Anda di halaman 1dari 6

“Groupthink”

Teori Groupthink pertama kali dikembangkan oleh Psikolog Irving Janis. Terminologi ini
diperkenalkan oleh Janis pada studinya dengan judul serupa, yang dipublikasikan pada
Psychology Today Magazine tahun 1971. Dengan menekankan pemikiran kritis, Janis
memperlihatkan bagaimana kondisi tertentu dalam mengarahkan suatu kelompok terhadap
tingkat kepuasan kelompok yang tinggi namun hasil yang tidak efektif (Littlejohn, 2016).
Groupthink adalah hasil langsung dari kekompakan sebuah kelompok. Dalam
pengembangan teori ini, Janis menyadari bahwa kekompakan memiliki nilai potensial yang baik
untuk kelompok, namun ia juga menyadari bahaya yang datang dari kekompakan tersebut. Salah
satu bahayanya adalah, kelompok yang sangat kompak akan membuang terlalu banyak energi
dalam menjaga perbuatan baik antar sesama anggota kelompok, sehingga mengorbankan proses
pembuatan keputusan (Littlejohn, 2016).
Dalam studinya, Janis (1971) menggunakan terminologi Groupthink sebagai cara cepat
dan mudah untuk merujuk pada cara berpikir yang dilakukan seseorang ketika pencarian
kesepakatan (concurrence-seeking) menjadi begitu dominan dalam suatu kelompok yang
kohesif, yang membuat seseorang tersebut cenderung mengesampingkan penilaian realistis untuk
menentukan tindakan alternatif yang harus dilakukan.
Gejala dari Groupthink muncul ketika anggota dari kelompok yang sedang membuat
sebuah keputusan tergerak untuk menghindari untuk bersikap terlalu kasar dalam menyampaikan
penilaian terhadap gagasan dari anggota atau pemimpin kelompok. Mereka berusaha untuk
mengkritik dengan lembut, bahkan dalam pikiran mereka sendiri.
Paradoksnya, menurut Janis (1971), kelompok yang lembut terhadap satu sama lain justru
menjadi keras hati ketika harus bekerjasama dengan kelompok lain atau musuh. Mereka akan
dengan mudah melakukan suatu tindakan yang tidak manusiawi seperti membunuh banyak
masyarakat sipil atas nama kehormatan. Bagi anggota kelompok yang telah terjebak dalam
Groupthink, mereka beranggapan bahwa kelompok kita yang baik ini, dengan paham
kemanusiaan dan prinsip-prinsipnya yang luhur, mungkin mampu mengambil tindakan yang
tidak manusiawi dan tidak bermoral.
Dalam Groupthink, kepatuhan akan meningkat seiring dengan meningkatnya
kekompakan kelompok. Groupthink melibatkan penindasan yang tidak disengaja terhadap
pemikiran kritis, sebagai hasil internalisasi dari norma kelompok. Semakin kompak sebuah
kelompok, semakin besar paksaan batin dalam anggota kelompok untuk menghindari aksi yang
dapat menimbulkan perpecahan.
Dalam studinya, Janis tidak bermaksud untuk mengartikan bahwa seluruh kelompok yang
kompak terjebak dalam Groupthink. Seluruh kelompok memiliki sedikit tendensi terhadap
Groupthink, namun tidak terlalu dominan hingga mempengaruhi kualitas dari keputusan yang
diambil kelompok.
Teori Groupthink tidak hanya membahas mengenai pengambilan keputusan dalam
kelompok, tetapi juga bagaimana anggota kelompok berbagi informasi, bersosialisasi,
berhubungan dengan orang-orang dan kelompok di luar kelompok, mendidik anggota baru,
mendefinisikan peran, dan bercerita (Engleberg & Wynn, 2007; Harris & Sherblom, 2008).
Terdapat tiga asumsi dasar dalam teori ini, yaitu (1) tingkat kekompakan kelompok yang tinggi;
(2) pemecahan masalah kelompok; (3) pengambilan keputusan dalam kelompok (West & Turner,
2010).
Groupthink juga tidak selalu terlihat dengan jelas, namun ada beberapa tanda yang dapat
dilihat. Adapun terdapat delapan gejala berbeda yang dapat mengindikasikan Groupthink
(Jankins, 1971), yaitu :
1. Invulnerability: keyakinan suatu kelompok bahwa mereka cukup istimewa untuk
mengatasi segala masalah.
2. Rationale: situasi di mana anggota kelompok mengabaikan peringatan tentang keputusan
mereka.
3. Morality: anggapan bahwa anggota kelompoknya bijaksana dan baik sehingga keputusan
yang mereka ambil akan baik.
4. Stereotypes: persepsi stereotip tentang kelompok lawan.
5. Pressure: memberikan tekanan langsung terhadap anggota kelompok yang bertentangan
pemikirannya dengan kelompoknya.
6. Self-censorship: anggota kelompok meminimalkan keraguan pribadi dan argumen
berlawanan.
7. Unamity: keyakinan bahwa diam sama dengan persetujuan.
8. Mindguards: bertindak sebagai self-censor untuk menyembunyikan informasi yang
bermasalah dari kelompok.
Salah satu contoh dari teori Groupthink ini ialah Invasi Teluk Babi (The Bay of Pigs
invasion) di Kuba oleh Amerika Serikat pada tahun 1961. Dalam peristiwa tersebut, terdapat tiga
gejala Groupthink yang terlihat. Gejala pertama ialah invulnerability di mana Amerika Serikat
menganggap tentaranya tidak terkalahkan. Lalu, gejala kedua adalah stereotip yang dimiliki oleh
Amerika Serikat bahwa Kuba lemah dan tidak mampu mempertahankan keamanan militernya
tanpa mengkonfirmasi pemikiran tersebut. Gejala terakhir yaitu self-censor yang dilakukan oleh
Dean Rusk sebagai Menteri Luar Negeri dengan tidak menyuarakan argumen sebaliknya.

