaitan yang tak terelakan dan
selalu akan berdampingan. Manusia memerlukan pengetahuan atas kepentingan fungsi dan
kegunaannya untuk terus bertahan hidup selama eksistensi mereka masih ada. Manusia
dapat memperoleh ilmu sedari mereka kecil dengan memerhatikan informasi yang diberikan
oleh indra yang dimiliki, menimba ilmu lewat pendidikan formal untuuk mendapatkan
pengetahuan empirik, mempertanyakan eksistensi material dan lainnya lewat kata tanya
filsafat sampai mendapatkan pengetahuan melalui keyakinan atas keimanan yang dianut.
Perkembangan ilmu pengetahuan akan terus berkembang tanpa henti serupa halnya dengan
kebutuhan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan pada setiap zamannya akan
membawa manusia kepada versi terbarunya yang adaptif sesuai dengan masa dimana ia
tinggal.
B. SARAN
Dengan memerhatikan nilai dari manusia yang mampu berpikir, mempertanyakan eksistensi
sesuatu dalam dunia ini, sudah sepatutnya manusia tidak pernah berhenti untuk
mendapatkan pengetahuan. Tidak terbatas pada pendidikan formal di bangku lembaga
pendidikan, manusia mampu menyerap berbagai informasi secara tak terbatas dengan
menekankan kepercayaan pada dirinya termasuk mampu mengontrol dirinya agar selalu
berkembang. Tidak ada batasan untuk kita semua selalu melakukan pengembangan diri, dan
sebagai manusia sudah sepatutnya kita memanfaatkan rahmat yang diberikan berupa akal
budi dan adab untuk terus melangsungkan kehidupan dalam versi terbaik bagi setiap
indvidu.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.Serlika Aprita, S.H., M.H dan Rio Adhitya, S.T, S.H., M. K. (2020). Filsafat Hukum.
Mufrizon, H. (2005). Hubungan Manusia, Alam dan Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah
Sederhana. Proceeding. Seminar Nasional PESAT, 23–24.
Parida, P., Syukri, A., Badarussyamsi, B., & Fadhil Rizki, A. (2021). Kontruksi Epistimologi
Ilmu Pengetahuan. Jurnal Filsafat Indonesia, 4(3), 273.
https://doi.org/10.23887/jfi.v4i3.35503
She, L., & By, V. (2006). BAB V - Pharmacology. Manusia Nilai, Moral Dan Hukum, 276–327.
Zainal Abidin, 1962-; Siti Lailan Azizah. (2006). Filsafat manusia : Memahami manusia melalui
filsafat / Zainal Abidin ; editor, Siti Lailan Azizah. Bandung :: Remaja Rosdakarya,.
Zain, M. (2018). Pengetahuan dan manusia (hakekat dan tujuan). Filsafat Ilmu, December, 0–7.
https://www.researchgate.net/publication/329371546_PENGETAHUAN_DAN_MANUS
IA_HAKEKAT_DAN_TUJUAN