Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Banten sebagai kesultanan memiliki potensi geografis dan potensi alam yang
membuat para pedagang Eropa khususnya hendak menguasai Banten. Secara geografis,
Banten terletak di ujung barat pulau Jawa, dimana jalur perdagangan Nusantara yang
merupakan bagian dari jalur perdagangan Asia dan Dunia. Selain itu, letaknya yang dekat
dengan selat Sunda menjadikan Banten sebagai pelabuhan transit sekaligus pintu masuk ke
Nusantara setelah Portugis mengambilalih Malaka pada tahun 1511.

Potensi alam yang dimiliki Banten pun merupakan daya tarik tersendiri, dimana
Banten adalah penghasil lada terbesar di Jawa Barat dan penghasil beras dengan dibukanya
lahan pertanian dan sarana irigasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Selain dari potensi alam dan
letak geografis, VOC memerlukan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai pusat
pertemuan. Letak Belanda yang jauh dari wilayah Nusantara menyulitkan Heeren XVII untuk
mengatur dan mengawasi kegiatan perdagangan.

Dengan pertimbangan tersebut, Banten dipilih sebagai Rendez-vous, yaitu pusat


pertemuan, dimana pelabuhan, kantor-kantor dapat dibangun, dan fasilitas-fasilitas
pengangkutan laut dapat disediakan, keamanan terjamin dan berfungsi dengan baik. Hal
inilah yang membuat VOC dibawah pimpinan Gubernur Jendral Joan Maetsuyker hendak
menguasai Banten.

2. Rumusan Masalah

Setelah mengetahui Latar BeLakang di atas, dapat kita kita ambil rumusan malah sebagai
berikut :

Bagaimanan awal mula masuknya VOC ke Tanah Banten?

Apa yang menyebabkan terjadinya Perlawanan Rakyat Banten terhadap VOC?

Bagaimana Jalannya Perlawanan Rakyat Banten terhadap VOC ?

Bagaimana Akhir dari Perlawanan tersebut ?

3. Tujuan

 Untuk mengetahui sejarah perlawanan rakyat Banten terhadap VOC


 Sebagai Tugas dari guru pembimbing

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Awal Mula Masuknya VOC

Seperti bangsa Eropa lainnya, faktor kedatangan Belanda ke Indonesia pada akhir
abad ke-16 adalah untuk mencari rempah-rempah. Kekayaan rempah-rempah yang dimiliki
Indonesia kemudian memicu persaingan antara Belanda dengan bangsa Eropa lain yang lebih
dulu sampai di kepulauan nusantara. Bahkan, ambisi mereka untuk menguasai rempah-
rempah juga menimbulkan persaingan antarkelompok atau kongsi dagang dalam satu bangsa.
Hal inilah yang kemudian menjadi latar belakang berdirinya kongsi dagang VOC
(Vereenidge Oost Indische Compagnie).

Pada awal berdirinya hingga tahun 1610, terdapat Dewan Tujuh Belas yang bertugas
menjalankan berbagai urusan VOC. Namun, dewan ini tidak dapat menjalankan tugasnya
secara cepat dan efektif karena kedudukannya berada di Amsterdam. Berawal dari
permasalahan ini, kemudian diciptakan jabatan baru dalam VOC, yaitu gubernur jenderal,
yang bertugas mengendalikan kekuasaan di negeri jajahan Belanda. Gubernur jenderal VOC
yang pertama adalah Pieter Both, yang langsung menjalankan tugasnya. Pada 1610, Pieter
Both mendirikan pos perdagangan VOC di Indonesia yang pertama, yaitu di Banten.

Namun, kala itu, Belanda langsung diusir oleh penduduk pesisir Banten karena
mereka dianggap kasar dan sombong. Ketidaksukaan rakyat Banten terhadap Belanda
berlanjut hingga Tahun 1656. Kala itu, Banten dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Pada
Tahun 1656, rakyat Banten melakukan perlawanan terhadap Vereenigde Oost-Indische
Compagnie (VOC) atau Kongsi Dagang Hindia Belanda.

Perlu diketahui, pada saat Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa tahun 1651 sampai
dengan 1682, VOC dipimpin oleh Joan Maetsuyker yang memimpin VOC dari tahun 1653
sampai 1678. Menurut Nicolaus de Graaff, Joan Maetsuyker merupakan pemimpin VOC
terlama dengan kedudukan selama seperempat abad. Pada masa pemerintahan Maetsuyker
inilah VOC mengalami masa keemasannya.

2. Penyebab Terjadinya Perlawanan

Banten mempunyai lokasi yang cukup strategis sebagai salah satu pusat perdagangan
internasional. Hal ini membuat Belanda yang kala itu dengan organisasi dagang bernama
VOC tertarik untuk menguasai Banten.

Untuk dapat menguasai Banten, langkah yang digunakan oleh VOC adalah dengan
memblokade akses menuju ke pelabuhan Banten dengan tujuan memperlemah sektor
perekonomian Banten. Kapal-kapal asing yang hendak berdagang di Banten dicegat oleh
Belanda. Selain itu, kapal-kapal yang telah berdagang di Banten pun dicegat oleh Belanda

2
sehingga pelabuhan Banten mengalami penurunan aktivitas perdagangan dan kegiatan
perekonomi terganggu. Menyikapi hal tersebut, Banten mengadakan perlawanan dengan
menyerbu dan merampas kapal-kapal Belanda yang bernaung dibawah VOC. Akan tetapi,
VOC menggunakan siasat lain, yaitu dengan memberikan hadiah menarik dan berupaya
memperbaharui perjanjian tahun 1645, akan tetapi hal tersebut ditolak oleh Sultan Ageng
Tirtayasa.

3. Jalannya Perlawanan Rakyat Banten Terhadap VOC

Kala menjadi Raja Banten, Sultan Ageng Tirtayasa telah melakukan beberapa strategi
untuk memulihkan kembali Banten sebagai bandar perdagangan internasional, diantaranya :

a. Mengundang para pedagang dari Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis berdagang
di Banten.
b. Meluaskan interaksi dagang dengan bangsa Cina, India, dan Persia.
c. Mengirim beberapa kapal dengan maksud mengganggu pasukan VOC.
d. Membuat saluran irigasi sepanjang Sungai Ujung Jawa sampai Pontang yang
ditujukan sebagai persiapan suplai perang dan pengairan sawah.

Sultan Ageng Tirtayasa selama memerintah kesultanan Banten sangat menentang


segala bentuk penjajahan asing atas daerah kekuasaannya, termasuk kehadiran VOC yang
hendak menguasai Banten sangat ditentang oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Oleh sebab itu,
VOC yang berusaha melakukan blokade terhadap pelabuhan Banten dengan menyerang
kapal-kapal yang hendak berdagang di Banten mendapatkan perlawanan dari pasukan
Banten.

Perlawanan itu awalnya diwujudkan dengan perusakan terhadap segala instalasi milik
VOC di wilayah kekuasaan kesultanan Banten. Dengan tindakan perlawanan demikian,
Sultan Ageng Tirtayasa mengharapkan agar VOC segera meninggalkan Banten. Tangerang
dan Angke dijadikan sebagai garis terdepan pertahanan dalam menghadapi VOC. Pasukan
Banten menyerang Batavia pada 1652 juga dimulai dari Tangerang dan Angke.

Untuk meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak dua kali
pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai hadiah-
hadiah yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Bahkan
Sultan Ageng Tirtayasa menanggapinya dengan memerintahkan pasukan Banten pada tahun
1656 untuk melakukan gerilya besar-besaran dengan mengadakan pengerusakan terhadap
kebun-kebun tebu, pencegatan serdadu patroli VOC, pembakaran markas patroli, dan
pembunuhan terhadap beberapa orang Belanda yang keseluruhan dilakukan pada malam hari.

Selain itu, pasukan Banten juga merusak kapal-kapal milik Belanda yang berada di
pelabuhan Benten, sehingga untuk memasuki Banten, diperlukan pasukan yang kuat untuk
mengawal kapal-kapal tersebut.

3
Sekitar sebelum tahun 1671, terjadi konflik di dalam istana dan Sultan Ageng
Tirtayasa memilih untuk pindah kediaman di luar Banten. Hal ini dilakukan untuk mencegah
kudeta yang sewaktu-waktu bisa dilancarkan putra pertamanya, Sultan Haji. Sultan Ageng
Tirtayasa memerintahkan Sultan Haji menjadi orang yang mengurus masalah dalam negeri
Banten. Terkait masalah dengan luar negeri, merupakan urusan Sultan Ageng sendiri.

Akan tetapi, pengangkatan Sultan Haji ini membawa keuntungan kepada VOC.
Berkat dukungan VOC, Sultan Haji justru merebut kekuasaan Banten dan menjadi raja di
Istana Surosowan pada 1681.

Sebagai imbal balik dukungannya VOC, Sultan Haji harus menandatangani


perjanjian. Isinya, Kesultanan Banten musti memberikan daerah Cirebon kepada VOC,
monopoli lada di Banten diambil alih VOC, dan pasukan Banten yang ada di pantai Priangan
harus ditarik mundur. Terakhir, VOC meminta 600.000 ringgit jika Banten nantinya
mengingkari perjanjian yang telah disebutkan.

Kelakuan Sultan Haji ini membuat rakyat Banten tidak mengakuinya sebagai
pemimpin. Bahkan, rakyat Banten kala itu lebih ingin melakukan perlawanan terhadap Sultan
Haji yang disertai VOC.

4. Akhir Dari Perlawanan

Sultan Ageng Tirtayasa beserta rakyat yang berniat mengambil kembali Kesultanan
Banten. Pada 1682, Sultan Haji mulai terdesak oleh serangan pasukan Sultan Ageng dan
istana Surosowan pun dikepung.

Akan tetapi, VOC datang memberikan bantuan kepada Sultan Haji. Pasukan Sultan
Ageng pun dipukul mundur. Ia bersama para pengikutnya melarikan diri ke Rangkasbitung
dan melakukan perlawanan selama kurang lebih setahun lamanya.

VOC terus melakukan pencarian terhadap Sultan Ageng Tirtayasa, dan membujuknya
untuk menghentikan perlawanan dan turun ke Banten. Untuk menangkap Sultan Ageng
Tirtayasa, VOC memerintahkan putra mahkota Sultan Haji, yang dikenal dengan Sultan Haji
untuk menjemput ayahnya.

Sultan Haji kemudian mengutus 52 orang keluarganya ke Ketos, dan pada malam
menjelang tanggal 14 Maret 1683 iring-iringan Sultan Ageng Tirtayasa memasuki Istana
Surosowan. Setibanya di Istana Surosowan, Sultan Haji dan VOC segera menangkap Sultan
Ageng Tirtayasa dan dipenjarakan di Batavia. Ia ditahan oleh VOC di penjara bawah tanah di
Standhuis, Batavia sampai 1692. Kondisi penjara yang tidak manusiawi membuat Sultan
Ageng tidak kuat, akhirnya meninggal, dimakamkan di komplek makam Sultan Banten.

Penangkapan itu telah mengakhiri peperangan Banten melawan VOC sehingga


berkibarlah kekuasaan VOC di wilayah Banten. Meskipun demikian, rakyat Banten masih
melakukan perlawanan walaupun semuanya tidaklah begitu berarti.

4
Tidak lama setelah itu, dengan restu VOC, Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan
Banten (1682-1687). Penobatan ini disertai beberapa persyaratan sehingga Kesultanan Banten
tidak lagi memiliki kedaulatan.

Persyaratan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah perjanjian yang


ditandatangani pada 17 April 1684. Perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak, dari
pihak Banten diwakili oleh Sultan Abdul Kahar, Pangeran Dipaningrat, Kiyai Suko Tajuddin,
Pangeran Natanagara, dan Pangeran Natawijaya, sementara dari pihak Belanda diwakili oleh
Komandan dan Presiden Komisi Francois Tack, Kapten Herman Dirkse Wonderpoel,
Evenhart van der Schuere, serta kapten bangsa Melayu Wan Abdul Bagus.

5
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Kedatangan Belanda ke Indonesia pada akhir abad ke-16 adalah untuk mencari
rempah-rempah. Gubernur jenderal VOC yang pertama adalah Pieter Both, yang langsung
menjalankan tugasnya. Pada 1610, Pieter Both mendirikan pos perdagangan VOC di
Indonesia yang pertama, yaitu di Banten.

Banten mempunyai lokasi yang cukup strategis sebagai salah satu pusat perdagangan
internasional. Hal ini membuat Belanda yang kala itu dengan organisasi dagang bernama
VOC tertarik untuk menguasai Banten. Untuk dapat menguasai Banten, langkah yang
digunakan oleh VOC adalah dengan memblokade akses menuju ke pelabuhan Banten dengan
tujuan memperlemah sektor perekonomian Banten.

Menyikapi hal tersebut, Banten mengadakan perlawanan dengan menyerbu dan


merampas kapal-kapal Belanda yang bernaung dibawah VOC di bawah pimpinan Sultan
Ageng Tirtayasa.

Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap karena ditipu oleh VOC. Ia ditahan
oleh Belanda di penjara daerah Batavia sampai 1692, tepat ketika dirinya menutup usia.
Dengan tertangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa, perlawanan rakyat Banten terhadap VOC pun
usai.

2. Saran

Penjajahan atas suatu bangsa adalah hal yang sangat tidak ditolerir. Penjajahan di atas
dunia harus dihapuskan karena menghancurkan hak asasi manusia, baik hak-hak politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Hak-hak ini menjamin bahwa setiap orang diberi kesempatan
yang sama untuk tumbuh dan berkembang secara adil.

Sebagai pelajar menghapus nilai-nilai penjajahan dimulai dari

a. Tidak bersikap egois terhadap orang yang lebih kecil, baik dari usia maupun dari
fisik.
b. Tidak melakukan pem-bully-an terhadap orang lain
c. Selalu rendah hati dan tolong menolong
d. Tidak mudah terpancing emosi
e. Selalu bekerjasama dalam hal yang baik.

6
DAFTAR PUSTAKA

 Perlawanan Banten Terhadap VOC: Latar Belakang, Jalan, Akhir – Kelas IPS
 Perlawanan Rakyat Banten terhadap VOC (kompas.com)
 Sejarah Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa Terhadap VOC (tirto.id)

Anda mungkin juga menyukai