Naura Sani Aulia - Manajemen Lab - 119 - UTS - Keselamatan Kerja Di Laboratorium
Naura Sani Aulia - Manajemen Lab - 119 - UTS - Keselamatan Kerja Di Laboratorium
MANAJEMEN LABORATORIUM
SEMESTER 119
Dosen Pengampu:
Dr. Rusdi, M. Biomed
Fitria Pusparini, M.Pd
Disusun oleh :
Naura Sani Aulia (1304623062)
2023
i
DAFTAR ISI
COVER .......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
1. BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ iii
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... iii
1.2 Tujuan................................................................................................... iv
2. BAB II KAJIAN TEORI................................................................................... 1
2.1 Biosafety................................................................................................ 1
A. Level Biosafety................................................................................ 2
B. Manajemen Biosafety ...................................................................... 5
C. Alat Pelindung Diri.......................................................................... 5
2.2 Pengolaan Keselamatan Kerja di laboratorium Sekolah
Biologi SMA ............................................................................................... 6
A. Penetapan Kebijakan K3 ................................................................. 6
B. Perencanaan Kebijakan K3.............................................................. 6
C. Penerapan Kebijakan K3 ................................................................. 6
D. Pendidikan dan Pelatihan ................................................................ 7
E. Pakaian Laboratorium ..................................................................... 8
3. BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 10
4. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
iii
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 BIOSAFETY
Prinsip biosafety mengacu pada teknologi, kontainmen, dan praktik kerja
yang digunakan untuk mencegah paparan dan terlepasnya mikroorganisme berbahaya
(patogen) dan racun secara tidak disengaja. Dalam prinsip biosafety, hal utama yang
harus dilakukan adalah melaksanakan penilaian risiko, atau risiko evaluasi, dengan
prioritas untuk melindungi komunitas, lingkungan, dan individu (pekerja). (Ida et al,
2019)
Untuk mencegah risiko paparan patogen terhadap personil laboratorium,
orang di luar laboratorium, dan lingkungan laboratorium, laboratorium memerlukan
tempat kerja khusus yang dikenal sebagai "containment." Keamanan spesimen saat
ini juga penting dalam biosafety selain mencegah agen biologis berbahaya.
Keamanan spesimen sangat penting agar saat dikirim ke laboratorium lain tetap aman
dan dapat digunakan untuk penelitian. Untuk mengurangi risiko kecelakaan dan
memberikan pengalaman yang aman dan selamat, biosafety harus diterapkan dalam
aktivitas laboratorium biologi sekolah menengah atas. Untuk melakukan ini,
kebijakan yang lebih aman dan selamat harus dibahas. (Maulida et al, 2022)
Untuk memenuhi persyaratan biosafety dalam proses penelitian laboratorium,
fasilitas Laboratorium Biosafety Level (BSL) tingkat I, II, III, dan IV dibangun dan
disediakan. Berdasarkan agen biologi (kelompok risiko mikroorganisme), empat jenis
BSL dibedakan. Semakin banyak fasilitas BSL yang disediakan seharusnya seiring
dengan semakin tinggi risiko mikroorganisme yang digunakan dalam penelitian.
Semakin tinggi tingkat BSL, semakin aman bagi personil laboratorium dan
lingkungan laboratorium. (Andri, 2018)
1
A. Level Biosafety
1. Biosafety level 1
Pembelajaran di tingkat sekolah dan universitas jenjang sarjana lebih
cocok dengan Biosafety Level 1 (BSL-1), yang memiliki fitur peralatan
keamanan, fasilitas, dan desain konstruksi. BSL-1 dapat digunakan dalam
berbagai tugas laboratorium yang menggunakan mikroorganisme yang
tidak membahayakan kesehatan manusia dewasa. Laboratorium BSL-1
dapat menggunakan berbagai bakteri, seperti Bacillus subtilis dan
Escherichia colii. Namun, longgarnya fasilitas keamanan BSL-1 tidak
berarti tidak pentingnya keamanan diri. Karena beberapa orang memiliki
ketahanan fisik yang berbeda, tetap harus menggunakan alat perlindungan
diri saat bekerja di BSL-1. BSL-1 adalah laboratorium standar untuk
mikrobiologi, dan tidak membutuhkan apa pun selain wastafel pencuci
tangan. (Andri, 2018)
2
Gambar 2. Laboratorium Biosafety Level 2
3. Biosafety level 3
Biosafety Level 3 (BSL-3) memiliki karakteristik peralatan keamanan,
fasilitas, dan desain konstruksi yang dapat digunakan untuk uji klinis,
diagnostik, pembelajaran, dan pekerjaan laboratorium dengan agen dengan
risiko yang sedang-tinggi (mikroorganisme risiko 3) dan berisiko
menyebar melalui udara. Agen seperti Mycobacterium tuberculosis, HIV,
St. Louis virus, dan Coxiella burnetii dapat ditangani pada BSL-3. Risiko
utama yang ada pada BSL-3 adalah paparan melalui udara. Laboratorium
BSL-3 memiliki teknik dan desain khusus yang memungkinkan
penggunaan fasilitas pengamanan yang lebih baik daripada laboratorium
dengan level di bawahnya. Ini termasuk kebutuhan untuk dekontaminasi
dengan membasuh seluruh tubuh sebelum dan sesudah menggunakan
BSL-3. Standar dan praktik keselamatan umum berikut, bersama dengan
perlengkapan, persyaratan fasilitas, dan standar keselamatan BSL-3
berlaku. (Andri, 2018)
4. Biosafety level 4
Untuk penelitian dengan agen yang berbahaya, yang dapat menyebar
melalui udara dan belum ada cara untuk mencegahnya atau mengobatinya,
Biosafety Level 4 (BSL-4) digunakan. BSL 4 biasanya menggunakan
virus Marburg, Ebola, Smallpox, atau Congo-fever. Infeksi dapat terjadi
3
pada karyawan laboratorium, masyarakat, dan lingkungan jika terpapar
melalui udara, selaput lendir, paparan kulit, atau tetesan sampel. Risiko
paparan lingkungan dapat dikurangi dengan fasilitas BSC III, suplai udara
bersih dari ruangan lain, dan tekanan positif di laboratorium. Selain itu,
gedung BSL-4 seharusnya dibangun jauh dari kompleks gedung penelitian
dan memiliki sistem manajemen pembuangan udara dan limbah
laboratorium yang memadai. (Andri, 2018)
4
B. Manajemen Biosafety
Untuk mengembangkan dan menerapkan rencana pengelolaan
keamanan hayati dan manual keselamatan, direktur laboratorium bertanggung
jawab untuk mengelola biosafety. Pengawas laboratorium mendapat laporan
dari direktur laboratorium, harus memastikan bahwa mereka menerima
pelatihan rutin tentang keselamatan laboratorium. Personel harus diberitahu
tentang bahaya khusus dan diminta untuk mengikuti praktik dan prosedur
standar serta membaca panduan keselamatan.
1. Desain dan Fasilitas Laboratorium
Berikut merupakan contoh desain biosafety level 1, dimana level ini
digunakan pada laboratorium SMA:
• Memiliki luas minimal 48 m2 untuk 20 orang/rombongan belajar
(Permendiknas NOMOR 24 TAHUN 2007)
• Dinding, langit-langit, dan lantai harus halus, mudah dibersihkan,
kedap air, dan tahan terhadap disinfektan dan bahan kimia yang
biasanya digunakan di laboratorium.
• Wastafel cuci tangan, dengan air mengalir jika memungkinkan,
harus disediakan di setiap ruang laboratorium
• Sistem keselamatan harus mencakup kebakaran, keadaan darurat
listrik, pancuran darurat dan fasilitas pencuci mata.
• Harus ada pasokan listrik dan pencahayaan darurat yang dapat
diandalkan dan memadai untuk memungkinkan keluar yang aman.
(Andri, 2018)
2. Peralatan Laboratorium
Prinsip-prinsip dasar yang terkait dengan peralatan yang sesuai untuk
laboratorium pada semua tingkat keamanan hayati dibahas di sini.
Penggunaan peralatan keselamatan, bersama dengan prosedur dan praktik
yang baik, akan membantu mengurangi risiko ketika berhadapan dengan
bahaya keamanan hayati. (Andri, 2018)
C. Alat Pelindung Diri
Untuk menjaga keamanan dan keselamatan diri peserta didik selama
praktikum, pekerja biasanya menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). APD
adalah alat pelindung diri yang digunakan pekerja untuk melindungi tubuh
mereka dari ancaman kecelakaan kerja. APD laboratorium biologi SMA
terdiri dari jas, sarung tangan, dan masker.
5
2.2 PENGELOLAAN KESELAMATAN KERJA DI
LABORATORIUM SEKOLAH BIOLOGI SMA
Karena menggunakan bahan kimia lebih sedikit dibandingkan di industri,
banyak orang salah memahami potensi bahaya di laboratorium pendidikan. Akibatnya,
mereka kurang memahami potensi bahaya yang dapat menyebabkan kerugian uang,
kerusakan peralatan, penyakit akibat kerja, atau lebih buruk lagi kematian. Bahaya
biologi dapat berasal dari cairan dan darah tubuh, spesimen kultur, jaringan tubuh,
hewan percobaan, dan orang lain yang bekerja di tempat kerja. (Dwi, 2020)
Maka dari itu, dibentuklah Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di
Laboratorium Pendidikan, berikut adalah penjelasannya:
A. Penetapan Kebijakan K3
Penetapan kebijakan K3 adalah langkah pertama dalam penerapan
program K3. Budaya K3 yang kuat diperlukan untuk berhasil, dan komitmen
pimpinan pada K3 adalah kuncinya. Kebijakan harus dibuat secara tertulis dan
ditandatangani oleh dekan. Program K3 tidak akan efektif jika tidak ada
komitmen pimpinan. Pemimpin harus menyadari betapa pentingnya
menerapkan program K3 secara terstruktur jika ingin bekerja secara aman.
Sangat penting bahwa para pimpinan berkomitmen untuk memastikan bahwa
program K3 dapat dijalankan secara finansial, serta secara sarana dan
prasarana. Potensi bahaya tidak dapat dikendalikan jika sarana dan prasarana
tidak memadai. (Dwi, 2020)
B. Perencanaan Kebijakan K3
Perencanaan K3 ini didasarkan pada hasil identifikasi potensi bahaya,
penilaian dan pengendalian resiko melalui pengendalian teknis maupun
administratif dan penggunaan alat pelindung diri. Rencana K3 juga harus
mengacu pada pemenuhan pedoman dan perundang-undangan K3 lainnya.
Program K3 harus dapat diukur dan memenuhi kebutuhan organisasi. (Dwi,
2020)
C. Penerapan Kebijakan K3
SOP adalah kumpulan petunjuk tertulis tentang kegiatan atau proses
kerja. SOP memberikan pengguna laboratorium informasi tentang proses
kerja yang harus dilakukan. Salah satu pengendalian administratif adalah
penerapan prosedur operasional standar (SOP), yang apabila diterapkan secara
teratur akan mengurangi paparan pada potensi bahaya dan resiko cedera. Agar
SOP ini diterapkan secara efektif, pekerja harus terlibat. Untuk mematuhi
peraturan dan standar yang telah ada, pengguna laboratorium harus bekerja
sama dan disiplin. Ketika pekerja melakukan pekerjaannya tidak sesuai
dengan prosedur yang telah diberikan, atau ketika pengelola tidak
memberikan panduan keselamatan secara tertulis, kecelakaan sering terjadi.
SOP keselamatan kerja di laboratorium dan diataranya adalah:
1. SOP penanganan terkena bahan kimia di laboratorium
6
2. SOP keadaan darurat di laboratorium
3. SOP penanganan kebakaran di laboratorium
4. SOP penanganan gangguan kesehatan di laboratorium
5. SOP pelaporan kejadian kecelakaan kerja di laboratorium
6. SOP penanganan cidera di laboratorium
7. SOP penggunaan peralatan (instruksi kerja)
8. SOP penyimpanan bahan kimia
9. SOP penggunaan laboratorium
10. SOP pembuangan limbah laboratorium
11. SOP penggunaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
12. SOP penggunaan peralatan pelindung diri (Dwi, 2020)
Selanjutnya, perencanaan program K3 juga harus diikuti dengan
menentukan sumber daya, sarana, dan prasarana yang tepat, serta dana
yang diperlukan untuk menjalankan program tersebut. Membentuk tim
tanggap darurat di laboratorium adalah salah satu contoh penetapan
sumber daya manusia. Sebuah tim harus dibentuk untuk menangani
kejadian yang tidak dikehendaki seperti kebakaran, ledakan, atau
kecelakaan di laboratorium. Masing-masing tim ini memiliki tugas utama
yang berbeda dan harus bertindak sesuai Standar Operasi Standar (SOP)
yang telah dibuat (Dwi, 2020)
D. Pendidikan dan Pelatihan
Upaya tambahan untuk penerapan K3 adalah melalui pendidikan dan
pelatihan. Menurut teori dasar penyebab kecelakaan, salah satu faktor yang
menyebabkan kecelakaan adalah tindakan tidak aman manusia. Seseorang
melakukan tindakan tidak aman karena mereka tidak tahu cara beraktivitas
dengan benar atau menghadapi resiko. Untuk mencapai hal ini, pengguna
laboratorium harus dilatih. (Dwi, 2020) Berikut merupakan pelatihan untuk
mengendalikan resiko kecelakaan di laboratorium:
1. Keselamatan laboratorium melalui video
Menurut PP nomor 50 tahun 2012, manajemen harus memiliki
prosedur untuk memastikan bahwa informasi terbaru tentang
keselamatan dan kesehatan kerja disampaikan ke semua pihak. Hal
ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakan kerja di
laboratorium. Media video adalah pilihan yang baik karena dapat
memberikan gambaran yang lebih baik tentang bahaya yang
mungkin terjadi di laboratorium. (Dwi, 2020)
Untuk menunjukkan sumber bahaya biologi, seperti nyamuk,
tikus, dan marmut, kita bisa mengambil foto proses pengambilan
darah untuk pemeriksaan hemoglobin, atau kita bisa mengambil
foto saat melakukan uji mikrobiologi pada makanan atau
minuman. Dalam video pelatihan keselamatan, kita dapat
menunjukkan apa yang harus dilakukan saat memasuki
laboratorium, seperti di mana harus menaruh tas, alat pelindung
diri apa yang harus digunakan, dan mencuci tangan sebelum dan
7
setelah kegiatan. Kita juga harus mengikuti standar operasional
prosedur dan mengikuti instruksi pembimbing praktikum. (Dwi,
2020)
2. Pelatihan penggunaan APAR
APAR adalah alat pemadam kebakaran yang dapat dijinjing,
berdiri sendiri, dan digunakan pada kebakaran tahap awal. Bahan
mudah terbakar, listrik, dan bahan kimia yang mudah terbakar
dapat menyebabkan bahaya kebakaran di laboratorium, APAR
berisi bubuk kimia kering. Untuk itu, PLP harus memahami
penggunaan APAR. Pelatihan dan simulasi penggunaan APAR
diperlukan. (Dwi, 2020)
3. Pelatihan penanggulangan keadaan darurat
SOP penanggulangan keadaan darurat dan tim penanggulangan
keadaan darurat di laboratorium harus dibentuk dan
disosialisasikan kepada PLP sehingga mereka tahu apa yang harus
dilakukan jika keadaan darurat terjadi dan siapa yang harus
dihubungi. (Dwi, 2020)
E. Pakaian Laboratorium
Seseorang yang hendak beraktivitas di dalam laboratorium harus
mengikuti aturan berpakaian di laboratorium, pakaian yang digunakan
merupakan pelindung diri dari kecelakaan yang terjadi di laboratorium, yaitu
sebagai berikut:
1. Jas Laboratorium
Penggunaan Jas laboratorium adalah untuk pelindung dari
pengotoran oleh bahan kimia pada pakaian
2. Sarung Tangan
Perlindungan jari dan tangan dari panas, bahan kimia, dan
bahaya lainnya diperlukan dengan sarung tangan yang mudah
dikenakan dan dilepas. Sarung tangan karet dan kulit harus
digunakan untuk menangani bahan-bahan korosif seperti asam dan
alkali, dan sarung tangan kulit untuk melindungi jari dan tangan
dari benda tajam, seperti saat bekerja di bengkel. Sarung tangan
karet harus disimpan dengan baik dan ditaburi talk agar tidak
lengket.
3. Kacamata Pelindung
Harus disediakan setidaknya sepasang di laboratorium untuk
mencegah mata terkena bahan kimia. Kacamata pelindung harus
digunakan saat bekerja dengan asam, bromin, atau amonia. Anda
juga harus memakai kacamata pelindung saat bekerja di bengkel
seperti memotong logam natrium, menumbuk, menggergaji,
menggerinda, atau pekerjaan lainnya yang dapat menyebabkan
percikan ke mata.
4. Masker
Salah satu pelindung pernafasan adalah masker, yang tidak
disarankan untuk digunakan, meskipun hidung harus tetap terbuka.
8
Fungsi masker adalah untuk mencegah uap yang menyebabkan
iritasi atau spora jamur yang mudah masuk ke saluran pernafasan.
5. Sepatu Pengaman
Saat bekerja di laboratorium, gunakan sepatu khusus dengan
bagian atas yang kuat dan sol yang padat. Jangan menggunakan
sandal untuk menghindari luka dari pecahan kaca atau tertimpanya
kaki oleh benda-benda berat.
9
BAB III
KESIMPULAN
1. Biosafety adalah teknologi, kontainmen, dan praktik kerja yang digunakan untuk
mencegah paparan dan terlepasnya mikroorganisme berbahaya (patogen) dan
racun secara tidak disengaja.
10
DAFTAR PUSTAKA
11