Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa reproduksi merupakan masa terpenting bagi wanita dan berlangsung kira-kira 33
tahun. Haid pada masa ini paling teratur dan siklus pada alat genital bermakna untuk
memungkinkan kehamilan. Pada masa ini terjadi ovulasi kurang lebih 450 kali, dan selama
ini wanita berdarah selama 1800 hari. Biarpun pada usia 40 tahun ke atas wanita masih
mampu hamil, tetapi fertilitas menurun cepat sesudah usia tersebut.
Promosi kesehatan adalah upaya pemberdayaan masyarakat yang mampu memecahkan
dan meningkatkan kesehatan. Dalam makalah ini dibahas mengenai masalah dan kebutuhan
yang diperlukan WUS (Wanita Usia Subur) dan PUS (Pasangan Usia Subur). Yang
merupakan masalah dari WUS yaitu mengenai keadaan organ kelamin, untuk itu diberikan
promosi kesehatan mengenai alat kelamin dan penyakit yang sering mengganggu akibat
infeksi. Selain itu, WUS juga harus diberi penyuluhan mengenai penyakit menular seksual
(PMS) agar WUS tidak melakukan tindakan atau perbuatan berganti-ganti pasangan dalam
usianya yang subur.
PUS juga memerlukan penyuluhan/promosi kesehatan dalam kehidupannya. Dalam hal
ini petugas kesehatan harus mempromosikan KB (Keluarga Berencana) bagi pasangan ini.
Tujuannya untuk membatasi kelahiran anak karena mereka subur, tidak memiliki kelainan
sehingga mudah memperoleh anak/keturunan. Disini akan dibahas mengenai alat kontrasepsi,
tapi salah satunya vasektomi dan tubektomi. Memang banyak alat kontrasepsi lainnya, namun
vasektomi dan tubektomi merupakan kontap (kontrasepsi mantap) jika sudah matang dalam
memilih pilihannya. Dengan penyuluhan KB diharapkan angka kelahiran dan di Indonesia
menurun dan tingkat kesejahteraan hidup meningkat.

B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, adapun perumusan masalah yang akan di sajikan
sebagai berikut :
1. Apa itu konsep PUS?
2. Apa itu konsep kontrasepsi?
3. Bagaimana penggunaan kontrasepsi pil?
4. Bagaimana Konseling KB?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep PUS
2. Mengetahui konsep kontrasepsi
3. Mengetahui penggunaan kontrasepsi pil
4. Mengetahui konseling KB

D. MANFAAT
Hasil makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam lingkup
humaniora khususnya bahasan mengenai praktik pelayanan kesehatan pasangan usia subur,
sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam mencari referensi bagi pembaca dan sebagai
pedoman untuk memberikan pengajaran/ pengembangan bagi pembaca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep PUS
Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun dimana pasangan (laki-laki dan
perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya sudah
berfungsi dengan baik. Ini dibedakan dengan perempuan usia subur yang berstatus janda atau
cerai. Pada masa ini pasangan usia subur harus dapat menjaga dan memanfaatkan
reprduksinya yaitu menekan angka kelahiran dengan metode keluarga berencana sehingga
jumlah dan interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi
dan kualitas generasi yang akan datang.
Pelayanan kesehatan yang dapt diberikan kepada pasangan usia subur yaitu:
1. Pelayanan Kesehatan pada Catin.
Pelayanan yang diberikan yaitu:
a. Pemeriksaan kesehatan kedua catin, agar salah satu/kedua catin tersebut
menderita penyakit dapat diketahui sebelumnya.
b. Apabila ternyata sakit agar segera berobat,sehingga pada saat pernikahan kedua
catin benar-benar dalam keadaan sehat.
c. Penjelasan tentang kesehatan dalam perkawinan, terutama yang berkaitan
dengan kehamilan, persalinan, masa nifas dan KB. Misalnya anemia pada waktu
hamil yang berdampak pada ibu dan bayinya.
d. Pemberiaan imunisasi TT pada catin perempuan untuk mencegah tetanus pada
bayi yang akan dilahirkannya.
e. Memberikan pengetahuan bagaimana sikap seorang PUS ini harus sesuai
dengan kodratnya, tidak sama dengan sebelum dia menikah, atau masih gadis.
Dia harus mampu melayani suaminya, bukan kebutuhan bathiniah saja tapi
rohaniah dan yang laennya juga.
f. Apabila seorang wanita datang untuk memakai KB maka bidannya harus
menanyakan apakah suaminya setuju dengan ia memakai KB. Bila perlu si
wanita tadi datang bersama suaminya, jadi suaminya juga ikut dalam
menentukan kontrasepsi yang baik dan aman untuk istrinya.
B. Perkembangan Program Keluarga Berencana dan Penggunaan Alat Kontrasepsi

Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program pemerintah yang
diselenggarakan untuk membatasi kelahiran guna mengurangi pertumbuhan penduduk dan
menurunkan laju penduduk. Program KB diatur berdasarkan UU No 10 Tahun 1992 dan
disempurnakan lagi dengan terbitnya UU No 52 Tahun 2009. Program KB merupakan upaya
mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas (UU No 52, 2009). Tujuan dari program KB pada dasarnya yaitu
pengaturan kelahiran guna membangun keluarga sejahtera (Sulistyaningsih, 2013). Awalnya
pada tahun 1957, terbentuklah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang
merupakan organisasi sosial yang bergerak dalam bidang KB. Namun setelah adanya
perkembangan, program KB diambil oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) sebagai tindak lanjut dari UU No. 52 Tahun 2009 (Rismawati, 2015)

Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka


kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) secara nasional cenderung menurun dari 2,4 (SDKI
2002/2003 setelah revisi) menjadi sekitar 2,3 anak per perempuan usia reproduksi (SDKI
2007 setelah direvisi). Penurunan TFR antara lain didorong oleh meningkatnya usia kawin
pertama perempuan dari sekitar 19,2 tahun pada tahun 2003, menjadi 19,8 tahun
(SDKI,2007). Selain itu juga disebabkan karena penurunan angka kelahiran menurut umur
15-19 tahun dari 35 menjadi 30 per 1000 perempuan.Dari aspek kualitas penduduk, program
Keluarga Berencana Nasional juga telah membantu meningkatkan kualitas dan kesejahteraan
keluarga Indonesia karena dengan dua atau tiga anak, setiap keluarga lebih dapat memenuhi
hak-hak dasar anak-anaknya (BKKBN, 2011). Prevalensi pemakaian kontrasepsi
(Contraceptive Prevalence rate/CPR) masih rendah dan bervariasi antar provinsi, status
ekonomi, tingkat pendidikan, dan desakota. Bila dilihat hasil SDKI 2002-2003 dan 2007,
CPR tidak memperlihatkan peningkatan yang berarti, yaitu masing-masing dari 56,7%
menjadi 57,4% (cara modern) dan dari 60% menjadi 61,4%(semua cara). CPR terendah
terdapat di Maluku sekitar 33,9 persen dan tertinggi di Bengkulu sekitar 73,9 persen
(BKKBN, 2011).
Di Indonesia penggunaan alat kontrasepsi cara modern berdasarkan survey SDKI 2007 dan
2012 tidak meningkat secara signifikan, yaitu dari sebesar 56,7% pada tahun 2002 menjadi
sebesar 57,4 % pada tahun 2007, dan pada tahun 2012 meningkat menjadi sebesar 57,9%.
Penggunaan alat dan obat Metode Kontrasepsi Jangka Pendek (non MKJP) terus meningkat
dari 46,5% menjadi 47,3%), sementara Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
cenderung menurun, dari 10,9% menjadi 10,6. Rendahnya kesertaan KB Pria, yaitu sebesar
2,0 persen (BKKBN, 2015)

C. Kebutuhan Ber-KB

a. Kebutuhan Ber-KB yang Terpenuhi

Pemenuhan kebutuhan ber-KB merupakan salah satu faktor penting dalam


pengendalian tingkat kelahiran. Indikator ini merupakan salah satu indikator penting
dalam mengukur keberhasilan program dalama memenuhi kebutuhan akan informasi
dan pelayanan KB di kalangan PUS. PUS yang mengikuti program KB dengan
tujuan ingin mengatur jarak dan jumlah kelahiran termasuk ke dalam kebutuhan ber-
KB yang telah terpenuhi (BKKBN, 2009).

b. Kebutuhan Ber-KB yang Tidak Terpenuhi (unmet need KB)

Salah satu sasaran strategis BKKBN dalam memenuhi program KB yaitu


menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need KB)(BKKBN,
2011). Unmet need KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang tidak
menginginkan anak, menginginkan anak dengan jarak 2 tahun atau lebih tetapi
tidak menggunakan alat kontrasepsi. Kelompok unmet need merupakan sasaran
yang perlu menjadi perhatian dalam pelayanan program KB(Handrina, 2011).
Dalam program KB di Indonesia, terjadi peningkatan unmet need dari 8,4% pada
tahun 2002 menjadi 9,1% pada tahun 2007, padahal prevalensi pemakaian
kontrasepsimengalami peningkatan dari 60,3% pada tahun 2002 menjadi
61,4%pada tahun 2007.Oleh karena itu peningkatan persentase unmet need KB
diIndonesia perlu digali kembali apa yang menjadi penyebabnya(BKKBN, 2009).
Berdasarkan SDKI 2007 dan 2012, total unmet need di Indonesia menurun dari 13%
menjadi 11% .

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Ber-KB Pada PUS

Terjadinya unmet need pada pasangan usia subur merupakan salah satu sikap dan
perilaku dari pasangan tersebut dalam menggunakan alat kontrasepsi. Salah satu teori
perilaku yaitu Teori Precede-Proced yang dikembangkan oleh Lawrence Green pada tahun
1991.
Berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kejadian unmet need pada PUS. Namun terdapat pula faktor lain yang dapat mempengaruhi
PUS untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi dan menjadi kelompok unmet need KB
berdasarkan teori perilaku. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan kedalam teori yang
dikemukakan oleh Lawrence Green (1991).

a) Faktor Predisposisi

a. Umur

Umur berperan sebagai faktor presdiposisi dalam hubungannya dengan


pemakaian KB. Umur berhubungan dengan struktur organ, fungsi fisiologis
komposisi biokimiawi serta sistem hormonal seorang wanita(Indira, 2009). Perbedaan
fungsi fisiologis, komposisi biokimiawi dan sistem hormonal akan mempengaruhi
pemakaian kontrasepsi yang bermaksud untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat
melahirkan pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada
usia tua. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Ulsafitri dan Nabila,
2015 tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur responden dengan
kejadian unmet need KB. (Ulsafitri & Nabila, 2015).

b. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa adanya pengetahuan, seseorang
tidak akan memiliki dasar dalam pengambilan sebuah keputusan serta menentukan
tindakan maupun solusi terhadap masalah yang dihadapi (Dwijayanti, 2008).
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan terdapat hubungan yang signifikan
antara pengetahuan responden terhdapa kejadian unmet need KB (p=0,0 (p<0,05) ;
OR= 0,079)(Ulsafitri & Nabila, 2015). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh
Suseno 2011 menunjukkan bahwa variabel pengetahuan berpengaruh secara
signifikan antara pengetahuan dengan kejadian unmet need KB (p=0,049 (p<0,05) ;
95% CI = 1,004-8,378). (Suseno, 2011).

c. Riwayat Penyakit Tertentu

Terdapat beberapa penyakit yang tidak memperbolehkan seseorang untuk


menggunakan alat kontrasepsi salah satunya adalah kontrasepsi yang bersifat
hormonal. Salah satu penyakit mempengaruhi seseorang untuk tidak menggunakan
alat kontrasepsi yaitu kanker payudara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Oktavianisya, 2011, responden dengan lama penggunaan metode kontrasepsi 4>tahun
memiliki risiko 4,67 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara daripada
responden dengan lama penggunaan kontrasepsi ≤4 tahun (OR = 4,67). Selain itu
jenis alat kontrasepsi pil berpengaruh secara signifikan terhadap kanker payudara
(OR = 2,61)(Oktavianisya, 2011). Pil, implant dan suntik merupakan alat kontrasepsi
yang bersifat hormonal.

d. Jumlah Anak Hidup

Jumlah anak yang dimaksud adalah jumlah anak yang masih hidup yang dimiliki
oleh seorang wanita sampai saat wawancara dilakukan (BPS,2009 dalam Indira
2009). Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju,
mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab,
harmonis,dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Suseno 2011 tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah
anak dengan kejadian unmet need KB (Suseno, 2011). Selain itu, menurut penelitian
oleh Usman, 2013 menyatakan bahwa jumlah anak memiliki hubungan yang
signifikan terhadap kejadian unmet need KB (p=0,031 (p<0,05).
b) Faktor Pemungkin

a. Akses Terhadap Pelayanan Alat Kontrasepsi

Agar suatu metode kontrasepsi dapat tercapai maka terlebih dahulu kontrasepsi
tersebut harus tersedia dan tempat pelayanannya pun mudah dijangkau oleh
masyarakat. Jarak pelayanan alat kontrasepsi berdasarkan kriteria yang dibuat oleh
BPS dalam mengelompokkan rata-rata jarak terdekat (km) dari rumah tangga ke
fasilitas umum yaitu dikategorikan dengan jika jarak dari rumah ke puskesmas ≤ 2,5
km dan jauh jika jarak dari rumah puskesmas > 2,5 km (BPS 2007 dalam Purba,
2008). Untuk mendapatkan alat kontrasepsi, maka masyarakat dapat memperolehnya
di puskesmas atau layanan kesehatan milik pemerintah, klinik swasta, dokter, praktik
swasta, maupun bidan praktik mandiri (BPM). Alat kontrasepsi berupa kondom
dapat didapatkan dengan mudah dengan cara membeli di supermarket atau apotek.
Jarak pelayanan kesehatan yang dekat akan memberikan dampak positif kepada PUS
yang ingin menggunakan KB.

b. Pendapatan Keluarga

Pendapatan menurut BPS (2006) merupakan balas jasa yang diterima oleh
faktor-faktor produksi dalam jangka waktu tertentu. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Suseno (2011) pendapatan memiliki hubungan yang signifikan
terhadap kejadian unmet need (p=0,033 (p<0,05) ; 95% CI = 1,162-14,463). (Suseno,
2011). Pendapatan keluarga perbulan yang rendah akan memungkinkan PUS
tersebut untuk tidak menggunakan KB karena penggunaan KB bukan merupakan
kebutuhan primer di keluarga.

c. Biaya

Mekanisme harga adalah proses yang berjalan atas dasar haya tarikmenarik
antara konsumen-konsumen dan produsen-produsen yang bertemu di pasar
(Boediono, 2011). Pasar yang dimaksud dapat kita artikan sebagai pelayanan
kesehatan, PUS sebagai konsumen dan tenaga kesehatan sebagai produsen. Biaya alat
kontrasepsi yang dimaksud adalah semua pengeluaran yang digunakan untuk
memasang atau memperoleh alat kontrasepsi. Dalam penggunaan metode kontrasepsi,
harga atau biaya yang mudah dijangkau oleh masyarakat merupakan salah satu
persyaratan yang harus dipenuhi, sehingga kontrasepsi dapat digunakan oleh semua
PUS.

c) Faktor Pendorong

a. Dukungan dari Pasangan

Dalam persyaratan penggunaan metode kontrasepsi telah dijelaskan bahwa


dalam penggunaan metode kontrasepsi harus dapat diterima bukan hanya oleh klien
tetapi juga pasangan dan lingkungan budaya di masyarakat. Permasalahan yang ada
dalam kontrasepsi yaitu apabila mendengar kata kontrasepsi identik dengan
perempuan sebagai penggunaanya. Berdasarkan penelitian yang dipernah dilakukan
oleh Ulsafitri dan Nabila, 2015 terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan
suami dengan kejadian unmet need KB (p=0,001 (p<0,05) ; OR = 0,115)(Ulsafitri &
Nabila, 2015). Keputusan dalam menggunakan KB dibutuhkan kesepakatan antara
dua belah pihak agar nantinya dalam pelaksanaan tidak menimbulkan dampak
negatif bagi keharmonisan keluarga.

b. Informasi Dari Tenaga Kesehatan

Peran tenaga kesehatan sangat penting dalam membantu, melindungi dan


mendukung pelaksanaan program KB. Untuk pasangan baru yang ingin
menggunakan alat kontrasepsi, biasanya akan berkonsultasi dengan bidan di klinik
KB yang dekat dengan temapt tinggalnya. Terlihat proses interaksi sosial dan
penyampaian pesan terjadi, di mana bidan akan akan menjelaskan dan memberikan
informasi secara detail apa itu program KB, apa saja jenis-jenis kntrasepsi hingga
apa saja reaksi atau dampak dari setiap jenis alat kontrasepsi tersebut (Nainggolan,
2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ulsafitri dan Nabila, 2015
disebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara infromasi dari tenaga
kesehatan dengan kejadian unmet need KB (Ulsafitri & Nabila, 2015).

