Anda di halaman 1dari 7

UJIAN TENGAH SEMESTER

Judul Esai:
“Budaya Partisipatif dalam Female Daily Network sebagai Bentuk Digital Labour’

Mata Kuliah : Media dan Masyarakat


Pengajar : Endah Triastuti S.Sos., M.Si., Ph.D.
Rizki Amelia Fitriyani S.Sos., M.A.

Disusun Oleh
Kelompok 6 :

Noveliyati Sabani (1606877572)


Qonitah Arya Sulthanah (1606877622)
Winina Fitri (1606916144)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
Depok, 2019
Pengantar (Winina)

Perkembangan teknologi digital membawa kemudahan yang signifikan kepada para


pengguna nya, terlebih sejak kemunculan jaringan internet. Adanya internet memberikan
kemudahan yang dapat mengubah pola komunikasi para pengguna teknologi komunikasi
tersebut. Pada bukunya yang berjudul Social Media: A Critical Introduction, Fuchs
menggambarkan bahwa perkembangan media digital mempengaruhi interaksi pengguna di
dalamnya. Hal ini tercermin dalam perubahan yang dibawa oleh platform baru yang disebut
dengan Web 2.0 oleh O’Reilly, menggantikan penggunaan Web 1.0 yang telah ada sebelum nya.
Web 1.0 sendiri menampilkan konten yang bersifat statis dengan model satu arah, dimana para
pengunjung hanya dapat melihat atau membaca konten yang ditampilkan (read only), tanpa
berinteraksi dengan pengunjung lainnya. Sementara Web 2.0 biasanya berbentuk jaringan yang
lebih dinamis, dimana pengguna atau pengunjung dapat berinteraksi dan berkomunikasi satu
sama lainnya (Wijaya et al., 2017). Adanya interaksi dua arah inilah yang kemudian
memunculkan praktik baru di dunia online, seperti pengumpulan informasi secara kolektif yang
mendorong terbentuknya budaya partisipatif di dalamnya.
Salah satu platform yang memiliki akses partisipasi bagi anggota nya adalah Female
Daily Network. Sebagai sebuah media sosial, Female Daily Network atau yang biasa disebut
dengan Female Daily merupakan wadah bagi para pengguna nya untuk membagikan dan
mengakses informasi seputar kecantikan. Pada awal pembentukannya, Female Daily
sebenarnya berawal dari forum di blog pribadi milik founder nya yaitu Hanifa dan Affi, yang
berisikan tulisan nya mengenai fashion dan kecantikan. Namun, melihat perkembangan serta
antusiasme audiens yang mulai meningkat, mereka memutuskan untuk memindahkan forum
tersebut ke domain FemaleDaily.com pada tahun 2010 dan semakin berkembang hingga kini.
Kategori dalam website Female Daily mencakup beberapa pilihan review yakni skin care, make
up, body, hair, fragrance, nails, tools, dan brands. Platform Female Daily yang telah
dikembangkan hingga saat ini, memungkinkan anggota nya untuk membagikan pengalaman
dalam penggunaan suatu produk, mendapatkan rekomendasi satu sama lainnya, dan
berinteraksi dengan ribuan pengguna lainnya secara langsung.
Fitur-fitur yang ditawarkan Female Daily kepada pengguna juga secara langsung
mendukung terbentuknya partisipasi khalayak di dalamnya. Karena pada dasarnya, Female
Daily hanyalah sebuah wadah yang berisikan konten seputar kecantikan, dan yang berperan
untuk membuat dan mengolah konten tersebut tidak lain adalah pengguna nya sendiri.
Partisipasi melalui review yang dilakukan secara sukarela oleh pengguna merupakan esensi dari
platform ini. Oleh karena itu, apabila dilihat dari perspektif kritis, Female Daily sebenarnya
dapat dikatakan telah mempraktikkan Digital Labour dalam kelangsungan kegiatan nya. Hal ini
sesuai dengan kritik pada Web 2.0, dimana media mengeksploitasi pekerja nya tanpa dibayar
(Terranova, 2004; Fuchs, 2017).
Female Daily sebagai Participatory Culture (Qonitah)

Terminologi Web 2.0 yang diciptakan oleh O’Reilly (2005) merupakan istilah yang saat
ini populer digunakan orang-orang untuk mendeskripsikan tipe World Wide Web (Fuchs, 2017).
Web 2.0 adalah sebuah jaringan website yang lebih dinamis dan berada dalam sebuah
platform, dimana dengan menggunakan teknologi web 2.0 memungkinkan para pengguna atau
pengunjung pada sebuah halaman web dapat berinteraksi dan berkomunikasi satu sama
lainnya. Hal ini membuat para penggunanya dapat saling bertukar mengenai informasi, link,
foto, dan juga video. (Anderson, 2007). Beberapa karakteristik penting dari Web 2.0 adalah
munculnya pengalaman user yang lebih kaya, dan user sebagai kontributor dalam pembuatan
konten. (O’Reilly, 2005).
Kehadiran Web 2.0 dan karakteristiknya tersebut memunculkan jenis-jenis baru dari
aktivitas yang dilakukan oleh user dalam internet. Saat ini, konsumen Internet tidak hanya
membaca dan menerima informasi saja, namun, mereka juga bisa turut berpartisipasi dalam
memproduksi dan membagikan konten, serta memberikan komentar kepada konten dari user
lainnya. Sesuai dengan pernyataan Jenkins (2008) bahwa Web telah menjadi suatu tempat
partisipasi konsumen. Partisipasi yang dilakukan oleh orang-orang dalam Internet pada
akhirnya membentuk sebuah budaya partisipatif yang didefenisikan Jenkins (2008) sebagai
suatu budaya yang dimana didalamnya fans dan konsumen lainnya diajak untuk secara aktif
berpartisipasi dalam kreasi dan sirkulasi dari sebuah konten baru.
Bentuk ekspresi dari budaya partisipatif dapat ditemui dalam berbagai media sosial dan
platform online. Salah satu platform online yang didalamnya terdapat budaya partisipatif
adalah Female Daily (FD). Pada penulisan esai ini, data didapatkan dengan mewawancarai dua
orang pengguna Female Daily yang sudah dikenal oleh penulis yaitu Tiara (20 Tahun) dan Nita
(20 Tahun) melalui personal chat. Kemudian, penulis juga mendapatkan data dengan
mengunggah foto berisi pertanyaan pada akun female daily salah satu penulis yang kemudian
dikomentari oleh pengguna lainnya, yaitu @jelitalistya, @monachaniago_, @sherlyyameliaa,
@yunanutt, @katherinology, dan @natasyaIJ.
Dari wawancara yang dilakukan dengan dua orang pengguna Female Daily yaitu Tiara
(20 tahun) dan Nita (20 Tahun), diketahui bahwa terdapat beragam bentuk partisipasi yang
dilakukan oleh pengguna dalam platform tersebut, diantaranya membuat dan membagikan
konten berupa gambar terkait kecantikan melalui fitur feeds, memberikan komentar kepada
feeds pengguna lain, memberikan review terhadap berbagai produk kecantikan, hingga
bertukar pikiran satu sama lain melalui forum yang disebut dengan FDTalks.
Bentuk partisipasi yang dilakukan oleh pengguna female daily menggambarkan
karakteristik budaya partisipatif yang disusun oleh Jenkins (2009). Yang pertama, partisipasi
merupakan budaya dimana anggotanya memiliki hambatan yang relatif rendah dalam ekspresi
artistik dan terlibat dalam diskusi. Hal ini dapat dilihat dari kemudahan akses yang diberikan
kepada anggota FD dalam mengunggah dan membagikan konten dan mengomentari konten
milik pengguna lain. Karakteristik selanjutnya adalah dalam budaya partisipatif, setiap anggota
memiliki dorongan yang kuat untuk membuat dan membagikan kreasi konten kepada pengguna
lain. Hal ini terlihat dari pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh pengguna female daily
dengan username @jelitalistya, @monachaniago_, @sherlyyameliaa, @natasyaIJ, dan
@yunanutt, diketahui bahwa dalam mengunggah feeds di Female Daily, mereka didorong oleh
rasa kepedulian dan ingin berbagi dengan sesama perempuan lain yang mungkin memiliki
permasalahan kecantikan yang sama. Pengguna lain dengan username @katherinology bahkan
mengungkapkan bahwa ia didorong oleh rasa tanggung jawab untuk mengedukasi perempuan
lain agar tidak lagi dari beauty practices yang tidak sehat dan beauty myths yang tidak masuk
akal.
Selanjutnya, dalam budaya partisipatif terdapat berbagai jenis informal mentorship
dimana pengetahuan dari orang-orang berpengalaman diteruskan kepada orang-orang baru.
Karakteristik ini terlihat pada sistem user level berdasarkan beauty points yang dirancang oleh
FD. Tingkatan tersebut merentang dari level terbawah yaitu Beauty Rookie hingga level teratas
yaitu Beauty Goddess. Pengguna yang telah mencapai level Beauty Goddess akan mendapatkan
logo verifikasi berupa centang pink pada foto profilnya. Pengguna pada level tersebut juga
dianggap lebih berpengalaman dibanding pengguna lainnya. Review yang diberikan mereka
dianggap lebih kredibel dan mendapat lebih banyak likes. Di dalam forum FDTalks, opini dari
beauty goddess juga lebih didengar dan dibenarkan oleh pengguna lainnya.
Karakteristik selanjutnya adalah anggota budaya partisipatif percaya bahwa kontribusi
mereka penting. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan pengguna yang merasa bahwa
review yang mereka berikan penting karena dapat menjadi sumber informasi dan bahan
pertimbangan bagi pengguna lain sebelum membeli sebuah produk. Terakhir, dalam budaya
partisipatif, anggota merasakan beberapa derajat hubungan sosial satu sama lain (setidaknya
mereka peduli dengan apa yang akan dipikirkan orang lain tentang apa yang telah mereka buat
dan sebarkan). Hal ini dibuktikan dengan munculnya interaksi sosial antar pengguna FD melalui
fitur komentar feeds dan pertukaran pesan dalam forum FDTalks. Kepedulian masing-masing
user terhadap pendapat pengguna lain atas konten yang disebarkan juga terlihat dari etika
pengguna dalam membagikan sebuah foto yang menggambarkan keadaan kulit yang buruk
(contoh: berjerawat, penuh noda hitam, kerutan, dan lain-lain). Pengguna biasanya
menyertakan keterangan yang berisi permintaan maaf apabila foto yang ditampilkan akan
bersifat disturbing bagi sebagian orang.

Female Daily sebagai Digital Labour (Noveliyati)


Female daily ini sebagai sebuah situs media informasi bagi wanita, menunjukkan
keberadaannya atas perkembangan digital Web 2.0. O’Reilly (2009) menyatakan bahwa hal ini
memperlihatkan perubahan aktual dimana fakta krusial terletak pada penggunanya sebagai
kecerdasan kolektif yang ikut menciptakan nilai platform sebagaimana situs Female Daily
tersebut. Jenkins (2009) ikut mempertegas bahwa karakteristik utama dari Web 2.0 adalah
konsumen memainkan peran aktif dalam menyebarkan konten yang secara personal dan sosial
bermanfaat untuk mereka. Situasi yang terjadi ini kemudian memunculkan sebuah budaya di
antara khalayak untuk ikut terlibat dalam pembuatan konten atau dikenal sebagai budaya
partisipatif yang telah dipaparkan sebelumnya. Sebagai pelaku produksi atas sebuah konten
dengan ikut menambah nilai pada sebuah website, apa yang kemudian menjadi pertanyaan
adalah, apakah mereka ikut mendapatkan bagi hasil dari keuntungan website tersebut. Kondisi
ini menjadi perhatian dalam ranah ekonomi politik internet bahwa model akumulasi modal
yang dominan dari platform internet korporat kontemporer didasarkan pada eksploitasi tenaga
kerja pengguna yang tidak dibayar, yang terlibat dalam pembuatan konten dan penggunaan
blog, situs jejaring sosial, wiki, microblog, situs berbagi konten dan kegiatan-kegiatan ini
menciptakan nilai yang merupakan pusat dari penciptaan laba (Fuchs, 2010).
Pemanfaatan user untuk berkontribusi dalam perolehan pendapatan sebuah website
tanpa adanya bagi hasil kemudian menjadi kritik atas Web 2.0 yang didasari oleh eksploitasi
pengguna sebagai tenaga kerja digital dalam kapitalisasi. Sebastian (2008) mengartikan digital
labour sebagai eksploitasi tenaga kerja yang tidak dibayar dalam pembuatan konten untuk
media sosial. Digital labour ini menggambarkan serangkaian kegiatan afektif dan sosial dalam
mode produksi kapitalis yang biasanya tidak dipandang sebagai pekerjaan, termasuk
meningkatnya partisipasi di situs web dan efeknya pada pola dan komunikasi sosial. Hal ini
diperlihatkan oleh pengguna Female Daily dimana berdasarkan wawancara yang telah
dilakukan kepada Tiara (20 tahun), Nita (20 tahun), akun @jelitalistya, @monachaniago_,
@sherlyyameliaa, dan @yunanutt sebagai pengguna aktif Female Daily, mereka mengaku
bahwa tidak mendapatkan bayaran apapun dari situs web tersebut.
Pernyataan mengenai apakah hal itu kemudian memang merupakan eksploitasi atau
partisipasi sukarela menjadi perdebatan atas wacana tenaga kerja digital yang timbul dalam
media kritis dan studi komunikasi akibat kemunculan media sosial. Dallas Smythe (2008)
cenderung menekankan penggambaran ini melalui pendekatan keinginan sukarela dari
pengguna untuk berpartisipasi dalam media sosial atau Web 2.0. Sehingga perusahaan memang
sering mendapat keuntungan dari tenaga kerja audiensnya, namun keinginan berbagi dari
