Anda di halaman 1dari 217

BAB I

PERKEMBANGAN DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA

A. Perkembangan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia yang kini kita gunakan sebagai bahasa resmi di Negara kita berasal
dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu yang kita gunakan tersebut merupakan bahasa Melayu
tua yang sampai sekarang masih dapatkita selidiki sebagai peninggalan masa lampau.
Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh para ahli, bahkan menghasilkan penemuan
bahwa bahasa Austronesia itu juga mempunyai hubungan kekeluargaan dengan bahasa-
bahasa yang dipergunakan di daratan Asia tenggara. Bukan baru sekarang bahasa
Indonesia atau bahasa Melayu itu digunakan sebagai bahasa penghubung di beberapa
Negara Asia Tenggara.Sudah sejak dulu kala, bahasa Indonesia atau bahasa Melayu itu
dikenal oleh penduduk daerah yang bahasa sehari-harinya bukan bahasa Indonesia atau
Melayu. Hal tersebut dibuktikan oleh adanya beberapa prasasti yang ditemukan di daerah-
daerah yang bahasa sehari-hari penduduknya bukan bahasa Indonesia atau Melayu. Tentu
saja ada juga ditemukan di daerah yang bahasa sehari-hari penduduknya sudah
menggunakan bahasa Indonesia atau Melayu. Sejarah perkembangan bahasa ini dapat
dibuktikan dengan adanya prasasti Kedukan Bukit (683 M), Talang Tuo (684 M), Kota
Kapur (686 M),Karah Barahi (686 M).Ketika bangsa Eropa pertama kali datang ke
Indonesia, bahasa Melayu sudah mempunyai kedudukan yang luar biasa di tengah-tengah
bahasa-bahasa daerah di Nusantara ini.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa persatuan
atau bahasa nasional. Nama bahasa Indonesia tersebut sifatnya adalah politis, karena
setujuan dengan nama negara yang diidam-idamkan yaitu Bangsa Indonesia. Sifat politik
ditimbulkan karena keinginan agar bangsa Indonesia mempunyai semangat juang bersama-
sama dalam memperoleh kemerdekaan agar lebih merasa terikat dalam satu ikatan: Satu
Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa.Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia diikrarkan
melalui butir-butir Sumpah Pemuda sebagai berikut :
Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang
satu, tanah Indonesia.
Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu,
bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia.

1
Pada ketiga ikrar tersebut terdapat perbedaan ikrar antara ikrar ketiga dengan ikrar
pertama dan kedua yaitu pada kata mengaku dan menjunjung. Ikrar pertama dan kedua
menyatakan ‖mengaku bertumpah darah yang satu dan mengaku berbangsa yang satu‖.
Artinya, tanah air dan bangsa kami hanya satu yaitu Indonesia. Berbeda dengan
‖menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia‖. Ikrar ini menunjukkan bahwa bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang digunakan dalam mempersatukan bangsa
Indonesia.Tidak berarti bahwa, bahasa daerah dihapuskan. Bahasa daerah tetap harus
dijaga dan dilestarikan sebagai kekayaan budaya bangsa. Jadi, sangatlah keliru jika ada
warga daerah yang malu menggunakan bahasa daerahnya dalam berkomunikasi. Bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan diartikan sebagai bahasa yang digunakan di dalam
kegiatan berkomunikasi yang melibatkan banyak tokoh atau masyarakat yang berasal dari
berbagai daerah di Indonesia. Itulah sebabnya bahasa Indonesia memiliki fungsi dan
kedudukan sebagai bahasa persatuan.
Apa sebab justru bahasa melayu yang dijadikan bahasa nasional? Mengapa bukan
bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang jumlah pemakaiannya meliputi hampir seluruh
penduduk Indonesia. Juga bahasa yang kesusastraannya sudah maju dibandingkan dengan
bahasa Melayu dan bahasa-bahasa daerah lainnya? Slametmulyana (2009) mengemukakan
faktor-faktor yang menjadi penyebabnya, sebagai berikut :
1. Sejarah telah membantu penyebaran bahasa melayu. Bahasa Melayu merupakan lingua
franca di Indonesia, bahasa perhubungan atau bahasa perdagangan. Dengan bantuan
para pedagang, bahasa Melayu disebarkan ke seluruh pantai Nusantara terutama di
kota-kota pelabuhan. Bahasa Melayu menjadi bahasa penghubung antara individu.
2. Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana, mudah dipelajari. Tak dikenal
tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa atau bahasa Bali, atau perbedaan
pemakaian bahasa kasar dan halus seperti dalam bahasa Sunda atau bahasa Jawa.
3. Faktor psikologis, yaitu suku bangsa Jawa dan Sunda telah dengan sukarela menerima
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, semata-mata didasarkan pada keinsafan akan
manfaatnya ada keikhlasan mengabaikan semangat dan rasa kesukuan karena sadar
akan perlunya kesatuan dan persatuan.
4. Kesanggupan bahasa itu sendiri juga menjadi salah satu faktor penentu. Jika bahasa itu
tidak mempunyai kesanggupan untuk dapat dipakai menjadi bahasa kebudayaan dalam
arti yang luas, tentulah bahasa itu tidak akan dapat berkembang menjadi bahasa yang
sempurna. Pada kenyataannya dapat dibuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa

2
yang dapat dipakai untuk merumuskan pendapat secara tepat dan mengutarakan
perasaan secara jelas.
Kita wajib bersyukur atas kerelaan mereka membelakangkan bahasa ibunya demi
cita-cita yang lebih tinggi, yakni cita-cita nasional. Tiga bulan menjelang Sumpah Pemuda,
tepatnya 15 Agustus 1926, Soekarno dalam pidatonya menyatakan bahwa perbedaan
bahasa di antara suku bangsa Indonesia tidak akan menghalangi persatuan, tetapi makin
luas bahasa Melayu (bahasa Indonesia) itu tersebar, makin cepat kemerdekaan Indonesia
terwujud.
Pada zaman Belanda ketika Dewan Rakyat dibentuk, yakni pada 18 Mei 1918 bahasa
Melayu memperoleh pengakuan sebagai bahasa resmi kedua disamping bahasa Belanda
yang berkedudukan sebagai bahasa resmi pertamadi dalam sidang Dewan rakyat.
Sayangnya, anggota bumiputra tidak banyak yang memanfaatkannya.
Masalah bahasa resmi muncul lagi dalam Kongres Bahasa Indonesiapertama di Solo
pada tahun 1938. Pada kongres itu ada dua hal hasilkeputusan penting yaitu bahasa
Indonesia menjadi (1) bahasa resmi dan (2) bahasa pengantar dalam badan-badan
perwakilan dan perundang-undangan.
Demikianlah ‖lahirnya‖ bahasa Indonesia bukan sebagai sesuatu yang tiba-tiba jatuh
dari langit, tetapi melalui perjuangan panjang disertai keinsafan, kebulatan tekad, dan
semangat untuk bersatu. Api perjuangan itu berkobar terus untuk mencapai Indonesia
merdeka yang sebelum itu harus berjuang melawan penjajah.
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia dan Jepang tidak dapat menggunakan
bahasa lain selain bahasanya sendiri. Bahasa Belanda jatuh dari kedudukannya sebagai
bahasa resmi. Bahkan, dilarang untuk digunakan.Jepang mengajarkan bahasa Jepang
kepada orang Indonesia dan bermaksud menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti
bahasa Belanda untuk digunakan oleh orang Indonesia. Akan tetapi, usaha itu tidak dapat
dilakukan secara cepat seperti waktu dia menduduki Indonesia. Karena itu, untuk
sementara Jepang memilih jalan yang praktis yaitu memakai Indonesia yang sudah tersebar
di seluruh kepulauan Indonesia. Satu hal yang perlu dicatat bahwa selama zaman
pendudukan Jepang 1942-1945 bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di
semua tingkat pendidikan.
Demikianlah, Jepang terpaksa harus menumbuhkan dan mengembangkan bahasa
Indonesia secepat-cepatnya agar pemerintahannya dapat berjalan dengan lancar. bagi
orang Indonesia hal itu merupakan keuntungan besar terutama bagi para pemimpin
pergerakan kemerdekaan. Dalam waktu yang pendek dan mendesak mereka harus beralih

3
dari bahasa Belanda ke Bahasa Indonesia. Selain itu, semua pegawai negeri dan
masyarakat luas yang belum paham akan bahasa Indonesia, secara cepat dapat memahami
bahasa Indonesia.
Waktu Jepang menyerah, tampak bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
makin kuat kedudukannya. Berkaitan dengan hal di atas,semua peristiwa tersebut
menyadarkan kita tentang arti bahasa nasional.Bahasa nasional identik dengan bahasa
nasional yang didasari oleh nasionalisme, tekad, dan semangat kebangsaan. Bahasa
nasional dapat terjadi meskipun eksistensi negara secara formal belum terwujud. Sejarah
bahasa Indonesia berjalan terus seiring dengan sejarah bangsa pemiliknya.

B. Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia

Kedudukan diartikan sebagai status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai
budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial bahasa yang bersangkutan. Sedangkan
fungsi adalah nilai pemakaian bahasa yang dirumuskan sebagai tugas pemakaian bahasa
itu dalam kedudukan yang diberikan kepadanya.Bahasa Indonesia memiliki kedudukan
sebagai bahasa nasional dansebagai bahasa negara. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dimiliki sejak diikrarkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928,
sedangkan kedudukan sebagai bahasa negara dimiliki sejak diresmikan Undang-Undang
Dasar 1945 (18 Agustus 1945). Dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 tercantum ‖Bahasa
negara ialah Bahasa Indonesia‖.

1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Salah satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional.Kedudukan


sebagai bahasa nasional tersebut dimiliki oleh bahasa Indonesia sejak dicetuskannya
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Kedudukan ini dimungkinkan oleh
kenyataan bahwa bahasa Melayu, yang mendasari bahasa Indonesia, telah dipakai sebagai
lingua franca selama berabad-abad sebelumnya di seluruh kawasan tanah air kita. Dan
ternyata didalam masyarakat kita tidak terjadi persaingan bahasa, yaitu persaingan diantara
bahasa daerah yang satu dan bahasa daerah yang lain untuk mencapai kedudukan sebagai
bahasa nasional.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitasnasional, (3) alat

4
pemersatu berbagai suku bangsa yang berlatar belakang sosial budaya dan bahasa yang
berbeda, dan (4) alat perhubungan antar daerah dan antar budaya.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai
sosial budaya yang mendasari rasa kebanggaan kita. Melalui bahasa nasional, bangsa
Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dijadikannya pegangan hidup.
Atas dasar itulah, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan. Begitu pula rasa
bangga dalam memakai bahasa Indonesia wajib kita bina terus. Rasa bangga
merupakanwujud sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif itu terungkapjika
lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa atau kata-kata asing.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dapat menimbulkan wibawa,
harga diri, dan teladan bagi bangsa lain. Hal ini dapat terjadi jika bangsa Indonesia selalu
berusaha membina dan mengembangkan bahasa Indonesia secara baik sehingga tidak
tercampuri oleh unsur-unsur bahasa asing (terutama bahasa Inggris). Untuk itu kesadaran
akan kaidah pemakaian bahasa Indonesia harus selalu ditingkatkan.
Percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris dalam berbahasa masih sering
kita temukan, seperti contoh berikut ini.
Papan usaha : Anditya Tailor; Service Televisi.
Ujaran : ‖Aku lebih suka belanja di supermarket daripada di pasar tradisional‖.
Bahasa campuran seperti di atas tidak bagus dipandang dari segikebanggaan suatu
bangsa dan tidak benar dipandang dari segi kebahasaan.Agar pemakai dapat dijadikan
teladan dan dihormati orang lain terutamaorang asing, pemakaian bahasa seperti contoh di
atas harus diubah dandiperbaiki menjadi seperti berikut ini.
Papan usaha : Penjahit Anditya; memperbaiki Televisi.
Ujaran : ‖Aku lebih suka belanja di swalayan dari pada di pasar tradisional‖.
Sebagai alat pemersatu, bahasa Indonesia mampu menunjukkan fungsinya yaitu
mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, agama, budaya, dan
bahasa ibunya. hal itu tampak jelas sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda.
Pada zaman Jepang yang penuh kekerasan dan penindasan, bahasa Indonesia
digembleng menjadi alat pemersatu yang ampuh bagi bangsa Indonesia. Dengan bahasa
nasional itu kita letakkan kepentingan nasional diatas kepentingan daerah atau golongan.
Sebagai alat perhubungan, bahasa Indonesia mampu memperhubungkan bangsa
Indonesia yang berlatar belakang sosial budaya dana bahasa ibu yang berbeda-beda.
Berkat bahasa Indonesia, suku-suku bangsa yang berbeda-beda bahasa ibu itu dapat
berkomunikasi secara akrab dan lancar sehinggakesalahpahaman antarindividu

5
antarkelompok tidak pernah terjadi. Karenabahasa Indonesia pula kita dapat menjelajah ke
seluruh pelosok tanah air tanpa hambatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku
bangsa mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu
meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan pada nilai-nilai sosial budaya serta latar
belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Dengan bahasa nasional, kita dapat
meletakkan kepentingan nasional kita jauh di atas kepentingan daerah dan golongan kita.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah danantarbudaya,
bahasa Indonesia telah berhasil pula melaksanakan fungsinya sebagai alat pengungkapan
perasaan. Jika beberapa tahun yang lalu masihada orang yang merasa bahwa bahasa
Indonesia belum sanggupmengungkapkan nuansa perasaan yang halus, maka sekarang
dapat kita lihatdalam kenyataan bahwa seni sastra, baik yang tertulis maupun lisan,
sertadunia perfilman kita telah berkembang sedemikian rupa sehingga nuansaperasaan
yang betapa halus pun dapat diungkapkan dengan menggunakanbahasa Indonesia.
Kenyataan tersebut tentulah menambah tebalnya rasabangga kita akan kemampuan bahasa
nasional yaitu bahasa Indonesia.

2. Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara

Selain kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan


sebagai bahasa negara, sesuai dengan ketentuan yang tertera didalam Undang-Undang
Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Di dalam kedudukan sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi negara; (2) bahasa pengantar di dalam dunia
pendidikan; (3) alat perhubungan dalam tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah; dan(4) alat
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Salah satu fungsi bahasa Indonesia di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara
adalah pemakaiannya sebagai bahasa resmi kenegaraan. Didalam hubungan dengan
fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai di dalam segalau pacara, peristiwa, dan kegiatan
kenegaraan baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan.
Dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta surat-surat yangdikeluarkan oleh
pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya sepertiDewan Perwakilan Rakyat dan
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditulis didalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato,
terutama pidato kenegaraan, ditulisdan diucapkan di dalam bahasa Indonesia. Hanya di

6
dalam keadaan tertentu, demi kepentingan komunikasi antarbangsa, kadang-kadang pidato
resmi ditulis dan diucapkan di dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Demikian
pula halnya dengan pemakaian bahasa Indonesia oleh warga masyarakat kita di dalam
hubungan dengan upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan. Dengan kata lain,
komunikasi timbal balik antar pemerintah dan masyarakat berlangsung dengan
mempergunakan bahasa Indonesia.
Untuk melaksanakan fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan dengan sebaik-
baiknya, pemakai bahasa Indonesia di dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan perlu
senantiasa dibina dan dikembangkan, penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan salah
satu faktor yang menentukan di dalam pengembangan ketenagaan seperti penerimaan
karyawan baru, kenaikan pangkat baik sipil maupun militer, dan pemberian tugas-tugas
khusus baik didalam maupun di luar negeri. Di samping itu, mutu kebahasaan siaran radio
dan televisi perlu pula senantiasa dibina dan ditingkatkan.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi pula
sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak
sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia kecuali di daerah-daerah bahasa
seperti daerah bahasa Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan Makasar. Di daerah-
daerah bahasa ini bahasa daerah yang bersangkutan dipakai sebagai bahasa pengantar
sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.
Sebagai alat perhubungan tingkat nasional, bahasa Indonesia dipakaisebagai alat
komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas,alat perhubungan antar
daerah dan antar suku, dan juga sebagai alat perhubungan dalam masyarakat yang latar
belakang sosial budaya dan bahasa yang sama. Dewasa ini orang sudah banyak
menggunakan bahasa Indonesia apapun masalah yang dibicarakan, apakah itu masalah
yang bersifat nasional maupun kedaerahan.
Sebagai alat pengembang kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi,
bahasa Indonesia adalah satu-satunya bahasa yang digunakan untuk membina dan
mengembangkan kebudayaan nasional yang memiliki ciri-ciri dan identitas sendiri. Di
samping itu, bahasa Indonesia juga dipekai untuk memperluas ilmu pengetahuan dan
teknologi modern baik melalui penulisan buku-buku teks, penerjemahan, penyajian
pelajaran di lembaga-lembaga pendidikan umum maupun melalui sarana-sarana lain di
luar lembaga pendidikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa
terpenting di kawasan republik kita ini. Penting tidaknya suatu bahasa didasari oleh tiga

7
faktor, yaitu (1) jumlah penuturnya, (2) luas penyebarannya, dan (3) peranannya sebagai
sarana ilmu, susastra, dan ungkapan budaya yang bernilai tinggi.
Penutur suatu bahasa yang berjumlah sedikit menutup kemungkinan bahasa tersebut
memiliki peranan yang penting. Artinya, jika ada dua bahasa yang satu jumlah penuturnya
sedikit dan bahasa yang satu memiliki jumlah penutur yang banyak, maka bahasa dengan
jumlah penutur sedikit akan kurang mendapat perhatian dari penutur lainnya.
Luas penyebaran suatu bahasa menunjukkan banyak hal. Pertama, bahasa tersebut
banyak disenangi oleh pengguna. kedua, bahasa tersebut mudah dipelajari dan enak
digunakan. Ketiga, masyarakat penggunanya adalah orang-orang yang memiliki wibawa,
prestasi dan prestise yang tinggi sehingga masyarakat dari luar bahasa itu berasal akan
merasa bangga jika menggunakan bahasa tersebut.
Sebuah bahasa menjadi sangat penting jika memiliki fungsi atau selalu digunakan
dalam penyebaran ilmu pengetahuan, sastra, dan teknologi. Hanya orang-orang terpelajar
yang selalu berusaha menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan baik sastra
maupun teknologi. Tidak dapat dibayangkan jika bahasa yang berfungsi sebagai
pengembang ilmu pengetahuan tersebut tidak ada.
Demikian saudara pembahasan kita tentang sejarah, kedudukan, dan fungsi bahasa
Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia yang baik,mencintai dan menjunjung martabat
bangsa dan negara menjadi kewajiban yang harus selalu dilaksanakan. Bangga
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan satu cara menjaga
martabat bangsa dan Negara dihadapan bangsa-bangsa lain.

8
BAB II

RAGAM DAN LARAS BAHASA

A. Ragam dan Laras Bahasa

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda


menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang
dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh
penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa
digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-
undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat
dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa
Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak
baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi
digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di
pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, yaitu
(1) ragam bahasa lisan, (2) ragam bahasa tulis. Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap
(organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan,
sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai
unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita
berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara
penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu
memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf,
melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam
bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi
sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada
pula kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa kata, masing-
masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang lain.

9
1. Ragam Bahasa

Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula
kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku
bahasa Indonesia baku. Kosa kata baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa
Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa
Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan
kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di dalam
menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam
baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup
kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang
lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup
kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi
anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu
diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar
belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan
(Fishman ed., 1968; Spradley, 1980)
Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan :

a. Media pengantarnya atau sarananya,

yang terdiri atas :

1. Ragam lisan.

2. Ragam tulis.

Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat
menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi
sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya
dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat
berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar kita
temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga
dapat menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.

10
b. Berdasarkan situasi dan pemakaian

Ragam bahasa baku dapat berupa : (1) ragam bahasa baku tulis dan (2) ragam bahasa
baku lisan. Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang
diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku
lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga
kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan
ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata,
penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan
unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan
besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya.
Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan
unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi
ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi
pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya
dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan
dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut
sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa
yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun
direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai
ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri
kebakuan yang berbeda.
Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata
bahasa dan kosa kata) :
1. Tata Bahasa
(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a. Ragam bahasa lisan :
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.

11
- Saya akan tanyakan soal itu
b. Ragam bahasa Tulis :
- Nia sedangmembaca surat kabar
- Ari mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di Menteng
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.

2. Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam Lisan
- Ariani bilang kalau kita harus belajar
- Kita harus bikin karya tulis
- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b. Ragam Tulis
- Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
- Kita harus membuat karya tulis.
- Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.

Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar,
semi standar dan nonstandar.
a. ragam standar,
b. ragam nonstandar,
c. ragam semi standar.

Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap.

Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga

memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan

perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modem (Alwi, 1998:

14).

12
Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan
berdasarkan :
a. topik yang sedang dibahas,
b. hubungan antarpembicara,
c. medium yang digunakan,
d. lingkungan, atau
e. situasi saat pembicaraan terjadi
Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar :
• penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
• penggunaan kata tertentu,
• penggunaan imbuhan,
• penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
• penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan
ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan
cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita
menyebut diri kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku.
Dalam ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan
ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang
merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah
ciri lain. Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri
pembeda lain. Dalam ragam nonstandar, sering kali kata sambung dan kata depan
dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat.
Contoh : (1) Ibu mengatakan, kita akan pergi besok

(1a) Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok

Pada contoh (1) merupakan ragam semi standar dan diperbaiki contoh (1a) yang
merupakan ragam standar.
Contoh : (2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan itu.
(2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

13
Kalimat (1) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan kalimat (2) kehilangan
kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata ini sering dihilangkan. Hal ini
menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semi standar.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam standar dan
nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah
dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu,
predikat kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab
pertanyaan orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita
menjawab “Tau.” untuk menyatakan „tidak tahu‟. Sebenarnya, pëmbedaan lain, yang juga
muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini
hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.

B. Laras Bahasa

Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras
sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa
dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah populer,
laras feature, laras komik, laras sastra, yang masih dapat dibagi atas laras cerpen, laras
puisi, laras novel, dan sebagainya.
Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap laras dapat
disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar, semi standar, atau
nonstandar. Laras bahasa yang akan kita bahas dalam kesempatan ini adalah laras ilmiah.

1. Laras llmiah
Dalam uraian di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat disampaikan dalam ragam
standar, semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan laras
ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar.

Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil
pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah
menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh
sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut
penulis (Soeseno, 1981: 1).

Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Seorang
pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang

14
penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realistis berarti bahwa
peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah dibuktikan
kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh penulis. Data realistis dapat
berasal dan dokumen, surat keterangan, press release, surat kabar atau sumber bacaan lain,
bahkan suatu peristiwa faktual. Faktual berarti bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan
yang diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin,
1994: 378).

Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian,
dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya,
berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan.
Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk
menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran
hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah teori
berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya ilmiah tetap harus dapat secara jelas
menyampaikan pesan kepada pembacanya.

Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai
berikut (Brotowidjojo, 1988: 15-16).
1. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi
hukum alam pada situasi spesifik.
2. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan.
Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni penyebutan
rujukan dan kutipan yang jelas.
3. Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara
terkendali, konseptual, dan prosedural.
4. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan
yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
5. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian
berdasarkan suatu hipotesis.
6. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya
mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang
bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak
bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.

15
7. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan
argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka
karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan
pada situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan
mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan
kebenaran karya ilmiah tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah
memiliki tiga ciri, yaitu :
a. Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna
b. Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang
digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan
c. Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping persyaratan tersebut di atas, untuk dapat dipublikasikan sebagai karya
ilmiah ada ketentuan struktur atau format karangan yang kurang lebih bersifat baku.
Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana tertuang dalam International
Standardization Organization (ISO). Publikasi yang tidak mengindahkan ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam ISO memberikan kesan bahwa publikasi itu kurang valid
sebagai terbitan ilmiah (Soehardjan, 1997 : 10). Struktur karya ilmiah (Soehardjan, 1997 :
38) terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil dan
pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO 5966 (1982)
menetapkan agar karya ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata kunci,
pendahuluan, inti tulisan (teori metode, hasil, dan pembahasan), simpulan, dan usulan,
ucapan terima kasih, dan daftar pustaka (Soehardjan, 1997 : 38).

2. Ragam Bahasa Keilmuan


Menurut Sunaryo, (1994 : 1), bahwa dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan
kaidah-kaidah berbahasa, baik yang berkaitan kebenaran kaidah pemakaian bahasa sesuai
dengan konteks situasi, kondisi, dan sosio budayanya. Pada saat kita berbahasa, baik lisan
maupun tulis, kita selalu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk
bahasa yang kita gunakan. Pada saat menulis, misalnya kita selalu memperhatikan siapa
pembaca tulisan kita , apa yang kita tulis, apa tujuan tulisan itu, dan di media apa kita
menulis. Hal yang perlu mendapat perhatian tersebut merupakan faktor penentu dalam

16
berkomunikasi. Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi : partisipan, topik, latar,
tujuan, dan saluran (lisan atau tulis).
Partisipan tutur ini berupa PI yaitu pembicara/penulis dan P2 yaitu pembaca atau
pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat terkomunikasikan dengan baik, maka
pembicara atau penulis perlu (a) mengetahui latar belakang pembaca/pendengar, dan (b)
memperhatikan hubungan antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca. Hal itu
perlu diketahui agar pilihan bentuk bahasa yang digunakan tepat , disamping agar
pesannya dapat tersampaikan, agar tidak menyinggung perasaan, menyepelekan,
merendahkan dan sejenisnya.

Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan penutur ke penanggap
penutur. Penyampaian topik tutur dapat dilakukukan secara : (a) naratif (peristiwa,
perbuatan, cerita), (b) deskriptif (hal-hal faktual : keadaan, tempat barang, dsb.), (c).
ekspositoris, (d) argumentatif dan persuasif.
Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri :
(1) cendekia : bahasa Indonesia keilmuan itu mampu digunakan untuk
mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat.
(2) lugas dan jelas : bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk menyampaikan
gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.
(3) gagasan sebagai pangkal tolak : bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan
orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-
hal yang diungkapkan, tidak pada penulis.
(4) Formal dan objektif : komunikasi Ilmiah melalui teks ilmiah merupakan
komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang
digunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang
berlaku dalam situasi formal atau resmi. Pada lapis kosa kata dapat ditemukan
kata-kata yang berciri formal dan kata-kata yang berciri informal (Syafi‘ie,
1992:8-9).
Contoh :
Kata berciri formal Kata berciri informal
Korps korp
Berkata bilang
Karena lantaran
Suku cadang onderdil

17
3. Laras Ilmiah Populer
Laras ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi
diungkapkan dengan cara penuturan yang mudah dimengerti. Karya ilmiah populer tidak
selalu merupakan hasil penelitian ilmiah. Tulisan itu dapat berupa petunjuk teknis,
pengalaman dan pengamatan biasa yang diuraikan dengan metode ilmiah. Jika karya
ilmiah harus selalu disajikan dalam ragam bahasa yang standar, karya ilmiah populer dapat
disajikan dalam ragam standar, semi standar dan nonstandar. Penyusun karya ilmiah
populer akan tetap disebut penulis dan bukan pengarang, karena proses penyusunan karya
ilmiah populer sama dengan proses penyusunan karya ilmiah. Pembedaan terjadi hanya
dalam cara penyajiannya.

Seperti diuraikan di atas, persyaratan yang berlaku bagi sebuah karya ilmiah berlaku
pula bagi karya ilmiah populer. Akan tetapi, dalam karya ilmiah populer terdapat pula
persoalan lain, seperti kritik terhadap pemerintah, analisis atas suatu peristiwa yang sedang
populer di tengah masyarakat, jalan keluar bagi persoalan yang sedang dihadapi
masyarakat, atau sekedar informasi baru yang ingin disampaikan kepada masyarakat.

Jika karya ilmiah memiliki struktur yang baku, tidak demikian halnya dengan karya
ilmiah populer. Oleh karena itu, karya ilmiah populer biasanya disajikan melalui media
surat kabar dan majalah, biasanya, format penyajiannya mengikuti format yang berlaku
dalam laras jurnalistik. Pemilihan topik dan perumusan tema harus dilakukan dengan
cermat. Tema itu kemudian dikerjakan dengan jenis karangan tertentu, misalnya narasi,
eksposisi, argumentasi, atau deskripsi. Secara lebih rinci lagi, penulis dapat
mengembangkan gagasannya dalam berbagai bentuk pengembangan paragraf seperti pola
pemecahan masalah, pola kronologis, pola perbandingan, atau pola sudut pandang.

18
BAB III

PILIHAN KATA DAN DEFINISI

A. Pilihan Kata
Di dalam bahasa mana pun semua konsep dinyatakan dengan kata arti rangkaian
kata. Kita dapat menguasai bahasa hanya jika menguasai sejumlah kata. Meskipun
demikian menguasai kata-kata saja belum berarti menguasai bahasa.
Di dalam pemakaiannya kata-kata itu dirangkaikan menjadi kelompok kata, klausa,
dan kalimat. Dalam hal ini ada beberapa kaidah sehubungan dengan pembentukan kalimat
bahasa indonesia.
Pada bagian ini akan dibahas hal-hal yang menyangkut pemilihan kata karena kata-
kata itu harus digunakan secara tepat dan sesuai. Ketepatan dan kesesuaian ini perlu
diperhatikan karena penulisan ilmiah mengkehendaki ketepatan dan keajekan baik dalam
makna maupun dalam bentuk. Padahal, bahasa, dalam hal ini kata-kata, sering kali dapat
ditafsirkan dengan berbagai pengertian.

1. Ketepatan dalam Pemilihan Kata


Kata merupakan salah satu unsur dasar bahasa yang sangat penting. Dengan kata-
kata kita berpikir, menyatakan perasaan, serta gagasan. Dengan kata-kata orang menjalin
persahabatan, dua bangsa melakukan perjanjian perdamaian dan kerja sama. Tetapi
sebaliknya, dengan kata-kata pula mungkin suatu pertengkaran bahkan peperangan
dimulai.
Memilih kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan, terutama melalui tulisan
merupakan suatu pekerjaan yang cukup sulit. Hemingway* bahkan menganggapnya
sebagai bagian tersulit dalam proses penulisan.
Suatu karangan merupakan media komunikasi antara penulis dan pembaca. Akan
tetapi, komunikasi tersebut hanya akan berlangsung dengan baik selama pembaca
mengartikan kata dan rangkaian kata-kata sesuai dengan maksud penulis. Jika pembaca
mempunyai yang berbeda dengan tafsiran penulis tentang kata atau rangkaian kata-kata
yang di[akai. Komunikasi itu akan terputus. Terjadilah salah faham, kesenjangan

19
komunikasi, dan sebagainya yang mungkin juga pernah kita alami. Karena itu kita perlu
berhati-hati dalam memilih kata-kata yang akan dipergunakan di dalam tulisan.
Dalam memilih kata ada dua persyaratan pokok yang harus diperhatikan, yaitu
ketepatan dan kesesuaian. Persyaratan ketepatan menyangkut makna, aspek logika kata-
kata; kata-kata yang dipilih harus secara tepat mengungkapkan apa yang ingin
diungkapkan. Dengan demikian maka pendengar atau pembaca juga menafsirkan kata-kata
tersebut tepat seperti maksud kita. Jadi, seperti hasil fotokopi. Selanjutnya persyaratan
kesesuaian menyangkut kecocokan antara kata-kata yang dipakai dengan
kesempatan/situasi dan keadaan pembaca. Jadi, menyangkut aspek sosial kata-kata.

a. Kata sebagai Lambang

Kata merupakan lambang objek, pengertian, atau konsep. Hubungan antara

suatu kata sebagai lambang dengan objek, konsep, atau makna yang didukung dapat

digambarkan sebagai berikut:

gambar yang ditimbulkan oleh kata tersebut (referensi)

kata simbol benda/konsep yang didukung (referen)

Kata adalah apa yang kita ucapkan atau kita dengar. Kalau kita

membaca/mendengar suatu kata, dalam benak kita timbul gambaran. Bagi kita

gambaran itu merupakan makna kata tersebut. Dengan demikian, hubungan antara

kata lingkaran dengan maknanya dapat digambarkan demikian:

20
Sebuah kurva tertutup yang jarak antara titikpusat ke setiap titik pada sisi sama
besar (=referensi)

Lingkaran (referen)(kata)

Perlu diingatkan bahwa referensi pada setiap individu mungkin berbeda dengan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Sehubungan dengan hal itu maka kita
harus menggunakan kata-kata secara tepat sehingga tidak ditafsirkan dengan makna
individual pembaca atau pendngar. Dalam hal ini berlaku kaidah maknayang
mengacu kepada ketepatan pemakaian kata sebagai lambang objek atau konsep.

b. Sinonim, Homofonim, Homograf


Jika di dalam bahasa setiap kata hanya melambangkantepat satu objek atau
konsep, akan berkuranglah kesulitan komunikasi antara anggota suatu masyarakat.
Kenyataannya tidak demikian. Hubungan antara kata dengan maknanya sering
menjadi rumit.
Ada beberapa kata yang mempunyai makna yang sama atau mirip, seperti kata-kata:
1. muka, paras, wajah, tampang;
2. hasil, produksi, prestasi, keluaran;
3. rancangan, rencana, desain;
4. urutan, peringkat;
5. musykil, sulit, rumit, sukar;
Ada pula kata-kata yang mempunyai beberapa makna yang berdekatan atau erat
hubungannya, misalnya kata-kata seperti:
1) coklat
2) canggih
3) susah
4) laju
5) asam

21
Di samping itu masih ada lagi kelompok kata-kata yang sama bunyi atau
tulisannya (homofoni=sama bunyi; homograf = sama tulisan) yang mempunyai arti
yang sama sekali tidak berhubungan.
contoh:
homograf
1) teras = inti (e diucapkan seperti dalam kata ―beras‖) dan teras = bagian
bangunan (e diucapkan seperti dalam kata ―elok‖)
2) sedan = tangis dan
sedan = mobil
homofoni
1) buku (kitab) dan buku (bagian di antara 2 ruas)
2) tampang (muka) dan tampang (bibit)
3) salam (nama pohon, daunnya untuk bumbu) dan salam (damai, kependekan dari
assalamu‘alaikum pernyataan hormat, tabik dan sebagainya)
4) rapat (pertemuan) dan rapat (tidak ada/pendek jaraknya)

Lebih sulit lagi karena kata-kata yang bersinonim itu kerap kali tidak dapat
saling menggantikan. Kata indah bersinonim dengan cantik, bagus, dan elok. Namun
demikian, kita tidak dapat menggantikan kata gadis cantik dengan gadis indah, atau
jaksa agung dengan jaksa raya atau jaksa tinggi. Jadi, kata-kata yang bersinonim
tidak dapat dipertukarkan begitu saja karena penggunaannya dalam kalimat tetap
harus dibedakan.
- terminal, halte, perhentian, stasiun, pengkalan;
- strategi, teknik, taktik;
- kecil, mikro, minor

Berbeda dengan kata biasa ialah istilah. Jika makna biasa masih penuh dengan
segala kemungkinan maka makna istilah sudah pasti. Istilah lazim digunakan secara
khusus dalam bidang ilmu atau bidang kegiatan tertentu. Maknanya dapat dipahami
dengan tepat. Untuk mengetahui makna kata, kita dapat menggunakan kamus. Kata
istilah dalam bidang-bidang ilmu tertentudapat dilihat dalam kamus istilah, misalnya
kamus istilah pertanian, kamus istilah statistika, dan kamus istilah linguistik. Di
samping kamus istilah masih banyak lagi jenis kamus lain, di antaranya kamus
sinonimdan kamus dwibahasa, misalnya kamus Inggris-Indonesia.

22
Selain dalam kamus, makna kata dapat pula dicari dalam ensiklopedia, yaitu
himpunan pengetahuan yang disusun secara sistematis/alfabetis. Di dalam bahasa
Indonesia ada Ensiklopedia Indonesia dan di dalam bahasa Inggris di antaranya ada
ensyclopaedia Britama, Encycloaedia of Social Sciences, Encylopaedia Americana
dan World Book Encylpaedia.

c. Denotasi dan Konotasi


Suatu kata kerap kali tidak hanya mendukung satu konsep atau objek (referen)
saja, melainkan juga menimbulkan asosiasi dengan sesuatu. Kita perhatikan kalimat-
kalimat berikut:
ia bekerja sebagai pelayan toko

ia bekerja sebagai pramuniaga.

Baik kata pelyan toko atau pramuniaga menunjuk kepada seseorang yang
bekerja untuk suatu toko (termasuk ―toko krliling‖). Tetapi di dalam pemakaian
tokonya kata pramuniaga mengandung nilai lebih terhormat daripada pelayan toko.
Demikian pula kata wafat dan mati. Kedua kata itu mengandung makna hilangnya
kehidupan dari suatu organisme. Tetapi dalam kenyataannya kita tidak dapat
mengganti gajah mati menjadi gajah wafat atau gajah gugur.
Konsep dasar yang didukung oleh suatu kata (makna konseptual, referen)
disebut denotasi; sedangkan nilai rasa, atau gambaran tambahan yang ada disamping
denotasi tersebut disebut konotasi atau nilai kata. Nilai kata yang diberikan oleh
masyarakat bermacam-macam: tinggi, baik, sopaan, lucu, biasa, rendah, kotor,
porno, sakral. Nilai suatu kata ditentukan oleh masyarakat pemakai bahasa yang
bersangkutan. Nilai itu mungkin bersifat positif (tinggi menyenangkan, baik, sopan,
sakral) atau negatif (rendah, menjengkelkan, kotor, porno). kata-kata seperti
karyawan, karya, dan wisma dinilai tinggi sedangkan kata-kata seperti buruh,
mampus, tampang, dan gubuk dihubungkan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan, tidak baik, atau sederhana.
Nilai kata dapat juga bersifat perseorangan. Kata surat yang bagi kebanyakan
orang tidak bernilai apa-apa (denotatif) bagi seseorang mungkin mengandung nilai
negatif. Hal ini terjadi sesuai dengan pengalaman pribadinya.

23
Dalam penulisan, yang perlu diperhatikan adalah konotasi sosial. Agar dapat
menyatakan gagasannya dengan tepat, seorang penulis harus dapat memilih kata
dengan konotasi tepat.
Perlu ditekankan di sini bahwa istilah ilmu tidak terikat nilai (bebas nilai). Tak
ada emosi atau perasaan yang timbul bila kita membaca kata-kata seperti fonem,
moneter, fotosintesis, fisik, nuklir, saprofit,H2O, sinar-X, hipotesis, dan sebagainya
dalam makalah ilmiah.
Makna mana yang dipilih dalam tulisan? ini tergantung kepada tujuan dan sifat
tulisan itu. Jika yang mau dipaparkan ialah suatu bahasan ilmiah mengenai suatu
masalah, maka di dalam karangan terutama akan digunakan kata-kata dengan makna
denotatif. Tetapi, di dalam senjak atau iklan misalnya akan lebih banya digunakan
kata dengan makna konotatif.

d. Kata Abstrak dan Kata Konkret

Kata abstrak ialah kata yang mempunyai referen berupa konsep, sedangkan kata
konkret adalah kata yang mempunyai referen berupa obyek yang dapat diamati. Kata
abstrak lebih sulit dipahami daripada kata konkret. Kalau digambarkan dengan
segitiga hubungan kata dengan maknanya seperti pada 4.1.1.1 referen kata abstrak
akan sama dengan referensinya, sebab tidak dapat digambarkan secara nyata.
Bandingkan kata-kata seperti manusia, bunga, rakyat, ayam, bambu dengan kata-kata
kemanusiaan, demokrasi, kehewanan, kecerdasan, dan sebagainya
Kata-kata mana yang dipakai dalam tulisan? Hal ini bergantung kepada jenis
dan tujuan penulisan. Jika yang akan dideskripsikan ialah suatu fakta, tentu saja
harus lebih banyak digunakan kata-kata konkret. Tetapi jika yang dikemukakan ialah
klasifikasi atau generalisasi, maka yang banyak digunakan ialah kata-kata abstrak.
Kerap kali suatu uraian dimulai dengan kata yang abstrak (konsep tertentu)
kemudian dilanjutkan dengan penjelasan yang menggunakan kata-kata konkret.
contoh:

Keadaan kesehatan anak-anak di desa sangat buruk.

Banyak yang menderita malaria, radang paru-paru. cacingan, dan kekurangan gizi.

24
e. Kata Umum dan Kata Khusus
Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya. makin
luas ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, makin sempit
ruang lingkupnya makin khusus sifatnya.
Kata-kata abstrak biasanya merupakan kata umum; tetapi kata umum tidak
selalu abstrak. Kata konkret lebih khusus daripada kata abstrak. Tingkat keumuman
kata itu dapat digambarkan sebagai suatu piramida terbalik.

keadaan abstrak/umum/

kesehatan luas/kurang jelas

penyakit

penyakit darah

leukimia

le konkret/khusus/sem
pit/jelas
le

le

Makin umum suatu kata makin banyak kemungkinan salah faham atau
perbedaan tafsiran. Sebaliknya, makin khusus, makin sempit ruang lingkupnya,
makin sedikit kemungkinan terjadi salah paham. Dengan kata lain, makin khusus
kata yang di pakai, makin dekat penulis kepada ketepatan pilihan katanya. Namun
demikian, suatu kata khusus/konkret masih juga menimbulkan gambaran yang
berbeda-beda pada beberapa individu, yaitu sesuai dengan pengalaman atau
pengetahuan masing-masing mengenai kata tersebut. Keumuman/kekhususan kata
dapat pula ditinjau dari kemungkinan hubungannya dengan kata-kata lain. Ada kata-
kata yang mempunyai hubungan luas, ada pula kata-kata yang mempunyai hubungan
sempit, terbatas, bahkan khusus (unik).

25
Perhatikan pasangan kata-kata berikut:
Hubungan Luas - Hubungan Khusus/unik
1) besar - mayor, makro
2) kecil - mikro, sipit
3) runcing - mancung
4) bergelombang - keriting, ikal
5) memasak - menanak
6) campuran - ramuan
7) memotong - menebang
8) aturan - hukum
9) membawa - menjinjing
10) jatuh - terungkur

Yang termasuk ke dalam kata khusus ialah :


1) Nama diri : Dadi, Nero, Pusi, Mas Karto, Obet
2) Nama geografi : Aceh, Krakatau, Kali Ciliwung, Pontianak
3) Kata-kata indera :
Untuk mengecap : manis, asam, asin, pahit, pedas
Untuk peraba : halus, kasar, lembut
Untuk pendengaran : detak, debur, debar, dengung, desir, derap, detik, desas,
desus, desah, derak
Untuk penglihatan : silau, kelam, kemilau, remang, kabut, kilat, kelap-kelip
Untuk penciuman : harum, apak, basi, wangi.
Kata-kata indera sering dipergunakan secara menyilang. Kata manis untuk
pengecap digunakan juga untuk penglihatan. Demikian juga kata asam sering
digunakan untuk penciuman. Kata jelas untuk penglihatan digunakan juga untuk
pendengaran.

f. Kata Populer dan Kata Kajian


Kata-kata seperti besar, pindah, kecil, batu, waktu, isi, harga, dan lain-lain lebih
dikenal oleh masyarakat luas daripada kata-kata seperti andal, acak, transfer, minor,
batuan, momentum, faktor, volume, sangkil, canggih.
Kelompok kata-kata yang pertama termasuk kata-kata populer. Kata-kata ini
dipergunakan pada berbagai kesempatan dalam komunikasi sehari-hari di kalangan

26
semua lapisan masyarakat. Sebagian besar kosa kata dalam semua bahasa berupa
kata-kata populer.
Kelompok kata yang lain hanya dikenal dan dipergunakan secara terbatas dalam
kesempatan-kesempatan tertentu. Kata-kata ini adalah kata-kata yang dipergunakan
oleh para ilmuwan atau kelompok profesi tertentu dalam makalah atau perbincangan
khusus. Banyak diantara kata-kata jenis ini merupakan kata serapan atau kata asing
(Latin, Yunani, Inggris ).
Pembentukan kata-kata kajian dalam bahasa indonesia dewasa ini dilakukan
secara sadar oleh suatu badan/komisi. Dalam hal ini ada beberapa ketentuan yang
harus diikuti sebagai pedoman.
Kita bandingkan pasangan kata-kata berikut :
Populer Kajian
1) Batu - batuan
2) Penduduk - populasi
3) Besar - makro
4) Banyak tuntutan/persyaratan - canggih
5) Isi - volume
6) Bisul - abses
7) Bunyi - fonem
8) Hasil - Produk
- Prestasi
- Keluaran
9) Perbedaan - kelainan
10) Cara - metode
11) Sejajar - kesejajaran
12) Bagian - unsure
- Komponen, suku cadang
13) Tahap - stadium
14) Arang - karbon
15) Berarti - bermakna, signifikan
16) Sah - sahih
17) Dapat dipercaya - terandalkan

27
g. Jargon, Kata Percakapan, dan Slang
Dalam tulisan yang formal untuk khalayak yang lebih luas lebih baik dihindari
kata-kata yang termasuk ― jargon ― mempunyai beberapa pengertian, diantaranya
kata-kata teknis yang dipergunakan secara terbatas dalam bidang ilmu, profesi, atau
kelompok tertentu. Kata-kata ini kerap kali merupakan kata sandi/kode rahasia untuk
kalangan tertentu (dokter, militer, perkumpulan rahasia).
Dalam percakapan informal,kaum terpelajar biasa menggunakan kata-kata
percakapan. Kelompok kata-kata percakapan. Kelompok kata-kata ini mencangkup
kata-kata populer, kata-kata kajian, dan slang yang hanya dipakai oleh kaum pelajar.
Contoh :
Sikon (situasi dan kondisi), pro dan kon (pro dan kontra), kep (kapten), dok
(dokter), prik(suntik),dan sebagainya.
Pada waktu tertentu banyak terdengar slang yaitu kata-kata tak baku yang
dibentuk secara khas sebagai cetusan keinginan akan sesuatu yang baru. Kata-kata
ini bersifat sementara : kalau sudah terasa usang, hilang atau menjadi kata-kata biasa
(asoy, mana tahan, bahenol, selangit dan sebagainya), yang mungkin hanya dikenal
di daerah tertentu.

h. Perubahan Makna
Dalam memilih kata-kata, kita harus waspada karena makna kata itu kerap kali
berubah atau bergeser. Perubahan ini dapat meluas atau menyempit, kadang-kadang
berubah sama sekali. Kata ibu dulu hanya mengandung arti ―wanita yang
melahirkan‖, sekarang menjadi kata umum untuk wanita yang sudah dewasa. Juga
kata bapak, kakak, belayar, merantau, saudara, kaisar duit dan sebagainya.
Sebaliknya, ada kata-kata yang mengalami penyimpitan arti kata pala (dari bahasa
sansekerta phala)dahulu beraarti buah dalam arti umum atau hasil. Sekarang kata itu
berarti semacam buah saja. Contoh lain pendeta (dulu = orang berilmu) dan sarjana
(dulu cendekiawan).

i. Kata Asing dan Kata Serapan


Dalam proses perkembangan bahasa mana pun selalu terjadi ―peminjaman‖ dan
penyerapan unsur-unsur bahasa asing. Hal ini terjadi akibat adanya hubungan
antarbangsa dan kemajuan teknologi,terutama dibidang transportasi dan komunikasi.

28
Yang dimaksud dengan kata asing di sini ialah unsur-unsur yang berasal dari
bahasa asing yang masih dipertahankan bentuk aslinya karena belum menyatu
dengan bahasa indonesia. Contohnya, kata-kata seperti option dan stem. Sedangkan
kata-kata atau unsur-unsur scrapan adalah unsur-unsur bahasa asing yang telah
disesuaikan dengan wujud/struktur bahasa indonesia. Kata-kata semacam ini dalam
proses morfologi diperlakukan sebagai kata asli. Banyak diantara kata-kata serapan
ini yang sudah tidak terasa lagi keasingannya kata-kata seperti pelapor, dongkrak,
sakelar, dan sebagainya adalah contoh-contoh kata semacam itu.
Bacalah kutipan berikut :
Tetapi moral dari dongeng ini belumlah diceritakan. Moral disini ialah bahwa
pertapa pertama yang pengamat,penemu yang tajam,pertapa kedua yang penuh
pikir. Dan penonton yang menjadi bakim tidaklah mewakili individu yang
berbeda melainkan empat kaidah mental yang terdapat dalam suatu individu
yang terlatih dalam ilmu (W.M.Davis dalam Junjun S.Suriasumantri,1981:63).
Kata-kata yang ditulis miring pada kutipan diatas merupakan contoh unsur
serapan. Sebagian sudah tidak terasa keasingannya dan sudah menjadi
perbendaharaan kata populer.
Unsur-unsur serapan itu lebih-lebih kata asing harus digunakan secara berhati-
hati. Makna dan cara penulisannya harus dipahami benar. Kita sering mendengar
atau membaca kata-kata semacam itu yang sering digunakan secara tidak tepat.
Contoh :
Favorit, hobi, praktis, logis, asosiasi, ekonomis.
Tidak tepat : saya hobi membaca novel
Seharusnya : Hobi saya membaca novel.

j. Kata-kata Baru
Bahasa berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu dan bidang kehidupan
lainnya. Demian pula bahasa indonesia. Akhir-akhir ini banyak sekali kata-kata yang
dikemukakan berbagai pihak. Sebagian diantaranya telah diterima oleh masyarakat.
Contoh :
1) Canggih 6) pemerian 11) bahang
2) rambang,acak 7) atak 12) terandalkan
3) kendala 8) telaah 13) laik,kelaikan
4) lahan 9) pemantauan 14) prakiraan
5) sangkil 10) pendekatan 15) pascabedah

29
Kita dapat menggunakan kata-kata seperti itu asal kita tau dengan tepat makna
dan pemakaiannya. Jika kata itu sudah dibakukan kita dapat menggunakannya tanpa
tanda khusus : tetai,jika kata itu belum dibakikan atau belum dikenal secara luas kita
perlu menggarisbawahi dan memberikan padanannya dalam bahasa asing atau dalam
bahasa indonesia.
Contoh :
Berhari-hari ia memikirkan rancang bangun ‗out line‘karangannya

k. Makna Kata dalam Kalimat

Setiap kata mempunyai konteks. Artinya kata-kata itu dipergunakan dalam


hubungan yang lebih luas, misalnya dalam kalimat, paragraf, atau karangan. Dalam
bahasa struktur memang kita kerap kali menjumpai pemakaian kata yang seakan-
akan tidak mempunyai konteks. Misalnya seseorang tiba-tiba menyatakan, ―Hujan‖!
kata hujan sebenarnya diucapkan dalam suatu konteks yang tidak dinyatakan karena
sudah dipahami. Disini konteksnya adalah situasi.
Makna kata pada dasarnya bergantung kepada konteks yang mencangkup baik
situasi fisik maupun verbal pada waktu dan tempat suatu kata digunakan. Karena
segala sesuatu selalu berubah dalam kaitan waktu dan tempat, maka tak ada kata
yang diucapkan atau digunakan dengan makna yang tepat sama.
Konteks fisik suatu kata adalah latar ‗setting‘geografis dan sejarah pada waktu
suatu kata dituliskan atau diucapkan (dalam proses encoding) dan dibaca atau
didengar (dalam proses decoding). Kata gerombolan pada tahun lima puluhan dan
enam puluhan selalu dihubungkan dengan kejahatan (gerombolan
bersenjata,pengacau). Nama D.N. Adit bagi bangsa indonesiaakan mengingatkan kita
pada peristiwa G 30 S PKI, sedangkan nama westerling akan mengingatan kita pada
pembunuhan besar-besaran disulawesi dan sekaligus kepada nama pahlawan Wolter
Monginsidi.
Makna kata baru jelas bila dipergunakan dalam kalimat, dalam konteks
verbalnya. Yang dimaksud dengan konteks verbal ialah hubungan suatu kata dengan
kata-kata yang mendahului dan mengikutinya. Konteks verbal ini kerap kali
menolong kita menerka makna kata yang belum kita kenal dalam suatu kalimat.

30
Contoh :
Dalam merencanakan suatu pengajaran perlu didentifikasi juga
kendala-kendala yang mungkin dihadapi serta dipikirkan beberapa cara
untuk mengatasinya.
Arti kata-kata yang digarisbawahi itu dengan mudah dapat diterka. Didalam
menulis, kita harus hati-hati memilih kata-kata yang bersinonim, sebab ada kalanya
kata-kata itu mempunyai perbedaan arti yang besar jika dipergunakan dalam konteks
tertentu. Kata-kata itu harus dipergunakan sesuai dengan kelompoknya dalam
kalimat. Hal ini berhubungan dengan kelaziman yang berlaku didalam pemakaian
suatu bahasa. Kata-kata cepat, laju, lekas, segera dipergunakan dalam kelompok
yang berbeda. Juga kata-kata makro, besar, raya, agung.
Contoh :
1) Mereka pergi ke Surabaya dengan kereta cepat.
2) Dengan laju pertambahan penduduk sebesar 2,3% penduduk
indonesia pada tahun 2000 akan berjumlah 250 juta.
3) Rencana itu perlu segera dilaksanakan.
4) Jangan lekas-lekas mengambil keputusan ;pikirkan baik-baik.
5) Agar efektif, mula-mula mereka menyusun rencana makro.
6) Gedung-gedung besar telah menggantikan hamparan sawah yang
dahulu menghijau disepanjang jalan itu.
7) Hari Raya idul fitri tahun ini jatuh pada hari sabtu.
8) Jaksa agung memerikan penjelasan tentang hasil konvensi Hukum
Laut Internasional.
Selanjutnya suatu kata akan memiliki makna yang berbeda bila digunakan dalam
konteks yang berbeda.
Contoh :
1) Mereka mengikuti perlombaan jalan cepat (menunjukkan gerak).
2) Kursus cepat lebih disukai orang di daerah itu daripada kursus
jangka panjang (menunjukkan waktu).
3) Ambillah seberapa kamu suka asal jangan merusak pohonnya
(menyuruh,mengizinkan).
4) Ambillah, kalau kamu berani! (tidak mengizinkan ,mengancam).
5) Ia sudah kembali tadi malam (pulang).
6) Ia terpaksa mengetik naskahnya kembali (mengulang).

31
7) Di akademi itu mereka mempelajari bahasa asing (alat komunikasi).
8) Budi bahasanya yang halus menarik hati teman-temannya (tegur
sapa, tingkah laku).
9) Ia berusaha membahasakan maksudnya dengan jelas
(mengungkapkan dalam kalimat)

l. Kelangsungan Kata

Dalam menulis harus diusahakan untuk mempergunakan kata-kata yang


langsung dan sehemat mungkin. Misalnya, kita gunakan kata mujarab untuk
pengertian yang cepat menyembuhkan(obat) canggih untuk menuntut banyak
persyaratan, dan sebagainya.

m. Kesesuaian dalam Pemilihan Kata

Kata-kata yang digunakan harus sesuai kesempatan atau situasi yang akan kita
masuki dengan tulisan itu. Maksudnya, dalam kesempatan apa kita menyampaikan
tulisan itu. Apakah kita menulis untuk kesempatan formal, seperti ceramah ilmiah,
atau untuk mengabarkan keadaan kepada orang tua yang tinggal dikota lain. Di
samping itu, kita juga harus memperhatikan keadaan masyarakat sasaran tulisan :
golongan lapisannya pendidikannya, umurnya, dan sebagainya.kata-kata dalam
tulisan yang ditujukan kepada kelompok tertentu: guru, ilmuan, petani yang sebagian
besar buta huruf, mahasiswa, siswa, sd, dan sebagainya. Agar cepat memenuhi
persyaratan kesesuaian dalam memilih kata-kata, perlu diperhatikan juga hal-hal
berikut.

n. Nilai-nilai Sosial

Dalam memilih kata-kata yang akan dipergunakan harus diperhatikan nilai-nilai


yang berlaku dalam masyarakat pembaca. Hal ini terutama berhubungan erat dengan
nilai sosial kita. Harus diperhatikan apakah di kalangan masyarakat sasaran tulisan
itu ada kata tabu,atau kata-kata yang mempunyai konotasi lain yang mungkin akan
menyinggung rasa sopan santun atau kepercayaan mereka.

32
Kita perhatikan pasangan kata-kata berikut :
(1) Isteri - bini
(2) Wanita - perempuan
(3) Pria - laki-laki
(4) Wafat - mati
(5) Putera - anak
(6) Kehadapan - kepada
(7) Saudara - kamu

Kata-kata itu akan digunakan pada konteks yang berbeda. Meskipun isteri dan
bini memiliki makna denotatif yang sama, dalam pemakaian kedua kata itu sering
kali tidak dapat saling menggantikan.
Isteri menteri tidak lazim diganti dengan bini menteri. Tetapi kita sering
menemukan bini Bang Amat diganti isteri Bang Amat.
Putera Pak Gubernur di kalangan tertentu tidak biasa diucapkan anak Pak
Gubernur.
Nilai kata yang diberikan masyarakat memberikan arti konotatif suatu kata.Hal
ini telah kita bicarakan.
Sehubungan dengan nilai sosial kata perlu diperhatikan kata-kata yang secara
umum bernilai biasa/positif,sedangkan di daerah lain bernilai negatif bahkan
merupakan kata bahu.

o. Kata-kata baku dan nonbaku


Ragam Bahasa buku (standar) ialah ragam Bahasa yang dipergunakan kelas
terpelajar didalam masyarakat.Kelas ini meliputi pejabat-pejabat pemerintah
guru,dokter,penulis, dan sebagainya.
Ragam Bahasa baku dapat dikenali dari kata-kata maupun struktur kalimat yang
digunakan.Kata-kata baku dan nonbaku dapat dikenal dari pilihan,ejaan atau
bentuknya.
Perhatikan pasangan-pasangan berikut:
Baku Nonbaku
(1) Kaidah - Kaidah (ejaan)
(2) Kemana - Kemana (ejaan)
(3) Tidak - Enggak (pilihan)

33
(4) Berkata -Ngomong (pilihan)
(5) membuat -Bikin (pilihan)
(6) Mengapa -kenapa,ngapain (pilihan)
(7) Beri -kasi (pilihan)
(8) Boleh -Bole (ejaan)
(9) Memikirkan -Mikirin (bentuk)

Ragam buku dipergunakan di dalam tulisan-tulisan formal. Peraturan


pemerintah, undang-undang, surat dinas, buku teks, majalah berkala resmi berbagai
makalah ilmiah, dan sebagainya. Ragam inilah yang harus lebih kita perhatikan,
karena ragam tulisan yang kita pelajari adalah ragam tulisan formal .

p. Sasaran Tulisan
Setiap tulisan ada sasaranya, yaitu kelompok masyarakat kepada siapa tulisan itu
ditujukan. Cerita anak-anak mempunyai sasaran anak-anak. Karangan ilmiah
ditujukan kepada masyarakat ilmiah.
Sasaran tulisan akan menentukan ragam Bahasa, kalimat, serta kata-kata yang
digunakan. Tulisan yang sasaranya adalah masayarakat umum , terutama
menggunakan kata-kata popular dan gaya penyampaian popular pula. Tulisan yang
khusus ditujukan kepada banyak mengandung kata-kata yang banyak digunakan oleh
wanita.
Contoh:
1. Masalah adalah pertanyaan yang timbul karena adanya kesenjangan Antara
dan sollen dan das sein
2. Kalau kamu membagikan 30 kelereng kepada 5 orang temanmu, berapa
kelereng didapat oleh setiaap orang?
3. Hari ini kita akan membicarakan cara merawat wajah dengan obat-obatan
tradisional.
4. Kita harus tahu bagaimana menggunakan pupuk buatan ini. Jangan
kebanyakan dan jangan terlalu sering memakainya
5. Reaksi tubuh terhadap rangsangan pengaruh luar bagi jenis dan bangsa
ternak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor morfologi,
anatomi…….

34
Dari topik yang dikemukan serta kata-kata yang digunakan dalam kalimat
tersebut, kita dapat dengan mudah menerka siapa sasaranya. Sehubungan dengan
sasaran tulisan, harus dipergunakan kata-kata serta gaya Bahasa dan bentuk kalimat
yang sesuai. Karena itu, kita harus tahu bagaimana sifat sasaran tulisan kita: latar
belakang pendidikan, umum, profesi, dan sebagainya.

B. Definisi
Dari bab-bab terdahulu dapat disimpulkan bahwa bahsa itu seringkali bersifat serta
majemuk dalam bentuk dan maknanya. Kekaburan dan kemajemukan itu terwujud baik
dalam kalimat mauoun dalam kata-kata sebagainya unsur dasarnya. Hal ini merupakan
salah satu kelemahan Bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah, karena ilmu menuntut
persyaratan ketepatan sehingga bahsa ilmu pun harus tepat, reproduktif (seperti fotokopi).
Untuk mengatasi kemajemukan itu makna kata-kata sebagai unsur dasar Bahasa
dalam pemakainya perlu dibatasi. Pembatasan pemakaian kata dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Kata-kata konkret dengan mudah dihubungkan dengan objek sebenarnya
atau tiruan (miniatur) dan gambarnya. Tetapi kata-kata abstrak tidak melambangkan objek
yang nyata sehingga tidak dapat ditiru atau digambarkan. Dalam hal ini pembatasan hanya
mungkin dilakukan dalam bentuk contoh atau batasan verbal yang lazim disebut defenisi.
Uraian berikut akan menjelaskan beberapa jenis definisi dan bagaimana
membuatnya.
1. Pengertian dan jenis definisi
Salah satu persyaratan dalam penulisan karangan ilmiah ialah pemakaian kata-
kata secara ejek (konsisten), baik mengenai bentuk maupun maknanya. Persyaratan
itu timbul karena‖sifat bawaan‖ Bahasa yang rumit dan tidak tepat. Lebih-lebih
mengenai hubungan kata dan maknanya.
Untuk menjaga keajekan itu, perlu kita menetapkan arti kata atau istilah yang
kita pergunakan. Menetapkan arti kata berarti membatasi pemakaian kata itu. Arti
yang sudah ditetapkan itu disebut batasan kata yang lazim disebut definisi.
Definisi merupakan persyaratan yang tepat mengenai arti suatu kata atau
konsep. Definisi yang baik akan menunjukkan batsab-batasan pengertian suatu kata
secara tepat dan jelas.
Sehubungan dengan defenisi- kerena yang didefinisikan ialah kata/konsep –
perlu dipahami dulu pengertian konsep dan kata. Konsep adalah pengertian yang
disimpulkan secara umum atau (abstraksi) dengan mengamati persamaan yang

35
terdapat diantara sejumlah gejala. Misalnya konsep ―bujur sangkar‖ adalah hasil
abstraksi dari pengamatan terhadap sejumlah bujur sangkar. Konsep itu mencakup
ciri- ciri yang sama, yaitu suatu bidang datar tertutup, bersisi empat, keempat sisinya
sama panjang. Pembentukan konsep itu dapat digambarkan sebagai berikut:
Bidang datar/tertutup

Empat sisi/semua sisi sama panjang

Kata adalah unsur bahasa yang melambangkkan suatu objek atau konsep. Kata
konkret melambangkan objek (referenya berupa objek) dan kata abstrak
melambangkan konsep (referennya konsep).
Jadi, mendefenisikan suatu kata berarti membatasi objek atau konsep yang
dilambangkan oleh kata tersebut. Caranya bermacam- macam. Dalam bagian ini
akan dijelaskan beberapa diantaranya
Berdasarkan sumbernya, defenisi dapat dikelompokan sebagai defenisi umum,
ilmiah, dan persona. Defenisi umum mencakup defenisi nominal dan defenisi formal;
sedangkan defenisi personal yaitu defenisi yang disusun sesuai dengan pendapat
pribadi penulis. Dari pengertian defenisi operasional dapat dikelompokan sebagai
defenisi personal. Menurut unsur pembentuknya, defenisi ada yang berbentuk satu
kata, satu kalimat, dan suatu paragraf atau lebih. Selanjutnya, menurut isinya satu
defenisi dapat berupa defenisi sinonim/ antonim, defenisi negatif, defenisi dengan
contoh, defenisi dengan proses, defenisi dengan kontras/ perbandingan, defenisi
dengan klasifikasi dan diferensiasi. Agar lebih jelas maka pembahasan dalam bagian
ini akan dilakukan menurut isinya.

36
Akan tetapi, sebelum kita membicarakan macam- macam defenisi kiranya perlu
dikemukakan struktur defenisi pada umumnya. Satu defenisi selalu terdidi dari dua
bagian yang didefinisikan yang disebut definiendum dan bagaian yang
mendefinisikan yang disebut definiens.
Contoh:
Bahasa ialah alat komunikasi – yang terdiri dari lambang- lambang bunyi
I II
Bagian I merupakan definiendum (bahasa), sedangkan bagian II (alat
komunikasi...) merupakan definiens. Untuk selanjutnya istilah itu akan
dipergunakan dalam menjelaskan struktur bermacam- macam defenisi.

a. Defenisi nominal
Defenisi ini terutama digunakan dalam kamus, baik kamus satu bahasa (seperti
Kamus Umum Bahasa Indonesia) *, maupun dalam kamus dwibahasa (seperti kamus
bahasa ingris – indonesia), dan kamus etimologi.dalam defenisi ini suatu kata
dibatasi dengan kata lain yang merupakan sinonimnya (padananya), dengan
terjemahanya atau menunjukan asal katanya (etimologinya). Misalnya, kata ―Agung‖
dalam KUBI dibatasi sebagai berikut:
Agung I: besar; mulia; luhu (KUBI = 19) kata ―kelapa‖ dapat dibatasi sebagai cocos
mucifera LINN dan kata ―bhineka‖ sebagai bentuk selesai bbid (S) + ika. Jadi
dengan ringkas defenisi nominal adalah defenisi yang difeniesnnya merupakan:
1. Sinonim atau padanan difiniendum
2. Terjemahan dari bahasa lain
3. Asal usulnya
Contoh:
Ikan ialah dalam bahasa inggris disebut fisb.
Kata demokrasi diturunkan dari kata demos atau kratein
Yang dimaksut dengan tenaga ialah kekuatan.

b. Defenisi formal
Defenisi formal atau defenisi logis merupakan defenisi klasifikasi dan
diferensiasi. Di dalam defenisi ini difiniendum dikeluarkan dari genus (kelas) dan
spesiesnya.

37
Defenisi formal merupakan satu kalimat pernyataan yang terdiri dari dua ruas,
yaitu ruas difiniendum dan ruas difiniens. merupakan peraturan kedua ruas itu harus
dapat dipertukarkan tempatnya tanpa mengubah arti. Jika X= Y adalah sebuah defenisi
formal, maka pernyataan itu harus dapat diubah menjadi Y=X tanpa mengubah arti:
sama halnya dengan 9= 4 + 5 dapat diubah menjadi 4 + 5 = 9.
Contoh:
Mahasiswa = pelajar diperguruan tinggi, dapat diubah menjadi: pelajar
diperguruan tinggi = mahasiswa.

