Anda di halaman 1dari 7

REVIEW JURNAL TEKNOLOGI BIOPROSES

Nama Evita Wahyu Pulungan


NIM 227022004
Program Studi Magister Teknik Kimia
Topik Kinetika Reaksi Enzimatis
Penulis Efri Mardawati, Budi Mandra Harahap, Nisa Wulandari dan Devi
Maulida Rahmah
Tahun 2019
Judul Karakterisasi Produk dan Pemodelan Kinetika Enzimatik Alfa-
Amilase pada Produksi Sirup Glukosa dari Pati jagung (Zea Mays)
Jurnal Jurnal Industri Pertanian
Volume dan Halaman Volume 01 No. 01 dan Halaman 11-20

PENDAHULUAN
Jurnal ini difokuskan pada karakteristik dan pemodelan kinetika enzimatik alfa-
amilase untuk produksi sirup glukosa dari pati jagung. Dunia industri makanan dan minuman
di Indonesia memiliki kecenderungan untuk menggunakan sirup glukosa, karena memiliki
beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan sirup sukrosa diantaranya adalah sirup
glukosa tidak mengkristal seperti sukrosa pada temperatur yang tinggi dan inti kristal tidak
terbentuk sampai larutan sirup glukosa mencapai kejenuhan 75%. Pemilihan jagung sebagai
bahan baku dalam penelitian ini didasari oleh komoditas padi yang banyak dikembangkan di
Indonesia, jagung juga memiliki komponen utama berupa pati dengan kadar 70% dari bobot
biji selain itu dalam dunia bahan pangan pati jagung dapat diolah menjadi sirup glukosa,
sirup jagung fruktosa tinggi, dekstrosa dan maltodekstrin. Dalam jurnal ini penulis membahas
tentang metode pembuatan sirup glukosa dari pati yaitu metode hidrolisis secara enzimatik.
Sirup glukosa dapat dihasilkan dengan dua metode yang berbeda yaitu hidrolisis pati secara
asam dan hidrolisis pati secara enzimatik. Hidrolisis pati secara asam memutus rantai pati
yang secara acak sedangkan hidrolisis pati secara enzimatik memutus rantai pati secara
spesifik pada percabangan tertentu, selain itu hidrolisis pati secara enzimatim juga memiliki
beberapa keuntungan lainnya yaitu prosesnya yang lebih spesifik, kondisi proses dapat
dikontrol, biaya pemurnian lebih murah, menghasilkan abu dan produk samping yang lebih
sedikit serta kerusakan warnanya dapat diminimalisir. Oleh karena ini, dalam jurnal ini
peneliti menggunakan metode hidrolisis pati secara enzimatik.

