Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN


PENYELAM

DISUSUN OLEH :
NUR FADILATUS S. TEHUAYO RINDIANTIKA DJAUN
MARYANA SOPACUA EVI JANA WALA
NENENG SARPA WAKANO SAHMIYANI SOA
VIVIN Y. SAHULEKA SENI MASPAITELLA
WA ROSDIYANTI TRIAS A. TUARITA
MARSITI ASIA MARIA TOMATALA
WA MARYAM MUH. IRFAN HAKIM
NEIBEL A. KAPITAN MAHAJA RUMAU
SAPNA S. ALKATIRI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIkes MALUKU HUSADA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “PERTOLONGAN
PERTAMA PADA KECELAKAAN PENYELAM ” sebagai salah satu pencapaian tugas
Matra Laut.
Dalam penyusunan makalah ini, kami merasakan masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi. mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi penyempurnaan Asuhan Keperawatan ini ataupun sebagai
pembelajaran perbaikan selajutnya.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama pada dosen pembimbing .

Kairatu,08 Oktober 2023


DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.................................................................................................8
1.3 TUJUAN PENULISAN...................................................................................................8
1.4 MANFAAT PENULISAN................................................................................................9
BAB II......................................................................................................................................10
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................10
2.1 KONSEP PENYELAMAN............................................................................................10
2.2 BEBERAPA ALAT SELAM DAN KEGUNAANNYA.................................................11
2.3 TINDAKAN P3K TERHADAP KORBAN KECELAKAAN PENYELAMAN.........16
2.4 TEKNIK BHD PADA PASIEN TENGGELAM............................................................17
2.5 TEKNIK MENGAPUNG...............................................................................................19
BAB III.....................................................................................................................................23
PENUTUP................................................................................................................................23
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................23
3.2 SARAN...........................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................24
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia adalah negara kepulauan yang hampir 70% wilayahnya

terdiri dari laut. Kondisi geografis seperti ini sebagian besar penduduk

pesisir mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Penyelam tradisional

tersebar di wilayah Indonesia terutama di daerah pesisir dan kepulauan,

tetapi sampai sekarang belum ada data yang akurat menyangkut keberadaan

penyelam tradisional tersebut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2016).

Salah satu komunitas penyelam ditemukan di Provinsi Maluku.

Keahlian menyelam penyelam tradisional diperoleh secara turun temurun.

Penyelam tradisional belum memperoleh pendidikan dan pelatihan formal

terkait penyelaman. Aspek keselamatan dan kesehatan dari metode

menyelam dan alat yang digunakan belum sesuai standar. Risiko cidera dan

penyakit akibat penyelaman yang tidak standar meningkat lebih tingi,

meskipun sampai saat ini aspek kesehatan penyelam tradisional di Provinsi

Maluku belum pernah di ekplorasi.

Berdasarkan data dari Direktorat Kenelayanan Provinsi Maluku pada tahun

2017, jumlah nelayan secara keseluruhan ada 5.931 orang yang terbagi

dalam dua kelompok yaitu nelayan biasa sebanyak 4.237 orang (71%) dan

penyelam tradisional sebanyak 1.694 orang (29%), yaitu penyelam yang

dalam melakukan pekerjaan penyelaman secara turun temurun atau

mengikuti yang lain dan tanpa bekal penguasaan ilmu dan teknologi yang

cukup serta sarana dan prasarana yang tidak memadai. Beberapa kegiatan
yang dilakukan oleh penyelam tradisional, antara lain: penangkapan ikan,

lobster, teripang, abalone, dan mutiara. Kegiatan tersebut dilakukan dengan

melakukan penyelaman sampai dengan beberapa puluh meter di bawah laut,

karena lobster, teripang, abalone dan mutiara banyak terdapat di dasar laut.

Penyelaman ini banyak dilakukan oleh penyelam tradisional karena ikan

jenis tertentu, lobster, teripang, dan mutiara mempunyai nilai ekonomis yang

cukup tinggi. Penyelaman pada kedalaman lebih dari 20 meter mempunyai

risiko yang cukup besar terhadap keselamatan dan kesehatan penyelam. Oleh

karena itu penyelaman harus dilakukan dengan syarat tertentu dan

menggunakan alat selam yang memenuhi standar (SCUBA). Penyelam

pencari hasil laut di beberapa wilayah Provinsi Maluku masih menggunakan

kompresor (penyelam tradisional) sebagai alternatif pengganti alat selam

SCUBA.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi

Maluku tahun 2017, jumlah penderita dan kematian akibat penyakit

penyelaman di Provinsi Maluku selama 4 tahun terakhir mengalami

peningkatan terutama penyakit kelumpuhan, sebagaimana tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1 Penyakit dan Kematian akibat Pekerjaan Penyelaman di Provinsi


Maluku Tahun 2014-2017
201 201 201 2017
Penyaki 4 5 6
t S M S M S M S M
Barotrauma 183 0 211 0 215 0 221 0
Kelumpuhan 17 6 21 2 26 4 27 7
Gigitan binatang laut 8 0 13 0 16 0 21 0
Sumber: Profil Dinas Kesehatan Provinsi Maluku (2017)

Tabel di atas menunjukkan bahwa tingginya penderita dan kematian

akibat penyakit penyelaman kemungkinan disebabkan karena

ketidakpatuhan penyelam
terhadap standar keselamatan dan kesehatan penyelaman, antara lain:

1) menyusun rencana penyelaman;

2) memeriksa perlengkapan selam;

3) memeriksa dan memastikan keamanan lokasi penyelaman;

4) melaksanakan penyelaman sesuai rencana;

5) memperhatikan interval waktu antara penyelaman awal dan berikutnya.

Selain itu, belum pernah ada pelatihan keterampilan mengenai prosedur

penyelaman dan kesehatan penyelaman bagi masyarakat Provinsi Maluku

serta penyelam memperoleh pengetahuan menyelam secara turun temurun

dan berdasarkan pengalaman saja. Terkait dengan data kepatuhan nelayan

dalam penggunaan alat selam yang sesuai dengan standar keselamatan dan

kesehatan penyelaman tidak dapat ditemukan oleh peneliti.

Pekerjaan penyelaman mempunyai tingkat risiko bahaya yang sangat

tinggi, peningkatan produktivitas kerja mengacu pada standar penyelaman

yang baik dan aman, pengetahuan penyelam tradisonal tentang risiko bahaya

yang terjadi di lingkungan bertekanan tinggi meningkatkan ketaatan

terhadap standar keselamatan kerja dalam penyelaman. Kecerobohan dalam

mentaati peraturan keselamatan kerja dapat berakibat fatal berupa kecacatan

menetap seumur hidupnya. Sementara itu para penyelam tradisional

memperoleh keahlian menyelam hanya secara turun temurun tanpa bekal

ilmu kesehatan dan keselamatan penyelaman yang memadai (Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

Terdapat berbagai jenis penyelaman, pada umumnya penyelaman yang

dilakukan penyelam tradisional adalah penyelaman tahan nafas, penyelaman

dengan menggunakan alat selam suplai udara dari permukaan laut


bersumber dari kompresor, dan sedikit yang melakukan penyelaman dengan

SCUBA (Prasetyo, Soemantri, & Lukmantya, 2012). Penyakit akibat

penyelaman yang mungkin terjadi tidak disadari oleh penyelam, pada

beberapa penyelam meninggalkan cacat permanen pada pendengarannya,

selain itu penanganannya masih belum ditangani dengan baik oleh dokter

penyelaman (Uzun, 2005). Pengaruh perubahan tekanan udara luar yang

bertambah dengan cepat terjadi pada penyelam yang tidak mampu

menyamakan tekanan di dalam rongga tubuh dengan tekanan di sekitarnya

(Goplen, Grønning, Aasen, & Nordahl, 2009). Kondisi kesehatan kerja pada

penyelam tradisional data lengkapnya belum ada, tetapi dari beberapa

penelitian yang dilakukan didapat beberapa informasi yang menggambarkan

kondisi pekerja ini, antara lain: di Kepulauan Seribu pada 145 nelayan

penyelam, ada 74 penyelam dengan tahan nafas, 70 penyelam menggunakan

penyelaman dengan kompresor, dan 1 orang penyelam dengan SCUBA; di

Pulau Panggung dan Pulau Pramuka sejak tahun 1994 sampai 1996

mendapatkan hasil antara lain, 50% penyelam tahan nafas mengalami

gangguan perforasi membran timpani (gendang telinga robek), 19 orang

penyelam kompresor mengalami Decompression Illness Symptoms (penyakit

Dekompresi) tipe I dan II dan 23 penyelamkompresor menunjukkan

Disbarik Osteonekrsis pada pemeriksaan radiologinya (Fatmawati

Mallapiang, Syamsul Alam, 2015). Terdapat penelitian lain tentang trauma

telinga pada penyelam termasuk barotrauma dan infeksi telinga. Sampel

terdiri dari 142 penyelam termasuk teknisi, penyelam amatir, dan instruktur

diperiksa dengan kuesioner untuk menentukan prevalensi barotrauma

telinga, yang termasuk nyeri (47,9%), ketulian sementara dengan tinnitus


(berdenging) (27,5%) dan vertigo (9,9%). Prevalensi infeksi telinga tengah

terjadi pada lebih dari 1/3 sampel (37,3%), dan lebih signifikan sering pada

telinga kiri daripada telinga kanan (p = 0,016). Pemakaian tutup kepala saat

menyelam berhubungan secara konsisten dengan pemakaian hanya saat

kondisi dingin saja (p < 0,000), dimana kasus barotrauma lebih besar

pada pemakaian tutup kepala pada saat dingin saja. Terdapat hubungan yang

signifikan antara gejala barotrauma dan pemisahan penyelam dari

kelompoknya (p < 0,000), dan implikasinya didiskusikan dengan relevansi

pada penemuan bahwa hampir 27% penyelam dilaporkan terpisah dari

kelompoknya / temannya saat menyelam (Prasetyo et al., 2012).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep keselamatan menyelam ?

2. Alat apa saja yang diperlukan untuk persiapan menyelam ?

3. Bagaimana tindakan P3k terhadap korban kecelakaan tenggelam ?

4. Bagaimana teknik Bantuan Hidup Dasar (BHD) pada korban tenggelam?

5. Bagaimana penolong melakukan teknik mengapung terhadap korban

tenggelam?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Tujuan umum

Mengeksplorasi perilaku keselamatan dan kesehatan penyelaman pada

penyelam tradisional berbasis Health Action Process Approach.

2. Tujuan Khusus

Tereksplorasinya persepsi risiko penyelam tradisional mengenai perilaku


keselamatan dan kesehatan penyelaman.Tereksplorasinya harapan hasil
yang diinginkan oleh penyelam tradisional mengenai perilaku keselamatan
dan kesehatan penyelaman.
1.4 MANFAAT PENULISAN
1. Manfaat Teoritis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu keperawatan serta teori-teori

kesehatan, khususnya tentang perilaku keselamatan dan kesehatan

penyelaman pada penyelam tradisional.

2. Manfaat Praktis

Penerapan model perilaku keselamatan dan kesehatan penyelaman pada

penyelam tradisional dapat membantu menurunkan angka kesakitan dan

kematian akibat penyakit kelumpuhan pada penyelam tradisional.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP PENYELAMAN


Dalam sejarah penyelaman tidak diketahui kapan pertama

kali manusia mulai menyelam. Manusia primitif sudah mulai mencoba

melakukan penyelaman walaupun dengan teori yang paling sederhana. Jadi

usaha manusia melakukan penyelaman dimulai sejak zaman purba seumur

peradaban manusia sendiri.

Pada penyelaman tahan napas, adaptasi manusia terhadap lingkungan

penyelaman (air) sangat terbatas, bahkan dapat dikatakan dengan menyelam

manusia melawan kodratnya sendiri. Seiring dengan kemajuan teknologi,

manusia menciptakan alat selam berupa alat bantu pernapasan, pakaian

selam, serta alat lain pendukung penyelaman. Alat-alat bantu selam itu

diperlukan untuk beradaptasi terhadap media (lingkungan) penyelaman,

sehingga perubahan-perubahan flsiologis pada tubuh sejak terjun ke dalam

air, menyelam ke dasar air, selama berada di kedalaman, sampai muncul

kembali ke permukaan dapat berlangsung dengan wajar tanpa tinibul

komplikasi (Lucrezi et al., 2018).

Alat-alat yang diciptakan manusia diantaranya: SCUBA (Self Contained

Underwater Breathing Apparatus) dan SSBA (Surface Supplied Breathing

Apparatus). Dengan alat-alat tadi manusia dapat menyelami sungai, laut,

danau dan bahkan bawah es di daerah kutub (ice diving), lebih lama dan

lebih dalam. Dewasa ini telah dicapai suatu kemaju-an yang sangat pesat

baik dari segi teknik penyelaman maupun peralatan penyelaman namun

dalam tulisan ini penulis hanya akan membicarakan teknik dasar


penyelaman yang menggunakan peralatan SCUBA (Scuba Diving) (Zheng,

Yang, & Ni, 2018).

2.2 BEBERAPA ALAT SELAM DAN KEGUNAANNYA (Lucrezi et al., 2018)

1. Masker (Face Mask)

Bentuk mask ada beberapa macam. Pilihlah salah satu diantaranya yang

sesuai dengan wajah anda sehingga nyaman dipakainya. Untuk menguji

kekedapannya yang sempurna, kenakanlah mask di wajah anda tanpa

mengenakan tali kepala, tarik napas sedikit melalui hidung, jika mask tadi

memiliki kekedapan yang sempurna maka mask harus tetap menempel di

wajah. Kegunaan mask untuk mencegah air masuk ke hidung dan mata

serta melindunginya dari zat yang mengganggu yang dapat menimbulkan

radang (iritasi). Mask juga memungkinkan anda dapat melihat benda di

bawah air dengan jelas. Pilihlah mask dengan "tempered glass", jangan

yang dari plastik.

2. Snorkel

Snorkel merupakan peralatan survival terpenting yang digunakan

baik oleh "skin diver" maupun "scuba diver". "Snorkel" memungkinkan

kita melihat tamasya bawah air dengan cara berenang dan

menelungkupkan muka di permukaan air tanpa harus mengangkat kepala

untuk mengambil napas. "Snorkel" membantu kita berenang menuju

sasaran penyelaman tanpa harus menggunakan udara dari tabung scuba.

Bentuk snorkel bermacam-macam.

3. Sabuk pemberat

Sabuk pemberat dibuat agar mudah dibuka, sehingga dalam keadaan


darurat sabuk pemberat dengan mudah dan cepat dilepas. Biasanya

penyelam scuba memakai beberapa pemberat untuk keseimbangan sesuai

dengan kebutuhan. Pemberat biasanya terbuat dari timah atau logam lain.

Kenakan sabuk pemberat sehingga mudah dibuka dengan satu tangan

sesuai dengan kebiasaan setiap kali memakai sabuk.

Gambar 2.2 Pakaian selam. a. lengan baju dan celana pendek; b.


lengan baju dan celana panjang (Lucrezi et al., 2018)

Gambar 2.3 Beberapa Peralatan Selam (Lucrezi et al., 2018)

Keterangan Gambar: 1) Masker kaca (Face Mask); 2) Pipa napas


(Snorkel); 3) Sabuk pembeiat (Weight Belt); 4) Peralatan apung

(Buoyancy Control Device);

5) Tabung selam (Aqua lung); 6) Back Pack; 7) Regulator; 8) Pengukur

tekanan udara dalam; 9) Scuba (Pressure gauge); 10) Pisau selam (Dive

knife); dan 11) Sirip renang (Fins)

4. Peralatan apung atau "Buoyance control divice" (BCD)

Buoyancy vest atau peralatan apung adalah perlengkapan penting

yang digunakan seorang penyelam. Alat ini berfungsi dalam 4 keperluan

utama sebagai berikut: a) Untuk niemberikan daya apung positif (positive

buoyance) selama berenang di permukaan air; b) Untuk niemberikan daya

apung guna istirahat, atau menyangga seorang penyelam yang mengalami

kecelakaan; c) Untuk niemberikan daya apung netral (neutral buoyance)

terkendali dalam air diakibatkan hilangnya daya apung dari baju selam

(wet suit) atau tas koleksi (collecting bag) yang berat; dan d) Untuk

mendapatkan kemampuan dalam memberikan pertolongan, baik untuk

diri sendiri maupun untuk menolong orang lain

5. Tabung selam (Aqualung)

Sebuah tabung selam, atau botol udara dibuat untuk menampung udara

yang dimampatkan secara aman. Tabung-tabung masa kini dibuat dari

baja atau campuran aluminium dan dapat diperoleh dalam beberapa

ukuran. Pada umumnya scuba yang dipakai adalah "open circuit scuba"

yaitu dimana udara pernapasan langsung dihembuskan keluar (kedalam

air). Ada juga "semi closed circuit scuba" dan "closed circuit scuba".

Pada "closed circuit scuba" udara yang dikeluarkan (CO) tidak dihembus-

kan ke luar tetapi lewat proses kimia tertentu diubah kembali menjadi
Oksigen (CL) dan digunakan lagi untuk bernapas, sehingga gelembung-

gelembung udara yang keluar tidak nampak. "Closed circuit scuba"

sering dipergunakan oleh penyelam militer dalam operasi intelejen, dan

fotografi bawah air yang profesional. Penyelaman dengan "closed

circuit scuba" hanya dilakukan sampai kedalaman 10 meter dan

maksimum 14 meter (PO2 = 2,4 ATA). Hal ini untuk menghindari

keracunan gas oksigen sebab pada sistem ini digunakan oksigen murni.

Keracunan oksigen biasanya mulai terjadi pada PO9 = 2 ATA.

6. Back pack

Back pack adalah alat pemegang scuba agar scuba tetap/enak dipakai

dipunggung penyelam. Ada juga "back pack" yang langsung dirakit

menempel dengan BCD.

7. Regulator

Regulator adalah alat yang mengatur pengeluaran udara dari tabung

(Aqualung) ke penyelam sehingga keluarnya udara sesuai dengan yang

dibutuhkan.

8. Pressure gauge

Pressure gauge ialah alat pengukur tekanan udara dalam scuba, agar

kita tahu sampai berapa atmosfer/PSI udara yang ada di dalam tabung.

9. Depth gauge

Depth gauge ialah alat untuk mengukur kedalaman, dengan demikian

kita tahu berapa dalam kita menyelam. Hal ini berguna sekali untuk

penyelam dalam menghitung adanya dekompresi.

10. Pisau selam

Pisau selam bukan merupakan senjata bagi penyelam tetapi alat


sangat penting untuk keperluan seperti memotong tali, menggali,

memotong sisa-sisa jaring nelayan yang mengganggu penyelam.

Jangan memegang pisau sambil berenang, simpanlah pisau pada

sarungnya dan letakkan disalah satu kaki di bawah lutut demi keamanan

kit a sendiri. Banyak ragam ukuran dan bentuk pisau selam.

11. Fins (sirip renang)

Sirip renang diciptakan untuk memberi kekuatan pada kaki dan

merupakan pi-ranti bergerak, sehingga kemampuan renang kita

bertambah 10 kali lebih besar, tetapi bukan diciptakan untuk kecepatan

renang. Ada 2 macam sirip renang yaitu "open heel" dan "foot pocket".

12. Baju selam

Ada dua macam baju selam yaitu "Wet suit" dan "dry suit". Baju

selam ini berguna untuk melindungi tubuh dari dinginnya air sehingga

tubuh kita tidak terlalu banyak kehilangan panas badan. Di samping itu

berguna juga untuk melindungi diri dari sengatan binatang berbisa dan

binatang beracun serta dapat melindungi kulit dari pergeseran dengan

batu karang atau benda tajam yang lain.

13. Jam selam (diving watch)

Jam selam berfungsi untuk menghitung waktu menyelam agar terhindar

dari dekompressi.

Selain alat-alat yang tersebut di atas ada pula peralatan lain seperti

kompas selam, senter selam, sarung tangan, sepatu karang, bendera

penyelam, tas alat-alat, pelampung dan talinya, "log book" dan tabel

dekompresi.
2.3 TINDAKAN P3K TERHADAP KORBAN KECELAKAAN

PENYELAMAN (Wilson et al., 2016)

1. Korban akibat penyakit dekompresi

Bila timbul keluhan sakit, ngilu di persendian, rasa kesemutan di

tangan dan kaki, bercak kemerahan di kulit, adanya lengan atau tungkai

kaki yang lemah dan sukar digerakkan, atau lumpuh setelah selesai

melakukan penyelaman, dapat diperkirakan nelayan tersebut mengalami

kecelakaan penyelaman yang bisaanya dikenal sebagai penyakit

dekompresi. Salah satu terapi yang dianjurkan, yaitu terapi hiperbarik

oksigen.

2. Barotrauma

Bila timbul keluhan di bagian tubuh yang terkena barotrauma

pertolongan pertama dapat diberikan: a) berikan tablet penawar sakit

(analgetik); dan b) rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

3. Korban benturan benda tajam atau tumpul

Untuk menghentikan perdarahan lakukan pembebatan di atas luka.

Bila perdarahan berat lakukan pengikatan dengan selang waktu disebelah

atas luka kurang lebih 10 menit dan dilepas ± 2-3 menit.

4. Korban sengatan hewan berbisa

Cari luka gigitan, lakukan sayatan silang di luka gigitan tersebut

keluarkan darah korban dengan alat penghisap racun / dipijat. Jangan

menghisap darah korban, terutama bibir, lidah atau gusi penolong ada

lukanya. Apabila tersedia, berikan anti bisa ular untuk gigitan ular.

Korban sengatan ubur-ubur (sampai) diobati dengan mengguyur

alkohol, cuka di atas luka kemudian cungkil kawai / tentakel dari kuit
korban dengan menggunakan pisau atau ujung kayu, atau keringkan luka

dengan menaburkan tepung gula, garam, bedak atau abu dipermukaan

luka. Rasa sakit dikurangi dengan obat penghilang rasa sakit misalnya

tabelt Posntan.

Tusukan duri bulu babi diobati dengan mengoleskan pasta

magnesium sulfat / gliserin ke atas luka dan diusahakan untuk mencabut

durinya, apabila tidak berhasil, hancurkan durinya dengan cara memukul-

mukul luka menggunakan benda padat.

5. Korban nyaris tenggelam

Pertolongan pertama bagi korban nyaris tenggelam adalah berikan

oksigen, lakukan resusitasi paru-jantung sesuai kondisi korban.

2.4 TEKNIK BHD PADA PASIEN TENGGELAM

1 of 38

1. Penolong proteksi diri, gunakan APD (Alat PelindungDiri): Proteksi diri,


lingkungan dan pasien.
2. Cek respon korban dengan teknik AVPU (Alert, VerbalPain, dan Un Response).
a. Memanggil nama, jika tidak ada respon;
b. Menggoyangkan/menepuk bahu pasien, jika tidak adarespon;
c. Mencubit pasien, jika tidak ada respon;
d. Berikan rangsangan nyeri pada daerah sternum.

3. Jika pasien tidak sadar / tidak ada respon, maka aktifkan EMS (Emergency Medical
System) atau call for help(minta pertolongan)
4. Buka jalan napas dengan head tilt - chin lift (untuk korban non trauma, chin lift –
jaw thrust (untuk korban trauma yang dicurigai fraktur servikal).

5. Menilai pernapasan dengan cara:


a. Look: Melihat pergerakan dada / perut
b. Listen: Mendengar suara keluar / masuk udara darihidung / mulut
c. Feel: Merasakan adanya hembusan nafas dari hidung /mulut

6. Jika pasien tidak bernafas, berikan nafas buatan dengan recucitator sebanyak 2
kali secara perlahan
7. Periksa denyut jantung pasien dengan cara meraba nadi karotis, jika arteri carotis
terba cukup berikan nafas buatan setiap 5 detik sekali
8. Jika arteri carotis tidak teraba lakukan kombinasi nafas buatan dan kompresi
jantung luar dengan perbandingan 15:2 untuk dewasa baik 1 atau penolong.
9. Kompresi jantung dilakukan dengan cara:
a. Penekanan menggunakan dua pangkal telapak tangandengan kejutan bahu.
b. Penekanan pada daerah sternum 2-5 jari di atasprosesxyphoideus
c. Kedalam tekanan 5-6 cm
d. Frekuensi penekanan 80-100 kali per menit
e. Setiap 4 siklus (4 kali kompresi dan 5 kali ventilasi)cek pernapasan
f. Jika nafas tetap belum ada lanjutkan teknik kombinasidimulai dengan kompresi
jantung luar.
g. Jika nafas sudah ada hentikan RJP dan berikan recovery position.

2.5 TEKNIK MENGAPUNG


Injak-injak air/water trappen Injak-injak air dan water trappen adalah dua kata
yang berbeda, tetapi dalam bentuk pelaksanaannya sama. Dikaitkan dengan proses
pembelajaran memiliki arti yang sama, yaitu mengapung. Injak-injak air adalah suatu
bentuk renang, dimana perenang tidak bergerak maju atau mundur, ke arah kiri atau
ke arah kanan. Water trappen yaitu teknik mengapung di air tanpa berpindah tempat
(bukan berenang). Jadi, injak-injak air dan water trappen memiliki pengertian yang
sama dalam pembelajaran ini. injak-injak air/Water trappen dilakukan bagi para
pemula dan juga bagi mereka yang belum menguasai cara-cara berenang.
Teknik injak-injak air/Water trappen dapat dilakukan dengan posisi tubuh
tegak lurus dalam air dan hanya menggerakan bagian kaki seperti kaki katak. Fungsi
dari gerakan ini untuk menghemat tenaga dan mengurangi keluarnya keringat yang
dapat memicu dehidrasi. Teknik ini bisa dilakukan untuk bertahan hidup di air, baik di
kolam atau di laut mempertahankan diri sampai bantuan datang menolong.
Penguasaan teknik ini minimal 15 menit, dimana seseorang dapat bertahan
mengapung tanpa berpindah tempat dan tanpa merasakan kelelahan/nafas yang
tersengal-sengal. Semakin lama seseorang bisa mengapung maka semakin baik.
Menguasai teknik ini dikembangkan dengan mengatur nafas, menggunakan
pernafasan perut dan melanjutkan dengan cara posisi terlentang.Pada umumnya injak-
injak air/Water trappen ini digunakan apabila perenang menglami hambatan dalam
renangnya, karena ia akan bertabrakan dengan perenang yang lain, sehingga ia harus
berhenti untuk sementara. Dalam saat berhenti ini perenang harus menggerakan
lengan dan kakinya agar tidak tenggelam dan setelah hambatan di depannya sudah
tidak ada, maka pereng tersebut dapat melanjutkan renangnya. Disamping itu sikap
menginjak-injak air ini banyak digunakan dalam permainan polo air. Pada permainan
ini banyak mmenggunakan injak-injak air, baik pada waktu pertandingan maupun
pada waktu latihan. Banyak juga permainan di air yang lain, seperti kejar-kejaran,
permainan dengan bola, yang menggunakan injak-injak air. Dapat disimpulkan
manfaat atau kegunaan dari injak-injak air/water trappen sebagai berikut :
1) Untuk mengapung di atas permukaan air
2) Untuk istirahat pada waktu di air
3) Untuk memberikan pertolongan kepada seseorang yang mengalami tenggelam.
Teknik gerakan pada injak-injak air dapat dirinci sebagai berikut :
1. sikap badan
2. gerakan kaki
3. gerakan lengan
4. Pernapasan
5. koordinasi gerakan

1. Sikap badan
Pada semua gaya renang, yaitu gaya bebas, gaya dada, gaya punggung, dan
gaya kupu-kupu; menghasilkan posisi badan dalam renang sedatar mungkin pada
permukaan air, (posisi yang stream line), dengan tujuan agar
tahanan depan menjadi kecil. Pada injak-injak air, posisi badan tidaklah datar pada
permukaan air, melainkan cenderung tegak lurus pada permukaan air, hal ini
dilakukan karena pada waktu injak-injak air/water trappen tidak bergerak maju
sehingga tahanan depan tidak perlu diperhitungkan. Posisi badan tidak tepat tegak
lurus pada permukaan air, melainkan agak mering ke depan, dimana bagian kepala
lebih ke depan. Pada posisi ini diharapkan agar penampang badan akan lebih luas
dibandingkan dengan sikap yang tegak lurus pada permukaan air. Dengan demikian
maka daya mengapung badan akan menjadi lebih besar, posisi badan ini harus stabil,
tidak terlalu bergerak ke atas, ataupun terlalu banyak bergerak ke bawah. Hal ini
sangat banyak berhubungan dengan gerakan lengan dan gerakan kaki.

2. Gerakan kaki

Gerakan kaki pada injak-injak air/water trappen lebih mirip dengan


tendangan kaki pada gaya dada atau kaki katak dibandingkan dengan tendangan kaki
pada gaya bebas. Tendangan kaki ini arahnya ke bawah untuk dapat menghasilkan
dorongan ke arah atas, bentuknya ada dua :

1. tendangan secara bersama-sama antara kaki kanan dan kaki kiri


2. tendangan secara bergantian antara kaki kanan dan kaki kiri.
Yang perlu diperhatikan mengenai tendangan kaki ini yaitu tendangan
janganlah terlalu keras, sebab apabila tendangan kaki terlalu keras akan
mengakibatkan dorongan badan ke atas secara keras pula (ingat hukum gerakan ke
tiga dari Isac Newton). Prinsipnya, tendangan kaki ini tidak terlalu keras, karena
hanya digunakan untuk menahan badan jangan sampai tenggelam. Dengan tendangan
kaki yang tidak terlalu keras, maka posisi badan akan lebih stabil, tidak terlalu
bergerak naik turun seperti halnya tendangan kaki pada gaya dada, maka telapak kaki
pada menginjak-injakair ini haruslah lemas pada waktu bergerak. Pada saat kaki
ditarik ke atas, maka telapak kaki haruslah lemas atau dalam keadaan dorsa flexi,
sedangkan pada waktu tendangan kaki ke bawah haruslah pada posisi ditekuk atau
dalam keadaan plantes flexi
3. Gerakan tangan
Gerakan tangan pada injak-injak air/water trappen adalah mirip dengan
tangan pada gaya dada, dibandingkan dengan dayung gerakan tangan pada gaya
bebas. Gerakan tangan ini lebih mengarah ke bawah daripada ke belakang,
dikarenakan tujuannya adalah untuk menghasilkan dorongan ke arah depan. Pada
umumnya gerakan tangan pada injak-injak air ini ada 2 macam :

1) kedua tangan mendayung secara bersama-sama, antara lengan kiri dan


lengan kanan
2) Kedua tangan mendayung secara bergantian antara tangan kanan dan tangan kiri.
Sama seperti tendangan kaki, gerakan tangan pada injak-injak air ini janganlah terlalu
keras, tetapi secukupnya saja, sehingga gerakan dari badan ke atas maupun ke bawah
tidak terlalu keras, tetapi lebih stabil.

4. Pernapasan
Pernapasan pada injak-injak air/water trappen bukanlah merupakan masalah,
mengingat seluruh termasuk mulut berada di atas permukaan air. Pernapasan yaitu
pengambilan O2 dan pengambilan CO2 dilakukan dengan biasa saja, tidak seperti
pada pernapasan renang, dimana dilakukan secara meledak pada waktu mengambil
udara maupun mengeluarkan udara. Haruslah diusahakan bahwa permukaan air
berada disekitar dagu perenang. Dalam bernapas janganlah berusaha menaikan mulut
jauh dari ats permukaan air, sehingga leher atau dadanya kelihatan atau berada di atas
permukaan air. Bila hal ini terjadi maka pada kesempatan berikutnya badan turun
sampai mulut berada di bawah permukaan air, hal ini akan menyulitkan pernapasan.
Pada injak-injak air apabila pada suatu ketika mulut perenang berada di bawah
permukaan dikarenakan oleh gerakan tangan maupun gerakan kaki kurang stabil,
maka perenang harus bersikap tenang, dan mulut ditutup rapat, tidak bernapas, berada
di bawah permukaan air. Pada kesempaan berikutnya mulut akan keluar dari
permukaan air, pada kesempatan itulah mulut dibuka untuk bernapas. Ingat bahwa
pernapasan pada injak-injak air, dilakukan dengan mulut bukan dengan hidung.
Sehubungan dengan pernapasan pada menginjak- injak air ini, haruslah diusahakan
gerakan-gerakan lengan dan kaki yang stabil sehingga mengakibatkan sikap badan
yang stabil pula (tidak naik terlalu jauh), dan akan mengakibatkan pula mulut selalu di
atas

5. Koordinasi gerakan

Koordinasi gerakan ini haruslah diusahakan agar gerakan dari tangan dan
gerakan kaki menghasilkan sikap badan yang stabil. Sikap badan yang stabil ini
adalah sikap dimana badan bergerak ke atas dan ke bawah sedikit sekali. Pada
umumnya dalam injak-injak air/water trappen, gerakan yang dipakai adalah gerakan
yang bersama-sama, yaitu untuk gerakan kedua kaki bergerak bersamasama antara
kaki kanan dan kaki kiri, gerakan tangan bergerak bersama-sama antara tangan kanan
dan lengan kiri. Pada saat kedua kaki menendang ke arah bawah, maka kedua tangan
bergerak ke arah atas sebaiknya saat kedua kaki bergerak ke atas, maka kedua tangan
mendayung air ke arah bawah. Dengan koordinasi gerakan lengan dan kaki seperti
tersebut di atas, diharapkan sikap badan akan menjadi stabil.
Dapat disimpulkan Injak-injak air/water trappen adalah merupakan renang
berdiri atau bentuk berenang tidak maju-mundur, ke kiri dan kanan atau ke depan dan
kebelakang. Kegunaan menginjak-injak air terutama yaitu pada saat kita akan
bertabrakan dengan perenang lain dalam kolam renang, oleh karena itu kita perlu
berhenti dengan cara menginjak-injak air. Menginjak-injak air banyak juga digunakan
dalam polo air, kejar-kejaran di kolam renang dan lempar bola serta dapat juga
digunakan dalam renang menolong korban tenggelam di air. Gerakan kaki pada injak-
injak air pada prinsipnya sama seperti gaya renang yang lain, seperti pada gaya dada
atau gaya bebas. Gerakan kaki selain untuk keperluan bergerak maju untuk menolong
berat badan atau gaya apungnya di air kurang,sehingga badan bagian atas atau kepala
tetap berada di atas permukaan air. Sedangkan gerakan lengan selain fungsinya sama
dengan gerakan kaki juga untu menjaga keseimbangan. Dalam mempelajari gerakan
menginjak-injak air, dapat dibagi menjadi beberapa unsur gerakan, yaitu : 1) sikap
badan, 2) gerakan kaki, 3) gerakan lengan, 4) pernapasan dan 5) koordinasi gerakan.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dalam makalah ini, kita telah membahas pentingnya Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan Penyelam. Berdasarkan informasi yang telah disajikan dalam makalah ini dapat
disimpulkan bahwa pertolongan pertama merupakan aspek kritis dalam menyelamatkan
nyawa penyelam yang mengalami kecelakaan.
Kesimpulan dari makalah mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan penyelam
adalah sebagai berikut:
1. Pentingnya Pelatihan: Kecelakaan penyelaman dapat terjadi kapan saja, dan pertolongan
pertama yang efektif memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus. Oleh karena itu,
sangat penting bagi penyelam untuk mendapatkan pelatihan yang memadai dalam
pertolongan pertama penyelaman.
2. Kecepatan Reaksi: Dalam kecelakaan penyelaman, waktu sangat berharga. Penyelam harus
segera merespons situasi darurat dengan cepat dan efisien untuk meningkatkan peluang
bertahan hidup dan mengurangi risiko cedera yang lebih serius.
3. Peran Kelengkapan dan Tim: Pertolongan pertama penyelaman yang efektif memerlukan
peralatan dan kelengkapan khusus, seperti tabung oksigen, masker CPR, dan peralatan
evakuasi. Selain itu, bekerja sebagai tim dapat meningkatkan efektivitas pertolongan pertama.
3.2 SARAN
Saran dari makalah ini untuk meningkatkan pertolongan pertama pada kecelakaan
penyelam adalah sebagai berikut:
1. Pelatihan Rutin: Penyelam harus secara rutin mengikuti pelatihan pertolongan pertama
penyelaman yang diberikan oleh instruktur berlisensi. Ini akan membantu mereka
mempertajam keterampilan dan pengetahuan mereka dalam situasi darurat.
2. Mempersiapkan Kelengkapan: Setiap penyelam harus selalu memastikan bahwa mereka
memiliki kelengkapan pertolongan pertama yang sesuai dan dalam kondisi baik sebelum
melakukan penyelaman. Peralatan ini harus diperiksa secara berkala dan diganti jika
diperlukan.
3. Latihan Tim: Penyelam harus berlatih secara berkala dengan tim mereka untuk memastikan
bahwa mereka tahu bagaimana bekerja sama dalam situasi darurat. Ini dapat meningkatkan
koordinasi dan efektivitas pertolongan pertama.
4. Reaksi Cepat: Penyelam harus selalu siap untuk merespons kecelakaan penyelaman dengan
cepat dan tanpa ragu-ragu. Hal ini dapat dilakukan melalui simulasi dan permainan peran
dalam pelatihan.
5. Kolaborasi dengan Tim Medis: Ketika kecelakaan penyelaman terjadi, penting untuk
segera menghubungi tim medis profesional dan bekerja sama dengan mereka untuk
memberikan perawatan yang diperlukan. Komunikasi yang baik dengan tim medis sangat
penting untuk mengelola situasi darurat dengan baik.
Dengan mengikuti saran-saran ini dan menjaga keterampilan pertolongan pertama
penyelaman yang baik, penyelam dapat meningkatkan keselamatan mereka dan membantu
menyelamatkan nyawa dalam kecelakaan penyelaman.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional 2013, 1–384. https://doi.org/1 Desember 2013

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Profil Kesehatan Indonesia.Profil


Kesehatan Provinsi Bali.
PADI (Professional Association of Diving Instructors) dan NAUI (National Association of Underwater
Instructors).

Hadi, N. 2015. Tinjauan Tentang Penyelaman. Jakarta

Onyekwelu, E. (2018). Drowning and Near Drowning. Internet Journal of Health 8(2).

Anda mungkin juga menyukai