Anda di halaman 1dari 4

UPAYA PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN

DERMATITIS PAEDERUS
Faradiba Janiyustika
Prodi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
faradibajaniyustika@gmail.com

Abstract. Paederus dermatitis is one of an irritant dermatitis caused by paederin, a toxin


produced by the rove beetle (Paederus sp.), while the clinical features and symptoms appear 8
to 24 hours or more after contact. New sufferers need to poach tomorrow, at first, it seems
erythema and pain agrees it has become vesicles or even necrosis. In this article, the method
which used is study literature, taken from the related journal. The treatment of Paederus
dermatitis is not much different from other types of acute irritant dermatitis and the treatment
is influenced by the severity of the irritation caused. The first treatment is done by rinsing the
lesion with water or compressed with topical use of steroids and antibiotics. Some things that
can be done to prevent paederus dermatitis include reducing the surrounding insect
population, avoiding insect contact with skin and human objects, minimizing the release of
toxins from insects after descending on the skin, and preventing or reducing lesions after
contact.

Keywords: Rove Beetle, contact dermatitis, irritant dermatitis, Paederus dermatitis

1. PENDAHULUAN

Dermatitis merupakan bentuk peradangan pada kulit bagian epidermis dan dermis sebagai
respon pengaruh paparan faktor eksogen dan atau endogen, hal ini menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.
Dalam pengklasifikasiannya, dermatitis dibagi menjadi dermatitis kontak alergi (DKA) dan dermatitis
kontak iritan (DKI) (Fahri et al, 2019). DKI diklasifikasikan lagi menjadi DKI akut dan lambat.

Dermatitis venenata merupakan bagian dari dermatitis kontak iritan tipe akut lambat yang
biasanya disebabkan oleh gigitan, liur, atau bulu serangga yang terbang pada malam hari, dimana
gambaran klinis dan gejalanya baru muncul 8 sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Penderita baru
merasa pedih esok harinya,pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau
bahkan nekrosis. Penyebab paling sering dermatitis venenata berasal dari genus Paederus sehingga
jenis dermatitis ini lebih sering disebut Dermatitis Paederus

Dermatitis paederus, sesuai namanya, jenis dermatitis ini diakibatkan oleh serangga semai yang
mempunyai nama latin Paederus littoralis. Berbeda dengan serangga kebanyakan yang membutuhkan
gigitan untuk membuat “mangsa” terluka, dermatitis paederus ini hanya disebabkan oleh racun
serangga tersebut yang dapat keluar tanpa gigitan terlebih dahulu. Cairan racun tersebut disebut
Paederin.

Paederus littoralis adalah kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang termasuk
dalam keluarga besar kumbang (Staphylinidae). Serangga ini memiliki dua warna di tubuhnya
(kuning-hitam), berbentuk seperti semut yang berukuran kecil (1 mm x 0,5 mm pada penampang)
dengan memiliki tiga bagian di tubuhnya yang terdiri dari caput, thorax dan abdomen Serangga ini
mengeluarkan racun paederin sebagai alat perlindungan diri dari serangan predator.

Paederus littoralis atau yang disebut dengan tomcat sering dijumpai di negara tropik dan sub
tropik, terlebih saat musim hujan. Indonesia merupakan negara tropis beriklim basah sehingga
menjadi habitat yang baik bagi serangga ini dan beberapa waktu lalu sempat menjadi perbincangan
yang hangat akibat wabah dari serangga ini sehingga menimbulnya korban baik anak-anak, maupun
orang dewasa. Paederus littoralis dewasa berpindah dari habitatnya dengan berjalan di permukaan
tanah atau tanaman. Pada malam hari ia tertarik pada lampu pijar dan neon, dan tidak sengaja
bersentuhan dengan lingkungan hidup manusia, baik kulit langsung, maupun benda-benda. Serangga
ini tidak menggigit atau menyengat, tapi secara tidak disengaja tersapu atau tergaruk tangan sehingga
bagian tubuhnya hancur di atas kulit. Akibatnya, hemolimfe, yang berisi pederin (C 25H45O9N), zat
kimia iritan kuat, yang akan menimbulkan reaksi gatal-gatal, rasa terbakar, dan eritema (Depkes,
2012). Paederin diproduksi oleh organisme gram negatif simbiotik, termasuk spesies Pseudomonas
yang terkait erat dengan Pseudomonas aeruginosa. (Pierce et al., 2018)