METODOLOGI
Karakterisasi produk dan pemodelan kinetika enzimatik alfa-amilase pada produksi
sirup glukosa dari pati jagung dalam jurnal ini penulis menggunakan metode hidrolisis pati
secara enzimatik karena berbagai keuntungan yang dimiliki proses ini seperti yang telah
diuraikan sebelumnya. Metode hidrolisis pati secara enzimatik terdiri dari dua tahapan yaitu
tahap likuifikasi menggunakan enzim alfa-amilase dan tahap sakarifikasi menggunakan
campuran enzim glukoamilase dan pullunase. Sebelum tahapan hidrolisis pati, peneliti
terlebih dahulu membuat pati yang akan dihidrolisis. Bahan baku yang akan dijadikan pati
dalam jurnal ini adalah biji jagung.
a. Pembuatan Pati Jagung
Biji jagung direndam dalam larutan Na 2SO3 0,2% dengan perbandingan 1:2 selama 48
jam pada temperature 50°C, tujuan dilakukan perendaman dengan larutan Na 2SO3 adalah
untuk menghasilkan rendemen yang lebih banyak. Setelah proses perendaman selesai, biji
campur dengan air (1:1) kemudian digiling kasar menggunakan blender selama 15 detik
dengan kecepatan yang rendah. Lembaga dan pecahan kernel dipisahakan dengan teknik
pengapungan menggunkan air (1:4). Pecahan kernel yang mengendap dihaluskan dengan
air (1:6) menggunakan blender dengan kecepatan tinggi selama 2 menit. Bubur jagung
disaring menggunakan kain saring agar ampas dan filtrat terpisah. Filtrat didekantasi
selama 12 jam, setelah itu endapan (pati) yang dihasilkan dibilas menggunakan NaOH
0,1N. Kemudian dicuci menggunakan air dengan perbandingan 2:1 dan dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali. Pati diringkan menggunakan oven dengan suhu 50°C selama
6 jam hingga kadar air kurang dari 15%.
b. Likuifikasi Pati
Suspensi pati jagung divariasikan konsentrasinya yaitu 15%, 20%, 25%, 30% dan
35% (b/v) dan diatur pada pH 5,4 dengan penambahan HCl 0,1 N. Proses hidrolisi dilkaukan
pada temperatur 90°C selama 50 menit dengan penambahan enzim α-amilase sebanyak 0,65
mL/kg (v/b). Pengambilan sampel dilakukan pada menit ke 0, 10, 20, 30, 40 dan 50 menit.
Sampel tersebut diinaktifasi dengan menambahkan HCl 0,1N hingga pH mencapai 3,8.
Supernatan dipisahkan dari padatan menggunakan centrifuge selama 10 menit dengan
kecepatan 3.000 rpm. Kandungan gula pereduksi pada supernatan diuji dengan metode DNS
(Dinitrosalicylic acid). Kemudian inaktifasi enzim hasil likuifikasi dilakukan dengan
penambahan HCl 0,1N hingga pH 4,3.
c. Sakarikasi
Dextrozyme DX 1,5X (campuran glukoamilase dan pullunase) ditambahkan kedalam
dekstrin sebanyak 0,84 mL/kg (v/b), proses hidrolisis berlangsung selama 48 jam dengan
temperatur 60°C. Inaktifasi enzim hasil sakarifikasi dilakukan dengan penambahan HCl 0,1N
hingga pH 3,8. Sirup glukosa kemudian dinetralkan menggunakan NaOH 0,1N hingga
mencapai pH 7. Sirup glukosa hasil sakarifikasi disaring untuk memisahkan partikel-partikel
kasar, serat, lemak dan protein yang menggumpal selama proses sakarifikasi. Filtrat
kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator hingga kekentalan mencapai 40%
(b/v).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa yang dilakukan peneliti dalam jurnal ini adalah terhadap sirup glukosa dan
deksrin. Analisa terhadap sirup glukosa meliputi kadar abu, kadar gula pereduksi metode
DNS, kadar pdaatan terlarut metode refraktometri, yield hidrolisis dan penentuan perlakukan
terpilih. Sedangkan analisa terhadap dekstrin yaitu analisa nilai DE, kinetika reaksi enzimatik
α-amilase (Nilai KM dan Vmaks), dan validasi nilai konstanta Michaelis-Menten.
1. Kadar abu sirup glukosa
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran organik. Kadar abu yang
terkandung dalam sirup glukosa berasal dari pati yang digunakan, penyesuaian pH selama
proses hidrolisis atau proses pemurnian. Kadar abu sirup glukosa terhadap konsentrasi
substrat ditunjukkan oleh gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antara Kadar Abu Sirup Glukosa terhadap


Konsentrasi Substrat

Berdasarkan grafik 1 diatas dan hasil analisa regresi terdapat hubungan antara kadar abu
sirup glukosa terhadap konsentrasi substrat dengan berupa kurva linier y = 0,0051x + 0,1206.
Kadar abu yang dihasilkan berkisar antara 0,2044-0,2965%. Kadar abu yang dihasilkan
dalam penelitian ini memenuhi standar SNI 01-2978-1992yaitu maksimal 1%.
2. Kadar gula pereduksi sirup glukosa
Sebagian besar gula yang dihasilkan pada proses hidrolisis pati adalah gula pereduksi,
sehingga pengukuran kandungan gula pereduksi dapat dijadikan alat pengontrol kualitas hasil
penelitian hidrolisis pati. Kadar gula pereduksi sirup glukosa terhadap konsentrasi substrat
ditunjukkan oleh gambar 2.

