Anda di halaman 1dari 14

PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN EKOSISTEM

PADANG LAMUN BERBASIS MASYARAKAT PESISIR

Oleh :
KATRIN DOWENA DEI (20051101002)
TIRSA POMALINGO (20051101014)
REISALDY F. PANDENGKALU (20051101019)

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
1. PENDAHULUAN

Salah satu sumberdaya alam wilayah pesisir Indonesia adalah padang lamun.

Padang lamun di Indonesia secara umum merupakan tempat mencari makan,

berpijah, pembesaran dan berlindung bagi berbagai jenis biota laut diantaranya adalah

ikan, udang dan moluska. Dengan demikian, pengetahuan mengenai status ekosistem,

struktur komunitas dan dinamika biota padang lamun dengan segala aspeknya

merupakan dasar utama yang harus dikuasai dalam upaya mengeksploitasi dan

mengelola sumberdaya hayati perairan, khususnya sumberdaya ekosistem padang

lamun. Peranan padang lamun secara fisik di perairan laut dangkal adalah membantu

mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring sedimen yang terlarut dalam air

dan menstabilkan dasar sedimen (Kiswara dan Winardi, 1999).

Peranannya di perairan laut dangkal adalah kemampuan berproduksi primer

yang tinggi yang secara langsung berhubungan erat dengan tingkat kelimpahan

produktivitas perikanannya. Keterkaitan perikanan dengan padang lamun sangat

sedikit diinformasikan, sehingga perikanan di padang lamun Indonesia hampir tidak

pernah diketahui. Keterkaitan antara padang lamun dan perikanan udang lepas pantai

sudah dikenal luas di perairan tropika Australia (Coles et al., 1993).

Ekosistem padang lamun memiliki nilai pelestarian fungsi ekosistem serta

manfaat lainnya di masa mendatang sesuai dengan perkembangan teknologi, yaitu

produk obat-obatan dan budidaya laut. Beberapa negara telah memanfaatkan lamun

untuk pupuk, bahan kasur, makanan, stabilisator pantai, penyaring limbah, bahan

untuk pabrik kertas, bahan kimia, dan sebagainya.


Ekosistem padang lamun sangat rentan dan peka terhadap perubahan

lingkungan hidup seperti kegiatan pengerukan dan pengurugan yang berkaitan dengan

pembangunan pelabuhan, real estate, sarana wisata, pembuangan sampah organik

cair, sampah padat, pencemaran oleh limbah industri terutama logam berat,

pencemaran limbah pertanian dan pencemaran minyak serta penggunaan alat tangkap

yang tidak ramah lingkungan seperti potasium sianida dan sabit/gareng. Kondisi ini

dapat menurunkan kemampuan daya dukung (carrying capacity) ekosistem padang

lamun dalam fungsinya sebagai tempat produksi ikan.

Berbagai praktek pemanfaatan sumberdaya alam yang hanya memperhatikan

keuntungan jangka pendek, seperti penangkapan ikan dengan bahan peledak dan

beracun, penangkapan yang berlebihan, dan kegiatan pembangunan baik di darat

maupun di laut yang tidak memperhatikan kelestarian ekosistem ini serta terjadinya

konflik penggunaan di dalam pemanfaatannya memperlihatkan masih rendahnya

kesadaran masyarakat mengenai manfaat ekosistem ini. Rendahnya kesadaran

masyarakat akan berakibat rendahnya peran serta dari masyarakat dalam upaya

pengelolaannya. Hal ini tercermin tiadanya swakarsa masyarakat setempat, misalnya

untuk menentukan daerah reservat perikanan yang dilindungi agar menjadi sumber

bibit bagi lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, perlu dikembangkan pengelolaan

dan pengembangan ekosistem padang lamun yang mampu meningkatkan

pemanfaatan secara optimal dan memperhatikan aspek kelestarian, berwawasan

lingkungan dan berbasis masyarakat sehingga masyarakat terlibat dan bertanggung

jawab terhadap keberlanjutan ekosistem padang lamun di Indonesia.


2. EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN
INDONESIA

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae)yang tumbuh dan

berkembang dengan baik di lingkungan laut dangkal, yang dapat membentuk

kelompok-kelompok kecil dari beberapa tegakan tunas sampai berupa hamparan

padang lamun yang sangat luas.

Padang lamun merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang mempunyai

peranan penting dalam kehidupan berbagai biota laut serta merupakan salah satu

ekosistem bahari yang paling produktif. Ekosistem lamun di daerah tropis dikenal

tinggi produktivitasnya terutama dalam pore water dan sedimen. Indonesia yang

memiliki panjang garis pantai 81.000 km, mempunyai padang lamun yang luas

bahkan terluas di daerah tropika. Luas padang lamun yang terdapat di perairan

Indonesia mencapai sekitar 30.000 km2 (Kiswara dan Winardi, 1994). Jika dilihat dari

pola zonasi lamun secara horisontal, maka dapat dikatakan ekosistem lamun terletak

di antara dua ekosistem bahari penting yaitu ekosistem mangrove dan ekosistem

terumbu karang (Gambar 1). Dengan letak yang berdekatan dengan dua ekosistem

pantai tropik tersebut, ekosistem lamun tidak terisolasi atau berdiri sendiri tetapi

berinteraksi dengan kedua ekosistem tersebut.


3. KONDISI DAN MASALAH PENGELOLAAN EKOSISTEM

PADANG LAMUN

Walaupun padang lamun merupakan suatu ekosistem yang bermanfaat, namun

di Indonesia manfaat langsung untuk kebutuhan manusia belum banyak dilakukan,

bahkan lebih banyak dirusak karena kepentingan kegiatan lainnya. Informasi dan

pengetahuan tentang padang lamun dari perairan Indonesia masih sangat rendah

dibandingkan dengan hasil yang sudah dicapai negara tetangga seperti Filipina dan

Australia (Kiswara dan Winardi, 1999).

Pembangunan di wilayah pesisir dan laut yang merupakan suatu proses

perubahan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak terlepas dari aktivitas

pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut. Di dalam aktivitas ini sering

dilakukan perubahan-perubahan pada sumberdaya alam yang tentunya akan

berpengaruh terhadap lingkungan hidup. Makin tinggi laju pembangunan, makin

tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya alam dan makin besar perubahan-

perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup. Terjadinya konflik kepentingan dalam

pemanfaatan sumberdaya padang lamun selain mencerminkan pemikiran yang

bersifat sektoral, juga kurangnya kesadaran dan pengetahuan mengenai manfaat dan

fungsi padang lamun dari para pengambil keputusan.

Masyarakat setempat memegang peran penting di dalam kegiatan konservasi

dan pengelolaan kawasan padang lamun. Mereka hidup di atau dekat dengan kawasan

padang lamun dan mata pencahariannya sebagian besar bergantung pada sumberdaya

di sekitarnya. Pemanfaatan sumberdaya padang lamun dengan cara yang dapat


membahayakan ekosistem padang lamun akan merugikan masyarakat setempat.

Penegakan hukum secara tegas harus diterapkan terhadap perusak padang lamun.

Kondisi ekosistem padang lamun di perairan pesisir Indonesia telah mengalami

kerusakan sekitar 30% - 40%. Di pesisir Pulau Jawa kondisi ekosistem padang lamun

telah mengalami gangguan yang cukup serius akibat pembuangan limbah dan

pertumbuhan penduduk dan diperkirakan sekitar 60% padang lamun telah mengalami

kerusakan. Di pesisir Pulau Bali dan Pulau Lombok gangguan bersumber dari

penggunaan potasium sianida dan telah berdampak pada penurunan nilai penutupan

dan kerapatan spesies lamun (Fortes, 1994).

Pemanfaatan padang lamun yang kurang bijaksana dapat berakibat menurunnya

kualitas padang lamun. Kegiatan yang bersifat merusak dapat merubah komunitas

lamun dan menghambat perkembangan padang lamun secara keseluruhan. Tekanan

terhadap padang lamun akibat aktivitas penduduk sudah mulai terlihat seperti

eksploitasi sumberdaya di padang lamun yang berlebihan, beberapa spesies lamun

mengalami kerusakan akibat reklamasi pantai baik untuk kegiatan industri maupun

pembangunan pelabuhan (Azkab, 1994; Kiswara, 1994; Kiswara dan Winardi, 1999).

Kegiatan-kegiatan ini telah mengurangi luasan padang lamun seperti yang terjadi di

Teluk Banten, dimana kawasan padang lamun telah berkurang seluas 25 hektar

(Kiswara, 1999b). Luas areal yang akan hilang cenderung terus meningkat karena

adanya perubahan RUTR Teluk Banten, yang semula diperuntukkan daerah pertanian

dan perikanan, sebagian dijadikan untuk kawasan industri. Kawasan pesisir Teluk

Banten yang mengalami reklamasi padang lamun sekitar 30% untuk pemukiman

mewah, perhotelan dan wisata bahari (Anonimus, 2003). Hilangnya/menurunnya luas


padang lamun akan memperkecil daerah untuk bertelur, mencari makan dan asuhan

ikan dan udang, sehingga stok alami bibit ikan dan udang di perairan ini akan

menurun yang pada gilirannya akan mengurangi produksi perikanan setempat, yang

pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan nelayan pantai sebagai akibat

berkurangnya hasil tangkapan nelayan.

Dalam pengelolaan kawasan pesisir di Indonesia, tantangan yang sangat

mendasar adalah bagaimana mengelola sumberdaya pesisir dan jasa lingkungan bagi

manfaat manusia secara optimal dan berkelanjutan. Untuk menjawab tantangan ini

dengan baik, maka kita harus mampu merencanakan dan menerapkan tingkat

pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan dari suatu kawasan pesisir

dengan memperhatikan daya dukung kawasan pesisir tersebut. Dengan kata lain,

sumberdaya alam dan jasa lingkungan dari kawasan pesisir harus dikembangkan

sedemikian sehingga menguntungkan secara sosial-ekonomi dan ramah lingkungan.

Pengembangan tersebut harus memperhatikan berbagai konflik kepentingan yang

mungkin terjadi antar beberapa pihak dengan masyarakat tradisional.

Untuk mengatasi masalah-masalah perusakan dan untuk menjaga serta

melindungi sumberdaya alam dan ekosistem padang lamun secara berkelanjutan,

diperlukan suatu pengelolaan yang tepat.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah:

A. Penyuluhan akan pentingnya peranan ekosistem padang lamun di lingkungan

pesisir.
B. Menyadarkan masyarakat agar mengambil peran yang lebih besar dalam

menjaga dan mengelola sumberdaya padang lamun

C. Pengaturan penggunaan alat tangkap yang sudah terbukti merusak lingkungan

ekosistem padang lamun seperti potasium sianida, sabit dan gareng diganti

dengan alat tangkap yang tidak merusak lingkungan (ramah lingkungan)

seperti pancing

D. Perlunya pembuatan tempat penampungan limbah dan sampah organik. Oleh

karena itu, pengelolaan ekosistem padang lamun di kawasan pesisir

merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan agar dapat meminimalkan

dampak negatif terhadap kerusakan sumberdaya ekosistem padang lamun

sehingga kemampuan daya dukung lingkungan (environmental carrying

capacity) ekosistem padang lamun di kawasan pesisir tetap lestari. Dengan

memperhatikan hal-hal di atas jelas diperlukan usaha peningkatan kesadaran

dan peran serta masyarakat pengguna dan pemanfaat ekosistem padang

lamun. Hal serupa tidak kalah pentingnya dilakukan terhadap para pengambil

keputusan.
4. STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM PADANG

LAMUN

Tujuan yang ingin dicapai dari strategi pengelolaan ekosistem padang lamun

adalah:

A. Melindungi dan melestarikan potensi serta fungsi ekosistem padang lamun

sehingga keberadaannya sebagai sumberdaya untuk pembangunan tetap

terjamin

B. mempertahankan pemanfaatan ekosistem padang lamun yang menjamin

pelestariannya,

C. mengembangkan data dan informasi keanekaragaman hayati ekosistem

padang lamun sebagai landasan utama bagi pengelolaan ekosistem padang

lamun secara lestari. Sasaran yang ingin dicapai dari strategi pengelolaan

ekosistem

5. PENUTUP

Ekosistem padang lamun merupakan salah satu dari tiga komponen utama

ekosistem lainnya (terumbu karang dan mangrove) yang memiliki keterkaitan

ekologis satu sama lainnya. Ekosistem padang lamun baik secara ekologis maupun

ekonomis sangat bermanfaat terhadap terhadap kelangsungan proses alami yang

terjadi di perairan pesisir. Oleh karena itu, keberadaan ekosistem padang lamun harus

tetap dijaga kelestariannya. Agar ekosistem padang lamun dapat dimanfaatkan secara

optimal dan lestari, maka diperlukan adanya suatu Strategi Nasional Pengelolaan
Ekosistem Padang Lamun yang merupakan suatu pedoman dalam pengelolaan

ekosistem padang lamun di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2003. Lamun, Pelindung Biota Laut yang Terlupakan. Online.

Internet.. http://www.lautkita.org/padanglamun_ind.html. Dikunjungi tanggal 14 Juli

2003.

Azkab, M. H. 1994. Komunitas Padang Lamun pada Tiga Pulau dari Kepulauan

Seribu dengan Kegiatan Manusia yang Berbeda. Makalah Penunjang pada Seminar

Pemantauan Pencemaran Laut. Jakarta, 7-9 Februari 1994. Puslitbang Oseanologi

LIPI, Jakarta. hal. 93-98.

Carter, J. A. 1996. Introductory Course on Integrated Coastal Zone

Management (Training Manual). Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan

Lingkungan Universitas Indonesia, Jakarta. Dalhousie University, Environmental

Studies Centres Development in Indoneasia Project.

Clark, J. R. 1995. Coastal Zone Management Hand Book. Florida USA. pp.

368-383.

Coles, R. G., W. J. Lee Long, R. A. Watson and K. J. Derbyshire. 1993.

Distribution of Seagrasses, and Their Fish and Penaeid Prawn Communities, in

Chairns Harbour, a Tropical Estuary, Northern Queensland, Australia. Aust. J.

Mar. Freshwater Res., 44: 193-210.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset pembangunan

Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 412 halaman.

Fortes, M. D. 1990. Seagrass: A Resources Unknown in the ASEAN Region.

ICLARM Education Series 2, ICLARM, Manila, Phillipines.


Fortes, D. M. 1994. Seagrass Resources of Asean. Living Coastal Resources of

Southeast Asia: Status and Management. Report of the Consultatif Forum Third

Asean-Australia Symposium on Living Coastal Resources. Chulalongkorn University

Bangkok, Thailand.

Hutomo, M. dan M. H. Azkab. 1987. Peranan Lamun di Lingkungan Laut

Dangkal. Oseana, XII(1): 13-23.

Kirkman, H. 1985. Community Structure in Seagrasses in Southern Western

Australia. Aquatic Botany, 21: 363-375.

Kiswara, W. 1994. A Review: Seagrass Ecosystems Studies in Indonesia

Waters. Paper Presented at the ASEAN-Australia Symposium on Living Coastal

Resources, Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand, 16-20 Mey 1994.

Kiswara, W. 1999a. Struktur Komunitas Padang Lamun Perairan

Indonesia. Makalah Disampaikan pada Kongres Biologi XV di Uninersitas

Indonesia, Jakarta. 8 halaman.

Kiswara, W. 1999b. Perkembangan Penelitian Ekosistem Padang Lamun di

Indonesia. Prosiding Seminar tentang Oseanologi dan Ilmu Lingkungan Laut dalam

Rangka Penghargaan kepada Prof. Dr. Aprilani Soegiarto, M.Sc., APU. Puslitbang

Oseanologi LIPI, Jakarta. Hal 181-197.

Kiswara, W., dan Winardi. 1994. Keanekaragaman dan Sebaran Lamun di

Teluk Kuta dan Teluk Gerupuk Lombok Selatan. Dalam: W. Kiswara, M..K. Moosa

dan M. Hutomo (Eds.), Struktur Komunitas Biologi Padang Lamun di Pantai Selatan

Lombok dan Kondisi Lingkungannya. Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta. hal. 15-

33.
Kiswara, W. dan Winardi. 1999. Sebaran Lamun di Teluk Kuta dan Teluk

Gerupuk, Lombok. Dalam: S. Soemodihardjo, O. H. Arinardi dan I. Aswandy

(Eds.), Dinamika Komunitas Biologis pada Ekosistem Lamun di Pulau Lombok,

Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta. Hal. 11-25.

Nienhuis, P. H., J. Coosen and W. Kiswara. 1989. Community Structure and

Biomass Distribution of Seagrass and Macrofauna in the Flores Sea,

Indonesia. Netherlands Journal of Sea Research, 23(2): 197-214.

Nikijuluw, V. P. H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat

Pemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R) dan PT Pustaka Cidesindo, Jakarta.

254 halaman.

Pomeroy, R. S. and M. J. William. 1994. Fisheries Co-Management and Small-

Scale Fisheries: A Policy Brief. ICLARM, Manila. 15p.

Tulungen, J. J. 2001. Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir

Terpadu dan Berbasis Masyarakat: Telaah Kasus di Kabupaten Minahasa, Sulawesi

Utara. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Bogor, 29 Oktober

– 3 November 2001. PKSPL IPB. Hal 117-133.

Tulungen, J. J., T. G. Bayer, B. R. Crawford, M. Dimpdus, M. Kasmidi, C.

Rotinsulu, A. Sukmara dan N. Tangkilisan. 2002. Panduan Pembentukan dan

Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Berbasis-Masyarakat. CRC Technical Report

Nomor 2236. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan

University of Rhode Island, Coastal Resources Center, Narragansett Rhode Island,

USA. 77 halaman.
Zulkifli. 2000. Sebaran Spasial Komunitas Perifiton dan Asosiasinya dengan

Lamun di Perairan Teluk Pandan Lampung Selatan. Tesis. Program Pascasarjana

IPB, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai