Penuntun Praktikum Neurologi
Penuntun Praktikum Neurologi
NEUROLOGI
TIM PENYUSUN
Dr. dr. Liong Boy K, M.Kes, Sp.PK (K)
dr. Ruland DN Pakasi, Sp.PK (K)
Dr. dr. Yuyun Widaningsih, M.Kes, Sp.PK
Makassar,
Ketua Departemen Ilmu Patologi Klinik
ii | N e u r o p s i k i a t r i
Daftar Isi
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Tes Cairan Otak 1
A. Tes Makroskopi 4
B. Tes Mikroskopi 5
C. Tes Kimia 8
Algoritme Tes Cairan Otak 14
Tes Pandy ................................................................................................... 16
Tes Nonne Apelt ..........................................................................................18
iii | N e ur o p s i ki a t r i
TES CAIRAN OTAK
Dasar Teori
Cairan otak terutama dibuat oleh pleksus korioideus yang terdapat pada
ventrikel tertius, ventrikel quartus dan ventrikel lateralis melalui proses ultrafiltrasi
plasma darah. Setelah terkumpul dalam ventrikel quartus cairan otak akan masuk
ke kanalis spinalis dan sebagian ke ruang subarahnoid yang menyelubungiseluruh
medulla spinalis dan permukaan otak melalui foramen Magendi dan Lushka.
Reabsorbsi cairan otak melalui villi arahnoid ke dalam sinus dural. 1, 2
Fungsi cairan otak adalah sebagai alat pelindung otak bila terjadi trauma,
sebagai bahan lubrikasi sistem nervus sentralis, membantu transpor nutrisi dan
pelepasan hasil metabolisme.1,3,4 Dalam keadaan normal jumlah cairan otak
seluruhnya 120-150 ml, jernih dan tidak berwarna serta mengandung sedikit sel
lekosit, glukosa dan protein. 3
Tujuan tes cairan otak adalah mengetahui kelainan pada cairan otakmelalui
tes makroskopi, kimia, mikroskopi dan mikrobiologi.
1|Neuropsikiatri
Gambar 1. Punksi lumbal 7
METODE
2|Neuropsikiatri
Gambar 2. Cairan otak ditampung pada tiga tabung untuk tes kimia,
mikrobiologi, dan mikroskopik(hematologi) 7
Penambahan natrium sitrat 20% dapat dilakukan bila cairan otak keruh atau
bercampur darah dengan perbandingan 0,01 ml natrium sitrat 20% dan 1 ml
cairan otak
3|Neuropsikiatri
A. TES MAKROSKOPI
Pra analitik
a. Persiapan pasien : Pasien sebaiknya dalam keadaan rileks dan diberi
penjelasan tentang tahap pengambilan sampel, tujuan, keuntungan dan
resiko yang mungkin terjadi .
b. Persiapan sampel : Hindari sampel warna merah akibat tindakan
punksi.5 Cairan otak berwarna merah menunjukkan adanya darah dan
perlu dibedakan apakah darah berasal dari perdarahan subarahnoidal
atau akibat punksi. Bila perdarahan akibat punksi maka warna merah
akan berkurang pada tabung berikutnya.
c. Prinsip tes: Membandingkan warna cairan otak dengan larutan jernih,
6
memeriksa kekeruhan dan bekuan cairan otak secara langsung.
d. Alat:
Tabung reaksi
Analitik
~ Warna
a. Cara kerja:
Bandingkan warna pada tabung yang berisi cairan otak dengan
tabung yang berisi aquadest pada latar belakang kertas putih di
tempat yang terang 6
b. Nilai rujukan : Cairan otak normal jernih .5,6
~ Kekeruhan
a. Cara kerja : Bandingkan kekeruhan pada tabung yang berisi cairan
otak dengan tabung yang berisi aquadest pada latar belakang
kertas putih di tempat yang terang 6
b. Nilai rujukan : Tidak ada kekeruhan. 5,6
~ Bekuan
a. Cara kerja : Bandingkan bekuan pada tabung yang berisi cairan otak
dengan tabung yang berisi aquadest pada latar belakang kertas
putih di tempat yang terang 6
4|Neuropsikiatri
b. Nilai rujukan : Tidak ada bekuan.
Pasca analitik
Interpretasi 5
~Warna : Warna coklat perdarahan kronik,
Warna kuning atau kadar protein yang tinggi.
Warna abu-abu ditemukan lekosit dalam jumlah besar.
~ Kekeruhan :
Derajat kekeruhan mulai dari agak keruh, keruh dan sangat keruh.
Agak keruh terdapat lebih 200 sel/ul.
Meningitis tuberkulosa keruh
Meningitis bakterial akut sangat keruh.
~ Bekuan :
Bekuan pada cairan otak dapat berbentuk halus, keping-keping,
selaput atau kasar.
Bekuan sangat halus meningitis tuberkulosa
Bentuk selaput radang kronik
Bekuan kasar meningitis purulenta.
Beku seluruhnya (bekuan en masse) Froin dan perdarahan besar.
B. TES MIKROSKOPI
5|Neuropsikiatri
- Pipet lekosit
- Kamar hitung dan kaca penutup
- Mikroskop
- Larutan Turk pekat
Analitik
a. Cara kerja
~Cara kerja untuk cairan otak yang jernih 6 :
Isilah cairan otak dari tabung dengan menggunakan pipet
Pasteur dan teteskan sebanyak 2 tetes dalam kamar hitung. Periksalah
dengan pembesaran 45 x.
Perhitungan:
Hitung semua sel dalam 9 bidang seluas 9 mm² tinggi kamar hitung 0,1
mm.
6|Neuropsikiatri
Masukkan larutan Turk 180µl dan cairan otak 20 µl (pengenceran 10
kali) dalam tabung reaksi, kemudian homogenkan. Teteskan pada
kamar hitung. Hitung semua sel pada seluruh bidang, maka :
b. Nilai rujukan
Normal: dewasa : 0-5 sel/mm³
anak s/d 5 tahun : 0-20 sel/mm³
Bila cairan otak mengandung darah, jumlah sel yang dihitung harus
dikoreksi. 10
Jumlah sel/mm³ = lekosit cairan otak - lekosit darah lengkap x eritrosit
cairan otak Eritrosit darah lengkap
Pasca analitik
Interpretasi:
Peningkatan jumlah sel yang sedang (10-200/mm³) ditemukan pada
poliomielitis, encefalitis atau neurosifilis. Pada meningitis supuratif
akut jumlah sel sangat meningkat.
7|Neuropsikiatri
2. Hitung jenis:
Pra analitik
a. Persiapan sampel: Gunakan sedimen dari cairan otak yang telah
disentrifus 5,6
b. Prinsip tes: Menghitung persentase morfologi lekosit dalam cairan
otak 6
c. Alat dan bahan:
- Alat sentrifus
- Kaca objek
- Pewarna Wright atau Giemsa
- Mikroskop
Analitik
a. Cara kerja:
Cairan otak disentrifus 1500- 2000 rpm selama 10 menit. Sedimen
yang terbentuk dibuat apusan, biarkan kering kemudian warnai.
Diantara 100 sel lekosit hitung-lah sel mononukleus dan
polimorfonukleus.
b. Nilai rujukan:
Normal : 60-70 % mononukleus.
Pasca analitik
Interpretasi:
Sel mononukleus meningkat pada keadaan infeksi kronik dan
meningitis tuberkulosa. Peningkatan sel polimorfonukleus dapat
dijumpai pada infeksi akut, abses cerebral atau ekstradural.
C. TES KIMIA
Banyak jenis tes kimia yang dapat dilakukan untuk cairan otak tetapi
permintaan tersering oleh para klinisi adalah tes untuk mengetahui kadar
protein dan glukosa.
8|Neuropsikiatri
1. Protein
a. Manual (Tes Nonne-Apelt dan Tes Pandy)_
b. Semiautomatik
c. Automatik
9|Neuropsikiatri
Perhitungan:
Kadar protein total: ΔT x konsentrasi kalibrator
ΔC
Δ T : absorban tes
Δ C : absorban kalibrator
Pasca Analitik
Nilai rujuk an : Normal kadar total protein 15-40 mg/dl. 1
Interpretasi :Peningkatan ringan protein dapat ditemukan pada inflamasi
ringan atau tumor. Pada meningitis bakteri dan tuberkulosa kadar
proteinnya sangat meningkat.
Pra Analitik
a. Persiapan sampel:Tidak ada persiapan khusus
b. Metode dan prinsip:
c. Alat dan Bahan:
- Tabung mikro, pipet mikro 20 µl
- Rak tabung dan rak reagen
- Instrumen Pentra ABX 400
- Reagen; Potassium iodide 6 mmol/l
Potassium sodium tartrate 21 mmol/l
Copper sulphate 6 mmol/l
Sodium hydroxide 58 mmol/l
Analitik
Cara automatik (ABX Pentra 400)
- Aktifkan alat ABX Pentra 400
- Periksa inventori dan control
- Siapkan reagen dan diletakkan pada rak reagen
- Tes dapat dijalankan setelah dilakukan control dan kalibrasi
- Masukkan identitas sampel(pasien)
10 | N e u r o p s i k i a t r i
- Ambil serum dengan menggunakan pipet mikro
- Masukkan serum ke dalam cup sampel lalu letakkan pada rak sampel
kemudian masukkan ke dalam mesin
- Pilih program tes total protein
- Tekan start pada alat, pengukuran dilakukan secara otomatis dan hasil tes
akan keluar pada layar monitor.
