Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) batupasir karbonat

kerap kali menjadi target untuk reservoir. Menurut Knebel dan Rodriguez (1956)

dalam Kosoemadinata (1980) 59% lapangan migas terdapat dalam batuan reservoir

batupasir dan 40% terdapat pada batuan karbonat. Besar atau kecilnya nilai suatu

porositas dipengaruhi akibat dari evolusi dari porositas tersebut ketika batuan

mengalami proses deposisi. Suatu perubahan nilai porositas pada batuan karbonat

dikontrol oleh adanya proses dari diagenesis, proses diagenesis dapat disebabkan

oleh proses fisika, kimia, dan biologi.

1.1 Latar Belakang

Sungai Kali Ngalang memiliki beberapa litologi batuan sedimen salah

satunya adalah batupasir karbonatan yang mana sangat menarik jika batupasir

karbonatan ini apakah memungkinkan atau memiliki potensi sebagai reservoir.

Pasti sangat tidak memungkinkan disini memiliki hidrokarbon yang tinggi

dikarenakan petroleum system yang tidak lengkap. Tetapi dengan penelitian seperti

ini, akan sangat mudah bagaimana mengetahui batupasir karbonatan ini dapat

berpotensi sebagai wadah hidrokarbon atau bukan dengan analisis porositas.

Merupakan wilayah yang memiliki batupasir karbonatan yang dapat

berpotensi sebagai reservoir. Secara regional daerah Kali Ngalang memiliki 2

formasi yang mungkin jarang orang mengetahui daerah ini, penelitian yang sangat

sedikit dapat menjadi alasan kuat untuk meneliti daerah ini dan pastinya dapat

menambah wawasan bagi masyarakat dikerenakan penelitian yang sangat sedikit.

1
2

Kondisi material di daerah Kali Ngalang yang kompak terdiri atas batupasir

karbonatan Formasi Sambipitu yang dapat menjadi reservoir. Hal ini dikarenakan

batupasir karbonatan mempunyai pori dan rongga antar butir yang baik sehingga

dapat dimanfaatkan keberadaanya sebagai wadah dan penyimpanan fluida. Oleh

sebab itu, perlu diketahui kondisi porositas dari material batupasir karbonatan

Formasi Sambipitu dan seberapa kondisi dari batupasir karbonatan Formasi

Sambipitu untuk untuk mengetahui potensi reservoir pada daerah penelitian.

1.2 Maksud dan Tujuan Seminar

Maksud dari penulisan seminar ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat

kurikulum di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains

& Teknologi AKPRIND Yogyakarta. Tujuan dari penulisan seminar ini adalah

untuk mengetahui porositas batupasir karbonatan yang dapat berpotensi sebagai

penyimpan fluida daerah penelitian.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penulisan laporan seminar ini adalah

mengetahui porositas dari batupasir karbonatan di daerah Kali Ngalang dan

sekitarnya, Kapanewon Gedang Sari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa

Yogyakarta. Pengambilan data yang dilakukan pada penelitian ini berupa studi

literatur dan pengambilan sampel batuan untuk uji laboratorium sehingga

didapatkan data nilai porositas pada batuan di daerah penelitian.

1.4 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka yang dipakai dalam penelitian ini adalah data geologi

regional daerah penelitian, definisi dan klasifikasi porositas.


3

A. Geologi regional

Berikut merupakan kondisi geologi regional yang terdapat pada daerah

penelitian.

a. Fisiografi regional

Pegunungan Selatan menurut Van Bemmelen (1949) memiliki lebar bila

dihitung dari Selatan Surakarta memiliki lebar 55 km, sedangkan bila dihitung

dari daerah Blitar areanya mencakup 25 km. Bila merujuk pada tektoniknya

Pegunungan Selatan adalah blok batuan yang telah mengalami penganggakatan

dengan arah kemiringan menghadap samudra, menurut Van Bemmelen tingkat

erosi yang terjadi pada daerah ini bersifat telah mengalami peremajaan kembali.

Van Bemmelen (1949) juga menyebut pada area sisi timur area ini antara Opak

dan Pacitan disusun oleh batugamping yang menghasilkan kenampakan karst

yang lebih dikenal sebagai Gunung Sewu (Gunung Seribu), sedangkan pada

Pacitan dan Popoh di bagian utara Pegunungan Sewu tersusun atas sisa batuan

volkanik, sedangkan sisi selatan litologi yang mendominasi berupa batugamping,

pada sungai bentangan Sungai Berantas umumnya tersusun atas batugamping dan

secara geomorfologi berupa tebing-tebing terjal yang menghadap ke arah laut.


4

Gambar 1.1 Fisiografi Pegunungan Selatan (Van Bemmelen 1949)

b. Geomorfologi regional

Secara morofologis daerah Pegunungan Selatan dapat dibedakan menjadi tiga

satuan morfologi utama, yaitu:

1. Satuan perbukitan berelief sedang sampai kuat

Satuan ini terdapat mulai dari sekitar Imogiri di bagian barat, memanjang ke

utara hingga Prambanan, membelok ke timur (Pegunungan Baturagung) dan terus

ke arah timur melewati Perbukitan Panggung, Plopoh, Kambengan hingga di

kawasan yang terpotong oleh jalan raya antara Pacitan-Slahung, daerah ini

didominasi oleh keberadaan litologi batupasir, breksi vulkanik dan batuan beku

dari Formasi Semilir, Nglanggran atau Wuni dan Besole.

2. Satuan dataran tinggi

Satuan ini terdapat di Daerah Gading, Wonosari, Playen hingga Semanu.

Memiliki ketinggian 400 m di atas muka laut, dengan topografi yang hampir rata

dan pada umumnya ditempati oleh batugamping. Daerah ini tersusun oleh bukit-
5

bukit kecil maupun berbentuk kerucut, tersusun oleh batugamping klastik maupun

jenis batugamping yang lain.

3. Satuan dataran rendah

Satuan ini berada pada daerah mulai dari Wonogiri di utara hingga

Giritrontro-Pracimantoro di selatan. Dataran rendah ini terdiri dari batugamping

Formasi Kepek yang tertutup oleh endapan Kuarter. Dataran rendah ini disebut

sebagai Depresi Wonogiri-Baturetno, yang saat ini sebagian besar merupakan

daerah genangan Waduk Gajahmungkur.

c. Stratigrafi Regional

Surono (2009) menjelaskan bahwasannya litologi penyusun Pegunungan Selatan

apabila diurutkan berdasarkan tua ke muda, maka urutannya adalah sebagai berikut:

Gambar 1.2 Stratigrafi Pegunungan Selatan (Surono, 2009)


6

1. Batuan malihan

Batuan tertua di cekungan Pegunungan Selatan yang tersingkap di

Perbukitan Jiwo adalah satuan himpunan berbagai batuan malihan yang tertindih

secara tidak selaras oleh batuan sedimen Eosen. Satuan batuan malihan

tersingkap baik di Perbukitan Jiwo, terdiri atas filit, sekis, gneis, serpentinit,

batusabak, sedimen malih, batuan gunung api malih, dan marmer. Wardana dkk.

(2008) dalam Surono (2009) meneliti fasies batuan malihan di daerah perbukitan

bagian barat, dan membagi batuan malihan ini menjadi tiga fasies, yaitu fasies

sekis hijau, fasies sekis biru, dan fasies amfibolit.

2. Formasi Wungkal-Gamping

Kurniawan, dkk (2006) dan Umiyatun, dkk (2006) dalam Surono (2009)

melalui penelitiannya menyatakan bahwa umur Formasi Wungkal-Gamping

adalah Eosen Tengah-Akhir. Formasi Wungkal terdiri dari satuan klastika

sedengkan Formasi Gamping terdiri atas satuan batuan karbonat.

3. Lava Bantal

Merupakan batuan tertua di Pegunungan Baturagung dan Gajahmungkur dan

biasa disebut dengan nama Lava Bantal Nampurejo. Lava Bantal Nampurejo

berkomposisi basal dan berselingan dengan batupasir vulkanik berwarna hitam

pekat. Berdasarkan penarikan K/Ar satuan ini berumur Eosen Tengah-Oligosen

Awal ( Surono dkk., 2006) dalam Surono (2009).

4. Formasi Kebo-Butak

Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas Lava Bantal Nampurejo.

Merupakan endapan hasil kegiatan gunungapi yang diendapkan di laut. Formasi


7

Kebo-Butak yang diendapkan pada sistem turbidit disusun oleh perselingan antara

batupasir dan batupasir kerikilian, dengan sisipan batulanau, batulempung, tuf,

dan serpih. Formasi Butak menindih selaras Formasi Kebo-Butak terdiri atas

breksi polimik dengan perselingan batupasir, batupasir kerikilan, batulempung,

batulanau, dan serpih. Umur Formasi Kebo-Butak adalah Oligosen Akhir-Miosen

Awal.

5. Formasi Mandalika

Tersebar luas di Pegunungan Gajahmungkur yang terdiri atas lava dasit-

andesit, tuf dasitan dan setempat retas diorit. Hasil pengukuran K/Ar lava dasit

nawangan menunjukan umur Miosen Awal.

6. Formasi Semilir

Formasi ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak dan merupakan

batuan hasil erupsi letusan gunungapi asam. Bagian bawah Formasi ini didominasi

oleh tuf lapili dengan sisipan tuf dan lempung tufan, batupasir tufan, dan breksi

batuapung. Sedangkan bagian atas didominasi oleh tuf dengan sisipan tuf lapili,

batupasir tufan dan batupasir kerikilan. Umur formasi ini adalah Miosen Awal.

7. Formasi Sindet

Formasi ini terdiri atas tuf lapili dan tuf yang berwarna hitam yang sebagian

terbentuk di bawah laut. Umur Formasi ini belum diketahui, namum diduga

umurnya sama dengan bagian bawah Formasi Semilir bawah.

8. Formasi Wonolelo

Formasi ini diusulkan oleh Bronto, dkk (2008) dalam Surono (2009) dan

terdiri dari lava, breksi dan konglomerat. Umur formasi ini belum diketahui
8

dengan pasti, namum diduga sama dengan Formasi Semilir bawah atau bagian

atas Formasi Kebo-Butak yaitu Oligosen Akhir.

9. Anggota Buyutan

Diusulkan oleh Novian, dkk (2007) dalam Surono (2009) dan terdiri atas

perselingan batulanau, batupasir tufan, dengan sisipan breksi lapili dan batubara.

Anggota ini mempunyai umur yang sama dengan bagian atas Formasi Semilir

yaitu Miosen Awal.

10. Formasi Ngelanggran

Formasi ini menindih selaras Formasi Semilir dan terdiri atas breksi

gunungapi dan aglomerat dengan sisipan tuf dan lava andesit. Umur Formasi ini

adalah Miosen Awal (N5-N6).

11. Formasi Sambipitu

Formasi ini didominasi oleh sedimen klastika dan sisipan breksi gunungapi.

Batuan penyusun Formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,

kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan

serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak

mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir,

mengandung bahan karbonat. Umur Formasi ini adalah Miosen Awal (N8).

12. Formasi Oyo

Lokasi tipe Formasi ini berada di Sungai Oyo. Batuan penyusunnya pada

bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur

didominasi oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan.

Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang


9

dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi ini

berumur Miosen Awal-Miosen Tengah (N8-N11).

13. Formasi Wonosari-Punung

Formasi Wonosari didominasi oleh batugamping dan berumur Miosen

Tengah-Miosen Akhir (N12-N17). Ke arah timur, seumur dengan Formasi

Wonosari dijumpai batugamping terumbu yang oleh Sartono (1964) dalam Surono

(2009) dinamai Formasi Punung.

14. Formasi Kepek

Formasi ini menjemari dengan Formasi Wonosari dan litologinya didominasi

oleh napal dan sedikt batugamping. Formasi ini memiliku umur Awal Pliosen

(Rahardjo, 2007) dalam Surono (2009).

15. Endapan Kuarter

Endapan kuarter ini terdiri dari Batuan Gunungapi Merapi (qm), Aluvium

(Qa) dan Pasir Parangkusumo (Qa). Endapan kuarter menumpang tidak selaras di

atas batuan tersier yang tersebar luas di Dataran Wonosari, Dataran Baturetno dan

Dataran Bantul.

B. Batuan sedimen klastik

Jumlah batuan sedimen hanya sebanyak 5% yang diketahui di litosfer

dengan ketebalan 10 mil di luar tepian benua, dimana batuan beku sebanyak 95%.

Sementara itu kenampakan di permukaan bumi batuan-batuan sedimen

menempati luas bumi sebesar 75%, sedangkan singkapan dari batuan beku sebesar

25% saja. Batuan sedimen dimulai dari lapisan yang tipis sekali sampai yang tebal

sekali. Ketebalan batuan sedimen antara 0 sampai 13 kilometer, hanya 2,2


10

kilometer ketebalan yang tersingkap di bagian benua. Bentuk yang besar lainnya

tidak terlihat, setiap singkapan memiliki ketebalan yang berbeda dan singkapan

umum yang terlihat ketebalannya hanya 1,8 kilometer (Endarto, 2005).

1. Batuan sedimen klastik silika adalah jenis batuan sedimen yang terbentuk

berasal dari hancuran batuan lain, kemudian tertransportasi dan terdeposisi

sementasi dan terkompaksi. Komposisi pada batuan sedimen klastik terdapat

3 yaitu silika, karbonat dan oksida besi. Untuk pengklasifikasiannya dapat

didasarkan pada ukuran butirannya mengacu pada dalam Skala Wentworth.

a. Breksi, ukuran butirnya 2 mm hingga > 256 mm.

b. Konglomerat, ukuran butirnya 2 mm hingga > 256 mm.

c. Batupasir, ukuran butirnya 1/16 mm hingga 2 mm

d. Siltstone, ukuran butirnya 1/256 mm hingga 1/16 mm

e. Limestone, ukuran butirnya < 1/256 mm

Terkecuali untuk batuan karbonat klastik pengklasifikasian batuan

karbonat klastik juga mengacu pada ukuran butirnya (Grabau, 1904).

a. Kalsirudit, ukuran butirnya lebih besar dari pada pasir

b. Kalkarenit, ukuran butirnya sama halnya dengan pasir

c. Kalsilutit, ukuran butirnya sama dengan lempung

2. Cara pemerian

Dalam pendeskripsian batauan sedimen karbonat klastik dengan silika

klastik hampir sama cara pendeskripsiannya.


11

a. Warna

Dalam melakukan pendeskripsian kita terlebih dahulu mendeskripsikan

warna dari batu tersebut, baik warna segarnya maupun warna lapuknya.

b. Struktur

Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal dari

batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan energi

pembentukannya. Pembentukannya dapat terjadi pada waktu pengendapan

maupun segera setelah proses pengendapan. Macam-macam struktur batuan

sedimen (Gambar 1.3) yaitu:

1) Masif

Menunjukkan perlapisan yang tidak terlihat struktur dalam atau

ketebalan lebih dari 120 cm.

2) Perlapisan

Terjadi karena adanya variasi warna, perbedan butir, berbedaan

komposisi mineral ataupun perubahan macam batuan

a) Perlapisan sejajar yaitu struktur batuan yang menunjukkan bidang

perlapisan saling sejajar.

b) Laminasi yaitu struktur batuan yang menunjukkan perlapisan sejajar

yang ukuran atau ketebalannya lebih kecil dari 1 cm. Terbentuk dari

suspensi tanpa energi mekanis.

c) Perlapisan pilihan yaitu struktur batuan yang bila perlapisan disusun atas

butiran yang berubah teratur dari halus ke kasar pada arah vertikal,

terbentuk dari arus pekat.


12

d) Perlapisan silang siur yaitu struktur batuan yang menunjukan perlapisan

yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan bidang lapisan oleh

bidang erosi, terbentuk akibat intensitas arus yang berubah-ubah.

3) Berfosil

Apabila tercirikan oleh kandungan fosil yang memperlihatkan orientasi

tertentu.

Gambar 1.3 Jenis perlapisan (Tucker, 2003)


13

c. Tekstur

1) Ukuran Butir

Ukuran butir batuan sedimen klastika umumnya mengikuti Skala

Wentworth. Pada batuan sedimen klastik yang memiliki komposisi silika,

memiliki klasifikasi ukuran butir menurut Wentworth, 1922 (Tabel 1.1).

Tabel 1.1 Skala Wentworth (Wenthworth, 1922)


Nama Partikel Diameter Partikel (mm)
Kerikil (Gravel) Boulders (Bongkah) >256
Cobbles (Berangkal) 64 – 256
Pebbles (Kerakal) 4 – 64
Granules (Kerikil) 2–4
Very coarse sand (Sangat kasar) 1–2
Pasir (Sand) Coarse sand (Kasar) 0,5 – 1
Medium sand (Sedang) 0,25 – 0,5
Fine sand (Halus) 0,125 – 0,25
Very fine sand (Sangat halus) 0,0625 – 0,125
Lanau (Silt) 0,004 – 0,0625 (1/256 –
1/16)
Lempung (Clay) <0,004 (<1/256)

Untuk batuan karbonat klastik memliki klasifikasi ukuran menurut

Grabau, 1904.

a) Kalsirudit, ukuran butirnya lebih besar dari pada pasir

b) Kalkarenit, ukuran butirnya sama halnya dengan pasir

c) Kalsilutit, ukuran butirnya sama dengan lempung


14

2) Sortasi

Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun

batuan sedimen, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya

maka pemilahan semakin baik.

a) Pemilahan baik, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen tersebut

seragam. Hal ini biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan kemas

tertutup.

b) Pemilahan sedang, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen terdapat

yang seragam maupun yang tidak seragam.

c) Pemilahan buruk, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen sangat

beragam, dari halus hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat pada batuan

sedimen dengan kemas terbuka.

3) Kebundaran

Berdasarkan kebundaran atau keruncingan butir sedimen maka Tucker,

2003 membagi kategori kebundaran menjadi enam tingkatan ditunjukkan

dengan pembulatan rendah dan tinggi. Keenam kategori kebundaran tersebut

(Gambar 1.4) yaitu:

a) Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)

b) Meruncing (menyudut) (angular)

c) Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)

d) Membundar (membulat) tanggung (subrounded)

e) Membundar (membulat) (rounded), dan


15

f) Sangat membundar (membulat) (well-rounded).

Gambar 1.4 Kebundaran (Tucker, 2003)

4) Kemas

Kemas merupakan sifat hubungan antara butir sebagai fungsi orientasi

butir dan packing. Secara umum dapat memberikan gambaran tentang arah

aliran salam sedimentasi serta keadaan porosias dan permebealitas batuan.

Pada batuan dengan kemas tertutup ini menandakan bahwa proses

pembentukan batuan, sedimen datang secara langsung sehingga butiran tidak

memiliki ruang kosong. Selain itu kemas dapat juga diakibatkan oleh struktur

yang mempengaruhi batuan tersebut. Pettijohn, 1975 membagi kemas

(Gambar 1.5) menjadi:

a) Kemas tertutup, bila butiran fragmen di dalam batuan sedimen saling

bersentuhan atau bersinggungan atau berhimpitan, satu sama lain

(grain/clast supported). Apabila ukuran butir fragmen ada dua macam

(besar dan kecil), maka disebut bimodal clast supported. Tetapi bila
16

ukuran butir fragmen ada tiga macam atau lebih maka disebut polymodal

clast supported.

b) Kemas terbuka, bila butiran fragmen tidak saling bersentuhan, karena di

antaranya terdapat material yang lebih halus yang disebut matrik (matrix

supported).

Gambar 1.5 Kemas terbuka (kanan), kemas tertutup (kiri) (Pettijohn, 1975)

d. Komposisi

Komposisi merupakan tekstur batuan sedimen dilihat dari unsur

penyusun utama suatu batuan. Komposisi penting untuk mengetahui unsur-

unsur yang menyusun batuan. Komposisi batuan sedimen ini penting sebagai

penamaan batuan sedimen. Komposisi mineral batuan sedimen klastik

dibedakan menjadi :

1) Fragmen : butiran yang besar, dapat sebgai butiran mineral, batuan atau

fosil.

2) Matrik : butiran yang ukurannya lebih kecil dari fragmen, biasanya terletak

diantara fragmen.
17

3) Semen : bahan pengikat dari fragmen dan matrik, ada tiga macam semen

yaitu semen karbonat (kalsit, dolomite), semen silica (kuarsa), dan semen

oksidasi besi (siderite).

e. Petrogenesa

Dalam hal ini, sesuai dengan struktur dan tekstur yang telah di ketahui,

maka kita dapat menentukan proses pembentukan batuan tersebut.

f. Nama batuan

Setelah mengetahui data-data yang telah dideskripsi, dari warna sampai

petrogenesanya, barulah kita dapat menentukan nama batuan tersebut.

C. Porositas

Reservoir batupasir karbonatan mempunyai porositas yang dipengaruhi oleh

ukuran butir, pemilahan dan kemas dari partikel sedimen penyusunnya. Porositas

total merupakan perbandingan antara ruang kosong total yang berhubungan

maupun tidak berhubungan dengan volume total batuan yang tidak terisi oleh

benda padat yang ada diantara elemen-elemen mineral atau pengertian lain adalah

bagian dari volume batuan yang tidak terisi oleh benda padat.
VP
(𝛷) = VB × 100%

Keterangan:

(𝛷) = Porositas batuan

VP = Volume pori-pori batuan

VB = Luas padatan batuan total

Porositas dapat diketahui dengan cara langsung (outcrop & intibor/core)

dan tidak langsung (data well log, cutting, lumpur pemboran & seismik). Pada
18

suatu formasi dimana disusun oleh batuan yang belum terkonsolidasi

(unconsolidated rock) maka besarnya porositas tergantung pada distribusi ukuran

butir, dan tidak tergantung pada ukuran butir mutlak. Sehingga porositas akan

menjadi tinggi antara 0,35-0,4 (35%-40%), jika semua butirannya berukuran

hampir sama dan akan menjadi bernilai lebih kecil jika butiran bervariasi.

Sedangkan pada batuan terkonsolidasi dengan butiran tak seragam bergabung

bersama silika dan zat karbonat porositasnya mendekati nol.

Hal ini berkaitan dengan genetik pori tersebut, apakah terbentuk pada saat

pengendapan (pori primer) atau setelah pengendapan (rongga sekunder), dimana

kondisi pori kemudian dapat dipengaruhi oleh adanya pelarutan, adanya retakan,

rekahan & patahan, adanya dilatansi pada gejala struktur, ada proses hilangnya

beban lapisan di atasnya atau adanya reduksi volume karena kompaksi (seperti

pada proses kompaksinya batulempung). Kisaran harga porositas (Tabel 1.2) dibagi

menjadi:

Tabel 1.2 Klasifikasi pemerian porositas (Koesoemadinata, 1980)


Prosentase Porositas Keterangan
0% - 5% Dapat Diabaikan (Negligible)
5% - 10% Buruk (Poor)
10% - 15% Cukup (Fair)
15% - 20% Baik (Good)
20% - 25% Sangat Baik (Very Good)
>25% Istimewa (Excellent)
19

Jenis pori pada batuan dapat diidentifikasi dengan mengintegrasikan data

dari deskripsi core, petrografi sayatan tipis, pemindaian mikroskop elektron dan

uji tekanan kapiler. Adapun jenis-jenis porositas berdasarkan pori-pori (Gambar

1.6), antara lain:

1. Intergranular porosity merupakan porositas primer yang terbentuk

bersamaan saat batuan terbentuk yaitu porositas yang dihasilkan dari rongga

pori antarbutiran.

2. Dissolution porosity merupakan porositas yang dihasilkan dari pelarutan

butiran batuan.

3. Fracture porosity merupakan porositas yang dihasilkan dari rekahan pada

batuan.

4. Microporosity adalah material yang mengandung pori-pori dengan diameter

kurang dari 2 nm.

Gambar 1.6 Jenis pori pada batuan (Pittman, 1979)


20

Porositas adalah perbandingan suatu rongga pori-pori terhadap volume total

seluruh batuan (Koesoemadinata, 1980). Berikut merupakan jenis porositas:

1. Porositas total (absolut) merupakan perbandingan antara ruang kosong total

yang berhubungan maupun tidak berhubungan dengan volume total batuan

yang tidak terisi oleh benda padat yang ada diantara elemen-elemen mineral.

2. Porositas efektif merupakan perbandingan volume pori-pori yang saling

berhubungan dengan volume total batuan. Porositas efektif bisa jauh lebih

kecil dibandingkan dengan porositas total jika pori-porinya tidak saling

berhubungan.

Berdasarkan waktu terbentuknya, porositas dapat dibedakan menjadi dua,

antara lain:

1. Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk selama sedimen diendapkan.

Termasuk di dalam porositas ini yaitu interparticle porosity. Porositas primer

pada batupasir yaitu interparticle porosity. Baik tidaknya porositas ini,

tergantung pada tingkat kedewasaan sedimen, dikontrol juga secara dominan

oleh proses pengendapan dan lingkungan pengendapan serta tingkat

kedewasaan komposisi sedimen itu sendiri. Secara umum, porositas primer

akan meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran butir, sedimen akan

tersortasi lebih baik dengan kemas yang tertutup, dan butirannya menjadi

lebih rounded dan kandungan lempungnya berkurang. Pasir pantai dan yang

ada pada gurun bisa memiliki porositas lebih dari 50 % dan tentunya juga

memiliki permeabilitas yang tinggi.


21

2. Porositas sekunder, yaitu porositas yang terbentuk dari proses diagenesa

batuan. Contohnya: inter-crystaline porosity (tidak selalu porositas sekunder,

bisa juga primer, tergantung pada kapan pori-pori terbentuk), vuggy porosity,

fracture porosity.

Faktor porositas meliputi ukuran butir, bentuk butir, susunan butir dan

sementasi. Besarannya dinyatakan sebagai perbandingan antara seluruh lubang

pori-pori batuan dengan isi batuan dalam prosentase (%).

Berdasarkan klasfisikasi tipe porositas Chorquette dan Pray (1970) membagi

tipe porositas menjadi 3 pada (Gambar 1.7) :

1. Porositas pada batuan karbonat sepenuhnya dikontrol oleh kemas batuan yang

disebut sebagai fabric selective:

a. Interparticle, termasuk dalam porositas primer dan merupakan pori- pori

yang terdapat di antara partikel, biasanya tidak mengalami sedimentasi

dan dipengaruhi oleh sortasi, kemas, dan ukuran butiran.

b. Intraparticle, merupakan pori-pori yang terdapat di dalam butiran yang

terbentuk sebagai porositas primer atau bisa terbentuk pada awal

diagenesis sebagai porositas sekunder.

c. Intercrystaline, merupakan pori-pori yang terdapat diantara kristal- kristal

yang relatif sama ukurannya dan tumbuh karena adanya proses

rekristalisasi atau dolimititasi.

d. Mouldic, merupakan suatu rongga yang terbentuk karena proses pelarutan

fragmen dalam batuan. Porositas ini dibentuk oleh perbedaan tingkat

kelarutan antara butiran dan struktur yang ada.


22

e. Fenestral, merupakan variasi dari interparticle porosity yang terbentuk

pada lingkungan khusus seperti supratidal levee akibat hilangnya

beberapa butiran penyusun batuan sehingga terbentuk rongga yang besar.

f. Shelter, merupakan variasi dan porositas interparticle, dimana adanya

butiran yang terbentuk lempeng, menjadi semacam payung bagi area di

bawahnya, untuk melindungi dari pengisian sedimen yang mengendap.

g. Growth framework, merupakan porositas yang terbentuk hasil dari

pertumbuhan kerangka seperti kerangka koral, yang mengakibatkan

rongga yang diisi oleh koral menjadi terbuka.

2. Porositas batuan karbonat tidak dipengaruhi atau dikontrol oleh kemas

batuan, disebuat sebagai not fabric selective:

a. Fracture, merupakan rongga yang bentukan rekahan, terbentuk akibat

adanya tekanan luar, terjadi setelah pengendapan. Berasosiasi dengan

proses perlipatan, pensesaran dan kubah garam. Terjadi pada batuan

karbonat yang relatif brittle dan homogen, seperti kapur dan dolomit.

b. Vuggy, merupakan porositas yang berbentuk lubang-lubang kecil akibat

proses pelarutan, seperti gerowong.

c. Channel, merupakan saluran antara rongga yang terbentuk akibat

pelarutan, biasanya terbentuk dari gabungan beberapa porositas tipe

gerowong.

d. Cavern, merupakan porositas yang terbentuk sebagai hasil dari pelarutan

lubang yang bisa membesar, sehingga dapat dimasuki manusia.


23

3. Porositas batuan karbonat yang dapat bersifat sebagai kedua-duanya, disebut

sebagai fabric selective or not:

a. Breccia, merupakan porositas yang terbentuk karena adanya proses

retakan yang menyebabkan batuan hancur menjadi bongkah-bongkah

kecil dan terbentuklah pori-pori yang berada di antarannya.

b. Boring, adalah porositas yang terbentuk karena adanya aktivitas

pemboran oleh organisme.

c. Burrow, adalah porositas yang terbentuk karena adanya aktivitas

organisme seperti penggalian.

d. Shrinkage, terbentuk hasil penciutan, dimana sedimen yang telah

terendapkan menjadi kecil dan menciut, sehingga terjadi rekahan-

rekahan yang dapat menimbulkan pori.

Gambar 1.7 Klasifikasi tipe porositas (Chorquette dan Pray, 1970)


24

Parameter dalam sifat fisik batuan dapat diukur menggunakan pengujian

tanpa merusak (nondestructive). Setelah batuan selesai dipreparasi kemudian setiap

sampel yang diperoleh diukur diameter dan tingginya kemudian dihitung luas

permukaan dan volumenya. Adapun sifat fisik pada batuan yang akan diuji meliputi

rumus:

1. Bobot Isi

Bobot isi adalah perbandingan antara berat batuan dengan volume batuan.

Bobot isi berdasarkan sifatnya dibagi menjadi 3, yaitu :

a. Bobot isi asli, yaitu perbandingan antara berat batuan asli dengan

volume batuan.

b. Bobot isi jenuh, yaitu perbandingan antara berat batuan jenuh dengan

volume batuan.

c. Bobot isi kering, yaitu perbandingan antara berat batuan kering dengan

volume batuan.

2. Porositas

Porositas didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori atau rongga

batuan terhadap volume total batuan yang dinyatakan dalam %. Dibawah ini

rumus perhitungan porositas.

𝑊𝑤−𝑊𝑜
Porositas : 𝑥 100%
𝑊𝑤−𝑊𝑠

Keterangan:

1. Berat kering sesudah dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam dengan

temperatur kurang lebih 100°C (Wo).

2. Berat jenuh sesudah dijenuhkan dengan air selama 24 jam (Ww).


25

3. Menimbang sampel dengan cara dimasukkan ke dalam gelas ukur yang

berisi air dalam keadaan diikat dengan tali, kemudian sampel di timbang

dengan menggunakan timbangan digital yang bertujuan untuk mengetahui

nilai contoh jenuh di dalam air (Ws).

Anda mungkin juga menyukai