Anda di halaman 1dari 12

UNDANG-UNDANG HIKUM PERIKATAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok 3


Mata Kuliah Hukum Perikatan
Dosen Pengampu Dika Ratu Mar’fuatun, S,H.,M.H

Disusun oleh:
Kelompok 3
Firman Nur Wahid 221333
Meylanie Putri Natalia 221084
Siti Farida 221379
Nazwa Amalia Zahra 220959
Fahrur Roji Imron 220937
Siti Sofi Nurwafa 221653

FAKULTAS ILMU HUKUM


UNIVERSITAS PRIMAGRAHA
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan Makalah yg bejudul“ Undang-Undang Hukum Perikatan”. Adapun .
makalah ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
saya tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu saya dalam pembuatan Makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka saya membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada saya sehingga saya dapat
memperbaiki Makalah Undang-Undang Hukum Perikatan.

Saya mengharapkan semoga dari Makalah Undang-Undang Hukum Perikatan


ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi
terhadap pembaca.

Serang, 01 November 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian hukum perikatan
B. Ruang lingkup hukum perikatan yang timbul dari UU
C. Macam-macam hukum perikatan yang timbul dari UU
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melaksanakan sebuah perjanjian atau
perikatan baik kita sadari maupun tidak. Bahkan hampir setiap elemen aktivitas kita
tidak dapat terlepas dari sebuah perikatan. Berpijak dari hal tersebut perlu
kiranya kita untuk mempelajari hukum perikatan yang mana akan membantu kita
bersama untuk memudahkan dalam melaksanakan perjanjian atau perikatan yang
tidak melanggar hukum, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
Disini perlu kita ketahui bersama bahwa perikatan dilahirkan dari dua sumber,
yaitu pertama, perikatan yang lahir demi undang-undang (diatur dalam buku ke-III
KUH Perdata bab ke tiga pasal 1352-1380). Kedua, perikatan yang dilahirkan dari
kontrak atau perjanjian (diatur dalam pasal 1313-1351).
Dalam makalah ini penulis akan memaparkan perikatan yang lahir dari
undang-undang. Perikatan ini terbagi menjadi undang-undang saja dan undang-
undang karena perbuatan orang (pasal 1352). Perikatan yang timbul karena perbuatan
orang terdiri dari perbuatan yang menurut hukum/halal dan perbuatan yang melawan
hukum (pasal 1353). Perikatan yang timbul dari perbuatan yang sesuai dengan hukum
ada dua yaitu perwakilan suka rela (zaakwaarneming) diatur dalam Pasal 1354 s/d
1358 KUH perdata dan pembayaran tak hutang (onverschuldigde betalling) diatur
dalam pasal 1359 s/d 1364 KUH Perdata. Sedangkan perikatan yang timbul dari
perbuatan yang tidak sesuai hukum adalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad) diatur dalam Pasal1365 s/d 1380 KUH Perdata.

B. RUMUSAN MASALAH
Untuk mempermudah pembahasan makalah ini, kami susun rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Pengertian Hukum Perikatan.
2. Ruang lingkup hukum perikatanyang timbul dari UU.
3. Macam-macam hukum perikatan yang timbul dari UU.
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Untuk mempermudah pembahasan makalah ini, kami susun tujuan masalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui Apa Pengertian Hukum Perikatan.
2. Untuk Mengetahui Lebih Lanjut Ruang lingkup hukum perikatan yang timbul
dari UU.
3. Untuk Mengetahui Macam-macam hukum perikatan yang timbul dari UU.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian hukum perikatan.


Istilah “Perikatan” berasal dari bahasa Belanda “Verbintenis”. Secara
terminologi, “Verbintenis” berasal dari kata kerja “Verbinden” yang artinya mengikat.
Menurut Hofman yang dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Perikatan
adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum yang
mengikatkan dirinya masing-masing untuk bersikap menurut cara-cara tertentu
terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.[1] Menurut
Subekti dalam bukunya, Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang
atau dua pihak, yang mana satu pihak berhak menuntut sesuatu dan pihak yang
lainnya berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut.[2]
Adapun menurut pendapat Abdulkadir Muhammad, bahwa perikatan adalah
hubungan hukum yang terjadi anatara individu satu dengan individu lain karena
perbuatan, peristiwa, atau keadaan.[3] Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa
perikatan dalam arti luas itu dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property),
bidang hukum keluarga (family law), bidang hukum warisan (law of succession), dan
dalam bidang hukum pribadi ( law of personal).
Dari beberapa definisi perikatan menurut para ahli diatas dapat kami
simpulkan bahwa perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih
dalam bidang kekayaan, yang mana subyek hukum atau pihak-pihak tersebut terdiri
dari kreditur (pihak yang berkewajiban memberikan prestasi) dan debitur (pihak yang
berhak mendapatkan prestasi).
B. Ruang lingkup hukum perikatan yang timbul dari UU.
Salah satu asas dalam hukum perikatan adalah asas kebebasan berkontrak,
artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian. Akan tetapi, jika asas ini
diberlakukan dalam perikatan yang lahir dari undang-undang maka asas ini tidak
berlaku. Karena suatu perbuatan menjadi perikatan adalah karena kehendak undang-
undang. Untuk perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian, maka pembentuk
undang-undang memberikan aturan-aturan yang umum. Berbeda dengan perikatan
yang lahir dari undang-undang dimana pembentuk undang-undang tidak memberikan
aturan-aturan umum. Yakni jika ingin mengetahui beberapa perikatan-perikatan
tersebut, maka harus dilihat pada peraturan yang mengetahui materi yang
bersangkutan tersebut.
Untuk terjadinya perikatan di atas, undang-undang tidak mewajibkan
dipenuhinya syarat-syarat sebagaimana ditentukan untuk terjadinya perjanjian karena
perikatan ini bersumber dari undang-undang, sehingga terlepas dari kemauan para
pihak. Apabila ada suatu perbuatan hukum yang memenuhi beberapa unsur tersebut,
undang-undang lalu menetapkan perbuatan hukum itu adalah suatu perikatan.
Perikatan yang bersumber pada undang-undang diatur dalam bab III KUH
Perdata pasal 1352- 1380 yaitu suatu perikatan yang timbul atau adanya karena telah
ditentukan dalam undang-undang itu sendiri. Untuk terjadinya perikatan berdasarkan
berdasarkan undang-undang harus selalu dikaitkan dengan suatu kenyataan atau
peristiwa tertentu. Yakni bahwa untuk terjadinya perikatan selalu
disyaratkan terdapatnya kenyataan hukum.[4]
C. Macam-macam hukum perikatan yang timbul dari UU.
Menurut pasal 1352 KUH Perdata : “Perikatan-perikatan yang dilahirkan demi
undang-undang, timbul dari undang-undang saja atau dari undang-undang sebagai
akibat dari perbuatan orang ”.[5] Dari ketentuan tersebut, maka perikatan yang
bersumber dari undang-undang meliputi:
1. Perikatan yang lahir dari undang-undang saja.
Yaitu perikatan yang timbul atau adanya perikatan tersebut karena adanya suatu
keadaan tertentu, misalnya hubungan kekeluargaan seperti :
a. Hak dan kewajiban alimentasi.
Pada dasarnya setiap pasangan suami-istri yang mengikatkan diri dalam
perkawinan memiliki kewajiban mendidik dan memelihara anak-anak mereka (Pasal
104 KUH Perdata jo. Pasal 41 UU No.1 thn 1974).
Sebagai timbal balik terhadap kewajiban orang tua, maka menurut pasal 46 UU No.1
thn 1974, menyatakan bahwa anak yang telah dewasa wajib memberikan
nafkah kepada orang tua yang sudah tidak bekerja.
b. Hak dan kewajiban antara pemilik pekarangan yang berdampingan.
Menurut pasal 625 KUH Perdata, bahwa antara para pemilik pekarangan yang
berdampingan berlaku beberapa hak dan kewajiban, baik yang bersumber pada letak
pekarangan mereka karena alam, maupun yang berdasarkan pada undang-undang.
2. Perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia.
Menurut pasal 1353 KUH Perdata, bahwa perikatan-perikatan yang dilahirkan
undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia, muncul dari perbuatan halal atau
dari perbuatan melawan hukum. Jadi, perikatan ini terdiri dari dua sebab, yaitu karena
perbuatan halal atau perbuatan yang tidak melanggar hukum, dan perbuatan melawan
hukum.
Perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan manusia tersebut
meliputi :
a) Perbuatan manusia yang menurut hukum (Rechtmatige Daad).
Pasal 1352 KUH Perdata, menentukan bahwa perbuatan manusia berdasarkan haknya,
diantaranya :
1) Perwakilan sukarela (zaakwaar-neming)
Perwakilan sukarela adalah suatu perbuatan dimana seseorang secara sukarela
menyediakan dirinya dengan maksud mengurus kepentingan orang lain, dengan
perhitungan dan resiko orang tersebut. Perwakilan sukarela ini diatur dalam pasal
1354-1358 KUH Perdata.
Perwakilan sukarela meliputi perbuatan nyata dan perbuatan hukum.
Sepanjang mengenai perbuatan nyata perwakilan sukarela bagi kepentingan orang
tidak cakap. Sedangkan jika mengenai perbuatan hukum hal itu masih mungkin,
sepanjang perbuatan hukum tersebut tidak melanggar ketentuan-ketentuan undang-
undang.
Syarat mewakili urusan orang lain dengan sukarela :
a. Yang diurus kepentingan orang lain.
b. Wakil sukarela harus mengetahui & menghendaki dalam pengurusan kepentingan
orang lain.
c. Mewakili urusan orang lain dengan sukarela.
d. Adanya keadaan yang dapat dibenarkan dalam bertindak sebagai wakil sukarela.
e. Dalam mengurus tanpa sepengetahuan yang diurus kepentingannya.
f. Pengurusan harus sampai selesai.
g. Ada objek/kepentingan yang diurusnya.
Perbedaan Pemberian Kuasa dengan Wakil Sukarela
Pemberia Kuasa:
1. Adanya janji yang timbul dari perjanjian.
2. Akan terhenti bila pemberi kuasa meninggal dunia.
3. Ada upah.
Wakil Sukarela:
1. Timbul dari UU sebagai akibat dari perbuatan manusia yang menurut hukum.
2. Bila yang diwakili kepentingannya meninggal, tetap berjalan sampai selesai dan
diserahkan pada ahli warisnya.
3. Tidak ada upah, hanya penggantian biaya yang telah dikeluarkan.
2) Pembayaran tak terutang (onverschuldigde betalling).
Pasal 1359 KUH Perdata menytakan “tiap-tiap pembayaran memperkirakan
adanya suatu utang, apa yang telah dibayarkan dengan tidak diwajibkan, dapat
dituntut kembali. Pasal tersebut memberikan arti bahwa apabila seseorang yang
menbayar tanpa ada hutang, maka orang tersebut berkak menuntut kembali apa yang
telah ia bayarkan. Sedangkan orang yang telah menerima harta tersebut wajib
mengembalikannya. Hal ini lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 1360 & 1361 KUH
Perdata.
Syarat menuntut kembali pembayaran yang tidak diwajibkan:
Pasal 1360 KUH Perdata
1. Bahwa terdapat ketentuan yang mengharuskan adanya faktor “kekhilafan”
didalam perbuatan itu.
2. Jika seseorang yang secara khilaf mengira ia berutang dan membayar suatu utang,
maka ia berhak menuntut kembali dari pihak kepada siapa debitur menganggap
dirinya berutang, mengenai apa yang dibayarkannya.
Pasal 1362 KUHPerdata
Yang menerima ada itikad buruk ,telah menerima sesuatu yang tidak harus dibayarkan
diwajibkan mengembalikannya dengan bunga dan hasil-hasilnya terhitung dari hari
pembayaran.
3) Perikatan alami/wajar (Natuurlijke Verbintenis).
Pasal 1359 ayat 2 KUH Perdata menyatakan bahwa perikatan alami yang secara
sukarela dipenuhi, tak dapat dituntut pengembaliannya.
1. Perikatan alami dalam arti sempit.
Adanya perikatan didasarkan pada hukum positif, baik yang sejak semula
memang tidak mempunyai tuntutan hukum, maupun oleh karena keadaan yang timbul
kemudian tuntutan hukumnya menjadi hapus.
Contoh:
a. Pasal 1766 KUH Perdata
Pembayaran bunga yang tidak diperjanjikan jika telah dengan sukarela dibayarkan
tidak dapat diminta kembali.
b. Pasal 1788 KUHPerdata
Hutang piutang yang timbul dari perjudian
c. Pasal 1967 KUH Perdata
Perikatan yang sudah daluwarsa, lewat 30 tahun kehilangan hak tuntutannya.
2. Perikatan alami dalam arti luas.
Dapat terjadi disamping adanya ketentuan yang ada dalam UU, juga
dimungkinkan dapat timbul atas dasar kesusilaan dan kepatutan yang berlaku dalam
masyarakat (moralitas).
Contoh :
Memberikan pertolongan terhadap orang yang kecelakaan di jalan. Ia tidak dapat
menggugat imbalan jasa.
Pedoman Perikatan Alam
1. Perikatan yang berdasarkan UU atau kehendak para pihak yang sejak semula
tidak mengandung hak penuntutan.
2. Kewajiban yang timbul dari moral dan kepatutan yang bersifat mendesak.
b) Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad)
Pasal 1365 KUHPerdata
Perbuatan melawan hukum, yg menimbulkan kerugian pada orang lain,
mewajibkan orang yg krn kesalahnnya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian.
Ps 1366 KUH Perdata
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian
atau kekurang hati-hatiannya.
Syarat-syarat /unsur-unsur perbuatan melawan hukum :
1. Perbuatan yg melawan hukum.
2. Harus ada kesalahan
3. Harus ada kerugian yg ditimbulkan.
4. Ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian. [6]
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN.

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
yang mana satu pihak berhak menuntut sesuatu dan pihak yang lainnya berkewajiban
memenuhi tuntutan tersebut. Dapat diketahui bahwa perikatan dalam arti luas itu
dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), bidang hukum keluarga
(family law), bidang hukum warisan (law of succession), dan dalam bidang hukum
pribadi ( law of personal).
Perikatan yang bersumber dari undang-undang meliputi : 1. Perikatan yang
lahir dari undang-undang saja ( karena ada hubungan kekeluargaan), seperti hak dan
kewajiban alimansi, hak dan kewajiban antara pemilik pekarangan yang
berdampingan. 2. Perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia.
Perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan manusia tersebut
meliputi: 1. Perbuatan manusia yang menurut hukum atau perbuatan manusia
berdasarkan haknya (rechtmatige Daad), seperti: perwakilan sukarela, pembayaran tak
terutang, dan perikatan alam. 2. Perbuatan manusia yang melanggra hukum
(Lnrechtmatige Daad).

B. SARAN
.
Demikianlah makalah yang dapat kami persembahkan, Tentunya banyak
kekurangan didalam penulisan makalah pada kali ini, penulis mohonkan maaf beserta
kritik dan saran yang konstruktif guna perbaikan kami pada penulisan makalah yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Badrulzaman, Mariam Darus, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, Jakarta: Citra


Aditya Bakti, 2001.
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perikatan, Jakarta: Citra aditya Bakti, 1990.
Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Jakarta: Putra Abardin, 1999.
Subekti, R. dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: PT
Pradnya Paramita, 2008).
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Internusa, 2002.
Tutik Titik Triwulan, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta:
Kencana, 2010.

[1]Mariam Darus badrulzaman, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, Jakarta: Citra


Aditya Bakti, 2001, hlm: 2.
[2]Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermassa, 2002, hlm: 122.
[3]Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Jakarta: Citra aditya Bakti, 1990, hlm:
6-7.
[4] Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta:
Kencana, 2010, hlm: 238.
[5] R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: PT
Pradnya Paramita, 2008), hlm.344
[6]Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Jakarta: Putra Abardin, 1999, hlm: 76.

Anda mungkin juga menyukai