Gambar 2. Hubungan antara Kadar Gula Pereduksi Sirup Glukosa terhadap


Konsentrasi Substrat
Berdasarkan grafik 2 diatas dan hasil analisa regresi terdapat hubungan antara kadar gula
pereduksi sirup glukosa terhadap konsentrasi substrat dengan berupa persamaan linier y =
2,5258x – 8,9052. Hasil tertinggi kadar gula pereduksi terdapat pada konsentrasi substrat
35% yaitu sebesar 78,478%. Sedangkan kadar gula pereduksi terendah terdapat pada
konsentrasi substrat 15% yaitu sebesar 29,742%. Kadar gula pereduksi dalam penelitian ini
memenuhi standar SNI 01-2978-1992 untuk sirup glukosa yaitu minimal 30%. Grafik 2
menunjukkan bahwa gula pereduksi sirup glukosa yang dihasilkan akan semakin meningkat
jika konsentrasi substrat yang digunakan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena
peningkatan konsentrasi substrat dapat meningkatkan reaksi enzim, kecepatan reaksi (V)
yang dikatalisis enzim meningkat dengan bertambahnya konsentrasi substrat (S) hingga
mencapai keadaan dimana penambahan konsentrasi substrat (S) tidak lagi meningkatkan laju
awal reaksi dan bila semua enzim dalam keadaan jenuh oleh substrat (ES) maka laju reaksi
akan mencapai keadaan maksimum.
3. Kadar padatan terlarut sirup glukosa
Indeks bias sirup glukosa dapat diukur menggunakan refraktometer yang berkaitan
langsung dengan kandungan padatan kering, dan digunakan oleh industri untuk mengontrol
proses evaporasi. Kadar padatan terlarut sirup glukosa terhadap konsentrasi substrat
ditunjukkan oleh gambar 3.

Gambar 3. Hubungan antara Kadar Padatan Terlarut Sirup Glukosa terhadap


Konsentrasi Substrat

Grafik 3 diatas menunjukkan bahwa kadar padatan terlarut berkisar antara 41,10 –
55,70°Brix. Derajat Brix merupakan jumlah zat pada semua yang larut (dalam gram) setiap
100 gram larutan. Kadar padatan terlarut yang ditunjukkan oleh grafik 3 cenderung
mengalami peningkatan bila konsentrasi substrat semakin meningkat, tetapi pada konsentrasi
substrat 20% dan 25% nilai kadar padatan terlarut lebih rendah dibandingkan konsentrasi
substrat 15%. Hal ini dapat disebabkan adanya komponen lain selain glukosa yang terukur
sebagai kadar padatan terlarut sirup glukosa, komponen itu dapat berupa asam organik,
sukrosa, gula reduksi, garam dan protein yang sangat mempengaruhi nilai °Brix.
4. Yield Hidrolisis Sirup Glukosa
Yield hidrolisis menunjukkan seberapa besr glukosa yang dihasilkan dalam proses
hidrolisis dalam satuan persen. Yield hidrolisis sirup glukosa terhadap konsentrasi substrat
ditunjukkan oleh gambar 4.

Gambar 4. Hubungan antara Yield Hidrolisis Sirup Glukosa terhadap


Konsentrasi Substrat

Berdasarkan grafik 4 diatas dan hasil analisa regresi terdapat hubungan antara keduanya
berupa kurva linier y = 3,1126x – 10,974. Grafik ini juga menunjukan bahwa semakin tinggi
konsentrasi dari substrat akan menghasilkan yield hidrolisis yang tinggi juga. Yield hidrolisis
yang dihasilkan berkisar antara 36,6530 – 96,7129%. Besarnya nilai 7129%. Besarnya nilai
yield tergantung pada konsentrasi substrat, jenis pati, konsentrasi enzim, waktu hidrolisis,
kecepatan agitasi, ukuran granula pati, dan viskositas pati.
5. Perlakuan Terpilih
Metode yang digunakan untuk menentukan perlakuan yang terpilih pada jurnal ini
adalah dengan menggunakan metode indeks efektivitas. Hasil analisa dengan metode indeks
efektivitas ditunjukan pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Matriks Perlakuan Terpilih Masing-Masing Perlakuan

Berdasarkan matriks perlakuan pada tabel 1, perlakuan yang terpilih adalah


konsentrasi pati jagung 35% karena memiliki nilai total perlakuan yang tertinggi dan
memenuhi standart SNI 01-2978-1992 untuk kadar gula pereduksi minimal 30% dan kadar
abu maksimal 1%.
6. Dextrose Equivalent (DE) Dekstrin
DE merupakan ukuran total dari gula pereduksi yang dihitung sebagai D-glukosa
berdasrakan berat kering. Dextrose equivalent dekstrin terhadap konsentrasi substrat
ditunjukkan oleh gambar 5.

