Anda di halaman 1dari 11

TEDC Vol.8 No.

2 Mei 2014: 160-170

MODEL ALOKASI PENDANAAN PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR IRIGASI


DENGAN METODE AHP (ANALYTIC HIERARCY PROCESS)

Ira Puspitasari
Program Studi Teknik Konstruksi Bangunan Politeknik TEDC Bandung
E-mail: pdpt@poltektedc.ac.id

Abstrak
Pemeliharaan infrastruktur irigasi bertujuan untuk memperlambat degradasi dan mempertahankan fungsi
irigasi. Namun minimnya pendanaan pemeliharaan menjadi salah satu penyebab banyaknya irigasi yang
mengalami degradasi dan tidak berfungsi ditambah pengalokasiannya yang hanya berdasarkan luas area.
Maka diperlukan sebuah pemodelan alokasi pendanaan yang proposional dengan memperhatikan kepadatan
(panjang saluran dan jumlah bangunan) dan kondisi infrastruktur tersebut di setiap daerah irigasi (DI) serta
dipisahkannya antara pendanaan pemeliharaan rutin dan berkala. Pemodelan alokasi pendanaan dilakukan
dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) kriteria kuantitatif dan AHP kriteria kualitatif.
Daerah kajian penelitian adalah sembilan daerah irigasi di Jawa Barat. Metode AHP pada pemeiharaan rutin
didasarkan pada 3 kriteria yaitu panjang saluran, jumlah bangunan dan luas area, sedangkan pada
pemeliharaan berkala adalah panjang saluran, kerusakan kondisi saluran dan kerusakan kondisi bangunan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalokasian pendanaan pada pemeliharaan rutin bersifat statis,
dimana besarnya hampir sama setiap tahun sedangkan pada pendanaan pemeliharaan berkala bersifat
dinamis yang selalu berubah setiap tahunnya sesuai kondisi eksisting di lapangan

Kata kunci : Pemeliharaan infrastruktur irigasi, Analytic Hierarchy Process, kriteria kuantitatif dan kualitatif

Abstract
Maintenance of irrigation infrastructure is aimed to reduce degradation and maintain irrigation functions. But
the lack of maintenance and the budget allocation is only based on the unit area of irrigation contribute mostly
in the degradation and disfuction region of irrigation (DI). It would require a proportional budget allocation
model with respect to density and infrastructure condition in every region of irrigation and the separation
between routine and periodic maintenance budget. Budget allocation modeling has been done using
quantitative criteria Analytic Hierarchy Process (AHP) and qualitative criteria AHP method. Case study of this
research consist of nine irrigated areas in West Java. AHP method in routine maintenance are based on three
criterias; the length of the channel, the number of structure and the area of the region, while the periodic
maintenance is based on the length of the channel, the channel damage conditions and building damage
condition. The researchs shows thatmaintenance budgeting allocation is static, meaning that almost the same
every year. While periodic maintenance budgeting allocation is dynamic that it is changing every year
according to the existing conditions of the field.

Key words: Maintenance of irrigation infrastructure, AHP, quantitative and qualitative criteria

Pendahuluan
Dalam mendukung tersedianya air irigasi sesuai menjadi salah satu penyebab banyaknya kerusakan
dengan kebutuhan, pemeliharaan daerah irigasi irigasi di Indonesia. Berdasarkan hasil pengamatan
merupakan bagian penting dalam mencegah bahwa kondisi minimnya dana pemeliharaan irigasi
percepatan degradasi infrastruktur irigasi. Sekitar inipun belum teralokasikan dengan proporsional
52 persen irigasi di Indonesia mengalami dalam memenuhi kebutuhan Daerah Irigasi (DI). Hal
kerusakan, karenanya pemerintah membutuhkan ini disebabkan kebijakan standar penganggaran biaya
dana sebesar Rp 3 triliun untuk perbaikan hingga pemeliharaan irigasi yang diterapkan oleh
2014 (Suswono, 2012). Minimnya anggaran dan pemerintah adalah dihitung hanya berdasarkan luas
tidak terserapnya anggaran secara maksimal area saja untuk pemeliharaan rutin dan pemeliharaan

160
Model Alokasi Pendanaan Pemeliharaan Infrastruktur Irigasi …….. (Ira Puspitasari)

berkala tanpa memperhatikan faktor lain seperti kebijakan publik dan teknik (Ellya Sestri, 2013). AHP
kapadatan bangunan hidraulik, panjang saluran merupakan suatu metode untuk mengurutkan bobot
dan kondisi topografi (karakeristik wilayah) di elemen di setiap tingkat hirarki berkenaan dengan
masing- masing DI. Padahal dalam sebuah irigasi elemen (kriteria atau tujuan) dari tingkat hirarki
yang lebih luas belum tentu memiliki jumlah selanjutnya. (Saaty, 1994 dalam Dewi,2008). Dalam
bangunan hidraulik lebih banyak ataupun saluran penelitian ini kriteria AHP diperoleh dengan analisa
irigasi yang lebih panjang dibanding DI yang lebih AKNOP, selanjutnya dalam pembobotan antar kriteria
sempit. juga menggunakan hasil analisa AKNOP yang
Sistem penganggaran pemeliharaan irigasi kemudian oleh peneliti disebut sebagai AHP dengan
seharusnya didasarkan pada alasan kebutuhan, kriteria kuantitatif. Sebagai alternatif DI yang tidak
semacam rencana anggaran biaya pemeliharaan memiliki AKNOP, maka selain AHP dengan kriteria
yang diidentifikasi dalam Angka Kebutuhan Nyata kuantitatif, peneliti juga menggunakan pembobotan
Operasi dan Pemeliharaan Irigasi (AKNOP). kriteria yang diperoleh dari penyebaran kuesioner
Penyusunan AKNOP merupakan kegiatan yang kemudian oleh peneliti disebut sebagai AHP
penyusunan biaya kegiatan OP pada suatu dengan kriteria kualitatif.
jaringan irigasi yang akan menggambarkan secara Atas dasar latar belakang tersebut diatas, studi ini
rinci biaya nyata kebutuhan dari setiap DI untuk berfokus untuk mengembangkan studi sebelumnya
melaksanakan OP dilihat dari kondisi bangunan air dan berfokus pada kegiatan pemeliharaan yang
dan panjang saluran irigasi (kondisi baik, rusak dibuat secara terpisah antara pemeliharaan rutin dan
ringan dan rusak sedang) dan ditentukan juga berkala dalam menentukan sistem pendanaan
jumlah personil dan peralatan yang digunakan. pemeliharaan irigasi dalam kemampuan pendanaan
Namun kondisi eksisting di lapangan, hanya sedikit yang terbatas .
sekali daerah irigasi yang dilakukan penyusunan Tinjauan Pustaka
AKNOP dikarenakan keterbatasan biaya dan sistem AHP
kinerja dari penyelenggara OP yang belum baik. Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu
Berdasarkan kondisi inilah maka untuk metode untuk mengurutkan bobot elemen di setiap
memudahkan pemerintah dalam melakukan tingkat hirarki berkenaan dengan elemen (kriteria
penganggaran pemeliharaan, dibuatlah kebijakan atau tujuan) dari tingkat hirarki selanjutnya (Saaty,
standar pembiayaan pemeliharaan berdasarkan 1993). Penyusunan hirarki dalam AHP dimaksudkan
luas area (Winskayati, 2013). untuk menstruktur permasalahan yang kompleks
Dalam penelitian ini, diusulkan sebuah sistem menjadi elemen-elemen pokok secara hirarkis.
penganggaran yang berdasarkan dengan Dalam hirarki, level 1 (puncak) disebut : tujuan / goal
kebutuhan yaitu dengan memperhatikan panjang hirarki, karenanya level ini harus hanya terdiri atas 1
saluran dan jumah bangunan serta kerusakan elemen. Level 2 disebut "Kriteria Utama" yang akan
yang terjadi baik pada saluran maupun bangunan. digunakan dalam menilai tujuan pada level 1. Level 3
Sehingga pada penelitiaan ini akan dipisahkan disebut "subkriteria". Kecuali level 1, semua level
antara sistem pendanaan pemeliharaan rutin dan dapat terdiri atas lebih dari satu elemen. Level paling
berkala. Hal ini karena diperkirakan besarnya akhir merupakan elemen dari suatu objek masalah
pembobotan alokasi pendanaan pemeliharaan yang dibahas dalam suatu studi perencanaan atau
rutin hampir sama dari tahun ke tahun, yang disebut "Elemen Alternatif Keputusan" yang mungkin
mana erat kaitannya dengan jumlah eksisting akan diambil.
bangunan dan panjang saluran. Sedangkan pada Tahapan perhitungan AHP tiap level hirarki diuraikan
pemeliharaan berkala bisa berubah - ubah setiap sebagai berikut:
tahunnya tergantung kondisi eksisting bangunan a. Membuat suatu matrik yang menggambarkan
dan saluran. Metode yang digunakan dalam perbandingan berpasangan
penelitian ini adalah metode Analytic Hierarcy Kriteria A1 A2 ..... An
Process (AHP). AHP merupakan salah satu metode
A1 w1/w1 w1/w2 ..... w1/wn
yang dapat digunakan dalam menentukan
keputusan- keputusan yang akan diambil yaitu A2 w2/w1 ..... ..... .....
berupa bobot alokasi pendanaan untuk setiap DI. ..... ..... ..... ..... .....
Metode ini sangat powerful dalam menyelesaikan
masalah yang rumit dan telah digunakan pada An wn/w1 wn/w2 wn/wn
berbagai bidang ilmu mulai dari ekonomi, Sumber: Thomas L.Saaty, 1993Gambar 1 Model Matematis AHP

161
TEDC Vol.8 No.2 Mei 2014: 160-170

dimana :
A1 ... An = kriteria / sub kriteria / alternatif
program ,
Dimana : CR = Consistency Ratio
w1 ... wn = bobot dari kriteria / sub kriteria /
CI = Consistency Index
alternatif program
RI = Random Index (tabel)
Nilai-nilai pada setiap baris pada matrik
Syarat : CR < 0.1, untuk model AHP dapat ditetapkan
merupakan perbandingan antara faktor-faktornya
bahwa CR ≤ 0,1 maka judgement yang telah
dengan masing-masing faktor itu sendiri, dan
diberikan dianggap cukup konsisten.
menjumlahkan nilai total dari suatu kolom pada
Setelah berakhir pada tahap perhitungan konsistensi
matrik tersebut. Untuk menilai perbandingan
dan pembobotan, maka telah diperoleh nilai-nilai
tingkat kepentingan elemen, Saaty (1993)
prioritas lokal per matrik dengan elemen sejenis.
menetapkan skala kuantitatif 1 sampai 9. Nilai dan
Prioritas lokal artinya adalah prioritas alternatif
definisi dari skala perbandingan Saaty bisa diukur
terhadap satu level atribut di atasnya. Misalnya
menggunakan tabel-1 berikut:
prioritas alternatif terhadap sub kriteria tertentu.
Tabel-1 Skala Penilaian Tingkat Kepentingan Pasangan Sedangkan prioritas global artinya prioritas atribut
Faktor terhadap tujuan yang hendak dicapai.
Nilai Metode Penelitian
Dengan Skala Kepentingan Definisi
Data yg dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari:
Angka
a. Data Sekunder
1 Equality Important Sama penting
Dalam penelitian ini data sekunder adalah Data
Moderately More
3
Important
Sedikit lebih penting AKNOP tahun nggaran 2013 dan data kondisi jaringan
Strongly more Perlu dan kuat Irigasi kewenangan pusat di Jawa Barat tahun 2012
5 dan 2011. Kedua data tersebut diperoleh dari Dinas
important kepentingannya
Very strongly more PSDA Jawa Barat.
7 Menyolok kepentingannya
important b. Data Primer
9
Extremely more
Mutlak penting
Data primer diperoleh peneliti dari penyebaran
important kuesioner kepada responden. Pada metode AHP tidak
Nilai tengah antara dua perlu mengambil responden dengan jumlah minimum
2,4,6,8 pertimbangan di atas penelitian statistic (min. 30 orang), karena ini expert
yang berekatan
choice maka cukup pakarnya saja dan apabila
b. Membagi nilai (bobot) tiap perbandingan populasinya homogen bisa diwakilkan oleh seorang
dengan jumlah total tiap kolom. responden, bila mau lebih dari satu pun haruslah
c. Menjumlahkan nilai total dari suatu baris pada yang mutually exclusive.
matrik dan menormalisasi matrik dengan
membagi bobot masing-masing kriteria
terhadap jumlah totalnya.
d. Uji Konsistensi
1. Melakukan perkalian Matrik penilaian dengan
Matrik Prioritas
2. Membagi baris pada Matrik [NxP] dengan baris
pada Matrik [P]
3. Menghitung nilai eigenvalue (λ max)
4. Menghitung Indeks Konsistensi /Consistency
Index (CI)

Dimana : CI = Consistency Index


λ max = eigenvalue max
n = orde matrix
Menghitung Rasio Konsistensi /Consistency
Ratio(CR)

Gambar 2 Alur Penelitian

162
Model Alokasi Pendanaan Pemeliharaan Infrastruktur Irigasi …….. (Ira Puspitasari)

Daerah kajian fisik ini dapat disimpulkan bahwa Daerah Irigasi


Daerah irigasi (DI) dipilih dari seluruh DI yang dengan area terluas, belum tentu memiliki jumlah
berlokasi di Jawa Barat dan berada dalam bangunan yang paling banyak serta saluran
kewenangan pusat. Pengambilan sampel terpanjang dibandingkan daerah irigasi yang lain.
dilakukan dengan mengambil masing- masing tiga Sehingga pendanaan yang hanya berdasarkan luas
DI untuk masing- masing karakteristik medan area sudah tentu tidaklah proposional.
yaitu pegunungan, dataran dan transisi. Analisis
Penentuan karakteristik DI berdasarkan pada Penentuan Kriteria
karakteristik wilayah dimana DI berlokasi yaitu Penentuan kriteria AHP dalam penelitian ini diperoleh
pegunungan (Kab. Sukabumi, Kota Banjar dan dengan melakukan analisis AKNOP. Metode yang
Kota Ciamis), transisi (Cianjur, Bogor dan Bekasi), digunakan adalah dengan wawancara dan berdiskusi
dataran (Cirebon Indramayu dan Majalengka). dengan tim pembuat AKNOP di Dinas PSDA Jawa
Data DI yang digunakan dalam penelitian ini Barat. Adapun hasil dari analisis tersebut adalah
merupakan data sekunder (hasil rekapitulasi) oleh sebagai berikut:
Dinas PSDA Jawa Barat.
Tabel 3 Analisis AKNOP untuk penentuan Kriteria pada
Tabel 2 Daerah Kajian Penelitian Pemeliharaan Rutin
Sumber: Dinas PSDA Jawa Barat, 2013
Pemeliharaan Rutin
No Karakteristik Nama DI Wilayah
1 Pegunungan Cikaranggeusan Kab. Sukabumi No Pekerjaan Kriteria

Lakbok Utara Kt. Banjar &Ciamis 1 Babadan Rumput Panjang Saluran

Cikunten I Kab. Tasikmalaya 2 Piket Banjir/Kekeringan Luas Area

2 Transisi Cihea Kab. Cianjur 3 Pelumasan Pintu Air Jumlah Bangunan

Cipamingkis I Kab. Bekasi 4 Perlengkapan Kerja Jumlah Bangunan

Cipamingkis II Kab. Bogor Panjang Saluran, Jumlah


5 Peralatan Lain- lain Bangunan
3 Dataran Cikeusik Kab. Cirebon
6 Peralatan Kerja Jumlah Bangunan
Kamun Kab. Majalengka
Cipanas II Kab. Indramayu
Tabel 4 Analisis AKNOP untuk penentuan Kriteria pada
Pemeliharaan Berkala
Pemeliharaan Berkala
Luas Area (2012)
Swakelola
1,20 Jumlah Bangunan (2012)
1,00 No Pekerjaan Kriteria

0,80 Galian Lumpur/ Panjang Saluran ,Kerusakan Kondisi


S kala Normalisasi

1 tanah Saluran
0,60
Pemeliharaan
0,40 2 Bangunan Kerusakan Kondisi Bangunan
0,20 Pemelharaan
0,00 3 Saluran Kerusakan Kondisi Saluran
Cipaming…

Cikeusik
Lakbok

Cipanas II
Cikarangge

Cikunten I

Cipamingki

Kamun
Cihea

Kontraktual
Utara
usan

s II

4 Galian- Linning Kerusakan Kondisi Saluran


Daerah Irigasi Pemeliharaan
5 Bangunan Kerusakan Kondisi Bangunan
Gambar 3 Keragaman Karakteristik Fisik Daerah Irigasi
Tahun 2011 (Setelah Normalisasi)
Perhitungan Alternatif
Gambar-3 merupakan kondisi keragaman fisik Analisis dimulai dengan melakukan kompilasi dan
Sembilan Daerah Irigasi yang berada di bawah normalisasi data kondisi saluran dan bangunan irigasi
kewenangan Pusat provinsi Jawa Barat. Kondisi yang diperoleh dari Dinas PSDA Jawa Barat. Kompilasi
tersebut memberikan suatu gambaran bahwa DI dilakukan terhadap sembilan DI dengan kriterianya.
dengan area terluas adalah DI Cikeusik, DI dengan Dimana untuk pemeliharaan rutin memiliki kriteria
jumlah bangunan terbanyak berada di DI Kamun luas area (LA), jumlah bangunan(JB) dan panjang
serta DI dengan saluran irigasi terpanjang adalah saluran (PS), sedangkan untuk pemeliharaan berkala
DI Kamun. Dari kondisi keragaman karakteristik memiliki kriteria panjang saluran, kerusakan kondisi