Studi Terkini terkait Groupthink :

1. Group-Level Resistance to Health Mandates During the COVID-19 Pandemic: A


Groupthink Approach https://psycnet.apa.org/fulltext/2020-59628-001.pdf

Intervensi dalam aspek kesehatan masyarakat, termasuk diantaranya wajib vaksin dan
karantina dalam sebuah epidemi, diperlukan untuk membatasi penyebaran virus. Namun, dalam
banyak kasus, beberapa kelompok menolak langkah tersebut. Contohnya, pada kasus pandemi
COVID-19 2020 lalu, kelompok anti karantina memprotes perintah untuk melakukan penjarakan
sosial dan karantina di rumah, dan menganggap bahwa arahan tersebut melanggar hak mereka
untuk berkumpul, bertamasya, dan bekerja.

Analisis dalam penelitian ini menguji bagaimana deskripsi media dari kelompok anti
karantina tersebut untuk menentukan apakah respon kelompok tersebut terhadap perintah
kesehatan yang diberikan berasal dari Groupthink, yang menyebabkan kehancuran dari penilaian
dan rasionalitas yang terkadang terjadi dalam kelompok yang sangat kohesif. Asumsi ini
didukung oleh bukti bahwa terdapat tingkatan tinggi dari kohesi dan isolasi dari kelompok anti
karantina tersebut. Hal lain yang digarisbawahi dari penelitian ini adalah, intervensi pada
tingkatan kelompok yang membatasi Groupthink dalam kelompok tersebut dapat mengurangi
jumlah individu yang berpartisipasi dalam kegiatan kelompok yang melanggar larangan
kesehatan yang berlaku.
2. An analysis of groupthink and decision making in a collectivism culture: the case of
a public organization in Tanzania
https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/IJPL-08-2020-0072/full/pdf?title=an-
analysis-of-groupthink-and-decision-making-in-a-collectivism-culture-the-case-of-a-public-
organization-in-tanzania

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana aspek-aspek budaya Afrika seperti
kolektivisme, jarak kekuasaan yang tinggi, dan toleransi sebagai prediktor groupthink dapat
mempengaruhi proses pembuatan keputusan pada konteks kelompok Afrika. Dalam studi ini,
yang akan menjadi studi kasus adalah organisasi sektor publik di Tanzania.
Penelitian ini dilakukan pada sebuah instansi publik di bawah kementerian perumahan
Tanzania. Populasi studi meliputi Direktur, Manager, Kepala Unit, Petugas Pendaftaran
Kecamatan, dan lainnya dari 12 wilayah administratif di Tanzania. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat kehadiran dari beberapa prediktor Groupthink seperti tingkat kepercayaan tinggi,
kepatuhan, dan kepemimpinan yang dipromosikan dalam pembuatan keputusan pada sebuah
organisasi. Lebih lanjut, keberagaman dari setiap anggota terindikasi tidak cukup untuk
menghindari Groupthink. Dan terakhir faktor penting lainnya turut bermain dalam pembuatan
keputusan kelompok, termasuk diantaranya pengaruh dari karakteristik kebudayaan Afrika.

3. Groupthink Tendencies in Top Management Team and Financial Reporting Fraud


https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00014788.2022.2145555?
needAccess=true

Penelitian ini bertujuan menyelidiki faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penipuan


pelaporan keuangan di perusahaan-perusahaan yang mempunyai risiko tinggi melakukan
penipuan. Ditemukan dalam sampel keterhubungan antar anggota top management team (TMT)
dengan penipuan pelaporan keuangan. Selain itu, ditemukan juga bahwa penipuan yang
dilakukan oleh TMT yang lebih saling terhubung akan bertahan dalam jangka waktu yang lebih
lama dan lebih sulit dideteksi. Investigasi lebih lanjut menunjukkan bahwa intensitas hubungan
antar anggota tim mempengaruhi risiko penipuan pelaporan keuangan. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa keterhubungan TMT mendorong ‘Groupthink’, yang dikaitkan dengan
proses pengambilan keputusan yang tidak berfungsi.

Referensi
Engleberg, I. N., & Wynn, D. (2007). Working in groups: Communication principles and
strategies. Boston: Allyn & Bacon.
Harris, T. E., & Sherblom, J. C. (2008). Small group and team communication. Boston: Allyn &
Bacon.
Forsyth, D. R. (2020). Group-level resistance to health mandates during the COVID-19
pandemic: A groupthink approach. Group Dynamics: Theory, Research, and Practice,
24(3), 139–152. https://doi.org/10.1037/gdn0000132
Janis, I. L. (1971). Groupthink: The desperate drive for consensus at any cost. Classics of
organization theory, 6, 185-192.
Tarmo, C. G., & Issa, F. H. (2021). An analysis of groupthink and decision making in a
collectivism culture: the case of a public organization in Tanzania. International Journal
of Public Leadership, 18(1), 15–29. https://doi.org/10.1108/ijpl-08-2020-0072
Valerie Li (2023) Groupthink tendencies in top management teams and financial reporting fraud,
Accounting and Business Research, DOI: 10.1080/00014788.2022.2145555
West, R. L., Turner, L. H., & Zhao, G. (2010). Introducing communication theory: Analysis and
application (Vol. 2). New York, NY: McGraw-Hill.

Anggota Kelompok 7:
● Najwa Ulfa Alkadrie 2306304885
● Qonitah Arya Sulthanah 2306304954

Anda mungkin juga menyukai