Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM

JUDUL :
IDENTIFIKASI ASAM AMINO DAN GUGUS FUNGSI

Disusun Oleh :
Kelompok :9
Kelas :B
Tanggal Praktikum : 22 September 2022

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022
IDENTIFIKASI ASAM AMINO DAN GUGUS FUNGSI

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa mengetahui cara mengidentifikasi asam amino dan gugus fungsi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip kerja dari identifikasi gugus fungsi
3. Mahasiswa mampu mengaplikasikan identifikasi asam amino gugus fungsi
berdasarkan karakteristik tersebut.

II. DASAR TEORI / TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Protein


Protein adalah sebuah polimer yang terdiri dari monomer dalam jumlah
banyak yang disebut α-Amino acids (asam amino). Asam amino ini memiliki
jumlah yang sangat banyak, namun asam amino yang umum dan dapat
ditemukan dalam protein sehari-hari terdapat sekitar 20 asam amino dengan
klasifikasi yang berbeda.

Protein sendiri dapat tersusun atas 4 struktur, yaitu sebagai berikut :

Sumber : Getty Images/iStockphoto

1. Struktur Primer Protein (Primary Structure of Protein)


Dalam protein, struktur primer adalah urutan yang bersifat linear dari residu
asam amino yang terlihat dari bentuk yang terbentuk oleh gabungan antara
atom nitrogen dengan atom C terminus (ujung). Ikatan peptida memiliki
peran krusial dalam menghubungkan gugus amina pada asam amino ke
gugus karboksil asam amino lainnya. Asam amino sendiri membentuk
protein secara kovalen. Tiap ikatan antar asam amino yang terbentuk
memiliki dampak menghilangnya satu atau lebih molekul air.

2. Struktur Sekunder Protein (Secondary Structure of Protein)


Selanjutnya, rantai asam amino yang turut membantu struktur primer
protein juga akan dapat membentuk struktur sekunder protein dengan cara
membentuk lipatan atau gulungan. Lipatan tersebut memiliki beberapa
bentuk seperti spiral melingkar, zigzag, linear atau campuran. Dalam
pembuatan struktur sekunder ini, terdapat ikatan-ikatan kimiawi yang
terlibat yaitu :

a) Ikatan Hidrogen : Ikatan ini terbentuk akibat adanya pembagian atom H


antara oksigen dari CO dengan nitrogen dari -NH dalam ikatan peptida yang
berbeda. Ikatan inilah yang akan membentuk struktur sekunder dari protein.

b) Ikatan Disulfida : Ikatan ini merupakan ikatan kovalen yang kuat dan
memiliki energi yang tinggi. Ikatan ini terbentuk dari dua residu sistein.
Beberapa ikatan yang dapat terbentuk adalah :

a) α -heliks

Struktur α -heliks adalah struktur yang paling umum ditemukan di


lingkungan alam. Struktur ini terbentuk dari tulang punggung polipeptida
yang membentuk kumparan heliks. Rantai samping dari asam amino akan
menjulur keluar dari poros pusat. Tujuannya adalah untuk menghindari
adanya interferensi sterik. Kumparan α -heliks akan distabilkan oleh ikatan
hidrogen yang ekstensif antara karbonil O dengan hidrogen dari asam amino
lain. Kumparan α -heliks dapat berbentuk tangan kanan atau tangan kiri.
Namun, α -heliks tangan kiri akan kurang stabil jika dibandingkan dengan
α -heliks tangan kanan.

b) β-Sheet

Struktur ini berbentuk lembaran di mana aka nada ikatan hidrogen yang
terlibat. Struktur ini akan terbentuk saat adanya ikatan hidrogen antara
hidrogen dari suatu asam amino dengan oksigen karbonil dari asam amino
yang lain. Pada β-Sheet terdapat lebih dari satu rantai peptide yang hampir
seluruhnya diperpanjang. Rantai yang berdekatan di β-Sheet akan dapat
berupa paralel maupun antiparallel. Itu semua bergantung pada apakah
ikatan amino dengan peptida karbonil berjalan dalam arah yang sama atau
berlawanan.

c) Triple Helix

Struktur sekunder ini umumnya ditemukan pada kolagen. Kolagen sendiri


kaya akan protein maupun hidroksiprolin yang menyebabkan kolagen tidak
dapat membentuk struktur sekunder α -heliks maupun β-Sheet. Oleh karena
itu, kolagen akan membentuk struktur triple helix. Ikatan yang mampu
menstabilkan struktur ini adalah ikatan non kovalen maupun kovalen.

d) Reverse Turns or β-bends

Protein globular tepatnya pada rantai polipeptida akan mengalami


perubahan arah sebanyak dua kali atau bahkan lebih saat proses perlipatan
berlangsung. Struktur ini terjadi pada bagian permukaan dari protein
globular berhambatan sterik dalam upayanya menahan perubahan dari arah
rantai polipeptida. Terdapat tiga jenis dari β-bends, yaitu pada Tipe 1 dan
Tipe 2.

e) Super Secondary Structure

Terdapat beberapa variasi dari kombinasi pada struktur sekunder protein


yang umum ditemukan pada protein globular. Struktur ini terdiri dari 3
bentuk yaitu β-α-β unit, Greek key, dan β-meander.

3. Struktur Tersier Protein (Tertiary Structure of Protein)


Struktur tersier dari protein adalah terbentuk dari pelipatan seluruh rantai
polipeptida pada struktur sekunder secara global. Sehingga dapat dikatakan
bahwa struktur tersier ini terbentuk karena adanya interaksi atau hubungan
antara asam amino yang melakukan pendekatan dengan asam amino lain
yang awalnya berjauhan. Pelipatan menyebabkan adanya pendekatan yang
terjadi. Ada beberapa ikatan atau interaksi yang berperan dalam
pembentukan struktur ini, yaitu:
a) Interaksi Hidrofobik
Interaksi ini umum terjadi antara rantai samping suatu asam amino bersifat
nonpolar. Interaksi ini merupakan suatu penjaga stabilitas utama dalam
struktur tersier.
b) Ikatan Hidrogen
Ikatan ini sering terbentuk oleh rantai samping polar dari suatu asam amino.
c) Interaksi Ionik atau Elektrostatis
Interaksi ini terjadi antara rantai samping asam amino yang memiliki
muatan yang berlawanan, misalnya pada asam amino asam dan basa.
d) Gaya Van der Waal
Gaya ini biasanya terjadi antara rantai samping non polar.
e) Ikatan Disulfida Ikatan ini adalah suatu ikatan S-S pada kelompok -SH
dari suatu residu sistein yang memiliki jarak yang jauh antar residunya.
Interaksi yang terjadi pada rantai samping asam amino akan berperan
penting dalam pelipatan rantai polipeptida menjadi suatu bentuk tiga
dimensi dari protein yang bersifat fungsional. Pelipatan ini dapat terjadi
dalam hitungan detik hingga menit di dalam suatu sel.

4. Struktur Kuartener Protein (Quaternary Structure of Protein)


Struktur protein kuartener adalah struktur protein yang terbentuk atas lebih
dari satu jenis rantai polipeptida. Struktur kuartener protein terdiri dari
beberapa subunit protein yang digabungkan oleh beberapa ikatan atau
interaksi, terutama oleh interaksi non-kovalen,yaitu ikatan hidrogen, ikatan
ion, dan juga interaksi hidrofobik. Perakitan dari suatu protein menjadi
struktur kuartener disebut dengan oligomer. Setiap rantai peptida yang
menyusun struktur kuartener disebut dengan subunit protein. Monomer dari
protein oligomer dapat sama atau identik dan juga dapat sangat berbeda.
Setiap subunit dapat bekerja secara mandiri atau independen, tetapi juga
bisa bekerja bersama-sama seperti hemoglobin. Contoh proteinnya adalah :
a. Kreatin Fosfokinase yaitu protein dengan dua monomer (dimer).
b. Hemoglobin dan Laktat Dehidrogenase yaitu protein dengan empat
monomer (tetramer).
c. Apoferritin yaitu sebuah protein pengikat dan tempat penyimpanan zat
besi dengan 24 sub unit yang identik.
d. Aspartate Transcarbamoylase yang merupakan protein dengan 72 subunit
protein.

2.2 Asam Amino


Asam amino adalah senyawa organik yang memiliki gugus
fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam
biokimia seringkali pengertiannya dipersempit dimana keduanya terikat
pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus
karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa.
Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik dimana cenderung
menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam.
Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadi zwitterion. Sifat
amfoter juga membuat asam amino dapat bereaksi dengan asam dan basa
yang disebabkan adanya gugus karboksil sebagai asam dan gugus amina
sebagai basa. Konsepnya, bila asam amino mengikat gugus karboksil (-
COOH) lebih banyak daripada mengikat gugus amina (-NH2), maka asam
amino akan dianggap bersifat asam. Contohnya adalah asam glutamate dan
asam aspartat. Begitu juga sebaliknya, bila asam amino mengikat gugus
amina (-NH2) lebih banyak daripada mengikat gugus karboksil (-COOH) ,
maka asam amino akan dianggap bersifat basa. Contohnya adalah histidine,
arginine, dan lisin. Namun demikian, asam amino pasti memiliki gugus
karboksil dan gugus amina setidaknya masing-masing 1 gugus.

Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak


dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme,
yaitu sebagai penyusun protein, termasuk enzim. Asam amino ini ternyata
juga memiliki fungsi biokimia dalam metabolisme tubuh. Misalnya saja
asam amino taurin yang dipercaya mampu memicu penggunaan energi
dalam tubuh kita. Demikian juga dengan asam amino karnitin yang
dianggap mampu meningkatkan metabolisme tubuh dan meningkatkan
pembakaran energi tubuh. Asam amino glisin dan glutamin juga bisa
menjadi katalisator reaksi penggunaan energi, sehingga efeknya di dalam
tubuh menjadi lebih segar. Berdasarkan fungsi biologisnya, asam amino
digolongkan menjadi :
1. Asam amino esensial
Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis oleh
tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan yang dikonsumsi. Jenis asam
amino esensial adalah histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin,
treonin, triptofan, dan valin.
2. Asam amino Non-esensial
Asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat disintesis oleh
tubuh. ks. Jenis asam amino non esensial adalah alanin, arginin, asparagin,
asam aspartat, sistein, asam glutamat, glutamin, glisin, prolin, serin, dan
tirosin.

2.3 Identifikasi Protein dan Asam Amino


Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup. Senyawa ini
terutama berfungsi sebagai zat pembentuk struktur sel, misalnya dalam
rambut, wol, kolagen, jaringan penghubung, dan membran sel. Selain itu pula
dapat berfungsi sebagai zat yang aktif misalnya enzim, hormon,
haemoglobin, toksin, antibodi, dan protein yang terikat pada gen.
Protein umumnya dari 20 jenis asam amino. Asam amino mempunyai sifat
asam yang basa yang unik karena memiliki sekaligus gugus asam dan gugus
basa. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, kita dapat melakukan pemisahan,
identifikasi, dan penentuan jumlah asam amino dalam campuran, bahkan
menentukan komposisi asam amino dalam suatu protein.
a. Ikatan Peptida
Merupakan jenis ikatan kovalen yang hanya ditemukan dalam molekul
protein. Ikatan ini menyatukan asam amino sama untuk menciptakan rantai
peptida, yang kemudian bergabung bersama-sama untuk membentuk
protein.
ikatan antara gugus amino (-NH2) dari satu asam amino (AA) dan gugus
karboksil (-COOH) dari asam amino lain. Peptida dan protein dibentuk oleh
penyatuan asam amino melalui ikatan peptida. Ikatan peptida melibatkan
pembentukan ikatan CO-NH dan dehidrasi atau hilangnya molekul air
(H2O), ketika gugus karboksil kehilangan hidrogen dan oksigen dan gugus
amino hidrogen. Faktanya, ini adalah ikatan amida tersubstitusi.
Pembentukan ikatan ini membutuhkan pasokan energi, sedangkan
kerusakannya (hidrolisis) melepaskannya.
b. Ikatan Sulfida
Sulfida organik adalah senyawa yang terbentuk ketika belerang berikatan
dengan dua gugus organik. Sulfida anorganik adalah senyawa yang
mengandung ion sulfida bermuatan negatif. Contohnya adalah garam.
c. Ikatan Hidrogen
Dalam kimia, ikatan hidrogen adalah sejenis gaya tarik antarmolekul yang
terjadi pada dua muatan listrik parsial dengan polaritas yang berlawanan.
Walaupun semakin kuat dari kebanyakan gaya antarmolekul, ikatan
hidrogen jauh semakin lemah dari ikatan kovalen dan ikatan ion. Dalam
makromolekul seperti protein dan asam nukleat, ikatan ini dapat terjadi pada
dua anggota dari molekul yang sama. dan memerankan sebagai penentu
bangun-bangun molekul semuanya yang penting. Ikatan hidrogen terjadi
ketika sebuah molekul benar atom N, O, atau F yang benar pasangan
elektron tidak terikat (lone pair electron). Hidrogen dari molekul lain akan
berinteraksi dengan pasangan elektron tidak terikat ini membentuk suatu
ikatan hidrogen dengan agung ikatan bervariasi mulai dari yang lemah (1-2
kJ mol-1) sampai tinggi (>155 kJ mol-1).
Kekuatan ikatan hidrogen ini dipengaruhi oleh perbedaan elektronegativitas
sela atom-atom dalam molekul tersebut. Semakin agung perbedaannya,
semakin agung ikatan hidrogen yang terbentuk. Ikatan hidrogen
mempengaruhi titik didih suatu senyawa. Semakin besar ikatan
hidrogennya, semakin tinggi titik didihnya. Namun, khusus pada air (H2O),
terjadi dua ikatan hidrogen pada tiap molekulnya. Ikatan hidrogen adalah
bagian daripada serangkaian interaksi yang terjadi antara jenis partikel atom
hidrogen yang terikat oleh atom dengan bilangan elektronegativitas yang
tinggi dengan atom lain yang memiliki pasangan elektron bebas.
Ikatan hidrogen dapat terjadi karena ketika atom hidrogen mengikat atom
lain dengan elektronegativitas tinggi seperti atom N, O, ataupun F, maka
atom dengan elektronegativitas tinggi tersebut sesuai definisinya sebagai
atom elektronegatif akan cenderung menarik elektron dari atom hidrogen
yang digunakan secara bersama-sama ke arah atom tersebut. Ketika hal itu
terjadi, maka densitas elektron pada teori atom hidrogen cenderung sedikit
dan berkurang sehingga atom hidrogen mengalami kekurangan elektron
atau dapat dikatakan elektropositif. Kondisi tersebut membuat atom
hidrogen tidak stabil sehingga hidrogen membutuhkan donor elektron dari
atom lain.

Ketika atom hidrogen bertemu dengan atom lain yang memiliki pasangan
elektron bebas seperti nitrogen ataupun oksigen, maka hidrogen yang
kekurangan elektron akan mendekati pasangan elektron bebas dan
mengadakan interaksi yang disebut dengan ikatan hidrogen. Hal itu dapat
diilustrasikan pada gambar berikut.

Dalam ilustrasi tersebut, atom donor merupakan atom dengan


elektronegativitas tinggi sedangkan atom akseptor merupakan atom dengan
pasangan elektron bebas.

d. Ikatan Hidrofobik
Rantai non polar dari asam amino netral pada protein cenderung bersekutu.
Persekutuannya tidak ber stoikiometri dan tetap memegang peranan penting
dalam mempertahankan struktur protein.
e. Ikatan Elektrostatik
Ikatan elektrostatik adalah ikatan yang dapat terbentuk apabila terdapat
gugus asam, amino yang berada di dekat gugus karboksil.
2.4 Senyawa Organik dan Gugus Fungsi
1. Senyawa Organik
Senyawa organik merupakan senyawa kimia yang molekulnya mengandung
karbon, kecuali karbida, karbonat dan oksida karbon. Senyawa organik
seperti protein, lemak dan karbohidrat merupakan komponen penting dalam
biokimia. Dan senyawa organik termasuk golongan terbesar di senyawa
kimia. Sifat senyawa organik memiliki fungsi yang diantaranya; Titik didih
dan titik lebur yang dimiliki senyawa organik relatif rendah, senyawa
organik ketika dipanaskan akan mudah terurai dan berbuah strukturnya,
sukar larut dalam pelarut seperti air, titik didih dan titik lebur yang dimiliki
senyawa organik relatif rendah. Karbon dioksida hasil pembakaran senyawa
organik dapat mengeringkan air kapur.
Jenis-jenis senyawa organik :
a. Senyawa Alifatik
Senyawa alifatik adalah senyawa organik yang hanya mengandung
hidrogen dan karbon saja. Ikatan antara dua karbon dapat sangat
beragam dan bervariasi. Contoh senyawa dari golongan alifatik
yaitu etena, etana, dan asetilena.
b. Senyawa Alisiklik
Senyawa alisiklik membentuk bagian cincin pada strukturnya.
Cincin ini membentuk ikatan tunggal yang berada pada dua atom
karbon. Cincin tersebut diberikan nama sesuai dengan ikatannya,
seperti siklopentana untuk lima cincin karbon, sikloheksana untuk
enam cincin karbon.
c. Eter
Eter merupakan jenis senyawa organik yang mempunyai ciri khas
bau yang banyak. Eter terdiri dari atom oksigen yang terhubung
dengan dua atom karbon.
d. Aldehid
Aldehid adalah senyawa organik yang memiliki gugus fungsi OH,
gugus ini berkaitan dengan atom karbon yang ada di dalam
rantainya. Jenis-jenis aldehida diantaranya asetaldehida dan
formaldehida.
e. Keton
Keton merupakan senyawa organik yang mengandung oksigen dan
berikatan dengan atom karbon dalam ikatan rangkap, yaitu C = O
dalam suatu molekul. Beberapa jenis yang termasuk dalam keton
seperti sukrosa, glukosa, aseton dan fruktosa.
f. Amina
Amina adalah senyawa yang menjadi sifat dasar dan memiliki
bagian yang bernama amonia. Senyawa organik ini terkenal
memiliki manfaat sebagai pewarna yang mampu memberikan warna
obat, indikator pada proses titrasi, dan lainnya.
g. Alkohol
Alkohol adalah molekul dengan gugus -OH yang memiliki kaitan
dengan atom karbon secara langsung. Biasanya alkohol digunakan
sebagai pelarut karena memiliki polaritas yang tinggi, tetapi tidak
seluruh jenis alkohol dapat digunakan karena sifat volatilitasnya.
h. Asam Organik
Asam organik terdiri dari asam sitrat, asam perkhlorat, dan asam
tartarat. Jenis senyawa organik ini padat dan juga keasaman dari
asam organik tidak sekuat dengan asam anorganik.
i. Ester
Ester adalah jenis molekul pembentuk minyak dan lemak,
contohnya minyak mustard, dan minyak wijen. Baik minyak
maupun lemak memiliki struktur yang panjang dan rentan terhadap
oksidasi saat dalam keadaan terbuka dengan rentang waktu yang
cukup lama.
j. AsamAmino
Asam amino merupakan senyawa organik yang terdiri dari gugus
amina dan gugus karboksilat. Berperan dalam membantu
memelihara keseimbangan tubuh dengan membentuk protein karena
di dalam tubuh manusia memiliki banyak asam amino.
2. Gugus Fungsi
Gugus fungsi adalah atom atau kelompok atom dengan susunan
tertentu yang menentukan struktur dan sifat suatu senyawa. Senyawa yang
mempunyai gugus fungsi yang sama dikelompokkan ke dalam golongan
yang sama. Gugus fungsi tersebut merupakan bagian yang paling reaktif
Jika senyawa tersebut bereaksi dengan senyawa lain. Gugus fungsi
mempunyai beberapa macam ikatan, yaitu ikatan tunggal, ikatan rangkap
dua dan ikatan rangkap tiga. Ikatan tunggal C-C dan C-O dalam senyawa
organik biasanya tidak reaktif karena non polar. Ikatan rangkap dua dan
ikatan rangkap tiga yang menghubungkan atom-atom karbon juga dianggap
gugusan fungsional, sebab lebih reaktif daripada ikatan tunggal C-C
(Prasojo, 2010).
Gugus fungsi terdapat bermacam-macam bentuk diantaranya yaitu
alkil halida, eter, ester, keton, alkohol dan aldehid. Alkohol merupakan
senyawa hidrokarbon dengan satu atom H yang disubtitusikan gugus –OH.
Keton dan Aldehid merupakan senyawa organik yang mengandung gugus
karbonil. Perbedaan gugus fungsi dapat mempengaruhi sifat fisik dan sifat
kimia suatu senyawa. Aldehid dan keton yang mempunyai bau yang khas,
yaitu aldehid berbau menyengat dan keton berbau harum (Fessenden, 1982).
Gugus fungsi tertentu memberikan gejala yang khas jika direaksikan dengan
pereaksi tertentu. Gugus fungsi menjadi ciri suatu kelompok senyawa dan
dapat dikenali dengan pereaksi pengenalnya. Beberapa pereaksi pengenal
gugus fungsi yang pertama yaitu, pereaksi air brom. Pereaksi brom
menunjukkan bahwa senyawa organik sebagai senyawa tak jenuh. Pereaksi
ini memberikan tanda yaitu hilangnya warna coklat dari Brom (Br 2) apabila
positif mengandung ikatan rangkap pada suatu senyawa organik. Pereaksi
yang kedua yaitu, pereaksi logam Na. Pereaksi logam Na menunjukan
adanya gugus –OH pada suatu senyawa organik dengan ditandai oleh
timbulnya gelembung gas H2. Tanda tersebut berarti senyawa tidak
memiliki gugus –OH. Pereaksi yang ketiga yaitu, pereaksi fehling. Pereaksi
ini mengandung ion Cu2+ (berwarna biru transparan), yang menunjukkan
adanya gugus aldehid (-CHO) oleh timbulnya endapan Cu2O berwarna
merah bata. Pada reaksi ini, gugus aldehid mereduksi ion Cu 2+ menjadi ion
Cu+ (Hoffman, 2004).

2.5 Identifikasi Gugus Fungsi Tertentu


Gugus fungsi merupakan bagian molekul senyawa karbon yang
mengalami reaksi kimia dan menentukan sifat fisik senyawa karbon tersebut.
Selain menentukan sifat senyawa karbon, gugus fungsi juga dijadikan dasar
klasifikasi dan penamaan senyawa karbon.
1. Hidroksil
Gugus hidroksil terdapat pada alkohol dan fenol
Alkohol merupakan nama penggolongan senyawa dengan gugus fungsi-OH
(hidroksil). Dengan adanya gugus hidroksil maka rumus umum untuk
alkohol dituliskan R-OH. Alkohol yang sering digunakan untuk antiseptik
merupakan alkohol berupa etanol atau etil alkohol. Penamaan untuk alkohol
menggunakan hidrokarbon induk dari deret alkana dengan huruf akhir
diubah menjadi -ol. Prinsip penamaannya pada gugus fungsi memperoleh
nomor yang serendah mungkin. Alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen
antar molekulnya sehingga titik didih nya menjadi lebih tinggi. Karena
adanya ikatan hidrogen maka kelarutan alkohol jika dibandingkan dengan
alkil halida maka juga lebih besar.
2. Karbonil
Aldehid dan keton merupakan senyawa organik, dengan gugus fungsi
karbonil (-c=O) pada ujung rantai). Karbonil merupakan gugus fungsi yang
dimiliki golongan senyawa aldehid, keton, asam karboksilat, dan ester. Pada
IUPAC, aldehid diberi akhiran -al. Pada IUPAC, keton diberi akhiran -on.
Penomoran untuk penamaannya pada gugus fungsi karbonil mendapat
nomor yang terkecil. Keton adalah suatu senyawa organik dengan gugus
fungsi keton, yaitu gugus karbonil yang terletak bukan pada karbon ujung.
Mengidentifikasi gugus keton dapat dilakukan dengan tes DNP dan tes
iodoform. Tes DNP menggunakan reagen larutan 2,4-dinitrofenilhidrazin.
Sampel dilarutkan dalam HCl encer kemudian ditambahkan 2,4-
dinitrofenilhidrazin, kemudian dikocok. Senyawa dinyatakan mengandung
gugus keton jika setelah bereaksi dengan larutan 2,4-dinitrofenilhidrazin
terbentuk endapan berwarna oranye (Nurlita & Suja, 2004).
3. Karboksil
Kombinasi -C=O (karbonil) dan gugus -OH (alkohol). Gugus fungsi
karboksil adalah gugus fungsi golongan asam karboksilat. Asam karboksilat
merupakan senyawa dengan gugus karboksil pada karbon ujung. Penamaan
untuk asam karboksilat seperti halnya pada aldehid karena gugus karboksil
harus berada pada awal sebuah rantai karbon sehingga tidak diperlukan
nomor. Dan imbuhan nama untuk asam karboksilat adalah asam –oat.
4. Alkoksi(-OR)
Gugus Fungsi alkoksi terdapat pada golongan eter
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 ALAT
a. Neraca analitis
b. Tabung reaksi
c. Pipet pasteur
d. Gelas beker
e. Corong
f. Spiritus
g. Penjepit tabung reaksi
3.2 BAHAN
1. Sampel protein (susu, putih telur)
2. Formalin
3. Aseton
4. Etanol
5. Reagen Ninhidrin
6. Feriklorida
7. Akuades
8. Kuprisulfat
9. NaOH
10. Glukosa
11. Asam glioksilat
12. Asam nitrat pekat
13. Asam pikrat
14. Alfa-naftol dalam alkohol
15. Ammonia
16. Asam sulfat pekat
17. Asam trikloroasetat
18. Asam fosfomolibdat
19. Asam fosfowolframat
20. Pereaksi Schiff
21. CaCl2
22. Tollens A
23. Tollens B
24. Asam asetat
25. Fehling A
26. Fehling B
27. Pereaksi Benedict
28. Pb-asetat
29. Natrium nitroprussid
30. Asam benzoat

IV. CARA KERJA


1. Tes Ninhidrin
Tes Ninhidrin dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan alfa
amino atau asam amino bebas. Langkah pertama yang dilakukan adalah
menyiapkan alat dan bahan. Berikutnya ambil tabung reaksi bersih, dan isi
dengan sampel protein. Kemudian tambahkan beberapa tetes ninhidrin
dengan perbandingan 1:1. Setelah itu homogenkan campuran dan panaskan.
Langkah terakhir mengamati perubahan warna yang terbentuk dan catat
dalam data.
2. Tes Biuret
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyedikan tabung reaksi
bersih. setelah itu, mengisi tabung reaksi dengan sampel protein berupa
susu dan putih telur, Berikutnya menambahkan beberapa tetes kuprisulfat
dengan diikuti NaOH encer. mengamati perubahan yang terjadi dan
mencatat dalam data.
3. Tes Xanthoprotein
Tes Xanthoprotein dilakukan untuk menguji keberadaan asam
amino tirosin dan triptofan ketika protein yang mengandung keduanya
direaksikan dengan asam nitrat pekat pada suhu tinggi. Langkah pertama
yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Langkah selanjutnya,
ambil tabung reaksi bersih, dan isi dengan sampel protein. Kemudian
tambahkan beberapa tetes asam nitrat pekat (HNO3) dan panaskan.
Selanjutnya amati warna yang terbentuk. Setelah itu, tambahkan amonia
dengan hati hati. Langkah terakhir yaitu mengamati perubahan yang terjadi
dan catat dalam data.
4. Tes Molisch
Langkah pertama yaitu menyediakan tabung reaksi bersih yang lalu
diisi dengan sampel protein. Setelah tabung reaksi bersih terisi, tambahkan
beberapa tetes alfa-naftol dalam alkohol dan homogenkan campuran.
Tambahkan juga asam sulfat pekat dengan hati-hati lewat dinding tabung
reaksi. Kemudian amati perubahan yang terjadi, catat perubahan tersebut
dalam data.
5. Tes Hopkin’s Cole
Tes Hopkins Cole dilakukan untuk mendeteksi protein yang
penyusunnya adalah asam amino triptofan. Langkah pertama dalam tes
hopkins cole adalah menyiapkan tabung reaksi bersih lalu diisi dengan
sampel protein yaitu susu selanjutnya ditambahkan asam glioksilat dan
homogenkan campuran. Apabila larutan telah homogen tambahkan asam
sulfat pekat (H2SO4) melalui dinding tabung reaksi dengan pelan dan tidak
boleh tercampur.

6. Tes Sulfida
Tes Sulfida adalah uji unsur S, dan uji ini dilakukan bertujuan untuk
menunjukkan adanya asam amino yang mengandung unsur S ,prinsipnya
adalah sulfida pada asam amino apabila direaksikan pada larutan PB asetat
maka akan membentuk yaitu pbs. Langkah pertama yang harus dilakukan
yaitu siapkan tabung reaksi dan diisi dengan sampel putih telur 10 tetes,
lalu tambahkan NaOH 40% dengan volume yang sama 10 tetes (1:1),
panaskan 1 menit sampai mendidih, lalu tambahkan Pb asetat 5 tetes, setelah
itu amatilah perubahan warna yang terjadi.

7. Pengendapan protein
Larutan protein dalam air dengan pengaruh berbagai macam
penambahan garam, asam, atau basa dan pelarut lain akan mempengaruhi
kelarutan tersebut. Adanya perbedaan kelarutan dapat disebabkan oleh
terbentuknya suatu senyawa kompleks yang tidak larut dalam air,
berubahnya struktur protein sehingga mempengaruhi kelarutan atau adanya
perbedaan sifat dari pelarut lain yang ditambahkan. Pengendapan protein ini
digunakan untuk memisahkan antara asam amino satu dengan asam amino
yang lain. Pengendapan protein pada praktikum ini dilakukan dengan 3 cara
kerja. Dimana pada cara kerja pertama, susu atau sampel protein dicampur
menggunakan beberapa jenis asam seperti asam pikrat yang menyebabkan
larutan berwarna kuning tidak memiliki endapan, asam fosfowolframat
yang menyebabkan larutan berwarna biru dan tidak memiliki endapan serta
asam fosfomolibdat yang menyebabkan larutan berwarna biru muda
memiliki endapan.
Dilanjutkan dengan cara kerja yang kedua dimana dibedakan
menjadi 2 set tabung. Pada set 1 , ditambahkan CuSO4 dan NaOH pada susu
dan terjadi perubahan warna jadi biru pastel dan terjadi perubahan warna
menjadi ungu pada NaOH. Selanjutnya ialah set yang ke-2 ditambahkan
larutan dan serbuk NaCl pada masing-masing protein dan hasilnya sama-
sama tidak terjadi perubahan warna. Dan yang terakhir ialah cara kerja yang
ke-3 dimana masing-masing 3 tabung yang diisi sampel susu ditambahkan
feri klorida menjadi putih kekuningan warnanya, ditambahkan kupri sulfat
warnanya berubah jadi putih kebiruan dan banyak endapan. Serta yang
terakhir ditambahkan plumbo asetat yang menyebabkan warna larutan putih
sedikit jernih dan ditemukan sedikit endapan.
8. Denaturasi Protein
Pertama, menyiapkan sampel protein berupa putih telur pada dua
tabung reaksi. Kemudian memanaskan tabung 1 sampai terdapat endapan
putih melayang. Selanjutnya, menambahkan etanol atau aseton pada
tabung dua sampai membentuk sedikit endapan putih melayang.
9. Tes Schiff
Tes schiff dilakukan untuk mengidentifikasi adanya gugus aldehid
alifatis dengan menggunakan pereaksi/reagen Schiff. Langkah kerja yang
dilakukan pertama adalah mempersiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Langkah selanjutnya, ambil 2 tabung reaksi. Lalu tambahkan
larutan glukosa pada tabung reaksi A dan tambahkan formalin pada tabung
reaksi B. Selanjutnya, tambahkan pereaksi schiff pada masing masing
tabung sebanyak 1-2 tetes. Selanjutnya homogenkan campuran pada masing
masing tabung reaksi. Langkah terakhir yaitu mengamati perubahan yang
terjadi dan catat dalam data.
10. Tes Tollens
Untuk melakukan Tes Tollens yang pertama adalah dengan
menyediakan tabung reaksi bersih yang diisi dengan larutan formalin.
Setelah tabung reaksi terisi dengan formalin tambahkan 4-5 tetes pereaksi
Tollens yang telah disediakan. Pereaksi Tollens dibuat dengan mereaksikan
larutan perak nitrat dengan amonium hidroksida berlebihan, sehingga yang
mula-mula terjadi larut. Homogenkan campuran setelah penetesan Pereaksi
Tollens, lalu panaskan. Amati perubahan, tak lupa catat hasil dalam data.
11. Tes Fehling
Tes Fehling dilakukan dengan mencampurkan larutan Fehling A dan
Fehling B pada gelas beaker terlebih dahulu dengan perbandingan 1:1
hingga campuran Fehling berwarna biru tua. Selanjutnya menyiapkan
tabung reaksi bersih dan isi dengan larutan formalin, lalu tambahkan
campuran larutan fehling yang telah dicampurkan sebelumnya.
Homogenkan campuran dan selanjutnya panaskan hingga berubah warna,
dan amatilah perubahan warna yang terjadi.
12. Tes Benedict
Langkah pertama yang dilakukan untuk melakukan uji benedict
yaitu, pertama-tama siapkan Tabung reaksi dan diisi dengan formalin 10
tetes, lalu tambahkan pereaksi benedict 10 tetes sama banyak atau
perbandingan 1:1, panaskan sampai berubah warna, dan amati perubahan
warna tersebut.
13. Tes Rothera
Tes Rothera adalah tes yang dilakukan menggunakan aseton, Tes
Rothera pada praktikum ini dilakukan dengan menyiapkan 2 tabung reaksi
bersih dan tabung reaksi 1 diisi dengan aseton dan tabung reaksi 2 diisi
dengan formalin. Selanjutnya kedua tabung ditambahkan dengan larutan
nitroprussid, amonium klorida, dan amonia. Amati perubahan yang terjadi
pada larutan.
14. Identifikasi Ester Alifatis
Identifikasi ester alifatis atau bisa disebut dengan esterifikasi,
Langkah pertama untuk melakukan tes ini adalah menyediakan dua tabung
reaksi. Kemudian mengisi tabung 1 dengan asam asetat dan tabung 2 dengan
asam benzoat. Menambahkan etanol pada masing-masing tabung dan
homogenkan. Menambahkan 2-3 tetes asam sulfat pekat lewat dinding
tabung dan diamkan sebentar. Memanaskan tabung reaksi. Selanjutnya
menganalisis bau yang terbentuk dan bandingkan antara tabung 1 dengan
tabung 2. Mencatat hasil pada data.

V. DATA PENGAMATAN
1. Tes Ninhidrin
No. Perlakuan Hasil

1. Tambahkan protein (susu), lalu Warna berubah menjadi ungu


diberi tetes ninhidrin,
dihomogenkan dan dipanaskan.

2. Tambahkan protein (putih telur), Warna berubah menjadi ungu


lalu diberi tetes ninhidrin,
dihomogenkan dan dipanaskan.
2. Tes Biuret

No. Perlakuan Hasil

1. Tambahkan protein (susu), lalu Larutan berubah menjadi warna


ditambahkan beberapa tetes kupri ungu muda
sulfat dan NaOH encer, panaskan
larutan. Amati perubahan yang
terjadi.

2. Tambahkan protein (putih telur), Larutan berubah menjadi warna


lalu ditambahkan beberapa tetes ungu pekat
kupri sulfat dan NaOH encer,
panaskan larutan. Amati perubahan
yang terjadi.

3. Tes Xanthoprotein

No. Perlakuan Hasil

1. Tambahkan protein (susu), lalu Larutan berubah menjadi warna


ditambahkan asam nitrat pekat, kuning
panaskan. Amati perubahan warna
yang terbentuk.

2. Setelah perlakuan pada nomor 1, Larutan berubah menjadi warna


tambahkan amonia dengan hati hati orange
dan amati perubahan yang terjadi

4. Tes Molisch

No. Perlakuan Hasil

1. Pada sampel protein (susu) reaksi pertama berubah menjadi


ditambahkan alfa naftol dalam berwarna putih & merah muda
alkohol, homogenkan campuran. ,juga ada endapan. setelah
setelah itu ditambah dengan asam ditambah H2SO4 pada bagian
sulfat pekat (H2SO4). bawah ada warna hitam bening.

5. Tes Hopkin’s Cole

No. Perlakuan Hasil

1. Protein (susu) ditambahkan asam Terbentuk endapan melayang


glioksilat dan ditambahkan asam warna putih ungu dan cairan
sulfat pekat lewat dinding tabung. bening.
6. Tes Sulfida

No Perlakuan Hasil

1. Tambahkan sampel putih telur 10 Terjadi perubahan warna


tetes, lalu tambahkan NaOH 40% menjadi coklat kehitaman
dengan volume yang sama 10 tetes, (coca-cola)
panaskan 1 menit sampai mendidih,
lalu tambahkan Pb asetat 5 tetes.

7. Pengendapan Protein

Cara Kerja I

Tabung Tambahkan sampel protein (susu) Larutan berwarna kuning


1 lalu tambahkan asam pikrat dan memiliki endapan

Tabung Tambahkan sampel protein (susu) lalu Larutan berwarna biru dan
2 tambahkan asam fosfowolframat tidak memiliki endapan

Tabung Tambahkan sampel protein (susu) lalu Larutan berawarna biru


3 tambahkan asam fosfomolibdat muda dan memiliki
endapan

Cara Kerja II

a. Set 1

Tabung Perlakuan Analisis

1 Tambahkan CuSO 4 (5 tetes) dengan Terjadi perubahan warna


posisi tabung sudah diisi sampel menjadi biru pastel

2 Tambahkan NaOH (5 tetes) dengan Terjadi perubahan warna


posisi tabung sudah diisi sampel menjadi ungu
b. Set 2

Tabung Perlakuan Analisis

1 Tambahkan larutan NaCL (10 tetes) Tidak terjadi perubahan


pada tabung yang sudah diisi sampel warna

2 Tambahkan bubuk NaCL 1 ml pada Tidak terjadi perubahan


tabung yang sudah diisi sampel warna

Cara Kerja III

Tabun Perlakuan Hasil


g

1 Tambahkan sampel protein (susu) lalu Larutan berwarna putih


tambahkan feriklorida kekuningan

2 Tambahkan sampel protein (susu) lalu Larutan berwarna putih


tambahkan kuprisulfat kebiruan
Banyak ditemukan endapan

3 Tambahkan sampel protein (susu) lalu Larutan berwarna putih


tambahkan plumbo asetat sedikit jernih
Ditemukan sedikit endapan

8. Denaturasi Protein

No. Perlakuan Hasil

1. Protein (putih telur) diletakkan pada Terbentuk endapan putih


dua tabung reaksi. Pada tabung 1, melayang.
dipanaskan sedangkan pada tabung 2
ditambahkan etanol/aseton.