Gambar 5. Hubungan antara Nilai DE dekstrin terhadap Konsentrasi Substrat

Gambar 5 diatas menunjukkan nilai DE dekstrin semakin meningkat hingga konsentrasi


substrat mencapai 30%, sedangkan nilai DE dekstrin pada konsentrasi substrat 35% tidak
mengalami peningkatan karena pada suatu batas konsetrasi substrat tertentu semua bagian
aktif enzim telah dipenuhi oleh substrat atau dapat dikatakan telah jenuh dengan substrat.
7. Kinetika Reaksi Enzimatik (Nilai KM dan Nilai Vmaks) α-amilase
Penetuan kinetika enzimatik α-amilase dilakukan menggunakan beberapa varisai
konsentrasi substrat pati jagung yaitu 15%, 20%, 25%, 30%, dan 35% (b/v). Proses hidrolisis
dilakukan selama 50 menit dengan selang waktu pengamatan 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 menit.
Hubungan antara nilai DE yang dihasilakn pada beberapa konsentrasi substrat dengan selang
waktu pengamatan ditunjukkan oleh gambar 6.

Gambar 6. Hubungan antara Nilai DE pada Berbagai Konsentrasi


Substrat terhadap Waktu Hidrolisis
Gambar 6 menunjukkan pada menit ke 0 nilai DE proses hidrolisis pati jagung untuk setiap
konsentrasi substrat berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena pati jagung telah mengalami
hidrolisis asam terlebih dahulu akibat penyesuaian pH yang menggunakan HCl 0,1N dan
terjadi proses pemanasan hingga mencapai suhu 90°C. HCl akan merukas ikatan polisakarida
yang terhidrolisis lebih banyak dan jumalh gula tereduksi dalam hidrolisat lebih tinggi.
Gambar 6 juga menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrolisis maka nilai DE yang
dihasilkan juga semakin besar dan pada waktu hidrolisis 40 menit, peningkatan nilai DE
sangat kecil. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu hidrolisis maka pati yang pecah
menjadi glukosa juga semakin banyak. Tetapi yield glukosa yang dihasilkan semakin
menurun apabila waktu hidrolisis semakin lama dan konsentrasi substrat semakin meningkat,
hal ini disebabkan menurunnya kemampuan enzim untuk mengubah pati menjadi glukosa.

Laju reaksi (V) yang diperoleh merupakan kecepatan awal yang diperoleh pada
konsentrasi substrat dan enzim tertentu, kemudia produk yang tertebntuk dihubungkan
dengan waktu hidrolisis, sehingga nilai V adalah:
dP -dS
V = =
dt dt
Kemudian memvariasikan konsentrasi substrat dengan menggunkan konsentrasi
enzim yang sama sehingga menghasilkan satu set data yang akan menghubungkan antara
kecepatan reaksi terhadap konsentrasi substrat. Hubungan antara konsentrasi substrat pati
jagung terhadap kecepatan awal enzim ditunjukkan oleh gambar 7.

Gambar 7. Hubungan antara Kecepatan Reaksi Enzimatik terhadap Konsentrasi


Pati Jagung pada Proses Hidrolisis Pati jagung
Gambar 7 diatas menunjukkan bahwa kecepatan reaksi hidrolisis meningkat tajam
hingga mencapai 0,25 g/mL pada konsentrasi substrat 25% dan kemudian meningkat hingga
0,35 g/mL pada konsentrasi substrat 35% tetapi peningkatannya mengalami pengecilan. Hal
ini disebabkan enzim sudah mengalami kejenuhan oleh substrat.

Anda mungkin juga menyukai