Anda di halaman 1dari 25

STASE KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


AN. “J” DENGAN BRONKO PNEUMONIA DI RUANG PARKIT RSPAU
dr. S. HARDJOLUKITO YOGYAKARTA

Disusun Oleh:

DIAH ARDIAN RUKMANA

193203039

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN ANAK


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIII
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN AN. “J” DENGA NBRONO


PENEUMONIA DI RUANG PARKIT RSPAU dr. S. HARDJOLUKITO
YOGYAKARTA

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

(Kristina Dias Utami, MPH) (Febri Anggun, S.Kep., Ns) (Diah Ardiam Rukmana, S.Kep)
PNEUMONIA
A. DEFINISI
Pneumonia merupakan kondisi kelebihan cairan di paru yang
diakibatkan oleh sebuah peroses inflamasi. Proses inflamasi tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dan disebabkan oleh inhalasi
agen penyebab iritasi (IDAI, 2012).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak (patchy distribution) (Bennete, 2013). Pneumonia
merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-
infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat (Bradley et.al, 2011).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius,
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan
gangguan pertukaran gas setempat (Bennete, 2013).

B. ETIOLOGI
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme
gram posifif seperti: Streptococcus pneumonia, S. aerous, dan
streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus
influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi
droplet Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab
utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
(Bennete, 2013)

C. PATOFISIOLOGI
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh
manusia melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat
menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga membran paru-paru
meradang dan berlubang. Dari reaksi inflamasi akan timbul panas,
anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan
cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan
bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis dyspnea, sianosis dan
batuk, selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang akan
membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru
menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan
rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi
menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia. Dari penjelasan diatas
masalah yang muncul, yaitu : Risiko kekurangan volume cairan, Nyeri
(akut), Hipertermi, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
Bersihan jalan nafas tak efektif, Gangguan pola tidur, Pola nafas tak efekif
dan intoleransi aktivitas.
D. PATHWAY
Bakteri Stafilokokus aureus
Bakteri Streptoccocus Pneumonia
Virus , Jamur

- Penderita akut berat yang di


rawat di RS
- Penderita yang mengalami
supresi sistem pertahanan
tubuh
- Kontaminasi peralatan RS
Saluran Pernafasan Atas

Ketidakefektifan
Bersihan Jalan
Nafas
Kuman berlebihan Kuman terbawa di Infeksi saluran pernafasan bawah
di bronkus saluran
pencernaan Dilatasi Peningkatan Edema
pembuluh suhu antara
Proses darah kapiler dan
peradangan Infeksi saluran alveoli
pencernaan Septikemia
Eksudat
Akumulai sekret plasma Pengerasan
di bronkus Peningkatan flora masuk Peningkatan dinding paru
normal dalam alveoli metabolisme
usus Penurunan
compliance
Mukus
Gangguan Evaporasi paru
bronkus Malabsorbsi difusi meningkat
meningkat
dalam Suplai O2
plasma menurun
Bau mulut Diare Hipertermi
tidak
Hipoksia
sedap
Resiko Metabolisme
Anoreksia Ketidakseimbangan anaerob
Elektrolit meningkat
Intake
Kurang
fatique

Ketidakseimbangan Sumber :
Nutrisi Kurang Dari Bennete
Kebutuhan Tubuh Intoleransi
(2013) Aktivitas
E. MANIFESTASI KLINIK
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia
pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme
penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama
pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi
non infeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis (Bennete,
2013).
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada
berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan Gastro Intestinal Tarcktus (GIT)
seperti mual, muntah atau diare: kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner.
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada,
takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak
perkusi, suara napas melemah, dan ronki, akan tetapi pada neonatus
dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak
selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak
ditemukan kelainan.

F. PENCEGAHAN
Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau
mengurangi faktor resiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan,
yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan
petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan
pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif,
dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yang
pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif dan
asupan zinc, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi
udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor resiko (Kartasamita,
2010).
Menurut Kartasamita (2010), usaha untuk mencegah pneumonia
ada
2 yaitu:
1. Pencegahan Non spesifik, yaitu:
a. Meningkatkan derajat sosio-ekonomi.
b. Menurunkan kemiskinan.
c. Meningkatkan tingkat pendidikan.
d. Menurunkan angka balita kurang gizi.
e. Meningkatkan derajat kesehatan.
f. Menurunkan morbiditas dan mortalitas.
g. Lingkungan yang bersih, bebas polusi
2. Pencegahan Spesifik
a. Cegah berat bayi lahir ringan (BBLR).
b. Pemberian makanan yang baik/gizi seimbang.
c. Berikan imunisasi
Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung
pneumonia adalah vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak,
Hib (haemophilus influenzae type b) dan pneumococcus (PCV).
Dua vaksin diantaranya, yaitu pertussis dan campak telah masuk
ke dalam program vaksinasi nasional di berbagai negara,
termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan pneumokokus sudah
dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan, kedua vaksin ini
dapat mencegah kematian 1.075.000 anak setahun. Namun,
karena harganya mahal belum banyak negara yang memasukkan
kedua vaksin tersebut ke dalam program nasional imunisasi.
G. AKIBAT YANG DI TIMBULKAN
Akibat dari pneumonia menurut (Bennete, 2013) adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek
batuk hilang.
2. Empysema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm
rongga pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang
meradang
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
5. Gagal napas spontan
6. Syok Kardiogenik

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar x: mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empisema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul
(virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
2. Analisa Gas Darah (Analisa Gas Darah): tidak normal mungkin
terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang
ada.
3. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
4. JDL: leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
5. Pemeriksaan serologi: titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
6. LED: meningkat
7. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan
komplain menurun, hipoksemia
8. Elektrolit: natrium dan klorida mungkin rendah
9. Bilirubin: mungkin meningkat \ Aspirasi perkutan \ biopsi jaringan
paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan
sitoplasmik (CMV) (Doenges, 2000)

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi antibiotik
Merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan manifestasi
apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman
penyebabnya.
2. Terapi suportif umum
a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-
96 % berdasar pemeriksaan AGD
b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang
kental
c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran
untuk batuk dan napas dalam
d. Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih
sensitif terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia
bilateral
e. Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis
f. Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator
dilakukan bila terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang
disertai peningkatan respiratoy distress dan respiratory arrest
g. Drainase empiema bila ada.
J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Aktivitas / istirahat
a. Gejala: kelemahan, kelelahan, insomnia
b. Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
a. Gejala: riwayat gagal jantung kronis
b. Tanda: takikardi, penampilan keperanan atau pucat
3. Integritas Ego
a. Gejala: banyak stressor, masalah finansial
4. Makanan / Cairan
a. Gejala: kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM
b. Tanda: distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering
dengan turgor buruk, penampilan malnutrusi
5. Neurosensori
a. Gejala: sakit kepala bagian frontal
b. Tanda: perubahan mental
6. Nyeri / Kenyamanan
a. Gejala: sakit kepala, nyeri dada meningkat dan batuk, myalgia,
atralgia
7. Pernafasan
a. Gejala: riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea,
pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
b. Tanda: sputum ; merah muda, berkarat atau purulen
c. Perkusi; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi pleural
d. Bunyi nafas: menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau
nafas Bronkial
e. Framitus: taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
f. Warna: pucat atau sianosis bibir / kuku
8. Keamanan
a. Gejala: riwayat gangguan sistem imun, demam
b. Tanda: berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan,
mungkin pada kasus rubela / varisela
9. Penyuluhan
a. Gejala: riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol
kronis

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri dada, tampak meringis, px. Tanda
vital : nadi meningkat (takikardi).
2. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi
berlebihan sekunder terhadap infeksi ditandai dengan pasien
mengeluh batuk bercampur sputum, tampak batuk produktif berupa
sputum, Px. Fisik : perkusi pekak, inspirasi rales, ronchi nyaring.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler.
4. Pola napas tak efektif berhubungan dengan sekresi berlebihan
sekunder terhadap infeksi ditandai dengan pasien mengeluh sulit
bernapas, tampak sesak, px. tanda vital : respirasi meningkat, px.
fisik : penggunaan otot aksesori, suara nafas bronchial.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan menurunnya nafsu makan sekunder terhadap mual dan muntah
ditandai dengan pasien mengeluh mual, nafsu makan menurun dan
muntah.
6. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebihan akibat muntah
7. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan pasien mengeluh lemas,
sulit bernapas, tampak lemah, sesak, px. tanda vital : respirasi
meningkat.
8. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi parenkim paru ditandai
dengan pasien mengatakan badan panas, tampak menggigil, px. tanda
vital : suhu meningkat.
9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder
tehadap gangguan pernapasan, batuk ditandai dengan pasien
mengatakan sering terbangun di malam hari karena sulit bernapas dan
batuk, tampak lelah
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)

1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan  Pain Management


keperawatan selama 3 x 7 jam nyeri 1. Observasi tanda non verbal dari
akut klien dapat diatasi dengan ketidaknyamanan
KH: 2. Control factor lingkungan yang
 Pain Control mempengaruhi ketidaknyamanan
1. Klien mampu melaporkan 3. Kaji factor yang mengakibatkan
nyerinya kedidakyamanan
2. Klien mampu mengontrol 4. Kaji pengetahuan dan kepercayan
nyerinya terhadap nyeri
 Pain Level 5. Kaji penyebab, kualitas, lokasi, skala
1. Tidak ada ekspresi wajah dan waktu/durasi nyeri.
dari nyeri/ketidaknyamanan 6. Ajarkan manajemen nyeri non
2. Tidak ada diaphoresis farmakologi dengan nafas dalam
3. Tidak ada kelemahan 7. Kolaborasi dengan dokter pemberian
4. Respirasi dalam batas analgesic
normal
5. Nadi dalam batas normal  Distraction
1. Dorong individu memilih teknik
distraksi yang ia sukai seperti music,
percakapan yang menarik, atau humor.
2. Evaluasi dan dokumentasi respon dari
teknik distraksi
2 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan  Airway Management
keperawatan selama 3 x 7 jam 1. Monitor vital sign setiap 6-8 jam
bersihan jalan napas tidak efektif 2. Monitor saturasi iksigen, AGD
klien dapat diatasi dengan KH: 3. Buka jalan napas, menggunakan chin
 Patency Airway lift atau jaw thrust
1. Suara napas bersih, tidak ada 4. Atur posisi klien semi fowler, ekstensi
sianosis kepala atau miringkan kepala bila
2. Vital sign dalam batas normal muntah untuk mencegah aspirasi
3. Tidak dispneu, apneu, 5. Pasang NGT atau OGT untuk
bradipneu dan takipneu mencegah aspirasi
4. Irama napas dan frekuensi 6. Lakukan fisio terapi dada, fibrasi
napas normal 7. Keluarkan secret dengan batuk efektif
5. Tidak ada napas cepat: ≥ 8. Lakukan suction sesuai dengan protap
60x/menit pada bayi <2bulan, ≥ 9. Auskultasi dan catat adanya suara
50 x/menit pada anak 2bln-1 napas tambahan
thn, ≥ 40 x/menit pada anak 1-5 10. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
tahun terapi inhalasi
6. Klien tidak merasa gelisah  Terapi Oksigen
7. Sputum berkurang 1. Beriakan 02 nasal 1-3 l/mnt, head box
8. Tidak ada retraksi dada 5-10 l/mnt sesuai indikasi
9. Tidak ada ronki, wheezing, 2. Cek secara periodic selang oksigen.
stridor dan krepitasi Air humidifier, dan aliran 02
10. AGD dalam batas normal 3. Observasi tanda kekurangan dan
keracunan 02
3 Ketidakefektifan Pola Nafas Setelah dilakukan tindakan  Airway Management
keperawatan selama 3 x 7 jam 1. Monitor vital sign setiap 6-8 jam
bersihan jalan napas tidak efektif 2. Monitor saturasi iksigen, AGD
klien dapat diatasi dengan KH: 3. Buka jalan napas, menggunakan chin
 Patency Airway lift atau jaw thrust
1. Suara napas bersih, tidak ada 4. Atur posisi klien semi fowler,
sianosis ekstensi kepala atau miringkan
2. Vital sign dalam batas normal kepala bila muntah untuk mencegah
3. Tidak dispneu, apneu, aspirasi
bradipneu dan takipneu 5. Pasang NGT atau OGT untuk
4. Irama napas dan frekuensi mencegah aspirasi
napas normal 6. Lakukan fisio terapi dada, fibrasi
5. Tidak ada napas cepat: ≥ 7. Keluarkan secret dengan batuk
60x/menit pada bayi <2bulan, ≥ efektif
50 x/menit pada anak 2bln-1 8. Lakukan suction sesuai dengan
thn, ≥ 40 x/menit pada anak 1-5 protap
tahun 9. Auskultasi dan catat adanya suara
6. Klien tidak merasa gelisah napas tambahan
7. Sputum berkurang 10. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
8. Tidak ada retraksi dada terapi inhalasi
9. Tidak ada ronki, wheezing,  Terapi Oksigen
stridor dan krepitasi 1. Beriakan 02 nasal 1-3 l/mnt, head
10. AGD dalam batas normal box 5-10 l/mnt sesuai indikasi
2. Cek secara periodic selang oksigen.
Air humidifier, dan aliran 02
3. Observasi tanda kekurangan dan
keracunan 02
4 Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan tindakan  Airway Management
keperawatan selama 3 x 7 jam 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
gangguan pertukaran gas klien lift atau jaw thrust bila perlu
dapat diatasi dengan KH: 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
 Respiratory Status : Gas 3. Identifikasi pasien perlunya
exchange pemasangan alat jalan nafas buatan
1. Mendemonstrasikan 4. Pasang mayo bila perlu
peningkatan ventilasi dan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
oksigenasi yang adekuat 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
2. Memelihara kebersihan paru
suction
paru dan bebas dari tanda tanda
distress pernafasan 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
3. Mendemonstrasikan batuk suara tambahan
efektif dan suara nafas yang 8. Lakukan suction pada mayo
bersih, tidak ada sianosis dan 9. Berika bronkodilator bial perlu
dyspneu (mampu mengeluarkan 10. Barikan pelembab udara
sputum, mampu bernafas 11. Atur intake untuk cairan
dengan mudah, tidak ada
pursed lips) mengoptimalkan keseimbangan.
4. Tanda tanda vital dalam rentang 12. Monitor respirasi dan status O2
normal
 Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama
dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
9. Auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya

5 Risiko Kekurangan Volume Cairan Setelah dilakukan tindakan  Fluid Management


keperawatan selama 3x 7 jam risiko 1. Monitor berat badan setiap 3 hari
kekurangan volume cairan klien
2. Monitor status hidrasi
diharapkan :
 Fluid Balance 3. Monotor adanya tanda-tanda dehidrasi
5. Vital sign dalam batas normal 4. Monitor nilai laboratorium (ureum,
sesuai usia
creatinin, hematokrit, berat jenis urin)
6. Tidak ditemukan adaya tanda
dehidrasi, hidrasu=I adekuat 5. Tingkatkan intake cairan
7. Nadi perifer teraba 6. Monitor respon klien selama terapi
8. Keseimbangan intake dan
output dalam 24 jam elektrolit
9. Tidak terjadi penurunan BB 7. Libatkan orangtua dalam memenuhi
>10%
kebutuhan cairn klien
10. Tidak ada penurunan
kesadaran 8. Kolaborasi dokter untuk pemberian
11. Tidak ada rasa haus yang cairan parenteral
abnormal
9. Kelola infuse sesuai program
12. Hidrasi kulit dalam batas
normal
13. Elektrolit serum, hematokrit
dalam batas normal
14. Urine output ≥1ml/kg
BB/jam
15. BAK dalam 6 jam terakhir

6 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Setelah dilakukan tindakan  Nutrition Management


Dari Kebutuhan Tubuh keperawatan selama 3 x 7jam 1. Kaji adanya alergi makanan
ketidakseimbangan nutrisi kurang 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
dari kebutuhan klien teratasi dengan untuk menentukan jumlah
KH: kalori dan nutrisi yang
 Nutritional Status : Food dibutuhkan pasien.
and Fluid Intake 3. Anjurkan pasien untuk
1. Adanya peningkatan berat badan meningkatkan intake Fe
sesuai dengan tujuan 4. Anjurkan pasien untuk
2. Berat badan ideal sesuai dengan meningkatkan protein dan
tinggi badan vitamin C
3. Mampu mengidentifikasi 5. Berikan substansi gula
kebutuhan nutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi mengandung tinggi serat
5. Tidak terjadi penurunan berat untuk mencegah konstipasi
badan yang berarti 7. Berikan makanan yang
terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan.

7 Hipertermi Setelah dilakukan perawatan selama  Temperature


3 x 7 jam hipertermi klien dapat Regulation
tertasi dengan kriteria hasil : 1. Pantau suhu tiap 2 jam
 Termoregulation 2. Pantau tanda-tanda vital
1. Suhu pasien turun 3. Ajurkan dan pertahankan
normal (36,5 – 37,5) keadekuatan nutrisi dan cairan
2. Status hidrasi adekuat klien
3. Berkeringat ketika 4. Kolaborasi dengan medis
panas untuk pemberian obat yang
sesuai (antipiretik)
 Fever Treatment
1. Pantau intake dan output
cairan
2. Pantau ketidakseimbangan
elektrolit
3. Anjurkan pemberian cairan
yang banyak
4. Beri cairan lewat IV
5. Lakukan water tepid sponge
8 Inoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan  Activity Therapy
keperawatan selama 3 x 7 jam, 1. Kolaborasikan dengan
diharapkan intoleransi aktivitas klien Tenaga Rehabilitasi Medik
teratasi dengan KH: dalammerencanakan progran
 Energy Conservation terapi yang tepat.
 Self Care : ADLs 2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
Kriteria Hasil :
yang mampu dilakukan
1. Berpartisipasi dalam aktivitas 3. Bantu untuk memilih aktivitas
fisik tanpa disertai peningkatan konsisten yangsesuai dengan
tekanan darah, nadi dan RR kemampuan fisik, psikologi
2. Mampu melakukan aktivitas dan social
sehari hari (ADLs) secara 4. Bantu untuk mengidentifikasi
mandiri dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
6. Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai

9 Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan tindakan  Sleep Enhancement


keperawatan selama 3 x 7 jam, 1. Determinasi efek-efek
diharapkan gangguan pola tidur klien medikasi terhadap pola tidur
teratasi dengan KH: 2. Jelaskan pentingnya tidur
 Sleep : Extent and Pattern yang adekuat
1. Perasaan segar sesudah tidur atau 3. Fasilitas untuk
istirahat mempertahankan aktivitas
2. Jumlah jam tidur dalam batas sebelum tidur
normal 6-8 jam/hari 4. Ciptakan lingkungan yang
3. Pola tidur ,kualitas dalam batas nyaman
normal 5. Kolaborasi pemberian obat
tidur
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck et all.. (2013). Nursing Intervetion Classification. USA:Mosby Elevier..

Moorhead ell all. (2013). Nusing Outcomes Classification (NOC). USA:Mosby


Elsevier..

Mc. Closkey dan Buleccheck. (2000). Nursing Interventions Classification (NIC)


Second Edition. Mosby.

NANDA. 2012-2014. Diagnosa Keperawatan. Penerbit: Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer SC, Bare B.G (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I,
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai