Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengertian Kecerdasan Emosional


Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog
Peter Salovey dari Harvard University of Hampshire (Shapiro, 1997;5). Beberapa bentuk
kualitas emosional yang dinilai penting bagi keberhasilan, yaitu, empati, mengungkapkan dan
memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri,
disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan,
keramahan dan sikap hormat
Daneil goleman dalam buku working With Emotional Intellegence mencoba
menjelaskan beberapa konsep keliru yang paling lazim terjadi dan harus diluruskan.
Pertama, kecerdasan emosi tidak hanya berarti “bersikap ramah” melainkan, mungkin
sikap tegas yang barangkali tidak menyenangkan, tetapi mengungkapkan kebenaran yang
selama ini dihindari.
Kedua, kecerdasan emosi bukan berarti memeberikan kebebasan kepada perasaan untuk
berkuasa, bukan memanjakan perasaan-perasaan, melainkan mengelola perasaan-perasaan
sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan orang
bekerjasama dengan lancar menuju sasaran Bersama. Tingkat kecerdasan emosi tidak terikat
dengan faktor genetis, tidak juga hanya dapat berkembang pada masa kanak-kanak. Tidak
seperti IQ yang berubah hanya sedikit setelah melewati usia remaja, kecerdasan emosi lebih
banyak diperoleh melalui belajar dari pengalaman sendiri, sehingga kecakapan-kecakapan kita
dalam hal ini dapat terus tumbuh (Goleman,2000;9).
Salovey dan Mayer mula-mula mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan
dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan
menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan Tindakan”. Pendapat keduanya
memeberikan isyarat bahwa keterampilan EQ bukanlah lawan dari keterampilan IQ atau
keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan
konseptualmaupun empiric. Idealnya seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif
sekaligus keterampilan emosional. Perbedaan mendasar antara IQ dan EQ adalah bahwa IQ
tidak dipengaruhi Faktor keturunan, sehingga membuka kesempatan bagi orang tua dan para
pendidik untuk melanjutkan apa yang telah disediakan oleh alam agar anak mempunyai
peluang lebih besar untuk meraih kesuksesan. Dengan demikian maka kecerdasan emosional
ini lebih merupakan hasil dari aktivitas individu dalam melatih fungsi-fungsi emosional diri
sendiri atau oleh orang lain sehingga lebih merupakan hasil belajar.
B. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional
Goleman menggambarkan beberapa ciri kecerdasan emosional yang terdapat
pada diri seseorang berupa :
1. Kemampuan memotivasi diri sendiri
Kemampuan memotivasi diri sendiri merupakan kemampuan internal pada diri
seseorang berupa kekuatan menjadi suatu energi yang mendorong seseorang untuk
mampu menggerakan potensi-potensi fisik dan psikologis atau mental dalam
melakukan aktivitas tertentu sehingga mampu mencapai keberhasilan ang diharapkan.
Walaupun kemampuan memotivasi diri menjadi suatu yang sangat penting sebagai
wujud dari kemampuan anak, namun dalam proses perkembangannya anak masih
memerlukan peran orang tua untuk memfasilitasi peningkatan motivasi orang tua.
Untuk itu sebagai orang tua maupun guru dapat membantu mengembangkan
kemampuan dan menumbuhkan motivasi diri anak melalui :
a. Mengajarkan anak mengharapkan keberhasilan
b. Menyediakan kesempatan bagi anak untuk menguasai lingkungann
c. Memberikan pendidikan yang relevan dengan gaya belajar anak
d. Mengajarkan anak untuk menghargai sikap tidak mudah menyerahe, mengajarkan
anak pentingnya menghadapi dan mengatasi kegagalan
2. Ketahanan menghadapi frustasi
Kemampuan menghadapi masalah akan mendorong anak untuk memiliki daya tahan
yang lebih tinggi bilamana suatu saat ia dihadapkan pada persoalan-persoalan yang
lebih kompleks dan rumit yang mungkin menyeret dirinya menjadi frustasi. Bilamana
keadaan yang buruk terjadi, maka anak diharapkan mengendalikan diri, menata
emosinya sehingga tidak melakukan Tindakan-tindakan yang dapat merugikan dirinya
sendiri maupun orang lain.
3. Kemampuan mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan.
Kemampuan mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan
menjadi ciri dari kecerdasan emosi. Kematangan berfikir anak, tidak dapat sekedar
ditunjukkan oleh kemampuan nalar, akan tetapi justru lebih banyak ditunjukkan
melalui isyarat-isyarat emosional. Ketika anak menghadapi sukses seringkali kita
melihat mereka mengaktualisasikan dengan sikap yang berlebih-lebihan dan tidak
jarang lupa dengan lingkungannya.
4. Kemampuan menjaga suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan
kemampuan berpikir, berempati dan berdo’a.
Kemampuan menjaga suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan
kemampuan berpikir juga merupakan ciri kecerdasan emosional. Kemampuan ini
terkait dengan kemampuan menghadapi masalah, karena seseorang yang telah mampu
mengatasi masalah-masalah yang diahadapi akan lebih dewasa dalam menghadapi
persoalan-persoalan yang lebih berat.

