Anda di halaman 1dari 20

F RI TY MA YA MAFR U HAH_ 21 060 611 00 38

L EO N IT A M AR ZA R I ZALD HI E_21 06 061 10 09 7

Masjid Dalam Sudut


Pandang Fiqh Arsitektur
Bagian 2
Masjid Pembahasan

Masjid Dalam Sudut 1. Hukum fiqh arsitektur tentang unsur pokok


Pandang Fiqh bangunan masjid.

Arsitektur
2. Hukum fiqh unsur pelengkap bangunan
Bagian 2 masjid.

3. Hukum fiqh seputar kepemilikan masjid seperti


hukum pemberian nama dan hukum wakaf.
Apa itu masjid?
Bahasa: Masjid berasal dari kata sa-ja-da (‫ )سجد‬yang artinya
bersujud. Kata masjid (‫ )َم ْس ِج د‬adalah isim makan bentukan kata
yang bermakna tempat sujud. Sedangkan masjad (‫ )َم ْس َجد‬adalah isim
zaman yang bermakna waktu sujud. Yang dimaksud dengan tempat
sujud sesungguhnya adalah shalat, namun kata sujud yang
digunakan untuk mewakili shalat, lantaran posisi yang paling agung
dalam shalat adalah posisi bersujud.

Istilah sedangkan secara istilah, ada beberapa definisi yang diajukan


para ulama.
An-Nasafi. An-Nasafi menyebutkan di dalam kitab tafsirnya bahwa
definisi masjid adalah :
‫اْلُبُيوُت اْلَم ْب ِنَّيُة ِللَّص َالِة ِفيَه ا ِلَّلِه َف ِه َي َخاِلَص ٌة َلُه ُس ْب َحاَنُه َو ِلِع َباَدِتِه‬
Rumah yang dibangun khusus untuk shalat dan beribadah
didalamnya kepada Allah.
Hukum Fiqh Arsitektur mengenai unsur
pokok bangunan masjid

1. Arah Kiblat
2. Serambi Masjid
3.Mihrab
4. Mimbar
Arah Kiblat

Kakbah menjadi kiblat bagi umat Islam di seluruh dunia dalam


mengerjakan sholat. Arah kiblat ini dapat diukur dengan berbagai metode.
Perintah untuk sholat menghadap kiblat disebutkan dalam sebuah riwayat
yang berasal dari Khallad bin Rafi'.

‫ ثَّم استقِبل القبلة فكِّبر‬،‫ذا قمَت ِإىل الصالة فأسبغ الوضوء‬


Artinya: "Jika kamu hendak sholat sempurnakanlah wudhu kemudian
menghadaplah ke arah kiblat." (HR Muslim. Bukhari juga meriwayatkan
hal serupa).
Serambi Masjid
Dalam istilah fikih, serambi masjid disebut Dalam kaitannya dengan hukum,
rahabah. Sebuah bangunan yang rahabah memiliki hukum yang sama
menyambung dan mengelilingi inti masjid dengan masjid, termasuk dalam aturan
shalat berjamaah. Ulama madzhab Syafi’i,
yang dibangun untuk kepentingan masjid.
misalnya, menyimpulkan dari nash Imam
Masjid-masjid di Indonesia, rata-rata Syafi’i yang menyatakan bahwa ketika
memiliki serambi yang biasa ditempati untuk imam berada di dalam masjid, sementara
lesehan jamaah atau bahkan pengajian rutin makmum berada di rahabah, hukum
yang diselenggarakan oleh masyarakat. shalat makmum sah, meski tidak ada
Serambi biasanya dibiarkan terbuka, jalan yang menghubungkannya dengan
imam.
Serambi Masjid
Meski demikian, soal rahabah ini dalam pandangan lintas madzhab atau bahkan dalam
satu madzhab memiliki pandangan yang berbeda. Pendapat mereka, terkelompok
menjadi tiga.
1. Pertama, melihat kondisi bangunan rahabah. Jika menyatu dengan masjid maka
rahabah adalah bagian dari masjid yang berhukum sama dengan masjid. Jika tidak
menyatu dengan masjid, yakni terpisah, maka tidak berhukum sama dengan masjid. Ini
adalah pandangan dari Ibn Hajar, Abu Ya’la dan sebagian Syafi’iyah.
2. Kedua, rahabah secara mutlak tidak berhukum sama dengan masjid, baik itu
menyatu atau terpisah dari bangunan inti masjid. Ini merupakan pandangan dari
madzhab Hanafiyah dan sebagian riwayat dari Imam Malik dan sebagian ulama
madzhab Syafi’i.
3. Ketiga, secara mutlak berhukum sama dengan masjid, baik menyatu atau tidak. Ini
pandangan umum dalam madzhab Maliki, sebagian riwayat Imam Syafi’i dan Hanbali.
Mihrab

‫ (الغرف‬Mihrab dalam bahasa Arab dikenal sebagai al-ghurfah


Kamar atau ruangan khusus. Mihrab juga punya beberapa makna yang lain, ,
antaranya
‫اْلَم ْو ِض ُع َيْن َف ِرُد ِبِه اْلَم ِلُك َف َي َت َباَع ُد َع ِن الَّناِس‬

Tempat untuk menyendiri bagi raja demi menjauhkan diri dari orang banyak
Sedangkan para fuqaha’ menyebutkan definisi mihrab sebagai :
‫َم َق اُم اْإلَم اِم ِفي الَّص َالِة َو اْلِج َه ُة اَّلِتي ُيَص ِّلي َنْحَو َها اْلُم ْس ِلُم وَن‬
Tempat imam dalam shalat serta arah dimana orang-orang yang shalat
menghadap kesana
Hukum Mihrab
Hukum mebangun mihrab Namun Az-Zarkasyi menyebutkan bahwa
sebagian ulama memakruhkan adanya mihrab
Karena mihrab ini belum ada di masa Rasulullah SAW, dan di dalam masjid, mengingat mihrab itu tidak
baru ada kemudian di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, ada di masa Rasulullah SAW. Dan juga dengan
maka para ulama berbeda pandangan tentang hukum alasan bahwa adanya mihrab cenderung
.mihrab di dalam masjid menyerupai tempat ibadah agama sebelum
Islam.
Mazhab Al-Hanabilah menyebutkan bahwa hukum mihrab
ini boleh. Dan ada juga yang mengatakan bahwa hukumnya Di dalam Al-Quran memang disebutkan tentang
mustahab. Hal senada nampaknya juga dilontarkan oleh Al- mihrab ini, yang digunakan oleh nabi-nabi
Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Ajuri, Ibnu Aqil, Ibnul Jauzi, terdahulu seperti nabi Zakaria.
.dan Ibnu Tamim
Alasannya, keberadaan mihrab ini berfungsi untuk petunjuk ‫َق ْو ِم ِه ِم َن اْلِم ْحَراِب َف َأْو َحى ِإَلْي ِه ْم َأن َس ِّبُحوا ُبْك َرًة‬ ‫َف َخَرَج َع ىَل‬
arah kiblat, .khususnya buat jamaah masjid yang awam ‫َو َع ِش ّيًا‬
.tidak tahu arah kiblat
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya,
lalu ia memberi isyarat kepada mereka;
hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan
petang. (QS. Maryam 11)
Mimbar
Posisi Mimbar
Secara bahasa, kata mimbar bermakna tempat Keterangan Ibnu Qudamah – ulama hambali –,
Dan secara istilah, .)‫ (مكان مرتفع‬yang ditinggikan
: mimbar sering didefinisikan sebagai ‫ َألَّن الَّنِبَّي صىل هللا‬، ‫َو ُيْس َت َحُّب َأْن َيُكوَن اْلِم ْن َبُر َع ىَل َيِم يِن اْلِق ْب َلِة‬
‫عليه وسلم َه َكَذ ا َص َنَع‬
‫ِم ْر َق اٌة َيْر َتِق يَه ا اْلَخِط يُب َأِو اْلَو اِع ُظ ِلُيَخاِط َب اْلَجْم َع‬
Dianjurkan agar mimbar diletakkan di sebelah
Tempat untuk dinaiki oleh seorang khatib atau kanan arah ketika melihat ke arah kiblat. Karena
pemberi ceramah ketika berkhutbah di depan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
khalayak. )seperti ini. (al-Mughni, 2/144
Hukum Mimbar

Tidak terdapat dalil yang mewajibkan posisi mimbar harus di sebelah kanan.
Keterangan yang ada hanya penjelasan posisi mimbar dan ini tidak menunjukkan
itu wajib, meskipun menunjukkan anjuran, dalam rangka meniru keadaan di
zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tidak haram untuk
meletakkan mimbar di tempat manapun. Yang penting, disediakan satu tempat
yang tinggi yang bisa membantu khatib agar suaranya bisa didengarkan jamaah.
(Fatawa Athiyah Shaqr, 4/140)
Hukum Fiqh Arsitektur mengenai unsur
pelengkap Bangunan Masjid

1. Tempat adzan
2. Tempat Wudhu WC/Toilet
3. Tempat shalat wanita
Tempat Adzan
Para ulama mengatakan, bahwa Bilal adzan sebelum subuh. Usai adzan beliau berdoa
dan melakukan beberapa ibadah, sampai subuh. kemudian beliau turun dan Ibnu
Ummi Maktum naik untuk adzan subuh. Adanya kegiatan naik turun menunjukkan
bahwa adzan yang mereka lakukan di tempat yang tinggi.

Keterangan Abdullah bin Syaqiq rahimahullah,


‫ َو اِإْلَق اَم ُة ِفي اْلَم ْس ِج ِد‬،‫ِم َن الُّس َّنِة اَأْلَذ اُن ِفي اْلَم َناَرِة‬
aBgian dari sunnah, adzan dilakukan di menara, dan iqamah di dalam masjid. (HR. Ibnu Abi Syaibah
dalam al-Mushannaf 2331).
Hukum Adzan di Dalam MasjidS ebelum ada alat pengeras suara, para ulama diataranya Ibnul Haaj
melarang adzan dilakukan di dalam masjid, dengan pertimbangan,
Ini tidak pernah dilakukan para sahabat maupun kaum muslimin di generasi awal islam
Imam al-Albani – rahimahullah –. Beliau mengatakan,

‫إن األذان في المسجد أمام المكبر يمنع ظهور المؤذن بجسمه؛ فإن ذلك من تمام هذا الشعار اإلسالمي العظيم؛ لذلك نرى أنه البد‬
‫ والتأذين أمام المكبر‬،‫…للمؤذن من البروز عىل المسجد‬.

Adzan di masjid dengan pengeras suara, menghalangi fisik muadzin nampak dari luar. Sementara itu
merupakan bagian dari kesempurnaan syiar islam yang mulia ini. Karena menurut kami, muadzin
harus berada di luar masjid, dan tetap melakukan adzan dengan pengeras suara…
Tempat wudhu, WC/Toilet
Dalam merancang tempat wudhu hendaknya Toilet dalam masjid merupakan bagian servis
dipertimbangkan sejak dari awal untuk memfasilitasi jama’ah yang akan
susunan/konfigurasi keran-keran air yang membuang hadas kecil. Jama’ah yang datang
memungkinkan pemakai berwudhu menghadap
ke masjid rata-rata sebelum berwudhu juga
kiblat. Oleh karena hukum berwudhu adalah
akan membuang hajat (buang air besar/kecil)
wajib,
atau berhadas kecil. Hendaknya menjadi
maka perancangan ruang wudhu perlu
mendapatkan perhatian para perancang masjid, adanya
prioritas sebagaimana ruang sholat juga, bukan terdapat ketentuan syariah yang mengatur
sekedar pelengkap atau servis. orientasi dalam aktifitas ini. yakni tidak
menghadap atau tidak membelakangi kiblat
Ka’bah.
Tempat Shalat Wanita

Sebagaimana yang umum tercantum dalam literatur fiqih, konsep penataan shaf yang
dianjurkan dalam shalat berjamaah adalah berurutan mulai dari laki-laki dewasa,
anak kecil, dan shaf terakhir ditempati oleh perempuan.
Penjelasan tentang perempuan menempati posisi shaf paling belakang
berdasarkan hadits:

‫خير صفوف الرجال أولها وشرها آخرها وخير صفوف النساء آخرها وشرها أولها (رواه مسلم) ـ‬

“Shaf yang paling baik bagi laki-laki adalah shaf yang paling awal, sedangkan shaf yang paling buruk
bagi mereka adalah shaf yang paling akhir. Dan shaf yang paling baik bagi wanita adalah shaf yang
paling akhir, sedangkan shaf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling awal.” (HR.
Muslim)

Wanita yang shalat di tempat yang jauh dari jangkauan jamaah laki-laki maka awal shaf bagi wanita
tersebut adalah shaf yang paling baik, dikarenakan hilangnya illah (alasan yang mendasari sebuah
hukum). maksud dari “seburuk-buruknya shaf bagi laki-laki dan wanita”
Hukum Fiqh Seputar Kepemilikan
Masjid

1. Hukum Pemberian nama


2. Hukum Wakaf
Pemberian Nama Pada Masjid

Pendapat pertama berpendapat bahwa nama sebuah


masjid disunahkan menggunakan nama Allah SWT sebagaimana terdapat
dalam Asmaul Husna seperti masjid Baiturrohim, Masjid As-Salam, Masjid
Baiturrohman, dan sesamanya. Artinya makruh menamai masjid dengan nama
selain nama Allah SWT seperti nama pihak yang membangun, donator,
pengelola, atau identitas jamaah masjid, dan sesamanya. Pendapat ini
dipegang oleh ulama salaf di antaranya adalah pakar fikih generasi Tabiin
yang bernama Ibrohim an-Nakhoi (W. 97 H). Pendapat yaitu pendapat yang
dipegang oleh Jumhur ulama fikih berpendapat bahwa memberi nama masjid
dengan nama yang menunjukan kepada kepemilikan selain Allah SWt adalah
bolch (jawaz) seperti memberi masjid dengan Masjid Ibnu Tulun, Masjid Amr
bin Ash, Masjid Rasul, dan sesamanya." 401
Hukum Wakaf Masjid
Secara istilah syariat, masjid adalah tempat Shighat pewakafan masjid terbagi menjadi
yang diwakafkan untuk shalat dengan niat dua. Pertama, sharih (yang jelas), yaitu setiap
menjadikannya masjid. Sementara mushala ucapan yang secara tegas mengarah kepada
adalah tempat shalat secara mutlak, baik wakaf masjid, tidak bisa diarahkan kepada
berupa wakafan, milik pribadi, hibah, dan lain makna lain. Kedua, kinayah, yaitu ucapan
sebagainya. Dari definisi tersebut menjadi jelas yang memungkinkan untuk diarahkan kepada
pewakafan masjid dan makna lain. Agar
bahwa masjid sudah pasti wakaf, sedangkan
menjadi masjid, shighat sharih tidak
mushala belum tentu wakaf.
membutuhkan niat, sedangkan shighat
kinayah butuh niat.
Hukum Wakaf Masjid
Penjelasan di atas merujuk kepada referensi dari kitab Umdah al-Mufti wa al-Mustafti sebagai berikut:

‫الَّتْي ِس ْي ِر َق ْو ُلُه َو َق ْف ُت َه َذ ا ِللَّص اَل ِة َص ِرْيٌح ِفي َو ْق ِف ِه ِللَّص اَل ِة ِكَناَيٌة ِفي ُخُص ْو ِص َو ْق ِف ِه َم ْس ِج ًدا َف ِإْن َنَو ى ِبِه‬ ‫َم ْس َأَلٌة َق اَل اْلَم َناِو ي ِفي‬
‫ َو َأَّم ا اْلَم ْس ِج ُد َف َأْم ٌر َزاِئٌد َيْكُثُر ِف ْي ِه اَأْلْجُر َو ُيْع َت َكُف ِف ْي ِه َو َيْحُرُم َع ىَل ِذي اْلَحَد ِث اَأْلْك َبِر اْلُم ْكُث‬. ‫َفاَل َك اْلَم ْد َرَس ِة‬ ‫اْلَم ْس ِج َد َص اَر َم ْس ِج ًدا َو اَّل‬
‫ِإ‬
‫َم ا ُو ِق َف ِللَّص اَل ِة َك ُم َص ىَّل اْلِع ْي ِد َف ِإَّنُه َو ْق ٌف ِللَّص اَل ِة َو َلْي َس َلُه ُحْرَم ُة اْلَم ْس ِج ِد َو اَل َيِص ْي ُر َو ْق ًف ا ِباِإْلْذ ِن ِبالَّص اَل ِة‬ ‫ِف ْي ِه َو َلُه َأْح َكاٌم َزاِئَد ٌة َع ىَل‬
‫ِف ْي ِه‬.

“Sebuah permasalahan. Al-Manawi berkata dalam kitab al-Taisir, ucapan seseorang aku mewakafkan
tempat ini untuk shalat tegas mengarah kepada makna mewakafkan untuk shalat, kinayah untuk
kekhususan wakaf masjidnya, bila ia meniatkannya sebagai masjid, maka berstatus masjid, bila tidak
ada niat, maka tidak menjadi masjid seperti wakaf madrasah. Adapun masjid adalah perkara yang
memiliki nilai lebih yang banyak pahala di dalamnya, sah dibuat I’tikaf, dan haram bagi yang
berhadats besar berdiam diri di dalamnya. Masjid memiliki hukum-hukum yang melebihi tempat yang
diwakafkan untuk shalat, seperti mushala shalat ‘Ied, sesungguhnya mushala tersebut diwakafkan
untuk shalat namun tidak memiliki kehormatan seperti masjid. Dan tidak menjadi wakaf dengan
memberi izin shalat di dalamnya” (Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal, ‘Umdah al-Mufti wa al-
Mustafti, juz 2, hal. 258).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai