Artikel Puisi-Keadilan Serta Cinta
Artikel Puisi-Keadilan Serta Cinta
Keluargaku yang bak api dalam sekam, tak segan-segan saat marah hendak menikam
Begitu mudah terbakar oleh sedikit pemicu, hal kecil pun sering menjadi alasan untuk saling beradu
Disana kehidupanku tidaklah lebih dari seorang anak yang terlantar
Bukan makanan hangat yang kuterima, melainkan hanya sakit oleh karna dipukul dan ditampar
Saat pagi aku harus menahan sakitnya luka yang kuterima dimalam sebelumnya
Terasa perih dan membuatku menangis dikamar sembari berusaha menahan agar tak bersuara
Sedikit saja kesalahanku bisa membuatku merasakan siksa yang tiada terkira
Bahkan tanpa salah pun sebatang kayu dapat melayang kearahku dan membuatku terluka
Satu-satunya yang kuharapkan dalam satu hari adalah agar malam segera tiba
Sehingga aku bisa beristrahat dan melupakan semua yang telah menimpa
Tak bisa kupungkiri pagi hari justru menakutkan
Karna merupakan awal baru dari rasa sakit akan siksaan yang tak tertahankan
Apakah artinya memiliki seorang ibu ? Berikan aku jawaban atas semua ini
Apakah ayah adalah tempat bersandar saat aku layu ? sebab tak pernah sekalipun itu terjadi
Aku memiliki orang tua, namun aku sebatangkara
Terjebak dalam suasana rumah yang penuh akan bahaya
Ibuku seperti malaikat penyiksa yang haus dan lapar akan jeritan dan rasa takut
Berulang kali aku merasa dicoba untuk dibunuh dan dicampakkan kedalam maut
Ayahku yang selalu memandang rendah diriku seakan tak lebih dari debu dan kotoran
Begitu hina aku dimatanya hingga tak ingin jika diriku dan dirinya bersentuhan
Aku tak berani dalam melangkah, takut jika nanti aku salah arah
Kemudian aku kembali membuat salah yang berujung pada luka yang semakin parah
Aku begitu tertakan, takut untuk dapat melawan
Hanya mampu dapat merelakan, dan pasrah terhadap bagaimana aku diperlakukan
Aku sampai lelah berharap, semakin aku melakukannya, semakin juga aku jatuh dalam kecewa
Sakitnya melebihi luka fisik yang kudapat, begitu sukar untuk dipulihkan saat jiwa ini terkena
Aku hilang semangat dan ingin mengeluh serta marah
Namun aku tak mampu, hanya bisa terus berada dijalan ini meski aku tak tau arah
Aku bersusah-susah dalam hidupku mencari cinta yang tak pernah kudapati
Namun, hanya khianat yang diberikan oleh sang kekasih hati
Ia menikamku ketika aku sudah mulai merasa pulih
Meninggalkanku tergelatak tak berdaya bersama rasa perih
Padahal kata-katanya diawal amat lembut didengar, tak sadar jika ia ternyata seorang bar-bar
Berjubahkan sutra yang tutupi diri, namun dalamnya penuh dusta dan juga duri
Awalnya tatapannya terasa hangat, namun lama kelamaan terasa semakin menyengat
Membakar kulitku hingga melepuh, dan hancurkan tubuhkan hingga tak lagi utuh
Kenangan yang kubangun bersamanya begitu indah, begitulah pikirku
Namun ia anggap semua itu hanya sampah, dilupakan begitu mudah dan dibiarkan berlalu
Seperti angin yang hanya mampir sesaat dan hilang seketika
Demikian aku dalam hidupnya yang tak membekas dan hilang tiba-tiba
Aku tak lagi punya sesuatu untuk dapat dijadikan tempat curahan hati
Semua meninggalkanku tanpa aku tahu alasanku dijauhi
Andai langit bumi ini dapat kutanyai
Ingin kutuntut jawaban dari mereka yang selama ini hanya mengamati
Aku takkan mati begitu saja tanpa memiliki kebebasan yang sesungguhnya
Takkan kubiarkan wajah tanpa senyuman ini berlangsung selamanya
Akan kuubah jeritan rasa sakit menjadi gema suara akan tawa
Melepas pakaian kotor menjadi jubah agung dan duduk disinggasana