9. Tes Schiff

No. Perlakuan Hasil

1. Tambahkan l5 tetes larutan glukosa Tidak terjadi perubahan yang


dan 1-2 tetes pereaksi schiff terjadi dalam tes schiff

2. Tambahkan larutan formalin dan 1-2 Tidak terjadi perubahan yang


tetes pereaksi schiff terjadi dalam tes schiff

10. Tes Tollens

No. Perlakuan Hasil

1. Tabung reaksi pertama isi dengan Tabung reaksi pertama, berubah


larutan formalin ditambahkan menjadi warna jingga bening / tidak
pereaksi Tollens A. pekat.

2. Tabung kedua isi dengan Tollens A Tabung kedua menjadi hitam bintik-
dan Tollens B (1:1) lalu formalin. bintik hampir tidak pekat.

11. Tes Fehling

No. Perlakuan Hasil

Larutan formalin ditambahkan Terjadi perubahan warna


dengan Fehling A dan Fehling B menjadi warna merah bata dan
yang telah dicampurkan sebelumnya lama-lama menjadi hitam.
lalu dipanaskan

12. Tes Benedict

No Perlakuan Hasil

1. Tabung reaksi diisi dengan formalin 10 tetes, Terjadi perubahan


lalu benedict 10 tetes /sama banyak, panaskan warna menjadi hijau
sampai berubah warna (hijau lumut)
13. Tes Rothera

No. Perlakuan Hasil

1. Tabung reaksi pertama isi dengan Tabung pertama yang berisi


aseton. Selanjutnya ditambahkan aseton berubah warna menjadi
dengan natrium nitroprussid, ungu.
amonium klorida dan amonia.

2. Tabung reaksi kedua isi dengan Tabung kedua menjadi kuning


formalin. Selanjutnya ditambahkan transparan.
dengan natrium nitroprussid,
amonium klorida dan amonia

14. Identifikasi Ester Alifatis

No. Perlakuan Hasil

1. Tabung 1 diisi dengan asam asetat, Bau yang timbul menyengat dan
lalu ditambahkan etanol dan tidak sedap
tambahkan 2-3 tetes asam sulfat
pekat melalui dinding tabung.
Kemudian panaskan dan analisa bau
yang terbentuk.

2. Tabung 2 diisi dengan asam Bau yang timbul lebih manis dan
benzoat, lalu ditambahkan etanol tidak menyengat
dan tambahkan 2-3 tetes asam sulfat
pekat memlalui dinding tabung.
Kemudian panaskan dan analisa bau
yang terbentuk

VI. PEMBAHASAN
1. Tes Ninhidrin
Tes Ninhidrin merupakan tes yang digunakan untuk menunjukkan
adanya asam amino dalam zat yang diuji. Dalam uji ini digunakan larutan
ninhidrin untuk mendeteksi semua jenis asam amino. Ninhidrin juga
merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mendeteksi gugus amina
dalam molekul asam amino.

2. Tes Biuret
Tujuan dari tes biuret adalah untuk mengetahui ada tidaknya ikatan peptida
dalam sampel yang diujikan. Pada tes ini, digunakan pereaksi NaOH encer
dan CuSO₄ untuk membuat larutan berada dalam suasana basa. Dalam uji
ini tidak dilakukan pemanasan karena CuSO₄ apabila dipanaskan akan
membentuk kristal dan mengakibatkan ikatan peptida rusak sehingga tidak
bisa dideteksi. Peptida yang mempunyai dua buah ikatan peptida atau lebih
bereaksi dengan ion Cu2+ dalam suasana basa dan akan membentuk suatu
senyawa kompleks berwarna biru ungu (Poedjiadi, 1994). Protein yang
mempunyai ikatan peptida sebanyak dua buah atau lebih akan berwarna
ungu. Warna ungu terjadi karena kompleks ikatan peptida dengan
tembaga, semakin banyak ikatan peptida maka semakin pekat warna ungu
yang terbentuk (Lehninger, 1993).
Ikatan peptida merupakan ikatan yang menggabungkan asam-asam amino
menghasilkan suatu dipeptida dengan melepaskan air. Penggabungan
memerlukan banyak energi, sedang untuk hidrolisis praktis tidak
memerlukan energi. Gugus karboksil pada asam amino dapat dilepaskan
dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan suatu amina. Sifat peptida
dapat ditentukan oleh gugus -NH, -COOH dan R. Intensitas perubahan
warna yang terjadi tergantung pada konsentrasi protein yang diuji. Pada
hasil praktikum, didapatkan hasil yang sedikit berbeda. Pada sampel
protein susu terjadi perubahan warna menjadi violet/ungu. sedangkan
ppada sampel protein terjadi perubahan warna menjadi ungu tua. Data
pengamatan ini menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki ikatan
peptida.

3. Tes Xanthoprotein
Tes xanthoprotein merupakan tes khusus untuk protein yang
mengandung asam amino dengan gugus fenil, seperti fenilalanin, tirosin.
Reaksi pada tada tes ini terjadi pada saat dimasukkan HNO₃ pekat pada
sampel susu. Tes ini khusus untuk mendeteksi protein yang mengandung
asam amino dengan gugus fenil. Protein yang mengandung residu asam
amino dengan radikal fenil dalam struktur kimianya jika ditambahkan
dengan asam nitrat pekat akan terbentuk gumpalan berwarna putih. Hal
tersebut dikarenakan albumin yang mengandung protein mengalami
pemutusan ikatan peptida karena gugus -COOH dan -NH2 lebih tertarik
dengan gugus H dan NO3 - dari HNO3. Pada pemanasan, warna gumpalan
putih tersebut akan berubah menjadi warna kuning, yang akhirnya berubah
menjadi jingga jika ditambahkan larutan basa (amonia). Dari percobaan
yang telah dilakukan oleh kelompok kami diperoleh hasil larutan yang
menjadi warna jingga. Adanya perubahan warna ini mengindikasikan hasil
positif bahwa sampel protein yang diuji mengandung gugus fenil di
dalamnya.
4. Tes Molisch
Tes Molisch merupakan tes umum terhadap adanya karbohidrat
sehingga dapat digunakan untuk mengetahui atau mengidentifikasi protein
yang berikatan dengan karbohidrat. protein majemuk oleh pengaruh asam
sulfat akan terhidrolisis menjadi protein sederhana dan karbohidrat.
Mekanisme terbentuknya cincin ungu adalah pertama-tama karbohidrat
terhidrolisis oleh H2SO4 pekat menjadi monosakarida kemudian
monosakarida tersebut masih dengan H2SO4 terkondensasi membentuk
furfural yang kemudian bereaksi dengan alfa naftol sehingga membentuk
senyawa kompleks ungu (cincin ungu).
Hasil percobaan uji molisch yang telah dilakukan menggunakan
sampel susu adalah negatif atau tidak mengandung karbohidrat. Uji
dikatakan positif jika timbul cincin merah ungu yang merupakan kondensasi
antara furfural dan hidroksi metil furfural dengan a-naftol dalam pereaksi
molisch. jika timbul cincin merah ungu yang merupakan kondensasi antara
furfural atau hidroksi metil furfural dengan a-naftol dalam pereaksi
molish. Prinsip reaksi ini adalah dehidrasi senyawa karbohidrat oleh asam
sulfat pekat. Dehidrasi heksosa menghasilkan senyawa hidroksi metil
furfural, sedangkan dehidrasi pentosa menghasilkan senyawa furfural.

5. Tes Hopkin’s Cole


Tes Hopkins Cole adalah sebuah tes yang bertujuan untuk
mengidentifikasi adanya asam amino jenis triptofan pada protein. Hasil
positif dari dilakukannya tes ini adalah terbentuknya cincin ungu diantara
lapisan protein bagian atas dan asam sulfat pekat di bagian bawah larutan.
Prinsip uji Hopkins Cole adalah kondensasi inti gugus indol dengan
aldehid pada pereaksi Hopkins-cole dimana dengan adanya asam kuat akan
menyebabkan terbentuknya cincin ungu pada bidang batas, yaitu diantara
lapisan protein dan asam sulfat.

Sumber : Online biochemistry Acces


Dari praktikum tes hopkins cole yang telah dilakukan dengan
menggunakan sampel protein susu, didapatkan setelah menambahkan
larutan asam sulfat pekat ke dalam tabung reaksi, protein melayang di
bagian atas tabung reaksi dan muncul warna keungu-unguan pada tabung
reaksi. Hasil dari percobaan tersebut menunjukan bahwa susu
mengandung asam amino jenis triptofan sehingga memiliki hasil positif
saat dilakukan tes Hopkins Cole.

6. Tes Sulfida
Tes sulfida merupakan tes khusus untuk protein yang mengandung
asam amino metionin dan sistein. Apabila terjadi endapan berwarna merah
dan ada perubahan warna menjadi warna coklat kehitaman maka
menunjukkan hasil tersebut positif dan mengandung sulfur.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan sebelumnya, digunakan
sampel putih telur dan setelah ditambahkan NaOH pada sampel dan
dipanaskan setelah itu ditambahkan Pb Asetat terjadi perubahan warna
yaitu coklat kehitaman. Hal ini menunjukkan hasil tersebut positif adanya
asam amino yang mengandung gugus sulfida.

7. Pengendapan Protein
Tujuan dari percobaan pengendapan protein adalah untuk
melakukan pemisahan terhadap satu asam amino dengan asam amino
lainnya. Pada pelaksanaannya, pengendapan protein dapat dilakukan
melalui 5 metode yaitu, pengendapan dengan garam, pengendapan dengan
asam basa berdasarkan titik isoelektrik, pengendapan dengan pelarut
organik, pengendapan dengan logam berat, dan pengendapan dengan asam
mineral kuat.
Hasil dan pembahasan dari praktikum yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut :
a) Pengendapan protein dengan alkaloid reagensia
Alkaloid reagensia adalah reagensia yang dipakai untuk
mengendapkan larutan alkaloid. Contoh alkaloid reagensia adalah asam
pikrat, asam fosfowolframat, dan asam fosfomolibdat. Reagen ini juga
digunakan untuk pengendapan protein.
b ) Pengendapan Protein dengan Garam
Prinsip dari presipitasi menggunakan garam adalah ketika kita
menambahkan garam dengan konsentrasi tinggi ke dalam suatu larutan
protein, maka konsentrasi molekul air pada larutan protein akan berkurang
dan protein akan mengendap. Konsentrasi molekul air menurun dengan
tujuan untuk menjaga stabilitas protein. Indikasi keberhasilan percobaan
presipitasi dengan garam adalah dengan adanya perubahan warna pada
larutan protein menjadi ungu atau biru setelah ditambahkan garam. Pada
percobaan praktikum yang telah dilakukan, susu apabila ditambahkan
kupri sulfat dapat berubah jadi biru muda, sedangkan susu yang ditambah
larutan NaCl menghasilkan endapan berwarna putih. Dan jika diberi
serbuk NaCl juga muncul endapan berwarna putih. Jadi kesimpulannya
adalah susu mengandung protein
c) Pengendapan dengan Logam Berat
Prinsip dari presipitasi dengan logam berat adalah ketika kita
menambahkan logam berat ke dalam larutan protein, maka anion negatif
yang terdapat pada protein dapat berikatan dengan kation dari logam berat
yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya pengendapan. Gugus -
COOH dan gugus -NH2 yang terdapat pada protein dapat berikatan dengan
ion logam berat yang dimana akan menimbulkan reaksi berupa
pembentukan endapan logam proteinat yang tidak larut. Ion-ion logam
yang dapat mengendapkan protein adalah Ag, Ca, Zn, Hg, Fe, Cu, dan Co.
Pada percobaan, dilakukan penambahan FeCl3, menghasilkan endapan
putih. Dibandingkan dengan susu yang ditambah kupri sulfat
menghasilkan warna biru muda serta ditemukan endapan. Sehingga
menyatakan bahwa susu mengandung protein.

8. Denaturasi Protein
Denaturasi protein bermaksud untuk merusak molekul protein
dengan memutuskan ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik pada protein.
Denaturasi merupakan situasi dimana struktur sekunder dan tersier dari
protein mengalami perubahan, tetapi tidak terjadi perubahan pada struktur
primernya. Penyebab dari denaturasi protein adalah kenaikan suhu,
penambahan asam kuat, dan penambahan pelarut organik. Pemanasan
menyebabkan denaturasi karena jika suhu mengalami kenaikan maka
energi kinetik juga akan meningkat yang menyebabkan molekul bergerak
dalam kecepatan yang tinggi sehingga menyebabkan terputusnya ikatan
hidrogen. Hal ini menyebabkan protein menjadi menggumpal dan
mengendap. Saat asam kuat ditambahkan, struktur dari protein menjadi
berantakan karena jembatan garam pada protein terputus akibat asam yang
mengandung muatan ionik. Denaturasi juga dapat terjadi karena
penambahan pelarut organik yang menyebabkan pemutusan ikatan
hidrogen intramolekul pada rantai samping protein yang dan akan
terbentuk ikatan hidrogen baru antara pelarut organik dengan rantai
samping protein. Pada percobaan praktikum, setelah pemanasan
menghasilkan endapan berwarna putih melayang. Saat penambahan
etanol/aseton juga menghasilkan endapan berwarna putih melayang.

9. Tes Schiff
Tes schiff digunakan untuk menunjukkan adanya gugus fungsi
aldehid. Pereaksi Schiff digunakan untuk menunjukan adanya gugus
aldehid alifatik. Pada prinsipnya, reagen schiff akan memberi warna
merah-ungu ketika bereaksi dengan senyawa yang mengandung gugus
aldehid alifatik. Pada uji schiff digunakan dua sampel larutan yaitu larutan
glukosa dan larutan formalin yang nantinya akan ditambahkan pereaksi
schiff. Pada uji schiff, formalin mengandung gugus aldehid alifatik
ditandai dengan perubahan warna mejadi merah sampai ungu, sedangkan
glukosa tidak mengandung gugus aldehid alifatik karena tidak terjadi
perubahan warna. Akan tetapi pada praktikum kelompok kami pada tes
schiff tidak terjadi perubahan warna pada uji schiff yang mengandung
larutan formalin. Hal tersebut dapat terjadi karena menghomogenkan
larutan formalin yang telah ditambahkan pereaksi dengan cara yang tidak
sesuai, kesalahan perhitungan perbandingan antara larutan formalin
dengan pereaksi schiff.

10. Tes Tollens


Tes ini bertujuan untuk membedakan aldehid dan keton
berdasarkan sifat kemudahan oksidasi. Tes Tollens positif terhadap
karbohidrat pentosa yang membedakannya dengan heksosa. Aldehid dapat
mereduksi pereaksi sehingga membebaskan unsur perak (Ag). Pereaksi
Tollens dibuat dengan mereaksikan larutan perak nitrat dengan amonium
hidroksida berlebihan, sehingga yang mula-mula terjadi larut. Untuk
mencegah pengendapan ion perak sebagai oksida pada suhu tinggi, maka
ditambahkan beberapa tetes larutan amonia. Amonia membentuk
kompleks larut air dengan ion perak. Aldehid dioksidasi menjadi anion
karboksilat, ion Ag+ dalam reagensia Tollens direduksi menjadi logam
Ag.
Pada praktikum uji Tollens yang telah kami lakukan menghasilkan
hasil negatif atau hasil tidak terbentuknya cermin perak. Kami
menggunakan dua tabung reaksi. Tabung yang pertama kami isi dengan
formalin yang ditambahkan dengan pereaksi Tollens A dan terjadi
perubahan warna jingga tidak pekat. Sedangkan pada tabung kedua berisi
pereaksi Tollens A dan Tollens B yang telah disediakan dengan
perbandingan 1:1 lalu ditambahkan formalin menghasilkan perubahan
warna menjadi hitam bintik-bintik hampir tidak pekat. Hasil uji dapat
dikatakan positif jika terbentuknya cermin perak pada dinding dalam
tabung reaksi. Jika dianalisa berarti dapat disimpulkan bahwa formalin
bukan merupakan gugus fungsi aldehid melainkan keton karena tidak
terjadi reaksi yang ditandai dengan perubahan warna atau endapan cermin
perak.

11. Tes Fehling


Tes Fehling adalah sebuah uji yang menunjukkan adanya gugus
aldehid dalam suatu larutan. Dalam percobaan fehling terdapat dua jenis
larutan Fehling yaitu larutan Fehling A dan Fehling B. Pada prinsipnya,
tes fehling adalah senyawa aldehid atau yang pada praktikum pada kali ini
adalah formalin (formaldehid) bereaksi dengan larutan fehling. Larutan
Fehling dan aldehid yang telah dicampurkan dan dipanaskan akan berubah
menjadi warna hijau, kemerahan hingga muncul endapan berwarna merah
bata.

Sumber : monruw.wordpress.com
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dalam praktikum,
terjadi perubahan larutan fehling setelah ditetesi dan dipanaskan, yang
semula larutan berwarna biru berubah menjadi hijau dan lama-lama
berwarna hitam. Karena tidak terlalu yakin dengan hasil yang diperoleh,
dilakukan percobaan kembali. Percobaan kedua didapatkan warna larutan
hijau dan memiliki endapan berwarna merah bata. Dengan hasil yang telah,
maka dapat disimpulkan bahwa sampel yang digunakan positif merupakan
gugus aldehid, dan kegagalan percobaan yang sebelumnya terjadi diduga
akibat volume larutan yang terlalu sedikit saat percobaan.

12. Tes Benedict


Uji benedict dilakukan untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat)
pereduksi. Kesimpulan hasil dari uji benedict ini menunjukkan bahwa
senyawa uji memiliki gugus fungsi aldehid. pereaksi Benedict terdiri atas
larutan Kupri Sulfat, Na karbonat, dan Na sitrat. Reaksi antara aldehid
dengan pereaksi Benedict akan membuat aldehid teroksidasi menjadi asam
karboksilat sedangkan pereaksi Benedict akan tereduksi menjadi Cu2O.
Hasil positif pada tes benedict yaitu dengan menunjukkan hasil perubahan
warna menjadi hijau, orange, kuning, merah bata, atau muncul endapan
hijau, kuning , orange atau merah bata. Pada percobaan ini larutan yang
digunakan yaitu formalin ditambahkan dengan susu dan diperoleh
perubahan warna menjadi hijau, dimana hal ini menunjukkan bahwa
sampel (susu) tersebut positif.

13. Tes Rothera


Tes Rothera dilakukan untuk mengetahui badan keton yang terdapat di
dalam suatu larutan. Tes ini dikatakan positif apabila dalam
pelaksanaannya ditemukan perubahan warna berbentuk seperti cincin
berwarna ungu. Natrium nitroprusid akan bereaksi dengan asam
asetoasetat dan aseton dalam suasana basa akan membentuk senyawa
berwarna ungu.
Hasil pengujian menunjukan bahwa pada sampel aseton dengan metode
Tes Rothera keduanya menunjukkan hasil positif (terjadi perubahan warna
menjadi ungu). Hal ini menandakan bahwa ada badan keton pada aseton.
Sedangkan pada sampel kedua yaitu formalin menunjukkan hasil negatif
karena hasil perubahan yang terjadi menghasilkan warna kuning.

14. Reaksi Esterifikasi


Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya ester alifatik.
Dengan esterifikasi, kandungan asam lemak bebas dapat dihilangkan dan
diperoleh tambahan ester. Tes ini membutuhkan asam asetat, asam
benzoat, asam sulfat, dan etanol. Dari percobaan yang telah dilakukan,
hasil pada kedua larutan terdapat senyawa terdapat ester alifatik, namun
ada perbedaan bau pada kedua larutan tersebut. Hasil dari asam asetat
sangat menyengat, sedangkan hasil dari asam benzoat berbau manis dan
tidak menyengat.

VII. KESIMPULAN
Dalam praktikum Identifikasi asam amino terdapat beberapa percobaan
yang telah dilakukan. Percobaan tersebut adalah identifikasi asam amino,
denaturasi protein, dan identifikasi gugus fungsi lain.
1. Tes Ninhidrin merupakan tes yang digunakan untuk menunjukkan adanya
asam amino dalam zat yang diuji dan apabila pada percobaan, warna yang
dihasilkan mengalami perubahan menjadi warna biru/ungu hal tersebut
menunjukkan bahwa hasil tersebut positif, dan pada percobaan kali ini
digunakan sampel berupa susu, dan juga putih telur ternyata sama-sama
mengalami perubahan warna yaitu menjadi ungu dimana hasil tersebut
positif.
2. Tes Biuret
Tes biuret bertujuan untuk menguji adanya ikatan peptida. Pada sampel
protein menunjukkan dengan adanya perubahan warna merah-ungu
apabila hasilnya positif. Semakin nyata warna ungu dari sampel maka
semakin banyak ikatan peptida yang terdapat di dalam sampel. Hasil
percobaan yang ada dapat berbeda dengan literatur yang ada. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, misalnya konsentrasi yang tidak sesuai atau
masih bercampurnya dengan larutan dengan zat lain.
3. Tes Xanthoprotein
Pada tes xanthoprotein digunakan untuk menunjukkan adanya
asam amino terosin, fenilalanin, dan triptofan dalam protein. Pada
percobaan kali ini sampel protein yang digunakan yaitu putih telur. Ketika
sampel putih telur ditambahkan larutan asam nitrat pekat berubah warna
menjadi kuning pada saat pemanasan. Selanjutnya, ditambahkan amonia
yang menyebabkan larutan berubah warna menjadi jingga. Dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel protein yang digunakan yaitu
putih telur memberikan hasil yang positif.
4. Tes Molisch
Tes Molisch umumnya bertujuan untuk mengetahui adanya
karbohidrat dengan menggunakan pereaksi Molisch. Hasil Tes Molisch
dikatakan positif jika timbul cincin merah ungu yang merupakan
kondensasi antara furfural atau hidroksimetil furfural dengan a-naftol
dalam pereaksi molisch. Dari hasil uji yang telah kami dapatkan, susu yang
kami gunakan sebagai sampel ini tidak mengandung karbohidrat atau
negatif. Ditandai dengan hasil uji mengalami perubahan warna menjadi
endapan merah muda dan putih dengan warna hitam bening pada bagian
bawahnya.
5. Tes Hopkin’s Cole
Tes Hopkins cole memiliki tujuan untuk mengidentifikasi asam
amino triptofan, sehingga apabila percobaan mendapatkan hasil positif,
maka sampel tersebut mengandung asam amino triptofan. Dari hasil yang
didapatkan muncul endapan dan warna keungu-unguan pada larutan dalam
tabung reaksi, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel protein yang
digunakan mengandung asam amino triptofan
6. Tes Sulfida
Tes sulfida ini dilakukan bertujuan untuk menunjukkan adanya
asam amino yang mengandung unsur S. Pada percobaan kali ini sampel
yang digunakan yaitu putih telur, ketika dilakukan prosedur sampel ini
mengalami perubahan warna yaitu menjadi warna coklat kehitaman,
dimana sesuai pada teori jika warna yang dihasilkan menjadi warna hitam
atau coklat kehitaman.
7. Pengendapan Protein
Tes ini bertujuan untuk memisahkan antara asam amino yang satu dengan
asam amino yang lainya. Dilakukan dengan 3 cara yaitu pengendapan
dengan alkaloid reagensia dimana yang dipakai adalah asam pikrat, asam
fosfowolframat dan asam fosfomolibdat. Dimana masing-masing terjadi
perubahan ada tidaknya endapan. Kemudian cara yang kedua yaitu
pengendapan protein dengan garam. Dimana menggunakan larutan NACl
dan bubuk NACl. Ditemukan perubahan warna yaitu biru pastel dan ungu.
Dan cara kerja yang terakhir adalah pengendapan dengan logam berat.
Penambahan ini dilakukan dengan menambah feriklorida, kupri sulfat dan
plumbo asetat. Dimana terdapat perubahan warna menjadi putih
kekuningan, putih kebiruan (banyak endapan) dan yang terakhir menjadi
putih jernih yang mana ditemukan sedikit endapan.
8. Denaturasi Protein
Tujuan praktikum ini untuk melakukan percobaan denaturasi panas, asam
dan pelarut organik. Denaturasi protein adalah perubahan struktur
sekunder tersier tanpa mengubah struktur primernya. Percobaan denaturasi
dilakukan dengan melakukan pemanasan, memberi asam/basa, memberi
aseton. Tanda terjadinya denaturasi adalah terjadi endaan putih melayang
pada sampel protein.
9. Tes Schiff
Tes schiff digunakan untuk menunjukkan adanya gugus fungsi
aldehid. Pada percobaan kali ini disediakan 2 larutan yaitu larutan glukosa
dan larutan formalin. Kedua larutan tersebut ditambahkan beberapa tetes
pereaksi schiff. Pada uji schiff, formalin mengandung gugus aldehid
alifatik ditandai dengan perubahan warna mejadi merah sampai ungu,
sedangkan glukosa tidak mengandung gugus aldehid alifatik karena tidak
terjadi perubahan warna. Akan tetapi pada praktikum kelompok kami pada
tes schiff tidak terjadi perubahan warna pada uji schiff yang mengandung
larutan formalin.
10. Tes Tollens
Tes Tollens bertujuan untuk membedakan aldehid dan keton
berdasarkan sifat kemudahan oksidasi. Setelah ditambah pereaksi Tollens
yang tak berwarna, diaduk dan dipanaskan didapatkan endapan cermin
perak pada dinding tabung reaksi pada senyawa benzaldehid dan
formaldehid. Hal ini menunjukkan hasil yang positif pada uji Tollens. Pada
percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil yang negatif. Dapat
disimpulkan bahwa formalin yang sebagai sampel bukan merupakan gugus
fungsi aldehid melainkan keton karena tidak terjadi reaksi yang ditandai
dengan perubahan warna atau endapan cermin perak.
11. Tes Fehling
Tes Fehling dilakukan untuk menunjukan adanya gugus aldehid
dalam sebuah larutan. Tes fehling adalah senyawa aldehid, contohnya
formalin (formaldehid) bereaksi dengan larutan fehling sehingga berubah
warna dan menghasilkan endapan berwarna merah bata. Pada percobaan
yang telah dilakukan didapatkan hasil yang positif, sehingga sudah dapat
dipastikan formalin adalah gugus aldehid.
12. Tes Benedict
Tes benedict dilakukan untuk senyawa yang mengandung gula
preduksi, pada percobaan kali ini sampel yang digunakan yaitu susu, dan
hasil yang didapatkan yaitu perubahan warna menjadi hijau, sedangkan
pada teori tanda perubahan warna yang menggambarkan bahwa hasil
tersebut positif yaitu, hijau, orange, kuning, merah bata, atau muncul
endapan hijau, kuning , orange atau merah bata. Hal ini menandakan
bahwa pada percobaan kali ini pada sampel susu menunjukkan hasil
positif.
13. Tes Rothera
Tes Rothera pada aseton menunjukan hasil positif karena hasil
yang terjadi sesuai dengan prinsip. Sedangkan pada sampel formalin
menunjukan hasil negatif karena terjadi perubahan warna menjadi kuning
yang seharusnya berwarna ungu. Dari kedua sampel tersebut dapat
disimpulkan bahwa pada aseton terdapat badan keton dan pada formalin
tidak terdapat badan keton
14. Reaksi Esterifikasi
Tujuan melakukan tes ini adalah untuk mengidentifikasi
keberadaan ester alifatik. Pada percobaan ini, asam asetat dan asam
benzoate mengandung gugus ester yang ditandai dengan aroma manis pada
asam benzoat dan bau menyengat pada asam asetat. Pengujian yang
dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi asam amino dan gugus fungsi
tertentu.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Aji Pangestu 2022. Pengertian ikatan hidrogen, Ciri, Dampak . Diakses pada.
Diakses pada 28 september 2022, dari Ikatan Peptida: Pengertian,
pembentukan, degradasi, ciri – ApaYangDimaksud.com.
Anonim. (2010). Ikatan Hidrogen. Diakses pada 28 September 2022, dari
IKATAN HIDROGEN (IKATAN HIDROGEN) – UNKRIS
Cut Sarah Rizkita Rahmi. 2021. Reaksi Uji Karbohidrat (Uji Molisch).
Kamar Iqbal. Identifikasi Parasetamol dalam Jamu Pegal Linu Menggunakan
Metode Kromatografi Lapis Tipis. Aceh: Penerbit
Lehninger, Albert L 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Naisya Pratiwi 2022. Ikatan Peptida: Pengertian, pembentukan, degradasi,
ciri-ciri. Diakses pada 28 September 2022, dari Ikatan Peptida:
Pengertian, pembentukan, degradasi, ciri –
ApaYangDimaksud.com
Ni Lu Mega Desyanti. 2013. Analisa Kualititatif dan Kuantitatif Karbohidrat.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Riswiyanto. Asam Amino. Dalam: Kimia Organik. Penerbit Erlangga; hlm.
393–411.
Sardjono, Ratnaningsih Eko. 2014. Kimia Organik 1: Konsep-konsep Dasar
Kimia Organik. Jakarta: Universitas Terbuka.
Umi Jayanti. 2017. Identifikasi Gugus Fungsional Senyawa Organik.
IX. LAMPIRAN

1. Apakah definisi :
a. Penggumpalan protein
Penggumpalan atau presipitasi protein pengendapan yang terjadi karena
penggumpalan yang parsial. Penggumpalan protein disebabkan oleh
berkurangnya kelarutan protein (perubahan fisik) yang terjadi karena
perubahan kimia. Proses pengendapan ini dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu :
1. Pengendapan dengan garam
2. Pengendapan dengan asam atau basa berdasarkan titik isoelektrik
3. Pengendapan dengan pelarut organik
4. Pengendapan dengan logam berat
5. Pengendapan dengan asam mineral kuat
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, untuk melakukan proses
pengendapan protein dapat dilakukan dengan cara seperti berikut :
Cara Kerja 1 :
-Siapkan sampel protein pada 4 tabung reaksi.
-Tambahkan asam pikrat pada tabung 1, asam trikloroasetat pada tabung 2,
asam fosfomolibdat pada tabung 3, dan asam fosfowolframat pada tabung 4. -
Perhatikan endapan yang terbentuk. Catat dalam data
Cara Kerja 2 :
-Sediakan 2 set tabung reaksi. Masing-masing set berjumlah 2 tabung dan diisi
dengan sampel protein.
-Pada set 1, tambahkan kuprisulfat pada tabung 1 dan NaOH – kuprisulfat pada
tabung 2. Perhatikan perbedaan warnanya. Catat dalam data.
-Pada set 2, tambahkan larutan amonium sulfat pada tabung 1 dan serbuk
amonium sulfat pada tabung 2. Perhatikan perbedaan endapan yang terbentuk.
Jika perlu, pisahkan endapan tersebut dengan kertas saring supaya lebih terlihat
perbedaannya.
Cara Kerja 3 :
-Siapkan sampel protein pada 3 tabung reaksi.
-Tambahkan feri klorida pada tabung 1, kuprisulfat pada tabung 2, dan plumbo
asetat pada tabung 3.
-Perhatikan endapan yang terbentuk. Catat dalam data.
Hasil dari praktikum yang telah dilakukan pada penggumpalan protein atau
presipitasi protein dapat terbentuk endapan pada sampel protein. Pengendapan
pada sampel protein ini umumnya digunakan untuk memisahkan antara asam
amino yang satu dengan asam amino lainnya.

b. Denaturasi protein
Denaturasi dapat diartikan sebagai perubahan bentuk tiga dimensi dari suatu
protein, tetapi seringkali dianggap sama dengan proses penggumpalan. Salah
satu sifat protein adalah dapat mengalami proses denaturasi. Ada beberapa cara
menguji denaturasi protein, meskipun interpretasi data dapat terjadi overlap
dengan penggumpalan/ pengendapan protein. Berdasarkan praktikum yang
telah dilakukan, untuk uji denaturasi protein dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
Cara Kerja :
-Siapkan sampel putih telur pada 2 tabung reaksi
-Panaskan tabung 1 sampai membentuk sedikit endapan putih melayang.
-Pada tabung 2, tambahkan etanol (atau aseton) sampai membentuk sedikit
endapan putih melayang.
Hasil yang kami dapatkan dari denaturasi protein pada praktikum ini
adalah terdapat endapan putih melayang.

2. Penggumpalan protein dapat dilakukan dengan 5 cara. Sebutkan dan jelaskan


prinsip kerjanya.
Proses penggumpalan protein dapat dilakukan dengan 5 cara, yaitu :
1. Pengendapan dengan garam
Kelarutan protein akan berkurang apabila dalam larutan protein ditambahkan
garam- garam anorganik. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion
dari garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam
anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air. Garam anorganik akan
lebih menarik air sehingga jumlah air yang didapatkan oleh molekul protein
akan berkurang dan menghasilkan pengendapan.
2. Pengendapan dengan asam atau basa berdasarkan titik isoelektrik
titik isoelektrik dapat berubah karena pH dari suatu larutan, apabila larutan
berada pada titik pH isoelektrik maka protein akan dapat mengalami
pengendapan
3. Pengendapan dengan pelarut organik
Pelarut organik yang dapat digunakan untuk melakukan penggumpalan
protein adalah etanol. Etanol yang dicampurkan dalam protein dapat
menyebabkan penurunan konsentrasi air sehingga ikatan hidrogen dan terjadi
proses pengendapan
4. Pengendapan dengan logam berat
Logam berat dapat mengendapkan protein dengan cara menaikkan pH di atas
titik isolistrik. Protein yang tercampur oleh senyawa logam berat akan
terdenaturasi. Hal ini terjadi pada albumin yang terkoagulasi setelah
ditambahkan HgCl2 dan Pb-asetat. Senyawa-senyawa logam tersebut akan
memutuskan jembatan garam dan berikatan dengan protein membentuk
endapan logam proteinat.
5. Pengendapan dengan asam mineral kuat
Reaksi pengendapan oleh asam mineral kuat contohnya pengendapan protein
dengan menggunakan larutan asam mineral kuat yaitu asam nitrat

3. Pada suatu kasus, Anda melakukan tes Ninhidrin dan tes Biuret pada suatu
sampel protein. Dari uji yang dilakukan, diperoleh hasil positif pada tes
Ninhidrin, tetapi negatif pada tes Biuret. Jelaskan analisis Anda terkait hasil
tersebut.
Tes ninhidrin digunakan untuk mengetahui bahwa sampel tersebut
teridentifikasi adanya asam amino yang terkandung didalamnya, dan hiuret
merupakan tes yang dilakukan untuk mengidentifikasi adanya ikatan peptida di
dalamnya. Pada kasus ini di dapatkan tes ninhidrin memperoleh hasil positif,
sedangkan tes biuret mendapatkan hasil negatif, hal ini dapat disimpulkan bahwa
pada kasus ini sampel yang digunakan tersebut terindikasi mengandung asam
amino , tetapi tidak terdapat ikatan peptida pada sampel tersebut.

4. Anda diminta melakukan identifikasi keberadaan paracetamol dalam suatu


sampel jamu. Apa yang akan Anda lakukan supaya dapat mengidentifikasi
paracetamol tersebut? Jelaskan dan cantumkan sumber referensi Anda

Jawab :
Keberadaan paracetamol dalam suatu sampel jamu dapat terdeteksi dalam hal
berikut yaitu :
Bahan dan Metode
Bahan :Bahan yang digunakan yaitu :Sampel 1:SA, Sampel 2:SB, Sampel 3:SC,
Sampel 4:SD, Sampel 5:SE, Parasetamol, silika gel GF254, etanol 96%,
kloroform, kloralhidrat, kertas saring.
Metode :
Pembuatan Pembanding Paracetamol.
Haluskan parasetamol di dalam lumpang hingga homogen, timbang sebanyak 50
mg lalu tambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 10 ml, kocok hingga homogen
kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring dan masukkan ke dalam
vial.

Pembuatan Larutan Uji


Sampel jamu ditimbang ± 500 mg kemudian ditambah dengan 10 ml etanol 96%,
disaring kemudian diuapkan.

Pembuatan Fase Gerak


Diukur 9 ml etil asetat dan 1 ml kloroform untuk membuat fase gerak dengan
perbandingan 9:1, lalu masukkan etil asetat dan kloroform kedalam chamber
tunggu hingga jenuh

Pembuatan Larutan Uji


Sampel jamu ditimbang ± 500 mg kemudian ditambah dengan 10 ml etanol 96%,
disaring kemudian diuapkan.

Pembuatan Fase Gerak


Diukur 9 ml etil asetat dan 1 ml kloroform untuk membuat fase gerak dengan
perbandingan 9:1, lalu masukkan etil asetat dan kloroform kedalam chamber
tunggu hingga jenuh

Uji KLT
Totolkan larutan sampel uji dan larutan sampel parasetamol padaplat KLT yang
sama, masukkan plat KLT pada bejana/chamber kromatografi yang telah berisi
larutan pengembang (eluen), amati titik noda pada plat KLT, hitung nilai Rf dan
bandingkan nilai Rf dengan nilai Rf baku standar Bahan Kimia Obat (BKO)

Uji Organoleptik
Ditimbang masing-masing sampel ± 50 mg, kemudian diamati warna, bentuk,
bau, dan rasanya.

Uji Mikroskopik
Ditimbang masing-masing sampel ± 50 mg, diambil sampel kemudian
diletakkan diatas objek glass, diberi pelarut chloral hydrate, lalu ditutup dengan
deck glass, dan diamati dengan menggunakan mikroskop.
Analisis Data
Bila nilai Rf larutan Uji dan larutan baku parasetamol sama, berarti sampel
tersebut mengandung bahan kimia obat (BKO) yaitu parasetamol. Nilai Rf
dinyatakan hingga angka 1,0, Nilai Rf yang baik menunjukkan pemisahan yang
cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8.
Identifikasi Parasetamol pada sediaan jamu pegal linu dengan menggunakan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam Silika Gel GF 254
dan fase gerak Etil Asetat:N-Heksan (9:1). Fase diam silika gel GF 254 yang
memiliki sifat relatif polar, mengandung silika dengan gipsum sebagai agen
pengikat, dan indikator fluoresen yang dapat berfluoresensi. Silika gel memiliki
gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan sehingga dapat menyerap dan
mengikat sampel di permukaan. Sedangkan untuk fase gerak pada penelitian ini
menggunakan Etil Asetat:N-Heksan (9:1) bersifat nonpolar yang akan menahan
senyawa yang polar pada fasa diam yang bersifat polar dan akan membawa
senyawa yang kurang polar naik ke atas. Eluen dibuat jenuh dengan cara
menutup rapat chamber dan mendiamkannya selama beberapa saat

Anda mungkin juga menyukai