Anda di halaman 1dari 23

PENGHAYATAN HIDUP UMAT PAROKI STA.

MARIA ASUMMPTA
KUPANG KEUSKUPAN AGUNG KUPANG TERHADAP KOMUNITAS
BASIS GEREJANI MENURUT SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK
INDONESIA TAHUN 2000

Oleh:

Emanuel B. S. Kase, S.Fil. MM


Antonius I. N. Tukan S. Fil. M. Th
Dorince Oetpah S. Ag. MM

ABSTRACT

This study was made to find out how deep of living faith of the faithfull in the Basic
Ecclesial Community (BEC) or in Indonesia called Komunitas Basis Gerejani (KBG). This
research is a concern for the lives of the faithful in the basic ecclesial community. Basic
Ecclesial Community is one of the communities that has become a community model that can be
a light to illuminate the situation of the Indonesian people after the 1998 Reformation. This idea
was born in the agreement of the conference of the Indonesian Catholic Church, (Sidang Agung
Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun 2000). According to Indonesian Catholic Church
leaders (Bishops) and representatives of the people who were present, it was found that the
deterioration of the life of the nation and state that occurred in post-Reformation Indonesia was
caused by the deterioration of living faith. Thus, SAGKI recommends BEC as a "way" to build a
common spirit in advancing the nation. This research is made with a qualitative model. Relevant
theories to be used as a framework of thinking and asking questions were also presented in this
study. Reports on the results of this study are made descriptively, by dividing them into sub-sub-
themes according to the classification of questions that have been made.

Key Words : KUB, SAGKI, living faith.

54
1. Latar Belakang menggereja, karena kehadirannya memberi
warna baru dalam kehidupan menggereja.
Secara etimologi Gereja berasal dari KBG hadir untuk mengubah semua itu
kata Yunani “Ekklesia”yang terdiri dari dua menjadi Gereja tingkat basis dan berpusat
kata “Ek” keluar dan “Kleim” memanggil. pada umat Allah yang dijaring dalam
jadi Gereja didefenisikan sebagai kesatuan persekutuan komunitas. KBG tampil
“perkumpulan” atau “orang-orang yang untuk memberi bahwa misinya adalah
dipanggil keluar”(Jacobs, 1970:166). Akar membawa keselamatan bagi semua orang
kata Gereja pertama-tama bukan dipenjuru dunia dan berakar pada tingkat
berhubungan dengan gedung namun orang- basis (Sanga, 2010: 15).
orang. Dalam surat kepada jemaat di Roma Keputusan yang dihasilkan oleh
(Rm.16:5): Paulus menulis “Salam juga Sidang Agung KWI umat Katolik 1995
kepada jemaat di rumah mereka”. Paulus memberikan suatu pengharapan kepada umat
menunjuk pada Gereja di rumah mereka, Katolik agar membangun kehidupan beriman
bukan pada gedung gereja, tetapi pada dalam semangat persekutuan. Istilah yang
kumpulan orang-orang percaya dipakai untuk menyebut model persekutuan
(Mardiatmadja, 1986:134). Dalam Kamus itu adalah “jemaat basis”. Gagasan ini lalu
Besar Bahasa Indonesia, Gereja memiliki dua dipertegaskan lagi dalam SAGKI tahun 2000
arti yaitu: gedung (rumah, tempat berdoa dan dengan tema: “Memberdayakan Komunitas
melakukan upacara agama Kristen) dan Basis Menuju Indonesia Baru”.
badan (organisasi) umat Kristen yang sama Sebagai makhluk sosial, manusia
kepercayaan, dan tata ibadatnya (KBBI, tidak dapat hidup dan bertumbuh sendiri.
2008:445). Setiap manusia diciptakan dengan kelebihan
Gereja hidup dan bergerak secara dan kekurangan yang berbeda satu dengan
dinamis dalam pergumulan imannya. Salah yang lain. Hal ini dimaksud agar manusia
satu medan kehidupan dan pergerakan itu dapat saling mengasihi satu dengan yang lain
adalah Komunitas Basis Gerejani (KBG). Di dimana kelebihan kita menutupi kelemahan
dalamnya, Gereja mewujudkan dirinya dan sesama dan kelebihan sesama menutupi
dia sendiri menjadi jati diri dari Gereja itu. kelemahan kita. Komunitas Basis Gerejani
KBG disebut sebagai sebuah cara baru hidup merupakan sebuah komunitas yang di

55
dalamnya terdapat umat dengan berbagai jawab antar semua anggota, dimana saling
latar belakang seperti; usia, pendidikan dan membantu adalah esensi komunitas. Melalui
pekerjaan. Sebagai anggota Gereja yang bantuan penuh persaudaraan seperti ini maka
sudah dibabtis, umat memilik nilai-nilai muncullah bentuk solidaritas dan dedikasi
spritualitas kehidupan rohani dimana setiap sejati dalam upaya memperhatikan segala
umat secara individu maupun kelompok kebutuhan dan kekurangan atau kesalahan
harus membagi pengalaman imannya sesuai sesama dalam hidup komunitas. Itulah
dengan semangat injili sebagaimana sebabnya SAGKI tahun 2000 memandang
komunitas Gereja Perdana. Menyadari komunitas basis sebagai kelompok yang
pentingnya partisipasi umat beriman, untuk peduli, berbela rasa, mau terlibat dan
mengambil bagian dalam misi Gereja di berjuang bersama dengan mereka yang
dunia yang konkret dengan dijiwai semangat miskin, dipinggirkan, ditindas untuk
Injil, agar pewartaan lebih menyentuh hati membangun komunitas lebih adil, sejahtera,
masyarakat pendengar, maka Injil harus demokratis dan manusiawi.
diwartakan secara tepat sehingga kesaksian Perkembangan zaman yang semakin
hidup memancarkan iman, harap dan kasih. modern menyebabkan tingkat kesibukan
Partisipasi aktif anggota Tubuh Kristus nyata manusia semakin tinggi untuk mencari
dalam Komunitas Basis yang merupakan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Hal ini
wadah paling kecil dari Gereja yang sangat mempengarui kehidupan masyarakat
partikular untuk membangun persaudaraan di seluruh dunia termasuk umat Katolik.
yang berpusat pada Kristus dan terbuka pada Banyak umat Katolik dewasa ini sibuk
bimbingan Roh Kudus. bekerja dan kurang memperdulikan sesama
Dalam kehidupan KBG, umat dalam komunitas sebagai satu wadah untuk
menghadirkan suasana keakraban dan mempererat persatuan dengan sesama umat
persaudaraan dengan masyarakat setempat. dan meningkatkan kehidupan
KBG juga menghadirkan untuk beriman.Karena itu, tantangan masyarakat
mengintensifkan hidup persaudaraan injil di sekarang ini adalah munculnya semangat
tengah masyarakat. Salah satu bentuk individualisme. Dampaknya adalah budaya
keterlibatan yang paling nyata seperti ketetanggaan dan kekeluargaan tidak tampak
menjenguk anggota komunitas yang sakit lagi dalam kehidupan komunitas.
ataupun kedukaan yang merupakan tanggung Kekeluargaan dibatasi hanya keluarga inti

