Masjid Dalam Sudut Pandang Fiqh Bagian 2. Kelompok 12
Masjid Dalam Sudut Pandang Fiqh Bagian 2. Kelompok 12
Arsitektur
2. Hukum fiqh unsur pelengkap bangunan
Bagian 2 masjid.
1. Arah Kiblat
2. Serambi Masjid
3.Mihrab
4. Mimbar
Arah Kiblat
Tempat untuk menyendiri bagi raja demi menjauhkan diri dari orang banyak
Sedangkan para fuqaha’ menyebutkan definisi mihrab sebagai :
َم َق اُم اْإلَم اِم ِفي الَّص َالِة َو اْلِج َه ُة اَّلِتي ُيَص ِّلي َنْحَو َها اْلُم ْس ِلُم وَن
Tempat imam dalam shalat serta arah dimana orang-orang yang shalat
menghadap kesana
Hukum Mihrab
Hukum mebangun mihrab Namun Az-Zarkasyi menyebutkan bahwa
sebagian ulama memakruhkan adanya mihrab
Karena mihrab ini belum ada di masa Rasulullah SAW, dan di dalam masjid, mengingat mihrab itu tidak
baru ada kemudian di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, ada di masa Rasulullah SAW. Dan juga dengan
maka para ulama berbeda pandangan tentang hukum alasan bahwa adanya mihrab cenderung
.mihrab di dalam masjid menyerupai tempat ibadah agama sebelum
Islam.
Mazhab Al-Hanabilah menyebutkan bahwa hukum mihrab
ini boleh. Dan ada juga yang mengatakan bahwa hukumnya Di dalam Al-Quran memang disebutkan tentang
mustahab. Hal senada nampaknya juga dilontarkan oleh Al- mihrab ini, yang digunakan oleh nabi-nabi
Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Ajuri, Ibnu Aqil, Ibnul Jauzi, terdahulu seperti nabi Zakaria.
.dan Ibnu Tamim
Alasannya, keberadaan mihrab ini berfungsi untuk petunjuk َق ْو ِم ِه ِم َن اْلِم ْحَراِب َف َأْو َحى ِإَلْي ِه ْم َأن َس ِّبُحوا ُبْك َرًة َف َخَرَج َع ىَل
arah kiblat, .khususnya buat jamaah masjid yang awam َو َع ِش ّيًا
.tidak tahu arah kiblat
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya,
lalu ia memberi isyarat kepada mereka;
hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan
petang. (QS. Maryam 11)
Mimbar
Posisi Mimbar
Secara bahasa, kata mimbar bermakna tempat Keterangan Ibnu Qudamah – ulama hambali –,
Dan secara istilah, .) (مكان مرتفعyang ditinggikan
: mimbar sering didefinisikan sebagai َألَّن الَّنِبَّي صىل هللا، َو ُيْس َت َحُّب َأْن َيُكوَن اْلِم ْن َبُر َع ىَل َيِم يِن اْلِق ْب َلِة
عليه وسلم َه َكَذ ا َص َنَع
ِم ْر َق اٌة َيْر َتِق يَه ا اْلَخِط يُب َأِو اْلَو اِع ُظ ِلُيَخاِط َب اْلَجْم َع
Dianjurkan agar mimbar diletakkan di sebelah
Tempat untuk dinaiki oleh seorang khatib atau kanan arah ketika melihat ke arah kiblat. Karena
pemberi ceramah ketika berkhutbah di depan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
khalayak. )seperti ini. (al-Mughni, 2/144
Hukum Mimbar
Tidak terdapat dalil yang mewajibkan posisi mimbar harus di sebelah kanan.
Keterangan yang ada hanya penjelasan posisi mimbar dan ini tidak menunjukkan
itu wajib, meskipun menunjukkan anjuran, dalam rangka meniru keadaan di
zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tidak haram untuk
meletakkan mimbar di tempat manapun. Yang penting, disediakan satu tempat
yang tinggi yang bisa membantu khatib agar suaranya bisa didengarkan jamaah.
(Fatawa Athiyah Shaqr, 4/140)
Hukum Fiqh Arsitektur mengenai unsur
pelengkap Bangunan Masjid
1. Tempat adzan
2. Tempat Wudhu WC/Toilet
3. Tempat shalat wanita
Tempat Adzan
Para ulama mengatakan, bahwa Bilal adzan sebelum subuh. Usai adzan beliau berdoa
dan melakukan beberapa ibadah, sampai subuh. kemudian beliau turun dan Ibnu
Ummi Maktum naik untuk adzan subuh. Adanya kegiatan naik turun menunjukkan
bahwa adzan yang mereka lakukan di tempat yang tinggi.
إن األذان في المسجد أمام المكبر يمنع ظهور المؤذن بجسمه؛ فإن ذلك من تمام هذا الشعار اإلسالمي العظيم؛ لذلك نرى أنه البد
والتأذين أمام المكبر،…للمؤذن من البروز عىل المسجد.
Adzan di masjid dengan pengeras suara, menghalangi fisik muadzin nampak dari luar. Sementara itu
merupakan bagian dari kesempurnaan syiar islam yang mulia ini. Karena menurut kami, muadzin
harus berada di luar masjid, dan tetap melakukan adzan dengan pengeras suara…
Tempat wudhu, WC/Toilet
Dalam merancang tempat wudhu hendaknya Toilet dalam masjid merupakan bagian servis
dipertimbangkan sejak dari awal untuk memfasilitasi jama’ah yang akan
susunan/konfigurasi keran-keran air yang membuang hadas kecil. Jama’ah yang datang
memungkinkan pemakai berwudhu menghadap
ke masjid rata-rata sebelum berwudhu juga
kiblat. Oleh karena hukum berwudhu adalah
akan membuang hajat (buang air besar/kecil)
wajib,
atau berhadas kecil. Hendaknya menjadi
maka perancangan ruang wudhu perlu
mendapatkan perhatian para perancang masjid, adanya
prioritas sebagaimana ruang sholat juga, bukan terdapat ketentuan syariah yang mengatur
sekedar pelengkap atau servis. orientasi dalam aktifitas ini. yakni tidak
menghadap atau tidak membelakangi kiblat
Ka’bah.
Tempat Shalat Wanita
Sebagaimana yang umum tercantum dalam literatur fiqih, konsep penataan shaf yang
dianjurkan dalam shalat berjamaah adalah berurutan mulai dari laki-laki dewasa,
anak kecil, dan shaf terakhir ditempati oleh perempuan.
Penjelasan tentang perempuan menempati posisi shaf paling belakang
berdasarkan hadits:
خير صفوف الرجال أولها وشرها آخرها وخير صفوف النساء آخرها وشرها أولها (رواه مسلم) ـ
“Shaf yang paling baik bagi laki-laki adalah shaf yang paling awal, sedangkan shaf yang paling buruk
bagi mereka adalah shaf yang paling akhir. Dan shaf yang paling baik bagi wanita adalah shaf yang
paling akhir, sedangkan shaf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling awal.” (HR.
Muslim)
Wanita yang shalat di tempat yang jauh dari jangkauan jamaah laki-laki maka awal shaf bagi wanita
tersebut adalah shaf yang paling baik, dikarenakan hilangnya illah (alasan yang mendasari sebuah
hukum). maksud dari “seburuk-buruknya shaf bagi laki-laki dan wanita”
Hukum Fiqh Seputar Kepemilikan
Masjid
الَّتْي ِس ْي ِر َق ْو ُلُه َو َق ْف ُت َه َذ ا ِللَّص اَل ِة َص ِرْيٌح ِفي َو ْق ِف ِه ِللَّص اَل ِة ِكَناَيٌة ِفي ُخُص ْو ِص َو ْق ِف ِه َم ْس ِج ًدا َف ِإْن َنَو ى ِبِه َم ْس َأَلٌة َق اَل اْلَم َناِو ي ِفي
َو َأَّم ا اْلَم ْس ِج ُد َف َأْم ٌر َزاِئٌد َيْكُثُر ِف ْي ِه اَأْلْجُر َو ُيْع َت َكُف ِف ْي ِه َو َيْحُرُم َع ىَل ِذي اْلَحَد ِث اَأْلْك َبِر اْلُم ْكُث. َفاَل َك اْلَم ْد َرَس ِة اْلَم ْس ِج َد َص اَر َم ْس ِج ًدا َو اَّل
ِإ
َم ا ُو ِق َف ِللَّص اَل ِة َك ُم َص ىَّل اْلِع ْي ِد َف ِإَّنُه َو ْق ٌف ِللَّص اَل ِة َو َلْي َس َلُه ُحْرَم ُة اْلَم ْس ِج ِد َو اَل َيِص ْي ُر َو ْق ًف ا ِباِإْلْذ ِن ِبالَّص اَل ِة ِف ْي ِه َو َلُه َأْح َكاٌم َزاِئَد ٌة َع ىَل
ِف ْي ِه.
“Sebuah permasalahan. Al-Manawi berkata dalam kitab al-Taisir, ucapan seseorang aku mewakafkan
tempat ini untuk shalat tegas mengarah kepada makna mewakafkan untuk shalat, kinayah untuk
kekhususan wakaf masjidnya, bila ia meniatkannya sebagai masjid, maka berstatus masjid, bila tidak
ada niat, maka tidak menjadi masjid seperti wakaf madrasah. Adapun masjid adalah perkara yang
memiliki nilai lebih yang banyak pahala di dalamnya, sah dibuat I’tikaf, dan haram bagi yang
berhadats besar berdiam diri di dalamnya. Masjid memiliki hukum-hukum yang melebihi tempat yang
diwakafkan untuk shalat, seperti mushala shalat ‘Ied, sesungguhnya mushala tersebut diwakafkan
untuk shalat namun tidak memiliki kehormatan seperti masjid. Dan tidak menjadi wakaf dengan
memberi izin shalat di dalamnya” (Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal, ‘Umdah al-Mufti wa al-
Mustafti, juz 2, hal. 258).
TERIMA KASIH