Anda di halaman 1dari 10

GERAKAN DI / TII

Aceh sangat besar jasanya dan sangat kuat dalam perjuangan

mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu belanda tidak dapat

menduduki Aceh setapak pun (kecuali sabang) sampai dengan penyerahan

kedaulatan pada tahun 1949 dari pihak belanda kepada Indonesia.

Dalam masa memperjuang mempertahankan kemerdekaan itu Aceh,

langkat dan tanah karo berada dalam satu komando yang dipimpin oleh Gubernur

militer Aceh langkat dan tanah karo. Teungku Muhammad Daud Beureu-eh.

Karena jasanya yang besar itu ditingkatkan menjadi satu wilayah Provinsi dan

teungku Muhammad Daud Beureu-eh ditetapkan menjadi Gubernur /kepala

Daerahnya. Rakyat Aceh sangat bersenang hati dengan pengangkatan itu. Mereka

menganggapnya sebagai penghargaan pemerintah pusat yang tidak ternilai

harganya kepada Aceh. Gubernur-anggota DPRD dan masyarakat Aceh yang

tanatik agama islam ingin menjalankan hokum syariat islam di Aceh secara

berangsur dalam provinsi itu.

Beberapa tahun setelah pengesahan kedaulatan terjadilah hal yang

menggelisahkan dan mereahkan pemimpin dan rakyat Aceh. Sumatra daijanjikan

pemerintah pusat menjalin 3 provinsi, yaitu provinsi Sumatra Utara, provinsi

Sumatra Tengah, Provinsi Sumatra Selatan, Provinsi Aceh dangan sendirinya

harus dibubarkan dan digabungkan kedalam provinsi Sumut. Penolakan

pembangunan itu dilakukan dengan keras oleh pemimpin dan Rakyat Aceh.
Untuk menyelenggarakan pembubaran itu pemerintah pusat beberapa

kali mengirim utusan ke Aceh memusyawarahkan ketetapan pemerintah pusat itu

dalam rangk mengajak supaya pemimpin dan Rakyat Aceh menyetujui

pembubaran provinsi Aceh dan penggabungannya ke dalam provinsi Sumut.

Semua utusan pusat yang merundingkan masalah itu di tolak oleh

pemimpin dan Rakyat Aceh. Penundingan tetap mengalami kegagalan. Dan

karena pusat tetap pada pendiriannya dan Aceh pun tetap pada lantas berkembang

pameo bahwa, jika provinsi Aceh tetap dibubarkan oleh pemerintah pusat maka

keamanan di Aceh tidak akan terjamin.

Kegawatan situasai itu berpuncak dengan selenggarakannya. Kongres

persatuan ulama seluruh Aceh (PUSA) kongres memutuskan mempertahankan

Provinsi Aceh dan menolak penggabungannya kedalam Provinsi Sumatera Utara.

Kegawatan situasi itu telah menyebabkan pemerintah pusat mengutus ulang

beberapa orang utusan untuk membujuk Aceh agar mau menerima keputusa pusat

tentang pembubaran provinsi Aceh itu. Utusan pusat yang terakhr adalah M.

Natsir – perdana – mentri pertama Negara kesatuan Republik Indonesia. Sekaligus

ketua Masyumi yang 99 % Rakyat Aceh yang menjadi anggota partai ini, semua

utusan pusat itu melakukan perundingan dengan pemimpin Aceh. Khususnya

teungku Muhammad Daud Beureueh Gubernur Aceh. Muhammad Natsir berhasil

memperoleh kesempatan pembubaran provinsi Aceh dan menggabungkannya

kedalam provinsi Sumatra Utara. Namun. Namun demikian, keputusan

perundingan itu tidak diterima secara ikhlas oleh rakyat Aceh.


Penolakan itu terutama disebabkan oleh: Pertama, pembubaran Provinsi

Aceh itu menyebabkan rakyat dan pemimpianAceh menganggap bahwa Pemerintah

Pusat tidak tahu berterima kasih kepada jasa dan pengorbanan rakyat Aceh sampai

dengan membeli dua pesawat terbang untuk perjuangan yang diakui sangat besar.

Bahkan diakui sebagai daerah modal dalam perjuangan mempertahankan

kemerdekaan Indonesia yang karena itu diberi imbalan jasa pembentukan Propinsi

Aceh. Tetapi, setelah merdeka dan senang, Aceh tidak dipandang penting lagi dan

Provinsi Aceh dibubarkan; Kedua, cita-cita pemimpin dan rakyat Aceh untuk

menjalankan syari 'at Islam di seluruh Aceh secara khusus tidak akan mungkin

diteruskan lagi.

Ketidakpuasan rakyat dan pemimpin Aceh terhadap keputusan

Pemerintah Pusat itu berakhir dengan pemberontakan Aceh terhadap Pemerintah

Pusat dengan memproklamasikan Aceh menjadi bagian dariNegara Islam

Indonesia (NII) yafig dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo pada tanggal 23

September 1953. Naskah proklamasi itu ditandatangani, atas nama rakyat Aceh

yakni oleh Teungku Muhammad Dawud Beureu-eh. Situasi Aceh, setelah

proklamasi itu,menjadi panas dan tegang. TNI dan Polri kelihatan siaga penuh dan

berjaga-jaga di hampir setiap persimpangan jalan dalam kota Kutaraja. Tidak

seperti biasanya kota pun menjadi sepi dari orang-orang yang berjalan di jalan

raya atau minum-minum di toko-toko minuman. Hal ini karena karena tidak ada

yang berani untuk melakukannya.

Di kalangan pelajar, siswa Sekolah Guru dan Hakim Agama (SGHA)

sebagai sekolah yang dipandang masyarakat tertinggi di Aceh waktu itu menjadi
sorotan aparat negara. Sedang SGA, karena sekolah umum, tidak. Pelajar SGHA

pun dicari dan akan ditangkap oleh aparat kecuali yang benar-benar kelihatan

tidak menonjol aktifitasnya. Memang hampir semua pelajar SGHA terlibat dalam

pemberontakan itu. Beberapa orang saj a yang dianggap tidak berpengaruh lobs

dari sorotanA Saya dan saudara Abdurrahim Aly termasuk yang disorot paling

tajam. Ketika sudah mengetahui secara pasti bahwa kami sedang dicari dan akan

ditangkap. Kami berupaya meloloskan dari ke luar kota Kutaraj a yang kemudian

kami menyingkir ke Ulele. Di sini, kami bersembunyi dalam sebuah rumah yang

pemiliknya secara rahasia mendukung pemberontakan.

Beberapa orang pelajar SGHA dan PGA, secara rahasia mengunjungi

kami. Mereka semua mengatakan supaya kami menghindar lebih jauh dan

langsung menggabung saja dengan pasukan TII supaya aman. Apabila pulang ke

kota, menurut mereka amat berbahaya dan pasti akan ditangkap. Tetapi, di Ulele

pun kami merasa tidak aman karena akan dengan mudah aparat menangkap kami.

Oleh karena itu, kami berani bersembunyi di sini selama seminggu saja.

Kemudian, kami meninggalkan rumah tersebut. Kami bermaksud menggabungkan

diri dengan pemerintah atau pasukan TH. Di sini, hati kami sudah menjadi bulat

untuk itu. Dengan mengendarai speda, dituntun oleh seorang penduduk, kami

meninggalkan Ulele. Saat menjelang berangkat, kami pamit dengan mengucapkan

terima kasih dan mohon izin kepada pemilik rumah yang sangat berbaik hati itu.

Di dalam perjalanan, kami melihat kesiapsiagaan masyarakat

menghadapi situasi dan segala kemungkinan yang akan terjadi. Kami diawasi dan

diperiksa sampai dengan tiba di suatu kampung yang kelihatan penduduknya lebih
siaga lagi. Setelah tiba di sana, penuntun kami pulang dengan mengabarkan

bahwa kami adalah anggota NII dan TII. Tetapi, kami merasa sangat

terancam4Banyak mereka yang mencurigai sambil mengelilingi kami.

Kecurigaan, pada saat gawat itu bisa menyebabkan tindak pembunuhan. Kami

duduk di sebuah balai. Yang susah adalah bahwa yang pandai berbahasa Aceh

hanya saya. Sedang saudara Abdurrahim Ali sama sekali tidak bisa dan bahkan

tidak mengerti sama sekali. Kami dicurigai sebagai orang Batak yang menyeludup

ke dalam kampung.

Dua hari kemudian, kami meninggalkan Lam Lo dan berangkat ke

tempat tugas. Saya, untuk pertama kalinya, bertugas di Pantee Raja dan Saudara

Abdurrahim Ali bertugas di Trienggading. Tugas kami adalah memberi

penerangan tentang perjuangan dan garis-garis perjuangan DI/TII dan sekaligus

menjelekkan pemerintahan RI, terutama mengenai ingkar janjinya dan

pembubaran Provinsi Aceh. Surat Keputusan menjadi Staf Divis itu sangat

membantu keselamatan dan penghargaan bagi diri kami. Masyarakat sangat

menghargai kami dengan berbagai cara, dengan menyediakan makanan, tempat

tidur, serta penjagaan seperlunya. Dalam beberapa hari (hampir sepuluh hari),

kami bertugas di Pantee Raja dan Trienggading

Setelah tiga hari di tempat saya bertugas, lewatlah serombongan orang

melalui jalan raya Medan-Kutaraja. Rombongan tersebut berjalan kaki dengan

pakaian kotor dan tidak teratur. Ketika ditanya oleh komandan pengawal di pos

pejagaan tempatku bertugas, j awaban mereka kurang j elas. Mereka hanya

mengatakan akan pulang ke kampung. Terlihat seperti ada yang mereka


sembunyikan. Ternyata bahwa yang menjadi kepala rombongan mereka adalah

seorang putera Uleebalang yang diduga anti perjuangan melawan RI.

Rupanya, setelah penyelidikan dilakukan, diputuskan bahwa orang

tersebut harus dibunuh dengan alasan dasar, melawan perjuangan DI/TII.

Besoknya, di depanku, orang itu dikawal dengan pedang terhunus, berjalan kaki

dalam keadaan sangat ketakutan dan terlihat sempoyongan. Ia, tampaknya sudah

tahu bahwa dirinya akan dibunuh. Orang itu, karena sangat lemasnya, berjalan

tergoncang-goncang, matanya terbelalak dan terbalik-balik putih hitam, tangannya

diikat ke belakang, menunggu lehernya putus dipenggal pedang taj am. Ia digiring

pengawal menunju tempat penguburan. Saya merasa ngeri juga melihatnya. Saya,

meskipun diajak tidak mau mengikutinya.

Setelah sepuluh hari bertugas, kami mendapat kabar bahwa situasi yang

aman mulai berubah. Kabar terdengar bahwa pasukan TNI dan Mobrig akan

membuka jalan raya Kutaraja-Medan yang sudah putus. Untuk kerpeluan itu,

tentulah harus mengamankan semua kota atau kampung yang berdekatan dengan

jalan. Oleh karena itu semua anggota DI/TII yang berada di dalam kampung-

kampung sekitarjalan raya harus menghindar ke tempat yang lebih aman. Kami

pun ditanya oleh komandan pengawal, "Apakah akan ikut mereka atau

menghindar ke tempat-tempat lain? " Kami menjawab, "Jika ada jalan, kami akan

pulang ke kampung tempat yang sebenarnya kami bertugas.

Setelah bermusyawarah, mereka memutuskan bahwa kami akan

diantarkan ke Timur menuju arah Bireuen. Dari sana kami akan lebih mudah

kembali ke Takengon. Kami mendapat kabar bahwa Takengon sudah dikosongkan


oleh pasukan RI. Komandan pengawal kami mengupayakan subuah truk kecil

yang memuat kedua kami dan beberapa orang pengawal. Setelah beberapa jam

perjalanan, kami tiba di Blang Bladeh yakni tiga kilometer dari kota Bireuen.

Kami tidak dapat masuk kota Bireuen karena masih dikusai TNI. Di sini,

komandan pengawal kami tadi menyerahkan kami berdua kepada komandan

pengawal di Blang Bladeh. Setelah mereka membaca surat keterangan pegangan

kami, mereka pun menerima dengan sangat balk dan menempatkan kami di

sebuah kamar dan kamar-kamar santri yang berada di sekeliling Masjid Blang

Bladeh yang luas. Komandan itu mengabarkan kepada kami bahwa sesaat lagi

pasukan Kompi Ibrahim Saleh, batalyon Kapten Hasan Saleh lengkap dengan

senjata akan tiba di Blang Bladeh.

Kami diajak melihat pasukan itu. Ternyata kabar itu benar. Kami melihat

dengan mata sendiri kebenarannya. Pasukan itu langsung berangkat ke arah Barat,

tentu saja menuju ke sekitar Sigli. Beberapa hari kemudian, kami mendengar

pasukan Hasan Saleh menyerang kota Meureudu. Selama 36 jam serangan mereka

tidak berhenti. Pasukan pertahanan RI dalam kota Meueredu mulai menderita

kekurangan makanan, air dan peluru sedang bantuan dari Medan atau Kutaraja

tidak dapat masuk.

Pasukan TNI menyerah dan kota Meuerdu dapat diduduki pasukan

DIITII. Tetapi pendudukan itu hanya dapat berlaku selama seminggu, karena

pasukan TNI dari dua jurusan yakni Medan dan Kutaradj a sudah siap akan

menyerang besarbesaran untuk merebut kembali kota Meureudu. Setelah


mempertimbangkan dengan matang, pasukan DI/TII memutuskan mengosongkan

kota Meureudu dan mengasingkan diri ke daerah yang lebih aman.


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadhirat Allah SWT yang telah

menganugerahkan taufiq dan hidayah-Nya. Khususnya penulis dapat

menyelesaikan Makalah yang amat sederhana ini. Shalawat dan salam kita

sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat

manusia dari alam yang jahiliyah ke alam yang berilmu pengatahuan.

Makalah ini telah dapat kamipenulis selesaikan dengan baik, sebagai salah

satu tugas dalam melengkapi perkuliahan, namun penulis menyadari sepenuhnya

masih banyak terdapat kekurangannya sebagaimana kesempurnaan ideal yang

diharapkan, namun demikian penulis berusaha dengan maksimal dalam

menyiapkannya untuk memenuhi standarisasi perkuliahan. oleh karenanya

bimbingan dan arahan dari bapak Pengasuh.

Akhirnya atas saran konstruktif dan bimbingan serta arahan dalam

penyempurnaan makalah ini, maka penulis mengucapkan terima kasih yang tidak

terhingga.

Meuredu, 26 Maret 2011

Penulis
GERAKAN DI / TII

OLEH :

KHAMSIAH
NPM :

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS JABAL GHAFUR
GLE GAPUI – SIGLI
2010

Anda mungkin juga menyukai