56
ayah, ibu dan anak. Komunitas basis 2. Pengertian
dianggap sebagai suatu komunitas yang 2.1 Komunitas Basis Gerejani (KBG)
bersifat formalitas dan administratif, yang Kelompok basis gerejani merupakan
mengurus keperluan umat dalam hubungan istilah yang dipakai dalam Gereja Katolik
dengan paroki yang berkaitan dengan Indonesia. Namun ada banyak tentang
pelayanan administrasi untuk menerima komunitas basis yang dipakai dibenua Eropa
sakramen dan lainnya. Oleh karena itu, dan lainnya seperti: Comunidad Cristiana de
kegiatan-kegiatan yang dilakukan di KUB Base (CCB), Basic Christian
dianggap hanya sebagai suatu formalitas Comunities(BCC),Grassroots Comuniites,
keagamaan. Umat yang mengikuti ibadat dan Comunidades Eclesiais de Base(CCBs), dan
kegiatan KUB lainnya hanya untuk mencari Basic Eclesia Comunities(BEC). Jika
pengakuan sebagai orang yang beriman dari diuraikan berdasarkan makna kata maka
orang lain. KBG dapat dipahami sebagai berikut:
Dugaan sementara adalah rendahnya “ KBG adalah himpunan umat
dalam jumlah yang kecil. Mereka
penghayatan umat tentang KBG sebagaiman membentuk suatu komnitsa di
tingkat basis, mereka membuat
yang diharapkan oleh SAGKI tahun 2000, pertemuan secara rutin sebagai
anggota komunitas, dalam dan
maka penulis merasa tema ini sangat tepat melalui pertemuan mereka
diangkat untuk dibahas. Alasan ini melakukan doa bersama,
bermenung dan sharing bersama,
didasarkan atas pertimbangan bersifat mengemukakan masalah pribadi
dan mencari jalan keluar. Dengan
pastoral dan penulis sebagai seorang pendidik demikian mereka sungguh –
sungguh hidup dalam semangat
para calon agen pastoral ingin meneliti dan solidaritas dan persaudaraan sejati,
dan di antara mereka terjalin relasi
mendalami hal ini demi karya pastoral di yang saling membangun dan
kemudian hari. Atas dasar ini peneliti menyelamatkan” (Sanga, 2010:13).

mengajukan proposal penelitian dengan judul


2.2 Komunitas Basis Gerejani Menurut
“Penghayatan Hidup Umat Paroki Sta Para Ahli
Maria Asummpta Keuskupan Agung Para ahli memiliki pandangan yang
Kupang Terhadap Komunitas Basis berbeda dalam mengartikan istilah KBG.
Gerejani Menurut Sidang Agung Gereja Namun perbedaan tersebut masih dalam taraf
Katolik Indonesia Tahun 2000”. kewajaran yang justru membantu pemahaman
tentang KBG itu sendiri.

57
Menurut Clodovis Boff, sebagaimana Dengan demikian maka komunitas
dikutip Seran (2007: 42) KBG terdiri dari basis dapat dijelaskan sebagai kelompok
kelompok keci, umumnya terkelompok dalam terkecil dalam Gereja Katolik yang tidak
jumlah sepuluh orang di suatu wilayah, lepas dari hierarki Gereja, terdiri dari
biasanya di satu paroki. Paroki yang yang beberapa kepala keluarga dalam wilayah
besar bisa mencakupi satu sampai lima, enam parokial dan memiliki semangat yang khas
lebih KBG. Sementara itu, A. Margana sesuai nama yang dipakai dalam komunitas
(2009: 2) sebagaimana dikutip Koten KBG basis. Komunitas basis dibentuk agar adanya
adalah Persekutuan umat yang berkumpul relasi mendalam antar sesama umat dalam
secara tetap dan teratur, untuk membahas dan membangun hidup beriman dan sosial dan
men-syering-kan Sabda Allah (Kitab Suci), mempermudah pelayanan Gereja dalam
dengan maksud untuk bisa memahami mengembalakan umat dan juga berkaitan
kehidupan mereka sendiri-sendiri dan sesama dengan administrasi dan pengelompokan agar
disekitarnya. Menurut John Prior dan umat tertata dalam kewilayahan yang jelas.
Banawiratma (2007:35), yang dikutib Sanga, 2.3 Sejarah Komunitas Basis Gerejani
KBG dipandang sebagai satuan umat yang Secara tak pasti kemunculan
relatif kecil dan yang mudah berkumpul komunitas basis untuk pertama kali. Namun
secara berkala untuk mendengarkan firman ada yang mengatakan komunitas basis
Allah, berbagi masalah sehari-hari; baik dimulai atau hadir pertama kali di Brazil
masalah pribadi maupun masalah sosial dan sekitar 1960-an. Jawaban demikian menurut
mencari pemecahannya dalam Kitab Suci Hebllethwaite dalam Seran(2007:26-27)
(bdk. Kis. 2:1-47). Selanjutnya Suratman tidaklah salah, namun belum cukup sebab
(1999:34) mendefenisikan KBG sebagai komunitas basis sudah ada sejak Gereja
sekelompok orang-orang Kristen yang pada Perdana. Itulah komunitas Yesus dan kedua
tingkat keluarga maupun dalam lingkungan belas muridNya.
terbatas, berkumpul bersama untuk berdoa, Sebagai komunitas kecil beriman,
membaca Kitab Suci, mengadakan katekese komunitas basis sudah ada sejak zaman
dan berdiskusi tentang masalah-masalah Gereja Perdana (bdk. Kis. 2 dan 4). Namun
manusiawi dan gerejawi, dengan maksud dalam perjalanan sejarah, KBG terjerat
untuk melihat komitmen bersama (bdk. RM struktur Gereja sebagai organisasi yang ketat,
51). seperti yang dilukiskan oleh Leonardo Boff.

58
Ia mengemukakan bahwa dewasa ini, dewasa 2.4 Sejarah Komunitas Basis Gerejani di
ini sebagai gerakan yang kemudian Indonesia
berkembang, KBG secara umum muncul di Indonesia merupakan negara
Brasil tahun 1956, di wilayah Rio de Jeneiro, kepulauan yang memiliki ragam budaya dan
diprakarsai oleh Don Angelo Rossi yang corak hidup serta berbeda pula pengalaman
menjadi uskup saat itu. Ia mulai suatu hidup membangun relasi dalam kehidupan
gerakan pewartaan dengan memfasilitasi 372 bermasyarakat. Dalam menyelaraskan hidup
katekis awam untuk melayani umat di daerah bersama, masyarakat mulai membentuk
yang tidak dikunjungi Pastor. Disinilah lahir komunitas-komunitas kecil dalam merajut
umat ( Komunitas) basis. pengalaman hidup bersama melalui berbagai
Dengan demikian, sejak tahun 1950- kegiatan.
an, umat Amerika Latin khususnya di Cili, Pengalaman hidup ber-KBG di Flores
Panama dan Brazil mulai bereksperimen tampaknya sudah mulai awal dekade 1950-
tentang cara hidup berkomunitas basis. Dan an, bersama dengan munculnya gerakan
istilah ini digunakan secara umum sejak pembentukan kelompok doa rosario atau
tahun 1960-an. Pada masa itu muncul suatu kontas gabungan. Waktu itu, para misionaris
gerakan (untuk dunia baru) demi ciptakan wadah ini untuk membentuk kader
pembaharuan seluruh negara. Ini awam dan meningkatkan mutu iman umat
menyebabkan kelompok terkecil disebut atau kecintaan umat pada doa-doa Gereja. Di
komunitas basis yang awalnya hanya sebagai dalam wadah ini, orang berkumpul dan
suatu kelompok umat biasa untuk berdoa rosario bersama, terutama pada bulan
mengajarkan umat berdoa dan berkatekese Mei dan Oktober, dengan tetangga yang
menjadi kelompok organisasi Gereja Katolik tinggal berdekatan (menurut kampung atau
yang sah dan mengharuskan umat Katolik bagian kampung). Acara utama mereka
menjadi anggotanya. Komunitas basis juga adalah berdoa rosario secara bergilir dari
pertama kali dibentuk bukan untuk membagi rumah-ke-rumah dan diakhiri dengan
wilayah parokial namun karena alasan sosial perarakan lambang (patung) Maria ke rumah
(Sanga, 2010:17-18). yang akan mendapat giliran doa keesokan
harinya.
Pada akhir paruh kedua periode 1950-
an, gejala “kontas gabungan” ini sudah

59
menyebar luas. Di daerah Larantuka, 2.5 Sidang Agung Gereja Katolik
pionernya antara lain Jan Krol SVD, pastor Indonesia (SAGKI)
paroki St. Josesp, Riangkamie (berdiri tahun Sidang Agung Gereja Katolik
1950). Hingga awal dekade 1960-an, kontas Indonesia merupakan sidang para uskup
gabungan sudah dihidupkan terutama sebagai seluruh indonesia dan umat Katolik yang
kelompok (wadah) kecil dari mereka yang diwakili oleh kelompok kerasulan awam,
bertetangga. Karena itu, wadah ini bersifat perwakilan paroki atau juga kelompok
teritorial. Tujuannya adalah untuk kategorial. SAGKI diadakan setiap lima
melaksanakan doa Rosario dan, melalui itu, tahun sekali. SAGKI yang pertama diadakan
meningkatkan mutu iman atau kecintaan pada tahun 1995 dengan nama sidang KWI-
umat pada doa-doa Gereja. Dengan demikian UMAT. Yang dibahas dalam SAGKI adalah
kelompok basis ini bersifat devonosial. sikap Gereja Katolik menanggapi berbagai
Kepemimpinan umunya dipercayakan pada persoalan sosial kemasyarakatan yang
guru-guru agama (katekis desa) atau orang muncul, apa yang akan dilakukan oleh Gereja
kepercayaan pastor. Para pemimpin ini tidak Katolik pada masa yang mendatang dengan
butuh pelatihan atau pembinaan khusus, melihat perjalanan yang telah dilalui
seperti yang dilukiskan oleh S.P. Laan: (http://parokistpaulusdepok).
(Tugas mereka adalah) serba macam:
mengajarkan doa-doa, mengajarkan
katekismus di luar dan menjelaskan 2.6 Hakekat Komunitas Basis Gerejani
sedapat mungkin, melatih nyanyian-
nyanyian rohani. Pekerjaan dapat 2.6.1 KBG sebagai Gereja setempat
mereka laksanakan cukup baik, asal
pastor memberikan instruksi yang jelas KBG adalah satuan umat yang relatif
dan mengontrol programnya. kecil, berjumlah sekitar 10-15 keluarga yang
Selanjutnya menyiapkan pengakuan
dan komuni pertama sehingga beberapa berkumpul secara berkala, untuk
hari sebelum pestanya pastor tinggal
mengadakan penelitian terakhir. mendengarkan firman Allah, berbagi masalah
Katekis mengadakan kunjungan rumah,
mencari katekumen yang baru, harian dan mencari pemecahanya dalam
mengumpulkan mereka untuk
pengajaran pertama. Dia harus
terang Alkitab. KBG adalah kelompok orang
memimpin kebaktian pada hari Minggu kristiani yang permanen, berkomitmen untuk
kalau pastor tidak ada, mengangkat
sembahyang, melaporkan kepada pastor memulai Gereja pada skala kecil dan
apa saja yang menyangkut orang
Kristen pada bidang kerohanian dan mencakup seluruh situasi budaya dan sosial
kemasyarakatan.. Jadi, mereka adalah
penyambung- lidah dan pembantu dimana tempat mereka hidup dan berada. Dia
pastor kepada umat dalam hal urusan
agama (Koten, 2009:53-55). menjadi tanda kehadiran Gereja ditempat

60
tertentu, sehingga menjadi titik acuan bagi kegiatanya. Doa perayaan iman serta
orang kristiani dimana saja. renungan biblis-teologis dan hidangan
2.6.2 KBG Basis Masyarakat Setempat sakramental membekali para anggota dengan
Dalam arti yang paling mendalam, kinerja injili.
KBG sebagai basis masyarakat setempat Komunitas misioner dapat
adalah KBG yang anggotanya berasal dari menciptakan persekutuan. Namun sebuah
basis masyarakat dari kaum kecil, kaum KBG belum menjadi suatu persekutuan, jika
tersisih, mereka yang paling bawah dan tidak menjalankan aksi bersama. Sebab hanya
terpinggirkan. Demikianlah kata injil:”orang melaui kerasulan dan keterlibatan nyata, bisa
yang terakhir mendapat tempat yang paling teruji apakah doa menjadi otentik atau tidak.
depan (lih. Mat.19:30, 20:16, Luk.13:30). Yesus sendiri bersabda: “Bukan setiap orang
Inilah pilihan bagi seluruh Gereja. yang berseru kepadaKu Tuhan Tuhan! Akan
2.6.3 KBG Basis Kerasulan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan
dia yang melakukan kehendak BapaKu yang
Komunitas basis menyatukan
di sorga” (Mat.7:21).
kehidupan iman dan kehidupan harian.
2.6.4 KBG Basis Memperdayakan Umat
Kegiatan sosial dan sharing pengalaman iman
Awam
berjalan bersama. Komunitas dimulai ketika
KBG adalah landasan dari Gereja dan
para anggota sadar bahwa mereka sendiri
masyarakat setempat. KBG sebagai basis
harus bertindak. Maka makna, fungsi dan
memperdayakan umat awam bergerak di
arah karya pastoral tradisional berubah pada
basis atau akar Gereja, di antara kaum awam.
saat karya pengembangan jemaat difokuskan
Berbicara tentang memperdayakan umat
pada transformasi (metanoia) yakni
awam mengandaikan pula penyadaran awam
perubahan pribadi (utuh-terbuka), pembaruan
akan perannya. Terpaut dengan peran kaum
dalam relasi dengan sesama (persaudaraan
awam, dekrit tentang kerasulan awam ( AA
sejati) dan pembaruan dalam masyarakat
3) mengatakan, “kaum awam mendapat hak
(adil-beradab). Karena itu, komunitas basis
dan kewajiban kerasulan dari persatuannya
memberi warna pada lingkaran pastoral
dengan Kristus, karena dipersatukan dalam
misioner. Sifat KBG juga menghantar setiap
Tubuh Kristus melalui pembatisan, dan
anggotanya pada aksi sosial sekaligus
dikuatkan oleh Roh Kudus melalui
melampaui batas aksi sosial. Dalam KBG
penguatan, mereka ditunjuk untuk karya
firman Allah menjadi denyut-jantung seluruh