audiens menjadikan hal ini tidak bisa secara gamblang dinyatakan sebagai eksploitasi.
Pemikiran ini mendukung logika “jika pengguna menyukainya, kemudian tidak ada masalah”
yang tampaknya ada pada benak pengguna-pengguna Web 2.0 dalam berpartisipasi di
dalamnya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan wawancara kepada Tiara (20 tahun), ia mengaku
mau melakukan review sebagai salah satu bentuk partisipasi di Female Daily karena merasa
excited dengan produk yang sesuai ekspektasi. Selain itu keinginan untuk bisa
merekomendasikannya kepada orang lain turut menjadi alasan yang mendasari partisipasinya
tersebut. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Nita (20 tahun) dan @sherlyyameliaa), mereka
menjelaskan bahwa review yang diberikannya pada situs Female Daily didasari oleh keinginan
untuk dapat mempengaruhi orang lain dengan harapan hal tersebut bisa berguna dalam
menjadi bahan pertimbangan seseorang sebelum membeli sebuah produk. Disamping itu,
@jelitalistya dan @monachaniago juga menyatakan bahwa alasan yang mendasari mereka
untuk melakukan review di situs Female Daily karena merasa bahwa sharing adalah caring.
Merasa bahagia bisa berbagi dengan orang-orang yang memiliki kesamaan minat juga menjadi
alasan @yunanutt sebagai salah satu pengguna Female Daily. Dari argumen yang dipaparkan
oleh beberapa narasumber tersebut, terlihat bahwa alasan mereka berpartisipasi adalah
keinginan sukarela atas social value karena merasa bahagia bisa membantu orang lain.
Memang tidak ada keraguan bahwa pengguna dimotivasi oleh kebutuhan serta
keinginan sosial dan komunikatif untuk menggunakan media sosial, namun pada nyatanya
walaupun mereka menyukai aktivitas tersebut, bukan berarti mereka tidak dieksploitasi
(Jenkins, 2009). Persoalan bukan terletak pada aktivitas yang menyenangkan atau tidak, tetapi
lebih kepada struktur pekerjaan yang berubah. Eksploitasi yang terjadi pada digital labour
diukur sebagai tingkat tenaga kerja tanpa bayaran yang dari mereka perusahaan mendapatkan
keuntungan namun di sisi lain sebenarnya mengorbankan pengguna. Jenkins menjelaskan
bahwa jika eksploitasi tidak terasa seperti eksploitasi, maka bukan berarti tidak terjadi
eksploitasi. Berdasarkan analisa diatas, maka dapat diketahui bahwa Female Daily merupakan
sebuah wadah yang memanfaatkan dan mendorong penggunanya untuk berkontribusi secara
sukarela dalam membangun nilai platform. Walaupun pengguna menyukainya seperti yang
diungkapkan oleh kedua narasumber, bukan berarti ini mengurangi tingkat eksploitasi, tetapi
lebih menunjukkan kontradiksi budaya dalam kapitalisme. Female daily memanfaatkan
keinginan pengguna untuk nilai sosial dengan berbagi review dan informasi lainnya,
mengeksploitasi tenaga mereka dan membuat mereka turut membangun nilai platform dan
memberikan keuntungan untuk perusahaan tersebut.

Kesimpulan (Winina, Qonitah, Noveliyati)

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
partisipasi pengguna Female Daily menunjukkan budaya partisipatif di era Web 2.0. Adanya
kegiatan memberikan informasi secara sukarela, menjadikan pengguna sebagai digital labour.
Meskipun pengguna tidak keberatan dalam melakukan aktivitas tersebut, hal ini tetap saja tidak
bisa menepis fakta bahwa mereka sebenarnya sedang dieksploitasi oleh pihak Female Daily. Hal
ini ditunjukkan dengan pemanfaatan keinginan pengguna akan nilai sosial dalam berbagi
informasi seputar kecantikan untuk membangun nilai platform serta memberikan keuntungan
bagi perusahaan tersebut. Namun, platform berbagi informasi seperti Female Daily ini,
sebenarnya juga turut memberikan keuntungan bagi para pengguna lainnya dalam
mendapatkan informasi jujur mengenai sebuah produk karena pengguna tidak di iming-imingi
oleh imbalan.

Referensi:

Fuchs, Christian. 2017. Social Media: A Critical Introduction (2nd ed.). SAGE.
Fuchs, Christian. 2010. Labour in Informational Capitalism. The Information Society 26 (3):
176-196.
Jenkins, Henry. 2009. Confronting the Challenges of Participatory Culture: Media Education for
the 21st Century. Massachusetts: MIT Press.
O'Reilly, T., and Battelle, J. 2009. Web Squared: Web 2.0 Five Years On. San Fransisco.
Sebastian, Sevignani. What is Digital Labour? What is Digital Work? What’s their Difference?
Unified Theory of Information Research Group (UTI), Austria.
Wijaya, H., Supriyanti, D., & Saefullah, A. 2017. Penggunaan Teknologi Web 2.0 dan Dampak
Perubahannya pada Aplikasi Website berbasis Rich Internet Application (RIA).
ULTIMATICS, 9(2), 72-81.
Rizal, H. 2014. Female Daily: konsistensi blogging selama hampir 10 tahun yang membuahkan
hasil. Diakses dari
Network, F. (2019). Female Daily - Info, Artikel, Video dan Review Seputar Kecantikan. Diakses
dari

● Wawancara dengan Tiara (20 tahun), pengguna aktif Female Daily selama 1 tahun
melalui personal chat Line.
● Wawancara langsung dengan Nita (20 tahun), pengguna aktif Female Daily selama 3
bulan.
● Komentar dari beberapa pengguna Female Daily pada foto yang diunggah :
@katherinology (Pengguna Aktif Female daily dengan user level Beauty Goddess)
@natasyaIJ (Pengguna Aktif Female daily dengan user level Beauty Idol)
@jelitalistya (Pengguna Aktif Female daily dengan user level Beauty Advisor)
@sherlyyameliaa (Pengguna Aktif Female daily dengan user level Beauty Advisor)
@yunanutt (Pengguna Aktif Female daily dengan user level Beauty Savvy)
@monachaniago_ (Pengguna Aktif Female daily dengan user level Beauty Enthusiast)

Anda mungkin juga menyukai