Anda di halaman 1dari 82

KEJIWAAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

“EGOSENTRIS’’KARYA SYAHID MUHAMMAD

SAKINAH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Tadulako

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN 2022
KEJIWAAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL
“EGOSENTRIS’’KARYA SYAHID MUHAMMAD

SAKINAH
A 111 18 206

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana


Pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN 2022
THE MAIN CHARACTERS IN THE NOVEL
“EGOSENTRIS” BY SYAHID MUHAMMAD
SAKINAH
A 111 18 206

SKRIPSI

To fulfill the examination requirements to obtain a


bachelor's degreeStudy Program of language education and
sastra indonesia Department of language education and art
Faculty of Teacher Training and Education.
Tadulako University

STUDY PROGRAM OF LANGUAGE EDUCATION AND


SASTRA INDONESIA
DEPARTMENT OF LANGUAGE EDUCATION
AND ARTFACULTY OF TEACHER TRAINING
AND EDUCATION.TADULAKO UNIVERSITY
2022
iii
ABSTRAK

Sakinah 2022. Kejiwaan Tokoh Utama Dalam Novel Egosentris Karya Syahid
Muhammad. Skripsi, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Jurusan
Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako.
Pembimbing : Dr. Agustan, S.Pd.,M.Pd.
Permasalahan pada penelitian ini yaitu: “bagaimana kejiwaan Tokoh
Utama pada Novel Egosentris Karya Syahid Muhammad?”. Penelitian ini
bertujuan untuk untuk mendeskripsikan Kejiwaan Tokoh Utama pada Novel
Egosentris Karya Syahid Muhammad. Metode penelitian yang digunakan pada
penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
dapat disimpulkan bahwa pada novel ”Egosentris“ karya Syahid Muhammad,
ditemukan struktur kepribadian menurut Sigmund Freud yaitu id, ego, dan
superego. Ketiga struktur kepribadian tersebut dalam ditemukan pada tokoh Fatih.
Dalam tokoh Fatih mendominasi id yang mengacu pada tindakan refleks seperti,
lamunan, menolak rasa sakit dan keinginan bunuh diri. Berlanjut kepada ego dari
tokoh Fatih seperti pada pengambilan keputusan, penyelesaian masalah yang lebih
mengacu pada prinsip realita yang ada. Sedangkan superego, tokoh Fatih lebih
dominan kepada nilai-nilai moral yang terdapat masyarakat yang terdapat di
dalam novel Egosentris karya Syahid Muhammad
Kata kunci: Kejiwaan, Egosentris.

iv
ABSTRACT

Sakina. 2022. The Main Characters In The Novel “Egosentris” By Syahid


Muhammad. Skripsi of Indonesian Language and Literature Education
Study Program, Department of Language and Arts Education, Faculty of
Teacher Training and Education, Tadulako University. Advisor Dr.
Agustan, S.Pd., M.Pd.

The problems in this study are: "how is the psychology of the Main
Character in the Egocentric Novel by Syahid Muhammad?". This study aims
to describe the Soul of the Main Character in the Egocentric Novel by Syahid
Muhammad. The research method used in this research is descriptive
qualitative. Based on the research conducted, it can be concluded that in the
novel "Egocentric" by Shahid Muhammad, the personality structure
according to Sigmund Freud is found, namely the id, ego, and superego. The
three personality structures are found in Fatih's character. In the character
Fatih dominates the id which refers to reflex actions such as daydreaming,
resisting pain and suicidal ideation. Continuing to the ego of Fatih's figure as
in decision making, problem solving that refers more to the existing reality
principle. While the superego, Fatih's character is more dominant to the
moral values found in the community contained in the Egocentric novel by
Syahid Muhammad

Keywords: Psychological, Egocentric.

v
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur berkat rahmat Allah SWT Tuhan yang Mahaesa atas rahmat-

Nya berupa nikmat kesehatan dan kesempatan yang telah diberikan kepada

penulis, sehingga dapat menyelesaikan dan menyusun skripsi dengan judul

Kejiwaan Tokoh Utama Dalam Novel Egosentris Karya Syahid Muhammad.

Adapun penulisan dan penyusunan skripsi ini dilakukan guna memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1) pada program studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahsa dan Seni, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako.

Terima kasih penulis ucapkan kepada orangtua tercinta, Ayah Elfan dan

Ibu Nur Aiman Datupamusu. Terima kasih atas segala kasih sayang yang tidak

pernah putus. Terima kasih telah membukakan pintu untuk penulis mengejar

mimpi dan menjadi yang tumbuh subur menjulang tinggi dalam kehidupan.

Terima kasih atas doa, motivasi, didikan, dan segala pengorbanannya sehingga

penulis bisa berada pada tahap saat ini .

Rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Agustan, M.Pd, selaku pembimbing yang

telah meluangkan waktu dalam membimbing dan mengarahkan penulis selama

masa Studi Universitas Tadulako. Serta Bapak Drs. Pratama Bayu Santosa, M.Si,

dan Ibu Nur Halifah S.Pd.,M.Pd selaku dosen penguji yang telah memberikan

vi
saran dan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan penulisan, tata

bahasa, dan isi skripsi ini.

Sebagai wujud rasa bangga dan bahagia, dengan kerendahan hati penulis

juga menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Mahfudz, M.P. Rektor Universitas Tadulako.

2. Dr. Amirudin Kade, S.Pd., M.Si. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.

3. Dr. H. Nurhayadi, M.Si, Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.

4. Abdul Kamaruddin, S.Pd.,M.Pd.,Ph.D, Wakil Dekan Bidang Umum dan

Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.

5. Dr. Iskandar M. Hum, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.

6. Dr. Hj. Sriati Usman, M.Hum, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.

7. Dr. Ida Nur‟aeni, S.Pd.,M.Pd, Sekertaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.

8. Dr. Ulinsa, M.Hum, Koordinator Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

9. Taqyuddin Bakri, S.Pd.,M.Pd, selaku dosen wali saya.

10. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako, yang telah

vii
mendidik dan memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama

berada di bangku kuliah.

11. Bapak dan Ibu staf Pengajaran Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Tadulako yang telah membantu penulis dalam mengurus

administrasi harian di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Tadulako.

12. Kepada Sahabat penulis Sri Ihwana, S. Pd, Eni Safitri, S.Pd, Nirmawati,

Ayu Rusmawati, Yulia, S.Pd, Meidina Safaria Lembah, Indri safitri

Amd.Gz, Riska Wahyuni, S.Pd, Putri Iskayana, S.H, Windrayani

Amd.Keb, Fadilah Tendean, Fajriani, Wiwit Rahayu, Nur Indriani,

Roslina, Mr. Wrtn, Anggie Marzeline Kayya, S.Pd, Mutmaina, Widya

Nasfa, Masromi, S.Pd, Andriana, Nurbaeti, Unun Fadila, Muhyiddin,

S.Pd ,Fauzi H Abidin, S.Pd, Jodi, Mediyandri, S.Pd, Ardiansya, S.Pd,

John, Andi Alfarizki, Fikri, S.Pd, dan yang sudah mau setia menjadi

teman penulis dari semester awal hingga satu persatu menyelesaikan

skripsinya masing-masing. Terima kasih telah bersedia menjadi teman

terbaik penulis, teman berbagi suka dan duka, tempat penulis

mencurahkan keluh kesah, serta senantiasa memberikan motivasi selama

penyelesaian studi.

13. Teman-teman mahasiswa seperjuangan pendidikan bahasa dan sastra

Indonesia angkatan 2018 kelas A, B, C, dan D yang tidak dapat dituliskan

namanya satu persatu, terima kasih atas dukungan yang telah diberikan

viii
dan kebersamaannya, serta teman-teman (IKAMABASTRA) FKIP

Universitas Tadulako yang telah mengajarkan banyak hal selama kuliah.

14. Teman-teman seperjuangan KKN 94 Posko Desa Kaleke, Kec Dolo Barat,

Kab Sigi, terima kasih atas kerja sama yang begitu baik dan selalu saling

memberikan dukungan satu sama lainnya.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih atas segala bentuk

bantuan dan partisipasi dari semua pihak, semoga mendapat balasan dari

Allah SWT.

Penulis

Sakinah

ix
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
ABTRAK……………………………………………………………………...iv
ABSTRACT…………………………………………………………………...v
UCAPAN TERIMAKASIH………………………………………………….vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..x
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
4 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
1.5 Batasan Istilah .............................................................................................. 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN………...6


2.1 Penelitian yang Relevan ................................................................................ 6
2.2 Kajian Pustaka ............................................................................................. 7
2.2.1 Pengertian Psikologi .......................................................................... 7
2.2.2 Tokoh dan Penokohan........................................................................ 8
2.2.3. Kejiwaan .......................................................................................... 11
2.2.4 Teori Psikoanalisis Sigmund Freud .................................................. 12
2.2.4.1 Id ................................................................................................... 14

x
2.2.4.2 Ego ................................................................................................ 15
2.2.4.3 Super Ego ...................................................................................... 17
2.2.5 Novel ................................................................................................. 17
2.2.6 Kepribadian ...................................................................................... 18
2.2.7 Klarifikasi Emosi ............................................................................. 21
2.3 Kerangka Pemikiran ................................................................................... 21

BAB III METODE PENELITIAN………….……………………………...23


3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................ 23
3.2 Objek Penelitian .......................................................................................... 23
3.3 Sumber Penelitian ....................................................................................... 24
3.3.1 Data .................................................................................................. 24
3.3.2 Sumber Data ..................................................................................... 24
3.4 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 24
3.5 Instrumen Penelitian.................................................................................... 25
3.6 Teknik Analisis Data ................................................................................... 26
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………27
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................................... 27
4.2 Klasifikasi Emosi ........................................................................................ 27
4.3 Struktur Kepribadian ................................................................................... 39
4.3.1 Id ...................................................................................................... 39
4.3.2 Ego ................................................................................................... 40
4.3.3 Superego .......................................................................................... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….43


5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 43
5.2 Saran ............................................................................................................ 43

DAFTAR PUSTAKA

xi
LAMPIRAN

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra merupakan hasil imajinasi yang dituangkan oleh sastrawan

dengan ataupun tulisan yang disajikan secara menarik dan memberi manfaat bagi

para pembacanya. Dalam kesusastraaan dapat ditemukan berbagai gubahan yang

mengungkapkan nilai-nilai kehidupan, nilai-nilai kemanuasiaan, nilai-nilai sosial

budaya, diantaranya yang terdapat dalam puisi, prosa, dan drama. Pembahasan

karya sastra yang terkait dengan kehidupan diarahkan dalam pengajaran apresiasi

sastra dan bagaimana menggunakan media berupa puisi, novel, cerpen, dan drama

untuk mengungkapkan kehidupan sesuai dengan tema-tema di dalam karya-karya

tersebut. Selain itu karya sastra merupakan bagian dari karya seni, sebagai seni

kreatif ia dapat dihadirkan dengan mengungkapkan fenonema kejiwaan yang

terlihat lewat perilaku tokoh-tokoh didalamnya. Manusia tersebut yang

menghidupkan jalan cerita suatu karya, salah satu yang membuat karya sastra

menarik bukan saja terletak pada alur ceritanya, tetapi juga pada manusia yang

disebut juga sebagai tokoh dalam karya sastra.

Ismawatii (2013:69) sastra adalah karya sastra dapat diyakini mengubah

dunia paling tidak, pengkajian dapat menuju ke bidang moral sastra.

Membicarakan moral sastra merupakan upaya mengangkat studi sosiologi dari

aspek pragmatika moral dengan banyak memaparkan novel yang berasal dari

1
2

teori-teori asing. Endraswara (2013:1) sastra merupakan bagian dari kebudayaan

yang tumbuh dan berkembang ditangah-tengah masyarakat. Apa yang

diungkapkan dalam sebuah karya sastra merupakan proses karya budaya yang

panjang dan berisi pengalaman hidup.

Novel sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif. Biasanya dalam

bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa italia

novella berarti “sebuah kisah, sepotong berita”. Novel lebih panjang (setidaknya

4.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan

struktural dan netrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita

tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-harii, dengan

menitikberatkan pada sisi-sisi yang ane dari naratif tersebut, Redaksi PM

(20112:42). Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman, sebuah roman

alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah atau tokoh cerita juga lebih banyak.

Peneliti meneliti novel Egosentris berhubungan dengan tingkah laku tokoh

utama yang dimiliki oleh Fatih, pemuda yang sabar, tekun bekerja,peduli terhadap

sesama, dan cekatan. Kepribadian tokoh utama dapat dilihat melalui perilaku yang

ditunjukkan pengarang melalui tulisan. seorang pemuda yang sangat bahagia

dengan apa yang dimilikinya. Keluarga yang menyayanginya, sahabat-sahabat

terbaiknya yang selalu hadir untuknya. Tak disangka, dibalik semua

kebahagiaannya ada banyak hal yang dibebaninya seorang diri, masalah-masalah

yang tiap kali menghampirinya, terlebih lagi ia berkuliah hanya mengandalkan

beasiswa dari kampus, sementara ibunya hanyalah seorang penjual keripik

singkong sedari dulu setelah kepergian ayahnya ibunyalah yang membiayainya


3

bersekolah. Dua sahabatnya yang selalu menemaninya, yang selalu menyayangi

dan peduli akan dirinya, itulah yang membuat Fatih lebih tenang saat dirinya

berada dalam kesulitan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menganalisis masalah kejiwaan yang

dialami oleh tokoh Fatih, dengan masalah kehidupan yang begitu rumit dan

membuatnya hampir putus asa dalam menghadapi setiap masalah yang

menimpahnya dan keluarga, sebab dengan mempelajari kejiwaan tokoh tersebut,

peneliti akan lebih memahami titip persoalan yang akan disampaikan oleh

pengarang lewat karyanya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

pendekatan psikologi sastra untuk menganalisis tokoh yang mencerminkan nilai

kebaikan dan kebenaran yang secara langsung atau tidak langsung dapat

menggugah pembaca untuk mencontohi gambaran kejiwaan sang tokoh yang ada

dalam cerita.

Adapun kekurangan dari novel Egosentris karya Syahid Muhammad terletak

pada sosok Fatih yang hampir putus asa dalam keadaan sulit setelah ibunya

meninggal karena dibunuh dan diperkosa oleh dua orang pemuda yang tak

diketahuai oleh siapapun.

Alasan peneliti memilih novel Egosentris karya Syahid Muhammad, karena

novel Egosentris adalah novel yang menarik untuk dikaji tidak hanya cinta yang

disampaikan tetapi, banyak pesan-pesan moral kebaikan, keikhlasan, kesabaran

dalam sosok Fatih, mudah dipahami dan dimengerti sangat membantu pembaca
4

dalam memaknai satu diantara dilema di mana sosok Fatih mengikhlaskan

kepergian ibunya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat, peneliti merumuskan masalah

yang dikaji dalam penelitian ini yaitu, bagaimana kejiwaan Tokoh Utama pada

Novel Egosentris Karya Syahid Muhammad.?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah peneliti kemukakan sebelumnya,

maka tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan Kejiwaan Tokoh Utama

pada Novel Egosentris Karya Syahid Muhammad.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pembaca, baik

secara teoristik maupun praktis.

1) Manfaat Teoretis hasil penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan

apresiasi siswa dalam menganalisis kejiwaan tokoh cerita, dari suatu hasil

karya sastra seperti novel dan karya sastra lainnya.

2) Manfaat Praktis hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi

mahasiswa jurusan pendidikan Bahasa dan Seni, terutama Program Studi

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah untuk lebih meningkatkan

apresiasi dibidang psikologi sastra dan memberikan informasi tentang

kejiwaan Tokoh Utama pada Novel Egosentris karya Syahid Muhammad.


5

1.5 Batasan Istilah

1) Kejiwaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi batin tokoh

dalam karya sastra, yaitu novel.

2) Tokoh Utama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelaku atau tokoh

yang utama diceritakan dalam cerita fiksi atau novel, yang dinamis sehingga

sifat meraka sewaktu-waktu bisa berubah.

3) Novel yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu merupakan karya sastra yang

mempunyai dua unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik, yang keduanya saling

berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya

sastra.

4) Psikologi sastra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah memahami

aspek-aspek kejiwaan pada tokoh utama yang terkandung dalam suatu karya

sastra. Dapat palu menyatakan bahwa psikologi dapat dilihat dari kepribadian

manusia yang meliputi watak, tingkah laku, sifat, perasaan, cara berbicara

bahkan pada penampilan seseorang.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Penelitian yang Relevan

Berdasarkan pelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan

penelitian sebelumnya mengenai Psikologi Tokoh Novel Ayat-ayat Cinta Karya

Habiburrahman El Shirazy yang dilakukan oleh Pradnyani (2012) yang

mengungkapkan psikologi tokoh protagonis dan antagonis novel Ayat-ayat Cinta

Karya Habiburrahman El Shirazy berdasarkan teori kepribadian psikoanalisis

Sigmund Freud. Peneliti juga menemukan penelitian yang berhubungan dengan

aspek-aspek psikologi dalam sastra yang dilkukan oleh Erlyn (2008) yaitu

Analisis Psikologi Tokoh Utama Novel Merah Itu Cinta Karya Fx. Rudy

Gunawan.

Konflik sikologi Tokoh Utama Novel Merah Itu Cinta yang mengacu pada

karya mukhtar lubis dengan cara simbolisme. Merah Itu Cinta merupakan

simbolisme cinta sepasang kekasih antara Raisa dan Rama. Merah itu

melambangkan kehidupan atau perasaan cinta raisa yang membara, merah seperti

api. Merah juga menjadi duka raisa setelah kehilangan rama kekasihnya akibat

kecelakaan.

Penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Pradnyani

(2012) dan Erlyn (2008) mengenai aspek psikologi tokoh dan objek pada

penelitian ini sama yaitu novel serta menggunakan teori yang sama yaitu teori

kepribadian Sigmund Freud pada penelitian yang dilakukan Ni Gusti Ayu Putu

6
7

Dian Pradnyani (2012). Adapun yang membedakan penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya yaitu tokoh yang ditelitih dan juga judul novelnya. Pada

penelitian Ni Gusti Ayu Putu Dian Pradnyani (2012) mengambil judul Psikologi

Tokoh Utama Novel Ayat-ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy akan

tetapi yang membedahkan yaitu tokoh yag ditelitih dan judul novelnya sedangkan

penelitih Erlyn (2008) tentang Analisis Psikologi Tokoh Utama dalam Novel

Merah itu Cinta Karya Fx. Gunawan yang membedakan dengan judul penelitian

yang penelitih lakukan yaitu pada judul novel dan teori yang digunakan.

Dalam penelitian ini, penelitih memilih novel yang berjudul Egosentris karya

Syahid Muhammad da teoriyang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada

“Teori Struktur kepribadian Sigmund Freud” yang merupakan faktor –faktor yang

memengaruhi kepribadian adalah faktor historis masa lampau dan faktor

kontenporer, analoginya faktor bawaan dan faktor lingkungan dalam

pembentukan kepribadian individu.

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Pengertian Psikologi

Psikologi yang berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos, yaitu

science atau ilmu mengarahkan perhatiannya pada manusia sebagian objek studi,

terutama pada sisi perilaku (behavior atau action) dan jiea (psyche). Secara

singkat dikategorikan menjadi (1) the scientific study of the behavior of human

beings (ilmu atau kajian ilmiah tentang perilaku manusia) dan (2) the scientific

study of the human psyche (ilmu atau kajian ilmiah tentang jiwa manusia).
8

Sebagai disiplin ilmu yang memfokuskan studi pada perilaku manusia,

psikologi dikategorikan sebagai behavioral science atau ilmu perilaku Bonner

(dalam Siswantoro, 2005: 27).

Psikologi berasal dari kata yunani “psyche” yang artinya jiwa, yang logos

artinya ilmu pengetahuan. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang

menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia, Atkinson (dalam Albertin

Minderop, 2010: 3).

Dari pengertian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa psikologi ilmu

yang mempelajari tentang semua tingkah laku manusia, baik mengenai macam-

macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangmya. Dengah singkat disebut

ilmu jiwa.

2.2.2 Tokoh dan Penokohan

Pelaku yang mendukung peristiwa sehingga mampu menjalin suatu cerita

disebut tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh itu disebut

penokohan. Pelaku dalam novel dapat berupa manusia, binatang, tumbuh-

tumbuhan, atau makhluk lain yang diberi sifat manusia (Ardiana,dkk. 2002: 16).

Hal tersebut selaras dengan pendapat Jones (dalam Nurgiyantoro, 2002: 165)

penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang

ditampilkan dalam sebuah cerita. Selanjutnya, menurut Kosasi (2008; 61),

Penokohan adalah cara pengarang dalam menggambarkan dan mengembangkan

karakter tokoh-tokoh dalam cerita.


9

Tokoh adalah salah satu unsur yang penting dalam suatu novel atau cerita

rekaan. Menurut Sudjiman (dalam Rokhmansyah 2014 : 34), tokoh adalah

individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perilaku adil dalam berbagai

peristiwa cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga

berwujud binatang atau benda yang diasingkan. Penokohan berhubungan dengan

cara pengarang yang menentukan dan memiliki tokoh-tokoh serta memberi nama

tokoh tersebut.

Menurut Aminudin (dalam Rokhmansyah 2014 :34), tokoh adalah pelaku

yang menggambarkan peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu

menjalin suatu cerita. Ditambahkan oleh Nurgianto, bahwa istilah tokoh mengacu

pada orangnya pelaku, tokoh cerita merupakan orang-orang yang ditampilkan

dalam satu karya naratif atau drama oleh pembaca, kualitas moral dan

kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan

dalam tindakan.

Pengertian tokoh-tokoh dalam suatu cerita diantaranya:

1) Tokoh Protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada satu atau

dua figur tokoh. Protagonis utama dan dibantu oleh tokoh-tokoh lain yang

terlibat dalam cerita. Tokoh protagonis biasanya berwatak baik,, dan menjadi

idola pembaca dan pendengar.

2) Tokoh Antagosis, yaitu karakter yang melawan karakter utama antagonis

sering merupakan seorang penjahat atau hal lainnya yang merupakan konflik

dengan protagonis. Antagonis biasanya jahat dan tidak baik serta sering
10

membuat nilai-nilai negatif. Antagonis ialah tokoh yang menjadi penantang

cerita biasanya ada satu, dua atau lebih figur tokoh yang menantang cerita.

Tokoh sejenis ini sudah pasti berwatak jahat dan dibenci oleh pembaca dan

pendenar.

3) Tokoh Tirtagonis, yaitu tokoh pembantu/penenngah dalam cerita baik untuk

tokoh protagonis dan antagonis. (Kelasilmu.com/ diakses 04 Agustus 2022

pukul 06.05.)

Sedangkan berdasarkan perannya dalam cerita serta fungsinya, maka terdapat

tokoh-tokoh sebagai berikut:

1) Tokoh sentral, yaitu tokoh yang menjadi pemeran utama, di mana

kebanyakan isi cerita fantasi adalah kisah hidupnnya, sedangkan tokoh

tambahan dalam suatu cerit fantasi adalah bertugas sebagai tokoh figuran,

atau tokoh tambahan sebagai pelengkap disebuah cerita agar ceritanya tidak

terlalu menoton.

2) Tokoh utama, yaitu tokoh yang memiliki peran penting dalam suatu cerita.

Tokoh ini merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai

pelaku kejadian maupun dikenai kejadian. Bahkan pada kejadian dan dapat

ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan.

3) Tokoh pembantu, yaitu tokoh yang memiliki peranan tidak penting dalam

cerita dan kehadiran tokoh ini hanya sekedar menunjang tokoh

utama.Rifanfajrin (2015), diakses 04 Agustus 2022 pukul 06.05.


11

2.2.3 Kejiwaan

Menurut novia windi (110) jiwa merupakan ruh manusia, ruh yang ada

dikehidupan batin manusia, kejiwaan, keseutuhannya yang terjadi dari perasaan

batin, pikiran angan-angan dan sebagainya yang sebenarnyan, arti yang tersirat:

kekasih jantung hati, orang dalam perhitungan penduduk, cacah jiwa, sensus

penduduk penyakit batin. Sikap tokoh fatih terhadap kejiwaan tokoh utama dapat

digolongkan pada karakter kata dinamis.

1. Statis

Statis tetap, dalam kadaan tetap, dalam keadaan tidak berubah-uabah,, tidak

aktif. Keadaan dia, tidak bergerak dinamis sifat atau tabiat yang bertenaga atau

berkemampuan. Tokoh statis merupakan tokoh yang karakternya tidak

berkembang, dari awal sampe akhir cerita, yang tidak mengalami perubahan

karakter yang berarti sepanjang cerita. Karakter tokoh statis tidak akan

terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan.

Karakter tokoh statis tidak akan berkembang karena pengarang dibatasi oleh

ruang dan waktu. Pengarang melakukan hal agar perhatian pembaca lebih terpusar

pada tokoh utama, sehingga perhatian pembaca tidak terpecah pada tokoh lain.

2. Dinamis

Dinamis adalah suatu hal yang terus berubah dan berkembang secara aktif,

atau seseorang yang hidupnya sangat antusias ddengan banyak energi dan tekad.

Dinamis, sering diangkap suatu sikap yang patut dimiliki semua manusia. Bahkan

teknologi, seperti motor, mobildan lain sebagainya. Secara etimologi, istilah


12

dinamis bersal dari kata dalam bahasa Prancis “dynamique” berarti „kekutan‟ atau

„tenaga‟ Merriam Webster mendefinisikan dinamis sebagai sesuattu yang terus

aktif dan berubah. Selain itu Merriam Webster juga mengartikan dinamis sebagai

keadaan di mana sesuatu seseorang memiliki banyak energi. Tokoh dinamis

merupakan tokoh yang karakternya mempunyai sifat yang lain. Tokoh-tokoh

dinamis, selain mengalami perubahan atau perkembangan kepribadian dan cara

pandang seiring berjalannya plot, lingkungan, lingkungan sosial, dan sebagainya.

Karakter ini biasanya dibuat semirip mungkin deangan realistis kehidupan

manusia sesunggunya, mempunyai sifat dan kepribadian kompleks. Perubahan

dapat terjadi secara tiba-tiba, hal ini didasarkan pada kejadian dalam cerita

tersebut.

2.2.4 Teori Psikoanalisis Sigmund Freud

Menurut Freud (dalam Minderop 2011 : 24) Teks sastra memang membuka

kemungkinan guna menngungkapkan keinginan terpendam dengan cara yang

dapat diterima oleh kesadaran. Pendapat ini mengisyaratkan bahwa penelitian

psikologi sastra sedapat mungkin mengungkapkan jiwa yang terpendam itu.

Psikoanalisis merupakan sejenis psikologi tentang ketidak sadaran; perhatian-

perhatiannya terarah padang bidang motivasi, emosi, konflik, sistem neorotik,

mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter. Mennurut freud ( dalam Minderop 2011 :

24) Naluri atau instingmerupakan representasi psikologis bawaan dari eksitasi

(keadaan tegang dan terangsangg) pengurangan tegangan berupa memelihara

keseimbangan dengan memperbaiki keadaan kekurangan. Proses naluri berulang-

ulang (tenang, tegang, tenang). Misalnya, tubuh membutuhkan makan, maka


13

energi psikis akan terhimpun malam naluri lapar dan mendorong individu untuk

memuaskan kebutuhannya untuk makan. Selain menerima stimulasi dari dalam,

berupa naluri-naluri, individu menerima stimulasi dari luar, yakni berpa perilaku

dari individu lain. Stimulasi dari luar, yakni berupa perilaku dari individu lain.

Stimulasi dari luar, walaupun tidak terlalu kuat karena individu yang dipengaruhi

dapat menghindar, namun, stimulasi ini dapat mempengaruhi kepribadian

seseorang. Misalnya, perilaku buruk orang tua terhadap anak usia dini dapat

berakibat buruk bagi kepribadian si anak hingga ia dewasa.

Struktur kepribadian Freud ada tiga unsur sistem yang penting, yakni id, ego,

dan superego. Tingkah lakuh menurut Freud (dalam Minderop 2011 :20)

merupakan hasil konflik dan rekonsilasi ketiga sistem kepribadian tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian adalah faktor historis masa lampau

dan faktor kontenporer, analoginya faktor bawaan dan faktor lingkungan dalam

pembentukan kepribadian individu. Oleh sebab itu untuk mempermudah

pembahasan mengenai kepribadian pada kerangka psikoanalisis kita akan

jabarkan sistem kepribadian ini.

2.2.4.1 Id

Menurut Freud (2011 : 21) Idsebagai raja ratu, ego sebagai perdana mentri

dan superego sebagai pendeta tertinggi. Id berlaku seperti absolut. Harus

dihormati, manja, sewenang-wenang dan mementingkankan diri sendiri; apa yang

diinginkan harus segera terlaksana. Ego selaku perdana mentri yang diibaratkan

memeliki tugas harus menyelesaikan segala pekerjaan yang terhubung dengan


14

ralitas dan tanggapan terhadap keinginan masyarakat. Superego, ibaratnya seorang

pendeta yang selalu penuh pertimbangan terhadap nilai-nilai baik dan buruk

harus mengingatkan si id yang rakus dan serakah bahwa pentingnya perilaku yang

arif dan bijak.

Id merupakan energi psikis dalam naluri yang menekan manusia agar

memenuhi kebutuhan dasar misalnya kebutuhan: makan, seks, menolak, rasa sakit

atau tidak nyaman. Menurut Freud, id berda di dalam bawah sadar, tidak ada

kontak dengan realitas. Cara kerja id berhubungan dengan prinsip kesenangan,

yakni selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyamanan.

Id merupakan komponen kepribadian yang premitif, instinktif, (yang

berusaha untuk memenuhi kepuasan instink) id beriorentasi pada prinsip

kesenangan atau prinsip reduksi ketegangan. Id merupakan sumber ketegangan

psikis. Maksudnya bahwa id merupakan sumber dari instink kehidupan (eros) atau

dorongan-dorongan biologis (makan, minum, tidur, bersetubuh, dsb). Dan instink

kematian/ /instink agresif (tanatos) yang menggerakan tingkah laku. Prinsip

kesenangan merujuk pada pencapaian kepuasan segera dari dorongan-dorongan

biologis tersebut. Id merupakan proses primer yang bersifat premitif, tidak logis,

tidak rasional, dan orientasinya bersifat fantasi 9maya0 dalam merodukasi

kehilangan atau ketegangan kondisi yang tidak menyenangkan dan untuk

memperoleh kesenangan id menempuh du cara (proses) yaitu refleks dan proses

primer “the primary proses”. Refleks merupakan reaksi-reaksi mekanis otomatis

yang bersifat bawahan (bukan hasil belajar), aeperti bersin dan berkedip.
15

Melalui refleks ketegangan (perasaan tak myaman) dapat direduksi dengan

segera. Proses primer merupakan reaksi-reaksi psikologi yang lebih rumit. Proses

primer yang berusaha mengurangi ketegangan dengan cara membentuk khayalan

(berfantasi) tentang okjek atau akttifitas yang akan menghilangkan ketegangan

tersebut. Misalnya: pada saat lapar menghayalkan makanan; pada saat dedam

menghayalkan kegiatan membalas dendam. Kehadirsn objek yang diinginkan

dalam bentuk maya (khayalan) sebagai pengalaman halusinasi dinamika mimpi.

Freud meyakini bahwa mimpi merupakan usaha pemenuhan keinginan atau

dorongan-dorongan yang terpenuhi kondisi nyata.

2.2.4.2 Ego

Egomenurut Freud seperti joki penunggang kuda yang harus memahami

kekuatan kuda. Dalam rangka menghindar dari masalah, ego harus berusah

menjinakkan dorongan-dorongan id yang terkendali. Seperti halnya id, ego pun

mempunyai keinginan untuk memaksimalkan pencapaian kepuasan, hanya dalam

prosesnya, ego berdasarkan pada “secondary proces thinking”. Proses sekunder

adalah berpikir realistis yang bersifat rasional, realistis dan beriorentasi pada

pemecahan masalah. Kedalam sekunder ini termasuk pula fungsi-fungsi persepsi

belajar, memori, yang sepertinya. Melalui proses sekunder ini pula, ego

merumuskan suatu rencana untuk memuaskan kebutuhan atau dorongan kemudian

menguji rencana itu. Ego senantiasa berupaya untuk mencegah dampak negatif

dari masyarakat (seperti hukuman dari orang tua atau guru). Dalam upaya

memuaskan dorongan, ego sering bersifat pragmatis, kurrang memperhatikan

nilai/norma, atau bersifat hedonis. Namun begitu ego juga berupaya untuk
16

mencapai tujuan-tujuan jangka panjang dengan cara menunda

kesenangan/kepuasan sesaat.

Menurut Freud (dalam Minderop 2011 : 22) ego terperangkap diantara dua

kekuatan yang bertentangan dan juga serta patuh pada prinsip realitas dengan

mencoba kesenangan individu yang dibatasi oleh realitas. Seorang penjahat

misalnya, atau orang hanya ingin memehuni kepuasan diri sendiri, akan tertahan

dan terhalang individu yang memiliki inplus-inplus seksual dan agresifitas yang

tinggi misalnya: tentu saja nafsu-nafsu tersebut tak akan terpuas tanpa penguasaan

demikianlah, ego menolong manusia untuk mempertimbangkan apakah ia dapat

memuaskan diri tanpa mengakibatkan kesulitan atau penderitaan bagi dia sendiri.

Ego berada diantara alam sadar dan alam bawah sadar. Tugas ego memberi tempat

pada fungsi mental utama, misalnya: penalaran, penyelesaian masalah, dan

pengembalian keputusan. Dengan alasan ini, ego merupakan pimpinan utama,

dalam “kepribadian”. Layaknya seorang pimpinan yang mampu mengambil

keputusan rasional demi kemajuan perusahaan. Id dan ego tidak memiliki

moralitas karna keduanya ini tidak mengenal nilai baik dan buruk.

2.2.4.3 Superego

Menurut Freud (2011 : 22) Superegomengacu pada moralitas dalam

kepribadian. Superego sama halnya dengan hati nurani yang mengenali nilai baik

dan buruk. Sebagaimana id, superego tidak mempertimbangkan realitas karena

tidak bergumul dengan hal-hal realistik, kecuali ketika inplus seksual dan

agresvitas id dapat terpuaskan dalam pertimbangan moral jelasnya, sebagai


17

karirnya tidak terganggu oleh kehadiran anak, tetapi id orang tersebut

menginginkan hubungan seks yang memuaskan karena seks memang nikmat,

kemudian superego timbul dan menangani dengan anggapan merasa berdosa

dengan melakukan huubungan seks.

Superego merupkan komponen moral kepribadian yang terkait dengan standar

atau norma masyarakat mengenai baik dan buruk benar dan salah. Melalui

pengalaman hidup, terutama pada usia anak, Individu telah menerima latihan atau

infomasi tingka laku yang baik dan yang buruk. Individu menginternalisasi

berbagai norma sosial atau prinsip-prinsip moral tertentu, kemudian menuntut

individu yang bersangkutan untuk hidup sesuai dengan norma tersebut. Superego

berkembang pada usia sekitar 3 atau 5 tahun. Pada usia ini anak belajar

memperoleh hadiah dan menghadiri hukuman dengan cara mengarahkan tingkah

lakunya yang sesuai dengan ketentuan atau keinginan orang tuanya.

2.2.5 Novel

Menurut Kosasi (2008: 54) novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan

sisi utuh problematika kehidupan seseorang suatu beberapa orang tokoh. Kisah

novel berawal dari kemunculan persoalan yang dialami oleh tokoh hingga tahap

penyelesaiannya.

Selanjutnya, novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung

rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan

menonjolkan watak dan sifat pelaku. Penulis novel disebut novelis. Kata novel

bersal dari bahasa italia, “novella” yang berarti „sebuah kisah, sepotong berita‟.
18

Novel lebih panjang dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi

keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sejak. Umumnya sebuah

novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan meraka dalam kehidupan

sehari-hari dengan menitikberatkan pada sisi-sisi dari naratif tersebut (Aziez dan

Hasim, 2010:8).

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat novel yaitu cerita

tentang kehidupan manusia yangg imajinatif dengan alur yang cukup panjang

mulai dari awal kemunculan masalah hingga penyelesaian masalah.

2.2.6 Kepribadian

Kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa inggris personality. Kata

personality sendiri berasal dari bahasa latin persona yang berarti topeng saya

digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau pertunjukan. Disini para

aktor menyembunyikan kepribadiannya yang asli, dan menampilkan dirinya

sesuai dengan topeng yang digunakan.

Menurut perpin teori kepribadian itu merupakan upaya untuk menjawab

pertanyaan “what, how, dan why”. Pertanyaan what terkait dengan karakteristik

seseorang dan bagaimana karekteristik tersebut diorganisasikan dalam

hubungannya dengan orang lain. Seperti pertanyaan apakah dia itu jujur, dan

memiliki kebutuhan tinggi berprestasi? How merujuk pada faktor-faktor yang

mempengaruhi kepribadian. Why merujuk pada faktor mulfasional individu

perilaku. Seperti pertanyaan mengapa seseorang mengalami depresi? Kepribadian

dikatakan sebagai suatu sistem energi yang tertutup karena kepribadiannya


19

mempunyai prisip mengatur dari diri sendiri atas dasar hukum tertentu. Hukum

pokok yangg terdapat dalam sistem kepribadian adalah hukum kebalikan atau

lebih tepatnya adalah hukum pasangan berlawanan.

Kelly (dalam Yusuf 2014 : 169) mengukuhkan bahwa kontrak itu tersusun

dari dua kutub atau kombinasi: persamaan perbedaan. Ini menujukan bahwa kita

tidak dapat memahami hakikat kontrak seseorang, apabila dia hanya

menggunakan kutub persamaan atau perbedaan saja. Kita tidak tau kotrak

seseorang dalam dinamika kepribadian ada dua prinsip pokok yaitu prinsip

ekuevelens dan thermodinamika.

Prinsip ekuevelens dalam kepribadian menyatakan bahwa apabila nilai

sesuatu menurun atau hilang maka jumlah energi yang didukung oleh nilai itu

tidak hilang dari kepribadian melainkan akan muncul kembali nilai baru.

Sedangkan Prinsip ekuevelens hal-hal yang berpasangan berlawanan artinya

pengurangan energi pada suatu aspek berarti menambahkan pada aspek pasangan

lawanya.

Prinsip thermodinamika mengatakan bahwa apabila dua benda yang

berlawanan panasnya bersentuhan, maka panas akan mengalir dari yang lebih

panas pada yang lebih dingin. Bekerjanya prinsip entropi ini menghasilkan pada

keseimbangan kekuatan. Benda yang dipanaskan berkurang ennerginya dan

mengalir pada yang lebih dingin sampai kedua benda itu sama panasnya. Prinsip

ini diambil oleh Jung untuk menggambarkan dinamika kepribadian yaitu

distribusi energi di dalam kepribadian itu selalu menuju keseimbangan.


20

Untuk memperoleh mengenai kepribadian dan beberapa pengertian menurut

parah ahli:

1) Hall dan Lidzey (dalam Yusuf 2014 : 3) mengemukakan bahwa secara

populer kepribadian dapat diartikan sebagai keterampilan atau kecakapan

sosial (sosial skill) dan kesan yang paling menonjol, yang ditunjukkan

seseorang terhadap orang lain ( seperti seseorang yang dikesankan sebagai

orang yang agresif atau pendiam).

2) Woodworth (dalam Yusuf 2014 : 3) mengemukakan bahwa kepribadian

merupakan “kualitas tingkah laku individu”

3) Dashiell (dalam Yusuf 2014 : 3) mengartikannya sebagai “gambaran total

tentang tingkah laku individu yang terorganisasi”

4) Derlega Winstead dan Jones (dalam Yusuf 2014 : 3) mengartikannya sebagai

“ sistem yang relatif stabil mengenai karakteristik individu yang bersifat

internal, yang berkontribusi terhadap pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang

konsisten”.

Freud menyatakan bahwa kepribadian manusia terbentuk berdasarkan cara-

cara yang ditempuh untuk mengatasi dorongan-dorongan seksualnya. Ini

menunjukkan bahwa dorongan yang lain dari individu kurang diperhatikan.

2.2.7 Klarifikasi Emosi

Menurut Krechh (Minderop, 2011 :40) kegembiraan, kemarahan, ketakutan,

dan kesedihan kerap kali dianggap sebagai emosi yang paling mendasar

(Primary emotions). Situasi yang membangkitkan perasaan-perasaan tersebut


21

sangat terkait dengan tindakan yang ditimbulkannya dan mengakibatkan

meningkat ketegangan. Persaan bersalah dan sangat menyesal juga termasuk

kedalam klarifiksi emosi. Adapun yang termasuk klarifikasi emosi yaitu (1)

Konsep rasa Bersalah, (2) Rasa bersalah yang Dipendam, (3) Menghukum Diri

Sendiri, (4) Rasa Malu, (5) Kesedihan, (6) Kebencian, (7) Cinta.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pikir penelitian merupakan urutan-urutan logis dari pemikiran

peneliti untuk memecahkan suatu masalah penelitian. Kerangka pikir dapat

mempermudah menganalisis setiap permasalahan dalam penelitian ini. Penelitian

ini mengkaji tentang kejiwaan Tokoh Utama pada novel Egosentris Karya Syahid

Muhammad. Untuk mengarahkan kajian ini pada fokus penelitian, maka data yang

berupa naskah atau novel Egosentris Karya Syahid Muhammad dengan cara yaitu

menganalisis Kejiwaan Tokoh Utama pada Novel Egosentris Karya Syahid

Muhammad dengan menggunakan teori kepribadian psikoanalisis menurut

Sigmund Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek yaitu: (1) Das Es

(the id), yaitu aspek biologis, (2) Das Ich (the ego), yaitu aspek psikologi, dan (3)

Das Ueber Ich (the yaitu aspek sosiologis.

Alur pola yang akan di gunakan untuk memecahkan masalah pada penelitian

ini dapat dilihat dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:


22

Novel Egosenstris

Karya Syahid

Tokoh Utama

Kejiwaan

Sigmund Freud

Das Es Das Ich Das Ueber Ich


(the id), (the ego), (the super ego),

Hasil Penelitian

Konsep Rasa Menghukum Rasa Kebencian, Kesedihan, Dan

Rasa Bersalah Diri Sendiri, Malu, Cinta.

Bersalah, Yang

Dipendam,

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran


23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam sebuah penelitian ini yaitu

memperoleh gambaran mengenai unsur psikologi tokoh utama dalam sebuah

novel, maka metode yang digunakan dalam penelian ini ada deskriptif. Metode ini

memusatkan perhatian untuk menggambarkan atau melukiskan keadaan objek

penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau keadaan yang sebenarnya.

Menurut Bogman dan Taylor (dalam Firdaus, 2012 : 16) mendefinisikan

penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilakan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang dapat diamati definisi

tersebut lebih menitikberatkan pada jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian

yakni data deskriptif kualitatif. Dengan perkataan lain, penelitian kualitatif

merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif dan berupaya menggali

makna dari suatu fenomena.

3.2 Objek Penelitian

Objek yang menjadi sasaran penelitian adalah novel yang berjudul Egosentris

Karya Syahid muhammad, jumlah halaman 372, tahun terbit 2018 denagn ukuran

buku 13 x 19 cm. Dalam objek penelitian ini, peneliti hanya berfokus meneliti

tentang Kejieaan Tokoh Utama Dalam Novel Egosentris Karya Syahid

Muhammad.
24

3.3 Sumber Penelitian

3.3.1 Data

Menurut Firdaus (2012 : 26) data padat diartikan sebagai sesuatu yang

diketahuai, atau sesuatu yang dianggap menunjukan sesuatu yang masih harus

dibuktikan kebenarannya (hipotesis), dan dapat juga sabagai sesuatu yang belum

terjadi. Dan eksternal, data ini diperoleh dari sumber-sumber diluar objek

penelitian. Adapun data kualitatif yang merupakan data primer yang diperoleh

dari personal antara peneliti dan partisipan (responden). Ketika ada dua orang

peneliti yang menganalisis tema yang sama, maka dapat terjadi dua hasil yang

berbeda.

3.3.2 Sumber Data

Sumber dalam penelitian ini berupa teks sastra yaitu novel Egosentris Karya

Syahid Muhammad. Novel ini diterbitkan oleh Gradien Mediatama Jl. Wora-Wari

A-74 Baciro, Yogyakarta 55225. Sumber data lain yang digunakan yaitu data-data

yang diperoleh dari hasil penelitian atau telaah yang dilakukan oleh orang lain

yang terdapat dalam berbagai pustaka, buku-buku yang terkait dengan penelitian

dan sebagainya. Penentuan sumber data yaitu mengumpulkan data yang sesuai

dengan permasalahan yang diangkat, dan pengumpulan data sesuai metode

penelitian kualitatif.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


25

Untuk mencapai sasaran penelitian seperti yang dinginkan, maka

pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini yaitu:

1) Membaca keseluruhan novel yang dijadikan sebagai bahan penelitian

2) Menelaah bagian-bagian cerita yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan

tokoh utama.

3) Mengklasifikasikan teks novel Egosentris yang berhubungan dengan kondisi

kejiwaan tokoh utama.

3.5 Instrumen penelitian

1) Teks Sebagai Instrumen

Nama lain dari Instrumen adalah alat yang merujuk kepada sarana

pengumpulan data. Instrumen yang dipakai adalah teks itu sendiri. Artinya,

teks fiksi selain sebagai sumber data, pada saat yang sama berperan sebagai

alat pengumpulan data.

2) Peneliti Sebagai Instrumen

Selain teks sebagai instrumen pengumpulan data, peneliti itu sendiri

berperan sama. Posisi sebagai instrumen tidak dapat dihindari, sebab kegiatan

pengumpulan data tidak bisa dilakukan lewat perantara atau sarana lain.

Peneliti berhubungan langsung dengan teks sebagai sumber data. Seperti,

membaca dan menelaah novel Egosentris Karya Syahid Muhammad..


26

3.6 Teknik Analisis Data

Adapun cara yang dilakukan untuk menganalisis ddata menurut Miles dan

Huberman (Siswantoro, 2005:67) yaitu:

1. (Data Collection) pengumpalan data, setiap data psikologi tokoh yang

ditemukan.

2. (Data Reduction) seleksi data yaitu menyeleksi data diperoleh data yang

berkualitas.

3. (Data Conclusion) menarik kesimpulan sesuatu konsep dan menganalisis

serta disesuaikan dengan data yang ditemukan dalam novel Egosentris

tersebut.

4. (Veritification) pengabsahan terhadap hasil analisis data untuk meneliti

kebenarannya.

5. (Data Display) pemaparan data yaitu hasil yang dapat memberikan hasil

baik dan dapat dipertanggungjawabkan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Dalam novel ”Egosentris“ karya Syahid Muhammad terdapat aspek

kejiwaan yang mana menyangkut struktur kepribadian dan klasifikasi emosi,

melalui pendekatan Sigmund Freud hal ini dapat diperoleh melalui data atau

kalimat yang mendeskripsikan unsur kejiwaan tokoh utama. Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan, bahwa terdapat bentuk-bentuk klasifikasi emosi

tokoh utama (pendekatan psikologi sastra) konsep rasa bersalah, rasa bersalah

yang dipendam, menghukum diri sendiri, rasa malu. kebencian, kesedihan, dan

cinta.

Adapun hasil penelitian klasifikasi emosi (pendekatan psikologi sastra)

dapat dijabarkan sebagai berikut:

4.1.1. Konsep Rasa Bersalah

Dalam novel ”Egosentris“ karya Syahid Muhammad terdapat emosi rasa

bersalah. Rasa bersalah yang dialami tokoh utama dapat dilihat dari hasil sebagai

berikut:

1. "Tapi, aku masih penasaran. Apa sebenarnya yang bikin orang-orang

nggak suka kalo aku ngomong atau negur mereka? Sampai akhirnya,

mereka malah balik ngomong yang nyebelin. Kayak si Henri. Aku emang

27
28

senyebelin itu di mata doi ya?" ujar Fatih saat lagu selesai

bersenandung.” (Egosentris, hlm. 25)

2. “Kamu ngerasa nggak sih, atau aku doang ya? Belajar psikologi, bikin

aku mempelajari dan mengetahui kenapa orang-orang ngelakuin sesuatu.

Akhirnya aku jadi judgemental. Tapi, tetap aja ga bisa nerima kelakuan

mereka yang kadang bikin aku kesel banget. Maksudku, aku yakin mereka

sadar omongan mereka, komen-komen mereka itu nyindir orang lain dan

nyakitin orang lain. Tapi kenapa tetap ngelakuin itu sih? Buat apa?”

Fatih mulai mengeluh. (Egosentris, hlm.27)

3. "Saya kira kita semua di ruangan ini cukup mengerti dampak yang terjadi,

Bu. Tapi, menurut saya mengerti aja nggak cukup kalo kita nggak

menghasilkan solusi yang bijak. Kiranya di luar sana, sesuai dari apa

yang telah terjadi, masih banyak orang yang seneng nyebarin berita yang

mereka dapat tanpa berpikir panjang. Padahal dampaknya luar biasa.

Masalah kesehatan mental, nggak bisa hanya fokus pada mereka yang

menanggung akibatnya, tapi mereka yang juga menjadi penyebab. Dan,

jika ditelisik lebih dalam mereka yang menyebabkan justru sebelumnya

adalah orang-orang yang menanggung akibat dari penyebab orang lain.

Begitu seterusnya," jelas Fatih (Egosentris, hlm. 54)

4. "Sekarang, semakin kita gede, dendam makin kompleks, bahkan minta

maaf aja sekarang nggak cukup kalo abis! nyakitin hati orang. Seolah

mereka baru bisa maafin kalo kita lebih sakit hati dari mereka. Lucu ya,"

lanjut Fatih” (Egosentris, hlm. 94)


29

5. “Gue terlalu sibuk ngurusin diri sendiri. Sampe nggak terlalu merhatiin

nyokap gue,” isak Fatih. "Ga usah bilang siapa-siapa soal nyokap gue.

Gue takut orang-orang nganggep seenaknya. Gue takut nyokap gue

dianggep gila.” (Egosentris, hlm. 174)

6. “Kini, penyesalan sedang menggoda pikiran Fatih. Dalam dirinya, ada

pertengkaran antara apa yang dianggapnya benar dengan apa yang

sebenarnya dia rasa” (Egosentris, hlm.289)

7. “Gue tahu,” Fatih mulai terisak. “Ironis ya. Gue belajar Psikologi. Tapi

justru kecolongan sama kondisi nyokap gue,” lanjut Fatih, isakan itu

masih keras tertahan. Tangisnya tak ingin tumpah dengan terlalu jelas.

Tangan Fana memeluk tangan kiri Fatih. Mengusapnya perlahan penuh

kasih. “Gue terlalu sibuk ngurusi diri sendiri. Sampe nggak terlalu

merhatiin nyokap gue,” isak Fatih. Tangan kiri Fana memohon kepala

Fatih untuk bersandar di bahunya. (Egosentris, hlm. 178-179)

8. “Tuh kan! Denger! Pertama, aku nggak maksud dukung Fatih yang nggak

konsisten sama omongannya, tapi juga nggak bermaksud nyalahin kamu.

Aku cuma ngasih tahu pandangan aku. Saat kita nyinyirin suatu hal, kita

juga nggak sadar udah melakukan hal yang sama meski dalam konteks

yang berbeda. Kedua, jangan kamu yang sebel kalo ada orang yang

marah sama bercandaan kamu. Kayaknya, orang yang tersinggung malah

jadi salah gara-gara nggak terima sama bercandaan orang lain. Kamu

pikir orang nggak boleh ngerasa tersinggung?” Fana murka. Wajahnya


30

tak pernah terlihat semenyeramkan ini di depan Saka..” (Egosentris,

hlm.348)

Pembahasan 1

Dari penggalan novel ”Egosentris“ ditemukan emosi konsep rasa bersalah

Fatih. Fatih kepada ibunya yang jarang ia perhatikan. Ibunya terkena gangguan

kejiwaan dan mengharuskan untuk dibawa ke Psikiater. Fatih merasa sangat sedih

dan tidak dapat menahan dirinya lagi. Hal itu dapat diperjelas dengan kutipan

hasil (2) berikut:

“Gue tahu,” Fatih mulai terisak. “Ironis ya. Gue belajar Psikologi. Tapi justru

kecolongan sama kondisi nyokap gue,” lanjut Fatih, isakan itu masih keras

tertahan. Tangisnya tak ingin tumpah dengan terlalu jelas. Tangan Fana memeluk

tangan kiri Fatih. Mengusapnya perlahan penuh kasih. “Gue terlalu sibuk ngurusi

diri sendiri. Sampe nggak terlalu merhatiin nyokap gue,” isak Fatih. Tangan kiri

Fana memohon kepala Fatih untuk bersandar di bahunya. (Egosentris, hlm. 178-

179)

4.1.2. Menghukum Diri Sendiri

Dalam novel ”Egosentris“ karya Syahid Muhammad terdapat emosi

menghukum diri sendiri. Menghukum diri sendiri yang dialami tokoh utama dapat

dilihat dari hasil sebagai berikut:


31

1. “Sang ibu menyendokkan nasi ke atas piring Fatih sedikit lebih banyak,

karena tahu Fatih pasti kelelahan setelah mendapatkan luka di badannya

itu. Namun Fatih menolak. “Dikit aja Bu nasinya, biar bisa sampe besok

pagi,” ujar Fatih.” (Egosentris, hlm. 90)

2. "Hidup tuh keras, itu pilihan lu mau nyerah sama keadaan atau tetep

berjuang buat hidup. Dan mereka yang akhirnya bunuh diri, ya udah jelas

mereka nggak kuat agamanya. Udah jelas-jelas bunuh diri dosa." Merasa

didukung oleh teman-temannya, Henri melanjutkan ucapannya

(Egosentris, hlm. 126)

3. “Tak lama Fatih membuka bajunya, tangan kanannya menekan bagian

bawah ketiak kirinya. Terlihat jelas, bekas luka sayatan saling menumpuk,

ditutup plaster sekenanya. Ditekannya luka itu oleh Fatih kencang-

kencang. Saka dan Fana terkejut, akhirnya mereka tahu kenapa Fatih

selalu menekan bagian bawah ketiak kirinya”. (Egosentris, hlm. 313)

4. “Jadi, ini rencana gue... gue akan mati kena hipotermia, seenggaknya,

lebih baiklah daripada gantung diri atau nelen racun. Gue juga bawa

catatan gue di buku kecil, yang gue bawa di tas gue. Isinya adalah tentang

mereka yang udah nyakitin gue”. (Egosentris, hlm. 347)

Pembahasan 2

Dari penggalan novel ”Egosentris“ ditemukan emosi menghukum diri sendiri

Fatih. Fatih selalu memiliki caranya sendiri dalam menghadapi ketakutan dan

kecemasan yang ia rasa. Ia memiliki gejala psikosomatis ringan yang membuat ia


32

selalu memegang bagian bawah ketiak kirinya. Hal itu dapat diperjelas dengan

kutipan hasil (2) berikut:

“Tak lama Fatih membuka bajunya, tangan kanannya menekan bagian bawah

ketiak kirinya. Terlihat jelas, bekas luka sayatan saling menumpuk, ditutup plaster

sekenanya. Ditekannya luka itu oleh Fatih kencang-kencang. Saka dan Fana

terkejut, akhirnya mereka tahu kenapa Fatih selalu menekan bagian bawah ketiak

kirinya”. (Egosentris, hlm. 313)

4.1.3. Rasa Malu

Dalam novel ”Egosentris“ karya Syahid Muhammad terdapat emosi rasa malu.

Rasa malu yang dialami tokoh utama dapat dilihat dari hasil sebagai berikut:

1. “Mungkin emang dari dulu aku minderan sama orang. Ngerasa nggak

mampu dan malu”, ucapku pelan. Tangan kananku menyentuh bagian

bawah ketiak kiriku seperti biasa dengan lembut sambil bersandar.

Berharap bisa menekan rasa pilu yang terpendam sangat lama.”

(Egosentris, hlm. 33)

2. "Astagfirullahaladzim!” teriak si ibu sambil membelokkan motornya ke

kanan.

"Woy, Bu! Kalo mau belajar motor di Game Master aja!" teriak Henri.

"Henri?!” teriak si ibu.

Wajah Henri pucat. Ia menancap gas sedalam mungkin. Rutukan ibu itu

terdengar makin samar dimakan angin yang semakin jauh. Teman-teman


33

yang lain terbahak, Saka menahan tawanya cukup hebat. Mereka tahu,

wanita tadi ternyata adalah ibu Henri”. (Egosentris, hlm. 21)

3. “Gak usah bilang siapa-siapa soal nyokap gue. Gue takut orang-orang

nanggep seenaknya. Gue takut nyokap gue dianggap gila”. (Egosentris,

hlm. 179)

4. " Seorang ayah yang meninggal dikeroyok warga karena salah paham

dikira mencuri amplop masjid, muncul di setiap genggaman orang.

Katanya, kejadian serupa pernah terjadi beberapa tahun silam, begitu

kiranya berita yang! sampai di tangan anakku. Begitu kiranya, akhirnya

anakku tahu bagaimana aku mati." (Egosentris, hlm. 307)

Pembahasan 3

Dari penggalan novel ”Egosentris“ ditemukan emosi rasa malu Fatih. Rasa

malu yang dialami Fatih karena terlalu minderan kepada orang-orang

disekitarnya. Terkadang Fatih juga merasa terlalu peduli kepada sekitar dan

terkadang itu menjadi beban kepadanya. Hal itu dapat diperjelas dengan kutipan

hasil (1) berikut:

“Mungkin emang dari dulu aku minderan sama orang. Ngerasa nggak mampu dan

malu”, ucapku pelan. Tangan kananku menyentuh bagian bawah ketiak kiriku

seperti biasa dengan lembut sambil bersandar. Berharap bisa menekan rasa pilu

yang terpendam sangat lama.” (Egosentris, hlm. 33)

4.1.4. Kesedihan
34

Dalam novel ”Egosentris“ karya Syahid Muhammad terdapat emosi

kesedihan. Kesedihan yang dialami tokoh utama dapat dilihat dari hasil sebagai

berikut:

1. “Aku menganggap semua orang sama. Maksudku, masa lalu yang kumiliki

sudah cukup untuk membuatku beranjak melupa. Tak ingin mengingatnya

kembali, berharap masa perkuliahan akan menjadi gerbang menuju

tempat bertemu orang-orang yang lebih baik, pikirku”. (Egosentris,

hlm.41)

2. " Tak disangka, sesampainya di kamar penginapan sebuah tungku yang

menyala dengan bara yang masih segar dan penuh sudah siap di kamar

mereka. Jika saja tungku itu tidak membara, ingin sekali Fatih

memeluknya penuh cinta." (Egosentris, hlm. 270)

3. “Setelah Bi Asih kembali dari luar, mereka pamit pergi ke kampus

menyelesaikan beberapa UAS yang tidak sempat diikuti Fatih. Sang ibu

melihat mata sembab itu, Bi Asih pun, namun tak ada yang berani

membahasnya hingga mereka pergi." (Egosentris, hlm. 189)

4. “Fatih meringkuk di balik punggung Bi Asih, badannya menggigil hebat.

Mungkin, sang bapak tengah memeluknya dari alam sana hingga Fatih

kedinginan. Tak rela pergi. Di sebelahnya, sang ibu sedang menatap

nanar jenazah di hadapannya. Wajahnya pilu, kematiannya membawa

rindu mati bersamanya." (Egosentris, hlm. 187)

5. “Apa mereka pernah mikirin gimana rasanya jadi anak dari ibunya yang

diperkosa? Itu bayangan nyokap gue terus muter-muter di kepala gue,


35

ngehantuin gue saat orang-orang ngeliat foto nyokap gue di media sosial

Terus ditanya-tanya mulu sama yang nyari berita buat nyeritain kesedihan

gue... buat disebarin ke orang-orang buat ngasih tahu ke orang-orang

kalo ada orang yang jahat banget udah perkosa ibu gue. Buat dapet berita

yang bisa bikin mereka dapet duit." (Egosentris, hlm. 346)

6. Aku penasaran, di alam sana, mereka masih bisa ngerasain dendam nggak

sih?” Tanya Fatih polos, sambil menyeka air matanya." (Egosentris, hlm.

188)

Pembahasan 4

Dari penggalan novel ”Egosentris“ ditemukan emosi kesedihan Fatih. Fatih

merasa hancur ketika ayahnya meninggalkannya sendirian dengan sang ibu. Fatih

membantu sang ibu menjadi tulang punggung dan menghidupi mereka. Terkadang

Fatih merasa terbebani dan tidak dapat menjalaninya sendirian, ia butuh teman

untuk berbagi segala keluhnya. Hal itu dapat diperjelas dengan kutipan hasil (3)

berikut:

“Fatih meringkuk di balik punggung Bi Asih, badannya menggigil hebat.

Mungkin, sang bapak tengah memeluknya dari alam sana hingga Fatih

kedinginan. Tak rela pergi. Di sebelahnya, sang ibu sedang menatap nanar jenazah

di hadapannya. Wajahnya pilu, kematiannya membawa rindu mati bersamanya."

(Egosentris, hlm. 187).


36

4.1.5. Rasa Bersalah yang Dipendam

Dalam novel ”Egosentris“ karya Syahid Muhammad terdapat emosi rasa

bersalah yang dipendam. Rasa bersalah yang dipendam yang dialami tokoh utama

dapat dilihat dari hasil sebagai berikut:

1. “Fatih sedang tidak ingin diganggu. Terlebih ini bukan kali pertama bagi

Fatih yang bersikap naik-turun seperti itu. Kadang diam, tiba-tiba ceria,

lalu dingin, kemudian hangat. Tak ada kondisi Fatih yang bisa bertahan

lama”. (Egosentris, hlm. 116)

2. " Akhirnya, anakku tidak akan membenci diriku. Tetapi, hanya airmata

yang mengalir deras di pipinya berhari-hari, itu pun disembunyikan.

Mengunci dirinya dalam ruangan, lalu menangis sehebat-hebatnya,

sesunyi-sunyinya. Berhari-hari, berminggu-minggu, anakku murung.

Seberat itukah mengetahui kebenaran? Tanyaku tanpa suara. Aku di sini

hanya bisa melihat, setiap hari anakku bermain-main dengan silet yang

digunakannya untuk menyayat bagian bawah ketiak kirinya. Setiap kali ia

bersedih, ditekannya luka itu, bersedih lagi, ditambah lagi sayatan itu,

ditekan lagi luka itu, terluka lagi ia. " (Egosentris, hlm. 307)

3. “Setelah hari ke delapan aku terbaring, aku bisa melihat kembali. Di

ruang rumah sakit, anakku baru saja mencium tanganku yang tak bisa

kugerakkan. Anakku, aku rindu Ingin sekali aku bangun, namun tubuh ini

kaku seperti ranjang yang kutiduri, seperti tembok, seperti kursi.

Tak lama, waktu begitu ringan, seringan badanku yang kewalahan diterpa

dimensi. Aku mati. Melihat anakku yang kini hidup kehilangan aku. Hati
37

anakku patah, istriku gagal untuk tidak membuat anakku kehilanganku,

bahkan tanpa tahu kebenaran apa yang terjadi padaku.

Anakku hidup bertahun-tahun tanpa tahu bagaimana aku mati. Aku tak

rela, ingin sekali aku menangis tapi tak bisa. Di sini aku tak bisa

menangis. Nak, kau harus tahu kebenaran ke mana dan kenapa ayahmu

pergi. Jangan seperti aku yang hingga aku mati, aku tak pernah tahu ke

mana ayahku, atau bagaimana dia mati. Aku tak ingin kau benci. Jangan

percaya ibumu, dia jahat sekali tak memberitahumu yang sebenarnya.”

(Egosentris, hlm. 306)

3. “Tak lama Fatih membuka bajunya, tangan kanannya menekan bagian

bawah ketiak kirinya. Terlihat jelas, bekas luka sayatan saling menumpuk,

ditutup plaster sekenanya. Ditekannya luka itu oleh Fatih kencang-

kencang. Saka dan Fana terkejut, akhirnya mereka tahu kenapa Fatih

selalu menekan bagian bawah ketiak kirinya.” (Egosentris, hlm. 313)

Pembahasan 5

Dari penggalan novel ”Egosentris“ ditemukan emosi Rasa Bersalah yang

Dipendam Fatih. Fatih merasa bahwa ia tak dapat membendung luka yang ia

derita sejak kecil. Akibatnya, ia jadi menahan luka dan memendam semuanya

sendiri dan menjadikan dirinya sebagai bahan untuk balas dendam atas apa yang

sudah ia alami. Hal itu dapat diperjelas dengan kutipan hasil (3) berikut:

“Tak lama Fatih membuka bajunya, tangan kanannya menekan bagian bawah

ketiak kirinya. Terlihat jelas, bekas luka sayatan saling menumpuk, ditutup plaster
38

sekenanya. Ditekannya luka itu oleh Fatih kencang-kencang. Saka dan Fana

terkejut, akhirnya mereka tahu kenapa Fatih selalu menekan bagian bawah ketiak

kirinya.” (Egosentris, hlm. 313)

4.1.6. Kebencian

Dalam novel ”Egosentris“ karya Syahid Muhammad terdapat emosi

kebencian. Kebencian yang dialami tokoh utama dapat dilihat dari hasil sebagai

berikut:

1. “Pintu yang dipaksa tertutup itu berteriak. Telingaku geram.

Kubantingkan piring kotor itu ke dalam kubangan cucian kotor yang

tengah menumpuk. Sinar yang kupercaya sebagai adik tertua, adik yang

setidaknya bisa paham mengapa aku sering kali mengomel, nyatanya tak

bisa bertanggung tanggung jawab meski hanya soal kebersihan. "

(Egosentris, hlm. 47)

2. “Dendam itu, tumbuh subur dalam dirinya. Disirami oleh hatinya yang

selalu pilu. Mengapa teman-temannya harus selalu mengejeknya?

Dendam itu masih hidup hingga kini”. (Egosentris, hlm. 93)

3. “Sejak semalam Fatih mematikan gawai miliknya. Menurutnya, hal itu

membantu dirinya untuk tidak terus-terusan mengecek instagram ataupun

berita-berita yang tidak ingin dilihatnya”. (Egosentris, hlm. 282))

4. “Fatih yang duduk tak jauh dari mereka tak tahan lagi. Ia kesal setengah

mati bagaimana bisa teman-temannya membicarakan hal seperti itu."

(Egosentris, hlm. 125)


39

5. “Kenapa ya, banyak orang yang terhibur ngelihat komen-komen di berita

atau di postingan media sosial yang isinya saling nyalahin atau saling

hina? Gue, akhirnya ngerasa sendirian. Karena itu nakutin buat gue”.

(Egosentris, hlm. 140)

6. “Dadanya dipenuhi benci saat ini. Pada masa lalunya, pada beberapa

rekan Fatih yang tidak disukainya. Benci itu kian meluas, pada kehidupan

sosial, pada setiap komentar di media sosial yang pernah dibacanya. Akan

semua kekacauan yang dilihatnya, tangannya tak sanggup lagi mengetik

jurnal hariannya”. (Egosentris, hlm. 212)

7. “Lu kadang suka sebel nggak sih? Udah tau kadang kita suka kesel liatin

postingan orang atau berita-berita nyebelin, tetep aja kita liatin terus,”

ujar Fatih. (Egosentris, hlm. 283)

8. “Fatih tak bisa melakukan apa pun, merasa tak berhak menuntut

penjelasan apa pun lagi. Hanya dendamnya saja yang semakin

menumpuk”. (Egosentris, hlm. 323-324)

9. " Ucapannya mengundang persetujuan dari teman-temannya. Fatih tak

lagi dapat menahan dirinya, ia Mengepalkan tangan sekencang

kencangnya, sekeras-kerasnya.

Seketika kepalan tangan itu menghajar wajah Henri dari belakang.

Bertubi-tubi hingga tak membiarkan Henri melawan balik. Urat-urat

tangannya mengencang. Henri yang terjatuh masih terus dipukuli olehnya

dengan sangat cepat. Tangannya seperti pompa tinju yang tidak bisa

berhenti." (Egosentris, hlm. 327)


40

Pembahasan 6

Dari penggalan novel ”Egosentris“ ditemukan emosi kebencian Fatih.

Media sosial membuat Fatih bebas mencari apa yang seharusnya tidak Fatih

ketahui, memudahkan untuk mengetahui kehidupan orang lain. Menurut Fatih

tekanan-tekanan akan selalu ada dari orang-orang yang tidak setuju dan

sependapat. Hal itu dapat diperjelas dengan kutipan hasil (4) berikut:

“Lu kadang suka sebel nggak sih? Udah tau kadang kita suka kesel liatin

postingan orang atau berita-berita nyebelin, tetep aja kita liatin terus,” ujar Fatih.

(Egosentris, hlm. 283)

4.1.7. Cinta

Dalam novel ”Egosentris“ karya Syahid Muhammad terdapat emosi cinta.

Cinta yang dialami tokoh utama dapat dilihat dari hasil sebagai berikut:

1. “Dulu, awal-awal Saka berpacaran dengan Rani, Saka begitu

mengidolakannya. Anggota HIMA, bahkan terindikasi calon ketua HIMA

angkatan berikutnya. Aktif dalam kegiatan beberapa komunitas, terlihat

banyak teman dan pemuja. Ya, jika dilihat berdasarkan jumlah likes dan

followers di Instagramnya.

Rani seorang mahasiswi berdarah campuran Jerman. Matanya yang

cokelat dan bintik matahari di wajah membuat Saka rela menjual jiwanya,

sepertinya. Tapi bukan karena itu, Saka memang senang sekali

perempuan-perempuan yang sepertinya tangguh. " (Egosentris, hlm. 39-

40)
41

2. Fana tersenyum. Detaknya tenang, mengalunkan kenyamanan. Teman

yang duduk di samping begitu disayanginya. Seakan rela melakukan apa

pun untuk bisa mengeluarkan semua dendam atau kesedihan yang selama

ini mengendap di dalamnya.

"Kamu nyadar nggak sih kamu tuh romantis?" celetuk Fana.

"Aku tahu," jawab Fatih percaya diri. (Egosentris, hlm.94)

3. “Fatih menatapnya dengan sedikit kecemburuan. Pada sosok yang bisa

membuat Fana dengan seketika mengiyakan ajakannya. Seolah waktu

yang selama ini dia miliki dengan Fana tak pernah cukup. Keegoisan yang

menyenangkan, baginya. Juga menjengkelkan karena dia tak menyukai

perasaan itu. Itu mengganggu pikirannya.” (Egosentris, hlm. 211)

4. "Ciya elahh seneng banget kayaknya abis ditelepon kekasih," goda Saka.

Fana tersenyum, genit sekali. Fatih masih sibuk menghabiskan mi

ongkloknya. Berusaha tak terkejut, namun degupnya berdetak tak

menyenangkan. Ada pikiran yang tak disukainya menjahili kepalanya.

Tentang bagaimana bisa dirinya tidak tahu bahwa Fana dan Zaki sudah

menjalin hubungan. Benar-benar menjalin hubungan. " (Egosentris, hlm.

287)

Pembahasan 7

Dari penggalan novel ”Egosentris“ ditemukan cinta Fatih. Fatih

menyimpan perasaannya kepada Fana dan merasa cemburu atas sikap Fana yang

berbeda dari biasanya. Hal itu dapat diperjelas dengan kutipan hasil (2) berikut:
42

“Fatih menatapnya dengan sedikit kecemburuan. Pada sosok yang bisa membuat

Fana dengan seketika mengiyakan ajakannya. Seolah waktu yang selama ini dia

miliki dengan Fana tak pernah cukup. Keegoisan yang menyenangkan, baginya.

Juga menjengkelkan karena dia tak menyukai perasaan itu. Itu mengganggu

pikirannya.” (Egosentris, hlm. 211)

4.2 Struktur Kepribadian

4.2.1 Id

Id bekerja dalam daerah tidak sadar. Id beroperasi berdasarkan prinsip

kenikmatan yang harus segera terlaksanakan, yaitu mencari kenikmatan dan

menghindari rasa sakit. Prinsip kenikmatan dilakukan melalui dua proses yaitu

melalui tindak refleks yang berupa berkedip, bersin, menggaruk saat gatal,

tertawa. Dan hal yang kedua melalui proses primer yang berlaku seperti

membayangkan, melamun, mimpi, makan, minum, sifat penguasa, ingin

dihormati, dimanja, bersikap sewenang-wenang dan mementingkan diri sendiri.

Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

1. “Fatih bisa tersenyum lebar mendengar guyonan jenaka Saka, hingga


perlahan ikut tertawa.” (Egosentris, hlm. 114)

2. “Fatih menundukkan kepala, energi negatif mulai memenuhi kepala.


Tangan kanannya pelan menekan bagian bawah ketiak kiri.” (Egosentris,
hlm. 139)

3. “Gue terlalu sibuk ngurusin diri sendiri. Sampe nggak terlalu merhatiin
nyokap gue,” isak Fatih.” (Egosentris, hlm. 174)

4. “Ada rasa senang yang diam-diam menggelitik di dada Fatih, ia lalu


tersenyum. Ditambah ada sambal malam ini, sebuah kemegahan yang
sudah lama dirindukan Fatih..” (Egosentris, hlm. 205)
43

5. “Gue nggak pernah minta juga dipeduliin. Man, kalo lu ngerasa keberatan
untuk peduli sama gue, kalo gue cuma jadi beban, coba aja buat nggak
peduli kayak yang pernah lu bilang. Simple.” (Egosentris, hlm. 290)

Id yang yang dimiliki Fatih dapat dilihat dari narasi Fatih yang berbunyi

„tersenyum lebar ketika mendengar guyonan jenaka Saka‟ dan „tertawa‟ yang

mengacu pada salah satu ciri dari struktur kepribadian id. Kalimat tersebut

merupakan tindak refleks yang dilakukan oleh Fatih ketika mendengarkan sebuah

candaan. Hal itu dapat diperjelas dengan kutipan hasil (1) berikut:

“Fatih bisa tersenyum lebar mendengar guyonan jenaka Saka, hingga perlahan

ikut tertawa.” (Egosentris, hlm. 114)

4.2.2. Ego

Ego berada di area sadar dan tidak sadar. Tugas dari ego adalah mencegah

terjadinya tegangan baru atau menunda kerja dari prinsip kenikmatan sehingga

dapat memuaskan kebutuhan. Proses yang dilalui oleh ego adalah proses berpikir

realistis, seperti halnya penalaran, penyelesaian masalah, dan pengambilan

keputusan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

1. “Di pikiranku, jika memang suatu saat mampu untuk bersekolah tinggi,
satu-satunya harapanku adalah tidak menginginkan memiliki istri seperti
ibuku.” (Egosentris, hlm. 31)

2. “Sang ibu menyendokkan nasi ke atas piring Fatih sedikit lebih banyak,
karena tahu Fatih pasti kelelahan setelah mendapatkan luka di badannya
itu. Namun Fatih menolak. “Dikit aja Bu nasinya, biar bisa sampe besok
pagi,” ujar Fatih.” (Egosentris, hlm. 90)

3. “Jadi ini rencana gue... gue akan kena hipotermia seenggaknya, lebih
baiklah daripada gantung diri atau nelen racun. Gue juga bawa catatan gue
44

di buku kecil, yang gue bawa di tas gue. Isinya adalah tentang mereka
yang udah nyakitin gue.” (Egosentris, hlm. 347)

Ego yang yang dimiliki Fatih dapat dilihat dari pengambilan keputusan yang

dilakukan Fatih bukanlah hal yang baik dalam menyelesaikan masalah. Diambang

kesadaran dan ketidaksadaran Fatih mengambil keputusan tersebut yang

dibimbing oleh egonya, dan hal tersebut merupakan salah satu ciri dari ego. Hal

itu dapat diperjelas dengan kutipan hasil (3) berikut:

“Jadi ini rencana gue... gue akan kena hipotermia seenggaknya, lebih baiklah

daripada gantung diri atau nelen racun. Gue juga bawa catatan gue di buku kecil,

yang gue bawa di tas gue. Isinya adalah tentang mereka yang udah nyakitin gue.”

(Egosentris, hlm. 347)

4.2.3. Superego

Superego terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian tidak

sadar. Superego merupakan kekuatan moral dan etika kepribadian, superego juga

mewakili nilai-nilai orang tua atau interpretasi orang tua mengenai standar sosial.

Dengan kata lain, superego merupakan wakil dari nilai-nilai moral, nilai

tradisional, ataupun nilai-nilai yang terdapat di masyarakat. Hal ini dapat dilihat

dari kutipan berikut:

1. “Dan aku juga enggak percaya bahwa orang-orang bisa bener-bener nggak
peduli dengan omongan orang. Mungkin mereka cuma berusaha lebih
keras tidak peduli dibandingkan aku” (Egosentris, hlm. 34)

2. “Saya kira kita semua di ruangan ini cukup mengerti dampak yang terjadi,
Bu. Tapi, menurut saya mengerti aja nggak cukup kalo kita nggak
menghasilkan solusi yang bijak.” (Egosentris, hlm. 54)
45

3. “Tak menghiraukan jawaban bapak tua itu, Fatih mengeluarkan uang 50


ribu untuk membeli satu bungkus cireng. “Kembaliannya bapak beliin
sayur ya buat makan,” ucap Fatih sambil tersenyum..” (Egosentris, hlm.
115)
Superego yang yang dimiliki Fatih dapat dilihat dari saat Fatih menganggapi

pertanyaan yang sebelumnya diajukan oleh dosennya. Fatih menjawab pertanyaan

tersebut yang sesuai dengan nilai moral yang berada di masyarakat seperti yang

diketahui bahwa saat ini masyarakat hanya mampu berkomentar mengenai hal

yang hangat diperbincangkan tanpa mau memberikan solusi yang membangun.

Hal itu dapat diperjelas dengan kutipan hasil (1) berikut:

“Saya kira kita semua di ruangan ini cukup mengerti dampak yang terjadi, Bu.

Tapi, menurut saya mengerti aja nggak cukup kalo kita nggak menghasilkan

solusi yang bijak.” (Egosentris, hlm. 54)


46

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada novel ”Egosentris“ karya Syahid

Muhammad. Ditemukan struktur kepribadian menurut Sigmund Freud yaitu id,

ego, dan superego. Ketiga struktur kepribadian tersebut dalam ditemukan pada

tokoh Fatih. Dalam tokoh Fatih mendominasi id yang mengacu pada tindakan

refleks seperti, lamunan, menolak rasa sakit dan keinginan bunuh diri. Berlanjut

kepada ego dari tokoh Fatih seperti pada pengambilan keputusan, penyelesaian

masalah yang lebih mengacu pada prinsip realita yang ada. Sedangkan superego,

tokoh Fatih lebih dominan kepada nilai-nilai moral yang terdapat masyarakat yang

terdapat di dalam novel Egosentris karya Syahid Muhammad.

5.1 Saran

Dari hasil penelitian yang telah disimpuikan, peneliti dapat

mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Perlu adanya pemahaman tentang unsur kejiwaan seseorang dalam

kehidupan sehari-hari.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk melakukan

beberapa penelitian khususnya dalam pegembangan sastra.


47

3. Bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian sastra diharapkan agar

mengembangkan lagi ruang analisis yang berbeda dari sebelumnya dan

lebih memperhatikan teori-teori yang akan digunakan sebelum melakukan

penelitian.

4. Penelitian sastra perlu dikembangkan agar dapat dimanfaatkan dengan

baik oleh masyarakat pembaca sastra.


48

DAFTAR PUSTAKA

Andriana, dkk. (2002). Apresiasi Prosa Fiksi. Jakarta: Dipdiknas.

Aziz & Hasim. (2010). Menganalisis fiksi sebuah pengantar. Bogor : Ghalia
Indonesia.

Endraswara, Suwardi. (2013). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka


Widyatama.

Erlyn. (2008). Analisis Psikologi Tokoh Utama Novel Merah Itu Cinta Karya Fx.
Rudy Gunawan. Skripsi FKIP Universitas Tadulako Palu.

Fajrin MR, (2015). Pengertian Tokoh dan Jenis-jenis Tokoh. (artikel online).
Melalui (www.Rifajrin.com). Diakses 04 Agustus 2022 Pukul 06:05.

Firdaus, Aziz,( 2012). Metode Penelitian, Tangerang Selatan: Jelaja Nusa.

Ismawati, Esti, (2013). Pengantar Sastra.Yogykarta: Ombak.

Kalasilmu.com (2017). Pengertian Jenis Tokoh Protagonis, Antagonis, Tritagonis


dalam novel (artikel online). Melalui (https://Kelasilmu.com). Diakses 04
Agustus 2022 pukul 06:05.

Kosasi E. (2008). Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Nobel Edumedia.

Minderop, Albertine, (2011). Psikologi Sastra. Yogyakarta: Pusat Obor Indonesia.

Novia windi, (2005) kamus lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Kashiko Press.

Nurgiyantoro, Burhan. (2010). Teori pengkajian Fiksi. Gadjah Mada University


Press Anggota IKAPI Yogyakarta.

Pradnyani, D.P.A.G.N. (2012). Psikologi Tokoh Novel Ayat-ayat cinta Karya


Habiburrahman El-Shirazy. Universitas Tadulako. Palu: tidak diterbitkan.

Redaksi PM. (2012). Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik. Surakarta:


Cakrawala Media.

Rochmansyah, Alfian, (2014). Studi dan Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Siswantoro. (2005). Metodee Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta.


Universitas Muhammadiyah.
49

Sugyono, Dendi. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Yusuf, Syamsu, dkk. (2014). Teori Kepribadian. Yogyakarta : Rosda


50

SINOPSIS NOVEL EGOSENTRIS

Bentuk novel dilihat dari sampul depan

Identitas novel yang menjadi sumber data dalam penelitian adalah:

1. Judul : EGOSENTRIS

2. Pengarang : Syahid Muhammad

3. Penerbit : Gradien Mediatama

5. Tahun Terbit : 2018

6. Jumlah halaman cerita : 327 halaman

7. Jumlah bab : 20 bab

8. Cetakan ke : I bulan Maret

Ringkasan Cerita:

Novel ini bercerita tentang tiga orang sahabat yang memiliki sifat berbeda. Dalam

novel ini tergambar pola pikir mahasiswa di masa sekarang dalam menghadapi

masalah yang ada. Tiga orang sahabat tesebut adalah Fatih, Fana, dan Saka.
51

Fatih adalah seorang anak tunggal yang hidup dengan berjuta masalah dan

kecemasan dalam dirinya. Namun, keluarganya belum tahu apa yang menjadi

kecemasan dan masalah Fatih. Ia mengungkapkan sesuatu secara gamblang tanpa

peduli bagaimana reaksi orang-orang terhadapnya, di sisi lain ia juga memendam

sesuatu dengan cara paling baik, dan ia juga memusatkan apa-apa kepada dirinya

sendiri. Teman-teman Fatih sering merasa sebal padanya. Ia mengkritisi beberapa

hal yang tanpa kita sadari terjadi di kehidupan sehari-hari. Tentang orang-orang

yang tidak bisa lepas dari gawai, tentang orang-orang yang lebih mementingkan

perkataan orang lain terhadap mereka, orang-orang yang lupa akan makna ada dan

tidak menyayangi diri sendiri, dan orang-orang yang penuh kebohongan demi

sebuah kebahagiaan. Ia menjadi bukti nyata bagaimana sikap dan didikan seorang

ibu sedari kecil akan sangat mempengaruhi jiwa dan psikis. Ia juga begitu kuat

memaknai semua yang terjadi dalam kehidupan.

Fana adalah perempuan yang selalu ingin kebebasan, hidupnya terstuktur sesuai

dengan keinginan dan arahan orangtuanya karena orangtuanya merasa tahu apa

yang terbaik untuknya. Ia adalah pendengar yang baik bagi kedua sahabatnya,

sekaligus penengah bagi mereka.

Saka, seorang abang yang menanggung seluruh beban keluarga karena ayahnya

telah lebih dahulu meninggal. Ia mencoba tegas kepada keluarganya, tetapi justru

ketegasannya menjadi salah arah. Ia tidak bisa menyampaikan kasih sayangnya

secara gamblang. Saka adalah salah satu tokoh yang banyak disukai perempuan

sebab ketampanannya dan keramahannya terhadap siapa pun. Ia sering

menyimpan kesedihannya sendiri. Cara paling baik untuk mengatasi masalahnya


52

adalah berlari, berlari dalam kata lain adalah berpergian, bertualang, dan

travelling.

Novel ini lebih banyak mengupas soal kehidupan dan persahabatan. Ketiganya

memiliki latar belakang keluarga yang berbeda dan menyimpan beban yang

berbeda-beda pula. Tapi, novel ini lebih terfokus pada kehidupan Fatih. Ia anak

yang tertekan dan selalu berpikiran untuk bunuh diri. Awalnya dikarenakan

ayahnya yang lebih dahulu pulang kepelukan Yang Maha Esa, sejak itu usaha

kosmetik ibunya bangkrut. Perlahan masalah mulai datang satu-persatu, ia

kehilangan ibunya dengan cara yang tidak wajar dan membenci segala hal yang

datang padanya. Ia benci pada jurnalis yang mencoba mencari informasi tentang

kepergian ibunya. Ia merasa sedang tertekan dan tidak membutuhkan bicara

kepada siapapun, tetapi para jurnalis memaksanya untuk bercerita. Akhirnya ia

berpikiran untuk bunuh diri karena merasa dunia tidak adil dan tidak ada yang

mengerti dirinya. Ia merekam sebuah suara untuk terakhir kalinya dalam walkman

pemberian ayahnya, setelah itu ia berangkat menuju Dieng untuk mengakhiri

hidupnya. Akan tetapi, hal itu dicegah oleh temannya. Temannya melihat Fatih

jatuh karena menahan dingin di atas bukit dan segera melarikan Fatih ke rumah

sakit. Fatih berhasil diselamatkan dan teman-teman yang sebelumnya

membencinya meminta maaf padanya.

Syahid Muhammad memulis novel ini dengan sangat menarik dengan

menimbulkan banyak konflik, wawasan mengenai dunia psikolog, dan

memberikan arti mengenai kekuatan untuk bertahan, memahami dan mengalah


53

terhadap sesama manusia. Ia juga membuat pembaca mendalami peran hingga

membuat pembaca masuk ke dalam ceritanya

Di sisi lain, Syahid Muhammad menyampaikan pesan dalam novelnya kepada

pembaca untuk tetap bijak dalam bersosial media. Ia menceritakan bagaimana

seseorang bisa sangat tertekan oleh perkataan dan perbuatan orang lain terhadap

apa yang mereka perbuat di sosial media.


54

BIOGRAFI PENULIS NOVEL

Syahid Muhammad Penulis kelahiran 1 November tahun sekian ini

merupakan seorang pria scorpius yang tinggal di Sukasari Kota Bandung.

Bernama lengkap Syahid Muhammad yang biasa dipanggil Mas Iid. Pria yang

bisa diajak berbincang tentang apa saja ini menyukai sudut-sudut kedai kopi yang

dijadikan tempat kesukaan penulis ini untuk menulis dan berbincang. Setelah

sukses dengan buku pertama (Kala) dan keduanya (Amor Fati) yang berkolaborasi

dengan Stefani

Bella, akhirnya tiba kesempatan pria ini untuk menerbitkan buku

tunggalnya. Egosentris menjadi debut buku tunggal pertama sekaligus buku ketiga

yang ditulis oleh Syahid Muhammad.

.
55

DATA PENELITIAN

1. "Tapi, aku masih penasaran. Apa sebenarnya yang bikin orang-orang

nggak suka kalo aku ngomong atau negur mereka? Sampai akhirnya,

mereka malah balik ngomong yang nyebelin. Kayak si Henri. Aku emang

senyebelin itu di mata doi ya?" ujar Fatih saat lagu selesai

bersenandung.” (Egosentris, hlm. 25)

2. “Kamu ngerasa nggak sih, atau aku doang ya? Belajar psikologi, bikin

aku mempelajari dan mengetahui kenapa orang-orang ngelakuin sesuatu.

Akhirnya aku jadi judgemental. Tapi, tetap aja ga bisa nerima kelakuan

mereka yang kadang bikin aku kesel banget. Maksudku, aku yakin mereka

sadar omongan mereka, komen-komen mereka itu nyindir orang lain dan

nyakitin orang lain. Tapi kenapa tetap ngelakuin itu sih? Buat apa?”

Fatih mulai mengeluh. (Egosentris, hlm.27)

3. “Kini, penyesalan sedang menggoda pikiran Fatih. Dalam dirinya, ada

pertengkaran antara apa yang dianggapnya benar dengan apa yang

sebenarnya dia rasa” (Egosentris, hlm.289)

4. “Gue tahu,” Fatih mulai terisak. “Ironis ya. Gue belajar Psikologi. Tapi

justru kecolongan sama kondisi nyokap gue,” lanjut Fatih, isakan itu

masih keras tertahan. Tangisnya tak ingin tumpah dengan terlalu jelas.

Tangan Fana memeluk tangan kiri Fatih. Mengusapnya perlahan penuh

kasih. “Gue terlalu sibuk ngurusi diri sendiri. Sampe nggak terlalu

merhatiin nyokap gue,” isak Fatih. Tangan kiri Fana memohon kepala

Fatih untuk bersandar di bahunya. (Egosentris, hlm. 178-179)


56

5. “Tuh kan! Denger! Pertama, aku nggak maksud dukung Fatih yang nggak

konsisten sama omongannya, tapi juga nggak bermaksud nyalahin kamu.

Aku cuma ngasih tahu pandangan aku. Saat kita nyinyirin suatu hal, kita

juga nggak sadar udah melakukan hal yang sama meski dalam konteks

yang berbeda. Kedua, jangan kamu yang sebel kalo ada orang yang

marah sama bercandaan kamu. Kayaknya, orang yang tersinggung malah

jadi salah gara-gara nggak terima sama bercandaan orang lain. Kamu

pikir orang nggak boleh ngerasa tersinggung?” Fana murka. Wajahnya

tak pernah terlihat semenyeramkan ini di depan Saka..” (Egosentris,

hlm.348)

6. "Hidup tuh keras, itu pilihan lu mau nyerah sama keadaan atau tetep

berjuang buat hidup. Dan mereka yang akhirnya bunuh diri, ya udah jelas

mereka nggak kuat agamanya. Udah jelas-jelas bunuh diri dosa." Merasa

didukung oleh teman-temannya, Henri melanjutkan ucapannya

(Egosentris, hlm. 126)

7. “Tak lama Fatih membuka bajunya, tangan kanannya menekan bagian

bawah ketiak kirinya. Terlihat jelas, bekas luka sayatan saling menumpuk,

ditutup plaster sekenanya. Ditekannya luka itu oleh Fatih kencang-

kencang. Saka dan Fana terkejut, akhirnya mereka tahu kenapa Fatih

selalu menekan bagian bawah ketiak kirinya”. (Egosentris, hlm. 313)

8. “Mungkin emang dari dulu aku minderan sama orang. Ngerasa nggak

mampu dan malu”, ucapku pelan. Tangan kananku menyentuh bagian

bawah ketiak kiriku seperti biasa dengan lembut sambil bersandar.


57

Berharap bisa menekan rasa pilu yang terpendam sangat lama.”

(Egosentris, hlm. 33)

9. "Tapi, aku masih penasaran. Apa sebenarnya yang bikin orang-orang

nggak suka kalo aku ngomong atau negur mereka? Sampai akhirnya,

mereka malah balik ngomong yang nyebelin. Kayak si Henri. Aku emang

senyebelin itu di mata doi ya?" ujar Fatih saat lagu selesai

bersenandung.” (Egosentris, hlm. 25)

10. “Kamu ngerasa nggak sih, atau aku doang ya? Belajar psikologi, bikin

aku mempelajari dan mengetahui kenapa orang-orang ngelakuin sesuatu.

Akhirnya aku jadi judgemental. Tapi, tetap aja ga bisa nerima kelakuan

mereka yang kadang bikin aku kesel banget. Maksudku, aku yakin mereka

sadar omongan mereka, komen-komen mereka itu nyindir orang lain dan

nyakitin orang lain. Tapi kenapa tetap ngelakuin itu sih? Buat apa?”

Fatih mulai mengeluh. (Egosentris, hlm.27)

11. “Kini, penyesalan sedang menggoda pikiran Fatih. Dalam dirinya, ada

pertengkaran antara apa yang dianggapnya benar dengan apa yang

sebenarnya dia rasa” (Egosentris, hlm.289)

12. “Gue tahu,” Fatih mulai terisak. “Ironis ya. Gue belajar Psikologi. Tapi

justru kecolongan sama kondisi nyokap gue,” lanjut Fatih, isakan itu

masih keras tertahan. Tangisnya tak ingin tumpah dengan terlalu jelas.

Tangan Fana memeluk tangan kiri Fatih. Mengusapnya perlahan penuh

kasih. “Gue terlalu sibuk ngurusi diri sendiri. Sampe nggak terlalu
58

merhatiin nyokap gue,” isak Fatih. Tangan kiri Fana memohon kepala

Fatih untuk bersandar di bahunya. (Egosentris, hlm. 178-179)

13. “Tuh kan! Denger! Pertama, aku nggak maksud dukung Fatih yang nggak

konsisten sama omongannya, tapi juga nggak bermaksud nyalahin kamu.

Aku cuma ngasih tahu pandangan aku. Saat kita nyinyirin suatu hal, kita

juga nggak sadar udah melakukan hal yang sama meski dalam konteks

yang berbeda. Kedua, jangan kamu yang sebel kalo ada orang yang

marah sama bercandaan kamu. Kayaknya, orang yang tersinggung malah

jadi salah gara-gara nggak terima sama bercandaan orang lain. Kamu

pikir orang nggak boleh ngerasa tersinggung?” Fana murka. Wajahnya

tak pernah terlihat semenyeramkan ini di depan Saka..” (Egosentris,

hlm.348)

14. "Hidup tuh keras, itu pilihan lu mau nyerah sama keadaan atau tetep

berjuang buat hidup. Dan mereka yang akhirnya bunuh diri, ya udah jelas

mereka nggak kuat agamanya. Udah jelas-jelas bunuh diri dosa." Merasa

didukung oleh teman-temannya, Henri melanjutkan ucapannya

(Egosentris, hlm. 126)

15. “Tak lama Fatih membuka bajunya, tangan kanannya menekan bagian

bawah ketiak kirinya. Terlihat jelas, bekas luka sayatan saling menumpuk,

ditutup plaster sekenanya. Ditekannya luka itu oleh Fatih kencang-

kencang. Saka dan Fana terkejut, akhirnya mereka tahu kenapa Fatih

selalu menekan bagian bawah ketiak kirinya”. (Egosentris, hlm. 313)


59

16. “Mungkin emang dari dulu aku minderan sama orang. Ngerasa nggak

mampu dan malu”, ucapku pelan. Tangan kananku menyentuh bagian

bawah ketiak kiriku seperti biasa dengan lembut sambil bersandar.

Berharap bisa menekan rasa pilu yang terpendam sangat lama.”

(Egosentris, hlm. 33)

17. "Astagfirullahaladzim!” teriak si ibu sambil membelokkan motornya ke

kanan.

"Woy, Bu! Kalo mau belajar motor di Game Master aja!" teriak Henri.

"Henri?!” teriak si ibu.

Wajah Henri pucat. Ia menancap gas sedalam mungkin. Rutukan ibu itu

terdengar makin samar dimakan angin yang semakin jauh. Teman-teman

yang lain terbahak, Saka menahan tawanya cukup hebat. Mereka tahu,

wanita tadi ternyata adalah ibu Henri”. (Egosentris, hlm. 21)

18. “Gak usah bilang siapa-siapa soal nyokap gue. Gue takut orang-orang

nanggep seenaknya. Gue takut nyokap gue dianggap gila”. (Egosentris,

hlm. 179)

19. " Seorang ayah yang meninggal dikeroyok warga karena salah paham

dikira mencuri amplop masjid, muncul di setiap genggaman orang.

Katanya, kejadian serupa pernah terjadi beberapa tahun silam, begitu

kiranya berita yang! sampai di tangan anakku. Begitu kiranya, akhirnya

anakku tahu bagaimana aku mati." (Egosentris, hlm. 307)

20. " Tak disangka, sesampainya di kamar penginapan sebuah tungku yang

menyala dengan bara yang masih segar dan penuh sudah siap di kamar
60

mereka. Jika saja tungku itu tidak membara, ingin sekali Fatih

memeluknya penuh cinta." (Egosentris, hlm. 270)

21. “Setelah Bi Asih kembali dari luar, mereka pamit pergi ke kampus

menyelesaikan beberapa UAS yang tidak sempat diikuti Fatih. Sang ibu

melihat mata sembab itu, Bi Asih pun, namun tak ada yang berani

membahasnya hingga mereka pergi." (Egosentris, hlm. 189)

22. “Fatih meringkuk di balik punggung Bi Asih, badannya menggigil hebat.

Mungkin, sang bapak tengah memeluknya dari alam sana hingga Fatih

kedinginan. Tak rela pergi. Di sebelahnya, sang ibu sedang menatap

nanar jenazah di hadapannya. Wajahnya pilu, kematiannya membawa

rindu mati bersamanya." (Egosentris, hlm. 187)

23. “Apa mereka pernah mikirin gimana rasanya jadi anak dari ibunya yang

diperkosa? Itu bayangan nyokap gue terus muter-muter di kepala gue,

ngehantuin gue saat orang-orang ngeliat foto nyokap gue di media sosial

Terus ditanya-tanya mulu sama yang nyari berita buat nyeritain kesedihan

gue... buat disebarin ke orang-orang buat ngasih tahu ke orang-orang

kalo ada orang yang jahat banget udah perkosa ibu gue. Buat dapet berita

yang bisa bikin mereka dapet duit." (Egosentris, hlm. 346)

24. Aku penasaran, di alam sana, mereka masih bisa ngerasain dendam nggak

sih?” Tanya Fatih polos, sambil menyeka air matanya." (Egosentris, hlm.

188)

25. " Akhirnya, anakku tidak akan membenci diriku. Tetapi, hanya airmata

yang mengalir deras di pipinya berhari-hari, itu pun disembunyikan.


61

Mengunci dirinya dalam ruangan, lalu menangis sehebat-hebatnya,

sesunyi-sunyinya. Berhari-hari, berminggu-minggu, anakku murung.

Seberat itukah mengetahui kebenaran? Tanyaku tanpa suara. Aku di sini

hanya bisa melihat, setiap hari anakku bermain-main dengan silet yang

digunakannya untuk menyayat bagian bawah ketiak kirinya. Setiap kali ia

bersedih, ditekannya luka itu, bersedih lagi, ditambah lagi sayatan itu,

ditekan lagi luka itu, terluka lagi ia. " (Egosentris, hlm. 307)

26. “Setelah hari ke delapan aku terbaring, aku bisa melihat kembali. Di

ruang rumah sakit, anakku baru saja mencium tanganku yang tak bisa

kugerakkan. Anakku, aku rindu Ingin sekali aku bangun, namun tubuh ini

kaku seperti ranjang yang kutiduri, seperti tembok, seperti kursi.

Tak lama, waktu begitu ringan, seringan badanku yang kewalahan diterpa

dimensi. Aku mati. Melihat anakku yang kini hidup kehilangan aku. Hati

anakku patah, istriku gagal untuk tidak membuat anakku kehilanganku,

bahkan tanpa tahu kebenaran apa yang terjadi padaku.

Anakku hidup bertahun-tahun tanpa tahu bagaimana aku mati. Aku tak

rela, ingin sekali aku menangis tapi tak bisa. Di sini aku tak bisa

menangis. Nak, kau harus tahu kebenaran ke mana dan kenapa ayahmu

pergi. Jangan seperti aku yang hingga aku mati, aku tak pernah tahu ke

mana ayahku, atau bagaimana dia mati. Aku tak ingin kau benci. Jangan

percaya ibumu, dia jahat sekali tak memberitahumu yang sebenarnya.”

(Egosentris, hlm. 306)


62

27. “Tak lama Fatih membuka bajunya, tangan kanannya menekan bagian

bawah ketiak kirinya. Terlihat jelas, bekas luka sayatan saling menumpuk,

ditutup plaster sekenanya. Ditekannya luka itu oleh Fatih kencang-

kencang. Saka dan Fana terkejut, akhirnya mereka tahu kenapa Fatih

selalu menekan bagian bawah ketiak kirinya.” (Egosentris, hlm. 313)

28. “Pintu yang dipaksa tertutup itu berteriak. Telingaku geram.

Kubantingkan piring kotor itu ke dalam kubangan cucian kotor yang

tengah menumpuk. Sinar yang kupercaya sebagai adik tertua, adik yang

setidaknya bisa paham mengapa aku sering kali mengomel, nyatanya tak

bisa bertanggung tanggung jawab meski hanya soal kebersihan. "

(Egosentris, hlm. 47)

29. “Sejak semalam Fatih mematikan gawai miliknya. Menurutnya, hal itu

membantu dirinya untuk tidak terus-terusan mengecek instagram ataupun

berita-berita yang tidak ingin dilihatnya”. (Egosentris, hlm. 282))

30. “Fatih yang duduk tak jauh dari mereka tak tahan lagi. Ia kesal setengah

mati bagaimana bisa teman-temannya membicarakan hal seperti itu."

(Egosentris, hlm. 125)

31. “Lu kadang suka sebel nggak sih? Udah tau kadang kita suka kesel liatin

postingan orang atau berita-berita nyebelin, tetep aja kita liatin terus,”

ujar Fatih. (Egosentris, hlm. 283)

32. " Ucapannya mengundang persetujuan dari teman-temannya. Fatih tak

lagi dapat menahan dirinya, ia Mengepalkan tangan sekencang

kencangnya, sekeras-kerasnya.
63

Seketika kepalan tangan itu menghajar wajah Henri dari belakang.

Bertubi-tubi hingga tak membiarkan Henri melawan balik. Urat-urat

tangannya mengencang. Henri yang terjatuh masih terus dipukuli olehnya

dengan sangat cepat. Tangannya seperti pompa tinju yang tidak bisa

berhenti." (Egosentris, hlm. 327)

33. “Dulu, awal-awal Saka berpacaran dengan Rani, Saka begitu

mengidolakannya. Anggota HIMA, bahkan terindikasi calon ketua HIMA

angkatan berikutnya. Aktif dalam kegiatan beberapa komunitas, terlihat

banyak teman dan pemuja. Ya, jika dilihat berdasarkan jumlah likes dan

followers di Instagramnya.

Rani seorang mahasiswi berdarah campuran Jerman. Matanya yang

cokelat dan bintik matahari di wajah membuat Saka rela menjual jiwanya,

sepertinya. Tapi bukan karena itu, Saka memang senang sekali

perempuan-perempuan yang sepertinya tangguh. " (Egosentris, hlm. 39-

40)

34. “Fatih menatapnya dengan sedikit kecemburuan. Pada sosok yang bisa

membuat Fana dengan seketika mengiyakan ajakannya. Seolah waktu

yang selama ini dia miliki dengan Fana tak pernah cukup. Keegoisan yang

menyenangkan, baginya. Juga menjengkelkan karena dia tak menyukai

perasaan itu. Itu mengganggu pikirannya.” (Egosentris, hlm. 211)

35. "Ciya elahh seneng banget kayaknya abis ditelepon kekasih," goda Saka.

Fana tersenyum, genit sekali. Fatih masih sibuk menghabiskan mi

ongkloknya. Berusaha tak terkejut, namun degupnya berdetak tak


64

menyenangkan. Ada pikiran yang tak disukainya menjahili kepalanya.

Tentang bagaimana bisa dirinya tidak tahu bahwa Fana dan Zaki sudah

menjalin hubungan. Benar-benar menjalin hubungan. " (Egosentris, hlm.

287)
65
66
67
68

Anda mungkin juga menyukai