Isolasi Senyawa Flavonoid
Isolasi Senyawa Flavonoid
OLEH :
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
Diluluskan di
Medan, Mei 2010
Komisi pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Diketahui/Disetujui oleh
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya
Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas kasih dan
anugerah-Nya, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang telah
ditetapkan.
ABSTRAK
Isolasi senyawa flavonoid yang terkandung di dalam Kulit Buah Tumbuhan Jengkol-
(Pithecollobium lobatum Benth.) telah dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi
dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan
dan diekstraksi partisi dengan n-heksan. Fraksi metanol yang diperoleh dilarutkan
dengan aseton secara berulang-ulang. Larutan aseton dipekatkan dan dikromatografi
kolom menggunakan fasa gerak CHCl3 : MeOH (80 : 20)v/v dan fasa diam Silika gel
40 (70-230 mesh ASTM). Senyawa yang telah dimurnikan diperoleh dalam bentuk
gum berwarna cokelat 185 mg. Senyawa ini diidentifikasi dengan menggunakan
spektroskopi Ultraungu-Tampak (UV-Vis). Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) dan
Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton(1H-NMR). Dari data hasil spektrum
tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah senyawa flavonoid.
ABSTRACT
Flavonoid compound was isolated from the skin of fruit Jengkol crop (Pithecollobium
lobatum Benth.) by using maceration technique with solvent of methanol. Methanol
extract that gained from the maceration was concentrated and partition extracted with
n-hexane. Methanol fraction was dissolved with acetone repeteadly. Acetone solution
was concentrated and put into column chromatography, elucidated with mobile phase
CHCl3 : MeOH (80 : 20)v/v and stationary phase is Silica gel 40 (70-230 mesh)
ASTM. The Compound was purified like gum form and gained about 185 mg . The
Compound was analised by using Spectroscopy Ultraviolet-Visible (UV-Vis), Infra
Red (FT-IR), and Nuclear Magnetic Resonance Proton (1H-NMR). Data from the
spectrum showed that the compound could be considered one of the flavonoid
compound.
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vi
Daftar Lampiran vii
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Tujuan Penelitian 2
1.4. Manfaat Penelitian 2
1.5. Lokasi Penelitian 3
1.6. Metodologi Penelitian 3
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Isolasi senyawa flavonoid yang terkandung di dalam Kulit Buah Tumbuhan Jengkol-
(Pithecollobium lobatum Benth.) telah dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi
dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan
dan diekstraksi partisi dengan n-heksan. Fraksi metanol yang diperoleh dilarutkan
dengan aseton secara berulang-ulang. Larutan aseton dipekatkan dan dikromatografi
kolom menggunakan fasa gerak CHCl3 : MeOH (80 : 20)v/v dan fasa diam Silika gel
40 (70-230 mesh ASTM). Senyawa yang telah dimurnikan diperoleh dalam bentuk
gum berwarna cokelat 185 mg. Senyawa ini diidentifikasi dengan menggunakan
spektroskopi Ultraungu-Tampak (UV-Vis). Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) dan
Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton(1H-NMR). Dari data hasil spektrum
tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah senyawa flavonoid.
ABSTRACT
Flavonoid compound was isolated from the skin of fruit Jengkol crop (Pithecollobium
lobatum Benth.) by using maceration technique with solvent of methanol. Methanol
extract that gained from the maceration was concentrated and partition extracted with
n-hexane. Methanol fraction was dissolved with acetone repeteadly. Acetone solution
was concentrated and put into column chromatography, elucidated with mobile phase
CHCl3 : MeOH (80 : 20)v/v and stationary phase is Silica gel 40 (70-230 mesh)
ASTM. The Compound was purified like gum form and gained about 185 mg . The
Compound was analised by using Spectroscopy Ultraviolet-Visible (UV-Vis), Infra
Red (FT-IR), and Nuclear Magnetic Resonance Proton (1H-NMR). Data from the
spectrum showed that the compound could be considered one of the flavonoid
compound.
