Anda di halaman 1dari 5

CERITA RAKYAT

ASAL-USUL TRADISI MBULUSAN


Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas UTS Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Moch.Junaidi Abdillah,M.H

Di susun oleh :

JANNATAN KURNIADI SAHBANA (2320110082)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS SYARIAH
PROGAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Alkhamdulillah, Wasyukurillah, A’laa Ni’matillah. Segala puji bagi Allah


SWT yang telah memberikan kita anugrah-Nya berupa kesehatan sehingga penyusun
dapat menyelesaikan tugas UTS ini dengan cukup baik. Tak lupa sholawat
ma’assalaam semoga tercurah kepada Beliau Nabi Muhammad SAW.

Saya sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan penugasan UTS mata


kuliah Bahasa Indonesia tentang membuat cerita pendek. Pada kesempatan kali ini
saya akan menceritakan suatu cerita rakyat yang berasal dari kota Kudus, tepatnya di
daerah Sumber Hadipolo yaitu cerita asal-usul tradisi mbulusan. Saya mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah Bahasa
Indonesia, yaitu Bapak Moch.Junaidi Abdillah, M.H. Yang telah memberikan
dukungan serta ilmunya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Saya berharap semoga cerita ini dapat memberikan manfaat kepada teman teman
sekalian, dan saya menyadari bahwa cerita ini masih banyak kurangnya dan salahnya,
baik dari isinya maupun kebahasaanya, oleh karena itu saya sangat mengharap kritik
dan saran positif untuk perbaikan di kemudian hari.

Kudus, 12 Oktober 2023

Jannatan Kurniadi Sahbana


ASAL – USUL TRADISI MBULUSAN

Kota kudus merupakan kota yang penuh kebudayaan, banyak kebudayaan


yang tersebar luas di daerah-daerah kota kudus, banyak diantaranya masih terjaga dan
awet sampai sekarang. Seperti pada salah satu daerah di Kudus bagian timur, tepatnya
di Desa Sumber Hadipolo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. Di desa kecil ini
terdapat suatu budaya atau tradisi yang sangat khas, yaitu tradisi mbulusan. Tradisi
ini dilakukan oleh warga Desa Sumber sekali dalam satu tahun, yaitu pada bulan
Syawal atau setelah selesai Hari Raya Idul Fitri. Tradisi mbulusan terjadi karena
suatu kejadian yang terjadi pada masa lampau, yaitu tentang asal muasal terciptanya
hewan yang bernama labi-labi atau secara familiar dikenal sebutan bulus.

Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat, awal kisahnya terjadi


pada saat peringatan malam Nuzulul Quran atau pada malam 17 Ramadhan. Pada saat
itu, Raden Umar Said atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Muria sedang
dalam perjalanan untuk mengunjungi acara khataman Quran di pondok sahabatnya
yang bernama Mbah Dudo dan dipertengahan jalan mendengar suara seperti bulus.
Mbah Dudo merupakan tokoh ulama mashyur diwilayah tersebut yang memiliki
banyak santri, salah satu santri Beliau ada yang bernama Umara dan Umari. Ke dua
santrinya tersebut sering ditugaskan untuk mengurusi sawahnya, sangking tekunya
dan ta’dzimnya dengan gurunya tersebut sampai-sampai mereka berdua sering
menghabiskan waktunya di sawah hingga malam hari. Pada saat malam Nuzulul
Quran sehabis sholat tarawih Sunan Muria menuju ke pondok sahabatnya tadi, tetapi
dalam perjalanan Beliau terhenti di sekitar persawahan karena mendengar suara
seperti hewan bulus. Sunan Muria berucap “Lho malam Nuzulul Quran kok tidak
membaca Quran, malah berendam di sawah seperti bulus” ternyata yang berada di
sawah tadi merupakan murid Mbah Dudo yaitu Umara dan Umari. Akibat perkatan
dari Sunan Muria tadi, seketika tubuh Umara dan Umari berubah menjadi hewan
yang kita namai dengan sebutan bulus. Setelah mengetahui bahwa muridnya telah
berubah menjadi bulus, Mbah Dudo lantas menemui Sunan Muria untuk meminta
maaf dan meminta untuk mengembalikan wujud asli muridnya tersebut. Tetapi nasi
sudah menjadi bubur, tubuh Umara dan Umari sudah tidak bisa berubah menjadi
manusia lagi.

Untuk mengenang kejadian tersebut, Sunan Muria kemudian menancapkan


tongkatnya ke tanah lalu munculah sumber mata air dari dalam tanah tersebut, setelah
kejadian itu tongkat Sunan Muria berubah menjadi pohon besar yang diberi nama
pohon “Tombo ati”. Mengenai hal tersebut Sunan Muria memberi sebutan daerah
tersebut dengan nama Desa Sumber, sebelum meninggalkan Desa Sumber, Beliau
berkata “Besok anak cucumu akan menghormatimu setiap seminggu setelah Hari
Raya Idul Fitri atau tepatnya pada hari Bodo Kupat atau Kupatan”. Sesuai dengan
perkatan Sunan Muria tadi, samapi sekarang warga Desa Sumber saat seminggu
setelah Hari Raya Idul Fitri, mengadakan tradisi yang dinamai Mbulusan. Tradisi ini
hampir mirip dengan tradisi Dandangan yang berada di komplek Menara Kudus, yang
membedakan adalah jika tradisi Dandangan dilakukan sebelum bulan puasa, maka
tradisi Mbulusan dilakukan setelah bulan puasa.

Tradisi Mblusan mengundang banyak minat dari masyarakat dalam maupun


luar. Banyak masyarakat luar desa maupun luar kota rela jauh-jauh datang ke Desa
Sumber hanya untuk melihat dan ikut tradisi ini. Acara Tradisi Mbulusan sangat
meriah karena banyak para penjual yang datang untuk berjualan, dari penjual
makanan, pakaian, mainan dan lainya. Tak hanya penjual saja, di Tradisi Mbulusan
juga terdapat berbagai wahana permainan pasar malam, sehingga menjadi nilai
tersendiri bagi masyarakat yang ingin mengunjungi Tradisi Mbulusan. Namun yang
menjadi primadona dari acara Tradisi Mbulusan adalah saat para warga setempat dari
Rt 01 – Rt 09 mengikuti kirab gunungan hasil bumi dari warga sekitar dengan rute di
jalan perkampungan hingga berakhir di tempat bulus tersebut berada.
Kemudian hasil bumi tersebut diperebutkan warga yang mereka yakini bisa
mendatangkan berkah karena sudah mendapatkan doa dari ulama setempat. Setelah
melakukan acara tersebut dilanjutkan dengan penyerahan ketupat dan lepet kepada
juru kunci, untuk diberikan kepada bulus sebagai makananya. Tak hanya sampai
disitu malam harinya dilanjutkan dengan pementasan wayang kulit, sebagai bentuk
melestarikan budaya lokal. Tradisi Mbulusan selain untuk melestarikan budaya juga
sebagai wadah promosi potensi usaha, serta untuk menggerakkan roda perekonomian
masyarakat setempat

Demikianlah cerita mengenai asal-usul dari Tradisi Mbulusan, terlepas dari benar
tidaknya cerita tersebut Wallahu Alam. Tetapi yang pasti kita sebagai generasi muda
harus tetap melestarikan budaya yang berada dalam daerah kita masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai