298701-Struktur-Vegetasi-Mangrove-Alami-Dan-Reh-Fc1aba67 Rio
298701-Struktur-Vegetasi-Mangrove-Alami-Dan-Reh-Fc1aba67 Rio
Riwayat artikel Abstrak: Rehabilitasi mangrove merupakan salah satu upaya yang dilakukan
Received : 18 September 2019 untuk mengurangi laju kerusakan hutan mangrove di Indonesia salah satunya
Revised : 27 September 2019 di kawasan Teluk Gerupuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
Accepted : 7 Oktober 2019 mangrove hasil rehabilitasi di Teluk Gerupuk dengan mebandingkan struktur
Published : 5 November 2019 vegetasi mangrove di kawasan tersebut dengan ekosistem mangrove alami.
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan April-Juni 2019 di dua kawasan
*Corresponding Author: hutan mangrove di pesisir selatan pulau Lombok yaitu hutan mangrove alami
Dining Aidil Candri desa Pemongkong dan hutan mangrove rehabilitasi Teluk Gerupuk.
Program Studi Biologi, Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode transek berpetak
Fakultas Matematika dan Ilmu dengan ukuran petak 10 x 10 m untuk tipe pohon, sub petak 5 x 5 m untuk tipe
Pengetahuan Alam, Universitas
pancang, dan petak semai berukuran 2 x 2 m. Terdapat 11 spesies mangrove
Mataram, Mataram, Indonesia
Email: aidilch@unram.ac.id
ditemukan di dalam plot penelitian dengan persebaran spesies yaitu 8 spaesies
ditemukan di hutan mangrove alami Pemongkong dan hanya 7 spesies
ditemukan di hutan mangrove rehabilitasi Gerupuk. Spesies mangrove yang
dimaksud termasuk ke dalam 4 famili yaitu Avicenniaceae (Avicennia alba, A.
marina, A. lanata), Rhizophoraceae (Ceriops decandra, C. tagal, Rhizophora
apiculata, R. mucronata, R. stylosa), Rubiaceae (Scyphiphora
hydrophyllaceae) dan Sonneratiaceae (Sonneratia alba, S. casiolaris). Struktur
vegetasi kedua ekosistem sangat berbeda terlihat pada vegetasi penyusunnya.
Hutan mangrove alami Pemongkong didominasi oleh jenis Sonneratia alba dan
Avicennia alba yang memiliki Indeks nilai penting (INP) untuk tipe pohon dan
pancang dengan nilai masing-masing 132,37 dan 141,52, sedangkan hutan
mangrove rehabilitasi didapatkan INP tertinggi pada tipe pohon dan pancang
yaitu jenis R. apiculata dan R. stylosa dengan INP berturut-turut 140,5 dan
116,41. Rehabilitasi hutan mangrove dengan metode yang selama ini dilakukan
telah mengubah struktur vegetasi hutan mangrove di Pulau Lombok yang juga
dapat mempengaruhi fauna asosiasi dan ekosistem sekitar mangrove. Oleh
karena itu, diperlukan perencanaan serta analisis terlebih dahulu terhadap
lokasi tujuan rehabilitasi mangrove agar untuk terbentuknya hutan mangrove
rehabilitasi yang lebih sesuai dengan biota asosiasi dan ekosistem sekitar yang
telah ada sebelumnya.
269
Candri, DN et al., Jurnal BiologiTropis, 19 (2) : 268 – 276
DOI: 10.29303/jbt.v19i2.1363
Gambar 2. Ekosistem mangrove rehabilitasi Teluk Gambar 3. Ekosistem mangrove alami Pemongkong,
Gerupuk, Lombok Tengah Lombok Timur
270
Candri, DN et al., Jurnal BiologiTropis, 19 (2) : 268 – 276
DOI: 10.29303/jbt.v19i2.1363
b. Pengambilan data
271
Candri, DN et al., Jurnal BiologiTropis, 19 (2) : 268 – 276
DOI: 10.29303/jbt.v19i2.1363
Tabel 1. Keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove di ekosistem mangrove alami Pemongkong dan kawasan
rehabilitasi mangrove Gerupuk.
Lokasi Sebaran
No Famili Nama Jenis Mangrove Mangrove
Gerupuk Pemongkong
Mangrove
1. Avicenniaceae 1. Avicennia alba - √
2. Avicennia lanata √ -
3. Avicennia marina - √
2. Rhizophoraceae 4. Ceriops decandra √ √
5. Ceriops tagal √ -
6. Rhizophora apiculata √ √
7. Rhizophora mucronata √ √
8. Rhizophora stylosa √ -
3. Rubiaceae 9. Scyphiphora hydrophyllaceae - √
4. Sonneratiaceae 10. Sonneratia alba √ √
11. Sonneratia casiolaris - √
Jumlah jenis 7 8
Keterangan: (√) : ada; (-) tidak ada.
Diagram 1. Struktur vegetasi ekosistem mangrove alami dan rehabilitasi pada tingkat pertumbuhan pohon.
Pemongkong
120 108.19
100
80
53.9 52.7
60 42.82
34.25
40
18.12
20 6.79 10.38
0 0 0 0 0 0 0 0
0
272
Candri, DN et al., Jurnal BiologiTropis, 19 (2) : 268 – 276
DOI: 10.29303/jbt.v19i2.1363
Diagram 2. Struktur vegetasi ekosistem mangrove alami dan rehabilitasi pada tingkat pertumbuhan pancang.
Pemongkong
116.41
120
100 90.89
80 71.32
56.32
60
41.59
36.37
40
17.75 17.48
20 10.31
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
Berdasarkan hasil penelitian, vegetasi mangrove telah mengalami suksesi dan tetap bertahan secara alami
di ekosistem mangrove rehabilitasi Gerupuk dan selama tidak ada gangguan yang berarti (Molles dan
ekosistem mangrove alami Pemongkong memiliki Sher, 2019).
struktur yang jauh berbeda. Di Gerupuk, vegetasi dengan Merujuk kepada diagram 1 dan 2, terlihat bahwa
tingkat pertumbuhan pohon yang memiliki INP tertinggi struktur vegetasi di ekosistem mangrove Teluk Gerupuk
adalah jenis R. apiculata dengan INP 140.5, sedangkan juga tersusun oleh jenis Ceriops tagal meskipun kawasan
pada tipe pancang yaitu jenis R. stylosa dengan nilai tersebut adalah hasil rehabilitasi dengan jenis
penting 116.41. Tingginya INP dari genus Rhizophora Rhizophora. Keberadaan C. tagal menunjukkan bahwa
disebabkan karena kawasan ini merupakan area secara alami jenis ini dapat tumbuh dengan mudah di
rehabilitasi yang dilakukan menggunakan jenis tersebut kawasan tersebut. Hal tersebut dapat mengindikasikan
(Anwar dan Mertha, 2017). Lebih lanjut Ahyadi dan bahwa C. tagal merupakan jenis yang sangat cocok hidup
Suana (2018) menyatakan bahwa hutan mangrove dengan kondisi lingkungan di Teluk Gerupuk.
Gerupuk termasuk kawasan rehabilitasi dengan Selain indeks nilai penting, indeks
menggunakan jenis bakau (nama lokal Rhizophora). keanekaragaman merupakan parameter penting dalam
Berbeda dengan kondisi hutan mangrove suatu kajian vegetasi (Pradnyawati, 2018). Hidayatullah
Gerupuk, struktur vegetasi hutan mangrove Pemongkong dan Eko (2014) menyatakan semakin tinggi nilai indeks
didominasi oleh jenis Sonneratia alba dan Avicennia keanekaragaman maka tingkat keragaman jenis pada
alba pada tipe pohon dengan nilai penting masing- wilayah tersebut juga semakin tinggi yang kemudian
masing 132.37 dan 108.19, sedangkan INP tertinggi mendorong terjadinya kestabilan dalam suatu ekosistem
untuk tipe pancang adalah jenis A. alba dengan nilai (Molles dan Sher, 2019). Nilai indeks keanekaragaman
penting yaitu 141.52. Kealamian ekosistem ini dapat (H’) beserta kerapatan mangrove pada masing-masing
dilihat pada heterogenitas baik jenis, ukuran, atau tingkat pertumbuhan di kedua lokasi penelitian
diameter batang pohon, maupun jarak antar pohon dicantumkan dalam tabel 2.
(Ahyadi et al, 2018). Jika dilihat dari ukuran diameter
pohon (dbh) yang S. alba dan A. alba yan mencapai 50
cm, diperkirakan keberadaan hutan mangrove ini telah
berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama dan
telah mencapai komunitas klimaks, yaitu komunitas yang
273
Candri, DN et al., Jurnal BiologiTropis, 19 (2) : 268 – 276
DOI: 10.29303/jbt.v19i2.1363
Tabel 2. Indeks keanekaragaman (H’) dan kerapatan yang ditumbuhi sehingga menyebabkan kawasan yang
mangrove di ekosistem mangrove alami ditumbuhi jenis ini menjadi lebih lembek dan berlumpur
Pemongkong dan ekosistem mangrove (Ahyadi dan Suana, 2018).
rehabilitasi Gerupuk. Begitu pula dengan kondisi substrat ekosistem
mangrove Pemongkong yang didominasi oleh tanah
Mangrove lempung hingga lumpur halus dengan kedalaman
No. Stasiun
H’ K (ind/Ha) mencapai 30 cm. kondisi tersebut cocok untuk
S 1,746 1.096 pertumbuhan Sonneratia dan Avicennia yang memiliki
1. Pemongkong Pa 1,493 117,3 perakaran longitudinal. Di kawasan ini juga terdapat titik
Po 1,065 62,3 dengan kondisi substrat berpasir dan berbatu yang
S 1,084 2.025 ditumbuhi oleh Sonneratia. Menurut Noor et al (2012),
2. Gerupuk Pa 1,224 488 Sonneratia juga dapat tumbuh di kawasan yang berpasir
Po 1,720 39 hingga berbatu sehingga kondisi tersebut masih
memungkinkan Sonneratia untuk tumbuh dengan baik.
Indeks keanekaragaman (H’) di ekosistem Namun tidak halnya dengan jenis Rhizophora. Faktor
mangrove alami Pemongkong dan kawasan rehabilitasi inilah yang kemungkinan menyebabkan sedikit
ekosistem mangrove Gerupuk termasuk ke dalam ditemukannya jenis Rhizophora di ekosistem mangrove
kategori rendah – sedang sehingga kedua ekosistem alami Pemongkong.
mangrove tersebut tidak dapat dikatakan dalam keadaan
stabil berdasarkan keanekaragaman jenis mangrovenya. Tabel 3. Karakteristik fisik dan kimia lingkungan
Kerapatan mangrove pada masing-masing tipe ekosistem mangrove Pemongkong dan
pertumbuhan juga berbeda-beda. Berdasarkan tabel 2, Gerupuk.
terlihat bahwa ekosistem mangrove rehabilitasi Gerupuk
memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan No. Parameter Pemongkong Gerupuk
dengan ekosistem mangrove alami Pemongkong.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kerapatan 1. Tipe substrat pasir
tanah
yang tinggi di hutan mangrove rehabilitasi Gerupuk berlumpur –
diantaranya adalah jarak tanam pohon mangrove saat lempung –
lumpur
rehabilitasi yang terlalu dekat dengan jarak sekitar 2 m. lumpur halus
berpasir
Kerapatan pohon mangrove mempengaruhi intensitas 2. Kedalaman
cahaya yang masuk ke dasar hutan mangrove. Intensitas 10 – 35 cm 2 – 10 cm
substrat
cahaya yang masuk kemudian berpengaruh pada suhu 3. Suhu substrat 32 – 34 ℃ 30 – 34 ℃
lingkungan dan keberlangsungan hidup alga dan 4. Suhu udara 32 – 34 ℃ 29 – 32 ℃
fitoplankton di ekosistem mangrove (Poedjirahajoe, 5. Kelembaban
2017). substrat saat 60 – selalu 65 – selalu
Vegetasi dalam suatu ekosistem selalu mendapat surut tergenang tergenang
pengaruh dari lingkungan. Karakteristik fisik dan kimia maksimal
lingkungan kedua lokasi teramati tercantum dalam tabel 6. Kelembaban
3. Secara keseluruhan, kedua ekosistem ini tidak memilik 61 – 74 75 – 86
udara
perbedaan yang terlalu signifikan pada faktor lingkungan
7. pH substrat 6.05 - 6.5 6.4 - 6.5
tersebut, kecuali pada parameter jenis dan kedalaman
8. pH air 8 7–8
substrat. Perbedaan jenis dan kedalaman substrat
menyebabkan vegetasi dominan yang tumbuh pada
9. Salinitas 20 – 24 ‰ 22 – 30 ‰
berbagai tingkat pertumbuhan di kawasan tersebut
menjadi berbeda pula. Rhizophora spp. sangat cocok Indeks similiaritas Sorensen (ISS) dan
hidup di kawasan dengan substrat berlumpur hingga presentase similiaritas (PS) merupakan dua komponen
lumpur berpasir, begitu pula dengan anggota famili yang digunakan untuk mengukur tingkat persamaan
Rhizophoraceae lainnya (Noor et al, 2012; Alidrus, antara dua ekosistem yang diamati (Smith dan Smith,
2014). Oleh karena itu kondisi substrat di ekosistem 2012). Indeks similiaritas Sorensen (ISS) merupakan
mangrove rehabilitasi Gerupuk cocok ditumbuhi oleh salah satu indeks yang digunakan untuk menghitung
jenis ini. Selain itu untuk jenis Rhizophora, kemampuan similiaritas antara dua area atau plot sampel berdasarkan
adaptasi dan tingkat survival dalam terhadap kondisi komposisi spesiesnya. Adapun PS merupakan cara
lingkungan sangat tinggi sehingga jenis ini mudah hidup menghitung tingkat kesamaan antara dua area penelitian
di setiap kawasan. Sistem perakaran tunggang membuat berdasarkan proporsi kelimpahan relatif dari spesies di
jenis ini mampu mengendapkan lumpur pada substrat komunitas yang dibandingkan (Smith dan Smith, 2012).
274
Candri, DN et al., Jurnal BiologiTropis, 19 (2) : 268 – 276
DOI: 10.29303/jbt.v19i2.1363
Kesimpulan
Diagram 4.1. Indeks dan presentase Monitoring kondisi ekosistem mangrove
similiaritas Ekosistem Hutan Mangrove rehabilitasi merupakan salah satu kegiatan yang perlu
Gerupuk dan Pemongkong dilakukan dalam membandingkan struktur vegetasi
mangrove rehabilitasi dengan alami. Ekosistem
0.6
Nilai Persamaan
275
Candri, DN et al., Jurnal BiologiTropis, 19 (2) : 268 – 276
DOI: 10.29303/jbt.v19i2.1363
Budhiman, S., R. Dewanti, C. Kusmana & N. Smith, T. M. & R. L. Smith. (2012). Element of Ecology
Puspaningsih. (2001). Kerusakan Hutan 8th Edition. Pearson Education Inc., USA.
Mangrove Di Pulau Lombok Menggunakan Data
Landsat-TM dan Sistem Informasi Geografis Sulastini, Dian (2012). Seri Buku Informasi dan Potensi
(SIG), Warta LAPAN, 3 (4), pp. 200 – 210. Mangrove Taman Nasional Alas Purwo. Balai
Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi.
Hidayatullah, M. & Pujiono Eko (2014). Struktur dan
Komposisi Jenis Hutan Mangrove Di Golo Sulistiyowati, H. (2009). Biodiversitas Mangrove di
Sepang-Kecamatan Boleng Kabupaten Cagar Alam Pulau Sempu. Saintek, 8 : 59─61.
Manggarai Barat, Bandung. Jurnal Penelitian
Kehutanan Wallacea, 3: pp. 151-162. Supriharyono (2009). Konservasi Ekosistem Sumber
Daya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis,
Indriyanto (2006). Ekologi Hutan. Bumi Aksara, Jakarta. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Kordi K., M. Ghufran H. (2012).Ekosistem Mangrove:
Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan, PT. Rineka Wijaya, Nirmalasari Idha & Muhammad Huda (2018).
Cipta, Jakarta Monitoring Sebaran Vegetasi Mangrove yang
Direhabilitasi Di Kawasan Ekowisata mangrove
Molles Jr., Manuel C. & A. A. Sher. (2019). Ecology: Wonorejo Surabaya. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Concepts and Applications, 8th Edition. McGraw- Kelautan Tropis, 10 (3): pp. 747-755. DOI:
Hill Education, New York. http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v10i3.21271.
Mujiono, N. (2016). Gastropoda Mangrove dari Pulau Yolanda, R., Asiah & B. Dharma (2016). Mudwhelks
Lombok, Nusa Tenggara Barat. Oseanologi dan (Gastropoda: Potamididae) in Mangrove Forest of
Limnologi di Indonesia, 1 (3), pp.39-50. Dedap, Padang Island, Kepulauan Meranti
District, Riau Province, Indonesia. Journal of
Ningsih S.S. (2008). Inventarisasi Mangrove Sebagai Entomology and Zoology Studies, 4 (2), pp. 155 –
Bagian dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir 161.
Kabupaten Deli Serdang. Thesis, Universitas
Sumatera Utara. Zvonareva, S., Y. Kantor, X. Li & T. Britayev (2015).
Long-term Monitoring of Gastropoda (Mollusca)
Noor, Y. R., M. Khazali & I N. N. Suryadiputra. (2012). Fauna in Planted mangroves in Central Vietnam.
Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Zoological Studies (DOI 10.1186/s40555-015-
Wetland International, Bogor. 0120-0), pp. 1 – 16.
276