61
kerasulan oleh Tuhan sendiri”(Seran, pada partisipasi karena disana kebutuhan
2011:86-94). bersama lebih diperhatikan. Dengan berada di
2.7 Ciri-ciri Komunitas Basis Gerejani dasar KBG lebih mengaitkan iman dengan
2.7.1 KBG adalah komunitas kehidupan nyata.
KBG berusaha menentukan suatu pola 2.7.4 KBG adalah komunitas yang hidup
hidup Kristen yang sangat bertentangan dari Sabda
dengan pendekatan yang individualis, egois, Dalam KBG, sabda Allah menjadi
dan kompetitif dalam hidup harian yang titik acuan langsung dan sumber inspirasi
melekat pada budaya kontemporer-modern seluruh kegiatan harian. Karena dalam
Barat. Untuk itu KBG di Brazil khususnya, sejarah kekristenan, Kitab Suci yang
berusaha menghidupkan dua dimensi berisikan Sabda Allah, lahir dari komunitas
komunitas yakni komunio dan partisipasi. umat beriman. Itu artinya, Kitab Suci sebagai
2.7.2 KBG adalah eklesial “pembekuan” Sabda Allah di dalam tulisan
Melalui KBG signifikansi Sabda tidak dapat dipisahkan dengan kelompok
Allah dan sharing doa biblis menjadi nyata. umat beriman. Dasar ini menjadi alasan
Etimologi kata eklesia menunjukkan secara bahwa sebagai komunitas umat beriman,
jelas tentang sebuah panggilan untuk umat KBG tidak boleh memisahkan diri dari
“keluar”. Sebagai eklesia, umat KBG Sabda Allah yang termaktub di dalam Kitab
dipanggila “keluar” dari zona nyamannya, Suci.
untuk dapat bergiat di dunia. Umat beriman 2.7.5 Komunitas Basis Gerejani adalah
yang merupakan anggota KBG harus mampu komunitas yang hidup dari ekaristi
menjadi terang yang mengusir kegelapan Sebagai sel pokok Gereja, ia harus
sistem dunia yang menindas. memiliki ekaristi. Gereja terpusat di sekitar
2.7.3 KBG adalah basis (de base) ekaristi. Konsili Vatikan II menegaskan,”
Yang dominan komunitas ini adalah tidak ada komunitas Kristen yang dibangun,
orang awam yang aktif. Secara eklesial, KBG jika tidak punya dasar dan pusatnya dalam
berada” di dasar” Gereja, karena perayaan ekaristi kudus” (Seran, 2011: 44-
keterkaitannya dengan hierarki Gereja. 46).
Selain itu KBG juga berada “di dasar”
mayarakat. Dalam KBG orang miskin merasa
didukung dan dikuatkan. Mereka terbuka

62
2.8 Komunitas Basis Gerejani Menurut Dalam pernyataan “Pemungutan Hasil
SAGKI tahun 2000 SAGKI tahun 2000”, para Wali Gereja
Tema Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia mengatakan bahwa:
Indonesia Tahun 2000 (SAGKI) adalah “Dalam mengembangkan komunitas-
komunitas basis, hendaknya semua
“Memberdayakan Komunitas Basis Menuju diperhatikan semangat keterbukaan
karena kita hidup di dalam masyarakat
Indonesia Baru”. Komunitas Basis dipandang dan kebudayaan yang majemuk.
Keterbukaan merupakan sikap yang
sebagai salah satu cara hidup menggereja. menentukan untuk membaharui diri,
Menurut SAGKI tahun 2000, KBG adalah membangun persaudaraan sejati, dan
semakin menghadirkan Kerajaan Allah
sebuah perjumpaan pendapat (sharing) dan melalui perjuangan keadilan,
kebenaran dan kesetaraan jender.
tukar pengalaman antara wakil-wakil umat Budaya setempat sepatutnya
diperhatikan karena benih-benih nilai
Katolik yang sungguh paham dan bergelut kebersamaan, solidaritas dan
persaudaraan yang sudah terkandung
dengan kegiatan akar rumput, para imam, dan di dalamnya. Hendaknya juga
segenap uskup dari seluruh Indonesia. KBG diperhatikan perkembangan kehidupan
komunitas-komunitas basis yang sudah
sebagai salah satu cara baru hidup ada, supaya ada kesinambungan yang
serasi dan dinamis. Dengan bibingan
menggereja adalah satuan umat yang relatif uskup setempat, semua daya dan
sarana di dalam masing-masing
kecil dan yang mudah berkumpul secara keuskupan diharapkan dapat didaya-
gunakan untuk mencapai hasil yang
berkala untuk mendengarkan firman Allah, sebaik-baiknya” (Sanga,2010:36-37).
berbagi masalah sehari-hari, baik masalah
pribadi, kelompok maupun masalah sosial
dan mencari pemecahannya dalam terang Pernyataan yang dihasilkan oleh

Kitab Suci. Komunitas basis ini SAGKI tahun 2000 berkaitan dengan

diinspirasikan oleh teladan hidup jemaat pengembangan komunitas basis

perdana yang dilukiskan dalam Kitab Suci ( sesungguhnya dilatarbelakangi oleh situasi

Kis 2:42-47; Rom 12:3-8; 1Kor 11:17-34; Ef Indonesia yang serba prulal. Keterbukaan

4:1-16; 1Kol 3:12-27; dan 1Ptr 2:1-5). hidup yang tumbuh dari semangat komunitas

Komunitas basis bukan sebagai bentuk atau basis dapat diwujudkan melalui sikap rela

wadah, dan bukan pula sekedar istilah atau melayani dan rela berbagi, karena

nama, melainkan Gereja yang hidup dinamis kesejahteraan bersama haruslah ditanggapi

dalam pergumulan imannya. dalam kerangka persaudaraan dan bukan


demi kepentingan pribadi sendiri. Oleh
karena itu, menolong sesama yang

63
berkekurangan, yang tertindas dan disisihkan 3. Metode Penelitian
serta diperlakukan tidak adil sungguh dapat Metode yang digunakan di dalam
menciptakan tata dunia baru yang lebih penelitian ini adlaah metode deskriptif
damai penuh semangat hidup dalam kualitatif. Dengan metode ini, para peneliti
persaudaraan sejati. mendeskripsikan realitas kehidupan berKBG
2.9 Ciri-ciri Komunitas Basis Gerejani dari umat beriman yang ada di Paroki Sta.
Menurut SAGKI tahun 2000 Maria Assumpta-Keuskupan Agung Kupang.
Sidang Agung Gereja Katolik Metode ini menekankan kedalaman
Indonesia (SAGKI tahun 2000) yang pemahaman dan pemaknaan. Oleh karena ini,
memunculkan tentang komunitas basis sangat ditekankan pemaknaan umat dalam
gerejani yang menimbulkan pertanyaan kehidupan ber-KBG. Apakah penghayataan
tentang apa yang dimaksudkan dengan dan pemaknaan dalam hidup umat terhadap
komunitas basis gerejani. Dalam sidang ini, KBG sesuai dengan apa yang diharapkan di
ciri-ciri komunitas basis grejani belum dalam SAGKI 2000? Ini adalah pertanyaan
seluruhnya jelas. Komunitas basis bisa lebih dasar dari penelitian ini.
bersifat territorial maupun kategorial. 3.1 Lokasi Penelitian dan Sumber Data
Kegiatan Komunitas masing-masing Penelitian ini dilakukan di Paroki Sta.
komunitas basis juga sangat bervariasi Maria Assumpta-Keuskupan Agung Kupang.
meliputi ibadat, pendalaman iman, Paroki ini berada di Kota Kupang. Lokasi ini
membangun jalur-jalur komunikasi umat dipilih karena reltif mudah dijangkau oleh
beriman, kegiatan sosial dan advokasi. Dalam para peneliti. Mengingat kesibukan para
hal pengambilan keputusan, sebagaian peneliti sebagai dosen, maka lokasi ini dipilih
komunitsa basis telah menjalankan pola sehingga peneliti mampu memberikan waktu
kepemimpinan partisipatif-dialogis dan yang maksimal untuk penelitian ini. Lokasi
musyawarah yang melibatkan kaum miskin, ini dipilih juga karena lokasi ini dikenal
perempuan dan orang muda. Tetapi ada pula secara baik oleh para peneliti. Sumber data
yang masih menjalankan pola kepemimpinan dari penelitian ini dibagi dua yakni informan
top-down dimana keputusan diambil oleh dan responden. Informan diambil dari para
uskup, pastor, dewan paroki, orang-orang ketua KBG dan responden dari umat atau
yang berkedudukan, bapak-bapak dan orang anggota KBG.
tua (adat) SAGKI tahun 2000 (Page.11).

64
3.2 Alat dan Teknik Pengumpulan Data Pastor koordinator Wilayah Oepoi paroki St.
Alat yang digunakan dalam penelitin Yoseph Naikoten-Kupang P. Yulius Bere,
ini adalah lembar wawancara, lembar SVD tentang persiapan pembentukan wilayah
observasi dan alat dokumentasi. Teknik yang Oepoi- Kupang. Pada tanggal 1 januari 1987
digunakan dalam penelitian ini adalah diterbitkn SK Pastor paroki St. Yoseph
wawancara, observasi dan dokumentasi. Naikoten-Kupang yang di sahkan oleh YM.
3.3 Teknik Analisis Data Uskup Kupang, Mgr. Gregorius Manteiro,
Teknik analisis data yang dipakai SVD tentang pembentukkan panitia persiapan
adalah tringulasi yakni data collection, data Paroki Oepoi Kupang. Pada tanggal 13
reduction, data display, dan data verification Februari 1988 umat membentuk sebuah
(Sugiyono, 2009:178-179). Langkah- panitia dengan tujuan untuk pembentukan
langkahnya, data dikumpulkan sebanyak- paroki Oepoi-Kupang, dan dalam rapat
banyaknya, data diperiksa dan diklasifikasi tersebut memilih nama Santa Maria
untuk mengumpulkan data yang sesuai Assumpta sebagai nama pelindung paroki.
dengan tema penelitian, data divarifikasi dan Pada tanggal 19 Februari 1988, Paroki
data disajikan. persiapan Sta. Maria Assumpta ditetapkan
sebagai paroki oleh uskup Mgr. Gregorius
4. Hasil Penelitian Monteiro, SVD dengan surat keputusan SKP
4.1 Profil Lokasi Penelitian No. 1/201/1988 tanggal 19 februari 1988,
Paroki Sta. Maria Assumpta berada di dengan Pastor paroki P. Julius Bere dan
RT. 013, RW. 004, Kelurahan Kayu Putih, Romo Emmanuel Bere. Pr dengan
Kecamatan Oebobo, Kota Madya Kupang, pelindungnya Sta. Maria Assumpta. Jumlah
Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. umat tahun 1987 yaitu 457 kk yang tersebar
Paroki ini termasuk paroki yang berada di dalam 14 KUB. Dan pada tahun 1988 KUB
pusat kota Kupang. Luas wilayahnya kira- bertambah menjadi 30 KUB dengan jumlah
kira 8 km2 (2x4 km). Sebelum menjadi umat sekitar 6000-an jiwa.
sebuah paroki mandiri, wilayah paroki Sta. 4.2 Karakteristik Sumber Data
Maria Assumpta terhitung sebagai wilayah Sumber data merupakan unsur
paroki St. Yoseph Naikoten. Setelah melihat penting dalam penelitian. Karakteristik
perkembangan umat, pastor paroki St. Yosep sumber data adalah sebagai berikut:
Naikoten, pada tanggal 8 maret 1986 untuk 1. Berdasarkan Jenis Kelamin

65
2. Berdasarkan Usia mereka sebagai Gereja. Dalam Konsili
3. Berdasarkan Kualifikasi Pendidikan Vatikan II, ditekankan tentang pemahaman
4. Berdasarkan Pekerjaan Gereja sebagai Umat Allah. Gereja bukan
pertama-tama sebagai gedung tempat ibadah,
4.3 Pembahasan
paroki, pemimpin umat. Gereja adalah
Kenyataan dalam penelitian
seluruh umat beriman yang percaya kepada
menunjukkan bahwa, realisasi harapan
Yesus Kristus. Dengan pendasaran teologis
SAGKI 2000 tentang partisipasi umat dalam
dari Paulus tentang Umat Allah, para bapa
hal-hal yang dianggap “profan” seperti politik
konsili memberi penekanan tentang
harus digalakkan melalui KUB tidak terjadi
pentingnya sebuah persekutuan yang konkret
seperti yang diharapkan. Terjadi kebuntuhan
di tengah dunia. Persekutuan umat setempat
antara pemahaman dan penghayatan umat di
yang bergiat dalam iman dan oleh
satu pihak dan pemahaman serta maksud
aktivitasnya. Persekutuan tersebut
SAGKI 2000 di pihak lain. Perbedaan
memancarkan cahaya Kristus bagi dunia.
pemahaman ini menyebabkan terjadinya
Konkretisasi dari Gereja sebagai Umat Allah
ketidaksenambungan semangat dari SAGKI
menampilkan salah satu misteri Gereja yakni
2000 di dalam kehidupan beriman umat di
persekutuan umat beriman yang percaya
KUB.
kepada Kristus yang bangkit.
Pemahaman yang berbeda juga terjadi
Persekutuan atau communio ini
karena tingkat usaha umat dalam mencari
tampak secara nyata di dalam perayaan
sumber tertulis tentang iman dan keagamaan
Ekaristi yang dirayakan oleh umat beriman
sangat rendah. Sedikit sekali umat yang
yang percaya kepada Kristus di satu waktu
beriman mencari “sendiri” apa yang menjadi
dan tempat tertentu. Persekutuan lokal ini
tanggung jawab mereka sebagai umat
menampakkan persekutuan universal dari
beriman. Bagi umat, kegiatan yang
Gereja, karena itu Ekaristi sebagai communio
berhubugan dengan kehidupan iman adalah
umat beriman dengan Kristus sang kepala
kegiatan yang suci yang tidak boleh
harus menghasilkan buah di tengah
dicampurkan dengan kegiatan dunia yang
masyarakat di mana umat beriman tersebut
busuk dan kotor.
hidup dan berkarya. Communio dengan
Hal ini berbeda dari ajaran iman
Kristus harus betul-betul ditampakkan di
tentang Gereja itu sendiri. Sebagai umat
dalam dunia karena Kristus sendiri hadir dan
beriman, mereka harus memahami tugas

66
datang di tengah dunia untuk menampakkan Sebagai pendengar dan pewarta Injil, para
Allah yang tak kelihatan dan untuk bergiat di anggota KUB harus melaksanakan tugas Injili
tengah dunia. yakni memperhatikan mereka yang miskin
Jika KUB idealnya adalah Gereja dan bersengsara. Tugas ini adalah panggilan
Umat Allah yang berkumpul, bergiat, dan dasar dari para murid Kristus.
berkarya pada tempat tertentu dengan Jadi menjadi jelas bahwa apa yang
bantuan terang Sabda, maka KUB harus diseruhkan di dalam SAGKI 2000 merupakan
menjadi tanda kehadiran Allah di tengah konkretisasi dari pemahaman Gereja sebagai
dunia. KUB harus menjadi tanda di mana Umat Allah dalam ajaran Konsili Vatikan II.
manusia belajar menghargai orang lain, Ada alasan kuat yang mengharuskan umat
belajar untuk peduli dengan orang lain karena untuk bergiat dalam apa yang diharapkan dan
Allah sendiri telah menunjukkan kepedulian- disarankan di dalam SAGKI 2000. Umat
Nya di dalam peristiwa inkarnasi. harus menyadari bahwa kehidupan beragama
Sebagai Gereja yang ada di dunia, mereka tidak boleh lepas dari kehidupan
KUB hanya dapat mewujudkan misi yang konkret mereka. Kehidupan beragama
diembannya dengan bergiat di tengah mereka harus bersangkut paut dengan apa
masyarakat. Itu berarti, KUB sebagai yang mereka hidupi secara konkret di dunia.
komunitas umat beriman yang percaya Hal ini menegaskan apa yang dihayati dalam
kepada Kristus harus mulai merasa peduli Kristianitas bahwa Allah masuk dan berkarya
dengan setiap masalah yang ada di sekitar dalam sejarah manusia.
mereka. Mereka harus dapat melihat setiap Dengan berkarya dalam sejarah
permasalahan yang menyengsarakan dan manusia, Allah menyatakan bahwa
membelenggu banyak orang. Karena dengan keselamatan manusia telah dimulai dalam
demikian, KUB menampakkan misteri Gereja dunia tempat dia hidup dan bergiat. Atas
dan mewujudkan misi inkarnasi yakni dasar ini, umat tidak dapat mengabaikan
penyelamatan bagi semuna orang. begitu saja kenyataan konkret hidupnya. Ia
Umat beriman yang berkumpul di tidak dapat berdiam diri berhadapan dengan
dalam KUB adalah kelompok beriman yang kesengsaraan sesamanya yang hidup di
percaya kepada Kristus dan memiliki salah sekitarnya. Ia harus bergiat karena dengan
satu tugas penting yakni sebagai para kegiatan tesebut ia mampu memberi
pendengar Injil dan pewarta Injil.( EN no. 58)