C. Emosi dan Kegunaanya


Kecerdasan emosi merupakan bagian dari aspek kejiwaan seseorang yang paling
mendalam, dan merupakan suatu kekuatan, karena dengan adanya emosi itu manusia dapat
menunjukkan keberadaannya dalam masalah-masalah manusiawi. Emosi menyebabkan
seseorang memiliki rasa cinta yang sangat dalam sehingga seseorang bersedia melakukan
suatu pengorbanan yang sangat besar sekalipun, walau kadang-kadang pengorbanan itu
secara lahiriah tidak memberikan keuntungan langsung pada dirinya bahkan mungkin
mengorbankan dirinya sendiri. Manusia secara universal memiliki dua jenis tindakan
pikiran, yaitu tindakan pikiran emosional (perasaan) dan tindakan pikiran rasional
(berpikir). Dikotomi emosional/rasional kurang lebih sama dengan istilah awam antara
“hati” dengan “kepala”. Kedua pikiran tersebut, yang emosional dan yang rasional pada
umumnya bekerja dalam keselarasan yang erat, guna mengarahkan seseorangmenjalani
kehidupan duniawi.
Sejumlah penelitian terbaru mengenai otak manusia semakin mempekuat
keyakinan bahwa emosi mempunyai pengaruh yang besar dalam menetukan keberhasilan
belajar anak. Penelitian Le Doux misalnya menunjukan betapa pentingnya integrasi
anatara emosi dan akal dalam kegiatan belajar. Tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf
otak akan berkurang dari yang dibutuhkan untuk menyimpan pelajaran dalam memori. Hal
ini karena pesan-pesan dari indera-indera kita yaitu dari mata dan telinga terlebih dahulu
tercatat padastruktur otak yang paling terlibat dalam memori emosi yaitu amigdala
sebelum masuk ke dalam neokorteks. Perangsang amigdala agaknya lebih kuat
mematrikan kejadian dengan perangsang emosional dalam memori. Semakin kuat
rangsangan amigdala, semakin kuat pula pematrian dalam memori (Desmita;2005).

D. Kecakapan-Kecakapan Emosional
Tanda-tanda kekurangan perhatian terhadap aspek emosi terlihat dari banyaknya
peristiwa-peristiwa kekerasan dikalangan siswa, meningkatnya kekacauan remaja dan
beberapa prilaku negatif lainnya. Tinjauan baru terhadap penyebab depresi pada kaum
muda menunjukkan dengan jelas adanya cacat dalam dua bidang keterampilan emosional,
yaitu keterampilan membina hubungan, dan cara menafsirkan kegagalan yang memicu
timbulnya depresi. Namun apapun penyebabnya, depresi pada orang muda merupakan
masalah yang mendesak, dan depresi pada anak-anak bukan sekedar perlu diobati
melainkan harus dicegah. Adapun cara mencegahnya yaitu dengan cara melihat dan
memahami kesulitan itu sendiri, melatih untuk terampil menjalin persahabatan, bergaul
lebih baik dengan orang tua, dan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial yang
diminati. Seringkali ketika depresi seseorang melakukan sesuatu yang sesungguhnya
merugikan dirinya, misalnya mendorong sejumlah orang untuk minum-minuman keras,
penyalahgunaan obat terlarang. Cara yang paling tepat untuk mencegahnya yaitu dengan
mengembangkan keterampilan emosional melalui penemuan ketahanan diri pada anak,
yaitu mencakup kepandaian bergaul yang membuat orang tertarik pada mereka, keyakinan
diri dan sikap optimis yang terus menerus dalam menghadapi kegagalan dan kekecewaan,
kemampuan untuk cepat bangkit dari kegagalan, dan sikap santai.

E. Penerapan Kecerdasan Emosional


Dalam proses pembelajaran, penerapan kecerdasan emosional dapat dilakukan
secara luas dalam berbagai sesi, aktivitas bentuk-bentuk spesifik pembelajaran.
Pemahaman guru terhadap kecerdasan emosional serta pengetahuan tentang cara-cara
penerapannya kepada anak pada saat ini merupakan bagian penting dalam rangka
membantu mewujudkan perkembangan potensi-potensi anak secara optimal. Karena itu
berikut diuraikan bentuk kongkrit upaya mengembangkan kecerdasan emosional anak.
1. Mengembangkan empati dan Kepedulian, yaitu mampu menempatkan diri dalam posisi
orang lain. Anak-anak yang kuat kecerdasan emosionalnya cenderung tidak begitu
agresif dan rela terlibat didalam kegiatan sosial, misalnya menolong orang lain dan
bersedia berbagi. Adapun beberapa cara yang perlu dilatihkan kepada anak untuk
mengembangkan sikap empati dan kepedulian, antara lain:
a. Memperketat tuntutan pada anak mengenai sikap dan peduli dan tanggungjawab.
b. Mengajarkan dan melatih anak mempraktekkan perbuatan-perbuatan baik.
c. Melibatkan anak didalam kegiatan-kegiatan masyarakat.
2. Mengajarkan Kejujuran dan Integritas, yaitu ada bermacam-macam alasan mengapa
anak tidak berkata benar, sebagian dapat dimengerti, Sebagian lagi tidak. Anak kecil
paling sering berbohong dengan maksud untuk menghindari hukuman, untuk
mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan atau untuk mendapatkan pujian dari
sesama teman. Ada beberapa hal penting dalam menumbuhkan kejujuran anak yaitu:
a. Usahakan agar pentingnya kejujuran terus menjadi topik perbincangan dalam
rumah tangga, kelas dan sekolah.
b. Membangun kepercayaanc
c. Menghormati privasi anak
3. Mengajarkan Memecahkan Masalah, dalam proses pembelajaran anak-anak harus
sesering mungkin diajak untuk memecahkan masalah yang sesuai dengan tingkat usia
dan pengalaman yang mereka dapat. Bilamana anak dibiasakan memecahkan masalah,
maka berarti guru dan orangtua telah membangun gudang pengalaman yang kelak dapat
mereka gunakan untuk memecahkan masalah-masalah berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai