NPM : 2306304954 Tugas : Ringkasan Buku “Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches” Bab 4 – Neuman (2014)
The Meanings of Methodology
Banyak orang mempertanyakan apakah ilmu sosial merupakan ilmu yang “asli”. Ilmu sendiri dapat diartikan dalam dua cara, yaitu, dari apa yang dikerjakan ilmuan dan bagiamana institusi pengetahuan beroperasi, dan dari apa yang sudah disebarkan oleh filsuf sebagai makna utama dari pengetahuan di era abad ke 21 ini. Pertanyaan terkait apakah ilmu sosial merupakan ilmu yang asli atau tidak, masih berlangsung hingga saat ini. Pertanyaan ini tentunya tidak memiliki satu jawaban saja, karena tidak hanya satu cara yang bisa dilakuan untuk mempelajari sebuah ilmu, akan tetapi, ada ilmu-ilmu lain yang diperlukan, atau beberapa pendekatan alternatif. Pendekatan sendiri merupakan sebuah terminology yang bersifat umum, lebih luas dibandingkan teori atau metodologi. Ia meliputi epistemology atau pertanyaan mengenai teori pengetahuan, tujuan penelitian (Della Porta & Keating, 2014). Tak hanya itu, pendekatan penelitian sosial yang menonjol di setiap negara mungkin akan berbeda (Abend, 2006). Pendekatan yang beragam jenisnya mungkin akan terlihat membingungkan di awal, namun, setelah dipelajari, kita dapat mengetahui aspek lain dari penelitian dan teori dengan lebih jelas Misalnya, beberapa Teknik riset seperti eksperimen dan observasi peserta akan lebih masuk akal jika kita sudah mengetahui logika dan asumsi yang mendasarinya. Tak hanya itu, Pendekatan akan membantu kita memahami beragam perspektif yang akan ditemui Ketika membaca berbagai penelitian sosial. Pendekatan juga akan membantu kita dalam memilih alternatif tipe riset yang akan digunakan dalam meneliti. Terdapat dua dasar filosofis yang mendasari penelitian sosial, yaitu asumsi ontologis dan asumsi epistemologis. Dengan merefleksikan dan memahami asumsi yang mendasari penelitian, kita dapat berpikir lebih jernih. Asumsi ontologis memperhatikan segala sesuatu yang sudah ada, atau sifat dasar dari realitas. Dalam asumsi ontologis, terdapat dua posisi, yaitu Realist dan Nominalist. Realist melihat dunia sebagai sesuatu yang sudah ada diluar sana. Dunia sudah tersusun dan terpisah dari pikiran dan asumsi kita terhadapnya, dan kita tinggal menemukan dan mengeksplorasi susunan yang sudah ada tersebut. Sedangkan menurut Nominalist, pengalaman kita terhadap “Dunia nyata”, pasti selalu didasari dengan interpretasi dan subjektivitas dalam kita sebelum bertemu dunia nyata diluar sana tersebut. Lebih konkretnya, ada sebuah contoh yang diberikan Neuman. Ketika melihat sebuah karpet, seorang realist akan melihat karpet sebagai sebuah benda yang menutupi lantai dan kita bisa berjalan diatasnya. Sedangkan seorang nominalist akan mempertanyakan kira-kira benda apa karpet tersebut, dari apa ia terbuat, digunakan untuk apa saja, bagaimana proses pembuatannya. Nominalis selalu membawa pandangan subjektif kepada suatu hal yang terlihat jelas secara fisik. Di sisi lain, Asumsi Epistemologis mempermasalahkan tentang bagaimana cara kita mengetahui tentang dunia di sekitar kita, dan apa yang membuat realita di sekitar kita tersebut benar. Epistemologis berfokus pada apa yang kita perlukan untuk menghasilkan pengetahuan, dan bagaimana pengetahuan tersebut terlihat setelah kira menghasilkannya. Jika kita mengadopsi pemikiran realist, kita dapat menghasilkan pengetahuan dengan melakukan pengamatan penuh terhadapnya. Bagi realist, ada dunia diluar sana yang nyata dan berbeda pemikiran dan persepsi kita terhadapnya. Ketika kita mendapatkan bukti empiris, kita dapat mengetahui bahwa ada pandangan kita terhadap realitas yang sesuai dengan bukti yang didapatkan, dan ada juga yang salah karena tidak ada bukti empiris yang sesuai dengan pandangan kita tersebut. Sebaliknya, jika kita berdasar kepada pemikiran nominalist, melakukan pengamatan tidak akan menghasilakan pengetahuan tentang realitas karena interpretasi pribadi dan subjektivitas akan mempengaruhi semua pengamatan. Tidak akan mungkin memisahkan hal- hal objektif diluar sana dengan interpretasi pribadi atau konteks tempat dan waktu objektivitas itu terjadi. Jalan tengahnya, untuk menghasilkan ilmu pengetahuan sosial, kita harus mengamati, menginterpretasi, dan merefleksikan apa yang dilakukan orang lain dalam kontek sosial tertentu, sembari merefleksikan perilaku tersebut dengan pengalaman dan interpretasi kira masing-masing. Untuk melakukan penelitian ilmiah dalam mempelajari realitas sosial, terdapat tiga pendekatan yang telah disaring dari berbagai argument ilmuan. Tiga pendekatan ini memberikan cara yang berbeda dalam mengamati, mengukur, dan memahami realitas sosial. Tiga pendekatan tersebut adalah Pendekatan Positivisme, Pendekatan Interpretatif, dan Pendekatan Kritis. Setiap pendekatan berkaitan dengan teori sosial yang berbeda dan beragam Teknik riset. Pendekatan sendiri mirip dengan program riset, tradisi riset, dan paradigma ilmiah. Paradigma adalah kerangka kerja umum penyusun teori dan riset yang meliputi asumsi dasar, isu utama, model dari kualitas riset, dan metode untuk mendapatkan jawaban penelitian. Pendekatan Positivisme atau Positivist Social Science merupakan pendekatan riset sosial yang mengkombinasikan logika deduktif dengan pengamatan empiris dari perilaku manusia untuk mendapatkan hukum sebat akibat yang mendasarinya, yang selanjutnya dapat digunakan untuk memprediksi pola perilaku dari aktivitas manusia. Positivisme berhubungan dengan teori sosial yang bersifat structural dan fungsional, pilihan raisonal, dan kerangka kerja teori. Penelitinya lebih memilih menggunakan data kuantitatif yang akurat, dan menggunakan metode eksperimen, survey, dan statistic. Dalam meneliti, mereka akan menguji hipotesis dengan menganalisis angka yang dihasilkan dari pengukuran. Pendekaan Interpretif atau Interpretive Social Science berdasar kepada sebuah terminology dari Jerman yang Bernama verstehen, yang berfokus kepada alasan atau motif personal yang membentuk perasaan internal dari seorang individu, yang kemudian mengarahkannya untuk melakukan sebuah Tindakan. Pendekatan Interpretif juga berkaitan dengan hermeneutics, yaitu teori terkait pemaknaan yang berfokus pada pembacaan detail terhadap teks (percakapan, tulisan, atau gambar) untuk mendapatkan pemahaman mendalam terhadap sesuatu. Oleh karenanya, penelitian yang menggunakan pendekatan Interpretif kebanyakan menggunakan observasi partisipan dan studi lapangan, yang mengharuskan kontak personal dalam jangka waktu Panjang dengan orang-orang yang mereka pelajari. Logika yang mendasari Pendekatan Interpretif adalah Induktif dan idiografis, yaitu pendekatan yang memberikan deskripsi padat terhadap sesuatu. Pendekatan Interpretif masih dipandang sebagai oposisi dari Positivisme hingga asaat ini. Salah satu perbedaan mendasar antara Pendekatan Interpretif dengan Pendakan Positivisme adalah pada asumsi mengenai cara individu memandang dunia. Pada Pendekatan positivisme, asumsinya adalah semua orang memiliki pengalaman yang sama terhadap realitas dunia disekitarnya. Sedangkan pada Pendekatan Interpretif, asumsinya adalah setiap manusia memiliki beragam interpretasi terhadap realitas disekitarnnya, dan realitas sosial terbentuk dari makna dan interpretasi yang dibentuk oleh masing-masing individu melalui interaksi sosial sehari-hari. Perbedaan lainnya adalah, pendekatan positivisme menekankan pada determinism, dimana tingkah laku seorang manusia sudah ditentukan dari factor eksternal dalam kehidupannya, seperti organisasi atau Masyarakat yang menaunginya. Sedangkan pendekatan interpretif melihat bahwa tingkah laku manusia dibentuk oleh subjektivitas dan alasan individualnya sendiri. Pendekatan selanjutnya adalah Pendekatan Kritis. Pendekatan ini memiliki kritik tersendiri terhadap masing-masing pendekatan terdahulu. Pendekatan Kritis mendukung beberapa hal yang ditentang Pendekatan Interpretif terhadap Positivisme, namun disatu sisi juga menolak beberapa poin dari pendekatan Interpretif. Pendekatan ini memandang Pendekatan Positivisme sebagai dangkal, antidemokrasi dan tidak humanis. Dan disisi lain, pendekatan ini sejalan dengan Pendekatan Interpretif yang memandang pendekatan positivisme telah gagal memahami makna dari manusia “asli” dan kemampuan mereka untuk merasa dan berpikir. Namun, Pendekatan ini juga mengkritisi Pendekatan Interpretif yang terlalu subjektif dan hanya memperhatikan situasi jangka pendek dalam kehidupan manusia, dan menganggap bahwa gagasan individu lebih penting dibandingkan kondisi sosial yang lebih structural dan jangka Panjang (misal : kemiskinan, penindasan, kekerasan) Pendekatan kritis mendefenisikan Ilmu Sosial sebagai proses kritis untuk menyelidiki sesuatu lebih dalam dari permukaan, untuk melihat struktur nyata dalam dunia, untuk membantu orang-orang mengubah kondisi dan membangun dunia yang lebih baik untuk diri mereka. Oleh karenanya, tujuan dari penelitian dalam pendeakatan ini adalah untuk mengubah relasi sosial menjadi lebih baik, dengan mengungkap control sosial, relasi kuasa, dan ketimpangan dalam kehidupan sosial itu sendiri. Lebih spesifik, Pendekatan Kritis ingin mengungkap mitos, kebenaran tersembunyi, dan memberdayakan orang-orang yang tidak berkuasa dan terpinggirkan untuk membantu mereka memperbaiki kehidupannya. Setelah melakukan sebuah studi, peneliti pendekatan kritis akan melakukan bentuk usaha agar hasil penelitiannya bisa memberikan dampak nyata terhadap perbaikan kehidupan Masyarakat. Pendekatan kritis mengadopsi aliran Realis dalam asumsi ontologis, yang melihat realitas terdiri dari beberapa lapisan: empiris, asli, nyata. Pengamatan dan pengalaman manusia terharap realitas empiris tidaklah murni, melainkan dipengaruhi oleh ide, kepercayaan, dan interpretasi masing-masing. Pendekatan kritis menyatakan bahwa dalam kehidupan manusia, ada realitas lebih mendalam yang sebelumnya telah terstruktur. Realitas ini telah ada sebelum kita mengalaminya, dan memiliki dampak nyata terhadap orang-orang. Pendekatan kritis memandang manusia sebagai bounded autonomy, dimana kehendak, pilihan, dan pengambilan kepurusan manusia bukanlah tak terbatas, melainkan dibatasi oleh Batasan budaya maupun material. Penelitian dalam Pendekatan Kritis dilandaskan pada metode Praxis, yaitu suatu cara untuk mengevaluasi teori sosial, dimana jika teori tersebut akan bernilai jika teori berhasil membantu orang-orang memahami dunia disekitarnya dan menggerakkan mereka untuk melakukan perubahan terhadapnya. Dalam pendekatan kritis, metode riset yang digunakan biasanya historical-comparative, karena metode ini berfokus pada perubaha dan membantu peneliti mengungkap struktur yang mendasari sebuah realitas. Selain tiga pendekatan diatas, terdapat dua pendekatan lain yaitu Feminisme dan Postmodern. Kedua pendekatan ini mengkritisi Positivisme dan memberikan pendekatan alternatif yang mengkombinasikan Pendekatan Interpretif dan Kritis. Pendekatan Feminisme kebanyakan dilakukan oleh Perempuan, yang memegang identitas diri sebagai femisi dan secaa sadar menggunakan perspektif feminisme. Mereka menggunakan berbagai metode penelitian, yang berusaha untuk memberdayakan dan memberi suara pada Perempuan, dan berusaha untuk memperbaiki pandangan terdahulu yang terlalu berorientasi pada laki-laki. Pendekatan feminisme mengkritik positivisme karena merepresentasikan sudut pandang laki-laki dalam kehidupan sosial; objektif, logis, task- oriented. Sebaliknya, sudut pandang Perempuan dalam kehidupan sosial lebih menekankan pada subjektivitas, empati, process-oriented. Dalam melakukan riset, peneliti Feminisme tidak objektif, namum mereka berinteraksi dan berkolaborasi dengan orang-orang yang sedang mereka pelajari. Peneliti Feminis cenderung menghindari analisis kuantitatif dan eksperimen, dan lebih memilih metode kualitatif dan studi kasus. Pendekatan Postmodernisme menolak modernisme. Modernisme sendiri berdasar kepada penalaran yang logis, optimisme terhadap masa depan, percaya dengan proses, serta mempercayai teknologi dan ilmu pengetahuan. Postmodernisme yang ekstrim bahkan menolak kemungkinan ilmu sosial, tidak mempercayai seluruh pengamatan empiris, dan meragukan kemungkinan bahwa ilmu pengetahuan dapat bertambah seiring berjalannya waktu. Postmodernisme bertujuan untuk mempresentasikan hasil penelitian dengan cara senetral dan seterpisah mungkin dari peneliti. Oleh karena itu, hasil penelitian postmodernisme mirip dengan karya seni, dan dapat dituangkan dalam bentuk fiksi, film, maupun pementasan. Diharapkan, karya tersebut dapat menghibur dan menstimulasi pengalaman dari orang-orang yang membaca atau menyaksikannya. Meskipun memiliki ciri khas nya masing-masing, dapat disimpulkan bahwa seluruh pendekatan memiliki kesamaan, dimana semua pendekatan tersebut bersifat empiris, sistematis, teoritis, terbuka untuk umum, menekankan pada refleksi diri peneliti, dan merupakan bagian dari rangkaian yang terbuka atau open-end process. Peneliti dapat menyesuaikan pendekatan yang digunakan dengan tujuan penelitiannya, karena, pendekatan hadir sebagai alat bagi peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian.