Anda di halaman 1dari 18

MEMOTRET PEMIKIRAN AL-ALUSI DALAM TAFSIRANYA

RUH AL-MA’ANI

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Tafsir Sufi

Dosen Pengampu:
Dr. H. Ghozi Lc, M. Fil. l.

Disusun Oleh:
Masfaza Nabila (07050622092)
Muyassarotul Mubayanah (07050622093)

TASAWUF DAN PSIKOTERAPI


FAKULTAS USHULUDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL
SURABABAYA
2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1

C. Tujuan................................................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................2

PEMBAHASAN........................................................................................................................2

A. Biografi Al-Alusi dan Gambaran Umum Kitab Tafsir Ruh Al-Ma’ani..........................2

B. Metode Penafsiran...........................................................................................................3

C. Sistematika dalam Tafsir Ruh Al-Ma’ani.......................................................................4

D. Pandangan Pada Israiliyyat.............................................................................................8

BAB III.....................................................................................................................................13

A. KESIMPULAN.............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami haturkan kepada Sang Maha dari segala Maha yakni
Allah swt. yang telah memberikan kami nikmat sehat dan kebarokahan waktu sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.Tak lupa pula sholawat dan salam tetap tertuju kepada nabi
sang utusan karena berkat beliaulah kami dapat menikmati menuntut ilmu khususnya di uin
sunan ampel tercinta ini.
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk melaksanakan perintah tugas
dari Bapak Dr. H. Ghozi Lc, M. Fil. l.selaku dosen pengampu pada mata kuliah Tafsir Sufi.
Tujuan yang kedua adalah untuk memperluas wawasan pengetahuan terhadap pembelajaran
pada mata kuliah ini.
Selanjutnya kami sangat berterima kasih kepada bapak Dr. H. Ghozi Lc, M. Fil. l.
selaku dosen pengampu pada mata kuliah yang telah memberikan tugas sehingga kami dapat
menambah wawasan pengetahuan kami khususnya dalam bidang Memotret Pemikiran Al-
Alusi dalam Tafsirnya Ruh Al-Ma’ani. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih juga
kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan opininya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna oleh
karenanya, kami membutuhkan kritik dan saran yang baik dari para pembaca khusunya bapak
dosen sendiri,sehingga kami dapat melakukan perbaikan dalam kepenulisan makalah pada
tugas selanjutnya.demikian Terima kasih.

Surabaya, 22 September 2023

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran sebagai wahyu yang diturunkan secara berangsur-angsur, maka kita sebagai
manusia harus sadar untuk upaya emahami keadaan menerangkan peristiwa yang meliputi
ayat al-Quran ketika diturunkan kepada Nabi SAW adalah penting caranya memahaminya
adalah dengan membaca al-qur’an tetapi kalau belajar alqur’an harus ada gurunya. Dalam
ilmu al-qur’an dan tafsir ada yang namanya munasabah, munasabah merupakan yang tak
bisa dipisahkan untuk dibahas, yang merupakan alat bantu untuk memahami kandungan
al-qur’an.

Memahasi isi kandungan al-qur’an sudah dilakukan oleh salau satu ulama’ yaitu
imam Al-Alusi. Imam Al-Alusi dikenal sebagai imam yang mempunyai karya Tafsir Ruh
Al-Ma’ani. Beliau dikenal dengan sebutuan Al-alusi karena dari kampong yang bernama
alus. Alasan selain itu juga karena beliau seorang ahli yang tak penarnah kenal lelah,
mulai umur 13 tahun imam al-alusi sudah mulai bejalajar dan tidak mengenal kata lelah
sampai berada dititik beliau lebih melilih untuk menyeleaikan karya tafsirnya dibanding
terjun dalam ilmu politik. Disinilah asal usul kitab tafsir Ruh Al-Ma’ani muncul. Metode
dan sismatika dalam pembuatan tafsir ruh al-ma’ani tentulah tidak mudah, harus melalui
beberapa fase dan teruratama mengambil pendapat dari beberapa ulama’. Seperti yang
akan kita bahas dalam makalah ini, ialah tentang gambaran secara umum tafsir ruh al-
ma’ani.1

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan mengenai biografi al-alusi dan gamabaran umum tafsir ruh al-
ma’ani?
2. Apa metode yang digunakan dalam tafsir ruh al-ma’ani ?
3. Bagaimana sistematika dalam tafsir ruh al-ma’ani?
4. Bagaimana pandangan pada israiliyyat?

1
Anas Mujahidin, “Corak Isyari dalam Tafsir Ruh al-Ma’ani Karya al-Alusi”, Ulumul Qur’an: Jurnal Kajian
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 2, No. 1, (Maret 2022), 113.
C. Tujuan
1. Untuk memahami lebih dalam mengenai biografi al-alusi dan gamabaran umum tafsir ruh
al-ma’ani
2. Untuk memperdalam pengetahuan metode yang digunakan dalam tafsir ruh al-ma’ani
3. Untuk memperluas pengetahuan sistematika dalam tafsir ruh al-ma’ani
4 . Untuk memperluas pemahaman pandangan pada israiliyyat

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Al-Alusi dan Gambaran Umum Kitab Tafsir Ruh Al-Ma’ani


Imam Al-Alusi mempunyai nama lengkap dikenal mempunyai karya Tafsir Ruh Al-
Ma’ani Abu Tsana’ Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusi al-Baghdadi.
Nama Al-Alusi berasal dari dinisbatkan salah satu dari daerah kampung yang bernama
alus, kampong alus merupakan pulau yang terletak di tepi barat sungai Efrat antara Syam
dan Baghdad. Imam Al-Alusi dilahirkan di kota Karkh, Baghdad pada Jum’at 15 Sya’ban
1217 Hijriyah. Beliau merupakan keturunan dari imam al-Husain jalur sanad dari ayah
imam Al-Alusi dan beliau juga Ibnu Ali bin Abi Thalib jalur sanad dari ibu imam Al-
Alusi.

Imam Al-Alusi mulai belajar dan menulis sejak 13 tahun, beliau tidak mempunyai
rasa malas dan bosan dalam belajar. Maka dari itu beliau dikenal sebagai Dhabit (Kuat
hafalannya dan mempunyai otak yang brilian). Setelah dikenal dhabir tak lama kemudian
Imam Al-Alusi diangkat menjadi wali wakaf di Madrasah Al-Mar Jayian. Pada tahun
1248 H beliau diangkat menjadi mufti, namun di tahun 1263 H beliau melepaskan jabatan
dan lebih memilih untuk berpindah menyebabkan dalam menyusun al-qur’an, disinilah
kemudian muncul tafsir Ruh al-Ma’ani.

Selain itu juga Imam Al-Alusi juga mempunyai beberapa karya, karya-karya al-Alusi
di antaranya, yaitu :
1. Hasyiyah ‘ala al-Qathr
2. Syarh al-Salim
3. Al-Awjibah al-‘Iraqiyyah ‘an Asilah al-Lahuriyyah
4. Al-Awjibah al Iraqiyyah ‘ala Asilah al-Arabiyyah
5. Durrah al-Gawas fi Awham al-Khawwash
6. Al-Nafakhat al-Qudsiyyah fi Adab al-Bahts
7. Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al-Qur’an al-Azim wa al-Sab’ al-Masani
Di antara tuju kitab-kitab tersebut, yang paling populer terkenal adalah Tafsir Ruh al-
Ma’ani.2
2
Ibid., 113-115.

2
Kata Tafsir secara bahasa berasal dari masdar ‫ فسر‬artinya penjelas. Secara istilah tafsir
adalah tata cara pengucapan al qur'an dan makna-makna yang terkandung dalam susunan
kalimat al-qur’an. Al-Alusi memaknai kata tafsir dengan kata “kasyt''artinya
menyingkapkan makna tersembunyi dan kata “bayan'' penjelas terhadap makna al-
qur’an.3 Kitab Ruh Al-Ma’ani ditinjau dari kajian ilmu tafsir. Pada tinjauan kajian ilmu
tafsir dirumuskan oleh ulama tafsir yang menggunakan metodologi secara umum. Imam
Al-Alusi dalam pengajaran kitab tafsir Ruh Al-Ma’ani menggunakan perumpamaan yang
jelas dan mudah dimengerti. Beliau sebagai mufassir juga mengajarkan beberapa ilmu
seperti ilmu qiraat, ilmu munasabah dan ilmu asbabun nuzul.4

B. Metode Penafsiran
Pada metode kitab tafsir ruh al-ma’ani mempunyai dua pembahasan, yaitu :
menggunakan sumber dari mana kitab tafsir ruh al-ma’aani dan bagaiamana uslub atau
manhaj dan corak yang hadir ketika membaca kita tafsir ruh al-ma’ani. Hal ini dijelaskan
bahwa dalam sumber kitab tafsir ruh al-ma’ani diambil dari sanad jalur periwayatan (bil
ma’tsur) dan dan jalur riyayah (bil ra'yi). Sanad jalur subemr tersebut diantaranya, yaitu:
Al-Qur’an, sunnah shahih, pendapat sahabat tabi’in yang valid dan juga dapat
dipertanggung jawabkan, kaidah bahasa arab, ijtihad (rasio) yang mengacu pada kata
kaida, teori dan argumen yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah( data
empiris). Imam Al-Alusi mengambil dari sumber bil ma'tsur dan bil ra'yi, tetapi lebih
banyak bil ma'tsur karena beliau memilih menggunakan hadis dan pendapat para ulama’.
Contoh model penafsiran dari makna suatu ayat al-alusi menggunakan hadis nabi, dapat
dilihat pada surah al-imron ayat 55 menafsirkan pada kalimat “ Mutawaffika wa rofika”

‫ِاْذ َقاَل ُهّٰللا ٰي ِع ْيٰٓس ى ِاِّنْي ُم َتَو ِّفْيَك َو َر اِفُعَك ِاَلَّي َوُم َطِّهُرَك ِم َن اَّلِذ ْيَن َكَفُرْو ا َو َج اِع ُل اَّلِذ ْيَن اَّتَبُعْو َك َفْو َق اَّل ِذ ْيَن َكَف ُر ْٓو ا ِاٰل ى َي ْو ِم‬
‫اْلِقٰي َم ِةۚ ُثَّم ِاَلَّي َم ْر ِج ُع ُك ْم َفَاْح ُك ُم َبْيَنُك ْم ِفْيَم ا ُكْنُتْم ِفْيِه َتْخ َتِلُفْو َن‬
Terjemahan
(Ingatlah), ketika Allah berfirman, “Wahai Isa! Aku mengambilmu dan mengangkatmu
kepada-Ku, serta menyucikanmu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-
orang yang mengikutimu di atas orang-orang yang kafir hingga hari Kiamat. Kemudian

3
Yeni Setyaningsih, “Melacak Pemikiran Al-Alusi dalam Tafsir Ruh Al-Ma'ani”, Kontemplasi, Volume. 05
Nomor, 01, (Agustus 2017), 242-243.
4
(Moch. Sya’ban Abdul Rozak, dkk, 2021), “Metodologi Khusus dalam Penafsiran Al-Qur`an oleh Al-Alusi
Al-Baghdadi dalam kitab Tafsir Ruh Al-Ma’ani”, Volume. 1, Nomor. 1 (Januari-Maret 2021), 22.

3
kepada-Ku engkau kembali, lalu Aku beri keputusan (Yeni Setianingsih, 2017)tentang
apa yang kamu perselisihkan.”

Dalam satu riwayat oleh Ibnu Hatim dari Qatadah ia berkata: redaksi ayat ini
dipahami bahwa ada yang didahulukan ada yang diakhirkan, yakni susunan kalimat itu
adalah Rafiuka ilayya wa mutawaffika. Ini salah satu bentuk pentakwilan dalam
menjelaskan maksud ayat itu, sesuai dengan petunjuk ayat pada tempat yang lain.

Corak tafsir
Corak Tafsir atau disebut Laun ialah nuansa atau warna khusus yang mewarnai suatu
penafsiran. Dalam menafsirkan ayat Al-Qur`an Al-Alusi tidak memiliki kecenderungan
khusus menggunakan satu corak yang spesifik, contoh; fiqhi, lughawi, adabi ijtimai, sufi,
falsafi atau yang lainnya. Tetapi secara garis besar corak penafsiran Al-Alusi mencakup
corak sufi, fiqh dan lughawi. Secara garis besar ini dijelaskan masalah bahasa, baik
nahwu dan yang lainnya. Corak Sufi adalah ketika Al-Alusi menafsirkan QS. Nuh ayat
4“Seandainya kalian ahli ilmu atau faham maka kalian akan bersegera dalam beribadah,
namun kalian tidak faham maka kalian tidak bersegera dalam ibadah. Al-Alusi lebih
menekankan tentang hakikat setiap peribadatan yang harus dilakukan manusia. Corak
fiqih adalah perbandingan hukum yang disampaikan oleh para ulama fiqih, contoh:
lanjutannya dalam surat Al-Insyiqaq terkait sujud tilawah di ayat ke 21. Corak lughawi
adalah ketika menafsirkan kata yaktubu QS. Al Baqarah ayat 282, contoh lainnya
menafsirkan surat Al-Insyiqaq ayat 19.5

C. Sistematika dalam Tafsir Ruh Al-Ma’ani


Diantara karya peninggalan Imam Al Alusi kepada generasi setelahnya hingga saat ini
adalah kitab tafsir dengan sebutan ‫روح المعاني في تفسير القرأن العظيم وسبع المثاني‬, setelah beliau
wafat kitab tersebut kemudian disempurnakan oleh putranya yang bernama As Sayid
Nu’man Al Alusi, namun kitab tersebut diserahkan lansung pada Ridho Pasya setelah
beliau memberi judul pada kitab tersebut

Salah satu karya Imam alusy yakni kitab tafsir Ruh Al ma'ani merupakan karya beliau
yang paling besar karena kandungan dalam kitab ini membahas tentang pandangan ulama
Salaf juga ulama khalaf dan kitab ini juga mengutip tentang kesimpulan beberapa kitab
tafsir sebelumnya sebagaimana Tafsir Ibnu Athiyah Tafsir Ibnu Hibban tafsir Imam Abu
hayyan tafsir kitab Imam Al Kasysyaf,Tafsir Imam Abu Al Saud, tafsir Imam Al-

5
Ibid., 22-23.

4
Baidawi dan tafsir Imam Al Razi dengan demikian beliau Imam Al alusi berusaha
menjadi pribadi yang netral dan adil apabila beliau menukilkan beberapa tafsir tersebut
Lalu selanjutnya Beliau juga mengemukakan saran dan kritiknya sendiri secara merdeka
tanpa harus terpengaruh pada salah satu tafsir tersebut Imam Al alusi menggunakan
beberapa istilah ketika beliau menukil tafsir-tafsir sebelumnya dengan sebutan Qola
syaikh Al Islam Pada penuh tafsir milik abu Al Saud, dan untuk penukilan tafsir milik
Imam Al Baidowi beliau menyebut dengan Qola Al qodli Serta menukil dari tafsir Imam
Al Razi beliau menggunakan kata Qola Al Imam

Hal yang melatar belakangi terbentuknya Karya Imam Al alusi yang berjudul Ruh Al
ma'ani adalah dorongan suatu mimpi yang menjadikannya terkesan hampir dikatakan
mistik namun sebelumnya beliau telah memiliki pemikiran untuk merangkai ide dalam
menulis tafsir tersebut dengan demikian beliau mampu merumuskan persoalan-persoalan
yang dianggap penting bagi masyarakat di zaman itu namun beliau juga merasakan
keraguan dalam merealisasikan ide yang akan dituangkan ke dalam kitab tersebut,
Akhirnya pada malam Jumat bulan Rajab tahun 1252 Hijriyah beliau bermimpi diutus
oleh Allah untuk melipat langit dan bumi Namun Beliau juga diperintah untuk
membenahi setiap kerusakan yang ada pada keduanya tidak hanya itu dalam mimpinya
tersebut Beliau juga seakan-akan mengangkat salah satu tangannya ke langit dan bagian
tangan sebelahnya ke tempat air Tak lama kemudian beliau terbangun dari tidurnya dari
kronologi mimpi tersebut sudah pantaslah sebagai penak Milan tentang jawaban serta
isyarat dalam penyusunan kitab tafsir Ruh Al ma'ani

Metode khusus merupakan metode yang digunakan mufassir untuk menyajikan


produk tafsirnya. Artinya, secara umum kitab-kitab tafsir boleh dijadikan tahlili, namun
khusus metode tahlili yang disampaikan oleh masing-masing mufassir pasti mempunyai
ciri khas tersendiri. Dan inilah yang kita sebut dengan metode penjelasan konkrit. Berikut
cara khusus Al-Alusi dalam menyajikan tafsirnya dalam tafsirnya tentang Ruh Al-Ma'ani:

1. Pemaparan Tafsir Linguistik

Al-Alusi dalam kitab tafsirnya menggunakan pendekatan linguistik (lughawy). Hal ini
terlihat pada Al-Alusi sangat menekankan kajian aspek kebahasaan yang diyakininya
sebagai kunci untuk membuka lapangan makna yang jauh lebih luas dalam memahami
Al-Quran. Melalui pendekatan linguistik ini, Al-Alusi pertama kali mencoba menjelaskan
55.555 struktur kalimat berdasarkan kaidah I'rob dan ilmu Balaghah, serta mengamati

5
kesesuaian makna (ilmu ma'ani). Dengan pendekatan ini, Al-Alusi kemudian memahami
penafsirannya berdasarkan bukti-bukti lain yang menguatkan. Setelah membahas aspek
kebahasaan, Al-Alusi kemudian membahas aspek hadis terkaitdan asbab nuzul,
menceritakan kisahnya dengan cukup selektif dan hati-hati (Assyur, 1970, p. . 135).

1. Menjelaskan kalimat-kalimat hukumnya dengan mengutip pandangan-pandangan


Fuqaha dan menjelaskannya

Al-Alusi Dalam menjelaskan hukuman-hukuman tersebut, beliau terlebih dahulu


memaparkan pandangan-pandangan para ulama berbagai mazhab dan dalil-dalilnya, tanpa
bersikap fanatik terhadapnya. bahkan dari segi fikih Al-Alusi tergolong mazhab Syafi'i
namun terkadang Al-Alusi mengikuti pandangan mazhab Hanafi. Misalnya ketika Al-
Alusi menjelaskan kepada Aulamastumun nisa tentang batalnya wudhu, Al-Alusi
mengikuti nasehat Imam Hanafi yang menyebutkan bahwa wudhu seseorang tidak batal
karena berdampak pada wanita dengan atau tanpa syahwat (Hamdani, 2015). , halaman
46).

Namun Al-Alusi juga terkadang menguatkan pandangan mazhabnya sendiri,


khususnya mazhab Imam Asy-Syafi'i, ketika menjelaskan QS. Al Baqarah : 228 tentang
waktu vidah. Al-Alusi terlebih dahulu menyebutkan pendapat Imam Asy-Syafi'i dan
Imam Hanafi dengan dalil kedua imam tersebut, kemudian beliau mengatakan bahwa
pendapat Imam Asy-Syafi'i pada pertanyaan cukup kuat (Hamdani, 2015 ). ), dan
menganalisis pandangan-pandangan ulama Asy-Syafi'i, serta menentang 55.555 orang
yang menentang pandangan Imam Asy-Syafi'i.

2. Memperjelas surah yang akan ditafsirkan apakah termasuk Makkiyyah dan


Madaniyah serta mengacu pada kewajaran surah

Sebelum menjelaskan tafsir surah yang dibahas, terkadang Al-Alusi terlebih dahulu
menjelaskan kedudukan surah, apakah itu Makkiyah atau Madaniyah, dengan
menyertakan dalil-dalilnya. yang terkadang menguatkan bahkanorang yang tidak setuju
dengan apa yang disajikan. Sebagai contoh pada pendahuluan tafsir Surah Al-Fatihah (Al-
Baghdadi, n.d.-b, p. 33) adalah sebagai berikut

6
Pada penjelasan di atas Al-Alusi memberikan beberapa pendapat apakah surat Al-
Fatihah termasuk dalam makkiyah atau dalam madaniyyah. Dan terakhir, Al-Alusi
memberikan pendapat bahwa Al-Fatihah termasuk dalam makiyyah berdasarkanriwayat
Ibnu Abbas karena beliau memberikan pendapat para sahabat yang kuat lebih banyak
karena mereka yang menyaksikan wahyu tersebut.

Contoh lain untuk mengidentifikasi huruf Hud; Surah Hud termasuk dalam genre
makiyyah berdasarkan riwayat Ibnu Nuhas tentang tanggal dan Abu sebagai Syekh dan
Ibnu Murdawaih dari Ibnu Abbas ra. Dan Ibnu Murdawaih tahun Abdillah Bin Zubair dan
Al-Alusi sama sekali tidak mengecualikan kedua baris ini sedangkan Jumhur
Ulamamengecualikan sepertiga ayat: falaalka tarikun- Afaman kan ala bayyinatin min
Rabbih-aqim ashalata thorfainnahar, satu ayat Narasi mengecualikan ketiga ayat ini dari
Qatadah (Al-Baghdadi, n.d.-b, hal. 202).

3. Tafsir Hadits yang Lebih Kuat

Mengenai cara Al-Alusi dalam menafsirkan surah tidak terikat pada kaidah-kaidah
tertentu melainkan menafsirkan sesuai dengan apa yang telah disepakati dan menjelaskan
maksudnya. menurutnya, terkadang jika menjelaskan secara lengkap Surah kemudian
menjelaskannya , bahkan terkadang membaginya menjadi beberapa bagian. Al-Alusi
dalam memanfaatkan hadis dalam tafsirnya dengan mempertemukan ayat-ayat yang
disebutkan dalam hadis dengan mengacu pada teksnya, terkadang ketika terdapat
perbedaan status hadis, kuat atau lemah, Al-Alusi memilih yang kuat untuk mendukung
arti ayat tersebut. Kebanyakan Al-Alusi mengandalkan pendapat teman-temannya,
memberikan ulasan atau kritik bila diperlukan dan juga membandingkan dengan pendapat
lain, dan Al-Alusi terkadang menggunakan pendapat salah satu dari 55.555 temannya
untuk menjelaskan tentang Nasikh dan Mansukh.

7
D. Pandangan Pada Israiliyyat
Pendapatnya terhadap Israiliyyat Al-Alusi sangat keras dalam kritiknya terhadap
Israiliyat dan hadis-hadis palsu yang beredar menurut tafsir tertentu para mufasir yang
mereka anggap hadis shahih. Al-Alusi juga mendasarkan penafsirannya pada ungkapan
Tabi'in, karena ia sering mengutip pendapat Tabi'in dalam penafsirannya, namun
metodenya tidak selalu bisa diterima begitu saja. Terkadang Al-Alusi juga menghindari
ungkapan Tabi'in jika pendapatnya jauh dari makna. Al-Alusi mengandalkan Kibar
Mufassirin di kalangan Tabi'in seperti Mujahid,Qatadah, Ikrimah, Thowus, 'Atho'bin Abi
Rabbah, Hasan al Basri, Said Bin Jubair, Masruq dan lain-lain di antaraulama yang
berkompeten. Menurut kesimpulan Suryani (Suryani, 2020), Al-Alusi dalam menjelaskan
kisah Israiliyyat adalah: pertama,, ia selektif dalam menyampaikan kisah tersebut. Kedua,
ia menceritakan kisah Israiliyyat yang memberikan alasan dan komentar kasar. Ketiga,
sejarah Israiliyah yang disampaikan al-Alusi sangat singkat. Hal ini terlihat pada
halamanbukunya yang membahas tentang kisah-kisah Israiliyyat.Misalnya ketika Al-
Alusi menafsirkan ayat tentang bahtera Nuh dengan mengacu pada cerita tertentu
sepertiQatadah, Ikrimah dan al-Kalby mengatakan: Nuh menanam pohon jati dan akan
menebangnya bila panjang pohon itu mencapaiempat ratus hasta, dan setiap hasta
berumur empat puluh tahun. Beberapa orang juga mengatakandua puluh tahun. Kemudian
hadirkan juga orang-orang yang ada di kapal tersebut. Dan tentu saja, semuanya
didasarkan pada kisah Israel.Beliau merujuk pada kisah-kisah tersebut untuk kemudian
dikomentari dan dikritisi yang menyatakanbahwa: “Menurut al-Alusi, di antara sekian
banyak pendapat yang dikemukakan, orang yang beriman adalah orang yang meyakini
bahwa Nuh (a.s.) membangun bahterasesuai dengan yang diperintahkan Allah SWT
dalam kitab suci. Untuk pertanyaan panjang, lebar dan tinggi juga seperti kapal itu terbuat
dari apa, berapa lama waktu yang dibutuhkan Nuh AS untuk membangun dan
menyempurnakannya.dll, ini dia tidak dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadis Rasul saw,
al-Alusi hanya berpesan agar jangan terlalu mendatar.

Oleh karena itu, jelas bahwa metode Israelyat yang memasukkan kisah Al-Alusi
adalah untuk tujuan mengomentari dan mengkritisinyamenurut logika yang
digunakannya. Penyebutan ini jelas tidak dimaksudkan untuk sah. melegitimasi ayat
terkait agar menjadi dalil. Hal ini sangat sesuai dengan tujuan diturunkannya Al-Qur'an
sebagai petunjuk dan bukan sebagai ensiklopedia yang memerlukan ilmu pengetahuan
secara rinci. tidak berguna sebagai panduan.

8
Penggunaan puisi untuk memperkuat makna akan dibahasAl-Alusi juga menggunakan
puisi dalam penjelasannya. Dalam kitabnya terdapat sejumlah ayat yang ia sajikan dengan
berbagai tujuan, kadang untuk kepentingan kebahasaan, kadang untuk mengungkapkan
kaidah nahwu atau retorika.Seperti dalam QS. Al-Qasas ayat 6:

Artinya: “dan Kami teguhkan kedudukan mereka di bumi dan Kami perlihatkan
kepada Fir‘aun dan Haman bersama bala tentaranya apa yang selalu mereka takutkan
dari mereka.”

Al-Alusi menggambarkan kondisi saat menyaksikan dan melihat dirinya mati


serta dimandikan dalam bait syairnya

Artinya: “Perpisahan telah membuatku menangis # Sampai kumelihat diriku dimandikan


dengan mataku sendiri”

Ibnu Asyur berpendapat bahwa ketika menciptakan makna Al-Quran harus


memahami maksud awal, sudut pandang serta percabangannya, kemudian
mendiskusikannya dan menghasilkan makna atau sudut pandang yang paling kuat, Oleh
karena itu Al-Alusi banyak menggunakan puisi untuk mengeksplorasi. makna, dari situlah
timbul makna yang mendalam dan indah.

Mengeluarkan pendapat sambil mengkritik dan mengomentari pendapat lain yang


salah, disertai penguatan dari sumber ma'tsur dan ra'yu

Contoh lain tafsir Al-Alusi pada ayat 60-65 Surat Al Kahfi yang menceritakan kisah
Musa bertemu Khidir Dalam menjelaskan pertemuan antara Musa dan Khidir, Al-Alusi
mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Ibnu Abbas dari
Ubay Bin Ka'ab, yang artinya “Suatu ketika Musa berdiri untuk berbicara di hadapan
kaumnya, khususnya anak-anak. orang Israel lalu ditanya siapa yang paling bertaqwa?
Musa menjawab "Aku." Dengan jawaban ini, Musa mendapat kecaman dari Tuhannya,
karena 'dia tidak mengembalikan ilmu kepada Allah, maka Allah memberinya wahyu
"Sesungguhnya , saya mempunyai seorang pelayan di majma al Bahraini. Dan dialebih
pintar darimu.

9
Jadi berdasarkan hadits tersebut Al-Alusi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
“Musa” pada ayat tersebut adalah Musa bin Imran, seorang nabi Bani Israel, pendapat
tersebut menurutnya adalah pendapat semut yang berharga. Selanjutnya Al-Alusi
mengemukakan pandangan para ahli kitab, sebagian ahli hadis dan ahli sejarah bahwa
Musa yang disebutkan dalam ayat tersebut bukanlah Musa Ibnu Imran, melainkan Musa
Ibn Afrasim Ibnu Yusuf, khususnya Musa yang dikenal sebagai Nabi tahun yang lalu.
Musa bin Imran. Hal ini didasarkan pada argumen berikut:

a. Tidak masuk akal bagi seorang Nabi untuk belajar dari orang lain selain dirinya
sendiri. Argumen tersebut dibantah oleh Al-Alusi bahwa Musa tidak belajar dari
siapapun selain Nabi, melainkan ia juga belajar dari seorang Nabi yaitu Khidir, jika
dalilini tidak memuaskan hati mereka, dengan alasan Musa Ibnu Imran adalah unggul.
Dalam Khidir Al-Alusi memberikan 55.555 jawaban, tidak masalah jika yang
derajatnya lebih tinggi belajar dari yang prioritasnya lebih rendah yaitu 55.555
(almafdhul). Karena secara logika, tidak menutup kemungkinan bahwa ilmu yang
dimiliki oleh 55.555 orang itu adalah yang paling utama (al-afdhal). Seperti pepatah
"qad yujad fi al mafdhul ma yujad fi al fadil" terkadang kita menemukan sesuatu pada
orang yang disukai sesuatu yang tidak kita temukan pada orang utama Seperti yang
juga dikatakan Fali Kullu Syain Maziyyah, segala sesuatu ada manfaatnya.
b. Musa, setelah keluar dari Mesir bersama kaumnya ke Al-Tih (gurun pasir Sinai), tidak
pernah meninggalkan al-Tih dan wafat di sana. Padahal jika kisah ini berkaitan
dengan Musa Ibn Imran tentu Musa harus keluar dari al-Tih, karena kisah itu mungkin
tidak terjadi di Mesir sebagaimana kesepakatan orang-orang.
c. Jika kisah tersebut dikaitkan dengan Musa Ibnu Imran, tentu dalam beberapa hari ia
pasti sudah dilihat oleh 55.555 umatnya. Tentu saja masyarakat Bani Israil yang
bersamanya semua mengetahui cerita tersebut dan menceritakannya kepada orang
lain, karena dalam cerita tersebut terdapat hal-hal yang aneh, namun sepertinya hal
tersebut tidak terjadi. Jadi, jelas cerita ini tidak ada kaitannya dengan Musa Ibnu
Imran.

Dalil kedua dan ketiga telah terbantahkan oleh Al-Alusi, yang menyatakan bahwa
Musa meninggalkan al-Tih tidak dapat diterima, karena sebenarnya kisah tersebut terjadi
setelah Nabi Musa menguasai Mesir bersama bani 'Israel dan beliau menetap disana
setelah kota tersebut. Telah dihancurkan.Mesir. keluarga Qibti. Demikian pula, tidak ada
kesepakatan bahwa cerita tersebut tidak terjadi di Mesir. Begitu pula dengan kepergian

10
Moussa menemui Khidir juga luar biasa. Tanpa sepengetahuan kaumnya, diyakini bahwa
ia hanya pergi untuk berdoa kepada Tuhannya. Musa tidak memberi tahu umatnya
tentang sifat kepergiannya, karena ia khawatir jika diumumkan, maka akan mengurangi
status Musa di antara umatnya, karena tidak semua umatnya memahami bahwa
(khususnya kepergian Musa) belajar darinya. Khidir), nyatanya tidak merendahkan
nubuatan Musa.Jadi penyangkalan mereka bahwa cerita tersebut tidak ada hubungannya
dengan Musa Ibnu Imran tidak diperlukan, karena secara logika mungkin saja, apalagi
Allah SWT. dan Rasul-Nya menjelaskan

Usulan kedua dan ketiga ditolak oleh Al-Alusi yang menganggap kepergian Musa
dari al-Tih tidak dapat diterima, karena sebenarnya kisah tersebut terjadi setelah Nabi
Musa menguasai Mesir bersama bani Israel dan menetap di sana setelah kota tersebut.
Telah dihancurkan. Mesir. keluarga Qibti. Demikian pula, tidak ada kesepakatan bahwa
cerita tersebut tidak terjadi di Mesir. Begitu pula dengan kepergian Moussa menemui
Khidir yang juga luar biasa. Tanpa sepengetahuan umatnya, diyakini bahwa ia hanya
pergi untuk berdoa kepada Tuhannya. Musa tidak memberitahukan kepada umatnya sifat
kepergiannya, karena ia khawatir jika diumumkan akan menurunkan status Musa di
kalangan umatnya, karena tidak semua umatnya memahami hal itu (terutama kepergian
Musa) telah diketahui. dari dia. Khidr), sebenarnya tidak meragukan nubuatan Musa.Jadi
penyangkalan mereka bahwa cerita tersebut tidak ada hubungannya dengan Musa Ibnu
Imran tidak ada gunanya, karena secara logika mungkin saja, apalagi Allah SWT. dan
Rasul-Nya menjelaskan

Adapun Fata Musa (pemuda yang mendampingi Musa) adalah Yusya' Ibnu Nun Ibnu
Afrasyim Ibnu Yusuf. Disebut fata karena mengabdi pada nabi Musa. Orang Arab
menyebut pelayannya fata, karena pelayannya biasanya masih muda. Lalu siapakah
hamba saleh yang ditemui Musa? Mayoritas ulama berpendapat bahwa itu adalah Nabi
Khidir, pendapat ini juga dianut oleh Al-Alusi berdasarkan hadits shahih yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.

Mengenai Surat al-Kahfi: 66-70, penjelasan Al-Alusi sekilas berbunyi sebagai


berikut: “Setelah Nabi Musa bertemu dengan Nabi Khidir, Nabi Musa meminta izin
kepada Nabi Khidir untuk pergi mengikutinya dan meminta Khidir untuk
mengajarkannya. dipahami dari ayat “hal attabiuka ala an tuyllimani mimma ullimta

11
rusyda” Huruf ala menurut kaidah arab berarti angka yang mengikutinya adalah suatu
syarat.

Ilmu yang diharapkan Musa adalah rusyd, yang menurut Al-Alusi berarti itsbat al
khair (ilmu yang dengannya seseorang dapat memahami kebaikan dengan benar). Nabi
Khidir pun rela menerima permintaan Musa dengan catatan jika nanti dalam perjalanan
Musa ia melihat hal-hal aneh yang dilakukan Khidir maka ia tidak diperbolehkan
bertanya, hingga Khidir sendiri yang menjelaskan. Nabi Khidir sebenarnya tahu bahwa
Musa tidak akan bisa pergi bersamanya. Hal ini terlihat pada pernyataan Khidir dalam
surat al Kahfi: 66-67.

12
BAB III

A. KESIMPULAN
Imam Al-Alusi mempunyai nama lengkap dikenal mempunyai karya Tafsir Ruh
Al-Ma’ani Abu Tsana’ Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusi al-
Baghdadi. Nama Al-Alusi berasal dari dinisbatkan salah satu dari daerah kampung
yang bernama alus beliau memiliki banyak karya yang dimana salah satu karya
terbesarnya adalah kitab tafsir Ruh Al ma’ani.

Pada metode kitab tafsir ruh al-ma’ani mempunyai dua pembahasan, yaitu : menggunakan
sumber dari mana kitab tafsir ruh al-ma’aani dan bagaiamana uslub atau manhaj dan corak
yang hadir ketika membaca kita tafsir ruh al-ma’ani

Hal yang melatar belakangi terbentuknya Karya Imam Al alusi yang berjudul Ruh Al
ma'ani adalah dorongan suatu mimpi yang menjadikannya terkesan hampir dikatakan mistik
namun sebelumnya beliau telah memiliki pemikiran untuk merangkai ide dalam menulis tafsir
tersebut dengan demikian beliau mampu merumuskan persoalan-persoalan yang dianggap
penting bagi masyarakat di zaman itu namun beliau juga merasakan keraguan dalam
merealisasikan ide yang akan dituangkan ke dalam kitab tersebut,

Pendapatnya terhadap Israiliyyat Al-Alusi sangat keras dalam kritiknya terhadap Israiliyat
dan hadis-hadis palsu yang beredar menurut tafsir tertentu para mufasir yang mereka anggap
hadis shahih. Al-Alusi juga mendasarkan penafsirannya pada ungkapan Tabi'in, karena ia
sering mengutip pendapat Tabi'in dalam penafsirannya, namun metodenya tidak selalu bisa
diterima begitu saja. Terkadang Al-Alusi juga menghindari ungkapan Tabi'in jika
pendapatnya jauh dari makna. Al-Alusi mengandalkan Kibar Mufassirin di kalangan Tabi'in
seperti Mujahid,Qatadah, Ikrimah, Thowus, 'Atho'bin Abi Rabbah, Hasan al Basri, Said Bin
Jubair, Masruq dan lain-lain di antaraulama yang berkompeten

13
DAFTAR PUSTAKA
Deni, Metodologi Khusus dalam Penafsiran (Anas Mujahiddin, 2022)Al-Qur`an oleh Al-
Alusi Al-Baghdadi dalam kitab Tafsir Ruh Al-Ma’ani Volume 1, Nomor 1 Januari-Maret
2021
Rahmi Aminah, METODE DAN CORAK PENAFSIRAN IMAM AL-ALUSI TERHADAP
AL-QUR’AN Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
2013
Mujahiddin.,
Anas (2022). Corak Isyari dalam Tafsir Ruh al-Ma’ani Karya al-Alusi. Jurnal Kajian Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir.
Sya’ban , Moch, Abdul Rozak, dkk. (2021). Metodologi Khusus dalam Penafsiran Al-
Qur`an oleh Al-Alusi Al-Baghdadi dalam. journal.uinsgd.ac.id.
Setianingsih, Yeni (2017). Melacak Pemikiran Al-Alusi dalam tasir Al-Ma'ani . UIN
Raden Intan Lampung.

14

Anda mungkin juga menyukai