67
sumbangsi berharga bagi kehidupan banyak merealisasikan iman dalam kehidupan
orang. konkret masih sangat rendah. Baik dari pihak
4.2.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan pemimpin maupun dari pihak umat, semangat
Penghayatan Umat yang Berbeda untuk keluar dari sesuatu yang biasa belum
dari Semangat SAGKI 2000 terlihat baik. Semua pihak masih mau merasa
Dalam penelitian ini ditemukan “aman” pada tempatnya. Keberanian untuk
adanya perbedaan pemahaman tentang KUB keluar dari zona zaman belum terlihat secara
menurut umat dan apa yang digariskan oleh baik. Sementara iman harus merupakan
SAGKI 2000. Selain itu ditemukan bahwa jawaban yang konkret di dalam kehidupan.
semangat SAGKI 2000 tidak meresap masuk KUB adalah basis masyarakat
sampai ke tingkat akar rumput (KUB). Apa setempat. Maka semangat untuk
yang digagas di dalam SAGKI 2000 melaksanakan apa yang digagas di dalam
sepertinya jauh dari harapan. Umat SAGKI 2000 harus terus diusahakan. Sebagai
memahami dan menghayati kehidupan KUB basis masyakat setempat, KUB harus
dengan cara mereka yang berbeda dari apa menjatuhkan pilihan pada mereka
yang diharapkan dalam SAGKI 2000. (masyarakat) yang miskin dan tertindas oleh
Penelitian ini menemukan bahwa, karena sistem dan keadaan masyarakat yang
penyebab perbedaan pemahaman serta tidak membelenggu. Pilihan seperti ini adalah
sampainya pesan SAGKI 2000 kepada umat sebuah panggilan karena Kristus Yesus juga
adalah soal komunikasi. Yang dimaksudkan menjatuhkan pilihan bagi mereka yang jatuh
dengan komunikasi adalah sosialisasi dari dan tertindas oleh sistem atau kekuasaan
pihak paroki ke KUB. Fakta penelitian yang despotik (San, 2000: 93).
menunjukkan bahwa sosialisasi keputusan Pilihan untuk membantu mereka yang
SAGKI 2000 tidak dilaksanakan dengan baik. terpinggirkan dan bersengsara bukanlah
Hal ini disebabkan oleh kurangnya semangat pilihan mudah. Apalagi pilihan ini membawa
SAGKI 2000 yang digaungkan dari tingkat konsekuensi yang berat yakni harus
yang lebih tinggi. Dari pihak umat juga berhadapan dengan sistem yang tidak adil.
demikian. Tidak ada usaha dari umat untuk Keberanian untuk keluar dari kemapanan dan
mencari keputusan-keputusan dari atas. berjuang melawan sistem yang menindas
Menurut penulis, kenyataan ini harus digalakkan karena pada dasarnya
menunjukkan bahwa semangat untuk keberanian seperti ini membutuhkan

68
perjuangan. Melawan sistem bukanlah sebuah Inti persoalan ada dalam komunikasi.
perkara mudah. Dengan komunikasi, umat membangun
jembatan di antara mereka dan para
4.2.4 Upaya-Upaya yang Perlu Dilakukan pemimpin mereka. Komunikasi memegang
untuk Merealisasikan SAGKI 2000 peran penting dalam kegiatan bersama umat.
Menurut pendapat umat yang Dengan komunikasi, kemandekan-
ditemukan di dalam penelitian diketahui kemandekan dalam usaha bersama bisa
bahwa upaya yang perlu dilakukan untuk dicairkan. Namun perlu diketahui model
menjembatani keterputusan komunikasi komunikasi yang dibangun untuk bisa
antara pihak pimpinan dan umat adalah memberi dorongan kemajuan. Komunikasi
dengan sosialisasi. Menurut mereka dengan dengan membiarkan diri terjebak dalam
sosialisasi ini, semangat dari atas dapat kemapanan tentu tidak diharapkan di sini.
mengalir ke bawah. Mereka juga Komunikasi yang dibangun adalah
menyarankan tentang kunjungan peminpin komunikasi intersujektif di mana masing-
umat yang terus menerus ke tingkat yang masing pelaku komunikasi saling
paling bawah dalam kegiatan-kegiatan menghormati dan menghargai satu dengan
bersama mereka. Dengan demikian, tercipta yang lainnya.
jembatan yang menghubungkan semangat Katekese umat memiliki kaitan yang sangat
iman yang satu dan sama. erat dengan komunikasi. Itu berarti
Penelitian ini juga menemukan bahwa komunikasi memainkan peran penting dalam
upaya dari bawah juga penting. Usaha umat proses katekese. Dengan katekese, umat
untuk mencari dan menemukan mutiara iman diharapkan untuk dapat berkomunikasi
harus terus diusahakan dari tingkat akar dengan sesamanya. Komunikasi yang
rumput. Umat tidak hanya sebagai penonton diusahakan adalah komunikasi mengenai
pasif berhadapan dengan kegiatan iman. hidup nyata dalam terang iman. Dalam arti
Umat beriman harus menjadi sahabat atau ini, katekese dimengerti sebagai komunikasi
partner yang aktif dalam pengembangan iman (Lalu, 2005: 79). Komunikasi iman ini
iman. Dengan demikian, usaha untuk mencari bertujuan untuk mengarahkan umat untuk
tahu tentang ajaran iman dan isu-isu bersama masuk dalam persekutuan dengan Kristus.
dalam tingkat yang lebih luas harus Persekutuan dengan Kristus mengharuskan
dilaksanakan. umat untuk bergiat di tengah masyarakat,

69
karena Kristus telah melakukan hal ini dalam mengembangkan penelitian ini adalah,
seluruh hidup dan karya-Nya. apakah umat beriman dapat membantu proses
Komunikasi iman juga harus demokratisasi di Indonesia. Jika dapat, maka
memampukan umat untuk dapat melihat bagaimana mereka harus melaksanakannya?
kenyataan ketimpangan yang terjadi di tengah Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi bingkai
masyarakat. Komunikasi model ini, besar dalam peneltian yang telah dijalankan.
menghantar umat untuk menghayati imannya Dari penelitian (di dalam bab III dari tesis
di dalam kehidupan nyata. Dalam kenyataan ini), ditemukan bahwa secara umum,
di tengah masyarakat, model analisis sosial kehidupan umat beriman di dalam KUB
menjadi cara yang diperjuangkan di dalam berhubungan erat dengan kebutuhan untuk
katekese dengan tujuan agar umat dapat diterima di tengah lingkungan. Selain itu,
menemukan persoalan dasar yang menjadi secara umum KUB dilihat sebagai satuan
penyebab segala ketimpangan yang terjadi di lembaga terkecil dari sebuah paroki.
tengah masyarakat. Namun jika komunikasi Akibatnya KUB dijadikan sebagai tempat
menjadi cara di dalam katekese maka untuk memenuhi kebutuhan untuk bergaul
pemahaman tentang komunikasi yang baik serta alat untuk memperlancar kegiatan atau
dan benar akan membantu umat sampai pada urusan-urusan administratif sebuah paroki.
tujuan katekese sebagai komunikasi iman. Hal-hal yang berhubungan dengan persoalan
Sudah dijelaskan di atas, bahwa komunikasi sosial politis tidak terlalu diminati karena
harian adalah tempat para aktor komunikasi tema ini akan sangat mengganggu keutuhan
mengungkapkan pengetahuan latar belakang dan ketenangan dalam hidup berkelompok.
mereka. Kenyataan di atas sangat
berseberangan dengan ideal KUB. Definisi
Penutup serta pemaparan tentang hakikat KUB dalam
Secara garis besar, penelitian ini tesis ini, memberi satu gambaran yang sangat
berbicara tentang peran umat beriman Katolik berbeda tentang KUB dalam hubungan
dalam proses demokratisasi di Indonesia. dengan kenyataan kehidupan ber-KUB di
Persoalan dasar dari penelitian ini adalah tengah umat. KUB adalah persekutuan umat
mengapa umat beriman Katolik harus Allah sebagai sebuah Gereja di mana Kristus
berpartisipasi di dalam proses demokratisasi sebagai kepala-nya. KUB menampakkan
di Indonesia. Pertanyaan turunan yang misteri Gereja sebagai persekutuan dengan

70
Kristus yang bangkit. Dengan kata lain, KUB sebuah Komunitas Perjuangan. Dengan cara
itu adalah Gereja yang dapat dilihat dan ini, umat beriman mampu memberikan
dialami. sumbangsinya bagi kehidupan bersama dalam
Oleh karena itu, sangat diharapkan satu negara. Keikutsertaan mereka dalam
pihak paroki dalam hal ini pastor paroki, kehidupan bersama akan sangat membantu
DPP, serta Katekis untuk merancang program umat untuk menghayati iman mereka.
yang dapat membantu umat mengerti apa itu Dengan kata lain, iman mereka harus terlihat
KBG dan bagaimana mereka harus dalam tindakan harian mereka.
membangun Komunitas Basis menjadi

71
DAFTAR PUSTAKA

DOKUMEN GEREJA

Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia, 1992.


Dokumen Konsili Vatikan II. R. Hardawiryana S.J. penerj. Jakarta: Obor, 2002.
Dokumen Sidang-sidang Federasi Konferensi-konferensi para Uskup Asia, F.X Sumantoro
Siswaya (peny.). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1995.
Federasi Konferensi-konferensi para Uskup Asia (FABC). “Sebuah Gereja yang dibaharui di
Asia: Misi Cinta Kasih dan Pelayanan, (Pernyataan akhir Musyawarah Paripurna FABC
VII di Samphran, Thailand, 3-13 Januari 2000)”. Dalam Georg Kirchberger dan John M.
Prior (ed.). Hidup Menggereja secara Baru di Asia I. Ende: Nusa Indah, 2001.
Komisi Kepausan Untuk Keadilan dan Perdamaian. Kompendium Ajaran Sosial Gereja.
Maumere: Ledalero, 2009.
Paulus VI. Evangelii Nuntiandi. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1991.
Yohanes Paulus II. Redemptoris Missio. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan
KWI, 1991.

KAMUS

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia, 1996.


Crowther, Jonathan (ed.). Oxford Advanced Learner`s Dictionary of Current English. Oxford:
Oxford University Press, 1995.
K. Prent, dkk. Kamus Latin-Indonesia. Yogyakarta: Kanisius, 1969.
Sugono, Dendi, dkk. (Tim Redaksi), Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi IV. Jakarta:
Gramedia, 2008.

BUKU-BUKU
Bevans, Stephen B. Model-Model Teologi Kontekstual. Maumere: Ledalero, 2002.
Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia, 2008.

72
Craib, Ian. Teori-teori Sosial Modern: dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1994.
Habermas, Jürgen. The Structural Transformation of the Public Sphere: An Inquiry into a
Category of Bourgeois Society. Massachusetts: The MIT Press, 1991.
Hardiman, F Budi. Demokrasi Deliberatif: Menimbang ‘Negara Hukum’ dan ‘Ruang Publik’
dalamTeori Diskursus Jürgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius, 2009.
-------. Massa, Teror, dan Trauma: Menggeledah Negativitas Masyarakat Kita. Maumere:
Ledalero, 2010.
-------. Melampaui Positvisme dan Modernitas: Diskursus Filosofis tentang Metode Ilmiah
dan Problem Modernitas. Yogyakarta: Kanisius, 2003.
-------. Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik, dan Postmodernisme
menurut Jürgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius, 2009.
Holland, Joe dan Peter Henriot. Analisis Sosial dan Refleksi Teologis. Yogyakarta: Kanisius,
1986.
Kirchberger, Georg. Allah Menggugat: Sebuah Dokmatik Kristiani. Maumere: Ledalero, 2007.
Kleden, Paulus Budi. Teologi Terlibat. Maumere: Ledalero, 2003.
Komisi Kateketik KWI. Membangun Komunitas Basis Berdaya Transformatif lewat Katekese
Umat; Sharing, Refleksi Kritis dan Gagasan dari Pertemuan Kateketik antar Keuskupan
se-Indonesia. KomKat KWI: Jakarta.
Koten, Philipus Panda. Potret Komunitas Basis Gerejani Kita. Maumere: Ledalero, 2009.
Koten, Yosef Keladu. Partisipasi Politik: Sebuah Analisis atas Etika Politik Aristoteles.
Maumere: Ledalero, 2010.
Kristiyanto, Eddy. Diskursus Sosial Gereja sejak Leo XIII. Malang: Dioma, 2003.
Lalu, Yosef. Katekese Umat. Jakarta: Komisi Kateketik KWI, 2005.
Madung, Otto Gusti. Politik antara Legalitas dan Moralitas. Maumere: Ledalero, 2009.
Magnis Suseno, Franz. 12 Tokoh Etika abad ke- 20. Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Mahfud, Moh. MD. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta:Rineka Cipta, 2000.
Margana, A. Komunitas Basis, Gerak Menggereja Kontekstual. Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Marins, Jose dkk. The Church from The Roots, Basic Ecclesial Communities. Manila: Claretian
Publications, 1983.
McCarthy, Thomas. Teori Kritis Jürgen Habermas. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006.

73
Müller, Johannes. Perkembangan Masyarakat Lintas Ilmu. Jakarta: Gramedia, 2006.
Pusat Pastoral Keuskupan Agung Ende. Pastoral Pembebasan dan Pemberdayaan Keuskupan
Agung Ende Memasuki Milenium III. Ende: Puspas KAE, 2001.
Sanga, Laurensius Dihe. Menggugat Pola Pastoral menurut Cara Hidup Ber-KUB. Yogyakarta:
Amara Books, 2010.
Widjaja, A. W. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bina Aksara,
1986.
Wojtyla, Karol. “Subjectivity and the Irreducible in the Human Being,” in Person and
Community: Selected Essays (Catholic Thought from Lublin). Vol. 4. trans. by Theresa
Sandok. New York: Lang, 1993.
-------. The Acting Person. trans. Andrej Potocki. Dordrecht: D. Reidel Pub.Co, 1979.

ARTIKEL

Baghi, Felix. “Pengantar Editor”, dalam Felix Baghi (ed.). Kewarganegaraan Demokratis dalam
Sorotan Filsafat Politik. Maumere: Ledalero, 2009.
Boylon, John. “Imam dan Politik”, dalam Romanus Satu dan Herman Embuiru Wetu (ed.).
Gereja Milenium Baru: Sebuah Bunga Rampai. Tanggerang: Yayasan Gapura, 2000.
Ceunfin, Frans. “Pengantar”, dalam Frans Ceunfin (ed.). Hak-hak Asasi Manusia: Aneka Suara
dan Pandangan, Jilid II. Maumere: Ledalero, 2006.
Chen, Martin. “Katekese dalam Konteks Kehidupan Gereja; Catatan Pengamat Ahli atas
PERPAS IX NUSRA di Kupang”, dalam Leo Mali (ed.). Katekese dalam Pelayanan
Pastoral Gereja Nusra dari Cura Animarum ke Cura Hominum; Roadmap Katekese
Perpas IX Regio Nusra 2012. Kupang: Keuskupan Agung Kupang, 2013.
Hardiman, F Budi. “Komersialisasi Ruang Publik menurut Hannah Arendt dan Jürgen Habermas,
dalam F. Budi Hardiman (ed). Ruang Publik; Melacak “Partisipasi Demokratis” dari
Polis sampai Cyberspace. Yogyakarta: Kanisius: 2010.
-------. “Prakata”, dalam F. Budi Hardiman (ed.). Ruang Publik; Melacak “Partisipasi
Demokratis” dari Polis sampai Cyberspace. Yogyakarta: Kanisius: 2010.

74
-------. “Pendahuluan”, dalam F. Budi Hardiman (ed). Ruang Publik; Melacak “Partisipasi
Demokratis” dari Polis sampai Cyberspace. Yogyakarta: Kanisius: 2010.
Jacobs, Tom. “Gereja Paulus di Korintus”, dalam Tom Jacobs (ed.). Gereja menurut Perjanjian
Baru. Yogyakarta: Kanisius, 1988.
Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI). “Surat Gembala KWI pada SAGKI 2000”, dalam
Spektrum, no. 1, XXIX, 2001.
Lan, Yap Fu. “Allah Trinitaris dalam Refleksi John Zizioulas”, dalam Diskursus: Jurnal Filsafat
dan Teologi, vol. 13, no. 2. Oktober 2014.
Magnis Suseno, Franz. “Di Tahun 2000 Umat Katolik Indonesia Melihat ke Depan”, dalam
Spektrum, no. 1, XXIX, 2001.
Mateo, Cora. “Bagaimana Melestarikan Jemaat-Jemaat Kristen Kecil atau Jemaat-Jemaat
Gerejawi Basis”, dalam Georg Kirchberger dan John Mansford Prior (ed.). Hidup
Menggereja secara Baru di Asia I. Ende: Nusa Indah, 2001.
Mayor, Federico. “Prakata”, dalam Jean Baechler. Demokrasi: Sebuah Tinjauan Analitis,
Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Piovesan, Victor. “Ekaristi: Korban dan atau Persekutuan”, dalam Georg Kirchberger dan John
Masford Prior (ed.). Bersama-sama Memecahkan Roti. Ende: Nusa Indah, 1999.
Poespowardjo, Soerjanto. “Menuju Manusia Seutuhnya”, dalam Soerjanto Poespowardjo dan K.
Bertens (ed.). Sekitar Manusia: Bunga Rampai tentang Filsafat Manusia. Jakarta:
Gramedia, 1978.
Prior, John Masford. “Komunitas Basis Gerejawi: Analisis Ekonomi, wawasan Gereja”, dalam
Komisi Kateketik KWI (ed.). Komunitas Basis Gerejani yang berdaya transformatif.
Jakarta: Komisi Kateketik KWI, 2003.
-------. “Tegar Mekar Komunitas Basis Gerejani: Memberdayakan KUB sebagai Budaya
Tandingan”, dalam Daniel B. Kotan (ed.). Katekese Umat Komunitas Basis Gerejani:
Evaluasi Kurikulum PAK. Jakarta: Komisi Kateketik KWI, 2002.
Quevedo, Orlando. “Jemaat Gerejawi Basis Sebagai Sebuah Model Gereja Untuk Asia”, dalam
Georg Kirchberger dan John Mansford Prior (ed.). Hidup Menggereja secara Baru di Asia
I. Ende: Nusa Indah, 2001.
Saku, Dominikus. “Liturgi sebagai Elemen Konstitutif dan Acuan Esensial dari Katekese”,
dalam Leo Mali (ed.). Katekese dalam Pelayanan Pastoral Gereja Nusra dari Cura

75
Animarum ke Cura Hominum; Roadmap Katekese Perpas IX Regio Nusra 2012. Kupang:
Keuskupan Agung Kupang, 2013.
San, Silvester. “Misi Gereja di Asia: Tantangan dan Prioritas pada Milenium Ketiga”, dalam
Romanus Satu dan Herman Embuiru Wetu (ed.). Gereja Milenium Baru: Sebuah Bunga
Rampai. Tanggerang: Yayasan Gapura, 2000.
Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia, “Rangkuman Hasil Sidang Agung Gereja Indonesia
Tahun 2000”, dalam Spektrum, no. 1, XXIX, tahun 2001.
Soharto, Sandiwan. “Komunitas Basis, Suatu Cara Menggereja Mendatang”, dalam Hidup, No.
47. tahun LIV, 19 November 2000.
Subangun, Emmanuel. “Laporan Penelitian Komunitas Basis Gerejawi di Regio Jawa”, dalam
Sawi, no. 17, 2002.
Suwatan, Josephus. “Kata Sambutan Ketua Komisi Kateketik KWI pada Pembukaan PKKI
VIII”, dalam Daniel B. Koten (ed.). Membangun Komunitas Basis Berdaya Transformatif
lewat Katekese Umat. Jakarta: Komisi Kateketik KWI, 2005.
Tjahjadi, Simon Petrus Lili. “Manusia dalam Ateisme Modern”, dalam J. Sudarminta dan Simon
P. L Tjahjadi (ed.). Dunia, Manusia, dan Tuhan: Antropologi Pencerahan dan Teologi.
Yogyakarta: Kanisius, 2010.
Weiden, Wim van der. “Umat Allah dalam Perjanjian Lama”, dalam Tom Jacobs (ed.). Gereja
menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius, 1988.
Woi, Amatus. “KUB dalam Bidang Sosial Politik”, dalam Komisi Kateketik KWI. Komunitas
Basis Gerejani yang Berdaya Transformatif. Jakarta: KomKat KWI, 2001.
-------. “Peran Sosial Politik Komunitas Basis: Hakekat, Teologi dan Spiritualitasnya”, dalam
Komisi Kateketik KWI (ed.). Komunitas Basis Gerejani yang berdaya transformatif.
Jakarta: Komisi Kateketik KWI, 2003.
-------. “Peran Sosial Politik Komunitas Basis: Hakikat, Teologi dan Spiritualitasnya”, dalam
Komisi Kateketik KWI (ed.). Komunitas Basis Gerejani yang Berdaya Transformatif.
Jakarta: Komisi Kateketik KWI, 2001.

76

Anda mungkin juga menyukai