Kondisi Awal Indonesia Merdeka Dikutip Dari Situs Resmi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan RI-1
Kondisi Awal Indonesia Merdeka Dikutip Dari Situs Resmi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan RI-1
Disusun Oleh:
ALYA SHABRINA AFFANDI
03/XI-E
Secara politis
keadaan indonesia pada
awal kemerdekaan belum
begitu mapan. Ketegangan,
kekacauan, dan berbagai
insiden masih terus terjadi.
Sebagai contoh rakyat
indonesia masih harus
bentrok dengan sisa-sisa
kekuatan jepang.
Kondisi perekonomian ini semakin parah karena adanya blokade. Belanda juga
terus memberi tekanan dan teror terhadap pemerintah indonesia. Sehingga pada tanggal
4 januari 1946 Ibu kota RI pindah ke Yogyakarta. Pada 1ktober 1946, indonesia
mengeluarkan uang RI yang disebut ORL uang NICA dinyatakan sebagai alat tukar
yang tidak sah. dibidang politik bangsa Indonesia mengambil langkah-langkah untuk
melengkapi syarat-syarat berdirinya Negara yang berdaulat antara lain:
a. Daerah (wilayah)
b.Rakyat Indonesia
https://sway.com/s/MlZzfF19v3YWtJdY/embed?accessible=true&host=dd
3. Peran Penting Pendidikan dalam Meraih Kemerdekaan Indonesia
Betapa bahagianya seluruh rakyat Indonesia kala itu ketika mendengar Soekarno
memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Setelah terkekang oleh belenggu
kolonialisme, akhirnya
Indonesia bisa menghirup
udara bebas kemerdekaan.
Namun, tak mudah
perjuangan bangsa ini untuk
bisa meraih kemerdekaan.
Seluruh elemen rakyat
bersatu untuk
memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Selain perjuangan fisik, pendidikan juga berperan penting
dalam pergerakan nasional menuju kemerdekaan melalui pemikiran kritis dan juga
diplomasi para tokoh intelektual bangsa. Sebelum pelaksanaan Politik Etis (1902), di
Indonesia sudah ada pendidikan nonformal, adat, dan juga adat yang sifatnya masih
tradisional. Namun, semua itu masih memberikan wawasan yang terbatas kurang
berorientasi ke masa depan. Akibatnya, banyak dari mereka yang tidak dapat mengikuti
perkembangan zaman.
Awal mula pendidikan yang diberikan bagi masyarakat pribumi oleh pemerintah
Hindia-Belanda dilatarbelakangi permasalahan penyakit menular yang terjadi di
Banyumas pada tahun 1847. Kala itu, banyak penyakit menular seperti tifus, kolera,
disentri, dan sebagainya yang melanda. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah
Hindia-Belanda memberikan pelatihan “juru suntik” bagi pemuda yang kelak akan
menjadi penyuluh kesehatan di daerahnya masing-masing. Berkaca pada pengalaman di
Banyumas, mulailah direncanakan pendidikan kedokteran dengan sistem pendidikan 3
tahun. Untuk melaksanakan pendidikan tersebut dikeluarkan Surat Keputusan
Pemerintah No. 3 Tahun 1856 tertanggal 11 Mei 1856. Kepada para lulusan sekolah
tersebut diberikan gelar “Dokter Jawa”. Oleh karena itu sekolahnya disebut “Sekolah
Dokter Jawa”.
Faktor yang semakin membuka jalan meraih kemerdekaan adalah kebijakan
Politik Etis yang dilakukan oleh pemerintah Hindia-Belanda. Politik Etis adalah
“Politik Balas Budi” karena rakyat di tanah jajahan turut memberikan keuntungan bagi
pemerintah kolonialisme. Dalam trilogi Politik Etis, ada tiga hal yang diberikan kepada
masyarakat pribumi. Ketiga hal tersebut adalah irigasi (pengairan), migrasi
(perpindahan penduduk), dan juga edukasi (pendidikan). Namun, dari ketiga hal
tersebut hanya pendidikanlah yang memiliki dampak signifikan terhadap perubahan.
Politik Etis dilaksanakan pada tahun 1902, sehingga sejak tahun tersebut para
pemuda Indonesia semakin banyak yang mendapatkan pendidikan sistem Barat. Tidak
hanya di bidang kedokteran yang diberikan sistem Barat, melainkan juga pengetahuan
umum (ilmu bumi, sejarah, dan sebagainya) diberikan dalam pendidikan tersebut.
Walaupun pelaksanaannya tetap diskriminatif dan selektif, tetapi dampak pendidikan
tersebut sangat positif bagi rakyat Indonesia. Wawasan kebangsaan dan rasa cinta tanah
air semakin mendalam, sehingga mudah terjalin rasa persatuan dan kesatuan.
Seiring berjalannya waktu (ditambah adanya Politik Etis), Sekolah Dokter Jawa
pun bertransformasi menjadi STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen)
pada awal abad ke-20. Di sinilah tempat lahirnya para kaum cendekiawan yang juga
sekaligus melahirkan organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia pada 1908,
Boedi Oetomo. Sebut saja tokoh-tokoh seperti dr. Sutomo, dr. Cipto Mangunkusumo,
Gunawan, Suraji, Suryadi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), dan R.T. Ario
Tirtokusumo.
Setelah itu, mulai banyak tokoh-tokoh yang juga peduli akan pendidikan anak
bangsa. Semangat akan mengedukasi rakyat Indonesia pun diiringi dengan munculnya
lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pendidikan seperti Sekolah Rakyat,
Perguruan Taman Siswa, Pendidikan INS (lndonesisch Nederlandsche School), dan
Perguruan Rakyat. Penyelenggaraan pendidikan ini dilakukan oleh pihak swasta , yang
segala sesuatunya dibiayai sendiri. Tujuan dari pendidikan ini hampir sama, yaitu
“mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka.
Hal yang perlu dicatat bahwa pendidikan pada masa kolonial Belanda, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah Hindia-Belanda maupun swasta, telah menghasilkan
para kaum cendekiawan. Tak sedikit dari mereka yang menjadi pelopor pergerakan
nasional. Mulai dari Wahidin Sudirohusodo, dr. Sutomo. dr. Cipto Mangunkusumo, H.
Agus Salim, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta. Mr. Moh. Yamin. Mr. Sunario. Ki Hajar
Dewantara, dan lain-lain. kesemuanya pendidikan zaman kolonial Belanda. Tokoh-
tokoh tersebut memiliki kemampuan ilmiah dan berwawasan kebangsaan yang mantap.
Lewat pendidikan, mereka juga turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Lewat
pendidikan juga para tokoh tersebut dibekali “senjata” yang lebih berbahaya ketimbang
senapan api. Mari kita tundukkan kepala sejenak untuk mengenang dan menghargai
mereka para pahlawan yang berjuang melalui pemikirannya. Semoga Sobat SMP di
masa sekarang juga bisa turut mengharumkan nama Indonesia di mata dunia lewat
pendidikan!
https://ditsmp.kemdikbud.go.id/peran-penting-pendidikan-dalam-meraih-kemerdekaan-
indonesia/#:~:text=Selain%20perjuangan%20fisik%2C%20pendidikan
%20juga,diplomasi%20para%20tokoh%20intelektual%20bangsa.