PENDAHULUAN
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa tumbuh-tumbuhan termasuk salah satu
sumber , yang terdapat di alam. Kimia bahan alam selalau menarik perhatian para ahli
kimia dan ahli biologi. Struktur dari alkaloida, flavonoida, terpena, poliketida, pigmen
dari tumbuhan sangatlah bervariasi. Ahli kimia organic berpendapat bahwa metabolit
sekunder adalah bahan alam yang penting.
Salah satu tumbuhan yang digunkan sebagai tumbuhan obat adalah tumbuhan
Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.) Bagian yang digunakan adalah kulit buah
dari tumbuhan Jengkol yang digunakan sebagai obat untuk mencegah diabetes dan
bersifat diuretik serta baik untuk kesehatan ( id.wikipedia.org/wiki/Jering). Selain
digunakan sebagai obat diabetes atau anti gula darah ternyata kulit jengkol dapat juga
dimanfaatkan sebagai (salep) obat
borok.(http://jepretanhape.wordpress.com/2009/07/05/foto-buah-jengkol-muda) dan
Tumbuhan ini sudah pernah diteliti pada bagian kulitnya sebelumnya dimana
mengandung beberapa senyawa kimia metabolit sekunder antara lain flavonoida,
saponin, tannin, kalsium, steroid, glikosida, fosfor,(Puspita,H. 1988). Dalam hal ini
kami melakukan penelitian untuk mengetahui jenis flavonoida yang terkandung di
dalamnya karena belum pernah kami jumpai jurnal yang membahas penelitian ini.
Menurut perkiraan, kira-kira 2 % dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh
tumbuhan diubah ,menjadi flavonoida. Jadi flavonoida merupakan salah satu golongan
fenol alam terbesar. Sebenarnya flavonoida terdapat pada semua tumbuhan hijau
sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap ekstrak tumbuhan. (Markham, 1988).
Dari hasil fitokimia yang dilakukan terhadap kulit buah tumbuhan Jengkol
dengan menggunkan pereaksi-pereaksi flavonoida memeberikan hasil yang positif
terhadap flavonoida. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengisolasi senyawa kimia
bahan alam hayati dari golongan flavonoida yang terkandung di dalam kulit buah
tumbuhan.
1.2. Permasalahan
Jenis flavonoida apa yang terkandung dalam kulit buah tumbuhan Jengkol
(Pithecollobium lobatum Benth.)
Hasil dari peneltian ini diharapkan dapat memberikan sumber informasi ilmiah pada
bidang kimia bahan alam hayati dan farmasi dalam pengembangan ilmu kimia
flavonoida di dalam kulit buah tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.) .
Dalam penelitian ini, isolasi senyawa flavonoida menggunakan kulit buah tumbuhan
Jengkol, berupa serbuk halus kering sebanyak 1900 gram. Tahap awal dilakukan uji
skrining fitokimia dengan menggunakan pereaksi-pereaksi untuk senyawa flavonoida
yaitu dengan pereaksi FeCl3 1 %(aq), NaOH 10 %(aq), MgHCl(aq), H2SO4(p).
Tumbuhan Jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering adalah termasuk dalam
Famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan kulit buah jengkol atau Jering dengan
nama latinnya yaitu (Pithecellobium lobatum Benth.) dengan sinonimya yaitu A.
Jiringa, Pithecollobioum jiringa dan Archindendron pauciflorum adalah tumbuhan
khas di wilayah Asia Tenggara. Jengkol merupakan salah satu tumbuhan dengan
ukuran pohon yang tinggi yaitu ± 20 m , tegak bulat berkayu, licin, percabangan
simpodial, cokelat kotor. Bentuk majemuk, lonjong, berhadapan , panjang 10 - 20 cm,
lebar 5 - 15 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip,
tangkai panjang 0,5 – 1 cm, warna hijau tua. Struktur majemuk, berbentuk seperti
tandan, diujung dan ketiak daun, tangkai bulat, panjang ± 3 cm , berwarna ungu
kulitnya, bentuk buah menyerupai kelopak mangkok, benang sari kuning, putik
silindris, kuning mahkota lonjong, putih kekuningan. Bulat pipih berwarna cokleat
kehitaman, berkeping dua dan berakar tunggang. Pohon Jengkol sangat bermanfaat
dalam konservasi air disuatu tempat hal ini dikarenakan ukuran pohonnya yang sangat
tinggi.
Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan obat adalah kulit buah
tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.). Bagian dari Jengkol yang
digunakan adalah kulit buahnya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat diabetes (gula
darah).(id.wikipedia.org/wiki/Jering) dan dapat digunakan sebagai herbisida alami
untuk menekan pertumbuhan gulma yang mengganggu pertanian.
(http://bdpunib.org/bdp/abstrak/2005/budinur.html)
2.2.1. Pendahuluan
Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan,
yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua
penyulih (pengganti) hidroksil. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air
karena umumnya mereka sering kali berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan
biasanya terdapat vakuola sel (membran sel).
Semua varian falvonoida saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama,
yang memasukkan substrat dari alur ‘sikimat’ dan alur ‘asetat-malonat’ (Hahlbrock &
Grisebach, 1975; Wong, 1976), flavonoida pertama dihasilkan segera setelah kedua
alur itu bertemu. Sekarang, flavonoid yang dianggap pertama kali terbentuk pada
biosintesis ialah khalkon (Hahlbrock, 1980), dan semua bentuk lain diturunkan
darinya melalui berbagai alur. Modifikasi flavonoida pengurangan) hidroksilasi;
metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoida; isoprenilasi gugus hidroksil atau inti
flavonoida; metilenasi gugus orto- dihidroksil; dimerisasi (pembentukan
biflavonoida); pembentukan bisulfate; dan
3'
2'
4'
B
8 (8a) 1
9 O 2 1' 5'
7
A C 6'
6 3
10
5 (4a) 4
Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti
fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat
digambarkan sebagai berikut :
HO O
HO O
A
A
C3 C6 (B)
OH C3 C6 (B)
C3 A
HO C6 (B)
OH H3CO C3 C6 (B)
OCH3
Pada flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan
dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzene dengan suatu ikatan
karbon-karbon yang tahan asam. Gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan
pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoida, misalnya pada orientin. (Markham,
1988).
Flavonoid memiliki dua cincin benzene yang dipisahkan oleh sebuah unit
propane dan diturunkan dari senyawa flavone. Secara umum merupakan golongan
senyawa yang mudah larut dalam air. Kebanyakan senyawa terkonjugasi yang pada
umumnya berwarna cerah. Secara umum dapat dijumpai pada tumbuhan sebagai
glikosidanya yang meiliki struktur yang rumit. Perbedaan kelas antara golongan
senyawa flavonoida ini adalah adanya tambahan oksigen yang terikat pada cincin
heterosiklik dan gugus hidroksil. Senyawa yang termasuk dalam golongan tersebut
adalah katekin, leukoantosianidin, flavanone, flavanonol, flavone, antosianidin,
flavonol, khalkone, aurone, dan isoflavone. Struktur antara katekin dan
leukoantoasianidin memiliki struktur yang mirip dan jarang dijumpai bentuk
glikosidanya. Dan akan mengalami polimerisasi membentuk tanin yang terkandung
pada daun teh.
1. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai
antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan
merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana
basa dioksidasi oleh udara tetapi begitu cepat sehingga penggunaan basa pada
pengerjaannya masih dapat dilakukan.
H
O
OH
H
O
Struktur Flavonol
3'
2' 4'
1
1'
8 9 O 2 5'
7
6'
6 4 3
10
5
O
Struktur Flavon
3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai
fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai
pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya
tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein)
memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi ammonia, tetapi
kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan ammonia
berubah menjadi cokelat.
Struktur Isoflavon
4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.
Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah
jeruk; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat
dalam buah anggur dan jeruk.
Struktur Flavanon
5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika
dibandingkan dengan flavonoid lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena
konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.
OH
Struktur Flavanonol
OH
HO O
OH
HO
Struktur Katekin
7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tidak berwarna, terutama terdapat pada
tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat glikosida, contohnya melaksidin,
apiferol.
OH
HO OH
Struktur Leukoantosianidin
8. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab
hampir semua warna merah jambu, merah marak, ungu,. dan biru dalam daun, bunga,
dan buah pada tumbuhan tingkat tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan
turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari
OH
Struktur Antosianin
9. Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna cokelat kuat dengan sinar UV
bila dikromatografi kertas. Aglikon flvon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena
hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas
dalam pengembang air. (Harborne, 1996).
Struktur Khalkon
10. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.
Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi
kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah
menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995)
HC
Struktur Auron
Golongan
Penyebaran Ciri Khas
Flavonoida
Antosianin Pigmen bunga merah marak, dan Larut dalam air, λ maks 5 1 5-545
biru juga dalam daun dan jaringan nm, bergerak dengan BAA pada
lain. kertas.
Isolasi konstituen flavonoida dari tumbuhan akar serabut Glyccyrrhiza glabra pada
isolasi ini yang diisolasi adalah senyawa licoagrodin dan turunannya. Pada dasarnya
ekstrak methanol akar serabut tumbuhan G. glabra yang dipartisi antara air dan etil
asetat.Ekstrak etil asetat diteruskan untuk dipisahkan dengan menggunkan
kromatografi kolom dengan menggunakan silika gel dan selanjutkan dimurnikan
dengan menggunakan Fase-Normal HPLC untuk menghasilkan 5 jenis flavonoida
baru, licoagrodin, licoagrokalkone B, licoagrokalkone C, licoagrokalkone D ,
licoagroaurone dan 4 flavonoid yang dikenal lainnya ialah licoakalkone C. Lapisan
air dilanjutkan untuk dianalisa dengan kromatografi kolom Daion HP-20, yang dielusi
dengan menggunakan methanol. Eluate methanol dievaporasi vakum untuk
menghasilkan sebuah fraksi glikosida. Fraksi tersebut akan dianalisa dengan
kromatografi kolom ODS. (Yoshikawa,T.2000).
Aglikon Flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa
fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat,
bila dibiarkan dalam larutan basa, dan di samping itu terdapat oksigen, banyak yang
terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih(terganti), atau
suatu gula, flavonoida merupakan senyawa polar, dan seperti kata pepatah lama
mengatakan ‘suatu golongan akan melarutkan golongannya sendiri’ maka
umumnya flavonoida larut cukupan dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH),
methanol(MeOH), butanol(BuOH), aseton, dimetilsulfoksida(DMSO),
dimetilformamida(DMF), air, dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida
(bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah
larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut diatas dengan air merupakan
pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti
isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih
mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform.
2.4. Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan
dipisahkan terdistribusikan antara 2 fase, satu dari fase-fase ini membentuk lapisan
stasioner dengan luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang
merembes lewat.
Fase stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fase yang
bergerak mungkin suatu cairan atau suatu fase gas. Cara-cara kromatografi dapat
digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase diam, yang dapat berupa zat padat atau
zat cair. Jika fase diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan, jika berupa zat
cair atau gas maka ada empat macam system kromatografi yaitu :
1. Fase gerak cair-fase diam padat (kromatografi serapan)
a. Kromatografi Lapis Tipis
b. Kromatografi Penukar Ion
2. Fase gerak gas-fase diam padat, yakni kromatografi gas padat
3. Fase gerak cair-fase diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi
kertas
4. Fase gerak gas-fase diam zat cair, yakni :
a. Kromatografi Gas-Cair
b. Kromatografi Kolom Kapiler
Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl dengan
menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis.
KLT merupakan kromatografi serapan, tetapi dapat juga merupakan kromatografi
partisi karena bahan penyerap telah dilapisi air dari udara. Sistem ini segera popular
karena memberikan banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit,
murah, sederhana, waktu, analisis cepat dan daya pisah cukup baik. (Sudjadi, 1986)
Dalam pembuatan lapisan tipis digunkan plat-plat kaca yang memiliki ukuran 20 x 5
cm atau 20 x 20 cm, dan ukuran ini dianggap “standart”. Plat ini dicuci terlebih dahulu
dengan air dan detergen kemudian dikeringkan dengan aseton. Selanjutnya membuat
penyerap menjadi bubur dengan air, biasanya dalam perbandingan x gram penyerap
dan 2x ml air. Bubur diaduk dengan baik dan dibentangkan di atas plat kaca dengan
berbagai cara. Tebal “standart” adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal
(0,5 – 2,0 mm) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan
menggunakan penyerap hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah
satu keukaran dengan lapisan tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila
kering.(Sastrohamidjojo, 1985)
b. Silika gel H
Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika gel H tidak
menngandung perekat kalsium sulfat. Silika gel H dipakai untuk pemisahan yang
bersifat spesifik, terutama lipida netral.
c. Silika gel PF
Jenis silika gel ini diketemukan belakangan, yang dibuat sedemikian rupa
sehingga senyawa-senyawa organik terikat pada plat ini dapat mengadakan
fluoresensi. Oleh karena itu visualisasinya dapat dikerjakan dengan menempatkan plat
yang telah dikembangkan di dalam ruangan gelap atau dengan sinar ultra violet yang
bergelombang pendek.
2. Alumina
Penggunaan alumina dalam TLC, yang semula diperkenalkan oleh peneliti dari
Cekoslowakia, tidak sesering silika gel. Sebenarnya alumina netral mempunyai
kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam senyawa, seperti terpena, alkaloid,
steroid, dan senyawa-senyawa alisklik, alifatik, serta aromatik. Sebagai zat perekat
alumina tidak mengandung zat perekat, memepunyai sifat alkalis dan dapat
digunakan baik tanpa maupun dengan aktivasi.
Nilai utama KLT pada penelitian flavonoid ialah sebagai cara analisis cepat
yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham, KLT memiliki peranan
penting dalam metoda pemisahan dan isolasi yaitu :
a. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom
b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
c. Menyigi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi
d. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi
e. Isolasi flavonoida murni skala kecil.
Kromatografi kolom atau tabung merupakan salah satu jenis pemisahan dengan
menggunakan prinsip aliran zat cair (pelarut) yang dipengaruhi oleh gaya tarik bumi
(gravitasi bumi) atau dikenal dengan sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari
kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur
aliran pelarut.(Gritter, 1991) . Pada isolasi flavonoida sebaiknya digunakan kolom
skala besar karena hal ini dapat meningkatkan proses pemisahan yang baik. Pada
dasarnya cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida (berupa larutan) di atas
kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti selulose, silika, atau poliamida),
dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok.
Kolom yang digunakan umumnya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan keran
pada salah satu ujung, dan ukurannya sedemikian rupa sehingga nisbah garis tengah
terhadap panjang kolom dalam rentang 1:10 sampai 1:30. Kemasan kolom harus
dipilih dari jenis yang dipasarkan khusus untuk kromatografi kolom karena ukuran
partikel penting. Jika ukuran partikel terlalu kecil, laju aliran pengelusi mungkin
terlalu lambat, sedangkan bila terlalu besar, mungkin pemisahan komponen secara
Kemasan kolom yang tersedia sangatlah banyak dan senarai di bawah memberikan
pedoman mengenai pemakaian dan cirri sejumlah jenis kemasan yang berguna.
Selulosa
Pemakaian selulosa serupa dengan kertas, yaitu ideal untuk memisahkan
glikosida yang satu dengan yang lain, atau memisahkan glikosida dari aglikon,
serta untuk memisahkan aglikon yang kurang polar. Kapasitasnya rendah.
Silika
Bahan ini paling berguna untuk memisahkan aglikon yang kurang polar,
misalnya isoflavon, flavanon, metal flavon, dan flavanol. Kapasitas
pertengahan.
Penyerap
Dalam KLTP digunakan ketebalan adsorbent yang paling sering dipakai yaitu
0,5-2 mm. ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm.
Peneyerap yang paling umum ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan
campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil.
Penotolan Cuplikan
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik
dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Lazimnya identifikasi
menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila
dibandingkan pada kertas.
Harga Rf =
Faktor-faktor yang memepengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang
juga mempengaruhi harga Rf :
2.4.5. Ekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan pada bahan tumbuhan yang akan diisolasi. Umumnya kita
perlu ‘membunuh’ jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau
hidrolisis. Mencelupkan jaringan daun segar atau bunga, bila perlu dipotong-potong,.
Kedalam etanol mendidih adalah salah satu cara yang baik untuk mencapai tujuan.
Selanjutnya, bahan dapat dimaserasi dalam suatu pelumat, lalu disaring. Bila
mengisolasi senyawa dari jaringan hijau, keberhasilan ekstraksi dengan alkohol
berkaitan langsung dengan seberapa jauh klorofil tertarik oleh pelarut itu. Bila ampas
jaringan, pada ekstraksi ulang, sama sekali tak berwarna hijau lagi, dapat dianggap
semua senyawa berbobot molekul rendah telah terekstraksi. (Harborne, 1987)
(Markham, 1988)
Dibawah ini daftar beberapa pengaruh substituent untuk senyawa aromatik. Hal ini
dapat menjadi catatan bahwa ion phenoxide (-O-), yang dapat dijunpai dalam larutan
basa senyawa fenol, dimana dapat menyerap panjang gelombang yang lebih panjang
dari pada senyawa induk fenol (-OH). Secara umum menyumbangkan elektron dan
substituent pasangan sunyi (lone pair) yang dapat menyebabkan pergeseran kimia
berwarna merah dan penyerapan yang lebih tinggi. Senyawa kompleks memiliki
pergeseran kimia yang meningkat saat ada sejumlah lebih substituent yang terikat.
3'
2' 4'
1 '
1
8 9 O 2 5'
7
6'
6 4 3
10
5
1. Flavon O 240-285 304-350
OH
R2 O
OH
HC
(Sujata,V., 2005)
Radiasi infra merah ditemukan oleh Sir William Hercshel pada tahun 1880, yang
melaporkan penemuannya kepada Royal Society. Pada waktu itu para saintis belum
memahami secara jelas keadaan transisi. Daerah inframerah terletak antara spektrum
electromagnetic cahaya tampak dan spektrum radio; yakni antara 4.000-400 cm-1.
Mulai tahun 1903 William dan N. Coblentz mahasiswa di Cornel University
memperbaiki teknik-teknik percobaan dan menyusun sederetan spectra serapan zat
murni.
Vibrasi kerangka terletak di derah spektrum lebih dari 1.500 cm-1. Kelompik-
kelompok vibrasi di daerah spektrum kecil dari 1.500 cm-1 adalah :
a. Vibrasi regang (stretching) ikatan ganda yang tidak mengandung atom C
b. Vibrasi regang ikatan tunggal
c. Vibrasi-vibrasi lentur (bending) (Noerdin, 1985)
Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah
tetrametilsilana (TMS). Senyawa ini mempunyai beberapa kelebihan; lamban secara
CH3
H3C Si CH3
CH3
Pada spektormetri NMR integrasi sangat penting. Harga integrasi
menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap-tiap proton. Sedangkan luas daerah
atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian
perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam
molekul. (Muldja, 1955)
METODA PENELITIAN
3.1. Alat – alat
Sampel yang diteliti adalah kulit buah Tumbuhan Jengkol yang diperoleh dari Pasar
Central,Medan. Kulit Buah Tumbuhan Jengkol dikeringkan di udara terbuka, lalu
dihaluskan sampai diperoleh serbuk sebanyak 1900 gram.
Untuk mengetahui adanya senyawa flavonoida pada kulit buah tumbuhan Jengkol
maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif. Serbuk kulit diekstraksi maserasi
dengan metanol, lalui disaring. Filtrat yang diperoleh ditampung dan diteteskan pada
plat skrining untuk diuji dengan pereaksi H2SO4(P), NaOH 10%, FeCl3 1% dan MgHCl
kemudian diperhatikan perubahan warna yang terjadi terhadap ekstrak sampel.
3.3.3. Prosedur untuk memperoleh senyawa kimia dari Ekstrak Kulit Buah
Tumbuhan Jengkol
Isolasi senyawa flavonoida secara kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat aseton kulit
buah Tumbuhan Jengkol yang tealh diperoleh. Fasa diam yang digunakan adalah
silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM dan fase gerak adalah campuran pelarut CHCl3 :
MeOH dengan perbandingan (80 : 20) v/v.
3.3.5. Pemurnian
Senyawa yang diperoleh dari fraksi yaitu pada fraksi 30 – 51 dilakukan pemurnian
senyawa atau pemurnian untuk memastikan kemurniannya.
Prosedur :
Prosedur :
10 g serbuk Kulit
Buah Jengkol
disaring
dipekatkan
H B
O
A C
OH
H
O
5.1. Kesimpulan
1. Hasil isolasi yang diperoleh dari 1900 g kulit buah tumbuhan Jengkol
(Pithecollobium lobatum Benth.) merupakan senyawa berwarna cokelat
berbentuk gum, diperoleh sebanyak 105 mg.
4. Struktur dari senyawa flavonoida yang diisolasi dari kulit jengkol ini belum
bisa dipastikan karena kurangnya data-data spektroskopi misalnya,
Spektroskopi 13C-NMR, Spektroskopi MS.
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan analisis 13C-NMR untuk mengetahui jumlah atom karbon dan
analisis Spektroskopi Massa (untuk mengetahui berat molekul melalui
fragmentasi) agar diperoleh data-data yang lebih mendukung untuk
menentukan struktur senyawa flavonoid yang diperoleh dari hasil isolasi.
Adnan,M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Edisi Pertama.
Cetakan
Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta
Fessenden,F. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid Kedua. Penerbit Erlangga.
Jakarta
Hahlbrock, K. and Grisebach,H. 1975. The Flavonoids. Chapman and Hall. London
http://jepretanhape.wordpress.com/2009/07/05/foto-buah-jengkol-muda, diakses
tanggal 23 Februari 2010
Wiryowidagdo,S. 2008. Kimia & Farmakologi Bahan Alam. Edisi Kedua. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
E E E
Keterangan :
Fase Diam : Silika gel 60 GF ( E. Merck Art 554)
E : Ekstrak Metanol Kulit Buah Tumbuhan Jengkol
I : Fase Gerak CHCl3 : MeOH (90:10)v/v
II : Fase Gerak CHCl3 : MeOH (80:20)v/v
III : Fase Gerak CHCl3 : MeOH (70: 30) v/v
I II
S S
Keterangan :
Fase Diam : Silika gel 60 GF (E. Merck. Art 554)
S : Senyawa hasil isolasi
I : FeCl3 1% (Warna Hitam)
II : NaOH 10% (Warna Biru Violet)
Proton Cincin B
Proton Cincin A
Proton Cincin C
H-C=C-H
-OCH3
CH2
CH3