Setelah terkena cairan paederin, kulit tidak langsung meradang, biasanya keluhan muncul
berupa rasa lepuh pada kulit setelah 1 hari terkena paparan racun tersebut. Pada awalnya berupa
plentingan kecil yang menyebar melalui kontak dengan luka sehingga bagian kulit lain terkena racun,
termasuk penyebaran melalui pakaian yang terkena racun paederin. Dari plentingan tersebut, muncul
lesi yang semakin lebar dengan bentuk tak beraturan dan terasa lepuh tapi tidak pada daerah
dermatom pada tubuh. Kulit di sekitar lesi tampak merah. Selama lesi muncul penderita tidak
mengalami demam maupun lemah. Pemeriksaan fisik penderita di dapat dengan keadaan umum baik,
sadar, tidak ada tanpa tanda anemia, maupun gangguan pernafasan. Tekanan darah, nadi dan
pernafasan dalam batas normal dan suhu tubuh 36,5° C. Jantung dan paru-paru dalam keadaan normal
dan abdomen tidak menunjukkan kelainan. Pada daerah luka, ditemukan vesikel dan bula berisi cairan
serous, polimorf, dan kulit sekitar bula tampak merah. Terkadang, jenis dermatitis ini disamakan
dengan herpes zoster sebagai diagnosis banding. Namun yang membedakan pada dermatitis paederus,
penderita memiliki kadar hemoglobin, sel darah putih dan platelet dalam batas normal (Novianto,
2010). Lepuh akan pecah dan mengering atau dapat bernanah, dalam waktu kurang lebih 2 minggu
baru akan pulih kembali

Berbeda dengan jenis dermatitis venenata lainnya, jenis dermatitis ini memiliki periode terapi
yang lebih Panjang, yakni 8-21 hari, dan racunnya 12 kali lebih parah daripada bisa ular sekaligus
mempunyai sifat yang mengganggu saat beraktivitas. Oleh karena itu, perlu penatalaksanaan yang
bijak dari penderita dermatitis paederus untuk mempersingkat waktu terapi dan mencegah timbulnya
keadaan yang lebih parah lagi.

2. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode kualitatif, yaitu metode penelitian
yang dilandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah. Pada metode ini, peneliti sebagai instrument kunci, pengambilan sumber data dilakukan
secara purposive dan snowball, teknik penggabungan dengan trianggulasi (gabungan), dan analisis
data bersifat induktif/kualitatif (Sugiyono,2015). Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi. Pengambilan data dilakukan dengan cara menggali informasi dari berbagai
literatur, seperti artikel jurnal yang membahas topik mengenai dermatitis paederus dan tatalaksananya.
Untuk mempermudah pencarian pustaka, penulis menggunakan kata kunci berupa dermatitis
paederus, pencegahan dermatitis paederus, dan pengobatan dermatitis paederus.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penatalaksanaan dermatitis paederus tidak jauh berbeda dengan jenis dermatitis iritan akut
lainnya. Pengobatan tersebut dipengaruhi oleh tingkat keparahan iritasi yang ditimbulkan. Langkah
pertama yang dilakukan setelah terpapar cairan paederin yaitu menghilangkan racun tersebut
secepatnya. Proses pembersihan racun data dilakukan dengan mencuci bagian yang terkena racun
dengan air mengalir beserta sabun. Hal yang perlu diperhatikan dari proses ini yaitu, jangan sampai
racun tersebut menyebar ke bagian tubuh atau lingkungan eksternal lain, seperti tempat tidur, pakaian,
dan handuk. Apabila racun tersebut mengenai benda-benda tersebut hendaknya di cuci bersih karena
apabila mengenai kulit kembali, akan mempengaruhi proses pengobatan. Kemudian berikan Tingtur
Iodin topikal untuk menetralkan paederin.
Namun, biasanya penderita datang ke rumah sakit atau klinik dengan kondisi telah muncul
lesi pada bagian kulit tertentu. Setelah munculnya lesi, steroid topikal dengan atau tanpa antibiotik
terbukti efektif mengurangi lesi. Mereka merekomendasikan rejimen, yaitu komposisi obat yang
terdiri dari antihistamin oral, steroid topikal, dan ciprofloxacin oral. Studi ini menunjukkan
penyembuhan dini dan tingkat komplikasi yang rendah (Karthikeyan & Kumar, 2017). Steroid topikal
diberikan sampai lesi kulit berkerut atau menunjukkan tanda-tanda penyembuhan; ini biasanya
memakan waktu 7-10 hari. Terapi steroid sistemik dicadangkan untuk kasus parah yang jarang.
Antihistamin bermanfaat untuk meredakan pruritus. Gabapentin atau pregabalin memberi kelegaan
total pada disestesia kronis (gejala gangguan neurologis yang menghasilkan rasa sakit atau gatal).
Jangan digaruk atau jika perlu ditaburi bedak agar tidak terjadi infeksi sekunder (Depkes, 2012).

Ebrahimzadeh et al. mempelajari efek aplikasi topikal dari ekstrak Sambucus ebulus (tanaman
yang biasa disebut danewort) dan menemukan waktu penyembuhan yang secara signifikan lebih cepat
dengan efek maksimum karena tindakan anti-inflamasinya. Penulis mengaitkan efek ini dengan fenol
dan flavonoid dalam ekstrak tanaman.

Seiring proses pengobatan kimia, dapat pula diselingi pengkompresan dengan cairan
antiseptik dingin seperti kalium permanganate, kemudian menggunakan metode “modern dressing”,
yaitu penutupan luka dengan balutan kassa lembab. Hal ini dinilai lebih efektif dibandingkan luka
dibiarkan terbuka karena tercegah dari kontaminasi sehingga tidak menjadi kronis.

Apabila bagian kornea juga ikut terkena paparan paederin dan mengalami keratitis, perlu
diberikan serum antologous secara topikal yang bertujuan untuk pembentukan epitel kembali (Huang
et al., 2009). Apabila keadaan semakin parah maka perlu konsultasi dengan dokter.

Selain upaya rehabilitatif, upaya preventif kontak dengan Paederus littoralis ini merupakan
metode utama untuk menghindari Dermatitis Paederus. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai jenis
serangga ini sangat penting sehingga tercegah dari infeksi racun paederin. Apabila Paederus sp. telah
hinggap pada kulit, maka harus diterbangkan atau dihentakkan, atau dihilangkan dengan lembut
dengan kertas atau benda lain dengan hati-hati agar tidak menghancurkannya. Prinsipnya, tidak
membuat paederin keluar.

Selain itu, perlu untuk mengurangi populasi serangga tersebut dengan menggunakan
insektisida rumah tangga atau bila populasi menyebar ke wilayah yang luas maka dapat dilakukan
penyemprotan insektisida. Lingkungan yang menjadi tempat perkembangbiakan pradewasa serangga
seperti timbunan sampah, vegetasi yang busuk, dan sejenisnya di bakar, dibersihkan, dan disingkirkan
dari sekitar permukiman.

Kemudian, meminimalisasi kontak dengan tubuh dan lingkungan hidup manusia. Untuk
membantu mengurangi masuknya serangga ke dalam bangunan, celah pintu dan skrining jendela
harus tetap dalam keadaan baik dan lebih kecil dibandingkan ukuran Paederus sp. Karena kumbang
tertarik pada cahaya, lampu harus dimatikan ketika orang tidur, penggunaan kelambu atau obat
permethrin berguna untuk mencegah jatuhnya serangga saat tidur (Karthikeyan & Kumar, 2017). Prof.
Tjandra menjelaskan sebelum tidur, lakukan inspeksi lingkungan sekitar tempat tidur, termasuk
dinding dan langit-langit. (Depkes, 2012)

4. SIMPULAN
Dermatitis Paederus merupakan jenis dermatitis yang perlu penanganan ekstra karena proses
pemaparan racun paederin (C25H45O9N) yang hanya bersifat sentuhan, dan waktu terapisnya yang
cukup lama. Jika terpapar racun tersebut, 8-24 jam kemudian muncul rasa gatal dan lepuh.
Pengobatan pertama dilakukan dengan membilas lesi dengan air ataupun dikompres dengan diiringi
pemakaian topikal steroid dan antibiotik menunjukkan hasil yang memuaskan. Beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk mencegah dermatitis paederus diantaranya, mengurangi populasi serangga di
sekitarnya, menghindari kontak serangga dengan kulit dan benda manusia,meminimalkan pelepasan
toksin dari serangga setelah turun di kulit, dan pencegahan atau pengurangan lesi setelah kontak.
5. SARAN
Masyarakat perlu berhati-hati dengan serangga jenis kumbang ini (Paederus littoralis) karena
dapat menyerang dengan melepaskan racun paederinnya khususnya di malam hari, namu tidak
menutup kemungkinan akan menyerang di siang hari. Akibat yang ditimbulkan dari paparan racun
tersebut cukup mengganggu aktivitas dan membutuhkan penanganan ekstra. Oleh karena itu, perlu
untuk mencegah timbulnya dermatitis paederus ini. Apabila kondisi semakin parah harap segera
konsultasi kepada dokter.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Nazir. 2014. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia

Jurnal
Buhaaimidi, A., & Mohammed, B. (2018). Paederus Dermatitis. Archives of Dermatology, 94(2),
175–185. https://doi.org/10.1001/archderm.1966.01600260067008
Ebrahimzadeh MA, Rafati MR, Damchi M, Golpur M, Fathiazad F. Treatment of Paederus dermatitis
with Sambucus ebulus lotion. Iran J Pharm Res 2014;13:1065-71
Fahri, M., Hidayat, N., & Ismail, S. (2019). Dermatitis Venenata. 1(1), 23–27. Retrieved from
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/jmp/article/download/12042/9220
Hadi, U.K. (2012). Fenomena Tomcat atau Dermatitis Paederus. Parasitologi dan Entomologi
Kesehatan IPB. http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Fenomena-Dermatitis-Paederus-
tomcat.1.pdf
Huang C, Liu Y, Yang J, Tian J, Yang L, Zhang J, et al. (2009). An outbreak of 268 cases of Paederus
dermatitis in a toy-building factory in central China. Int J Dermatol 48:128-31
Karthikeyan K, Kumar A. (2017). Paederus dermatitis. Indian J Dermatol Venereol Leprol 83:424-31
Kementerian Kesehatan RI (2012) Racun Serangga Tomcat Sebabkan Dermatitis Contact Irritant.
Departemen Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (online). www.depkes.go.id. Diakses pada 18
Juni 2019
Novianto, A, & Agusni, I. (2010). Dermatitis Paederus. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin FK UNAIR. 22(1), 81-83.
Pierce, J. W., Rittman, B., & Raybould, J. E. (2018). Case report: Paederus dermatitis in the returning
traveler. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 98(5), 1523–1525.
https://doi.org/10.4269/ajtmh.17-0976
Zhu, Y., & Fan, Y. M. (2019). Paederus beetle dermatitis. BMJ (Online), 364(January), 5369.
https://doi.org/10.1136/bmj.k5369

Anda mungkin juga menyukai