Pasca Analitik
Nilai rujukan : Normal kadar total protein 15-40 mg/dl. 1
Interpretasi :Peningkatan ringan protein dapat ditemukan pada inflamasi
ringan atau tumor. Pada meningitis bakteri dan tuberkulosa kadar
proteinnya sangat meningkat.
2. Glukosa
Pra analitik
Persiapan sampel : Pasien hendaknya puasa.
b. Metode dan prinsip tes: Metode: Heksokinase 10
Prinsip: Tambahkan reagen terhadap sampel yang mengandung
glukosa, maka:
HK
Glukosa + ATP Glukosa – 6P + ADP
Heksokinase mengkatalisis fosforilase glukosa menjadi
glukosa-6-fosfat oleh ATP
G6P-DH
Glukosa-6P + NADP Glukonat-6P + NADPH + H+
Konsentrasi glukosa sebanding dengan NADPH yang terbentuk.
11 | N e u r o p s i k i a t r i
NAD 3.8 mmol/l
ATP 2.2 mmol/l
Sodium azide < 0.1 %
- Pelarut( R2 ) : Hexokinase ≥ 8500 U/l
G-6-PDH ≥ 8500 U/l
Magnesium sulphate 20 mmol/l
Sodium azide < 0.1 %
Cara Automatik dengan menggunakan ABX PENTRA 400
- Pipet mikro 10 µl
- Tabung mikro
- Rak tabung dan rak reagen
- Instrumen Penta ABX 400
- Reagen (R1) dan pelarut (R2)
Analitik
11
a. Cara kerja
Cara manual/ semiotomatis :
- Buat larutan kerja dengan melarutkan isi vial R1 dengan
30 ml pelarut R2. Larutan ini stabil 3 bulan (2- 8C) atau
4 minggu (15- 25C).
- Isilah tabung I (T) 10 ul sampel dan 1000 ul larutan kerja,
tabung I (TB) isi dengan NaCl 1000 ul.
- Campur isi tabung dan inkubasi selama 10 menit.
- Baca absorbans (T) terhadap larutan kerja dan (TB)
terhadap larutan NaCl.
Perhitungan:
Konsentrasi glukosa: ( T ) - ( TB ) x Faktor
Panjang gelombang: 334 340 365
Faktor( mmol/ L ): 16,3 16,6 29,7
( mg/ ml ): 294 289 535
Pasca analitik
Interpretasi:
Meningitis bakteri, meningitis tuberkulosa dan jamur dapat
menurunkan kadar glukosa dalam cairan otak 4,5
Catatan: Nilai rujukan yang digunakan sesuai dengan alat dan reagen
13 | N e u r o p s i k i a t r i
ALGORITME TES CAIRAN OTAK
Pasien
Lumbal punksi
Pewarnaan Gram /
Kekeruhan Total Protein (TG)(mg/l) Jumlah sel Ziehl- Neelsen
Bekuan Glukosa (G)(mg/dl) Hitung jenis Kultur
warna -mononukleus (MN)
Radiografi /
-polimorfonukleus (PMN)
Tumor marker
PCR
ya Coklat TP < 150 sel < 5
Kemerahan G : Normal MN perdarahan
14 | N e u r o p s i k i a t r i
REFERENSI:
1. Smith P.G, Kjeldsberg R.C: Cerebrospinal, Synovial and Serous Body Fluids in Clinical
Diagnosis and Management by Laboratory Methods, W.B. Saunders Company. 19 Ed.
1996, 457- 467.
2. Mahar Mardjono, Priguna S: Dasar- dasar pemeriksaan neurologik khusus dalam Neurologi
Klinis Dasar, Dian Rakyat, 416- 422.
3. Fiscbach FT:Cerebrospinal fluid Studies in A Manual of Laboratory & Diagnostic Tests, 5
Ed: 1995, 278- 300.
4. Cairan tubuh, Diktat Kuliah: Cairan otak , Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Unhas,
1999, 25- 56.
5. Gandasoebrata : Cairan otak dalam Penuntun Laboratiroum Klinik, Penerbit Dian Rakyat,
Jakarta, 1992, 158- 170.
6. Petunjuk Pemeriksaan Cairan Tubuh Departemen Kesehatan RI Pusat Laboratorium
Kesehatan 1992.
7. Narang B.S, Reynolds T: Laboratory Examination of Miscellaneous Body Fluids in Medical
Laboratory Technology, Mc. Graw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi, 1988, 848-
860.
8. Widman FK. Cairan otak dalam Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Ed.
9. EGC. 1995, 557- 570.
9. Ringsrud , FM, Linne, JJ. Body Fluids in Urinalysis and Body Fluids. A Color Text and Atlas.
Mosby, 2004
10. Wallach. J. Interpretasi of Diagnostic Test, 7 Ed, Lippincott Philadelphia 2000, 263- 269.
11. Hardjoeno dkk, Substansi dan Cairan Tubuh. Lephas, UNHAS, Makassar, 2004,
12. Manual Cobas Mira, Roche.
13. Test Instruction Manual Pentra ABX 400
15 | N e u r o p s i k i a t r i
TES PANDY
Dasar Teori
Liquor cerebrospinalis (LCS) adalah cairan jernih yang menyelimuti
susunan saraf pusat yang menggenangi otak dan medulla spinalis. Fungsi
utama LCS adalah sebagai alat pelindung bila terjadi hantaman keras pada
tengkorak yang dapat menyebabkan cedera berat. Liquor cerebrospinalis juga
dapat digunakan untuk menentukan penyebab penyakit yang menyerang
susunan saraf pusat.1 Liquor cerebropinalis (LCS) dapat ditemukan di rongga
subaraknoid (antara selaput arachnoid dan piamater)serta di sistem ventricular
yang mengelilingi dan berada di dalam otak serta medulla spinalis.2
Tekanan LCS dipengaruhi oleh kecepatan pembentukan cairan dan
tahanan terhadap absorpsi melalui vili arachnoid. Peningkatan salah satu faktor
akan menyebabkan peningkatan tekanan, demikian sebaliknya penurunan
salah satu faktor akan menyebabkan penurunan tekanan. 3 Peningkatan kadar
protein LCS dapat disebabkan oleh hilangnya sawar darah otak (blood brain
barrier), rearbsorbsi yang lambat atau peningkatan produksi immunoglobulin.
Hilangnya sawar darah otak biasanya terjadi oleh proses peradangan, iskemia,
infeksi bakteri, trauma, atau neovaskularisasi tumor. Reabsorpsi yang lambat
dapat terjadi pada keadaan yang berhubungan dengan tingginya kadar protein
LCS seperti pada meningitis atau perdarahan subarkhnoid.4
Pemeriksaan Pandy digunakan untuk mengetahui jenis albumin dan
globulin secara kualitatif.5
Indikasi
Peningkatan kadar immunoglobulin LCS dapat ditemukan pada multiple
sklerosis, inflamasi akut poliradikulopati, tumor intracranial, serta penyakit
infeksi susunan saraf pusat lainnya (seperti ensefalitis, meningitis, neurosipilis,
araknoiditis dan subakut sclerosing panencephalitis).
METODE
Albumin dan globulin dipresipitasi oleh larutan fenol jenuh akan menimbulkan
kekeruhan
16 | N e u r o p s i k i a t r i
Pra Analitik
Persiapan sampel: Tidak ada persiapan khusus.
Alat dan Bahan:
- Pipet mikro 1000µl
- Tabung reaksi
- Larutan fenol jenuh
Analitik
Cara Kerja:
1. Masukkan 1 ml larutan fenol jenuh dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan 1 tetes cairan otak
3. Kemudian amati timbulnya kekeruhan.
Pasca Analitik
Nilai Rujukan: Normal tidak timbul kekeruhan
Interpretasi: Pada cairan otak yang normal tidak timbul kekeruhan. Bila timbul
kekeruhan yang cukup jelas menunjukkan kadar protein yang tinggi.
Referensi:
1. Widyastiti, N.S., 2012. Liquor Cerebrospinalis, Semarang. Bagian Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
2. Brumenfeld, H., 2010. Neuroanatomy through Clinical Cases 2nd ed., New
York; Sinauer Associates, Inc.
3. Agamanolis, D., 2011. Cerebrospinal Fluid: The Normal CSF, Ohio:
Northeast Ohio Medical University.
4. Bintang., M., 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta; Penerbit Erlangga.
5. Gandasoebrata, R., 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta; Dian
Rakyat.
17 | N e u r o p s i k i a t r i
Dasar Teori
Liquor cerebrospinalis (LCS) adalah cairan jernih yang menyelimuti
susunan saraf pusat yang menggenangi otak dan medulla spinalis. Fungsi
utama LCS adalah sebagai alat pelindung bila terjadi hantaman keras pada
tengkorak yang dapat menyebabkan cedera berat. Liquor cerebrospinalis juga
dapat digunakan untuk menentukan penyebab penyakit yang menyerang
susunan saraf pusat.1 Liquor cerebropinalis (LCS) dapat ditemukan di rongga
subaraknoid (antara selaput arachnoid dan piamater)serta di sistem ventricular
yang mengelilingi dan berada di dalam otak serta medulla spinalis.2
Tekanan LCS dipengaruhi oleh kecepatan pembentukan cairan dan
tahanan terhadap absorpsi melalui vili arachnoid. Peningkatan salah satu faktor
akan menyebabkan peningkatan tekanan, demikian sebaliknya penurunan
salah satu faktor akan menyebabkan penurunan tekanan. 3 Peningkatan kadar
protein LCS dapat disebabkan oleh hilangnya sawar darah otak (blood brain
barrier), rearbsorbsi yang lambat atau peningkatan produksi immunoglobulin.
Hilangnya sawar darah otak biasanya terjadi oleh proses peradangan, iskemia,
infeksi bakteri, trauma, atau neovaskularisasi tumor. Reabsorpsi yang lambat
dapat terjadi pada keadaan yang berhubungan dengan tingginya kadar protein
LCS seperti pada meningitis atau perdarahan subarkhnoid.4
Indikasi
Peningkatan kadar immunoglobulin LCS dapat ditemukan pada multiple
sklerosis, inflamasi akut poliradikulopati, tumor intracranial, serta penyakit
infeksi susunan saraf pusat lainnya (seperti ensefalitis, meningitis, neurosipilis,
araknoiditis dan subakut sclerosing panencephalitis).
METODE
18 | N e u r o p s i k i a t r i
Reagen Nonne memberikan reaksi terhadap protein globulin dalam
bentuk kekeruhan yang seperti cincin. Ketebalan cincin berhubungan dengan
kadar globulin- makin tinggi kadarnya maka cincin yang terbentuk makin tebal.
Pra Analitik
Persiapan sampel: Tidak ada persiapan khusus.
Alat dan bahan: - Pipet mikro 1000µl
- Tabung reaksi
- Larutan ammonium sulfat
Analitik
Cara Kerja:
1. Masukkan I ml larutan ammonium sulfat jenuh dalam tabung reaksi
2. Tambahkan 1 ml cairan otak secara perlahan.
3. Perhatikan ada tidaknya presipatasi berbentuk cincin putih pada batas
kedua lapisan.
Pasca Analitik
Nilai Rujukan: Normal tidak terbentuk presipitasi
Interpretasi: Pada cairan otak yang normal tidak terbentuk presipitat.
Terbentuknya presipitat menunjukkan peninggian globulin.
Referensi
1. Widyastiti, N.S., 2012. Liquor Cerebrospinalis, Semarang. Bagian Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
2. Brumenfeld, H., 2010. Neuroanatomy through Clinical Cases 2nd ed., New
York; Sinauer Associates, Inc.
3. Agamanolis, D., 2011. Cerebrospinal Fluid: The Normal CSF, Ohio:
Northeast Ohio Medical University.
4. Bintang., M., 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta; Penerbit Erlangga.
5. Gandasoebrata, R., 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta; Dian
Rakyat.
LAPORAN PRAKTIKUM
19 | N e u r o p s i k i a t r i
I. TES:
A. Pra analitik
1. Persiapan pasien :
2. Persiapan sampel :
3. Prinsip tes:
4. Alat:
B. Analitik
1. Cara kerja:
C. Pasca analitik
20 | N e u r o p s i k i a t r i
Interpretasi:
Makassar, 2021
Pembimbing, Mahasiswa,
( ) ( )
21 | N e u r o p s i k i a t r i
II. TES:
A. Pra analitik
1. Persiapan pasien :
2. Persiapan sampel :
3. Prinsip tes:
4. Alat:
D. Analitik
1. Cara kerja:
22 | N e u r o p s i k i a t r i
E. Pasca analitik
Interpretasi:
Makassar, 2021
Pembimbing, Mahasiswa,
( ) ( )
23 | N e u r o p s i k i a t r i
KARTU KONTROL
PRAKTIKUM SISTEM NEUROLOGI
DEPARTEMEN ILMU PATOLOGI KLINIK
Nama : .....................................................
Pembimbing : .....................................................
Koordinator Praktikum,
24 | N e u r o p s i k i a t r i