d) Teori Health Belief Model dalam Faktor Yang Mempengaruhi Unmet need KB
Persepsi dapat dikatakan sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi,
mengatur dan menginterpretasikan informasi sehingga memperoleh gambaran
keseluruhan yang berarti. Dalam menilai persepsi dapat digunakan salah teori
perilaku yaitu Teori Health Belief Model. Teori in dapat dibagi menjadi empat
komponen utama yaitu Perceived Susceptibility, Perceived Seriousness, Perceived
Benefits Dan Perceieved Barriers. Jika dihubungkan dengan perilaku penggunaan
KB maka Susceptibility, Perceived Seriousness, Perceived Benefits Dan Perceieved
Barriers. Jika dihubungkan dengan perilaku penggunaan KB maka penjabaran teori
adalah sebagai berikut :
1. Perceived Susceptibility dapat diartikan sebagai persepsi individu terhadap
keyakinan bahwa menggunakan KB merupakan cara yang baik untuk menunda
kehamilan dan meningkatkan kualitas hidup. Maka bila tidak menggunakan KB
maka akan rentan untuk terkena gangguan
kesehatan.

2. Perceived Severity merupakan persepsi individu terhadap efek samping dalam


menggunakan KB. Efek samping dapat diartikan sebagai bahaya yang
ditimbulkan saat menggunakan KB sehingga membuat PUS tidak cocok untuk
menggunakan KB.

3. Perceived Benefits yaitu persepsi individu terhadap keuntungan atau manfaat


yang didapat dari penggunaan KB Perceived Barriers yaitu persepsi individu
terhadap hambatan yang akan dialami jika menggunakan KB. Hambatan dalam
menggunakan KB dapat berupa akses untuk mencapai layanan KB dan
dukungan dari pasangan.
B. Konsep Kontrasepi
Kontrasepsi berawal dari kata control berarti mencegah atau melawan sedangkan
kontasepsi adalah pertemuan antra sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel
pria) yang mengakibatkan kehamilan .jadi kontasepsi adalah menghindari atau mencerah
terjadi kehamilan sebagai akibat pertemuan antar sel yang matang dengan sel sperma.
Sebagai komponen kesehatan reproduksi, pelayanan keluarga berencana (KB) diarahkan
untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi. Pelayanan KB bertujuan menunda,
menjarangkan, atau membatasi kehamilan bila jumlah anak sudah cukup. Kehamilan yang
diinginkan dan berlangsung pada keadaan dan saat yang tepat, akan lebih menjamin
keselamatan ibu dan bayi yang dikandungnya. Dengan demikian pelayanan KB sangat
berguna dalam pengaturan kehamilan dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan atau
tidak tepat waktu.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan sebagai berikut;
1. Prioritaskan pelayanan KB diberikan terutama kepada pasangan usia subur yang
istrinya mempunyai keadaan “4 terlalu” yaitu : terlalu muda(< dari 20 thn), terlalu
banyak anak (lebih dari 3 orang), terlalu dekat jarak kehamilan( dari 35 thn).
2. Tanggung jawab dalam kesetaraan ber-KB merupakan tanggung jawab bersama
antara suami dan istri. Sayangnya pada saat ini hanya 1,1% suami yang beradaptasi
aktif dalam ber –KB, padahal tersedia juga alat/metode kontrasepsi untuk pria.
3. Setiap Metode kontrasepsi mempunyai keuntungan dan kelemahan masing-
masing.setiap klien berhak untuk mendapatkan informasi mengenai hal ini,sehingga
dapat mempertrimbangkan metode yang paling cocok bagi dirinya.
4. Pelaksana pelayanan KB wajib memberikan nasehat tentang metode yang paling
cocok sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik sebelum pelayanan KB diberikan
kepada klien akan lebih mudah menentukan pilihan.
5. Klien juga harus diberi informasi tentang kontraindikasi pemakaian berbagai
metode kontrasepsi. Pelaksana pelayanan KB perlu melakukan skrining atau
penyaringan melalui pemeriksaan fisik terhadap klien untuk memastikan bahwa
tidak terdapat kontra indikasi dalam pemakaian metode yang akan dipilih. Khusus
untuk tindakan operatif diperlukan surat pernyataan setuju (Informed concent) dari
klien.

C. Penggunaan kontrasepsi pil


Obat yang berbentuk pil, tablet atau kapsul yang berisi hormone estrogen dan
progesterone untuk mencegah timbulnya kehamilan dengan cara peroral. Pil merupakan alat
kontrasepsi yang sampai saat ini dianggap paling efektif, selain mencega terjadinya ovulasi,
pil juga mempunyai efek lain terhadap traktus genitalis,seperti menimbulkan perubahan –
perubahan pada lendir serviks, sehingga menjadi kurang banyak dan kental, yang
mengakibatkan sperma tidak dapat memasuki kavum uteri.
1. Cara kerja
Pil – pil hormonal terdiri atas komponen estrogen dan progesteron, atau oleh
salah satu dari omponen itu. Hormon steroid sintetik dalam metabolismenya sangat
berbeda dari hormone steroid yang dikeluarkan oleh ovarium, umumnya dapat
dikatakan bahwa komponen estrogen dalam pil dengan jalan menekan sekresi FSH
menghalangi maturasi folikel dan ovarium. Karena pengaruh estrogen dari ovarium
tidak ada, tiadak terdapat pengeluaran LH. Ditengah – tengah daur haid kurang
terdapat FSH dan tidak ada pening katan kadar LH menyebabkan ovulasi terganggu.
Komponen progesteron dalam pil kombinasi memperkuat kasiat estrogen untuk
mencegah ovulasi, sehingga dalm 95 – 98 % tidak terjadi ovulasi selanjutnya,
estrogen dalam dosis tinggi dapat pula mempercepat perjalanan ovum dan enyulitkan
terjadinya implantasi dalam endometrium dari ovum yang sudah dibuahi.
Komponen progesteron daam pil kombinasi seperti disebut di atas memperkuat
daya ekstrogen untuk mncegah ovulasi. Progesteron sendiri dalam dosis tinggi dapat
menghambat ovulasi akan tetapi tidak dalam dosis rendah.
2. Keuntungan
a. Kontrasepsi yang sangat efektif
b. Tidak menggagu senggama
c. Reversibilitas atau pemulihan kesuburan tinggi
d. Efektifitas dapat dipercaya ( daya guna teoritis hampir 100 % dengan daya guna
pemakaian 95 – 98 % )
e. Siklus haid jadi teratur
f. Keluhan – keluhan dismenore yang primer menjadi berkurang atau hilang sama
sekali.
3. Macam Pil
a. Type Kombinasi
Tiap tablet berisi estrogen dan progesteron dalam dosis tertentu biasanya
dalam satu rangkaian terdapat 20, 21atau 22 tablet.
b. Type urutan ( sequential )
Biasanya terdiri dari 21 tablet. Didalam rangkaian tersebut, No 1 s/d 15 atau
16 berisi estrogen. Tablet No 16 atau 17 dn berikutnya berisi campuran estrogen
dan progesteron.
c. Type berangkai ( serial )
Hampir sama dengan type kombinasi atau type urutan, ditambah beberapa
tablet ( biasanya 7 buah ) yang berisis vitamin atau mineral (tidak berisi hormon).

4. Cara pemakaian pil


a. Rangkaian pil berisi 20, 21, dan 22 tablet. Mulai diminum pada hari ke-5
haid ( harinya harus diingat ) diteruskan sampai habis, kemudian istirahat
dan mulai lagi dengan rangkaian pil yang baru pada hari yang sama
( dalam minggu berikutnya ).
b. 2 Rangkaian pil yang berisi 28 tablet ( type berantai ). Mulai diminum pada
hari pertama haid dan dilanjutkan terus tanpa terputus dengan rangkaian
baru, tanpa menghiraukan ada tidaknya haid.

Selanjutnya supaya diperhatikan petunjuk sebagai berikut :


a. Pil diminum pada waktu yang sama setiap hari, sebaiknya malam hari
sebelum tidur.
b. Bila lupa minum, pil yang terlupa segera diminum setelah ingat. Disusul
pil yang seharusnya diminum hari itu (jadi pada hari itu minum dua pil)
c. Bila lupa minum pil dua hari berturut –turut, dirinya harus dianggap tidak
terlindung terhadap kemungkinan hamil. Sehingga disamping minum pil
seperti biasa ia harus pula memakai kondom atau cara KB lainya
(perhatikan, apakah haid berikutnya datang)
d. Bila lupa minum pil tiga hari berturut – turut, mungkin si ibu akan
mengalami haoid, hentikanlah minum pil dari bungkus ini dan mulailah pil
pertama dari bungkus yang baru pada hari ke lima haid tersebut
e. Oleh karena pil dapat mengurangi reproduksi ASI, maka bagi para ibu
yang menyusui sebaikny atidak menggnakan pil sebagai alat kontrasepsi.

E. Konseling KB
Konseling didesain untuk menolong klien memahami dan menjelaskan pandangan
mereka terhadap kehidupan dan membantu mencapai tujuan penentuan diri mereka melalui
pilihan yang telah diinformasikan dengan baik serta bermakna bagi mereka dan melalui
pemecahan masalah emosional atau karakter interpersonal.
Konseling adalah semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana seseorang yaitu
klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri
dan lingkungannya, hubungan konseling menggunakan wawancara untuk memperoleh dan
memberikan berbagai informasi, melatih atau mengajar, meningkatkan kematangan,
memberikan bantuan melalui pengambilan keputusan.
Bimbingan dan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui
wawancara konseling (face to face) oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu
yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki dan
sarana yang ada, sehingga individu atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya
sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa
depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan hidup.
Tujuan diberikannya layanan bimbingan dan konseling adalah anyak orang menghadapi
berbagai masalah dalam dirinya karena kurang mampunya menghadapi realitas. Proses
konseling dapat membantu seseorang untuk memperoleh suatu pengalam yang sedemikian
rupa sehingga mereka memiliki suatu pemahaman yang lebih baik tentang realitas dan
mampu menghadapinya secara efektif. Agar Mampu memecahkan masalah secara wajar dan
objektif. bimbingan secara keseluruhan yang berkenaan dengan pengentasan masalah dan
fasilitasi perkembangan individu.
Langkah-langkah konseling KB :
1. GATHER menurut Gallen dan Leitenmaier
Konseling KB Gallen dan Leitenmaier memberikan satu akronim yang dapat dijadikan
panduan bagi petugas klinik KB untuk melakukan konseling. Akronim tersebut adalah
GATHER yang merupakan singkatan dari :
a. G : Greet
Berikan salam, mengenalkan diri dan membuka komunikasi.
b. A : Ask atau Assess
Menanyakan keluhan atau kebutuhan pasien dan menilai apakah keluhan/keinginan
yang disampaikan memang sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
c. T : Tell
Beritahukan bahwa persoalan pokok yang dihadapi oleh pasien adalah seperti yang
tercermin dari hasil tukar informasi dan harus dicarikan upaya penyelesaian masalah
tersebut.
d. H : Help
Bantu pasien untuk memahami masalah utamanya dan masalah itu yang harus
diselesaikan. Jelaskan beberapa cara yang dapat menyelesaikan masalah tersebut,
termasuk keuntungan dan keterbatasan dari masing – masing cara tersebut. Minta
pasien untuk memutuskan cara terbaik bagi dirinya.
e. E : Explain
Jelaskan bahwa cara terpilih telah diberikan atau dianjurkan dan hasil yang
diharapkan mungkin dapat segera terlihat atau diobservasi beberapa saat hingga
menampakkan hasil seperti yang diharapkan. Jelaskan pula siapa dan dimana
pertolongan lanjutan atau darurat dapat diperoleh.
f. R : Refer dan Return visit
Rujuk apabila fasilitas ini tidak dapat memberikan pelayanan yang sesuai atau buat
jadwal kunjungan ulang apabila pelayanan terpilih telah diberikan.

2. Langkah – Langkah Konseling KB SATU TUJU


Dalam memberikan konseling. Khususnya bagi calon klien KB yang baru hendaknya
dapat diterapkan 6 langkah yang sedah dikenal dengan kata kunci SATU TUJU.Penerapan
SATU TUJU tersebut tidak perlu dilakukan secara berurutan karena petugas harus
menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien .Beberapa klien membutuhkan lebih banyak
perhatian pada langkah yang satu dibandingkan dengan langkah lainnya.Kata kunci SATU
TUJU dalah sebagai berikut :
a. SA : Sapa dan Salam
Sapa dan salam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian
sepenuhnya kepada mereka dan berbicara ditempat yan nyaman serta terjamin
privasinya. Yakinkan klien untuk membangun rasa percaya diri.Tanyakan kepada
klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang dapat diperolehnya.
b. T : Tanya
Tanyakan kepada klien informasi tentang dirinya. Bantu klien untuk
berbicara mengenai pengalaman keluarga berencana dan kesehatan reproduksi,
tujuan, kepentingan, harapan, serta keadaan kesehatan dan kehidupan
keluarganya.Tanyakan konstrasepsi yan diiginkan ole klien. Berikan perhatian
kepada klien apa yang disampaikan oleh klien ssuai dengan kata-kata, gerak isyarat
dan caranya.Coba tempatkan diri kita di dalam hati klien.Perlihatkan bahwa kita
memahami. Dengan memahami pengetahuan, kebutuhan dan keinginan klien kita
dapat membantunya.
c. U: Uraikan
Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa pilihan
reproduksi yang paling mungkin, termasuk pilihan beberapa jenis kontrasepsi.
Bantulah klien pada jenis kontrasepsi yang paling dia ingini, serta jelaskan pula
jenis-jenis lain yang ada. Juga jelaskan alternative kontrasepsi lain yang mungkin
diingini oleh klien.Uraikan juga mengenai risiko penularan HIV/ Aids dan pilihan
metode ganda.
d. TU : Bantu
Bantulah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berfikir mengenai apa
yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk
menunjukkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan. Tanggapilah secara
terbuka. Petugas membantu klien mempertimbangkan criteria dan keinginan klien
terhadap setiap jenis kontrasepsi.Tanyakan juga apakah pasangannya akan
memberikan dukungan dengan pilihan tersebut. Jika memungkinkan diskusikan
mengenai pilihan tersebut pada pasangannya. Pada akhirnya yakinkan bahwa klien
telah membuat suatu keputusan yang tepat. Petugas dapat menanyakan : Apakah
anda sudah memutuskan pilhan jenis kontrasepsi? Atau apa jenis kontrasepsi
terpilih yang akan digunakan.
e. J : Jelaskan
Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya
setelah klien memilih jenis kontrasepsinya, jika diperlukan perlihatkan alat/ obat
kontrasepsinya.Jelaskan bagaimana alat / obat kontrasepsi tersebut digunakan dan
bagaimana cara penggunaannya. Sekali lagi doronglah klien untuk bertanya dan
petugas menjawab secara jelas dan terbuka.Beri penjelasan juga tentang manfaat
ganda metode kontrasepsi, misalnya kondom yang dapat mencegah infeksi menular
seksual (IMS).Cek pengetahuan klien tantang penggunaan kontrasepsi pilihannya
dan puji klien apabila dapat menjawab dengan benar.
f. U : Kunjungan Ulang
Perlunya dilakukan kunjungan ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian,
kapan klien akan kembali untuk melakukan pemeriksaan atau permintaan
kontrasepsi jika dibutuhkan. Perlu juga selalu mengingatkan klien untuk kembali
apabila terjadi suatu masalah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun dimana pasangan (laki-laki dan
perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya sudah
berfungsi dengan baik. Ini dibedakan dengan perempuan usia subur yang berstatus janda atau
cerai. Pada masa ini pasangan usia subur harus dapat menjaga dan memanfaatkan
reprduksinya yaitu menekan angka kelahiran dengan metode keluarga berencana sehingga
jumlah dan interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi
dan kualitas generasi yang akan datang. Dan dalam makalah ini telah dibahas mengenai
penggunaan kontrasepsi kondom pada laki- laki, kontrasepsi pil pada perempuan dan
kenseling KB yang itu bertujuan untuk memberikan jarak kepada pasangan usia subur untuk
merencanakan kehamilan selanjutnya.
B. Saran
2. Bagi penulis
Hasil makalah ini diharapkan bisa sebagai acuan dan evaluasi untuk penulis dalam
membuat makalah khususnya makalah pengenai praktik pelayanan kesehatan pasangan
usia subur.
DAFTAR PUSTAKA
Bkkbn. 2006. Pelatihan Keterampilan Kip,Kb Dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Bkkbn.
Hanifah, Winkjosastro. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai