Anda di halaman 1dari 3

FENOMENA HIJRAH, CADAR DAN JILBAB SYAR’I APAKAH BENAR-BENAR

KARENA IMAN ATAU MENGIKUTI TREND

Nama : Arju Ridallah

Nim : 180602060

Kls : VB

Kata hijrah berasal dari Bahasa Arab, yang berarti meninggalkan, menjauhkan dari
dan berpindah tempat. Dalam konteks sejarah hijrah, hijrah adalah kegiatan perpindahan yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw bersama para sahabat beliau dari Mekah ke Madinah,
dengan tujuan mempertahankan dan menegakkan risalah Allah, berupa akidah dan syari’at
Islam.
Dengan merujuk kepada hijrah yang dilakukan Rasulullah Saw tersebut sebagaian
ulama ada yang mengartikan bahwa hijrah adalah keluar dari “darul kufur” menuju “darul
Islam“ Kelua rdari kekufuran menuju keimanan.
Umat Islam wajib melakukan hijrah apabila diri an keluarganya terancam dalam
mempertahankan akidah dan syari’ah Islam.

Perintah berhijrah terdapat dalam beberpa ayat Al-Qur’an, antara lain: Qs. Al-Baqarah
2:218).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berhijrah di jalan
Allah, mereka itu mengharpakn rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”

“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-
orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang
mujairin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh
ampunan dan rezki (ni;mat) yang mulia. (Qs. Al-An’fal, 8:74)

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda
dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang
mendapat kemenangan (Qs. At-Taubah, 9:20)

Islam mewajibkan seorang wanita untuk dijaga dan dipelihara dengan sesuatu yang
tidak sama dengan kaum laki-laki. Wanita dikhususkan dengan perintah untuk berhijab
(menutup diri dari laki-laki yang bukan mahram). Baik dengan mengenakan jilbab, maupun
dengan betah tinggal di rumah dan tidak keluar rumah kecuali jika ada keperluan, berbeda
dengan batasan hijab yang diwajibkan bagi laki-laki.

Allah ta‘ala telah menciptakan wanita tidak sama dengan laki-laki. Baik dalam
postur tubuh, susunan anggota badan, maupun kondisi kejiwaannya. Dengan hikmah Allah
Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal, kedua jenis ini telah memunculkan
perbedaan dalam sebagian hukum-hukum syar‘i, tugas, serta kewajiban yang sesuai dengan
penciptaan dan kodrat masing-masing sehingga terwujudlah kemaslahatan hamba,
kemakmuran alam, dan keteraturan hidup.

Wanita telah digariskan menjadi lentera rumah tangga sekaligus pendidik generasi
mendatang. Oleh karena itu, ia harus menjaga kesuciannya, memiliki rasa malu yang tinggi,
mulia, dan bertaqwa. Telah dimaklumi bahwa seorang wanita yang berhijab sesuai dengan
apa yang dimaksudkan Allah dan Rasul-Nya, maka tidak akan diganggu orang yang dalam
hatinya terdapat keinginan untuk berbuat tidak senonoh, serta akan terhindar dari mata-
matakhianat.
Cadar adalah kain penutup muka bagi perempuan atau sering dikenal dengan nama
burqa. Dalam membahas persoalan cadar para ulama berselisih pendapat. Dalam risalah
“anniqab adatun wa laisa ‘ibadatun” penerbit Jumhuriyyah Misr al ‘arabiyah, bahwa niqab
bukan sesuatu yang wajib. Dilihat dari sisi aurat wanita merdeka yaitu semua badan kecuali
wajah dan kedua telapak tangan, maka boleh membukanya bagi perempuan.

“Niqab/cadar adalah sesuatu yang menutupi wajah, maka menurut pendapat shahih niqab
bukan suatu kewajiban. Sesungguhnya aurat wanita muslimah merdeka itu semua badan
kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Maka dengan ini, boleh bagi wanita untuk
membuka keduanya, pendapat tersebut menurut mayoritas ulama madzhab Hanifiyah,
Malikiyyah, Syafi’iyah, dan para ulama lainnya, seperti Imam Mardawi dari golongan
madzhab Imam Ahmad, Imam Auza’i, dan Abi Tsaur dari golongan mujtahid salaf. Akan
tetapi, dalam nash madzhab Malikiyyah baauathwa bercadarnya perempuan itu makruh,
apabila tidak berlakunya adat/kebiasaan di wilayahnya. Dan mereka menuturkan termasuk
perbuatan berlebih-lebihan (ghuluw) dalam agama.”

Anda mungkin juga menyukai