163
TEDC Vol.8 No.2 Mei 2014: 160-170

saluran dan kerusakan kondisi bangunan. Setelah Tabel 6 Rating ternormalisasi (bobot) antar alternatif per
data dikompilasi, selanjutnya dilakukan normalisasi kriteria pada Pemeliharaan Berkala tahun 2012
Kriteria
terhadap sembilan DI, yaitu dengan membagi data
Kerusakan Kerusakan
pada 9 DI di setiap kriterianya dengan data Alternatif
Panjang Kondisi Kondisi
terbesarnya, sehingga akan diperoleh nilai Saluran Saluran Bangunan
terbesar hasil normalisasi adalah 1. Sebagai Cikaranggeusan 0,13 0,09 0,13
catatan, untuk menentukan nilai kerusakan Lakbok Utara 0,13 0,09 0,08
saluran dan nilai kerusakan bangunan maka Cikunten I 0,07 0,12 0,09
dilakukan dengan prosedur pembobotan Cihea 0,06 0,11 0,04
kerusakan yang dilakukan hanya pada kondisi Cipamingkis I 0,13 0,16 0,16
baik, rusak ringan dan rusak sedang. Hal ini Cipamingkis II 0,05 0,05 0,19
dikarenakan pada kondisi rusak berat dilakukan Cikeusik 0,16 0,05 0,08
rehabilitasi, bukan lagi pemeliharaan. Komponen Kamun 0,19 0,11 0,11
yang berkondisi baik memiliki skor kerusakan 0, Cipanas II 0,08 0,22 0,10

kondisi rusak ringan 1, rusak sedang 2. Sedangkan Tabel 7 Rating ternormalisasi (bobot) antar alternatif
pada tahun 2011 belum ada pengklafikasian per kriteria pada Pemeliharaan Rutin tahun 2011
kondisi sedang, maka prosedur pembobotan Kriteria
kerusakan adalah kondisi baik memiliki skor Alternatif Panjang Jumlah
Saluran Luas Area Bangunan
kerusakan 0, kondisi rusak ringan 1. Hasil
Cikaranggeusan 0.12 0.11 0.09
pembobotan tersebut kemudian dibagi dengan
Lakbok Utara 0.13 0.17 0.08
nilai maksimumnya yang diperoleh dari perkalian
Cikunten I 0.07 0.09 0.13
total jumlah bangunan dengan bobot untuk
Cihea 0.11 0.14 0.14
kondisi rusak sedang/ ringan. Cipamingkis I 0.12 0.08 0.16
Nilai Matriks Antar Alternatif Tiap Kriteria Cipamingkis II 0.07 0.04 0.05
Langkah selanjutnya adalah penentuan pairwise Cikeusik 0.15 0.18 0.09
matriks antar alternatif untuk masing- masing Kamun 0.18 0.10 0.22
kriteria. Pengisian nilai pairwise matriks ini Cipanas II 0.05 0.09 0.04
didasarkan pada nilai masing- masing alternatif Tabel 8 Rating ternormalisasi (bobot) antar alternatif per
yang telah ternomalisasi dengan cara membagi kriteria pada Pemeliharaan Berkala tahun 2011
nilai tersebut dengan nilai alternatif yang
Kriteria
diperbandingkan. Analisis selanjutnya adalah Kerusakan Kerusakan
Alternatif
melakukan normalisasi terhadap pairwise matriks, Panjang Kondisi Kondisi
yaitu dengan membagi masing- masing sel pada Saluran Saluran Bangunan
tabel dengan jumlah kolom masing- masing. Cikaranggeusan 0.12 0.07 0.12
Setiap baris pada matriks yang telah dinormalisasi
Lakbok Utara 0.13 0.07 0.08
selanjutnya dijumlahkan dan dilakukan kompilasi
untuk masing- masing kriteria dan dilakukan Cikunten I 0.07 0.17 0.07

normalisasi. Cihea 0.11 0.06 0.05

Tabel 5 Rating ternormalisasi (bobot) antar alternatif per Cipamingkis I 0.12 0.13 0.22
kriteria pada Pemeliharaan Rutin tahun 2012 Cipamingkis II 0.07 0.16 0.14
Kriteria Cikeusik 0.15 0.06 0.09
Alternatif Panjang Luas Jumlah
Saluran Area Bangunan Kamun 0.18 0.11 0.07
Cikaranggeusan 0,13 0,11 0,10 Cipanas II 0.05 0.18 0.16
Lakbok Utara 0,13 0,17 0,09
Cikunten I 0,07 0,09 0,14
Pembobotan antar Kriteria
Cihea 0,06 0,14 0,02
Metode Kuantitatif
Cipamingkis I 0,13 0,08 0,15 Metode kuantitatif dalam analisa pembobotan pada
Cipamingkis II 0,05 0,04 0,10 AHP diperoleh dengan melakukan analisis terhadap
Cikeusik 0,16 0,18 0,10 AKNOP sehingga diperoleh tingkat kepentingan relatif
Kamun 0,19 0,10 0,23 antara suatu kriteria. Data AKNOP selanjutnya
Cipanas II 0,08 0,09 0,06 dianalisa dengan cara melakukan perekapan
berdasarkan jenis pekerjaan, ditentukan kriterianya
serta besar nilanya dalam rupiah. Dalam penentuan

164
Model Alokasi Pendanaan Pemeliharaan Infrastruktur Irigasi …….. (Ira Puspitasari)

kriteriaya diperoleh dari hasil wawancara dengan dari satu, sebagai contoh pekerjaan piket banjir/
pelaksana OP serta penyusun AKNOP di kekeringan, maka nilai bobot untuk kriterianya dibagi
lingkungan Dinas PSDA Jawa Barat. Pembobotan rata yaitu 0,13 dibagi 2 yaitu 0,065. Hal ini juga
dilakukan dengan membagi nilai AKNOP untuk berlaku untuk jenis pekerjaan yang lain.
masing- masing jenis pekerjaan Daerah irigasi Tabel 10 dan Tabel 11 Pembobotan antar Kriteria
dibagi dengan total nilai pekerjaan pada menggunakan AHP kriteria kuantitatif
pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala. Tabel 10
Hasil pembobotan memiliki total nilai sebesar 1
Pemeliharaan Rutin
Setelah diketahui bobot untuk masing- masing
Kriteria Bobot
pekerjaan, selanjutnya dilakukan pembobotan
Panjang Saluran 0,72
berdasarkan kriteria seperti pada tabel 9.
Jumlah Bangunan (JB) 0,25
Tabel 9 Pembobotan Pekerjaan Berdasarkan nilai AKNOP Luas Area (LA) 0,03
(9 DI Tahun 2013)
Total 1,00
Pemeliharaan Rutin
Tabel 11
No Pekerjaan Kriteria Total AKNOP 9 DI Bobot
Pemeliharaan Berkala
Panjang
1 Babadan Rumput Saluran Rp3.200.067.600 0,65 Kriteria Bobot
Irigasi Panjang Saluran (PS) 0,125
Piket
2 Luas Area Rp132.480.000 0,03 Kerusakan Kondisi Saluran(KKS) 0,755
Banjir/Kekeringan
Pelumasan Pintu Jumlah Kerusakan Kondisi Bangunan (KKB) 0,12
3 Rp113.037.800 0,02
Air Bangunan
Perlengkapan Jumlah Total 1,00
4 Rp653.762.000 0,14
Kerja Bangunan
Panjang Metode Kualitatif
5
Peralatan Lain-
lain
Saluran,
Jumlah
Rp696.900.000 0,14 a. Analisa Responden
Bangunan Pada metode AHP tidak perlu mengambil responden
6 Peralatan Kerja
Jumlah
Rp94.895.000 0,02 dengan jumlah minimum penelitian statistik (min.
Bangunan
Total Rp4.891.142.400 1,00 30orang), karena ini expert choice maka cukup
pakarnya saja dan bila populasinya homogen bisa
Pemeliharaan Berkala
diwakilkan oleh seorang responden, jika lebih dari
Swakelola
satu pun haruslah yang mutually exclusive.Pada
No Pekerjaan Kriteria Total AKNOP 9 DI Bobot
penerapan metode AHP yang diutamakan adalah
Panjang
Saluran,
kualitas data dari responden, dan tidak tergantung
Galian Lumpur/
1
tanah
Kerusakan Rp5.400.225.104 0,25 pada kuantitasnya(Saaty, 1993). Oleh karena itu,
kondisi
saluran
penilaian AHP memerlukan pakar sebagai responden
Kerusakan dalam pengambilan keputusan dalam pemilihan
Pemeliharaan kondisi
2 Bangunan bangunan, Rp2.175.484.791 0,10
alternatif. Para pakar disini merupakan orang-orang
Kerusakan kompeten yang benar-benar menguasai,
3 Linning Saluran
kondisi
saluran Rp4.410.053.987 0,21
mempengaruhi pengambilan kebijakan atau benar-
Kontraktual benar mengetahui informasi yang dibutuhkan. Untuk
Kerusakan jumlah responden dalam metode AHP tidak memiliki
Kondisi
4 Galian- Linning Saluran Rp8.924.552.502 0,42 perumusan tertentu, namun hanya ada batas
Kerusakan minimum yaitu dua orang responden(Saaty, 1993).
Pemeliharaan Kondisi
5 Bangunan Bangunan Rp396.385.000 0,02 Dalam penelitian ini, responden berasal dari empat
Total Rp21.306.701.384 1,00
kelompok yang terdiri dari 10 orang. Kuesioner yang
Perhitungan pembobotan kriteria dibedakan antara akan diisi oleh reponden berisi pertanyaan yang
pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala. dibedakan menjadi dua kategori yatu pemeliharaan
Dimana untuk pemeliharaan rutin terdiri dari 3 rutin dan pemeliharaan berkala. Penentuan jumlah
kriteria yaitu panjang saluran, luas area dan pertanyaan dalam kuesioner adalah sama dengan
jumlah bangunan. Sedangkan pada pemeliharaan jumlah perbandingan berpasangan antar kriteria yang
berkala terdiri dari 5 kriteria yaitu panjang diperoleh dari rumus n x [(n-1)/2], dengan n adalah
saluran, luas area dan jumlah bangunan, banyaknya kriteria yang dibandingkan. Maka bila
kerusakan kondisi saluran dan kerusakan kondisi memasukkan nilai n adalah 3, jumlah pertanyaan
bangunan. Pekerjaan yang memiliki kriteria lebih pada kuesioner adalah 3x[(3-1)/2] = 3 pertanyaan.

165
TEDC Vol.8 No.2 Mei 2014: 160-170

Sehingga total pertanyaan dalam kuesioner adalah JB 0.26 0.29 0.37 0.92
6. seperti dibawah ini: LD 0.22 0.15 0.19 0.56
Jumlah Kolom 1.00 1.00 1.00 3.00
Tabel 12 Daftar Responden Penelitian
No Kategori Institusi Jumlah Keterangan Tabel 16 Matriks Pairwise Total Pemeliharan Berkala
1 Perencana Dinas 3 1 Ketua SATKER Ternomalisasi
Teknis PSDA OP Irigasi Kriteria PS KKS KKB Jumlah Baris
Jawa 2 Tim Perencana PS 0.14 0.10 0.21 0.45
Barat OP Irigasi KKS 0.60 0.44 0.39 1.44
2 Pelaksana Balai 3 1 Kepala UPT
KKB 0.26 0.45 0.40 1.11
Teknis PSDA 2 Juru Pengairan
Wilayah Jumlah Kolom 1.00 1.00 1.00 3.00
III
Ciranjang, 3. Menjumlahkan nilai total dari suatu baris pada
Cianjur matrik dan menormalisasi matrik dengan membagi
3 Akademisi Institut 2 1 Guru Besar bobot masing-msing kriteria terhadap jumlah totalnya
Teknologi Bidang SDA
Bandung 1 Staff Pengajar Tabel 17 Pembobotan Antar Kriteria pada Pemeliharaan
4 P3A Daerah 2 1 Ketua IP3A Rutin
Irigasi 1 Ketua P3A Kriteria Rating
Cihea
Total 10 Panjang Saluran 0.507
Jumlah Bangunan 0.306
b. Perhitungan AHP untuk menentukan Luas Daerah 0.187
pembobotan antar kriteria
Perhitungan AHP untuk pembobotan antar kriteria Tabel 18 Pembobotan Antar Kriteria pada Pemeliharaan
1. Membuat suatu matriks yang menggambarkan Berkala
perbandingan berpasangan 4. Uji Konsistensi
Setelah diperoleh skala penilaian perbandingan antar
kriteria dari masing- masing responden yang disajikan Kriteria Rating
dalam bentuk matriks berpasangan, tahap berikutnya Panjang Saluran 0.151
adalah mengolah data tersebut menjadi rata- rata Kerusakan Kondisi Saluran 0.479
geometrik dan dikalkulasi berdasarkan rumus: Kerusakan Kondisi Bangunan 0.370
a. Pemeliharaan Rutin
1. Melakukan perkalian Matrik penilaian dengan
Keterangan: matrik prioritas
Log G: Logaritma rata- rata geometrik Matrik Penilaian [N]
Xt : Nilai dari jawaban responden Kriteria PS JB LA
N : Jumlah responden
PS 1.00 1.97 2.31
Tabel 13 Matrik Pairwise Total untuk Pemeliharaan Rutin JB 0.51 1.00 1.93
Kriteria PS JB LA LA 0.43 0.52 1.00
PS 1.00 1.97 2.31 Matrik Prioritas [P]
JB 0.51 1.00 1.93
LD 0.43 0.52 1.00 Kriteria Rating
Jumlah Kolom 1.94 3.49 5.24 PS 0.507
JB 0.306
Tabel 14 Matrik Pairwise Total untuk Pemeliharaan LA 0.187
Berkala
Kriteria PS KKS KKB Matriks [N x P]
PS 1 0.23 0.54 Kriteria Nilai
KKS 4.36 1 0.98 PS 1.542
KKB 1.86 1.02 1 JB 0.926
Jumlah Kolom 7.22 2.25 2.52 LA 0.565

2. Membagi nilai bobot perbandingan dengan 2. Membagi baris pada Matrik [NxP] dengan baris
jumlah total tiap kolom pada Matrik [P]
Kriteria Nilai
Tabel 15 Matriks Pairwise Total Pemeliharan Rutin
Ternomalisasi Panjang Saluran 3.042
Kriteria PS JB LD Jumlah Baris Jumlah Bangunan 3.027
PS 0.52 0.56 0.44 1.52 Luas Daerah 3.015

166
Model Alokasi Pendanaan Pemeliharaan Infrastruktur Irigasi …….. (Ira Puspitasari)

3. Menghitung nilai eigenvalue (λmax) 0.25 AHP Kuantitatif AHP Kualitatif

Kriteria Nilai 0.20

B o bo t T o tal
Panjang Saluran 3.042 0.15

Jumlah Bangunan 3.027 0.10

Luas Daerah 3.015 0.05

Σ= 9.084
0.00

λmax = 9084/3000
= 3.028 Daerah Irigasi

4. Menghitung Indeks Konsistensi / Consistency Gambar 6 Pembobotan pada Pendanaan Pemeliharaan


Berkala Menggunakan Metode AHP Kuantitatif dan AHP
Index (CI)
Kualitatif (2012)

0.18 AHP Kuantitatif AHP Kualitatif


0.16
0.14

Keterangan : n = jumlah kriteria = 3

B o bo t T o tal
0.12
0.10

Dengan perhitungan Microsoft excel diperoleh nilai


0.08
0.06
0.04

CI = 0,014
0.02
0.00

Berdasarkan table II.3, jika n=3 maka RI = 0,53


Maka nilai CR = 0,026 < 0,1 OK!!! Daerah Irigasi

b.Pemeliharaan Berkala Gambar 7 Pembobotan pada Pendanaan Pemeliharaan


Dengan proses yang sama diperoleh RI = 0,53 Berkala Menggunakan Metode AHP Kuantitatif dan AHP
Maka nilai CR = 0,082 < 0,1 OK!!! Kualitatif (2011)

Bobot Total Alternatif pada AHP 0.25


Pemeliharaan Rutin (AHP Kualitatif)
Pemeliharaan Berkala (AHP Kualitatif)

Setelah diperoleh nilai antar alternatif per kriteria, 0.20


Pemeliharaan Rutin (AHP Kuantitatif)
Pemeliharaan Berkala (AHP Kuantitatif)

maka tahap selanjutnya adalah menentukan bobot


B o b o t T o tal

0.15

total alternatif untuk ke sembilan daerah irigasi. 0.10

Bobot total diperoleh dengan mengalikan nilai 0.05

antar alternatif per kriteria dengan bobot antar 0.00

kriteria baik yang diperoleh dengan metode


kuantitatif maupun metode kualitatif pada Daerah Irigasi
pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala.
Gambar 8 Pembobotan pada Pendanaan Pemeliharaan Rutin
0.18
AHP Kuantitatif AHP Kualitatif
dan Berkala Menggunakan Metode AHP Kuantitatif dan AHP
0.16
0.14
Kualitatif (2012)
B o b o t T o tal

Berdasarkan gambar 7 dan 8 dapat disimpulkan


0.12
0.10
0.08
0.06
0.04
bahwa pembobotan pada pendanaan pemeliharaan
0.02
0.00 rutin menggunakan metode AHP Kualitatif dan AHP
Kuantitatif, memiliki nilai pembobotan yang signifikan
sama, hal ini dikarenakan hasil pembobotan antar
kriteria kedua metode tersebut memiliki urutan dan
Daerah Irigasi

Gambar 4 Pembobotan Pada Pendanaan Pemeliharaan nilai yang sama pula.


Rutin Menggunakan Metode Ahp Kuantitatif Dan Ahp
Kualitatif (2012)
Pemeliharaan Rutin (AHP Kualitatif)
Pemeliharaan Berkala (AHP Kualitatif)
Pemeliharaan Rutin (AHP Kuantitatif)
0.18 Pemeliharaan Berkala (AHP Kuantitatif)
AHP Kuantitatif AHP Kualitatif 0.16
B o bo t T o tal

0.18 0.14
0.16 0.12
0.14 0.10
B obot Total

0.12 0.08
0.10 0.06
0.08 0.04
0.06 0.02
0.04 0.00
0.02
0.00

Dae rah Irigasi

Daerah Irigasi Gambar 9 Pembobotan pada Pendanaan Pemeliharaan Rutin


dan Berkala Menggunakan Metode AHP Kuantitatif dan AHP
Gambar 5 Pembobotan pada pendanaan pemeliharaan
Kualitatif (2011)
rutin menggunakan metode AHP kuantitatif dan AHP
kualitatif (2011)

167
TEDC Vol.8 No.2 Mei 2014: 160-170

kondisi ini, dapat disimpulkan bahwa sistem


pendanaan untuk pemeliharaan rutin dan
Tahun 2012 Tahun 2011
0.18

pemeliharaan berkala tidaklah sama untuk suatu


0.16
0.14
B o bo t Total

daerah irigasi yang sama, sehingga dalam


0.12
0.10

penganggarannya haruslah dibuat secara terpisah.


0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
Tahun 2012 Tahun 2011
0.18
0.16
0.14

B o bo t T o tal
0.12
Daerah Irigasi
0.10
0.08
Gambar 10 model alokasi pendanaan pemeliharaan rutin 0.06

irigasi dengan ahp kriteria kuantitatif (2011 dan 2012)


0.04
0.02
0.00

Berdasarkan gambar 9 dan 10 dapat disimpulkan


bahwa pembobotan pada pendanaan
pemeliharaan berkala menggunakan metode AHP Daerah Irigasi

Kualitatif dan AHP Kuantitatif, memiliki tren yang Gambar 13 Model Alokasi Pendanaan Pemeliharaan Berkala
hampir sama meskipun nilainya tidak terlalu Irigasi Dengan AHP Kriteria Kualitatif (2011 Dan 2012)
signifikan sama dibandingkan pada pemeiharaan
Berdasarkan gambar 12 dan 13 dapat disimpulkan
rutin, hal ini hasil dikarenakan pembobotan antar
bahwa model alokasi pendanaan pemeliharaan
kriteria menggunakan kedua metode tersebut
berkala irigasi bersifat dinamis, artinya nilai
cukup berbeda.
pembobotannya berubah setiap tahunnya sesuai
Tahun 2012 Tahun 2011 kondisi eksisting di lapangan.
0.18

Indeks kepadatan infrastruktur


0.16
0.14
B o b o t T o tal

Indeks kepadatan infrastrktur adalah kombinasi


0.12
0.10

antara indeks panjang saluran dan indeks jumlah


0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
bangunan kemudian dirata- rata. Angka indeks
diperoleh dengan cara normalisasi panjang saluran/
jumlah bangunan pada masing- masing daerah irigasi
Daerah Irigasi dibagi dengan total panjang saluran/ jumlah
Gambar 11 Model alokasi pendanaan pemeliharaan rutin bangunan seluruh daerah irigasi.
irigasi dengan AHP kriteria kualitatif (2011 dan 2012) Pembobotan Pendanaan dengan AHP Kriteria Kuantitatif"

Berdasarkan gambar 10 dan 11 dapat disimpulkan


0.18 Pembobotan Pendanaan dengan AHP Kriteria Kualitatif"
0.16 Indeks Kepadatan Infrastruktur

bahwa model alokasi pendanaan pemeliharaan


0.14
B o b o t T o tal

0.12
0.10
rutin irigasi bersifat statis, artinya nilai 0.08
0.06

pembobotannya hampir sama setiap tahunnya. 0.04


0.02
0.00
Tahun 2012 Tahun 2011
0.25

0.20
Daerah Irigasi
B o b o t T o tal

0.15

0.10 Gambar 14 Hubungan Pembobotan Pendanaan Pemeliharaan


0.05
Rutin dan Indeks Kepadatan Infrastruktur Tahun 2012
0.00
Pembobotan Pendanaan dengan AHP Kriteria Kuantitatif"
0.18 Pembobotan Pendanaan dengan AHP Kriteria Kualitatif"
0.16 Indeks Kepadatan Infrastruktur
0.14
B o b o t T o ta l

0.12
Daerah Irigasi 0.10
0.08
Gambar 12 Model Alokasi Pendanaan Pemeliharaan 0.06
0.04
Berkala Irigasi Dengan AHP Kriteria Kuantitatif (2011 0.02

Dan 2012)
0.00

Dari gambar 11 dan 12 terlihat bahwa


pembobotan antara pemeliharaan rutin dan Daerah Irigasi

pemeliharaan berkala menggunakan metode yang Gambar 15 Hubungan Pembobotan Pendanaan Pemeliharaan
sama baik AHP Kualitatif maupun Kuantitatif Rutin dan Indeks Kepadatan Infrastruktur Tahun 2011
memiliki hasil yang signifikan berbeda. Dengan

168
Model Alokasi Pendanaan Pemeliharaan Infrastruktur Irigasi …….. (Ira Puspitasari)

Berdasarkan gambar 14 dan 15 dapat disimpulkan pendanaan pemeliharaan rutin menggunakan AHP
bahwa metode AHP mampu membuat pemodelan dengan kriteria kuantitatif maupun kualitatif.
alokasi pendanaan pemeliharaan rutin yang 3. Besarnya urutan pembobotan antar kriteria
memperhatikan indeks kepadatan infrastruktur. menggunakan AHP dengan kriteria kuantitatif adalah
Indeks kerusakan infrastruktur irigasi panjang saluran 0,72 ; jumlah bangunan 0,25 dan
Indeks kerusakan infrastrktur adalah kombinasi luas area 0,03. Sedangkan pada AHP dengan kriteria
antara indeks kerusakan panjang saluran dan kualitatif adalah panjang saluran 0,507 ; jumlah
indeks kerusakan jumlah bangunan kemudian bangunan 0,306 dan luas area 0,187.
dirata- rata. Angka indeks diperoleh dengan cara 4. Kerusakan kondisi saluran merupakan kriteria
normalisasi kerusakan panjang saluran/ jumlah dengan bobot terbesar pada perhitungan alokasi
bangunan pada masing- masing daerah irigasi pendanaan pemeliharaan berkala menggunakan AHP
dibagi dengan total kerusakan panjang saluran/ dengan kriteria kuantitatif maupun kualitatif
jumlah bangunan seluruh daerah irigasi. Besarnya urutan pembobotan antar kriteria
0.20
Pembobotan Pendanaan dengan AHP Kriteria Kuantitatif"
Pembobotan Pendanaan dengan AHP Kriteria Kualitatif menggunakan AHP dengan kriteria kuantitatif adalah
0.18
0.16
Indeks Kerusakan Infrastruktur
kerusakan kondisi saluran 0,76 ; kerusakan kondisi
bangunan 0,12 dan panjang saluran 0,13. Sedangkan
B o b o t T o tal

0.14
0.12
0.10
0.08
0.06 pada AHP dengan kriteria kualitatif adalah panjang
saluran 0,479; kerusakan kondisi bangunan 0,37 dan
0.04
0.02
0.00

panjang saluran 0,151.

Daerah Irigasi
5. Metode AHP dengan kriteria kuantitatif maupun
Gambar 16 Hubungan Pembobotan Pendanaan
kualitatif mampu melakukan pemodelan alokasi
Pemeliharaan Berkala dan Indeks Kerusakan pendanaan pemeliharaan rutin yang memperhatikan
Infrastruktur Tahun 2011 panjang saluran dan jumlah bangunan (indeks
Pembobotan Pendanaan dengan AHP Kriteria Kuantitatif"
kepadatan infrastruktur).
0.25
Pembobotan Pendanaan dengan AHP Kriteria Kualitatif Alokasi pendanaan pemeliharaan rutin terbesar yang
diusulkan adalah DI Kamun sebesar 0,15 (kuantitatif)
Indeks Kerusakan Infrastruktur
0.20

dan 0,16 (kualitatif) dimana indeks kepadatan


B o b o t T o ta l

0.15

0.10 infrastruktur terbesar adalah DI Kamun sebesar 0,19.


6. Metode AHP dengan kriteria kualitatif mampu
0.05

melakukan pemodelan alokasi pendanaan


0.00

pemeliharaan berkala yang memperhatikan kondisi


Daerah Irigasi
saluran dan bangunan (indeks kerusakan
Gambar 17 Hubungan Pembobotan Pendanaan infrastruktur)
Pemeliharaan Berkala dan Indeks Kerusakan 7. Alokasi pendanaan pemeliharaan rutin
Infrastruktur Tahun 2012 menggunakan metode AHP bersifat statis yang
Berdasarkan gambar 16 dan 17 dapat disimpulkan artinya nilai pembobotannya hampir sama dari tahun
bahwa metode AHP mampu membuat pemodelan ke tahun
alokasi pendanaan pemeliharaan berkala yang 8. Alokasi pendanaan pemeliharaan rutin
memperhatikan indeks kerusakan infrastruktur. menggunakan metode AHP bersifat dinamis yang
Kesimpulan artinya nilai pembobotannya berubah- ubah dari
1. Alokasi pendanaan yang hanya berdasarkan tahun ke tahun sesuai dengan kondisi eksisting di
luas area (Rp/ Ha) adalah tidak sesuai dengan lapangan.
kebutuhan di lapangan DI Cikeusik dengan area Daftar Pustaka
terluas sehingga menerima alokasi pendanaan [1] Hadihardaja & Grigg, (2011): Decision Support
terbesar berdasarkan kebijakan pemerintah System For Irrigation Maintenance In Indonesia:
namun memiliki jumlah bangunan dan panjang A Multi-Objective Optimization Study. Water
saluran yang tidak lebih besar dan panjang Policy 19
dibandingkan dengan DI lain seperti Kamun.
[2] Hidayat,Y.M. (2012). Kajian Optimalisasi
2. Panjang saluran merupakan kriteria dengan Penggunaan Air Irigasi Di Daerah Irigasi Wanir
bobot terbesar pada perhitungan alokasi Kabupaten Bandung. Program Studi Magister

169
TEDC Vol.8 No.2 Mei 2014: 160-170

Pengelolaan Sumber Daya Air, Fakultas Teknik [8] Presiden Republik Indonesia.(2006). Peraturan
Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi.
Bandung [9] Rohmat,F.I.W. (2012). Formulasi Fair Baudgeting
[3] http://www.ekon.go.id/news/2012/07/09/per Strategy OP Irigasi Dengan Multiple- Criteria
baiki-irigasi-pemerintah-butuh-dana-rp-3- Decision Analysis (MCDA). Tesis Program
triliun Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan
[4] Mawardi (2007): Desain Hidraulik Bangunan Lingkungan, ITB, Bandung
Irigasi, Alfabeta, Bandung. [10] Saaty, T.L. (1993) : Pengambilan Keputusan Bagi
[5] Mawardi dan Memed, (2004) : Desain Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk
Hidraulik Bendung Tetap untuk Irigasi Teknis, Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang
Alfabeta, Bandung. Kompleks, PT. Pustaka Binaman Pressindo,
Jakarta.
[6] Pemerintah Republik Indonesia .(2007).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor [11] Standar Perencanaan Irigasi KP 01, 1986,
32/PRT/M/2007 tentang Pedoman Operasi Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang
dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Jakarta. Persada.Bandung

[7] Perancangan Sistem Pendukung Keputusan [12] Sekaran, Uma, 2006, Research MetodhsFor
Manajemen Perbaikan Irigasi Dengan Metode Business, SalembaEmpat, Jakarta.
Analytical Hierarchy Process(Ahp) Disertai [13] Sugiyono, 2006, Statistika Untuk Penelitian,
Perhitungan Anggaran Biaya ,Skripsi ,Indra Alfabeta, Bandung.
Wira Pranata,Universitas Sumatera Utara
Medan 2011

170

Anda mungkin juga menyukai