Jelas, bahwa satu defenisi formal mmpunyai: bentuk persamaan, yang berarti
ruas kiri sama dengan ruas kanan. Ruas itu berisi difiniedum dan difiniens .
perhatikan defenisi berikut:
Mahasiswa ialah pelajar diperguruan tinggi
Definiendum definiens

Di dalam defenisi formal definiens terdiri dari dua bagian pula. Definiens
‖pelajar diperguruan tinggi‖ terdiri atas ―pelajar‖ dan ―diperguruan tinggi‖ pelajar
merupakan kelas atasan mahasiswa sedang diperguruan tinggi merupakan ciri yang
membedakan mahasiswa dan siswa SLA.
Agar lebih jelas berikut ini kita bicarakan pengertian genus dan species
terlebih dahulu.
Benda- benda dan gagasan dapat dikelompokan secara sistematik. Kalau
pengelompokan ini didasarkan atas hubungan keatas kebawah, maka kitaakan
memperoleh kelas- kelas atasan dan kelas- kelas bawahan. Kelas atasan disebut genus
dan kelas bawahan adalah spesies. Kalau ini mempunyai kelas bawahan lagi, dilihat
darri bawahan genus tadi, kelas bawahan tersebut merupakan subspesies. Kedudukan
genus dan spesies itu relatif sifatnya. Dengan demikian, ditinjau dari kelas
bawahannya suatu spesies merupakan genus, dan ditinjau dari kelas atasannya genus
merupakan spesies. Bagan berikut menjelaskan perubahan kedudukan suatu kelas
dalam hubungannya dengan kelas yanga lain.

38
tumbuh-tumbuhan binatang (species) manusia

bangsa-bangsa eropa bangsa-bangsa eropa bangsa-bangsa (Subspecies)

Manusia (genus)

Bangsa-bangsa eropa bangsa bangsa asia bangsa-bangsa afrika (species)

Kelas yang luas sekali denotasinya sehingga tidak mungkin merupakan


species,disebut genus tertinggi (sumun genus),sedangkan kelas yang sangat kecil
denotasinya sehingga tidak mungkin menjadi genus, disebut species terendah (infima
species). Jadi ,defenisi‘‘ ikan ialah sejenis veterbrata yang hidup di air
,berisik,berdarah dingin ,bernapas dengan insang, badannya seperti terpedo,dan
berkembang biak dengan bertelur‘‘ dapat dijelaskansebagai berikut:

vertebrata

ikan reptilia dan seterusnya

Dari bagian atas terlihat bahwa ikan termasukgenus/kelas veterbrata.Tetapi


,yang termasuk veterbrata bukan ikan saja .untuk membedakannya dengan burung
dan reptilia misalnyaharus ditambah cirinya pembedanya yaitu hidup di air ,berisik
dan seterusnya .Ciri pembeda tersebut diferensia.

c. Defenisi Operasional
Defenisi operasioanal menunjukan kepada kita apa yang harus kita lakukan
dan bagaiman melakukanya.Apa yang diukur dan bagaimana mengukurnya .Definisi
ini kita perlukan terutama jika kita mengadakan penelitian sehubungan dengan hal-
hal yang tidak diamati dan diukur secara langsung seperti hasil belajar ,kemampuan
menalar,dan intelegensi.
Misalnya seorang petaniingin meningkatkan produksi produksi ikanya. Ia
meneliti pengaruh sejenis makanan terhadap pertumbuhan ikan piaraannya.Apa yang

39
dijadikan tolak ukurnya? Yang akan diukur dalam hal ini ialah perumbuhan
ikan.Terapi, ini belum jelas karena pertumbuhan ikan dapat ditafsirkan dengan
berbagai cara.Supaya dapat mengukur dengan tepat, maka konsep‖pertumbuhan
ikan‖ harus didefinisikan secara operasional.
Konsep itu dapat didefinisikan sebagai‖pertambahan berat rata-rata ikan
setelah diberi makanan dan waktu tertentu.‖ dari definisi itu jelas bahwa yang akan
diukur berbentuk pertambahan berat rata-rata.Alat yang diperlukan ialah
timbangan.Pertambahan berat rata-rata dihitung dari selisih antara berat setelah
diberi makanan dan waktu belum diberi makanan itu.
Satu contoh lagi.Kita ingin mengetahui apakah ada hubungan antara taraf
pendidikan orang tua dengan kemampuan berbahsa anak dibawah lima tahun.Kita
dapat saja membatasi kemampuan berbahasa itu sebagai jenis dan jumlah pola
kalimat yang sudah dikuasai atau jenis dan jumlah kosa kata yang sudah dimiliki
atau juga kedua-duanya.Hal ini bergantung pada teori, pengetahuan, sera
pengalaman kita, dan akhirnya sendiri yang menentukan apa defenisi yang sesuai
menurut pendapat dan kondisi sendiri.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa definisi operasioal lebih bersifat personal,
bukan definisi formal dan bukan pula menurut kamus.Dalam penelitian definisi ini
sangat penting, karena definisiini akan turut pula menentukan instrumen apa yang
dipakai serta bagaimana menganalisis datanya.
Beberapa contoh:
1. Kecepatan bicara ialah jumlah kata yang dapat diucapkan dalam satu satuan
waktu.
2. Kekuatan gempa yaitu angka yang ditujukan skala ricbter pada waktu
gempa terjadi.
3. Kecepatan mobil ialah rata-rata jumlah kilometer yang dapat ditempuh
dalam waktu satu jam.
4. Prestasi atlet ialah jumlah medali yang dicapainya dalam janka waktu
tertentu.
5. Pertumbuhan jasmani anak ialah pertambahan tinggi badaannya dalam
jangka waktu tertentu.

40
d. Defenisi Luas
Defenisi ini merupakan uraian panjang lebar, mungkin satu paragraf, satu bab,
atau mungkin meliputi seluruh karangan. Defenisi ini kita perlukan jika kita
berhadapana dengan suatu konsep yang rumit, yang tidak mungkin dijelaskan
dengan kalimat pendek. Konsep ―ketahanan nasional‖ misalnya, tidak akan jelas
jika hanya didefinisikan sebagai ―kemampuan dinamik suatu bangsa yang dapat
dihimpun menjadi kekuatan nasional untuk mengatasi tantangan, hambatan, dan
gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar‖. Karena itu, konsep
tersebut diberi defenisi luas. Dari defenisi itu kita dapat mengetahui perkembangan
konsep itu unsur-unsurnya, pengembangan di dalam semua aspek kehidupan bangsa
dan seterusnya.
Contoh :
Apakah kolesterol? Kolesterol adalah suatu zat esensial yang digunakan
untuk membentuk hormone, asam empedu, membran sel, dan lapisan
pelindung di sekeliling saraf. Selain itu juga masih banyak manfaat lainnya.

Substansi yang larut dalam lemak ini tidak hanya terdapat dalam darah tetapi
juga di otak, sumsum tulang belakan, dan hati. Di dalam makanan kolesterol terdapat
dalam lemak hewani, minyak, dan kuning telur.
Pada garis besarnya terdapat 3 golongan kolesterol. Semua tergolong pada
lipoprotein, suatu senyawa organik di dalam darah yang tersusun dari protein dalam
bermacam-macam substansi lemak yang tergolong dalam lipid, termasuk asam
lemak dan kolesterol.
Tiga golongan besar dari kolesterol adalah :
- High Density Lipoprotein HDL-C
- Low Density Lipoprotein (LDL-C); dan
- Very Low Density Lipoprotein (VLDL-C)
Kolesterol yang baik adalah HDL-C, terdiri dari lebih banyak protein dengan
sedikit kolesterol dan trigliserid, suatu substansi lemak yang lain.
HDL-C membantu membersihkan pembuluh-pembuluh darah. Semakin tinggi
kadar HDL-C, maka semakin sedikit kemungkinan untuk mendapat serangan
jantung. Adapun LDL-C terdiri dari sedikit protein dan sejumlah besar besar
kolesterol dan trigliserid. Begitu pula, VLDL-C mengandung sedikit sekali
protein, tetapi dengan jumlah kolesterol yang sedikit saja dan sebagaian besar

41
terdiri dari triglisterid. Kolesterol biasanya dinyatakan sebagai perbandingan
antara HDL-C/LDL-C atau HDL-C/total kolesterol.
(Dikutip dari Klinik Dokter Sadoso Bola, 14 Februari 1986)
Perhatikan bahwa defenisi mengenai kolesterol di atas merupakan uraian
tentang pengertiannya, manfaatnya, sifatnya, pengelompokannya, serta unsur-
unsurnya. Dengan demikian pembaca dapat membedakannya dengan zat lain.
Dari contoh di atas jelas bahwa defenisi luas lebih bersifat luwes dan informal
daripada defenisi-defenisi yang telah diuraikan terlebih dahulu. Namun demikian,
kerangka dasar defenisi formal, yaitu bahwa defenisi mencakup klasifikasi dan
diferensiasi, tetap dipertahankan dan dipergunakan sebagai dasar untuk
mengembangkan defenisi luas itu.
Kadang-kadanag dalam suatu defenisi luas seorang penulis menjelaskan
etimologi definiendum secara berlebihan. Yang perlu diingat ialah bahwa hal itu
dilakukan dengan sadar untuk memperjelas defenisi. Jika hal itu hanya mengaburkan
atau kita tidak yakin mengenai asal usul definiendum tersebut lebih baik tidak usah
dikemukakan.
Defenisi luas biasanya dibuat untul memperluas diferensianya. Hal itu terlihat
pada contoh di muka : paragraph kedua dan selanjutnya semuanya memaparkan
diferensia kolesterol.

e. Beberapa Jenis Defenisi Lain


Dalam usaha membatasi penegertian kata atau konsep penulis kerap kali
menggunakan cara pemberian defenisi yang tidak/ formal. Pada bagian terdahulu telah
dibahas defenisi sinonim dan defenisi luas. Berikut ini akan disajikan contoh-contoh
defenisi informal lainnya yaitu defenisi dengan pengingkaran, defenisi dengan contoh,
dan defenisi dengan pertentangan yang semuanya bersifat personal.

a. Defenisi dengan Pengingkaran (Nagasi)


Defenisi dengan pengingkaran mungkin disajikan dalam bentuk paragrap
(seperti defenisi luas, atau mungkin juga hanya terdiri atas satu kalimat).
Contoh :
Yang dimaksud dengan guru di sini bukanlah guru yang hanya
memberikan informasi dengan berceramah lalu memberikan ulangan,

42
melainkan guru sebagai organisator, fasilitator, agen pembaharuan dan
pengganti orang tua ……

Pembatasan di atas dimulai dengan pengingkaran yang diikuti dengan


identifikasi yang dimaksud. Defenisi dengan pengingkaran yang tidak diikuti
dengan penjelasan lebih lanjut tidak jelas. Perhatikan bagaimana jika defenisi
di atas tadi hanya mengemukakan pengingkaran seperti berikut :
Yang dimaksud dengan guru di sini ialah bukan guru yang hanya memberikan
informasi dengan ceramah kemudian memberikan ulangan. Bentuk
pengingkaran saja tidak dapat membatasi pengertian dengan baik.
Yang dimaksud dengan X adalah bukan N . ―Bukan N‖ tidak jelas menunjuk
kepada apa. Itulah sebabnya defenisi dengan pengingkaran perlu dijelaskan
lebih lanjut.

b. Defenisi dengan Pertentangan/Kontras

Kadang-kadang untuk memperjelas suatu istilah yang sulit kita dapat


mempertentangkannya dengan yang lain.
Contoh :
Untuk memahami desain ex-post facto sebaiknya anda mengetahui
dulu apa bedanya dengan desain eksperimental. Di dalam desain
eksperimental hubungan kausal antara variable yang diteliti dipelajari
melalui suatu perlakuan; ada variabel yang dimanipulasikan. Di dalam
desain ex-post facto hubungan kausal dipelajari-dilacak kembali-tanpa
melakukan manipulasi variabel…..

c. Defenisi dengan Contoh

Dalam hal ini suatu istilah atau konsep dijelaskan dan dibatasi maknanya
dengan sejumlah contoh.
Contoh :
Yang dimaksud dengan variabel assigned ialah variabel yang serupa
dengan ras, golongan darah, jenis kelamin, warna kulit, umur, dan
sebagainya. Variabel semacam itu tidak dapat dimanipulasikan.

43
f. Penyusunan Defenisi
Dalam bagian terdahulu telah dibahas pengertian serta ciri-ciri bermacam-
macam defenisi. Agar dapat membuatnya dengan betul, perlu kita perhatikan
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Akan tetapi, karena defenisi-
defenisi yang bersifat informal lebih bersifat informal lebih bersifat personal
dan tidak terlalu terikat, maka pada bagian berikut kita hanya akan
membicarakan persyaratan defenisi nominal, formal, operasional, dan luas.
a. Defenisi Nominal
Pada bagian terdahulu telah dibahas bahwa defeniens pada defenisi
nominal meruapakan kata lain (padanan atau terjemahan ) definiendum.
Jelasnya, defenisi nominal dibentuk dengan cara sebagai berikut :
1) Dengan memberikan asal kata (etimologi) definiendum, Misalnya,
―antropologi‖ berasal dari kata Latin anthropos yang berarti
‗manusia‘ dan logos yang berarti ‗ilmu‘.
2) Dengan memberikan pandanan atau sinonim definiendum, Misalnya,
―Motivasi intrinsik ialah dorongan yang datang dari dalam‖
3) Dengan memberikan kata popular yang dikenal oleh khalayak ramai
untuk definiendum yang berupa kata kajian.
Contoh: ―Cocos nucifera LINN ialah yang lazim dikenal sebagai pohon
kelapa‖.
a. Dengan memberikan terjemahan dalam bahasa lain, Misalnya,
―Kesenjangan ialah gap‖, ―Kendala ialah constraint‖, ―Canggih ialah
sopbisticated‖.

b. Defenisi Formal
Defenisi formal disusun per genus et differentia. Kata atau konsep
yang akan didefenisikan (definiendum) diklasifikasikan ke dalam
genusnya (proses klasifikasi), kemudian ditunjukkan ciri-ciri pembela
(diferensia) yang ada pada definiendum (proses diferensiasi).
Contoh:
Definiendum Definiens
genus diferensia
SPG lembaga pendidikan - mendidik calon pegajar SD kejuruan
guru orang - mengajar

44
pematung artis - seni rupa
linguis ilmuwan - bahasa

Agar kita dapat membuat defenisi formal dengan baik, perlu kita perhatikan
hal-hal berikut :
1) Definiendum dan definiens harus bersifat koterminus, artinya harus saling
menutup (tumpang tindih). Dengan demikian, definiens harus sama luas
dengan definiendum; tidak boleh terlalu luas atau terlalu sempit untuk
definiendum.
Defenisi ―gergaji ialah alat pemotong yang terbuat dari lempengan baja‖
merupakan defenisi yang terlalu luas, karena ciri ―terbuat dari lempengan baja‖
juga memasukkan pisau, parang, pedang, dan sebagainya. Sebaliknya, defenisi
―lemari ialah tempat menyimpan pakaian‖ merupakan defenisi yang sempit
karena definiens hanya memasukkan lemari pakaian saja.
2) Definiens tidak boleh merupakan sinonim/padanan kata, terjemahan, bentuk
popular, asal-usul(etimologi)kata, atau mengulangi definiendum.
3) Definiens harus dinyatakan dengan kata-kata yang jelas, tidak boleh berbentuk
kiasan seperti pada ―Penderitaan ialah neraka dunia‖.
4) Definiendum dan definiens harus konvertibel (convertible), artinya dapat
dipertukarkan tempatnya. Dengan demikian definiendum dan definiens harus
sama/identic nilainya. Perhatikan definisi: ―Guru ialah manusia‖, tidak dapat
dipertukarkan menjadi ―Manusia ialah guru‖. Manusia tidak sama nilainya
dengan guru.

45
46
BAB IV

EJAAN DAN TANDA BACA

A. Penulisan Ejaan

Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan


bagaimana antarhubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan peng-
gambungannya dalam suatu bahasa). Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan ialah
penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca (Arifin, 2008: 164). Ejaan
adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana ucapan atau apa yang dilisankan oleh
seseorang ditulis dengan perantara lambang-lambang atau gambar-gambar bunyi.
Ejaan yang Disempurnakan adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun
1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak 1972 sampai saat ini ialah Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan atau dikenal dengan singkatan EYD. EYD diresmikan
pemakaiannya sejak Agustus tahun 1972 berdasarkan Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 57 Tahun 1972. Dilihat dari usianya, implementasi EYD dalam penulisan
sudah cukup lama karena lebih dari tiga dasawarsa. Namun, kenyataanya menunjukkan
bahwa sampai saat ini masih sering dijumpai tulisan yang tidak taat asas atau menyimpang
dari ketentuan yang telah ditetapkan.

a. Pemakaian Huruf Kapital

Terdapat 15 cara pemakaian huruf kapital. Dalam penulisan karya tulis ilmiah,
sering terjadi penyimpangan pemakaian huruf kapital terutama yang berkaitan
dengan penulisan nama orang serta galar dan pangkat, hal-hal geografis, hari-hari
besar atau peristiwa bersejarah, nama badan atau lembaga, judul dan singkatan.
Dalam buku pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD), huruf
kapital dipakai dalam hal berikut ini:
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata awal kalimat.
Contoh:
Kenaikan bahan pokok disebabkan oleh kelangkaan BBM.

46
Bencana tanah longsor (landslide) merupakan bencana yang cukup sering
terjadi di Indonesia.
Pada contoh di atas, huruf K dan B adalah huruf pertama pada awal
kalimat, sehingga huruf K dan B harus menggunakan huruf kapital.
2. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Contoh:
Naira menasihatkan, ―Jangan lewat di tempat itu, Nak?‖
―Kemarin engkau terlambat,‖ katanya.
Pada contoh di atas, kalimat dalam tanda petik merupakan petikan langsung atau
pernyataan langsung dari seseorang, biasanya petikan langsung ditulis dalam cerita
rekaan atau berita di media cetak, sehingga huruf pertamanya harus menggunakan
hufuf kapital.
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang ber-hubungan

dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.

Contoh:
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-nya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.

Pada contoh di atas, kata –Nya, -Mu, Engkau merupakan kata ganti untuk
tuhan,n sehingga huruf pertamanya harus menggunakan huruf kapital.
Setiap mengaji anak TPA selalu membawa Al-Quran.

Pada contoh di atas, Al-Quran merupakan nama kitab suci dari agama Islam,
sehingga setiap awal unsur katanya harus menggunakan huruf kapital.
4. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama gelar
kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh:
Mahaputra Yamin

Pada contoh di atas, mahaputra merupakan nama gelar kehormatan, dan kata
mahaputra diikuti nama orang yaitu Yamin, sehingga huruf pertama harus
menggunakan huruf kapital.

47
Pangeran Charles

Pada contoh di atas, pangeran merupakan nama gelar keturunan dan kata
pangeran diikuti nama orang yaitu Charles, sehingga huruf pertama nama gelar harus
menggunakan huruf kapital.

Ustad Solmed

Pada contoh di atas, ustad merupakan nama gelar keagamaan dan kata ustad
diikuti nama orang yaitu Solmed, sehingga huruf pertama nama gelar harus
menggunakan huruf kapital.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Contoh:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini dia pergi naik haji.
Pada contoh di atas, nama gelar sultan tidak diikuti nama orang, sehingga huruf
pertama nama gelar tidak menggunakan huruf kapital.
5. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan

dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama

orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.

Contoh:
Menteri Pendidikan RI M. Muhajir mengunjungi sekolah darurat di
Jakarta.
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada contoh di atas, presiden merupakan nama jabatan sesorang dan diikuti
nama orang yaitu Susilo Bambang Yudhoyono, sehingga huruf pertama nama
jabatan harus menggunakan huruf kapital.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pang-kat
yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.
Contoh:
Kakaknya baru saja diangkat menjadi gubernur di daerahnya.
Siapa gubernur yang baru dilantik itu?

48
Pada contoh di atas, nama jabatan gubernur tidak diikuti nama orang, sehingga
huruf pertama nama jabatan tidak digunakan huruf kapital.
6. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama
orang.
Contoh:
Aliffya Khalifa Sakhi
Mayyuka Reforika
Pada contoh di atas, nama Mayyuka Reforika terdiri dari 2 unsur, yaitu
Mayyuka dan Reforika. Kedua unsur ini harus diawali dengan huruf kapital.
Demikian juga nama yang panjang, yang terdiri dari banyak unsur, seperti Endang
Usmawati Panca Putri Otnawsu, setiap kata harus diawali dengan huruf kapital atau
huruf besar.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang di-gunakan
sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Contoh:
mesin diesel
10 volt
5 ampere
Pada contoh di atas, diesel adalah nama penemu, yang dijadikan nama mesin
yang ditemukannya, tetapi tidak diawali dengan huruf kapital karena sudah menjadi
nama jenis barang yang lazim digunakan.
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa.
Contoh:
bangsa Indonesia
Pada contoh di atas, kata Indonesia merupakan nama bangsa, sehingga huruf
pertamanya harus menggunakan huruf kapital.
Ecih lahir di Jawa Barat.
Pada contoh di atas, kata Jawa Barat merupakan nama propinsi, sehingga huruf
pertamanya harus menggunakan huruf kapital.
Yuka pintar berbahasa Mandarin.
Pada contoh di atas, kata Mandarin merupakan nama bahasa dari negara Cina,
sehingga huruf pertamnya harus menggunakan huruf kapital.

49
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan
bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Contoh:
mengindonesiakan kata asing.
keinggris-inggrisan.
Pada contoh di atas, kata Indonesia sebagai nama bangsa, mendapatkan imbuhan
dan akhiran sehingga membentuk kata kerja. Jadi, huruf i pada kata Indonesia tidak
menggunakan huruf kapital.
8. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama pada tahun, bulan,
hari, hari raya, dan peristiwa bersejarah.
Contoh:

Sepupu saya menikah pada bulan November.


Pada contoh di atas, kata November merupakan nama bulan, sehingga huruf
pertamanya harus menggunakan huruf kapital.
Hari Rabu kami akan pergi ke Lampung Barat.
Pada contoh di atas, kata Rabu merupakan nama hari, sehingga huruf
pertamanya harus menggunakan huruf kapital.
Bulan depan hari raya Idul Adha.
Pada contoh di atas, kata Idul Adha merupakan hari raya, sehingga huruf
pertamanya harus menggunakan huruf kapital.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak
dipakai sebagai nama.
Contoh:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
9. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama geografis.

Contoh:
Indonesia memiliki tempat wisata yang tak kalah dengan luar negeri,
salah satunya Raja Empat di Papua.
Saya akan mengunjungi Pulau Komodo.
Pada contoh di atas, kata Pulau Komodo merupakan nama geografis atau daerah
yang terletak di Nusa Tenggara Timur, sehingga huruf pertamanya harus
menggunakan huruf kapital.

50
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografis yang tidak
menjadi unsur nama diri.
Contoh:
Kapal itu akan melewati teluk.
Pada contoh di atas, kata teluk tidak menjadi unsur nama diri, sehingga hu-ruf t
pada kata teluk menggunakan huruf kecil.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografis yang
digunakan sebagai nama jenis.
Contoh:
kacang bogor
gula jawa
garam inggris
Pada contoh di atas, kata bogor merupakan nama jenis dari kacang, yang berasal
dari Bogor, sehingga huruf pertama pada kata bogor harus menggunakan huruf kecil.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga
pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata
seperti dan.
Contoh:
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
Pada contoh di atas, merupakan nama lembaga pemerintahan dan pada awal
katanya harus menggunakan huruf kapital, kecuali untuk kata dan tidak diawali
dengan huruf kapital, karena kata dan merupakan kata hubung.
11. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama setiap un- sur
bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pe-merintahan
dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Contoh:
Garis-Garis Besar Haluan Negara
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
Pada contoh di atas, merupakan kata ulang sempurna berupa nama lembaga,
sehingga setiap unsurnya diawali dengan huruf kapital.
12. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama semua kata
(termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, ma-jalah,
surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan
untuk yang tidak terletak pada posisi awal.

51
Contoh:
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Gunakan referensi sebanyak-banyaknya, salah satunya adalah Penggunaan
Ejaan yang Disempurnakan edisi terbaru.
Pada contoh di atas, kalimat bercetak miring merupakan judul dari sebuah
majalah, sehingga setiap awal kata ditulis dengan huruf kapital, karena kata dan
merupakan kata hubung.
13. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pe-nunjuk
hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang
dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Contoh:
―Kekurangannya besok saja ya Om‖ Kata Ami.
―Kapan Bapak berangkat?‖ Tanya Harto.
Pada contoh di atas, kata bapak digunakan dalam kalimat sapa, sehingga huruf
pertamanya harus menggunakan huruf kapital.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Contoh:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya belum berkeluarga.
14. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama unsur sing-katan
nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Contoh:
Dr. doktor
M.A. master of art
S.H. sarjana hukum
Prof. profesor
Tn. tuan
Ny. nyonya
Sdr. Saudara
Dr. Prabowo akan mencalonkan diri kembali dalam Pilpres 2014.

52
15. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Contoh:
Surat Anda telah kami terima.
Sudahkah Anda tahu berita yang sedang beredar mengenai BBM?

b. Pemakaian Huruf Miring

1. Huruf miring digunakan untuk menuliskan nama buku atau sebuah kalimat.
Contoh :
Cerita kasih tak sampai, Siti Nurbaya, novel karya Marah Rusli
yang melegenda
2. Huruf miring digunakan untuk menuliskan judul buku di daftar pustaka
dalam sebuah karya ilmiah.
Contoh :
 Tampubolon, D.P. 1087. Kemampuan Membaca, Teknik
Membaca Efektif dan Efisien. Bandung
3. Huruf miring digunakan untuk menuliskan nama ilmiah dan nama latin
dalam kalimat
Contoh :
 Oriza Sativa adalah nama ilmiah tumbuhan padi.
4. Huruf miring ditulis untuk nama majalah, surat kabar, dan film
Contoh :
Majalah Katini dan Femina sangat populer di kalangan wanita.
Film kartun si unyil, dengan tokoh pak Raden sangat populer di
tahun 1980-an.
5. Huruf miring digunakan menuliskan alamat website atau sebuah link di
dalam kalimat
Contoh :
Untuk mencari berbagai informasi yang mudah dan cepat, anda
dapat mencarinya di kamus listrik pintar yang
bernama www.google.com

53
c. Pemakaian Huruf Tebal

Penggunaan huruf tebal dalam laporan atau karya ilmiah digunakan untuk
menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang/
simbol, daftar pustaka, indeks, dan lampiran.
 Judul : Pengaruh Minat Baca Terhadap Prestasi Mahasiswa
 Bab :
BAB I PENDAHULUAN
BAB II DASAR TEORI
BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
 Daftar dan lampiran:
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SIMBOL
DAFTAR PUSTAKA
INDEKS
LAMPIRAN

d. Penulisan Kata

Kesalahan penulisan kata yang diatur di dalam EYD dan sering dijumpai dalam
penulisan ilmiah, antara lain, penulisan kata berimbuhan, penulisan kata depan, dan
penulisan kata gabung. Begitu pula, kesalahan penulisan partikel per dan pun sering
dijumpai dalam tulisan ilmiah.
1. Penulisan Gabungan kata
a. kata majemuk ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar
mata kuliah
kambing hitam

54
b. Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahan pengertian dapat
ditulis dengan menambahkan tanda hubung di antara unsur-unsurnya
untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
anak-istri Ali
anak istri-Ali
ibu-bapak kami
ibu bapak-kami
c. Gabungan kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis serangkai.
Misalnya:
apalagi daripada
bagaimana darmabakti
barangkali purnawirawan
beasiswa antarkota
belasungkawa pancasila
bilamana sukacita
hulubalang kacamata
d. bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
dilipatgandakan
menggarisbawahi
menyebarluaskan
penghancurleburan

e. Penulisan Kata Depan

Kata depan di dan ke di tulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di
dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada
dan daripada.
Misalnya:
a. Baju itu berada di dalam lemari.
b. Mereka mengajar di kota
c. Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
d. Seluruh mahasiswa berangkat ke lokasi penelitian.

55
B. Pemakaian Tanda Baca

Tanda baca merupakan salah satu hal yang penting dalam bahasa tulis.Oleh karena
itu, penggunaannya harus tepat. Tanda baca juga dapat disebut sebagai lambang-lambang
tulisan yang dipergunakan oleh penulis untuk melambangkan berbagai aspek bahasa lisan,
yang bukan bunyi-bunyi bahasa (fonem)

a. Tanda Titik
1. Tanda Titik
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat berita.
Contoh:
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam satu bagan, ikhtisar,
atau daftar.
Contoh:
1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menu
jukkan jangka waktu.
Contoh:
Pukul 14.30.05 (pukul 2 lewat 30 menit 05 detik)
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan jangka waktu.
Contoh:
5.32.22 (5 jam, 32 menit, 22 detik)
5. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Contoh:
Badudu, J.J. 1985. Membina Bahasa Indonesia. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

56
Alwi, Hasan. dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
6. (a) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Contoh:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Korban bencana banjir dan longsor mencapai 1.523 jiwa.
(b) tanda titik tidak dipakai pada akhir untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Contoh:
Ia lahir pada tahun 1999 di Sumatera Utara.
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan
atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Contoh:
Data Pegawai Negeri Sipil Lampung
Acara Kunjungan Adam Malik
8. Tanda titik tidak dipakai dibelakang alamat pengirim dan tanggal surat atau
nama dan alamat penerima surat.
Contoh:
Jalan Prof. Soemantri Brojonegoro 1
Bandar Lampung
8 Juli 1989

b. Tanda Koma (,)


1 Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan.
Contoh:
Peralatan yang harus dibawa ketika ujian tes berlangsung adalah
membawa papan ujian, pensil, penghapus, dan pena.
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
serta berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, sedangkan atau
melainkan.
Contoh:
Saya ingin datang, tetapi tidak ada motor.

57
Wanita yang datang kemarin ternyata bukan Cylla melainkan
kembarannya.
3. (a) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Contoh:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
(b) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anaak kalimat dari induk
kalimat jika anak kalimat itu mengiringi innduk kalimat.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar-kalimat
yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi,
lagi pula, meskipun, begitu, dan akan tetapi.
Contoh:
....oleh karena itu, kita harus berjaga-jaga.
....jadi, soalnya tidak semudah itu.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti, o, ya, wah, aduh, kasihan,
dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
Contoh:
Wah, indah sekli pantai ini.
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat.
Contoh:
Kata Ayah, ―Kapan kita ke Medan lagi?‖
―Saya gembira sekali,‖ kata ibu, ―karena kamu lulus.‖
7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat,
(iii) tempat dan tanggal, (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan.

58
Contoh:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas HKBP Nommensen, Jalan
Sangnaualuh No.4, Sumatera Utara.
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunan-nya
dalam daftar pustaka.
Contoh:
Keraf, Gorys. 1993. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.
9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Contoh:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang
(Yogyakarta: UP Indonesia. 1967), hlm.4
10.Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik Contoh:
B. Simatupang, S.T.
Ny. Zainem, M.A.
11.Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen
yang dinyatakan dengan angka.
Contoh:
18,8 m
Rp 12,50
12.Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi.
Contoh:
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, meng-
ikuti latihan paduan suara.

c. Tanda titik dua (:)

a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti
rangkaian atau pemerian.
Contoh:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan
lemari.

59
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan: hidup atau
mati.
b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan
pemerian.
Contoh:
1. Ketua : Ahmad Wijaya
Tempat : Ruang Sidang Nusantara
Pembawa Acara : Bambang S.
Hari, tanggal : Selasa, 28 Oktober 2008
Waktu : 09.00-10.30
c. Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : "Bawa kopor ini, Nak!"
Amir : "Baik, Bu."
Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!"
d. Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) bab dan
ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama
kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
Yesaya 1:5
Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen Nusantara
Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat
Bahasa

60
BAB V

KALIMAT EFEKTIF

A. Pendahuluan

Tujuan tulis-menulis atau karang-mengarang adlah untuk mengungkapkan fakta-


fakta, perasaan, sikap dan isi pikiran secara jelas dan efektif, kepada para pembaca. Sebab
itu ada beberapa persoalan yang harus diperhatikan untuk mencapai penulisan yang efektif,
misalnya pertama-tama pengarang harus mempunyai suatu obyek yang ingin dibicarakan;
bila ia sudah menemukan obyek itu, maka ia harus memikirkan dan merenungkan gagasan
atau idenyaa secara jelas, kemudian mengembangkan gagasan-gagasan utamanya secara
segar, jelas dan terperinci.
Semuanya ini merupakan bentuk-bentuk pertama dalam gagasan pengarang.
Langkaah kedua adalah ia harus menuangkannya dalam bantuk-bentuk kalimat, yaitu
dalam bantuk kalimat yang baik sehingga mereka membacanya sanggup mengadakan
penghayatan kembali sejelas dan sesegar sebagai pada waktu gagasan-gagasan itu pertama
kali muncul dalam pikiran pengarang. Bila kalimat-kalimat itu sanggup menciptakan daya
khayal dalam diri pembaca atau pendengar seperti atau sekurang-kurangnya mendekati apa
yang dibayangkan oleh pengarang, maka dapatlah dikatakan bahwa kalimat-kalimat yang
mendukung gagasan itu sudah cukup efektif, cukup baik menjalankan tugasnya.
Kalimat merupakan suatu bentuk bahasa yang mencoba menyusun dan menuangkan
gagasan seseorang secara terbuka untuk dikomunikasikan kepada oranglain. Tetapi apakah
dengan menguasai pola-pola kalimat suatu bahasa seseorang sudah merasa yakin bahwa ia
telah menguasai bahasa itu dengan baik?
Dalam komunikasi sehari-hari, kita memerlukan bahasa sebagai medium, karena ia
memberikan kemugkinan yang sangat luas bila dibandingkan dengan cara-cara lain,
misalnya gerak-gerik, isyarat-isyarat dengan bendera atau panji, asap, dan sebagainya.
Bhasa seebagai medium kominikasi hanya akan bermanfaat sebaik-baiknya bila ia dikuasai
oleh mereka yang masuk dalam lingkaran komunikasi tersebut. Penguasaan bahasa
dengan demikian tidak saja mencakup persoalan penguasaan kaidah-kaidah atau pola-pola
sintaksis bahasa itu, tetapi juga mencakup beberapa aspek lainya.

61
Aspek-aspek penguasaan bahasa meliputi:
1. Penguasaan secara aktif sejumlah besar perbendaharaan kata (kosa kata) bahasa
tersebut.
2. Penguasaan kaidah-kaidah sintaksis bahasa itu secara aktif.
3. Kemampuan menemukan gaya yang paling cocok untuk menyampaikan gagasan-
gagasan.
4. Tingkat penalaran (logika) yang dimiliki seseorang.
Dalam bab ini sama sekali tidak dibicarakan pembentukan kalimat berdasarkan
kaidah-kaidah bahasa. Untuk sementara dianggap kita semua sudah tahu tentang segi-segi
sintaksis bahasa. Dalam bab ini khusus akan diberikan uraian mengenai kalimat kalimat
ditinjau dari segi komposisi dan retorika yang mengenai kalimat yang efektif.
Dengan mempergunakan kedua syarat pertama diatas, sudah dapat di harapkan
bahwa kita sudah bisa berkomunikasi dengan mempergunakan bahasa itu. Namun
penguasaan kaidah sintaksis kosa kata saja, belum memungkinkan kita mempergunakan
bahasa kita dengan hidup dan segar. Sebab itu diperlukan syarat-syarat lain agar bahasa
kita (dalam bentuk kecilnya berupa kalimat) dpat dirasakan hidup, segar, mudah
ditangkap dan dipahami. Bila kalimat-kalimat kita sudah memiliki kemampuan ini, maka
kalimat-kalimat itu dapat disebut sebagai kalimat yang efektif.
Sebuah kalimat yang efektif mempersoalkan bagaimana ia dapat mewakili secara
tepat isi pikiran atau perasaan pengarang, bagaimana ia dapat mewakilinya secara segar,
dan sanggup menarik perhatian pembaca dan pendengar terhadap apa yang dibicarakan.
Kalimat yang efektif memilki kemampuan atau tenaga untuk menimbulkan kembali
gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca identik dengan apa yang dipikirkan
pembicara atau penulis. Disamping itu kalimat yang efektif selalu tetap berusaha agar
gagasan pokok selalu mendapat tekanan atau penonjolan dalam pikiran pembaca atau
pendengar.
Jadi yang dimaksud dengan kalimat yang efektif adalah kslimat yang memenuhi
syarat-syarat berikut:
1. Secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis
2. Sangup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau
pembaca sepertii yang dipikirkan pembicara atau penulis.
Bila kedua syarat ini dipenuhi maka tidak mungkin akan terjadi salah paham antara
mereka yang terlibat dalam komunikasi.

62
Sebab itu, seperti yang sudah dikemukakan diatas, di samping kerangka-kerangka
sintaksis dan kosa kata, kita memerlukan syarat-syarat lain untuk dapat menciptakan
kalimat yang efektif. Syarat-syarat lain tersebut akan mencakup pula masalah kegaya-
bahasaan dan penalaran. Syarat-syarat tersebut dapat diperinci lagi atas; kesatuan gagasan,
koherensi yang kompak, penekanan, variasi, paralelisme, dan penalaran. Berikut akan
disajikan satu per satu.
1. Kesatuan Gagasan
Setiap kalimat yang baik harus jelas memperhatikan kesatuan gagasan, mengandung
satu ide pokok. Dalam laju alimat tidak boleh diadakan perubahan dari satu kesatuan
gagasan kepada kesatuan gagasan lain yang tidak ada hubungan, atau menggabungkan dua
kesatuan yang tidak mempunyai hubuungan sama sekali. Bila dua kesatuan yang tidak
mempunyai hubungan disatukan, maka akan rusak kesatuan pikiran itu.
Kesatuan gagasan janganlah pula diartikan bahwa hanya terdapat suatu ide tunggal.
Bisa terjadi bahwa kesatuan gagasan itu terbentuk dari dua gagasan pokok atau lebih.
Secara praktis sebuah kesatuan gagasan diwakili oleh sebuah subyek, predikat ± obyek.
Kesatuan yang diwakili oleh subyek, predikat ± obyek itu dapat berbentuk kesatuan
tunggal, kesatuan gabungan, kesatuan pilihan, dan kesatuan yang mengandung
pertentangan.
Contoh-contoh berikut dapat menjelaskan kesatuan gagasan tersebut, baik kesatuan
yang terpadu dan kesatuan yang tidak terpadu.

a. Yang jelas kesatuan gagasannya


Kita bisa merasakan dalam kehidupan sehari-hari, betapa emosi itu seringkali
merupakan tenaga pendorong yang amat kuat dalam tindak kehidupan kita.
(Kesatuan tunggal)
Semua penduduk desa itu mendapat penjelasan mengenai Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Kesatuan Tunggal)
Pada saat seorang sarjana harus merumuskan konsep-konsep menjadi istilah,
dengan perkataan lain pada saat ia harus membentuk istilah, kadang-kadang terasa
adanya kesulitan . (kesatuan tunggal)
Pimpinan Perguruan Tinggi sadar bahwa pelayanan kurikuler ini akan
berhasil baik nila penyempurnaan sistim perkuliahan dan tenaga pengajar disertai
dengan penyempurnaan perpustakaan, laboratorium, peralatan, gedung, dan
administrasi (Kesatuan Tunggal)

63
Dia telah meninggalkan rumahnya jam enam pagi, dan telah berangkat
dengan pesawat satu jam yang lalu. (kesatuan gabungan)
Ayah bekerja diperusahaan pengankutan itu, tetapi ia tidak senang dengan
pekerjaan itu (Kesatuan yang mengandung pertentangan)
Kamu boleh menyusul saya ke tempat itu, atau tinggal saja disini. (kesatuan
pilihan)

b. Yang tidak jelas kesatuan gagasannya

Kesatuan gagasan biasanya menjadi kabur karena kedudukan subyek atau


predikat tidak jelas, terutama karena salah menggunakan kata-kata depan. Kesalahan
lain terjadi karena kalimatnya terlalu panjang sehingga penulis atau pembicara
sendiri tidak tahu apa sebenarnya yang mau dikatakan. Coba perhatikan kalimat-
kalimat berikut, dan katakana mengapa kesatuan gagasannya tidak jelas atau kabur.
Di daerah-daerah sudah mempunyai lembaga bahasa
Di dalam pendidikan memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi antara anak
didik dan pendidik.
Dalam pendidikan juga sangat berhubungan erat kepada bahasa.
Di rumah-rumah sakit penuh sesak penderita-penderita atom yang belum mati.
Dengan adanya kenakalan anak-anak yang kadang-kadang sudah merupakan
perbuatan kriminil memerlukan perhatian yang cukup serius dari alat-alat
Negara.
Di Bali sekarang ini terkenal dengan patung-patung yang bercorak sangat
primitive
Kebutuhan akan makan oleh manusia tidak dapat menunggu sampai hari esok
Menangggapi tulisan saudara pada harian Kompas hari Kamis 27 Maret 1975
pada halaman IV kolom redaksi Yth. Mengenai TVRI Palembang yang isinya
mengungkapkan perasaan tidak puas, mual dan jengkel terhadap acara-acara
produksi TVRI Palembang, dengan tulisannya antara lain dalam menampilkan
acara TVRI Palembang tidak terlebih dahulu menganalisa acara-acara yang
diproduksinya sendiri itu, asal jadi saja.
Karena bahasa kesatuan Indonesia yang berasall dari bahasa nasionalnya.
Terhadap orang yang lebih tinggi umurnya dan aatau kedudukannya berbeda
caranya

64
Penetapan bahasa kesatuan kita, sangat mudah; pada mana, masa-masa
perjuangan, dimana rakyat Indonesia, yang etrsebar dari Sabang hingga
Merauke, yang senasib, seperjuangan serta satu cits-cita, maka karena kesadaran
tadi, disertai pemikiran, maka rakyat Indonesia menetapkan bahasa Nasional
tersebut sebagai bahasa kesatuan

2. Koherensi Yang Baik dan Kompak

Yang dimaksud dengan Kohenreni atau Kepaduanyang Baik dan Kompak adalah
hubungan timbal-balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata)
yang membentuk kalimat itu. Bagaimana hubungan antara subyek dan predikat, anatar
predikat dan obyek, serta keterangan-keterangan lain yang menjelaskan tiap-tiap unsur
pokok tadi.
Setiap bahasa memiliki kaidah-kaodah tersendiri bagaimana mengurutkan gagasan-
gagasan tersebut. Ada bagian-bagian kalimat yang memiliki hubungan yang lebih erat
sehingga tidak boleh dipisahkan, ada yang lebih renggang kedudukannya sehingga boleh
ditempatkan dimana saja, asal jangan disisipkan antara kata-kata atau kelompok kata yang
rapat hubungannya. Kesalahan yang seringkali juga merusakkan koherensi adalah
menempatkan kata depan, kata penghubung yang tidak sesuai atau tidak pada tempatnya,
penempatan keterangan aspek yang tidak sesuai dan sebagainya.
Sebagai sudah dikatakan di atas, bilamana gagasan yang tidak berhubungan satu
sama lain disatukan, maka selain merusak kesatuan pikiran, juga akan merusak koherensi
kalimat yang bersangkutan. Dalam kesatuan pikiran lebih ditekankan adanya isi pikiran,
sedangkan dalam koherensilebih ditekankansegi struktur, atau interrelasi antara kata-kata
yang menduduki sebuah tugas dalam kalimat. Sebab itu bisa terjadi vahwa sebuah kalimat
dapat mengandung sebuah kesatuan pikiran, namun koherensinya tidak baik.
a. Koherensi rusak karena tempat kata dalam kalimat tidak sesuai dengan pola
kalimat.
BAIK : adik saya yang paling kecil memukul anjing di kebun
kemarin pagi, dengan sekuat tenaganya.
TIDAK BAIK : adik saya yang palinng kecil memukul dengan sekuat
tenaganya kemarin pagi di kebun anjing Anjing
kemarin pagi dikebun adik saya memukul dengan
sekuat tenaga. Demikian pula pemisahan saya yang

65
paling kecil dari kata adik juga akan merusak
koherensi kelompok kata dalam kalimat.
b. Kapaduan sebuah kalimat akan rusak pula karena salah mempergunakan kata-kata
depan, kata penghubung, dan sebagainya.
Interasksi antara perkembangan kepribadian dan perkembangan penguasaan
bahasa menentukan bagi pola kepribadian yang sedang berkembang (tanpa bagi).
Sejak lahir manusia memiliki jiwa untuk melawan kekejaman alam, atau kepada
pihak lain karena merasa dirinya lebih kuat (tanpa kepada).
Walaupun segi kepariwisataan telah memberi lapangan kerja kepada penduduk
Bali dan telah mendorong pada sektor seni lukis, seni pahat dan kerajinan lainnya,
namun mita mulai merasakan aspek-aspek negative daripada perkembangan ini
(tanpa pada, sedangkan daripada sebaiknya dari)
Pola kesalahan semacam ini sering sekali terjadi, terutama bila kita menghadapi
bentuk-bentuk yang mirip:
Benar Salah
Membahayakan Negara membahayakan bagi Negara
Berbahaya bagi Negara
Membicarakan suatu masalah Membicarakan tentang suatu….
Berbicara tentang suatu masalah
Mengharapkan belas kasihan Mengharapkan akan belas kasihan
Berharap belas kasihan
Menceritakan peristiwa itu Menceritakan tentang peristiwa itu
Bercerita tentang peristiwa itu
Saling membantu Saling bantu membantu
Bantu membantu.
c. Kesalahan lain yang dapat merusak koherensi adalah pemakaian kata, baik karena
merangkaikan dua kata yang maknanya tidak tumpang tindih, atau hakekatnya
mengandung kontradiksi.
Banyak para peninjau yang menyatakan bahwa perang yang sedang berlangsung
itu merupakan Perang dunia di Timur Tengah (atau banyak peninjau ; makna
banyak dan para tidak tumpang tindih)
Sampai tahun 1952 banyak penjahat-penjahat perang Jerman yang dilepaskan
dan diampuni dosanya (banyak penjahat)

66
Demi untuk kpentingan sauudara sendiri , saudara dilarang merokok (demi
kepentingan atau untuk kepentingan)
Sering kita membuat suatu kesalahan-kesalahan yang tidak kita sadari (suatu
kesalahan atau kesalahan-kesalahan)
Merangkaikan dua kata yang sinonim masih mungkin; agar supaya saudara
lulus, belajarlah dengan rajin.
d. Suatu corak kesalahan yang lain yang sering dilakukan sehubungan dengan
persoalan koherensi atau kepaduan kalimat adalah salah menempatkan keterangan
aspek (sudah, telah, akan, belum, dsb) pada kata kerja tanggap
Saya sudah membaca buku itu hingga tamat (baik)
Saya sudah baca buku itu hingga tamat (baik)
Saya sudah baca buku itu hingga tamat (kurang baik, bahasa cakapan)
Jadi: saya baca, kau pukul, kami lihat, dsb. Sebagai bentuk tanggap yang tidak
boleh diselingi keterangan apapun, karena hubungan keduanya sangat mesra.

3. Penekanan

Inti pikiran yang terkandung dalam tiap kalimat (gagasan utama) haruslah dibedakan
dari sebuah kata yang dipentingkan. Gagasan utama kalimat tetap didukung oleh subyek,
dan predikat sedangkan unsure yang dipentingkan dapat bergeser dari suatu kata ke kata
yang lain. Kata yang dipentingkan harus mendapat tekanan atau harus lebih ditonjolkan
dari unsur-unsur yang lain. Dalam bahasa lisan kita dapat mempergunakan tekanan, gerak-
gerik dan sebagainya untuk member tekanan pada sebuah kata. Dalam bahasa tulisan hal
ini tidak mungkin dilakukan. Namun masih terdapat bebrapa cara yang dapat dipergunakan
untuk memberi penekanan itu, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan.

Cara-cara tersebut adalah:

a. Mengubah posisi dalam kalimat


Sebagai prinsip yang dapat dikatakan bahwa semua kata yang ditempatka pada
awal kalimat adalah kata yang dipentingkan. Berdasarkan prinsip tersebut, untuk
mencapai efek yang diinginkan sebuah kalimat dapat dirubah-rubah strukturnya
dengan menempatkan sebuah kata yang dipentingkan pada awal kalimat.
Kami berharap pada kesempatan lain kiita dapat membicarakan lagi soal ini.

67
Kalimat di atas menunjukkan bahwa kata yang dipentingkan adalah kami (
berharap), bukan yang lain-lain. Disamping kami, kita dapat memberi penekanan
pada kata-kata lainnya; harap, pada kesempatan lain kita, soal ini. Kata-kata tersebut
dapat ditempatkan pada awal kalimat , dengan konsekuensi bahwa kalimat di atas
bisa mengalami perubahan strukturnya, asal isinya tidak berubah.
Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita biacarakan lagi pada kesempatan
lain
Pada kesempatan lain kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini
Kita dapat membicarakan lagi soal ini pada kesempatan lain demikian harapan
kami
Soal ini dapat kita bicarakan pada kesempatan lain, demikian harapan kami.
b. Mempergunakan repetisi
Repetisi adalah pengulangan sebuah kata yang dianggap penting dalam sebuah
kalimat.
Harapan kita demikianlah dan demikian pula harapan setiap pejuang.
Kemajuannya menyangkut kemajuan di segala bidang, kemajuan kesadaran
politik, kesadaran bermasyarakat, kesadaran berekonomi, kesadaran
berkebudayaan, dan kesadaran beragama.
Memang, dalam penglihtan saya, bahasa Indonesia merupakan suatu alat yaitu
alat untuk komunikasi. Dalam hubungan antara suami dan istri, antara
orangtua dan anak, antara komandan dan anak buah, antara guru dan murid,
antara pemerintah dan rakyat, antara sesama warga masyarakat pastilah
diperlukan bahasa sebagai alat komunikasi.

c. Pertentangan
Pertentangan dapat pula dipergunakan untuk menekan suatu gagasan. Kita bisa
saja mengatakan secara langsung hal-hal berikut dengan konsekuensi bahwa tidak
terdapat penekanan:
Anak itu rajin dan jujur.
Ia menghendaki perbaikan yang menyeluruh di perusahaan itu
Agar kata rajin dan jujur serta menghendaki perbaikan yang menyeluruh dapat
lebih ditonjolkan, maka kedua gagasan itu ditempatkan dalam suatu posisi
pertentangan, misalnya:
Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur

68
Ia tidak menghendaki perbaikan yang bersifat tambal sulam, tetapi perbaikan
yang menyeluruh di perusahaan itu.
Perhatikan juga contoh-contoh lain dibawah ini:
Kita tidak menghendaki sastra yang merupakan pidato-kecap berisi propaganda
politik tertentu. Tetapi kita tidak pula menghendaki adalah sastra yang tanpa
konsepsi. Yang kita kehendaki adalah sastra yang dikehendaki oleh rakyat,
yakni sastra yang benra-benar bertumpu pada problematic rakyat sendiri, yang
berjiwa pancasila dan melaksanakan amanat Penderitaan Rakyat
Sebenarnya yang ingin disampaikan adalah amanat dalam kalimat terakhir.
Namun supaya amanat itu lebih ditonjolkan maka diperlukan dua kalimat yang
mengandung pertentangan.

d. Partikel Penekanan
Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa partikel yang berfungsi untuk
menonjolkan sebuah kata atau ide dalam sebuah kalimat. Partikel-partikel yang
dimaksud adalah : lah, pun, kah, yang oleh kebanyakan tatabahasa disebut imbuhan.
Saudaralah yang harus bertanggungjawab dalam soal itu
Bapaklah yang harus lebih dahulu memberi contoh
Ia pun mencoba mendekatkan kedua belah pihak daam suatu perbandingan
Kami pun turut dalam kegiatan itu
Rakyatlah yang harus menanggung akibat kekotoran dalam permainan
manipulasi uang rakyat itu?
Benarkah seperti apa yang dikatakannya itu?
Tolonglah dia, pasti sia segera selesai

4. Variasi
Variasi merupakan suatu upaya yang bertolak belakang dengan repetisi. Repetisi
atau pengulangan sebuah kata untuk memperoleh efek penekanan, lebih banyak
menekankan kesamaan bentuk. Pemakaian bentuk yang sama secara berlebihan akan
menghambarkan selera pendengar atau pembaca. Sebab itu ada upaya lain yang bekerja
berlawanan dengan repetisi yaitu variasi. Variasi tidak lain daripada menganeka-ragamkan
bentuk-bentuk bahasa agar tetap terpelihara minat dan perhatian orang.

69
Variasi dalam kalimat dapat diperoleh dengan beberapa macam cara, yaitu:
a. Variasi sinonim kata
Variasi berupa sinonim kata, atau penjelasan-penjelasan yang berbentuk
kelompok kata-kata pada hakekatnya tidak merubah isi dari yang akan
disampaikan.
Dari renungan itulah penyair menemukan suatu makna, suatu realitas yang
baru, suatu kebenaran yang menjadi ide sentral yang menjiwai seluruh puisi
(BKI).
Seribu puspa di taman bunga seribu wangi menyegar cita (BKI)
Pengertian makna, realitas yang baru dan kebenaran merupakan hal yang sama
diperoleh penyair dalam renungannya itu.
Demikian pula puspa dan wangi sebenarnya menyatakan hal yang sama.
b. Variasi panjang pendeknya kalimat
Variasi dalam panjang pendeknya struktur kalimat yang akan mencerminkan
dengan jelas pikiran pengarang, serta pilihan yang tepat dari struktur
panjangnya sebuah kalimat dapat member tekanan pada bagian-bagian yang
diinginkan. Bila kita menghadapi kalimat atau rangkaian kalimat panjang yang
identik strukturnya, maka itu merupakan pertanda bahwa kalimat tersebut
kurang baik diagrap, serta pikiran pengarang sendiri tidak jelas.
Perhatikan variasi pengarang pendek kalimat dalam contoh berikut:
Saudara J.U.Nasution memberikan alas an untuk menolak sajak tersebut
dengan mengutarakan bahwa ouisi itu tidak mengikuti logika puisi, pada
malam lebaran tidak ada bulan. Sebenarnya tak perlu kita bawa logika puisi
untuk menolak puisi tersebut. Penciptaan puisi memang bukanlah hanya dapat
melambangkan banyak hal. Tetapi pernyataan itu juga harus intensif, yang
dengan sendirinya dapat menimbulkan kesan kepada pembaca, dan kesan
yang timbul bukan karena peneliti pernah mengalami hal yang sama atau
mengetahui jiwa penyair atau situasi penyair waktu menciptakan sajak itu
bukanlah suatu puisi yang baik. Dia juga harus memberi sesuatu kepada
manusia dan yang diberikan sesuatu yang berharga (BKI)
Bila kita perinci fragmen di atas maka kalimat pertama mengandung 23 kata
(nama orang dihitung 1 kata). Sedangkan kalimat-kalimat selanjutnya berturut-
turut terdiri dari : 11 kata, 9 kata, 37 kata, 15 kata, dan 16 kata. Ternyata fragmen
ini tidak membosankan, karena cukup mengandung variasi .

70
c. Variasi penggunaan bentuk me- dan di-
Pemakaian bentuk gramatikal yang samadalam beberapa kalimat berturut-turut
juga dapat menimbulkan kelesuan. Sebab itu haruslah dicari variasi pemakaian
bentuk gramatikal, terutama dalam mempergunakan bentuk-bentuk kata kerja
yang mengandung prefiks me- dan di-.
Perhatikan kutipan berikut:
Seorang ahli Inggris yang duduk dalam Team Penelitian dan Pengembangan
Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia pernah mengemukakan bahwa di daerah-
daerah yang luas tetapi tipis penduduknya serta kurang aktivitas ekonominya,
seyogianya pemerintah tidak membangun pelabuhan samudra. Namun
pemerintah tidak membangun memutuskan demikian.
Memang, cukup mengendorkan semangat kalau kita melihat keadaan di Nusa
Tenggara (Tidak termasuk Bali dan Lombok) yang tetap „tidur nyenyak‟
meskipun pemerintah sudah membangun banyak fasilitas pengangkutan laut serta
udara.
Kutipan diatas akan dirasakan lain kalau dibuat variasi seperti dibawah ini:
Seorang ahli Inggris yang duduk dalam Team Penelitian dan Pengembangan
Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia pernah mengemukakan bahwa di daerah-
daerah yang luas tetapi tipis penduduknya serta kurang aktivitas ekonominya,
seyogianya tidak dibangun pelabuhan samudra. Namun pemerintah tidak
memutuskan demikian. Memang, cukup mengendorkan semangat kalau kita
melihat keadaan di Nusa Tenggara (Tidak termasuk Bali dan Lombok) yang tetap
„tidur nyenyak‟ meskipun pemerintah sudah dibangun.

d. Variasi dengan merubah posisi dalam kalimat


Variasi dengan merubah posisi dalam kalimat sebenarnya mempunyai sangkut
paut juga dengan penekanan dalam kalimat. (lihat 4a)
Bagaimana saudara membuat variasi kalimat berikut dengan memberi tekanan
pada kata-kata yang terdapat dalam kurung:
Di bidang angkutan udara MNA mempergunakan pesawat Twin Otter yang
harganya tiga kali lebih mahal dari harga Dakota, karena beberapa
keunggulannya. (pergunakan; MNA; pesawat Twin Otter; harganya tiga kali
lebih mahal; karena beberapa keunggulannya)

71
Pelaksaan bantuan hokum di Negara kita, yang dilaksanakan atas dasar
peraturan peninggalan zaman penjajahan dahulu sifatnya sangat terbatas. (di
Negara kita; peraturan peninggalan zaman penjajahan; sifatnya sangat terbatas)
.
5. Paralelisme
Bila variasi struktur kalimat merupakan suatu alat yang baik untuk menonjolkan
gagasan sentral, maka paralelisme juga menempatkan gagasan-gagasan yang sama penting
dan fungsinya ke dalam suatu struktur/kontruksi gramatikal yang sama. Bila salah satu dari
gagasan itu di tempatkan dalam suatu struktur kata benda, maka kata-kata atau kelompok-
kelompok kata yang lain yang menduduki fungsi yang sama harus juga ditempatkan dalam
struktur kata benda; bila yang satunya ditempatkan dalam kata kerja, maka yang lain-
lainnya juga harus ditempatkan dalam struktur kata kerja.
Paralelisme atau kesejajaran bentuk membantu member kejelasan dalam unsur
gramatikal dengan mempertahankan bagian-bagian yang sederajat dalam konstruksi yang
sama.
Perhatikanlah kutipan berikut:
Apabila pelaksanaan pembangunan lima tahun kita jadikan titik-tolak, maka
menonjollah pokok yang minta perhatian dan pemecahan. Reorganisasi administrasi
departemen-departemen. Ini yang pertama. Masalah pokok yang lain yang menonjol
ialah pemborosan dan penyelewengan. Ketiga karena masalah pembangunan
ekonomi yang kita jadikan titik-tolak, maka kita ingin juga mengemukakan factor
lain. Yaitu bagaimana memobilisir potensi nasional secara maksimal dalam
partisipasi pembangunan ini (Kompas)
Bila kita perhatikan kutipan di atas tampak bahwa reorganisasi administrasi ,
pemborosan dan penyelewengan serta mobilitas potensi nasional merupakan masalah
pokok yang mempunyai hubungan satu sama lain. Dengan mempergunakan konstruksi
yang paralel ketiganya dapat di hubungkan secara mesra, serta akan memberi tekanan yang
lebih jelas pada ketiga-tiganya.
BAIK : Reorganisasi administrasi departemen-departemen; penghentian
pemborosan dan penyelewengan-penyelewangan, serta mobilisasi
potensi-potensi nasional, merupakan masalah-masalah pokok yang
meminta perhatian kita. (semuanya kata benda)
BAIK : Mereorganisir administrasi departemen-departemen menghentikan
pemborosan dan penyelewengan- penyelewengan, serta memobilisir

72
potensi-potensi nasional, merupakan masalah-masalah pokok yang meminta
perhatian pemerintah kita. (semuanya kata kerja).
SALAH : Reorganisasi administrasi departemen-departemen menghentikan
pemborosan dan penyelewengan- penyelewengan, serta mobilisasi
potensi-potensi nasional, merupakan masalah-masalah pokok yang
meminta perhatian pemerintah kita
BAIK : Tahap terakhir dari penyelesaian gedung itu adalah: pengecatan seluruh
temboknya, pemasangan penerangan, pengujian sistim pembagian air, dan
pengaturan tata ruangnya. ( atau: mengecat…., memasang…., menguji….,
mengatur….).
SALAH : Tahap terakhir dari penyelesaian gedung itu adalah: pengecatan seluruh
temboknya, memasang penerangan, pengujian sistim pembagian air, dan
pengaturan tata ruangnya.

6. Penalaran atau Logika


Struktur gramatikal yang baik bukan merupakan tujuan dalam komunikasi, tetapi
sekadar merupakan suatu alat untuk merangkaikan sebuah pikiran atau maksud dengan
sejelas-jelasnya. Disamping itu dalam sebuah kehidupan sehari-hari kita mengalami
kenyataan-kenyataan yang menunjukkan bahwa ada anggota masyrakat yang dapat
mengungkapkan pendapat dan isi pikirannya dengan teratur, tanpa mempelajari secara
khusus struktur gramatikal suatu bahasa. Berarti ada unsur lain yang harus diperhitungkan
dalam pemakaian suatu bahsa. Unsur lain ini adalah segi penalaran atau logika. Jalan
pikiran pembicara turut menentukan baik tidaknya kalimat seseorang, mudah tidaknya
dapat dipahami.
Yang dimaksud dengan jalan pikiran adalah suatu proses berpikir yang berusaha
untuk menghubung-hubungkan evidensi-evidensi menuju kepada suatu kesimpulan yang
masuk akal. Ini berarti kalimat yang diucapkan harus bisa dipertanggung-jawabkan dari
segi akal yang sehat atau singkatnya harus sesuai dengan penalaran. Bahasa tidak bisa
lepas dari penalaran.
Tulisan-tulisan yang jelas dan terarah merupakan perwujudan dari berpikir logis.
Perhatikan kalimat-kalimat berikut. Tiap bagian kalimat (klausa) dapat dimengerti, namun
penyatuannya menimbulkan hal yang tidak bisa atau sulit diterima akal:
Orang itu mengerjakan sawah-ladangnya dengan sekuat tenaga

73
Karena mahasiswa-mahasiswa Indonesia harus menggarap suatu karya ilmiah
sebelum dinyatakan lulus dari suatu Perguruan Tinggi
Dia mengatakan pada saya bahwa ia telah lulus, tetapi anjng itu tidak mau
mengikuti pemerintah pemburu itu.
Untuk memberikan suatu uraian tentang hubungan bahasa dan logika, dan untuk
menjamin agar kalimat-kalimat tidak bertentangan dengan segi penalaran pada umumnya,
maka di bawah ini secara singkat akan diuraikan beberapa hal dasar tentang proses berpikir
logis itu.
a. Definisi (batasan)
Definisi atau batasan yang tepat merupakan kunci-kunci dari ciri berpikir yang
logis, dan dengan demikian juga menjadi ciri-ciri menulis yang logis. Tiap pembaca
ingin mengetahui bagaimana batasan arti dari suatu istilah sebelum ia melangkah
lebih jauh untuk memahami maknanya. Tidak adanya kesepakatan mengenai arti dari
sesuatu hal, biasanya menimbulkan salah paham. Sebab itu setiap istilah atau kata
harus mengandung pengertian yang sama bagi siapapun. Untuk itu perlu diberikan
batasan yang jelas dan tepat untuk setiap istilah, sehingga tulisan itu akan mendapat
landasan yang kuat dan tak dapat dibantah.
1. Definisi berupa sinonim kata
Definisi berupa sinonim kata adalah pembatasan pengertian sebuah kata dengan
memberikan sinonim atau kata-kata yang bersamaan artinya dengan kata yang
akan dijelaskan. Misalnya kita membatasi pengertian pendidikan dengan
pengajaran, dan pengertian kemerdekaan dengan kebebasan. Walaupun batasan
ini tidak terlalu member hasil yang memuaskan, namun dalam banyak hal,
terutama untuk tujuan praktis, sangat menolong, terutama mengenai istilah-
istilah teknis atau istilah yang masih kurang dikenal.
2. Definisi berdasarkan etimologi
Definisi berupa etimologi (asal-usul kata) adalah suatu variasi lain dari definisi
di atas yang berusaha membatasi pengertian sebuah kata dengan mengikuti jejak
etimologi dan arti yang asli hingga arti yang sekarang. Tujuan definisi ini adalah
usaha untuk menunjukkan bahwa istilah itu tidak hanya mengandung pengertian
yang sekarang saja. Misalnya :
Referendum : Referendum berasal dari kata Latin re + ferre yang berarti
membawa kembali. Referendum berarti sesuatu yang harus dibawa kembali, hal

74
yang harus diajukan kembali (untuk dipertimbangkan, disetujuinya dan
sebagainya).
Sebagai istilah politik kata ini berarti hal mengajukan sesuatu persoalan secara
langsung kepada para pemilih (=rakyat yang mempunyai hak pilih) dengan
maksud mengetahui pendapat mereka sehubungan dengan sesuatu undang-
undang yang diusulkan. Yang mengajukan sesuatu persoalan itu ialah penguasa;
secara langsung kepada para pemilih (=rkyat yang mempunyai hak pilih) berarti
bahwapersoalan itu tidak diajukan kepada wakil-wakil rakyat di parlemen yang
di pilih oleh rakyat, tetapi langsung kepada rakyat sendiri (kompas, 3-12-69)
Bahaya : Berasal dari kata Sansekerta bhaya, n. yang berarti ketakutan,
kedasyatan kecemasan; sesuatu yang mendatangkan bencana, kecelakaan,
kesengsaraan, dsb. Kata bhaya sendiri lebih jauh berakar pada kata kerj bhi yang
berarti takut. Pada waktu kata bhaya diterima dalam bahasa melayu, terjadilah
penyisipan bunyi /a/ antara /b/ dan /h/ sehingga menjadi kata bahaya. Gejala
semacam ini tampak pula pada kata: bahasa. (dari Sansekerta; bhasa f.) bahagia
(dari kata Sansekerta : bhagya a ), dsb
Kedua macam definisi diatas (yaitu definisi sinonim kata dan definisi
berdasarkan etimologi kata) bersifat nominal.
1. Definisi formal atau riil, atau disebut juga definisi logis
Logika merupakan dasar bagi semua definisi yang tepat dan cermat.
Definisi formal (riil atau definisi logis) adalah suatu cara untuk membatasi
pengertian suatu istilah dengan membedakan genusnya dan mengadakan
diferensiasinya. Dengan demikian bila kita menyebut kata definisi, maka
yang pertama-tama dimaksudkan adalah pengertian definisi ini. Definisi
istilah yang bertolak dari prinsip-prinsip nalar.
Karena definisi formal merupakan usaha member pengertian dengan
membedakan genus dan menyebut diferensiasi suatu kata, maka pertama-
tama sebuah kata harus ditempatkan dalam kelasnya atau genusnya. Proses
ini disebut klasifikasi. Semakin sempit kelas yang dimasuki suatu benda
atau hal, semakin baik definisi kata itu. Misalnya :
Pokokkelas/genus
1. Gergajiadalahsemacam alat pemotong
2. Permadaniadalahsemacam alat penutup lantai

75
3. Bedil adalah semacam senjata (kurang jelas, karena kelasnya terlalu
luas) Bedil adalah semacam senjata api (lebih jelas, karena kelasnya
lebih sempit)
4. Bisadalahsemacam alat pengangkutan (lebih kabur)

Walaupun senjata dan alat pengangkutan adalah suatu klasifikasi yang baik bagi
bedil dan bis, tetapi untuk kejelasan definisi kata senjata dan alat pengangkutan mencakup
terlalu banyak anggota. Dalam kelas senjata termasuk anggota-anggota; pisau, lembing,
panah, busur, kampak, bedil, pistol dan sebagainya. Bia disebut senjata api, maka
anggotanya lebih sedikit; bedil, meriam, pistol. Demikian pula alat pengangkutan bisa
mencakup keanggotaan; sedan, bis, truk, kreta api, gerobak, kapal laut, pesawat terbang,
perahu, rakit, kud, unta, dsb. Tetapi bila disebut alat pengangkutan darat beroda maka
hanya sebagian saja dari nama-nama yang disebut diatas.
Jadi semakin sempit kelas yang dimasuki semakin baik definisinya. Langkah yang
kedua untuk melengkapi definisi formal secara sempurna adalah mengadakan
diferensiasinya. Yang dimaksud dengan diferensiasinya adalah menyebut cirri-ciri yang
membedakan kata tadi dari anggota-anggota sekelasnya. Pada umumnya semua kata, entah
konkrit atau abstrak dapat dimasukkan dalam kelas-kelas tertentu, dengan pengertian
bahwa lebih mudah untuk menemukan kelas bagi kata-kata benda konkrit daripada kata
enda abstrak. Misalnya

Pokok Kelas/genus Diferensiasi

1. Gergaji adalah Alat pemotong Dengan daun dari lebaran baja :

yang tipis, dengan suatu baris

gerigi pada salah satu atau kedua

tepinya

2. Permadani adalah Alat penutup lantai Terbuat atau ditenun dari serat

3. Bis adalah Alat pengangkutan Yang digunakan untuk

darat beroda pengangkuta umum dan bisa

memutar sekitar 20-50

penumpang

76
Agar sesbuah definisi formal itu baik maka harus diperhatikan pula syarat-syarat
berikut berikut:
A. Kata yang didefinisikan dan bagian yang mendefisikan harus bersifat parallel,
yaitu kedua bagian itu harus sama bobotnya. Karena kedua bagian itu sama dan
identik (A = B), maka harus dihindari kata-kata: dimana, bila, atau kalau dalam
sebuah definisi
SALAH : Debat adalah bila dua orang atau pihak mempertahankan dengan
bukti-bukti tentang sesuatu hal dalam suatu diskusi yang terarur
BENAR : Debat adalah diskusiyang teratur tentang sesuatu hal antara dua
pihak atau lebih
SALAH : Rumah adalah di mana orang-orang tinggal
BENAR : Rumah adalah tempat tinggal manusia yang dibuat
B. Kata yang didefinisikan itu tidak boleh menjadi bagian dari yang
mendefinisikan. Begitu pula tidak boleh mempergunakan sinonimnya.
SALAH : Cepat adalah berlakunya langkah atau gerak yang lekas-lekas
BENAR : Cepat adalah suatu gerak yang terjadi dalam suatu waktu yang
singkat
C. Yang mendefinisikan harus sama nilainya (ekuivalen) dengan bagian yang
mendefinisikan
SALAH : Hamba adlah seorang manusia. Sebagai pernyataan kalimat ini
baik, tetapi sebagai definisi kalimat ini tidak baik karena nilainya
tidak sama: hamba tidak sama pengertiannya dengan seorang
manusia
BAIK : Hamba adalah manusia milik orang lain
D. Bagian yang mendefinisikan tidak boleh bersifat negative
Misalnya : Kursi adalah adat rumah tangga yang bukan meja. Piyama adalah
pakaian yang tidak boleh dipakai untuk resepsi

4. Definisi Luas
Banyak kata terutama kata-kata abstrak seperti; propaganda, demokrasi,
kebijakan, agama, kemerdekaan, keadilan, dsb. Sukar sekali dibatasi degan
mempergunakan satu kalimat. Kata-kata tersebut menghendaki lebih banyak
keterangan daripada apa yang diperlukan oleh define formal.

77
Kita dapat membatasi pengertian demokrasi parlemeter misalnya dengan bentuk
pemerintahan yang kekuasaan politiknya berada di tangan rakyat dan oleh rakyat
diberi kepada wakil-wakil yang dipilihnya. Batasan ini merupakan suatu batasan
yang logis, tetapi demokrasi sebagai yang dimaksudkan tidak sama dimana-mana.
Demokrasi parlementer di Indonesia lain; Perancis lain; Belanda juga menganut
sistim demokrasi, tetapi lain sistimnya.
Sebab itu bila hendak menerangkan arti kata itu untuk umum, kita harus
memberikan ilustrasi dengan membuat bandingan, bukan saja dengan sistim
pemerintahan yang lain, tetapi juga dengan bentuk demokrasi yang lain seperti yang
terdapat di Negara-negara lain, atau dengan bentuk demokrasi pada waktu-waktu
lampau. Perluasan yang demikian dari suatu definsi formal sebagai dasar, disebut
definisi luas. Suatu definisi luas dapat terdiri dari suatu alinea panjang, suatu artikel ,
malahan kadang-kadang terdiri dari suatu buku besar yang berates-ratus halaman
panjangnya.
a. Generalisasi
Generalisasi merupakan suatu pernyataan yang mengatakan bahwa apa yang
benar mengenai beberapa hal yang semacam, adalah benar atau berlaku pula
untuk kebanyakan dari peristiwa atau hal yang sama.
Umumnya pengetahuan kita dibentuk dengan cara ini. Dalam kehidupan
sehari-hari kita mengalami banyak peristiwa (fenomen, fenomena) yang
mengandung kesamaan. Berdasarkan gejala ini kita lalu mengambil kesimpulan
bahwa barang-barang lain yang belum kita selidiki, tetapi memilki sifat-sift yang
serupa. Tanpa generalisasi pengalaman-pengalaman hanya akan merupakan
akumulasi fakta-fakta yang terpisah satu deari yang lain.
Misalnya, dalam pengalaman kita yang pertama, ketika sepotong besi
dimasukkan dalam api, ternyata volumenya membesar. Pengalaman-pengalaman
selanjutnya dengan : tembaga, kuningan, emas, perak dan aluminium
memperlihatkan hal-hal yang sama seperti besi, yakni : volumenya memuai.
Berdasarkan kenyataan lain bahwa semua barang yang dikemukakan di atas
adalah logam, maka kita membuat sebuah kesimpulan yang bersifat generalisasi
: semua logam yang memuai bila dipanaskan. Demikian pula sebuah kesimpulan
yang menyatakan: minum kopi pada sore hari, menyebabkan seorang tidak dapat
tidur pada malam hari, dapat merupakan sebuah generalisasi yang didasarkan
atas pengalaman-pengalaman tertentu pada beberapa sore yang berlainan.

78
Generalisasi adalah sebuah proses yangberpikir yang esensil. Tanpa
generalisasi, tidak aka ada evaluasi terhadap pengalaman-pengalaman. Perhatika
apakah peritiwa-peristiwa yang dipakai cukup banyak dan meyakinkan. Bila
barang dipakaisebagai dasar generalisasi tidak relevan, maka generalisasi akan
pincang, akan ditolak oleh akal sehat.
Misalnya contoh berikut mengandung bahaya yang semacam itu:

PERISTIWA A : saudari saya menabrak seorang anak kecil di depan


rumah kemarin pagi
PERISTIWA B : ketika pulang dari belanja, Nyonya Ali menabrak pintu
garasinya
PERISTIWA C : Tiang lampu di pinggir jalan itu tumbang ditambrak
oleh seorang gadis yang mengendarai sedan merah.
Generalisasi : Wanita tidak bisa menyetir mobil.

―Generalisasi di atas tidak meyakinkan karena faktanya terlalu kurang.‖


Untuk bertindak jujur kepada pembaca atau pendengar, serta dapat
mempertahankan pernyataan-pernyataan kita terhadap pendapat orang lain,
maka janganlah membuat generalisasi bila tidak dierkuat dengan fakta-fakta
yang cukup meyakinkan. Berapa banyaknya yang diperlukan, tergantung dari
maksud tulisan kita. Sering untuk membuktikan sesuatu hal cukup diajukan tiga
atau empat contoh, tetapi sering pula harus disertai contoh-contoh yang lebih
banyak untuk mempertahankan generalisasi itu.
Demikian pula pada waktu membuat generalisasi, agar lebih berhati-hati
mempergunakan kata-kata seperti; selalu, tidak pernah, semua, tidak ada, benar
dan salah. Generalisasi semacam ini disebut generalisasi luas. Generalisasi luas
ini sangat berbahaya, tetapi di samping itu generalisasi sempit pun mengandung
bahaya yang sama besarnya. Baik generalisasi luas maupun generalisasi sempit,
berasal dari keinginan yang sama untuk mencapai konklusi tanpa berusaha
mengumpulkan data-data.
Sebuah generalisasi yang baik seringkali berkurang nilainya karena
pemakaian kata-kata: selalu, tidak pernah, untuk menggantika kata biasanya atau
jarang.

79
Perhatikan contoh-contoh dibawah ini:
BERLEBIHAN : orang-orang yang luar biasa radikal pada masa
mudanya SELALU menjadi konservatif bila sudah
memperoleh harta dan kekuasaan.
BAIK : bahkan pemuuda-pemuda yang sangat radikal pun
tampaknya akan menjadi konservatif bila sudah
memperoleh harta dan kekuasaan
Kesimpulan
Demikianlah bila seseorang dapat menguasai beberapa syarat poko dalam
bidang gramatika atau sintaksis, belum tentu dapat menyusun suatu kalimat
yang efektif dan baik. Kalimat yang baik, efektif dan teratur mencerminkan pula
cara berpikir seseorang. Ia harus menyususn idea tau gagasannya secara teratur,
membedakan mana yang merupakan gagasan-gagasan tambahan; baru kemudian
dengan alat bahasa yang dikuasainya ia menampilkan isi pikirannya yang teratur
tadi.
Sering orang beranggapan bahwa sebuah karangan akan dinilai sebagai
karangan yang terbaik bila dijalin dalam kalimat yang panjang-panjang dan
berbelit-bellit. Ini adalah tanggapan yang keliru. Kalimat-kalimat yang pendek
kalau dipergunakan secara tepat akan lebih mengandung tenaga dari kalimat
yang panjang. Tetapi juga tidak benra bila seluruh karangan hanya dijalin oleh
kalimat-kalimat yang pendek. Tetapi bila tak dapat dihindari maka kalimat yang
panjang harus dipakai, dengan tetap memperhatikan agar gagasan utama jelas
terpancang, serta hubungan antar bagian-bagian kalimat itu, tersusun dengan
baik. Variasi antara kalimat yang panjang dan pendek akan menghilangkan
monotoni dari sebuah karangan.
Pemakaian kata sambung dan kata depan yag tepat merupakan jaminan bagi
koherensi dalam sebuah kalimat. Dan justru inilah yang sering merupakan
kelemahan-kelemahan yang terdapat pada kertas kerja mahasiswa atau pelajar.
Pada kesalahan seperti kalimat berikut sering dijumpai: pada karangan ini
menguraikan bagaimana dasar bahasa Indonesia; atau bagian mereka yang
diterima agar mengambil formulir di secretariat. Kalimat-kalimat ini dengan
mudah dapat dikoreksi apabila penulis atau pengarang memberikan perhatiannya
secara tetap tentang pemakaian kata sambung atau kata depannya. Mengapa ia
tidak menulis saja:

80
Dalam karangan ini akan diuraikan dasar-dasar bahasa Indonesia.
Diberotahukan kepada mereka yang diterima agar mengambil formulir di
sekretariat.
Walaupun di atas sudah diuraikan beberapa macam cara persyaratan yang
harus diperhatikan untuk membuat kalimat yang efektif, namun penggunaan
suatu syarat secara berlebihan juga akan menimbulkan hal yang sebaliknya.
Penekanan yang digunakan harus bervariasi; variasi-variasi kalimat penting
sekali, dan sekaligus memperlihatkan kemampuan pemakaian bahasa; gagasan
utama atau kesatuan gagasan harus jelas posisinya dalam setiap kalimat, dan
perpaduan jalinan bagian-bagian kalimat harus mematuhi kaidah-kaidah
sintaksis yang berlaku. Sebagai landasan segala-galanya bahwa semua kalimat
harus bisa diterima oleh pikiran sehat. (untuk mendapat gambaran yang lebih
jelas tentang prinsip-prinsip logika dalam pemakaian bahasa, lihat selanjutnya
Argumentasi)

81
82
BAB V

KALIMAT EFEKTIF

B. Pendahuluan

Tujuan tulis-menulis atau karang-mengarang adlah untuk mengungkapkan fakta-


fakta, perasaan, sikap dan isi pikiran secara jelas dan efektif, kepada para pembaca. Sebab
itu ada beberapa persoalan yang harus diperhatikan untuk mencapai penulisan yang efektif,
misalnya pertama-tama pengarang harus mempunyai suatu obyek yang ingin dibicarakan;
bila ia sudah menemukan obyek itu, maka ia harus memikirkan dan merenungkan gagasan
atau idenyaa secara jelas, kemudian mengembangkan gagasan-gagasan utamanya secara
segar, jelas dan terperinci.
Semuanya ini merupakan bentuk-bentuk pertama dalam gagasan pengarang.
Langkaah kedua adalah ia harus menuangkannya dalam bantuk-bentuk kalimat, yaitu
dalam bantuk kalimat yang baik sehingga mereka membacanya sanggup mengadakan
penghayatan kembali sejelas dan sesegar sebagai pada waktu gagasan-gagasan itu pertama
kali muncul dalam pikiran pengarang. Bila kalimat-kalimat itu sanggup menciptakan daya
khayal dalam diri pembaca atau pendengar seperti atau sekurang-kurangnya mendekati apa
yang dibayangkan oleh pengarang, maka dapatlah dikatakan bahwa kalimat-kalimat yang
mendukung gagasan itu sudah cukup efektif, cukup baik menjalankan tugasnya.
Kalimat merupakan suatu bentuk bahasa yang mencoba menyusun dan menuangkan
gagasan seseorang secara terbuka untuk dikomunikasikan kepada oranglain. Tetapi apakah
dengan menguasai pola-pola kalimat suatu bahasa seseorang sudah merasa yakin bahwa ia
telah menguasai bahasa itu dengan baik?
Dalam komunikasi sehari-hari, kita memerlukan bahasa sebagai medium, karena ia
memberikan kemugkinan yang sangat luas bila dibandingkan dengan cara-cara lain,
misalnya gerak-gerik, isyarat-isyarat dengan bendera atau panji, asap, dan sebagainya.
Bhasa seebagai medium kominikasi hanya akan bermanfaat sebaik-baiknya bila ia dikuasai
oleh mereka yang masuk dalam lingkaran komunikasi tersebut. Penguasaan bahasa
dengan demikian tidak saja mencakup persoalan penguasaan kaidah-kaidah atau pola-pola
sintaksis bahasa itu, tetapi juga mencakup beberapa aspek lainya.

82
Aspek-aspek penguasaan bahasa meliputi:
5. Penguasaan secara aktif sejumlah besar perbendaharaan kata (kosa kata) bahasa
tersebut.
6. Penguasaan kaidah-kaidah sintaksis bahasa itu secara aktif.
7. Kemampuan menemukan gaya yang paling cocok untuk menyampaikan gagasan-
gagasan.
8. Tingkat penalaran (logika) yang dimiliki seseorang.
Dalam bab ini sama sekali tidak dibicarakan pembentukan kalimat berdasarkan
kaidah-kaidah bahasa. Untuk sementara dianggap kita semua sudah tahu tentang segi-segi
sintaksis bahasa. Dalam bab ini khusus akan diberikan uraian mengenai kalimat kalimat
ditinjau dari segi komposisi dan retorika yang mengenai kalimat yang efektif.
Dengan mempergunakan kedua syarat pertama diatas, sudah dapat di harapkan
bahwa kita sudah bisa berkomunikasi dengan mempergunakan bahasa itu. Namun
penguasaan kaidah sintaksis kosa kata saja, belum memungkinkan kita mempergunakan
bahasa kita dengan hidup dan segar. Sebab itu diperlukan syarat-syarat lain agar bahasa
kita (dalam bentuk kecilnya berupa kalimat) dpat dirasakan hidup, segar, mudah
ditangkap dan dipahami. Bila kalimat-kalimat kita sudah memiliki kemampuan ini, maka
kalimat-kalimat itu dapat disebut sebagai kalimat yang efektif.
Sebuah kalimat yang efektif mempersoalkan bagaimana ia dapat mewakili secara
tepat isi pikiran atau perasaan pengarang, bagaimana ia dapat mewakilinya secara segar,
dan sanggup menarik perhatian pembaca dan pendengar terhadap apa yang dibicarakan.
Kalimat yang efektif memilki kemampuan atau tenaga untuk menimbulkan kembali
gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca identik dengan apa yang dipikirkan
pembicara atau penulis. Disamping itu kalimat yang efektif selalu tetap berusaha agar
gagasan pokok selalu mendapat tekanan atau penonjolan dalam pikiran pembaca atau
pendengar.
Jadi yang dimaksud dengan kalimat yang efektif adalah kslimat yang memenuhi
syarat-syarat berikut:
3. Secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis
4. Sangup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau
pembaca sepertii yang dipikirkan pembicara atau penulis.
Bila kedua syarat ini dipenuhi maka tidak mungkin akan terjadi salah paham antara
mereka yang terlibat dalam komunikasi.

83
Sebab itu, seperti yang sudah dikemukakan diatas, di samping kerangka-kerangka
sintaksis dan kosa kata, kita memerlukan syarat-syarat lain untuk dapat menciptakan
kalimat yang efektif. Syarat-syarat lain tersebut akan mencakup pula masalah kegaya-
bahasaan dan penalaran. Syarat-syarat tersebut dapat diperinci lagi atas; kesatuan gagasan,
koherensi yang kompak, penekanan, variasi, paralelisme, dan penalaran. Berikut akan
disajikan satu per satu.
7. Kesatuan Gagasan
Setiap kalimat yang baik harus jelas memperhatikan kesatuan gagasan, mengandung
satu ide pokok. Dalam laju alimat tidak boleh diadakan perubahan dari satu kesatuan
gagasan kepada kesatuan gagasan lain yang tidak ada hubungan, atau menggabungkan dua
kesatuan yang tidak mempunyai hubuungan sama sekali. Bila dua kesatuan yang tidak
mempunyai hubungan disatukan, maka akan rusak kesatuan pikiran itu.
Kesatuan gagasan janganlah pula diartikan bahwa hanya terdapat suatu ide tunggal.
Bisa terjadi bahwa kesatuan gagasan itu terbentuk dari dua gagasan pokok atau lebih.
Secara praktis sebuah kesatuan gagasan diwakili oleh sebuah subyek, predikat ± obyek.
Kesatuan yang diwakili oleh subyek, predikat ± obyek itu dapat berbentuk kesatuan
tunggal, kesatuan gabungan, kesatuan pilihan, dan kesatuan yang mengandung
pertentangan.
Contoh-contoh berikut dapat menjelaskan kesatuan gagasan tersebut, baik kesatuan
yang terpadu dan kesatuan yang tidak terpadu.

c. Yang jelas kesatuan gagasannya


Kita bisa merasakan dalam kehidupan sehari-hari, betapa emosi itu seringkali
merupakan tenaga pendorong yang amat kuat dalam tindak kehidupan kita.
(Kesatuan tunggal)
Semua penduduk desa itu mendapat penjelasan mengenai Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Kesatuan Tunggal)
Pada saat seorang sarjana harus merumuskan konsep-konsep menjadi istilah,
dengan perkataan lain pada saat ia harus membentuk istilah, kadang-kadang terasa
adanya kesulitan . (kesatuan tunggal)
Pimpinan Perguruan Tinggi sadar bahwa pelayanan kurikuler ini akan
berhasil baik nila penyempurnaan sistim perkuliahan dan tenaga pengajar disertai
dengan penyempurnaan perpustakaan, laboratorium, peralatan, gedung, dan
administrasi (Kesatuan Tunggal)

84
Dia telah meninggalkan rumahnya jam enam pagi, dan telah berangkat
dengan pesawat satu jam yang lalu. (kesatuan gabungan)
Ayah bekerja diperusahaan pengankutan itu, tetapi ia tidak senang dengan
pekerjaan itu (Kesatuan yang mengandung pertentangan)
Kamu boleh menyusul saya ke tempat itu, atau tinggal saja disini. (kesatuan
pilihan)

d. Yang tidak jelas kesatuan gagasannya

Kesatuan gagasan biasanya menjadi kabur karena kedudukan subyek atau


predikat tidak jelas, terutama karena salah menggunakan kata-kata depan. Kesalahan
lain terjadi karena kalimatnya terlalu panjang sehingga penulis atau pembicara
sendiri tidak tahu apa sebenarnya yang mau dikatakan. Coba perhatikan kalimat-
kalimat berikut, dan katakana mengapa kesatuan gagasannya tidak jelas atau kabur.
Di daerah-daerah sudah mempunyai lembaga bahasa

Di dalam pendidikan memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi antara anak

didik dan pendidik.

Dalam pendidikan juga sangat berhubungan erat kepada bahasa.

Di rumah-rumah sakit penuh sesak penderita-penderita atom yang belum mati.

Dengan adanya kenakalan anak-anak yang kadang-kadang sudah merupakan

perbuatan kriminil memerlukan perhatian yang cukup serius dari alat-alat

Negara.

Di Bali sekarang ini terkenal dengan patung-patung yang bercorak sangat

primitive

Kebutuhan akan makan oleh manusia tidak dapat menunggu sampai hari esok

Menangggapi tulisan saudara pada harian Kompas hari Kamis 27 Maret 1975

pada halaman IV kolom redaksi Yth. Mengenai TVRI Palembang yang isinya

mengungkapkan perasaan tidak puas, mual dan jengkel terhadap acara-acara

produksi TVRI Palembang, dengan tulisannya antara lain dalam menampilkan

85
acara TVRI Palembang tidak terlebih dahulu menganalisa acara-acara yang

diproduksinya sendiri itu, asal jadi saja.

Karena bahasa kesatuan Indonesia yang berasall dari bahasa nasionalnya.

Terhadap orang yang lebih tinggi umurnya dan aatau kedudukannya berbeda

caranya

Penetapan bahasa kesatuan kita, sangat mudah; pada mana, masa-masa

perjuangan, dimana rakyat Indonesia, yang etrsebar dari Sabang hingga

Merauke, yang senasib, seperjuangan serta satu cits-cita, maka karena kesadaran

tadi, disertai pemikiran, maka rakyat Indonesia menetapkan bahasa Nasional

tersebut sebagai bahasa kesatuan

8. Koherensi Yang Baik dan Kompak

Yang dimaksud dengan Kohenreni atau Kepaduanyang Baik dan Kompak adalah
hubungan timbal-balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata)
yang membentuk kalimat itu. Bagaimana hubungan antara subyek dan predikat, anatar
predikat dan obyek, serta keterangan-keterangan lain yang menjelaskan tiap-tiap unsur
pokok tadi.
Setiap bahasa memiliki kaidah-kaodah tersendiri bagaimana mengurutkan gagasan-
gagasan tersebut. Ada bagian-bagian kalimat yang memiliki hubungan yang lebih erat
sehingga tidak boleh dipisahkan, ada yang lebih renggang kedudukannya sehingga boleh
ditempatkan dimana saja, asal jangan disisipkan antara kata-kata atau kelompok kata yang
rapat hubungannya. Kesalahan yang seringkali juga merusakkan koherensi adalah
menempatkan kata depan, kata penghubung yang tidak sesuai atau tidak pada tempatnya,
penempatan keterangan aspek yang tidak sesuai dan sebagainya.
Sebagai sudah dikatakan di atas, bilamana gagasan yang tidak berhubungan satu
sama lain disatukan, maka selain merusak kesatuan pikiran, juga akan merusak koherensi
kalimat yang bersangkutan. Dalam kesatuan pikiran lebih ditekankan adanya isi pikiran,
sedangkan dalam koherensilebih ditekankansegi struktur, atau interrelasi antara kata-kata
yang menduduki sebuah tugas dalam kalimat. Sebab itu bisa terjadi vahwa sebuah kalimat
dapat mengandung sebuah kesatuan pikiran, namun koherensinya tidak baik.

86
e. Koherensi rusak karena tempat kata dalam kalimat tidak sesuai dengan pola
kalimat.
BAIK : adik saya yang paling kecil memukul anjing di kebun
kemarin pagi, dengan sekuat tenaganya.
TIDAK BAIK : adik saya yang palinng kecil memukul dengan sekuat
tenaganya kemarin pagi di kebun anjing Anjing
kemarin pagi dikebun adik saya memukul dengan
sekuat tenaga. Demikian pula pemisahan saya yang
paling kecil dari kata adik juga akan merusak
koherensi kelompok kata dalam kalimat.
f. Kapaduan sebuah kalimat akan rusak pula karena salah mempergunakan kata-kata
depan, kata penghubung, dan sebagainya.
Interasksi antara perkembangan kepribadian dan perkembangan penguasaan
bahasa menentukan bagi pola kepribadian yang sedang berkembang (tanpa bagi).
Sejak lahir manusia memiliki jiwa untuk melawan kekejaman alam, atau kepada
pihak lain karena merasa dirinya lebih kuat (tanpa kepada).
Walaupun segi kepariwisataan telah memberi lapangan kerja kepada penduduk
Bali dan telah mendorong pada sektor seni lukis, seni pahat dan kerajinan lainnya,
namun mita mulai merasakan aspek-aspek negative daripada perkembangan ini
(tanpa pada, sedangkan daripada sebaiknya dari)
Pola kesalahan semacam ini sering sekali terjadi, terutama bila kita menghadapi
bentuk-bentuk yang mirip:
Benar Salah
Membahayakan Negara membahayakan bagi Negara
Berbahaya bagi Negara
Membicarakan suatu masalah Membicarakan tentang suatu….
Berbicara tentang suatu masalah
Mengharapkan belas kasihan Mengharapkan akan belas kasihan
Berharap belas kasihan
Menceritakan peristiwa itu Menceritakan tentang peristiwa itu
Bercerita tentang peristiwa itu
Saling membantu Saling bantu membantu
Bantu membantu.

87
g. Kesalahan lain yang dapat merusak koherensi adalah pemakaian kata, baik karena
merangkaikan dua kata yang maknanya tidak tumpang tindih, atau hakekatnya
mengandung kontradiksi.
Banyak para peninjau yang menyatakan bahwa perang yang sedang berlangsung
itu merupakan Perang dunia di Timur Tengah (atau banyak peninjau ; makna
banyak dan para tidak tumpang tindih)
Sampai tahun 1952 banyak penjahat-penjahat perang Jerman yang dilepaskan
dan diampuni dosanya (banyak penjahat)
Demi untuk kpentingan sauudara sendiri , saudara dilarang merokok (demi
kepentingan atau untuk kepentingan)
Sering kita membuat suatu kesalahan-kesalahan yang tidak kita sadari (suatu
kesalahan atau kesalahan-kesalahan)
Merangkaikan dua kata yang sinonim masih mungkin; agar supaya saudara
lulus, belajarlah dengan rajin.
h. Suatu corak kesalahan yang lain yang sering dilakukan sehubungan dengan
persoalan koherensi atau kepaduan kalimat adalah salah menempatkan keterangan
aspek (sudah, telah, akan, belum, dsb) pada kata kerja tanggap
Saya sudah membaca buku itu hingga tamat (baik)
Saya sudah baca buku itu hingga tamat (baik)
Saya sudah baca buku itu hingga tamat (kurang baik, bahasa cakapan)
Jadi: saya baca, kau pukul, kami lihat, dsb. Sebagai bentuk tanggap yang tidak
boleh diselingi keterangan apapun, karena hubungan keduanya sangat mesra.

9. Penekanan

Inti pikiran yang terkandung dalam tiap kalimat (gagasan utama) haruslah dibedakan
dari sebuah kata yang dipentingkan. Gagasan utama kalimat tetap didukung oleh subyek,
dan predikat sedangkan unsure yang dipentingkan dapat bergeser dari suatu kata ke kata
yang lain. Kata yang dipentingkan harus mendapat tekanan atau harus lebih ditonjolkan
dari unsur-unsur yang lain. Dalam bahasa lisan kita dapat mempergunakan tekanan, gerak-
gerik dan sebagainya untuk member tekanan pada sebuah kata. Dalam bahasa tulisan hal
ini tidak mungkin dilakukan. Namun masih terdapat bebrapa cara yang dapat dipergunakan
untuk memberi penekanan itu, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan.

88
Cara-cara tersebut adalah:

e. Mengubah posisi dalam kalimat


Sebagai prinsip yang dapat dikatakan bahwa semua kata yang ditempatka pada
awal kalimat adalah kata yang dipentingkan. Berdasarkan prinsip tersebut, untuk
mencapai efek yang diinginkan sebuah kalimat dapat dirubah-rubah strukturnya
dengan menempatkan sebuah kata yang dipentingkan pada awal kalimat.
Kami berharap pada kesempatan lain kiita dapat membicarakan lagi soal ini.
Kalimat di atas menunjukkan bahwa kata yang dipentingkan adalah kami (
berharap), bukan yang lain-lain. Disamping kami, kita dapat memberi penekanan
pada kata-kata lainnya; harap, pada kesempatan lain kita, soal ini. Kata-kata tersebut
dapat ditempatkan pada awal kalimat , dengan konsekuensi bahwa kalimat di atas
bisa mengalami perubahan strukturnya, asal isinya tidak berubah.
Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita biacarakan lagi pada kesempatan
lain
Pada kesempatan lain kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini
Kita dapat membicarakan lagi soal ini pada kesempatan lain demikian harapan
kami
Soal ini dapat kita bicarakan pada kesempatan lain, demikian harapan kami.
f. Mempergunakan repetisi
Repetisi adalah pengulangan sebuah kata yang dianggap penting dalam sebuah
kalimat.
Harapan kita demikianlah dan demikian pula harapan setiap pejuang.
Kemajuannya menyangkut kemajuan di segala bidang, kemajuan kesadaran
politik, kesadaran bermasyarakat, kesadaran berekonomi, kesadaran
berkebudayaan, dan kesadaran beragama.
Memang, dalam penglihtan saya, bahasa Indonesia merupakan suatu alat yaitu
alat untuk komunikasi. Dalam hubungan antara suami dan istri, antara
orangtua dan anak, antara komandan dan anak buah, antara guru dan murid,
antara pemerintah dan rakyat, antara sesama warga masyarakat pastilah
diperlukan bahasa sebagai alat komunikasi.

89
g. Pertentangan
Pertentangan dapat pula dipergunakan untuk menekan suatu gagasan. Kita bisa
saja mengatakan secara langsung hal-hal berikut dengan konsekuensi bahwa tidak
terdapat penekanan:
Anak itu rajin dan jujur.
Ia menghendaki perbaikan yang menyeluruh di perusahaan itu
Agar kata rajin dan jujur serta menghendaki perbaikan yang menyeluruh dapat
lebih ditonjolkan, maka kedua gagasan itu ditempatkan dalam suatu posisi
pertentangan, misalnya:
Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur
Ia tidak menghendaki perbaikan yang bersifat tambal sulam, tetapi perbaikan
yang menyeluruh di perusahaan itu.
Perhatikan juga contoh-contoh lain dibawah ini:
Kita tidak menghendaki sastra yang merupakan pidato-kecap berisi propaganda
politik tertentu. Tetapi kita tidak pula menghendaki adalah sastra yang tanpa
konsepsi. Yang kita kehendaki adalah sastra yang dikehendaki oleh rakyat,
yakni sastra yang benra-benar bertumpu pada problematic rakyat sendiri, yang
berjiwa pancasila dan melaksanakan amanat Penderitaan Rakyat
Sebenarnya yang ingin disampaikan adalah amanat dalam kalimat terakhir.
Namun supaya amanat itu lebih ditonjolkan maka diperlukan dua kalimat yang
mengandung pertentangan.

h. Partikel Penekanan
Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa partikel yang berfungsi untuk
menonjolkan sebuah kata atau ide dalam sebuah kalimat. Partikel-partikel yang
dimaksud adalah : lah, pun, kah, yang oleh kebanyakan tatabahasa disebut imbuhan.
Saudaralah yang harus bertanggungjawab dalam soal itu
Bapaklah yang harus lebih dahulu memberi contoh
Ia pun mencoba mendekatkan kedua belah pihak daam suatu perbandingan
Kami pun turut dalam kegiatan itu
Rakyatlah yang harus menanggung akibat kekotoran dalam permainan
manipulasi uang rakyat itu?
Benarkah seperti apa yang dikatakannya itu?
Tolonglah dia, pasti sia segera selesai

90
10. Variasi
Variasi merupakan suatu upaya yang bertolak belakang dengan repetisi. Repetisi
atau pengulangan sebuah kata untuk memperoleh efek penekanan, lebih banyak
menekankan kesamaan bentuk. Pemakaian bentuk yang sama secara berlebihan akan
menghambarkan selera pendengar atau pembaca. Sebab itu ada upaya lain yang bekerja
berlawanan dengan repetisi yaitu variasi. Variasi tidak lain daripada menganeka-ragamkan
bentuk-bentuk bahasa agar tetap terpelihara minat dan perhatian orang.
Variasi dalam kalimat dapat diperoleh dengan beberapa macam cara, yaitu:
e. Variasi sinonim kata
Variasi berupa sinonim kata, atau penjelasan-penjelasan yang berbentuk
kelompok kata-kata pada hakekatnya tidak merubah isi dari yang akan
disampaikan.
Dari renungan itulah penyair menemukan suatu makna, suatu realitas yang
baru, suatu kebenaran yang menjadi ide sentral yang menjiwai seluruh puisi
(BKI).
Seribu puspa di taman bunga seribu wangi menyegar cita (BKI)
Pengertian makna, realitas yang baru dan kebenaran merupakan hal yang sama
diperoleh penyair dalam renungannya itu.
Demikian pula puspa dan wangi sebenarnya menyatakan hal yang sama.
f. Variasi panjang pendeknya kalimat
Variasi dalam panjang pendeknya struktur kalimat yang akan mencerminkan
dengan jelas pikiran pengarang, serta pilihan yang tepat dari struktur
panjangnya sebuah kalimat dapat member tekanan pada bagian-bagian yang
diinginkan. Bila kita menghadapi kalimat atau rangkaian kalimat panjang yang
identik strukturnya, maka itu merupakan pertanda bahwa kalimat tersebut
kurang baik diagrap, serta pikiran pengarang sendiri tidak jelas.
Perhatikan variasi pengarang pendek kalimat dalam contoh berikut:
Saudara J.U.Nasution memberikan alas an untuk menolak sajak tersebut
dengan mengutarakan bahwa ouisi itu tidak mengikuti logika puisi, pada
malam lebaran tidak ada bulan. Sebenarnya tak perlu kita bawa logika puisi
untuk menolak puisi tersebut. Penciptaan puisi memang bukanlah hanya dapat
melambangkan banyak hal. Tetapi pernyataan itu juga harus intensif, yang
dengan sendirinya dapat menimbulkan kesan kepada pembaca, dan kesan
yang timbul bukan karena peneliti pernah mengalami hal yang sama atau

91
mengetahui jiwa penyair atau situasi penyair waktu menciptakan sajak itu
bukanlah suatu puisi yang baik. Dia juga harus memberi sesuatu kepada
manusia dan yang diberikan sesuatu yang berharga (BKI)
Bila kita perinci fragmen di atas maka kalimat pertama mengandung 23 kata
(nama orang dihitung 1 kata). Sedangkan kalimat-kalimat selanjutnya berturut-
turut terdiri dari : 11 kata, 9 kata, 37 kata, 15 kata, dan 16 kata. Ternyata fragmen
ini tidak membosankan, karena cukup mengandung variasi .

g. Variasi penggunaan bentuk me- dan di-


Pemakaian bentuk gramatikal yang samadalam beberapa kalimat berturut-turut
juga dapat menimbulkan kelesuan. Sebab itu haruslah dicari variasi pemakaian
bentuk gramatikal, terutama dalam mempergunakan bentuk-bentuk kata kerja
yang mengandung prefiks me- dan di-.
Perhatikan kutipan berikut:
Seorang ahli Inggris yang duduk dalam Team Penelitian dan Pengembangan
Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia pernah mengemukakan bahwa di daerah-
daerah yang luas tetapi tipis penduduknya serta kurang aktivitas ekonominya,
seyogianya pemerintah tidak membangun pelabuhan samudra. Namun
pemerintah tidak membangun memutuskan demikian.
Memang, cukup mengendorkan semangat kalau kita melihat keadaan di Nusa
Tenggara (Tidak termasuk Bali dan Lombok) yang tetap „tidur nyenyak‟
meskipun pemerintah sudah membangun banyak fasilitas pengangkutan laut serta
udara.
Kutipan diatas akan dirasakan lain kalau dibuat variasi seperti dibawah ini:
Seorang ahli Inggris yang duduk dalam Team Penelitian dan Pengembangan
Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia pernah mengemukakan bahwa di daerah-
daerah yang luas tetapi tipis penduduknya serta kurang aktivitas ekonominya,
seyogianya tidak dibangun pelabuhan samudra. Namun pemerintah tidak
memutuskan demikian. Memang, cukup mengendorkan semangat kalau kita
melihat keadaan di Nusa Tenggara (Tidak termasuk Bali dan Lombok) yang tetap
„tidur nyenyak‟ meskipun pemerintah sudah dibangun.

92
h. Variasi dengan merubah posisi dalam kalimat
Variasi dengan merubah posisi dalam kalimat sebenarnya mempunyai sangkut
paut juga dengan penekanan dalam kalimat. (lihat 4a)
Bagaimana saudara membuat variasi kalimat berikut dengan memberi tekanan
pada kata-kata yang terdapat dalam kurung:
Di bidang angkutan udara MNA mempergunakan pesawat Twin Otter yang
harganya tiga kali lebih mahal dari harga Dakota, karena beberapa
keunggulannya. (pergunakan; MNA; pesawat Twin Otter; harganya tiga kali
lebih mahal; karena beberapa keunggulannya)
Pelaksaan bantuan hokum di Negara kita, yang dilaksanakan atas dasar
peraturan peninggalan zaman penjajahan dahulu sifatnya sangat terbatas. (di
Negara kita; peraturan peninggalan zaman penjajahan; sifatnya sangat terbatas)
.
11. Paralelisme
Bila variasi struktur kalimat merupakan suatu alat yang baik untuk menonjolkan
gagasan sentral, maka paralelisme juga menempatkan gagasan-gagasan yang sama penting
dan fungsinya ke dalam suatu struktur/kontruksi gramatikal yang sama. Bila salah satu dari
gagasan itu di tempatkan dalam suatu struktur kata benda, maka kata-kata atau kelompok-
kelompok kata yang lain yang menduduki fungsi yang sama harus juga ditempatkan dalam
struktur kata benda; bila yang satunya ditempatkan dalam kata kerja, maka yang lain-
lainnya juga harus ditempatkan dalam struktur kata kerja.
Paralelisme atau kesejajaran bentuk membantu member kejelasan dalam unsur
gramatikal dengan mempertahankan bagian-bagian yang sederajat dalam konstruksi yang
sama.
Perhatikanlah kutipan berikut:
Apabila pelaksanaan pembangunan lima tahun kita jadikan titik-tolak, maka
menonjollah pokok yang minta perhatian dan pemecahan. Reorganisasi administrasi
departemen-departemen. Ini yang pertama. Masalah pokok yang lain yang menonjol
ialah pemborosan dan penyelewengan. Ketiga karena masalah pembangunan
ekonomi yang kita jadikan titik-tolak, maka kita ingin juga mengemukakan factor
lain. Yaitu bagaimana memobilisir potensi nasional secara maksimal dalam
partisipasi pembangunan ini (Kompas)
Bila kita perhatikan kutipan di atas tampak bahwa reorganisasi administrasi ,
pemborosan dan penyelewengan serta mobilitas potensi nasional merupakan masalah

93
pokok yang mempunyai hubungan satu sama lain. Dengan mempergunakan konstruksi
yang paralel ketiganya dapat di hubungkan secara mesra, serta akan memberi tekanan yang
lebih jelas pada ketiga-tiganya.
BAIK : Reorganisasi administrasi departemen-departemen; penghentian
pemborosan dan penyelewengan-penyelewangan, serta mobilisasi
potensi-potensi nasional, merupakan masalah-masalah pokok yang
meminta perhatian kita. (semuanya kata benda)
BAIK : Mereorganisir administrasi departemen-departemen menghentikan
pemborosan dan penyelewengan- penyelewengan, serta memobilisir
potensi-potensi nasional, merupakan masalah-masalah pokok yang meminta
perhatian pemerintah kita. (semuanya kata kerja).
SALAH : Reorganisasi administrasi departemen-departemen menghentikan
pemborosan dan penyelewengan- penyelewengan, serta mobilisasi
potensi-potensi nasional, merupakan masalah-masalah pokok yang
meminta perhatian pemerintah kita
BAIK : Tahap terakhir dari penyelesaian gedung itu adalah: pengecatan seluruh
temboknya, pemasangan penerangan, pengujian sistim pembagian air,
dan pengaturan tata ruangnya. ( atau: mengecat…., memasang….,
menguji…., mengatur….).
SALAH : Tahap terakhir dari penyelesaian gedung itu adalah: pengecatan seluruh
temboknya, memasang penerangan, pengujian sistim pembagian air, dan
pengaturan tata ruangnya.

12. Penalaran atau Logika


Struktur gramatikal yang baik bukan merupakan tujuan dalam komunikasi, tetapi
sekadar merupakan suatu alat untuk merangkaikan sebuah pikiran atau maksud dengan
sejelas-jelasnya. Disamping itu dalam sebuah kehidupan sehari-hari kita mengalami
kenyataan-kenyataan yang menunjukkan bahwa ada anggota masyrakat yang dapat
mengungkapkan pendapat dan isi pikirannya dengan teratur, tanpa mempelajari secara
khusus struktur gramatikal suatu bahasa. Berarti ada unsur lain yang harus diperhitungkan
dalam pemakaian suatu bahsa. Unsur lain ini adalah segi penalaran atau logika. Jalan
pikiran pembicara turut menentukan baik tidaknya kalimat seseorang, mudah tidaknya
dapat dipahami.

94
Yang dimaksud dengan jalan pikiran adalah suatu proses berpikir yang berusaha
untuk menghubung-hubungkan evidensi-evidensi menuju kepada suatu kesimpulan yang
masuk akal. Ini berarti kalimat yang diucapkan harus bisa dipertanggung-jawabkan dari
segi akal yang sehat atau singkatnya harus sesuai dengan penalaran. Bahasa tidak bisa
lepas dari penalaran.
Tulisan-tulisan yang jelas dan terarah merupakan perwujudan dari berpikir logis.
Perhatikan kalimat-kalimat berikut. Tiap bagian kalimat (klausa) dapat dimengerti, namun
penyatuannya menimbulkan hal yang tidak bisa atau sulit diterima akal:
Orang itu mengerjakan sawah-ladangnya dengan sekuat tenaga
Karena mahasiswa-mahasiswa Indonesia harus menggarap suatu karya ilmiah
sebelum dinyatakan lulus dari suatu Perguruan Tinggi
Dia mengatakan pada saya bahwa ia telah lulus, tetapi anjng itu tidak mau
mengikuti pemerintah pemburu itu.
Untuk memberikan suatu uraian tentang hubungan bahasa dan logika, dan untuk
menjamin agar kalimat-kalimat tidak bertentangan dengan segi penalaran pada umumnya,
maka di bawah ini secara singkat akan diuraikan beberapa hal dasar tentang proses berpikir
logis itu.
b. Definisi (batasan)
Definisi atau batasan yang tepat merupakan kunci-kunci dari ciri berpikir yang
logis, dan dengan demikian juga menjadi ciri-ciri menulis yang logis. Tiap pembaca
ingin mengetahui bagaimana batasan arti dari suatu istilah sebelum ia melangkah
lebih jauh untuk memahami maknanya. Tidak adanya kesepakatan mengenai arti dari
sesuatu hal, biasanya menimbulkan salah paham. Sebab itu setiap istilah atau kata
harus mengandung pengertian yang sama bagi siapapun. Untuk itu perlu diberikan
batasan yang jelas dan tepat untuk setiap istilah, sehingga tulisan itu akan mendapat
landasan yang kuat dan tak dapat dibantah.
3. Definisi berupa sinonim kata
Definisi berupa sinonim kata adalah pembatasan pengertian sebuah kata dengan
memberikan sinonim atau kata-kata yang bersamaan artinya dengan kata yang
akan dijelaskan. Misalnya kita membatasi pengertian pendidikan dengan
pengajaran, dan pengertian kemerdekaan dengan kebebasan. Walaupun batasan
ini tidak terlalu member hasil yang memuaskan, namun dalam banyak hal,
terutama untuk tujuan praktis, sangat menolong, terutama mengenai istilah-
istilah teknis atau istilah yang masih kurang dikenal.

95
4. Definisi berdasarkan etimologi
Definisi berupa etimologi (asal-usul kata) adalah suatu variasi lain dari definisi
di atas yang berusaha membatasi pengertian sebuah kata dengan mengikuti jejak
etimologi dan arti yang asli hingga arti yang sekarang. Tujuan definisi ini adalah
usaha untuk menunjukkan bahwa istilah itu tidak hanya mengandung pengertian
yang sekarang saja. Misalnya :
Referendum : Referendum berasal dari kata Latin re + ferre yang berarti
membawa kembali. Referendum berarti sesuatu yang harus dibawa kembali, hal
yang harus diajukan kembali (untuk dipertimbangkan, disetujuinya dan
sebagainya).
Sebagai istilah politik kata ini berarti hal mengajukan sesuatu persoalan secara
langsung kepada para pemilih (=rakyat yang mempunyai hak pilih) dengan
maksud mengetahui pendapat mereka sehubungan dengan sesuatu undang-
undang yang diusulkan. Yang mengajukan sesuatu persoalan itu ialah penguasa;
secara langsung kepada para pemilih (=rkyat yang mempunyai hak pilih) berarti
bahwapersoalan itu tidak diajukan kepada wakil-wakil rakyat di parlemen yang
di pilih oleh rakyat, tetapi langsung kepada rakyat sendiri (kompas, 3-12-69)
Bahaya : Berasal dari kata Sansekerta bhaya, n. yang berarti ketakutan,
kedasyatan kecemasan; sesuatu yang mendatangkan bencana, kecelakaan,
kesengsaraan, dsb. Kata bhaya sendiri lebih jauh berakar pada kata kerj bhi yang
berarti takut. Pada waktu kata bhaya diterima dalam bahasa melayu, terjadilah
penyisipan bunyi /a/ antara /b/ dan /h/ sehingga menjadi kata bahaya. Gejala
semacam ini tampak pula pada kata: bahasa. (dari Sansekerta; bhasa f.) bahagia
(dari kata Sansekerta : bhagya a ), dsb
Kedua macam definisi diatas (yaitu definisi sinonim kata dan definisi
berdasarkan etimologi kata) bersifat nominal.
2. Definisi formal atau riil, atau disebut juga definisi logis
Logika merupakan dasar bagi semua definisi yang tepat dan cermat.
Definisi formal (riil atau definisi logis) adalah suatu cara untuk membatasi
pengertian suatu istilah dengan membedakan genusnya dan mengadakan
diferensiasinya. Dengan demikian bila kita menyebut kata definisi, maka
yang pertama-tama dimaksudkan adalah pengertian definisi ini. Definisi
istilah yang bertolak dari prinsip-prinsip nalar.

96
Karena definisi formal merupakan usaha member pengertian dengan
membedakan genus dan menyebut diferensiasi suatu kata, maka pertama-
tama sebuah kata harus ditempatkan dalam kelasnya atau genusnya. Proses
ini disebut klasifikasi. Semakin sempit kelas yang dimasuki suatu benda
atau hal, semakin baik definisi kata itu. Misalnya :
Pokokkelas/genus
5. Gergajiadalahsemacam alat pemotong
6. Permadaniadalahsemacam alat penutup lantai
7. Bedil adalah semacam senjata (kurang jelas, karena kelasnya terlalu
luas) Bedil adalah semacam senjata api (lebih jelas, karena kelasnya
lebih sempit)
8. Bisadalahsemacam alat pengangkutan (lebih kabur)

Walaupun senjata dan alat pengangkutan adalah suatu klasifikasi yang baik bagi
bedil dan bis, tetapi untuk kejelasan definisi kata senjata dan alat pengangkutan mencakup
terlalu banyak anggota. Dalam kelas senjata termasuk anggota-anggota; pisau, lembing,
panah, busur, kampak, bedil, pistol dan sebagainya. Bia disebut senjata api, maka
anggotanya lebih sedikit; bedil, meriam, pistol. Demikian pula alat pengangkutan bisa
mencakup keanggotaan; sedan, bis, truk, kreta api, gerobak, kapal laut, pesawat terbang,
perahu, rakit, kud, unta, dsb. Tetapi bila disebut alat pengangkutan darat beroda maka
hanya sebagian saja dari nama-nama yang disebut diatas.
Jadi semakin sempit kelas yang dimasuki semakin baik definisinya. Langkah yang
kedua untuk melengkapi definisi formal secara sempurna adalah mengadakan
diferensiasinya. Yang dimaksud dengan diferensiasinya adalah menyebut cirri-ciri yang
membedakan kata tadi dari anggota-anggota sekelasnya. Pada umumnya semua kata, entah
konkrit atau abstrak dapat dimasukkan dalam kelas-kelas tertentu, dengan pengertian
bahwa lebih mudah untuk menemukan kelas bagi kata-kata benda konkrit daripada kata
enda abstrak. Misalnya

Pokok Kelas/genus Diferensiasi

1. Gergaji adalah Alat pemotong Dengan daun dari lebaran baja

yang tipis, dengan suatu baris

gerigi pada salah satu atau kedua

97
2. Permadani adalah Alat penutup lantai tepinya Terbuat atau ditenun dari

serat

3. Bis adalah Alat pengangkutan darat Yang digunakan untuk

beroda pengangkuta umum dan bisa

memutar sekitar 20-50

penumpang

Agar sesbuah definisi formal itu baik maka harus diperhatikan pula syarat-syarat
berikut berikut:
E. Kata yang didefinisikan dan bagian yang mendefisikan harus bersifat parallel,
yaitu kedua bagian itu harus sama bobotnya. Karena kedua bagian itu sama dan
identik (A = B), maka harus dihindari kata-kata: dimana, bila, atau kalau dalam
sebuah definisi
SALAH : Debat adalah bila dua orang atau pihak mempertahankan dengan
bukti-bukti tentang sesuatu hal dalam suatu diskusi yang terarur
BENAR : Debat adalah diskusiyang teratur tentang sesuatu hal antara dua
pihak atau lebih
SALAH : Rumah adalah di mana orang-orang tinggal
BENAR : Rumah adalah tempat tinggal manusia yang dibuat
F. Kata yang didefinisikan itu tidak boleh menjadi bagian dari yang
mendefinisikan. Begitu pula tidak boleh mempergunakan sinonimnya.
SALAH : Cepat adalah berlakunya langkah atau gerak yang lekas-lekas
BENAR : Cepat adalah suatu gerak yang terjadi dalam suatu waktu yang
singkat
G. Yang mendefinisikan harus sama nilainya (ekuivalen) dengan bagian yang
mendefinisikan
SALAH : Hamba adlah seorang manusia. Sebagai pernyataan kalimat ini
baik, tetapi sebagai definisi kalimat ini tidak baik karena
nilainya tidak sama: hamba tidak sama pengertiannya dengan
seorang manusia
BAIK : Hamba adalah manusia milik orang lain

98
H. Bagian yang mendefinisikan tidak boleh bersifat negative
Misalnya : Kursi adalah adat rumah tangga yang bukan meja. Piyama adalah
pakaian yang tidak boleh dipakai untuk resepsi

 Definisi Luas
Banyak kata terutama kata-kata abstrak seperti; propaganda, demokrasi,
kebijakan, agama, kemerdekaan, keadilan, dsb. Sukar sekali dibatasi degan
mempergunakan satu kalimat. Kata-kata tersebut menghendaki lebih banyak
keterangan daripada apa yang diperlukan oleh define formal.
Kita dapat membatasi pengertian demokrasi parlemeter misalnya dengan bentuk
pemerintahan yang kekuasaan politiknya berada di tangan rakyat dan oleh rakyat
diberi kepada wakil-wakil yang dipilihnya. Batasan ini merupakan suatu batasan
yang logis, tetapi demokrasi sebagai yang dimaksudkan tidak sama dimana-mana.
Demokrasi parlementer di Indonesia lain; Perancis lain; Belanda juga menganut
sistim demokrasi, tetapi lain sistimnya.
Sebab itu bila hendak menerangkan arti kata itu untuk umum, kita harus
memberikan ilustrasi dengan membuat bandingan, bukan saja dengan sistim
pemerintahan yang lain, tetapi juga dengan bentuk demokrasi yang lain seperti yang
terdapat di Negara-negara lain, atau dengan bentuk demokrasi pada waktu-waktu
lampau. Perluasan yang demikian dari suatu definsi formal sebagai dasar, disebut
definisi luas. Suatu definisi luas dapat terdiri dari suatu alinea panjang, suatu artikel ,
malahan kadang-kadang terdiri dari suatu buku besar yang berates-ratus halaman
panjangnya.
b. Generalisasi
Generalisasi merupakan suatu pernyataan yang mengatakan bahwa apa yang
benar mengenai beberapa hal yang semacam, adalah benar atau berlaku pula
untuk kebanyakan dari peristiwa atau hal yang sama.
Umumnya pengetahuan kita dibentuk dengan cara ini. Dalam kehidupan
sehari-hari kita mengalami banyak peristiwa (fenomen, fenomena) yang
mengandung kesamaan. Berdasarkan gejala ini kita lalu mengambil kesimpulan
bahwa barang-barang lain yang belum kita selidiki, tetapi memilki sifat-sift yang
serupa. Tanpa generalisasi pengalaman-pengalaman hanya akan merupakan
akumulasi fakta-fakta yang terpisah satu deari yang lain.

99
Misalnya, dalam pengalaman kita yang pertama, ketika sepotong besi
dimasukkan dalam api, ternyata volumenya membesar. Pengalaman-pengalaman
selanjutnya dengan : tembaga, kuningan, emas, perak dan aluminium
memperlihatkan hal-hal yang sama seperti besi, yakni : volumenya memuai.
Berdasarkan kenyataan lain bahwa semua barang yang dikemukakan di atas
adalah logam, maka kita membuat sebuah kesimpulan yang bersifat generalisasi
: semua logam yang memuai bila dipanaskan. Demikian pula sebuah kesimpulan
yang menyatakan: minum kopi pada sore hari, menyebabkan seorang tidak dapat
tidur pada malam hari, dapat merupakan sebuah generalisasi yang didasarkan
atas pengalaman-pengalaman tertentu pada beberapa sore yang berlainan.
Generalisasi adalah sebuah proses yangberpikir yang esensil. Tanpa
generalisasi, tidak aka ada evaluasi terhadap pengalaman-pengalaman. Perhatika
apakah peritiwa-peristiwa yang dipakai cukup banyak dan meyakinkan. Bila
barang dipakaisebagai dasar generalisasi tidak relevan, maka generalisasi akan
pincang, akan ditolak oleh akal sehat.
Misalnya contoh berikut mengandung bahaya yang semacam itu:

PERISTIWA A : saudari saya menabrak seorang anak kecil di depan rumah


kemarin pagi
PERISTIWA B : ketika pulang dari belanja, Nyonya Ali menabrak pintu
garasinya
PERISTIWA C : Tiang lampu di pinggir jalan itu tumbang ditambrak oleh
seorang gadis yang mengendarai sedan merah.
Generalisasi : Wanita tidak bisa menyetir mobil.
―Generalisasi di atas tidak meyakinkan karena faktanya terlalu kurang.‖
Untuk bertindak jujur kepada pembaca atau pendengar, serta dapat
mempertahankan pernyataan-pernyataan kita terhadap pendapat orang lain,
maka janganlah membuat generalisasi bila tidak dierkuat dengan fakta-fakta
yang cukup meyakinkan. Berapa banyaknya yang diperlukan, tergantung dari
maksud tulisan kita. Sering untuk membuktikan sesuatu hal cukup diajukan tiga
atau empat contoh, tetapi sering pula harus disertai contoh-contoh yang lebih
banyak untuk mempertahankan generalisasi itu.
Demikian pula pada waktu membuat generalisasi, agar lebih berhati-hati
mempergunakan kata-kata seperti; selalu, tidak pernah, semua, tidak ada, benar

100
dan salah. Generalisasi semacam ini disebut generalisasi luas. Generalisasi luas
ini sangat berbahaya, tetapi di samping itu generalisasi sempit pun mengandung
bahaya yang sama besarnya. Baik generalisasi luas maupun generalisasi sempit,
berasal dari keinginan yang sama untuk mencapai konklusi tanpa berusaha
mengumpulkan data-data.
Sebuah generalisasi yang baik seringkali berkurang nilainya karena
pemakaian kata-kata: selalu, tidak pernah, untuk menggantika kata biasanya atau
jarang.
Perhatikan contoh-contoh dibawah ini:
BERLEBIHAN : orang-orang yang luar biasa radikal pada masa mudanya
SELALU menjadi konservatif bila sudah memperoleh
harta dan kekuasaan.
BAIK : bahkan pemuuda-pemuda yang sangat radikal pun
tampaknya akan menjadi konservatif bila sudah
memperoleh harta dan kekuasaan
Kesimpulan
Demikianlah bila seseorang dapat menguasai beberapa syarat poko dalam
bidang gramatika atau sintaksis, belum tentu dapat menyusun suatu kalimat
yang efektif dan baik. Kalimat yang baik, efektif dan teratur mencerminkan pula
cara berpikir seseorang. Ia harus menyususn idea tau gagasannya secara teratur,
membedakan mana yang merupakan gagasan-gagasan tambahan; baru kemudian
dengan alat bahasa yang dikuasainya ia menampilkan isi pikirannya yang teratur
tadi.
Sering orang beranggapan bahwa sebuah karangan akan dinilai sebagai
karangan yang terbaik bila dijalin dalam kalimat yang panjang-panjang dan
berbelit-bellit. Ini adalah tanggapan yang keliru. Kalimat-kalimat yang pendek
kalau dipergunakan secara tepat akan lebih mengandung tenaga dari kalimat
yang panjang. Tetapi juga tidak benra bila seluruh karangan hanya dijalin oleh
kalimat-kalimat yang pendek. Tetapi bila tak dapat dihindari maka kalimat yang
panjang harus dipakai, dengan tetap memperhatikan agar gagasan utama jelas
terpancang, serta hubungan antar bagian-bagian kalimat itu, tersusun dengan
baik. Variasi antara kalimat yang panjang dan pendek akan menghilangkan
monotoni dari sebuah karangan.

101
Pemakaian kata sambung dan kata depan yag tepat merupakan jaminan bagi
koherensi dalam sebuah kalimat. Dan justru inilah yang sering merupakan
kelemahan-kelemahan yang terdapat pada kertas kerja mahasiswa atau pelajar.
Pada kesalahan seperti kalimat berikut sering dijumpai: pada karangan ini
menguraikan bagaimana dasar bahasa Indonesia; atau bagian mereka yang
diterima agar mengambil formulir di secretariat. Kalimat-kalimat ini dengan
mudah dapat dikoreksi apabila penulis atau pengarang memberikan perhatiannya
secara tetap tentang pemakaian kata sambung atau kata depannya. Mengapa ia
tidak menulis saja:
Dalam karangan ini akan diuraikan dasar-dasar bahasa Indonesia.
Diberotahukan kepada mereka yang diterima agar mengambil formulir di
sekretariat.
Walaupun di atas sudah diuraikan beberapa macam cara persyaratan yang
harus diperhatikan untuk membuat kalimat yang efektif, namun penggunaan
suatu syarat secara berlebihan juga akan menimbulkan hal yang sebaliknya.
Penekanan yang digunakan harus bervariasi; variasi-variasi kalimat penting
sekali, dan sekaligus memperlihatkan kemampuan pemakaian bahasa; gagasan
utama atau kesatuan gagasan harus jelas posisinya dalam setiap kalimat, dan
perpaduan jalinan bagian-bagian kalimat harus mematuhi kaidah-kaidah
sintaksis yang berlaku. Sebagai landasan segala-galanya bahwa semua kalimat
harus bisa diterima oleh pikiran sehat. (untuk mendapat gambaran yang lebih
jelas tentang prinsip-prinsip logika dalam pemakaian bahasa, lihat selanjutnya
Argumentasi)

102
103
BAB VII

PENGEMBANGAN ALINEA

A. Pengembangan Alinea

Perkembangan dan pengembangan alinea mencakup dua persoalan utama yaitu


pertama, kemampuan memperinci secara maksimal gagasan utama alinea ke dalam
gagasan-gagasan bawahan, dan kedua, kemampuan mengurutkan gagasan-gagasan
bawahan ke dalam suatu urutan yang teratur.
Gagasan utama alinea hanya akan menjadi jelas bila diadakan perincian yang cermat.
Gagasan utama biasanya didukung oleh kalimat topik. Gagasan-gagasan bawahan dapat
dapat didukung masing-masing oleh sebuah kalimat atau lebih. Ada juga kemungkinan
bahwa semua gagasan bawahan sudah tercakup dalam: kalimat topik. Malahan ada dua
gagasan yang didukung oleh sebuah kalimat saja.
Untuk mengembangkan sebuah alinea, baik untuk memperinci gagasan utama,
maupun unuk mengurutkan perincian-perincian itu dengan terratur, dikembangkanlah
bermacam-macam metode pengembangan. Metode pengembangan mana yang dipakai
tergantung dari sifat alinea itu. Dasar pengembangan alinea dapat terjadi karena adanya
hubungan alamiah, hubungan logis serta ilustrasi-ilustrasi. Hubungan alamiah didasarkan
pada keadaan yang nyata di alam (urutan kejadian, urutan tempat atau sudut pandangan)
sedangkan hubungan logis didasarkan pada tanggapan penulis atas relasi dari perincian-
perincian itu.
Dibawah ini akan diuraikan beberapa metode pengembangan itu sesuai dengan dasar
pembentukan alinea tersebut.
1. Klimaks dan Anti-Klimaks

Perkembangan gagasan dalam sebuah alinea dapat disusun dengan


mempergunakan dasar klimaks, yaitu sauatu gagasan utama mula-mula diperinci
dengan sebuah ggagasan bawwahan yang dianggap paling rendah kedudukannya,
berangsur-angsur dengan gagasan-gagasan lain hingga ke gagasan yang paling tinggi
kedudukannya atau kepentingannya. Dengan kata lain gagasan-gagasan disusun sekian
macam sehingga tiap gagasan yang berikut lebih tinggi kepentingannya dari gagasan

103
sebelumnya, atau perhatian penulis terhadap gagasan beikutnya selalu menjadi lebih
besar bila dibandingkan dengan perhatiannya terhadap gagasan-gagasan sebelumnya.
‖Bentuk traktor mengalami perkembangan dari jaman ke jaman sejalan dengan
kemajuan teknologi yang dicapai umat manusia. Pada waktu mesin uap sedang
jaya-jayanyya, ada traktor yang dijalankan dengan uap. Modelnya kira-kira
seperti mesin gilingyang digerakkan oleh uap. Pada wwaktu tank sedang menjadi
pusat perhatian orang, trakor pun ikut-ikutan diberi model seperti tank.
“Keturunan” traktor model tank ini sampai sekarang masih dipergunakan orang,
yaitu traktor yang pakai roda rantai. Traktor semacam ini adalah hasil
perusahaan Caterpillar. Di samping Caterpillar, Fordpun tidak ketinggalan
dalam pembuatan traktor dan alat-alat pertanian lainnya. Jepang tidak mau
kalah saing dalam bidang ini. Produksi Jepang yang khas di Indonesia terkenal
dengan nama padi ttraktor yang bentuknya sudah mengalami perubahan dari
model-model sebelumnya.”
Gagasan utama alinea di atas adalah ―bentuk traktor mengalami perkembangan
dari jaman ke jaman‖ yang terdapat dalam kalimat topik pada awal alinea. Gagasan
utama ini kemudian diperinci dalam empat gagasan bawahan, yaitu: trraktor yang
dijalankan dengan uap, traktor yang pakai roda rantai, traktor buatan Ford, dan traktor
buatan Jepang atau padi traktor. Gagagsan bawahan pertama didukung oleh dua
kalimat, gagagsan bawahan kedua didukung oleh tiga kalimat. Sebaliknya gagasan
bawahan ketiga hanya didukung hanya didukung oleh satu kalimat. Sebab itu terasa
bahwa gagasan ini juga kurang jelas. Gagasan bawahan keempat ditunjang oleh dua
kalimat.
Demikian pula cara menganalisa alinea-alinea lainnya dengan macam-macam
metode pengembangan lain. Yang penting adalah menetapkan gagasan utamanya, baru
kemudian dipersoalkan bagaimana perincciannya. Alinea yang bersifat deduktif atau
induktf lebih mudah dianalisa karena gagasan utamanya didukung oleh sebuah kalimat
topik. Sebaliknya alinea yang gagasam utamanya didukung oleh sebuah kalimat
(deskriptif dan naratif) agak lebih sukar karena harus dirumuskan secara tersendiri
dengan memperhatikan isi semua kalimatnya.
Variasi dan klimaks adalah antiklimaks, yaitu penulis mulai dari suatu gagasan
atau tema yang dianggap paling tinggi kedudukannya kemudian perlahan-lahan
menurun melalui gagasan-gagasan yang lebih rendah hingga paling rendah.

104
2. Sudut Pandangan

Yang dimaksud dengan sudut pandangan adalah tempat dari mana seorang
pengarang melihat sesuatu. Sudut pandangan tidak diartikan sebagai penglihatan atas
sesuatu barang dari atas atau dari bawah, tetapi bagaimana kita melihat barang itu
dengan mengambil sesuatu posisi tertentu. Bagaimana seorang menggambarkan isi
sebuah ruang? Pertama-tama ia harus mengambil sebuah posisi tertentu, kemudian
secara perlahan-lahan dan berurutan menggambarkan barang demi barang yang
terdapat dalam ruangan itu, dimulai dari yang paling dekat berangsur-angsur ke
belakang. Sebab itu urutan semacam ini disebut juga urutan-ruang. Perhatikanlah
lukisan keadaan di bawah ini:
―Sekarang hanya beberapa langkah lagi jaraknya mereka dari tebing di atas
jalan.Medasing menegakkan dirinya sambil mengawasi ke muka dan iapun berdiri
tiada berggerak sebagai pohon di antara pohon-pohon yang lain. Oleh isyarat yang
lebih terang dari perkataan itu maju sekalian temannya sejajar dengan dia.
Di antara daun kayu tampak kepada mereka tebing itu turun ke bawah; di
kakinya tegak pondok, sunyi-mati, tak sedikit juapun kentara, bahwa dia melindungi
manusia yang hidup, pandai bergerak dan bersuara. Di bawahnya kedengaran
sebentar-sebentar sapi mendengus dan binatang-binatang itupun kelihatan kekabur-
kaburan dalam sinar bara yang kusam. Dari celah-celah dinding pondok keluar
cahaya yang kuning merah, tetapi tiada berapa jauh sinar yang halus itu lenyap
dibalut oleh kelam yang maha kuasa. Di keliling pondok itu tertegak pedai, ketiganya
sunyi dan sepi pula‖. (AP)
Detail-detail dapat diarahkan kepada segi lain, misalnya pelukisan secara cermat
attas seseorang yang berjalan dari suatu bagian ke bagian yang lain dari suatu obyek
yang diselidiki. Atau untuk melukiskan perbedaan antara dua hal, maka mula-mula hal
yang pertama dilukiskan secermat-cermatnya, kemudian pembicaraan dialihkan
kepada hal yang kedua dengan menggambarkan segi-segi yang menunjukkan
perbedaan dengan hal yang pertama. Seperti halnya dengan menggambarkan suatu hal
dengan mepergunakan sudut pandang yang biasa, maka dalam membuat pertentangan
ini, penulis tidak boleh memasukkan detail-detail yang tidak dilihatnya dari tempat itu,
walaupun mungkin pengetahuannya tentang hal itu lebih banyak daripada yang dapat
dilihatnya dari tempat itu.

105
Di samping menggambarkan hal atau barang secara mendetail dari suatu segi
pandangan tertentu, pengarang dapat mencurahkan perhatiannya tterhadap suatu
suasana tertentu. Suasana merupakan suatu bagian yang esensil dari sudut pandangan.
Suatu suasana yang tengah berlangsung hanya boleh diganggu apabila ada sebab yang
sungguh-sungguh dapat dipertanggung-jawabkan, dan harus sudah diadakan
persiapan-persiapan ke arah itu.
Walaupun agak menyimpang dari bagian ini, namun agar kita jangan mempunyai
gambaran yang terlalu sempit tentang sudut pandangan atau point of view ini, maka
perlu kiranya ditegaskan bahwa sudut pandangan juga mempunyai beberapa
pengertian yang lain.
Pertama sudut pandangan juga mencakup apakah persoalan yang sedang dibahas
dilihat dari sudut pandangan orang pertama (saya, kami, kita), atau sudu pandangan
kedua (engkau, kamu, saudara), atau dengan mempergunakan bentuk tak berorang
atau bentuk di-. Sudut pandangan ini sama sekali tidak ada hubungan dengan dasar
pengembangan sebuah alinea, tetapi mencakup konsistensi sudut pandangan dalam
seluruh uraian. Bila sekali penulis mempergunkan sudutt pandangan pertama, jangan
berpaling mempergunakan orang kedua atau benttuk tak berorang.
Kedua, sudut pandangan juga mencakup pengertian bagaimanan pandangan atau
anggapan penulis terhadap subyek yang tengah digarapnya itu. Seorang penulis
terhadap subyek yang tengah digarapnya itu. Seorang penulis misalnya membuat suatu
artikel tentang pemuda-pemudi yang sudah ketagihan ganja, dengan bertolak dari
sudut pandangan yang penuh simpati dan kesedihan, dan mengemukakan bahwa
terseretnya mereka dalam kebiasaan yang terkutuk itu karena kesalahan orang tuanya.
Atau mengenai pokok yang sama ia bertolak dari suatu sudut pandangan yang penuh
permusuhan, kemarahan bahwa perbuatan semacam ini hanya merusak moral dan
berbahaya bagi bangsa dan negara. Jadi sudut pandangan yang terakhir ini membuat
pengarangnya memilih nada tertentu, kata-kata dan frasa tertentu. Sudut pandangan
inilah yang boleh dikatakan membentuk bahan mentah menjadi suatu karangan, ia
membantu merumuskan maksud penulis dan membatasi pokok yang akan digarapnya.

3. Perbandingan dan Pertentangan


Yang dimaksud dengan perbandingan dan pertentangan adalah suatu cara dimana
penagarang menunjukkan kesamaan atau perbedaan antara dua orang, obyek atau
gagasan dengan bertolak dari segi-segi tertentu.

106
Kita dapat membandingkan misalnya dua tokoh pendidikan, bagaimana politik
pendidikan yang dijalankan dengan memperhatikan pula segi-segi lain untuk
menerangkan gagasan sentral itu. Maksud daripada perbandinan itu adalah untuk
sampai kepada suatu penilaian relatif mengena kedua tokoh tersebut. Segi-segi
perbandingan harus disusun sekian macam sehingga kita dapat sampai kepada gagasan
sentralnya. Misalnya mula-mula kita mebandingkan rasa humor mereka, cara mereka
menghadapi lawan-lawannya, cara mereka menghargai pendukung-pendukungnya,
serta tingkah laku pribadi mereka; rangkaian perbandingan-perbandingan itu
diarahkan kepada gagasan sentral, yaitu bagaimana rasa huumor mereka menjadi
senjata politis, serta bagaimana mereka menghadapi lawan-lawan mereka sekian
macam sehingga tidak merugikan sahabat-sahabat dan sekutu-sekutu mereka.
Perhatikanlah kutipan di bawah ini, serta katakan apakah terdapat perbandingan
dan pertentangan dalam kutipan itu atau tidak:
―Demokratisering yang menandai sepak terjang angkatan ‟66 yang juga sangat
terkenal dengan istilah Orde Baru pada hakekatnya adalah bangkitnya kesadaran
dan keinsafan akan pentingnya kritik. Sebab „Demokrasi tanpa kritik merupakan
isapan jempol belaka‟, demikian tulis Prof.Dr.R.C. Kwant. „Kritik menyodorkan
kenyataan secara penuh tanggung-jawab dengan tujuan agar orang yang
bersangkutan mengadakan pemikiran kembali dan selanjutnya mengadakan
perbaikan diri atau sel koreksi‟.
Mengapa demokratisering dan dinamiserin dengan cita-cita yang begitu luhur itu
dapat kurang lancar jalannya, pada hemat kami memang bisa dimaklumi dengan
mengingat namanya sendiri yakni Orde Baru. Ini berarti bahwa kritik masih
merupakan halyang baru.hal itu jelas kalau kita taruhkan pada latar belakang
Orde Lama sebagai kebalikannya. Dalam kehidupan orde lama kata „kritik‟ tidak
termuat dalam kamus sehari0hari. Yang ialah kata-kata macam menjilat,
mendukung tanpa reserve dan sebagai kelanjutannya adalah merongrong,
ganyang dan mendongkel. Kata-kata tertarik itu diperuntukkan lawan-lawannya
yang tidak sefaham, sebab setiap gejala yang menunjukkan akan adanya suatu
pengertian ke arah perbaikan tetapi yang tidak begitu mendatangkan kenan
lingkungan istana karena dipandang bertentangan dengan apa yang sedang
berlaku maka disebutnya merongrong kewibawaan, melawan kebijaksanaan yang
telah digariskan oleh pemerintah. Kuliah filsafat yang menjadikan manusia bisa
berfikir lurus dan kritis dan karenanya telah dijadikan studium generale

107
kemudian harus dicabut dari loembaga ilmiah tertinggi ini dengan dalil‟karena
menghidupkan alam pikiran liberal‟. Karenanya harus diganyang oleh setiap
tindakan yang mau merealisasikan gagasan „ilmu untuk rakyat‟. Filsafat adalah
ajaran kaum liberal, borjuis, dengan sendirinya rakyat yang menciptakan
masyarakat sosialis emoh filsafat”. ( Basis, Peb. 67).
Alinea pertama hanya berfungsi sebagai dasar untuk memahami alinea yang
kedua. Dasar yang dinyatakan dalam alinea pertama itu adalah pentingnya kritik.
Tetapi supaya persoalan kritik ini bisa lebih jelas ungsinya maka diuraikan dalam
sebuah perbandingan, yaitu antara orde lama dan orde baru. Dalam orde lama kritik
tidak ada. Karena tidak ada kritik, maka timbullah akibat selanjutnya; menjilat,
mendukung tanpa reserve sedangkan untuk lawan-lawan politik dilontarkan kata-kata:
merongrong, ganyang dan mendongkel; begitu puliah kuliah filsafat yang membuat
manusia bisa berpikir kritis dilarang. Kalau kita sudah melihat ciri-ciri orde lama ini,
maka orde baru haruslah merupakan kebalikan dari itu, yakni adanya kritik dengan
segala konsekuensinya.

4. Analogi
Bila perbandingan dan pertentangan memberi sejumlah ketidaksamaan dan
perbedaan antara dua hal, maka analogi merupakan perbandingan yang sistematisdari
dua hal yang berbeda, tetapi dengan memperhatikan kesamaan segi atau fungsi dari
kedua hal tadi, sekedar sebagai ilustrasi. Atau dapat dikatakan secara lebih sederhana,
perbandingan menunjukkan kesamaan antara barang-barang dalam kelas yang sama,
sebaliknya anologi menunjukkan kesaman-kesamaan antara dua barang atau hal yang
berlainan kelasnya. Bila seorang mengatakan: ―Awan dari ledakan bom atau itu,
membentuk sebuah cendawan raksasa‖, maka perbandingan antara awan ledakan atom
dan cendawan merupakan sebuah anologi, sebab kedua hal itu sangat berbeda kelasnya,
kecuali kesamaan bentuknya.
Analogi biasanya digunakan untuk membandingkan sesuatu yang tidak atau kurang
dikenal dengan sesuatu yang dikenal baik oleh umum, untuk menjelaskan hal yang
kurang dikenal umum.
Perhatikan contoh berikut:
“Pencabangan suatu bahasa proto menjadi dua bahasa baru atau lebih, setia tiap-
tiap bahasa baru itu dapat bercabang pula dan seterusnya, dapat disamakan dengan
pencabangan sebatang pohon. Pada suatu waktu batang pohon tadi mengeluarkan

108
cabang-cabang baru; tiap cabang kemudian bertunas dan bertumbuh menjadi cabang-
cabang baru. Cabang-cabang yang baru ini kemudian mengeluarkan ranting-ranting
yang baru. Demikian seterusnya. Begitu pula pencabangan pada bahasa.
Tetapi harus diingat bahwa antara pencabangan bahasa dan pencabangan
sebatang pohon terdapat suatu perbedaan. Setelah sebuah bahasa bercabang, maka
antara bahasa-bahasa yang baru itu masih terdapat kontak timbal-balik, masih terjalin
pengaruh mempengaruhi antara kedua bahasa itu. Lain halnya dengan cabang-cabang
pohon, sekali tumbuh menjadi sebuah cabang atau ranting yang terpisah, ia tidak
menghiraukan lagi nasib cabang atau ranting-ranting lainnya”.

5. Contoh
Sebuah gagasan yang terlalu umum sifatnya, atau generalisasi-generalisasi
memerlukan ilustrasi-ilustrasi yang konkrit sehingga dapat dipahami oleh pembaca.
Untuk ilustrasi terhadap gagasan-gagasan atau pendapat yang umum itu maka sering
dipergunakan contoh-contoh yang konkrit, yang mengambil tempat dalam sebuah
alinea. Tetapi harus diingat bahwa sebuah contoh sama sekali tidak berfungsi untuk
membuktikan pendapat seseorang, tetapi dipakai sekedar untuk menjelaskan maksud
penulis. Dalam hal ini pengalaman-pengalaman pribadi merupakan behan yang paling
efektif untuk setiap pengarang.
―dalam bukunya „The world and the Wwest‟ Arnold Toynbee mengemukakan
pendapatnya, bahwa hasil teknologi Barat tidak dengan serta merta dapat ditanamkan
ke dalam bumi Timur, berhubung teknik itu merupakan hasil daripada suatu
perkembangan yang telah berlangsung berabad-abad lamanya. Tehnik Barat modern
merupakan suatu bagian integral yang tak dapat dipisahkan dari alam kebudayaan
sekitarnya. Sehingga, barangsiapa ingin mempergunakan hasil tehnik Barat, mau tidak
mau harus menyesuaikan alam kebudayaannya sendiri dengan alam pikiran dan
kebudayaan Barat modern.
Dengan sebuah contoh yang konkrit dan sederhana pendapat ini dapat kita
terangkan sebagai berikut: Sebelas tahun yang lalu Indonesia mengimporkan gerbong-
gerbong kereta api dari Perancis. Rupanya cukup mentereng, dan sebagian dilengkapi
dengan alat-alat airconditioning. Manakah tak terpelihara, patut dipakai pada trayek-
trayek tingkat 3 saja guna mengangkut anak-anak sekolah dan kaum petani dari
pedusunan ke kota. Siapa yang salah? Para pemakaikah? para pegawai PNKA-kah?
Mempergunakan hasil tehnik modern menuntut perhatian dan pengawasan yang cukup

109
cermat, menuntut pula dari fihak para penumpang rasa tanggungjawab terhadap milik
negara dan bangsa, supaya dipelihara dan dipakai dengan rapi dan bersih. Ternayta
publik umum di Indonesia kadang-kadang belum cukup dewasa dan masak untuk
mempergunakan gerbong-gerbong itu dengan semestinya”.(Basis, August.1970).

6. Proses
Sebuah dasar lain yang dapat juga dipergunakan untuk menjaga agar
perkembangan sebuah alinea dapat disusun secara teratur adalah proses. Proses
merupakan suatu urutan dari tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan untuk
menciptakan atau menghasilkan sesuatu atau urutan dari sesuatu kejadian atau
peristiwa.
Untuk menyusun sebuah proses, pertama-tama penulis harus mengetahui perincian-
perincian secara menyeluruh. Kedua, ia harus membagi proses tersebut atas tahap-tahap
kejadiannya. Bila tahap-tahap kejadian ini berlangsung dalam waktu-waktu yang
berlainan, maka penulis harus memisahkan dan mengurutkan secara kronologis. Ketiga,
sesudah mengadakan pembagian sebagai diuraikan tadi, ia harus menjelaskan tiap tahap
dalam detail yang cukup tegas sehingga pembaca dapat melihat seluruh proses itu
dengan jelas.
Laporan tentang jalannya suatu peristiwa sejarah akan berbeda dengan laporan-
laporan tentang proses mekanis, lebih-lebih tahap-tahap dalam dalam peristiwa itu tidak
bisa dibedakan dengan tegas karena prosesberlangsung serempak. Sering pula terjadi,
bahwa di samping melukiskan proses itu, pengarang menyampaikan juga komentarnya
mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Mereka yang biasa
menghadapi seluk-beluk pesawat, sering menghadapi problem semacam ini, Bayangkan
bila seorang ahli mesin harus memasang sebuah mesin baru.
Ia hanya menghadapi sebuah buku pedoman atau buku petunjuk tentang
pemasangan mesin-mesin, serta di pihak lain. Di sini ia maenyadari sepenuhnya betapa
pentingnya untuk menerangkan cara pemasangan itu secara sederhana dengan bahasa
yang konkrit.
Penulisan proses semacam ini, juga merupakan bagian yang penting pada
perguruan tinggi, yaitu pada waktu menuliskan laporan-laporan laboratoria. Proses
laboratoria itu dapat bersifat mekanis (memasang sebuah mesin, atau percobaan-
percobaan fisika), dapat bersifat alamiah atau organis (pernapasan, reaksi-reaksi kimia).

110
Dalam tulisan-tulisan yang bersifat historis penulis juga mempergunakan urutan-urutan
berdasarkan proses: misalnya mengapa dan bagaiman Belanda menduduki Jogyakarta.
Singkatnya proses itu menyangkut jawaban atas pertanyaan-pertanyaan:
Bagaimana mengerjakan hal itu? Bagaimana bekerjanya? Bagaimana barang itu
disusun? Bagaimana hal itu terjadi?
“Sebagai contoh kita ambil ‟pertemuan angkasa‟ Gemini-7 tanggal 1 Desember
1965. Gemini-7 sudah berhari-hari berada dalam peredarannya yang berbentuk
lingkaran dengan tinggi 294 km. Sebetul-betulnya telah diperhitungkan kapan
bidang lintasan Gemini-7 akan sama dengan bidang peluncuran Gemini-6. Ini bisa
terjadi tiap hari karena rotasi bumi. Kemudian ditunggu sampai Gemini-7 berada
pada tempat yang tepat, baru Gemini-6 diluncurkan. Hasil peluncuran Gemini-6:
Lintasannya berapigeum 261 km, dan berpergeium 161 km. Jadi berada di bawah
dan ke belakang Gemini-7. Tetapi Gemini-6 lebih rendah, jadi lebih cepat
jalannya. Demikian Gemini-7 disusul sedikit demi sedikit. Sekarang soalnya
tinggal meninggikan lintasannya supaya bisa bertemu. Setelah satu kali putaran,
tepat pada perigeumnya Gemini-6 menghidupkan roketnya untuk menghapuskan
pengaruh hambatan udara sehingga apogeumnya tetap 261 km. Setelah kembali
mencapai apogeumnya Gemini-6 dipercepat sehingga perigeumnya 214 km.
Sementara diadakan koreksi mengenai arahnya supaya bidang yang dilintasi
keduanya lebih tepat sama. Waktu sampai perigeumnya yang baru,dipercepat lagi
sehingga apogeumnya makin tinggi lagi: 274 km. Jarak dari Gemini-7 tinggal 309
km. Akhirnya percepatan yang paling penting dilakukan sehingga lintasannya
menjadi lingkaran. Jarak dengan Gemini-7 hanya 25 km. Beberapa km ini
diselesaikan pada fase terakhir selama 30 menit. Dengan cara berkali-kali
mengadakan pembentukan arah, pengukuran jarak dan percepatan. Akhirnya
bertemulah dengan Gemini-7”. (Basis, Nop. 1967)
Bagaimana pendapat saudara mengenai kutipan di atas? Apakah juga terdapat
sebuah deskripsi mengenai proses? Proses macam apa itu? Dapatkah saudara
sependapat bahwa dengan cara itu telah dicapai sebuah alinea yang bulat?

7. Sebab-Akibat
Perkembangan sebuah alinea dapat pula dinyatakan dengan mempergunakan sebab-
akibat sebagai dasar. Dalam hal ini sebab bisa bertindak sebagai gagasan utama
sedangkan untuk memahami sepenuhnya akibat itu perlu dikemukakan sejumlah sebab

111
sebagai perinciannya. Persoalan sebab-akibat sebenarnya sangat dekat hubungannya
dengan proses. Bila proses itu dipecah-pecahkan untuk untuk mencari hubungan antara
baian-bagiannya, maka proses itu dapat dinamakan prosees kausal, atau sebab-akibat.
Dalam mengemukakan hubungan sebab-akibat tersebut pengarang harus
menggarap persoalannya berdasarkan suatu rangka tertentu, misalnya berdasarkan
kepentingan relatifnya, berdasarkan kesederhanaan atau kekompleksannya,
kelangsungan atau ketidak-langsungan sebab atau akibat itu terhadap pokok utamanya.
Dalam uraian-uraian yang bersifat logis, misalnya tulisan-tulisan ilmiah, tesis,
skripsi dsb., sebab dan akibat memegang peranan yang sangat penting. Dalam eksposisi
biasa, sebab dan akibat dikemukakakn berdasarkan observasi dan refleksi yang ada.
Seseorang yang menderita penyakit flu akan dihadapkan kepada serangkaian sebab
yang diduga mungkin telah mengakibatkan penyakit flu tadi. Ia harus memilih diantara
sebab-sebab yang paling mungkin: karena mengendarai motor malam-malam, tidak
menyelimuti badan dengan baik waktu tidur, terlalu lama berjemur di panas, teralalu
kedinginan, atau atau karena kejangkitan oleh orang lain yang juga menderita penyakit
tersebut. Beberapa dari sebab-sebab itu mungkin merupakan sebab yang langsung, bila
diabndingkan dengan sebab-sebab lainnya.
Dengan memisahkan mana merupakan sebab langsung dan mana yang tidak, maka
dapatlah diambil tindakan pencegahan pada waktu-waktu mendatang.
―Melihat sepintas lalu masyarakat kota bandar kita terkesan oleh kesibukan-
kesibukan kerja dan lalu-lintas sehari-hari. Hubungan dagang dengan relasi-relasi
dari luar daerah pulau atau pun asing yang pemberesannya harus selekas mungkin
diadakan berhubung terikatnya perahu layar pada angin musim, pemuatan
barang-barang ekspor dan pembongkaran barang-barang impor, semuanya itu tak
memungkinkan orang bekerja pelan-pelan sperti menanti menguningnya padi di
musim panen. Kiranya inilah yang mebentuk type manusia pesisiran, yang lain
dari type manusia pendalaman. Keluasan muka-laut membentuk jiwa lepas dan
bebas. Silih-bergantinya pergaulan dengan orang-orang dari pelbagai suku dan
kebangsaan, memberi sifat kelonggaran dan suka menerima unsur-unsur baru.
Tetapi sekali kita berjumpa dengan rombongan bangsawan dengan pengiringnya
yang edang mengadakan inspeksi di daerah bandar, kita lalu memperoleh kesan
kesimpulan lain yaitu: kebebasan masyarakat pesisir yang terikat! Kesan demikian
reasonable‖,(Basis, Mei 1968)

112
Contoh di atas lebih jelas membicarakan mengapa jiwa orang pesisir lebih dinamis
dan lebih bebas, bila dibandingkan dengan orang-orang di pedalaman. Mengapa
demikian? Bila kita dapat mengajukan pertanyaan itu, berarti kita harus mencari sebab-
sebabnya. Akibat yang disimpulkan dalam alinea di atas adalah "kebebasan masyarakat
pesisir yang terikat". Sebaliknya coba perhatikan kutipan di bawah ini:
"Dalam tekanan mental yang demikian hebat, tiba-tiba terjadi ledakan fitnah
Gerakan Tigapuluh September. Ternyata akibat peristiwa ini terjadilah
kegoncangan hebat dalam sendi-sendi kehidupan. Suara hati yang selama ini
tertindis tipis-tipis, membersit ke luar dan menjadi banjir besar yang menantang
sendi-sendi hidup lama. Lahirlah angkatan baru yang berjuang atas dorongan hati
nurani. Muncullah sanjak-sanjak yang membawakan suara orde baru seperti
kumpulan-kumpulan sanjak Taufiq Ismail Tirani,IBenteng, kumpulanIsanjak-
sanjakIW. Situmeang Kebangkitan, dan lain-lain". (BKI).
Bila dibandingkan dengan kutipan pertama di atas, kutipan kedua ini lebih
memperinci secara mendetail akibat-akibat. Sebab dinyatakan secara ringkas atau
umum yaitu ledakan fitnah Gerakan Tigapuluh September, sedangkan perincian-
perincian ditekankan kepada akibat-akibat. Kutipan pertama di atas sebaliknya lebih
memperinci sebab-sebabnya. Namun kedua kutipan mempunyai dasar yang sama yaitu
membicarakan sebab dan akibat.
Sebuah variasi dari sebab-akibat ini adalah pemecahan masalah. Pemecahan
masalah juga bertolak dari hubungan kausal, tetapi tidak berhenti di situ saja; ia masih
berjalan lebih lanjut menunjukkan jalan-jalan ke luar untuk menjauhkan sebab-sebab
tersebut, atau menjauhkan akibat-akibat yang dihasilkan oleh sebab-sebab tadi.

8. Umum-khusus
Kedua cara ini, yaitu umum-khusus dan khusus-umum, merupakan cara yang
paling menegembangkan gagasan-gagasan dalam sebuah alinea secara teraatur. Dalam
hal yang pertama gagasan utama ditempatkan pada awal alinea, serta pengkhususan
atau perincian-perinciannya terdapat pada kalimat-kalimat berikut. Sebaliknya dalam
hal kedua mula-mula perician-perinciannya, kemudian pada akhir alinea
generalisasinya. Jadi, yang variasi dalam kedua jenis alinea itu adalah semacam
penggabungan, yaitu awala linea terdapat gagasan utamanya ( jadi bersifat umum-
khusus), tetapi pada akhir alinea gagasan utama tadi diulang sekali lagi ( jadi bersifat
khusus-umum).

113
“ Sebuah teori tentang fungsi bahasa yang sangat terkenal, ialah teori Karl
Buhler, seorang ahli jiwa dan seorang ahli bahasa bangsa Austria. Sejak tahun
1918 diperkenalkan teori tentang bahasa dan berbagai tulisan. Pada tahun 1934
terbitlah bukunya “ Spracheteorie” yang membela teori fungsi bahasanya. Mula-
mula teoro Buhler itu tidak mendapat perhatian dan akhirnya mempengaruhi
pengajaran bahasa disekolah-sekolah. Karl Buhler membantaah pendapat Wilhelm
Wundt 1832-1920, bahwa bahasa itu hanyalah ekspresi saja daripada peristiwa-
peristiwa batin dan dapat dinyatakan dengan berbagai cara. Dengan gerak-gerik,
dengan mimik, dan dengan bunyi. Teori Wundt itu akan jelas kiranya, jika kita
memperhatikan tingkah laku orang lebih-lebih tingkah laku orang primitive”. (SB)

9. Klasifikasi
Yang dimaksud dengan klasifikasi adaalah sebuah proses untuk mengelompokkan
barang-barang yang dianggap yang mempunyai kesamaan-kesamaan tertentu. Sebab itu
klasifikasi bekerja ke dua arah yang berlawanan, yaitu pertama, mempersatukan satuan-
satuan kedalam kelompok, kedua, memisahkan kesatuan tadi dari kelompok lainnya.
Dengan demikian klasifikasi mempunyai persamaan-persamaan tertentu baik dengan
pertentangan dan perbandingan maupum umum-khusus dan khusus-umum.
Persamaanya dengan pertentangannya dan perbandingan adalah bahwa keduanya
bertolak dan penetapan ciri-ciri yang sama penetapan perbedaan-perbedaantertentu.
Tetapi dalam klasifikasi prosenya masih berjalan terus menentukan pengelompokkan.
Di pihak lain klasifikasi mempunyai persamaan dengam umum-khusus dan khusus-
umum, karena proses klasifikasi itu tidak lain daripada membuat perincian-perincian
sesuatu umum, tetapi itu untuk memperoleh kelas-kelasnya atau kelompok-
kelompoknya.
Dalam klasifikasi, tiap kelompok yang memperoleh dalam langkah sebelumnya
mungkin masih diperinci lebih lanjutke dalam kelompok-kelompok yang kecil lagi.
Walaupun demikian penulis harus memegang prinsip yang jelas tentang dasar
klasifikasinya, baik untuk tingkat lebih tinggi maupun tingkat-tingkat yang lebih
rendah.
“ Jika seorang hendak membagi bahasa Melayu ataupun bahasa Indonesia itu
juga, maka pastilah tidak cukup, apabila ia hanya dibagi atas bahasa Melayu
rendah dan bahasa melayu tinggi, pun tidak cukup disisi-sisikan empat macam
bahasa : Bahasa dalam, bangsa bangsawan, bahasa dagang dan bahasa

114
kacukanpun perbedaan bahsa melayu yang ditulis atas percakapan tiada dapat
diterima olehnkarena banyaknya jenis bahasa Melayu yang ditulis dan banyak
pulau jenis yang dipercakapkan. Bahasa yang dipercakapkan oleh tukang
penangkap ikan, lain daripada bahasa yang dipercakapkan oleh orang tani, lain
pula daripadaa bahasa yang dipercakapkan oleh guru sekolah atau kuil
dipelabuhan. Bahasa yang di pakai di Riau lain daripada bahasa yang dipakai si
Jakarta lain dari pada yang di Ambon, yang di Banjarmasin lain daripada yang
dipadang. Tetapi sekaliannya itu masuk lingkungan bahasa Melayu yang satu. Dan
bahasa Indonesia sebagai sambungan bahasa Melayu, pastilah pula mempunyai
corak dan warna yang terdapat pada bahasa Melayu itu dahulu.” ( PBI)
Klasifikasi atas obyek-obyek yang konkrit mungkin tidak banyak mendatangkan
kesulitan, karena prinsip-prinsipn yang dipergunakan juga bersifat konkrit: besarnya,
bahannya, bentuknya, tujuannya, dan lain sebagainya. Tetapi bila kita melangkah
kepada gagasan-gagasan yang abstrak, maka selalu timbul kesulitan untuk
mempertahankan dasar itu. Klasifikai dibuat oleh manusia, bukan inheren dalam obyek
yang diklasifikasikan itu. Sebab itu klasifikasi pertama-tama tidak menyangkut soal
―benar‖ dalam arti yang mutlak, tetapi ―benar‖ dalam arti yang pragmatis, yaitu cocok
atau tidak mutlak maksud-maksud tertentu. Sebab itu penolakkan kita terhadap sebuah
klasifikasi pertama-tama diarahkan kepada dasar yang dipakai untuk mengadakan
klasifikasi itu. Bila dasar yang dipergunakan itu kita terima, baru langkah selanjutnya
adalah apakah hasil klasifikasi itu benar-benar sesuai dengan dasar itu.

10. Defenisi Luas


Yang dimaksud dengan defenisi luas dalam pembentukkan sebuah alinea adalah
usaha pengarang untuk memberikan keterangan atau arti terhadap sebuah istilah atau
hal. Di sini kita tidak menghadaapi hanya sama hadap sebuah istilah dalam bagian
tentang kalimat ( Lihat defenisi dalam bagian tentang kalimat), tetapi suatu rangkaian
kalimat yang membentuk sebuah alinea. Malahan kadang-kadang untuk memberi
pengertian yang bulat tentang pengertian itu, satu alineaa belum dianggap cukup,
sehingga diperlukan rangkaian dan pada alinea-alinea, malahan dapat pula dalam
bentuk sebuah buku. Namun prinsip-prinsip defenisi tetap sam. Di sini kita lebih sering
menghadapi sebuah defenisi luas daripada defenisi formal biasa, atau defenisi dengan
menerangkan etimologi kata atau istilah tersebut.

115
Perhatikanlah bagaimana Moh. Said mencoba memberi batasan tentang Demokrasi
Pancasila. ia memerlukan suatu rangkaian dapat sampai dengan kepada pengertian
demokrasi Pancasila itu.
―Istilah asing demokrasi biasanya diterjemahkan dengan kata kedaulatan rakyat
yang diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat.
Demokrasi dalam arti ini hanya menggambarkan suatu segi dari pada demokrasi,
sedangkan demokrasi dalam arti yang sebenarnya mempunyai makna yang lebih luas.
Demokrasi pada hakekatnya berupa suatu mentalitas untuk membina suatu
kehidupan dalam masyarakat; mentalitas dalam arti cara berpikir, besikap, dan
berbuat.
Mentalitas demokrasi mempunyai ciri pokokyang mencita-citakan kelarasan antara
kebebasan (=liberal) serta kesamaan hak (=egalite) untuk menentukan nasib pribadi
(=the right of selfdetermination) dan rasa tangung-jawab atas kebaikan nasib bersama
atau nasib kolekti sebagai masyarakat (=raternité = persaadraan).
Ketidaklarasan antara kebebasan serta kesamaan pribadi dan tanggung-jawab
kolektif ini menyebabkan demokrasi di suatu fihak menjurus ke liberalisme, dan fihak
lain menjurus ke kolektipisme dipaksakan melalui pelbagai bentuk kediktatoran.
Baik liberalisme yang menjadi sumber saling-lomba, saling rebut dan rampas
secara bebas (=free-ight liberalisme) dalam bidang semat (harta benda, ekonomi),
drajat (kedudukan, sosial) dan kramat (kekuasaan politik), maupun kolektipisme
melalui kediktatoran yang melenyapkan kebebasan, hak dan tanggung-jawab pribadai
demi kepentingan kolektip, bersifat penyelewengan yang memberi hak asasi kepada
tiap manusia untuk membina pribadi (persona) dan nasibnya menurut aris kodrat
pribadinya dan keyakinannya masing-masing dengan kolektipisme (tanpa kediktatoran)
yang menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
Cita-cita demokrasi yakni keselarasan antara personalisme dan kolektipisme itu tak
lain daripada suatu keadilan sosial yang berupa sosialisme. Jadi cita-cita demokrasi
pada hakekatnya tidak lain daripada masyarakat sosialis atau masyarakat gotong-
royong.
Dengan demikian Pancasila berupa demokrasi yang mencita-citakan terwujudnya
masyarakat Sosialis Pancasila, yakni suatu masyarakat sosialis yang norma-norma
keadilan sosialnya bersumber pada keselarasan kebebasan atau hak tiap orang dan
bangsa untuk membina pribadi dan nasibnya menurut garis kodrat pribadinya dan
keyakinannya masing-masing (the right of seldetermination atau azas kemerdekaan)

116
dengan rasa tanggung-jawab tiap warga bangsa atas kebaikan nasib bangsanya (sila
kebangsaan); dengan rasa tanggung-jawab tiap orang sebagai umat manusia atas
kebaikan nasib sesama umat manusia (sila kemanusiaan); dan dengan rasa tanggung-
jawab tiap orang sebagai titah atau makluk Tuhan yang berbudi, terhadap Tuhannya
(=Sila keTuhanan), demi „memayuhayu salira, memayuhayu bangsa, memayuhayu
manungsa‟ (kebaikan pribadi, bangsa dan umat manusia) dan demi penunaian
tanggung-jawab manusia sebagai titah atau makluk terhadap Tuhannya‖.(Basis, Juni
1967).
Untuk sampai kepada batasan atau pengertian tentang demokrasi Pancasila penulis
mula-mula memberikan dasar-dasar pengertian tentang demokrasi pada umunya, baru
kemudian membatasi pengertian demokrasi Pancasila itu. Semua rangkaian alinea itu
menuju kepada kebulatan pengertian tentang demokrasi Pancasila.
Cara apapun yang dipergunakan untuk memperoleh kebulatan alinea, prinsip
kesatuan ide, perpaduan (koherensi) dan perkembangan yang baik tidak boleh dilanggar
begitu saja. Pelanggaran atas prinsip-prinsip tersebut mengakibatkan terganggunya
konsentrasi atas ide sentralnya.

11. Perkembangan dan Kepaduan antar Alinea


Semua yang telah diuraikan di atas bertolak dari alinea sebagai sebuah unit.
Kesatuan-kesatuan yang kita sebut alinea ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan
suatu unsur yang kecil dalam sebuah unit yang lebih besar, entah berupa bab maupun
unit yang berupa sebuah karangan yang lengkap. Karena alinea merupakan unit yang
lebih kecil, maka harus dijaga agar hubungan antara alinea yang satu dengan alinea
yang lain, yang bersama-sama membentuk unit yang lebih besar itu, terjalin dengan
baik. Atau dengan kata lain harus terdapat perkembangan dan perpaduan yang
baik antar alinea yang satu dengan alinea yang lain.
Tiap tulisan yang baik selalu akan bertolak dari sebuah tesis. Tesis itulah yang
dikembangkan dalam alinea-alinea yang mempunyai pertalian yang jelas, baik pertalian
dalam perkembangan gagasannya maupun perpaduan alinea-alineanya. Karena
hubungan yang jelas itulah, pembaca dapat mengikuti uraian itu dengan jelas dan
mudah. Kesulitan biasanya ditimbulkan oleh alinea-alinea yang menempatkan gagasan
pokoknya pada awal alinea, sedangkan alinea itu sendiri terlalu panjang. Karena
kalimat-kalimat yang memuat perincian itu terlalu banyak pembaca akan kehilangan
hubungan bila harus mulai dengan alinea yang berikut. Di sinilah letak kemampuan

117
pengarang, bagaimana ia harus memulai alinea yang baru, tetapi perpaduan dengan
alinea sebelumnya, terutama dengan gagasan utama dalam alinea sebelumnya itu, harus
jelas.
Hubungan kalimat utama dengan tesis, dapat diutamakan dengan patokan-patokan
dari tiap alinea, yang menunjukkan kepada pembaca apa yang harus dibuat, bagian yang
mana dari tesis itu akan dikembangkan. Patokan itu sekaligus mempunyai tujuan ganda
yaitu menempatkan tiap alinea sebagai suatu kesatuan yang struktural dari seluruh
karangan, dan menjamin transisi antar alinea.
Seperti halnya dengan alinea, maka perpaduan antara alinea dapat juga dijamin
dengan cara-cara seperti yang telah digunakan dalam sebuah alinea yaitu: repetisi kata-
kata kunci, terutama repetisi yang dinamakan anafora. Anafora adalah perulangan kata
yang sama pada kalimat yang berturutan atau dalam hal ini juga pada awal alinea yang
berurutan. Di samping kata-kata kunci bisa dipergunakan kata ganti. Baik kata-kata
kunci maupun kata-kata ganti dipakai untuk menghubungkan hal-hal yang sudah
disebut dalam alinea sebelumnya.
Kadang-kadang terjadi bahwa sebuah alinea dapat pula bertindak sebagai sebuah
transisi, seperti halnya sebuah kata transisi dalam sebuah alinea. Alinea-alinea semacam
ini biasanya menyusul sesudah pengarang menyelesaikan satu unit dari karangannya,
dan ingin meneruskan unit lainnya. Alinea-alinea transisi dapat digunakan untuk
beberapa tujuan:
a. Merupakan ringkasan dari apa yang telah diuraikan, sebelum mulai dengan
unit berikutnya.
b. Menyampaikan sebuah ilustrasi atau contoh dari pokok yang telah diuraikan
dalam alinea atau alinea-alinea sebelumnya.
c. Menjelaskan apa yang akan diuraikan oleh pengarang dalam bagian atau unit
selanjutnya.

118
BAB VIII

PERENCANAAN KARANGAN

A. Pendahuluan
Penulisan karangan formal, seperti makalah penelitian, tesis, atau karangan ilmiah
lainnya, menuntut beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan ini emyangkut
isi, bahasa, dan teknik penyajian. Karena itu, karangan formal, terutama yang cukup
panjang, perlu direncanakan dengan baik terlebih dahulu.
Tentu saja kita tidak perlu bersusah payah membuat perencanaan atau kerangka
karangan, jika hanya akan menulis surat pribadi kepada teman atau menulis karangan
pendek yang bahannya sudah siapa dikepala. Dalam hal seperti ini, kegiatan menulis
merupakan kegiatan tunggal, dan kerangka karangan cukup dalam pikiran saja. Tetapi, jika
kita akan menyusun tesis atau makalah ilmiah, sebaiknya kita rencanakan lebih dahulu.
Secara teoritis, proses penulisan, meliputi 3 tahap utama, yaitu tahap pra penulisan,
penulisan, dan revisi. Ini tidak berarti bahwa kegiatan- kegiatan kita lakukan secara
terpisah-pisah. Pada tahap prapenulisan kita membuat persiapan- persiapan yang akan
dipergunakan pada tahap penulisan. Dengan kata lain, kita merencanakan karangan.
Berikut ini akan kita bahas cara merencanakan karangan langkah demi langkah.

B. Pemilihan topik
Kegiatan yang mula-mula dilakukan jika kita akan menulis suatu karangan ialah
menentukan topik. Hal ini berarti bahwa harus ditentukan apa yang harus dibahas dalam
tullisan. Kadang-kadang topik karangan ditentukan oleh dosen atau panitia yang meminta
kita menulis, misalnya panitia seminar. Dalam hal seperti ini kita tidak perlu bersusah
payah memikirkan topik yang akan digarap. Akan tetapi, dalam memilih topik perlu
dipertimbangkan beberapa hal, yaitu:
1. Topik itu ada manfaat nya dan layak dibahas. Ada manfaatnya, mengandung
pengertian bahwah bahasan tentang topik itu akan memberikan sumbangan
kepada ilmu atau prosesi yang ditekuni, atau sekurang-kurang nya berguna bagi
pengembangan ilmu yang dimiliki, layak dibahas berarti topik itu memang
memerlukan pembahasan dan sesuai dengan bidang yang ditekuni topik mengenai
jumlah provinsi di Indonesia merupakan contoh topik yang tidak layak dan tidak
memerlukan pembahasan apa-apa demikian juga topik seperti ―hari lahir para

119
pengarang Indonesia‖ ―perayaan hari pahlawan di desa saya‖, atau ―kerja bakti
untuk membersihkan lingkungan‖, bukankah topik-topik yang layak dibahas oleh
mahasiswa. Bandingkan topik-topik diatas dengan topik-topik berikut;
―perkembangan perbendaharaan kata anak-anak di bawah umur lima tahun‖
―usaha untuk menolong anak-anak yang mengalami kesulitan membaca‖,
―pelestarian sumber daya perairan‖, dan sebagainya.
Topik-topik yang terakhir merupkan topik yang cukup sulit untuk dibahas. Tentu
saja hal ini idak berarti bahwa topik yang layak adalah topik yang sulit. Banyak opik
sederhana mengenai hal-hal di lingkungan kita yang layakdan ada gunanya untuk dibahas.
Misalnya topik-topik sehubungan dengan ―kebiasaan membaca‖, ―pemakaian puuk
buatan‖, merupakan topik yang tidak terlalu sulit tetapi layak dibahas.
2. Topik itu cukup menarik terutama bagi penulis .Hal ini perlu diperhatikan. Topik
bagi penulis akan meningkatkan kegairahan dalam mengembangkan, dan bagi
pembaca akan mengundang minat untuk membacanya.
3. Topik itu dikenal baik. Pada bagian pendahuluan telah dikemukakan bahwa agar
dapat menulis dengan baik tentang suatu topik, kita harus mempunyai
pengetahuan yang menandai tentang topik itu. Apabila kita ingin menulis tentang
kenakalan remaja maka pengetahuan tentang kenakalan remaja harus kita kuasai.
Kita harus dapat menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan kenakalan remaja,
contoh-contoh kenakalan remaja, teori- teori yang berhubungan, penyebab-
penyebabnya, cara mengatasinya, dan sebagainya, sesuai dengan ruang lingkup
pembahasan. Pengetahuan tentang hal diatas harus dicari dan dikumpulkan.
Pengetahuan yang berupa fakta dan dapat diperoleh dari pengamatan dilapangan
atau sumber informasi lain, sedangkan yang berupa teori dapat diperoleh dari
buku-buku.
4. Bahan yang diperlukan dapat diperoleh dan cukup memadai. Hal ini erat
hubungan nya dengan butir 3). Bagaimana mungkin kita menulis karangan
tentang suatu topik yang bahannya tidak ada atau sangat sulit diperoleh? Apalagi
yang akan ditulis adalah karangan ilmiah. Mungkinkah ditulis dengan karangan
ilmiah tentang perubahan cuaca di planet Yupiter atau tentang peristiwa yang
terjadi tadi malam disalah satu negara di Afrika Selatan?
Topik ini tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit. Topik yang terlalu luas seperti
bank, pendidikan di Indonesia, lalu lintas, dan seni rupa, tidak memberi kesempata kepada
kita untuk membahasnya secara mendalam. Topik yang seperti ini hanya dapat dibahas

120
secara garis besar atau sepintas lalu. Apalagi jika panjang karangan dibatasi. Sebaiknya,
didalam karangan ilmiah, bila topik terlalu sempit, maka sifatnya akan terlalu khusus tidak
dapat digeneralisasikan, sehingga tidak banyak gunanya bagi perkembangan bidang ilmu.
Kecuali, jika yang ditulis itu berupa studi kasus. Contoh topik yang terlalu sempit
misalnya, ―Kesulitan membaca yang dialami Tuna siswa Kelas 11 SD Cibadak‖ .
Persyaratan terakhir ini akan diurakan lebih lanjut pada langkah berikut.

C. Pembatasan topik
Setelah kita berhasil memilih topik yang memenuhi persyaratan 1),2),3), dan 4),
maka langkah kedua yang harus dilakukan ialah membatasi topik tersebut.Dalam hal ini
tentu saja dapat dipikirkan secara langsung suatu topik yang cukup terbatas untuk dibahas
misalnya, ―Cara belajar mahasiswa Universitas Terbuka‖, ―Penghijauan untuk mengurangi
polusi di kota-kota besar‖ , ―Pemakaian bahasa Indonesia dalam cerita pendek penulis
remaja‖, dan sebagainya. Sebenarnya, proses pembatasan topik itu dapat dipermudah
dengan cara membuat diagram jamatau diagram pohon.
Untuk membuat diagram jam, topik diletakakan dalam sebuah lingkaran dari topik
itu diturunkan berapa topik yang lebih Sempit. Gambar 1 akan menjelaskan keterangan di
atas.
Ilmu kelautan

Lautan Atlantik
Laut sebagai sumber
energi masa depan
Laut teritorial
Indonesia Kekayaan dilautan

Laut sebagai lapangan Laut di Indonesia


laut
kerja

Laut bagi bangsa


Peranan laut dalam Indonesia
hubungan
antarbangsa
Kehidupan dalam laut
Riwayat Lautan
Kandungan kimia air
laut
121
Diagram di atas disebut diagram jam. Dengan diagram jam itu aka diperoleh dua
belas topik yang lebih tentang laut. Kedua belas topik itu dapat dibatasi lebih lanjut dengan
mengemukakan petanyaan-pertanyaan yang akan mempersempit dalam mengarahkan
pembahasan.Misalnya, kita ingin membahas topik ―kekayaan di lautan‖. Kekayaan di
lautan mana? Di wilayah Indonesia? Kekayaan jenis man yang akan dibahas fauna, flora,
atau mineral? Kita pilih misalnya, fauna. Fauna yang mana: ikan, kerang, atau, mutiara?
Aspek apa yang kita bahas? Pembudidayaannya? Melalui pertanyaan-pertanyaan itu kita
akan sampai pada topik yang cukup terbatas, misalnya ―pembudidayaan karang mutiara di
Maluku Selatan‖

D. Topik dan Judul


Setelah diperoleh topik yang sesuai maka dalam pelaksanaannya topik yang telah
dipilih itu harus dinyatakan dalam suatu judul karangan. Apakah yang dimaksud dengan
judul? Samakah judul dengan topik?
Yang dimaksudkan dengan topik ialah pokok pembicaraan dalam keseluruhan
karangan yang akan digarap; sedangkan judul ialah nama, titel, atau semacam label untuk
suatu karangan. Pernyataan topik mungkin saja sama dengan judul, tetapi mungkin juga
tidak. Dala karangan fiktif (rekaan) kerap kali judul karangan tidak menunjukan topik.
Roman Layar Terkembang misalnya tidak membicarakan layar dalam arti yang
sebenarnya.
Demikian juga novel Kabut Sutra Ungu, sama sekali tidak membahas kabut ataupun
sutera dalam arti yang sebenarnya.
Dalam karangan formal atau karangan ilmiah judul krangan harus tepat
menunjukkan topiknya. Penentuan judul tersebut harus dipikirkan secara bersungguh
sungguh dengan mengingat beberapa persyaratan, antara lain:
1. Harus sesuai dengan topik atau isi karangan beserta jangkauannya
2. Judul sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frase. Judul sebaiknya dinyatakan
dalam bentuk frase benda dan bukan dalam bentuk kalimat. Judul
―Pembudidayaan Kerang Mutiara di Maluku Selatan‖ berbentuk frase. Judul itu
akan menjadi kalimat bila kita ubah menjadi, ―Kerang Mutiara di Maluku Selatan
Perlu Dibudidayakan‖.
3. Selanjutnya, judul karangan diusahakan sesingkat mungkin. Misalnya ―cara utuk
Membudidayakan Kekayaan Lautan yang Berupa Kerang Mutiara di Maluku
Selatan‖ dapat disingkat dalm bentuk frase seperti pada butir 2).

122
4. Judul baru dinyatakan secara jelas; artinya judul itu tidak dinyatakan dalam kata
kiasan atau tidak mengandung kata yang mengandung arti ganda.Misalnya judul
―Menjalani Neraka Dunia‖, tidak dapat digunakan dalam karangan ilmiah yang
memaparkan hasil pengamatan terhadap keadaan ekonomi negara-negara yang
sedang berperang.
Dalam karangan fiksi biasanya judul karangan dapat ditentukan kemudian.
Adakalanya judul itu diubah dengan maksud untuk lebih menarik perhatian
pembaca.Untuk karangan ilmiah seperti sikripsi, tesis atau karya ilmiah lainya di
perguruan tinggi biasanya lebih dulu dibacakan dengan pembingbing.
Berikut ini tercantum beberapa contoh topik yang cukup terbatas.

1.Tanah kritis di Indonesia: cara mengatasinya


2.Pengaruh pembukaan jalan raya terhadap cara hidup rakyat di desa Meja
3.Kemungkinan mekanisme pertanian di Sumatera Barat
4. Kemungkinan pengurangan arus urbanisasi ke Jakarta
5.Pemakaian bahasa inggris didalam surat kabar di Indonesia

E. Tujuan penulisan
Setiap penulis harus mengungkapkan dengan jelas tujuan penulis yang akan di
garapkan nya.Perumusan tujuan penulisan sangat penting dan harus ditentukan lebih
dahulu karena hal ini akan merupakan titik tolak dalam seluruh kegiatan menulis tersebut.
Rumusan tujuan penulis adalah suatu gambaran penulis dalam kegiatan menulis kegiatan
selanjutnya. Dengan menentukan tujuan penulisa, akan diketahui apa yang harus dilakukan
pada tahap penulisan. Kita akan tau bahan-bahan yang diperlukan, macam organisasi
karangan yang akan diterapkan atau mungkin juga sudut pandangan yang akan
dipilih.Tujuan merupakan penentu yang pokok dan akan mengarahkan serta membatasi
karangn.Kesadaran mengenai tujuan selama proses penulisan akan menjaga keutuhan
tulisan.
Tujuan penulisan dapat dinyatakan dengan dua cara. Jika sebuah tulisan akan
mengembangkan gagasan yang merupakan tema seluruh tulisan, tujuan dapat dinyatakan
dalam bentuk tesis. Tetapi, untuk suatu tulisan yang tidak mengembangkan gagasan seperti
itu, tujuan penulisan dapat dituliskan dalam bentul pernyataan maksud.

123
1. Tesis
Seorang penulis sebelum memulai tulisannya terlebih dahulu menutarakan
gagasan atau (ide) pokok tulisannya.Gagasan pokok harus dengan jelas dinyatakan
dalam kalimat yang lengkap.Kalimat yang dimuat gagasan pokok atau pokok pikiran
tulisan disebut tesis.Jadi, sebuah tesis adalah sebuah kaliamat yang merupakan kunci
untuk seluruh tulisan, seperti hal nya kalimat utama di dalam sebuah parangraf
pertama dalam karangan.Perhatikan contoh berikut:
Tesis: Kemampuan berbahasa Indonesia mahasiswa dalam hal menulis pada
umumnya masih jauh dari memuaskan;oleh sebab itu, perlu dicari penyebnya
sehingga pengajaran Bahasa Indonesia dapat diperbaiki.
Tesis pada contoh diatas memberitakan kepada pembaca bahwa uraian
selanjutnya akan mengarah kepada ketidak mampuan mahasiswa berbahasa
Indonesia dalam hal menulis dan mencari penyebab-penyebabnya agar pengajaran
Bahasa Indonesia dapat di perbaiki. Jadi dari kalimat tesis di atas pembaca akan
dapat memperkirakan bahwa uraian selanjutnya akan mencakup:
1.Uraian tentang ketidak mampuan mahasiswa dalam hal menulis.
2.Analisis penyebabnya.
3.Saran perbaikan.
Selanjutnya suatu tesis juga turut menentukan urutan pembahasan dan bahan atau
informasi yang diperlukan. Hal ini tidak berarti bahwa fakta-fakta dan informasi-informasi
baru dipelajari sesudah tesis ditetapkan. Sebaliknya, pengamatan serta pengetahuan
tentang fakta tertentu akan mengarahkan kita dalam memikirkan tesis. Selanjutnya,
berdasarkan tesis itu ditentukan fakta dan informasi mana yang diperlukan.
Agar efektif, suatu tesis hendaknya terbatas, utuh, dan tepat. Tesis yang terbatas akan
mengarahkan pendekatan mana yang akan diambil dalam pembahasan selanjutnya.
Dengan demikian tesis itu akan membatasi sampai dimana pembahasan yang akan
dilakukan. Tesis ―Banyak kekayaan tersimpan di Lautan Indonesia‖ merupakan contoh
tesis yang umum, yang tidak cukup terbatas. Tesis ini masih dapat dipecahkan kedalam
beberapa tujuan.
Perhatikan contoh berikut:
Contoh:
Tesis (umum) : Banyak kekayaan tersimpan di Lautan Indonesia.
Terbatas:
1) Di perairan Indonesia sebelah timr banyak hidup tiram mutiara yang

124
dapat dibudidayakan.
2) Lautan Indonesia merupakan sumber energi potensial di masa
datang.
3) Jika dibandingkan dengan kekayaan di daratan, kekayaan di Lautan
Indonesia belum banyak dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia.
4) dan seterusnya.
Tujuan-tujuan di atas dapat dibahas dalam beberapa esei.
Tesis yang terbatas tidak memberikan petunjuk bagaimana cara menangani topik.
Peryataan itu hanya memungkinkan kita menulis tentang sesuatu tanpa memberikan
petunjuk tentang apa yang akan dibahas dan bagaimana membahasnya.
Menemukan Tesis Karangan
Bagaimana menemukan tesis karangan untuk tulisan kita? Dalam uraian berikut kita
membahas hal itu. Mula-mula kita menetukan topik karangan, kemudian membatasinya.
Kedua langkah itu telah dibicarakan pada bagian terdahulu. Kalau kita telah menemukan
topik yang terbatas, kita pikirkan dan catat beberapa gagasan sehubungan dengan topik
tadi. Mana diantara gagasan-gagasan itu yang paling menarik perhatian? Kita tulis satu di
antaranya.Kemudian kita kemukakan lagi satu pertanyaan yang berhubungan dengan
gagasan itu. Pertanyaan itu akan menuntun kita kepada langkah ketiga, yaitu langkah yang
terakhir dalam mencari tesis untuk karangan. Kemudian kita kemukakan beberapa kalimat
sebagai jawaban untuk pertanyaan itu. Dari kalimat-kalimat itu kita pilih satu yang
menarik minat kita. Kalimat itulah yang akan menjadi tesis karangan kita.
Contoh:
(1) Topik: kekayaan alam di lautan Indonesia.
(2) Topik terbatas: Penangkapan ikan di lautan Indonesia.
(3) Beberapa gagasan/pernyataan sehubungan dengan topik terbatas:
(a) Sebagian besar penangkapan dilakukan dengan alat tradisional.
(b) Dibandingkan dengan luas lautan, sangat sedikit penduduk Indonesia
Yang hidup dari penangkapan ikan.
(c) Penangkapan ikan kerap kali dilakukan tanpa mengingat kelestariannya.
(d) Hasil penangkapan kerap kali terpaksa terbuang karena busuk.

125
Misalkan kita tertarik akan gagasan terakhir. Kita mengemukakan pertanyaan:
Mengapa ikan itu menjadi busuk?
(3) Beberapa gagasan sehubungan dengan pertanyaan di atas:
(a) Pengolahan hasil penangkapan ikan kebanyakan dilakukan secara tradisional.
(b) Perahu nelayan kita tidak dilengkapi dengan sarana pengawet dan pengolah ikan.
(c) Bangsa Indonesia sangat memerlukan tenaga ahli di bidang pengolahan hasil laut.
(d) Dan seterusnya.
(4) Langkah terakhir: dari pernyataan-pernyataan itu kita memilih satu yang menarik
perhatian dan menurut pendapat kita paling memenuhi persyaratan sebagai tesis
karangan kita.
Menyusun Tesis
Setiap tesis mengandung gagasan pokok yang akan dikembangkan. Kata yang
mengandung gagasan itu merupakan kata kunci. Sesuai dengan banyaknya gagasan yang
akan dikembangkan, suatu tesis mungkin mengandung satu atau beberapa kata kunci.
Contoh:
(1) Lari pagi adalah olah raga yang murah.
(2) Indonesia memerlukan tenaga ahli pengolahan hasil laut.
(3) Mengarang itu gampang.
(4) Kebakaran hutan merusak keseimbangan alam dan memperkecil populasi satwa liar.
(5)Lari pagi adalah olah raga yang murah,mudah, dan menyenangkan.
Kata-kata atau kelompok kata yang dicetak miring di atas merupakan kata-kata kunci
yang mengandung gagasan yang akan dikembangkan. Nomor 1), 2), dan 3) masing-masing
mengandung satu gagasan, sedangkan nomor 4) dan 5) mengandung beberapa gagasan.
Yang menjadi pertanyaan sekarang, bagaimana menyusun tesis yang memenuhi
persyaratan? Dalam hal ini ada beberapa keharusan dan larangan yang harus diperhatikan.
a) Tesis yang baik harus bisa meramalkan, mengendalikan, dan mengarahkan
penulis dalam mengembangkan karangan.
Agar dapat meramalkan, sesuatu tesis harus dinyatakan dalam bentuk pernyataan
(proposisi) yang mungkin dibahas dan memerlukan pembahasan. Perhatikan pernyataan-
pernyataan berikut:
(1) Orang kaya mempunyai harta yang banyak.
(2) Ikan hidup di air.
(3) Indonesia meliputi 28 provinsi.

126
Gagasan-gagasan di dalam pernyataan di atas tidak memerlukan pembahasan lebih
lanjut sebab sudah sangat jelas. Bandingkan dengan:
(1) Kekayaan bukan ukuran kebahagiaan.
(2) Peternakan terpadu merupakan alternatif lain bagi petani.
Suatu tesis yang direncanakan dengan baik akan memungkinkan pembaca
meramalkan kemana arah pembicaraan selanjutnya. Dari tesis juga dapat diperkirakan
bahan penulisan yang diperlukan.
Contoh:

Letak Indonesia pada posisi silang mengundang berbagai masalah.

Dari tesis di atas pembaca dapat meramalkan bahwa tulisan selanjutnya akan
membahas berbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia sebagai akibat letak negara
pada posisi silang.
Bagi penulis tesis berfungsi mengendalikan arah pengembangan karangan. Tesis itu
akan membimbing kita dalam menentukan subtopik-subtopik yang akan dibahas. Tesis
―Lari pagi adalah olah raga yang murah dan mudah‖ memerlukan
pembahasan/argumentasi bahwa:
(1) Lari pagi tidak memerlukan biaya banyak, dan
(2) Lari pagi tidak sulit dilakukan.
Dari tesis itu kita tahu bahwa ada dua gagasan yang akan di bahas. Tesis seperti di
atas lebih mengendalikan penulis dalam mengembangkan karangan. Selanjutnya,
perhatikan contoh-contoh berikut.
Mengendalikan : Lautan Indonesia merupakan sumber energi potensial di masa
depan.
Tidak mengendalikan : Banyak kekayaan tersimpan di lautan Indonesia.
Mengendalikan : Pertambahan penduduk yang tidak disertai dengan perluasan
lapangan kerja akan memperbesar jumlah pengangguran dan
kejahatan.
Tidak mengendalikan : Kita menghadapi masalah kependudukan.
Kalau tesis kita ―Kelapa adalah tanaman serba guna‖, maka karangan kita akan
membahas manfaat bagian-bagian pohon kelapa. Kita tidak akan membicarakan cara
mengelola perkebunan kelapa supaya lebih mendatangkan keuntungan. Ini berarti tesis
yang baik juga membatasi pembahasan.

127
b) Tesis yang baik juga harus memenuhi persyaratan berikut.
(1) Tesis harus dinyatakan dalam kalimat lengkap; tidak boleh dinyatakan dalam
Bentukfrase.
Benar : Fungsi teori ialah menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan.
Salah : Teori sebagai penjelas, peramal, dan pengendali.
(2) Tesis harus dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan tidak boleh dalam
bentuk kalimat pertanyaan.
Benar : Jika dibandingkan dengan luas perairan Indonesia, masih sangat
sedikit orang Indonesia yang mencari nafkah di laut.
Salah : Berapa jumlah nelayan Indonesia?
(3) Bagian-bagian tesis harus saling berhubungan: tesis tidak boleh mengandung
unsur-unsur yang tidak berkaitan.
Benar : Salah satu fungsi teori ialah mengendalikan, yaitu mencegah atau
mengusahakan terjadinya sesuatu.
Salah : Salah satu fungsi teori ialah mengendalikan; beberapa teori berasal
dari zaman dahulu.
(4) Tesis harus terbatas, tidak boleh terlalu luas.
Benar : Di dasar lautan Indonesia banyak terdapat barang tambang yang
belum dimanfaatkan.
Salah : Indonesia negara yang kaya.
(5) Tesis tidak boleh mengandung ungkapan seperti ―menurut pendapat saya‖,
―saya duga‖, dan ―saya kira‖. Ungkapan semacam itu akan melemahkan
argumentasi.
Benar : bahasa adalah alat sosialisasi yang mengubah manusia biologis
menjadi manusia sosial
Salah : Menurut pendapat saya bahasa adalah alat sosialisasi yang
mengubah manusia biologis menjadi manusia biologis.
(6) Tesis tidak boleh dinyatakan dengan bahasa yang tidak jelas
Benar : Anak yang terlalu pintar, kerap kali tidak memperhatikan pelajaran
karena apa yang dijelaskan guru sudah dikuasainya.
Salah : Anak yang sangat pandai kerap kali menimbulkan kesulitan.
(7) Tesis tidak boleh dinyatakan dengan kata kiasan.
Benar : Kebakaran hutan memperkecil populasi satwa liar.
Salah : Jago merah yang mengamuk di hutan melahap satwa liar.

128
2. Pernyataan Maksud
Pada bagian pertama pada bab ini sudah dikatakan bahwa tujuan penulisan selain
dapat dinyatakan dengan tesis dapat juga dinyatakan dengan pernyataan maksud. Untuk
suatu tulisan yang tidak mengembangkan gagasan yang merupakan tema seluruh tulisan
tujuan dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan maksud.
Di atas sudah dijelaskan bahwa tesis hanya terdapat di dalam tulisan yang
mengembangkan gagasan secara dominan. Jika kita ingin memaparkan kekalutan yang
dialami penduduk ketika terjadi kebakaran, maka kita tidak akan mengembangkan suatu
gagasan secara dominan. Dalam hal yang seperti ini tujuan penulisan dapat dinyatakan
dalam bentuk pernyataan bentuk.
Contoh:
1) Dalam makalah ini akan dibahas perbedaan sistem perekonomian pada
pemerintah orde lama dengan sistem perekonomian pada pemerintahan orde
baru.
2) Penulis ingin mengemukakan peristiwa-peristiwa sejarah yang membuktikan
bahwa Pancasila dapat menyelamatkan bangsa dari ancaman-ancaman
pengkhianatan.
3) Apa yang menyebabkan keterlibatan remaja dengan narkotika? Penulis akan
mengemukakan beberapa hal yang erat hubungannya dengan pendidikan
keluarga serta perhatian orang tua.
4) Dalam tukisan ini akan diuraikan beberapa proses belajar mengajar yang dapat
merangsang daya kreatif siswa.
Pernyataan maksud di atas tidak hanya mengungkapkan tujuan penulisan,
melainkan juga menunjukkan arah pengembangan tulisan selanjutnya. Pernyataan-
pernyataan maksud itu sekaligus mencakup struktur tulisan serta pemilihan bahan yang
diperlukan.

F. Bahan Penulisan
Pada memilih dan membatasi topik kita hendaknya sudah memperkirakan
kemungkinan mendapatkan bahan. Dengan membatasi topik, maka kita pun sebetulnya
telah memusatkan perhatian pada topik yang terbatas itu, serta mengumpulkan bahan yang
khusus pula. Dengan bahan-bahan yang khusus ini kita akan berusaha membahas topik
tersebut secara terinci dan mendalam.

129
Bahan penulisan ini dapat dikumpulkan pada tahap prapenulisan seperti yang sudah
dijelaskan dalam bab sebelumnya dan dapat pula pada waktu penulisan berlangsung.
Untuk masalah kecil yang tujuannya sudah jelas dalam pikiran kita penetapan dan
pengumpulan bahan dapat dilakukan pada waktu penulisan. Tetapi, untuk sebuah karangan
yang besarseperti skripsi, tesis atau, disertasi, bahan-bahan seharusnya dikumpulkan dulu
sebelum proses penulisan dimulai.
1. Sumber Bahan Penulisan
Jika tujuan penulisan sudah dirumuskan dengan tepat, maka kita pun sudah dapat
menentukan bahan atau materi penulisan, serta macam dan luasnya. Yang
dimaksud dengan bahan penulisan ialah semua informasi atau data yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan penulisan. Data tersebut mungkin
merupakan teori, contoh-contoh, rincian atau detail, perbandingan, sejarah kasus,
fakta, hubungan sebab akibat, pengujian dan pembuktian, angka-angka, kutipan,
gagasan, dan sebagainya, yang dapat membantu penulis dalam mengembangkan
topik yang dipilih. Bahan itu dapat kita peroleh dari berbagai sumber.
2. Perpustakaan sebagai Sumber Bahan Penulisan
Perpustakaan menyimpan berbagai pengetahuan hasil pemikiran manusia dari
abad ke abad. Manusia telah meneliti dan mengumpulkan berbagai macam
pengetahuan yang telah diturunkan dari generasi ke generasi. Melalui studi
kepustakaan kita memperoleh kesimpulan-kesimpulan atau pendapat-pendapat.
Kesimpulan-kesimpulan yang kita peroleh kita beri penilaian kembali sehingga
kita dapat merumuskan suatu pendapat yang baru.
Studi kepustakaan menuntut kita membaca secara kritis semua beban yang kita
perlukan. Kecekatan menyeleksi bermacam-macam sumber yang mengandung sudut
pandangan yang berbeda-beda dan bertentangan satu sama lain perlu kita miliki. Kita
dituntut dapat memilih, menimbang, menolak dan menyusun kembali bahan-bahan yang
ada ke dalam suatu tulisan yang dapat meyakinkan pembaca. Pembaca yang kritis akan
dapat menyeleksi tulisan yang baik, yang dapat dipercaya dan yang tidak.
Dalam pemakaian perpustakaan dapat dibedakan tiga jenis bahan bacaan. Pertama,
bahan bacaan yang memberikan gambaran umum tentang topik yang kita pilih. Untuk ini
biasanya tidak diperlukan catatan-catatan mendetail. Kedua, bahan bacaan yang harus
dibaca secara kritis dan mendalam, karena bahan penulisan terdapat dalam bacaan ini. Dari
bahan seperti inilah penulis membuat catatan-catatan yang biasanya berbentuk kutipan-
kutipan. Ketiga, bahan bacaan tambahan sebagai pelengkap bahan-bahan yang sudah ada.

130
Perpustakaan sebagai sumber bahan penulisan menampilkan wujud berbeda-beda
sesuai dengan daerah atau tempat terdapatnya perpustakaan tersebut. Menurut tujuannya,
IFLA (International Federation Library Association) mengelompokkan perpustakaan
sebagai berikut:
1) Perpustakaan Sekolah
2) Perpustakaan Perguruan Tinggi
3) Perpustakaan Umum
4) Perpustakaan Khusus
5) Perpustakaan Nasional
Perpustakaan sekolah berisi bahan-bahan untuk menunjang pelaksanaan kurikulum
dan memperluas cakrawala pengetahuan siswa. Perpustakaan umum berisi bahan-bahan
yang dapat dimanfaatkan oleh segala lapisan masyarakat dari segala tingkatan umur dan
pendidikan, misalnya perpustakaan di rukun warga, kelurahan, dan seterusnya.
Perpustakaan Khusus, contohnya perpustakaan di Bogor yang digunakan oleh peneliti
biologi. Perpustakaan nasional berisi terbitan nasional yang dapat dipergunakan bangsa
Indonesia untuk memperluas pengetahuannya. Perpustakaan Nasional Indonesia baru
diresmikan pada bulan Mei 1980 dan merupakan gabungan Perpustakaan Museum Jakarta,
Perpustakaan Sejarah Politik,serta Bibliografi Pusat Pembinaan Perpustakaan. Namun,
setiap jenis perpustakaan pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu mencerdaskan
bangsa sesuai dengan tingkatnya masing-masing.
Perpustakaan perguruan tinggi bertujuan menunjang kurikulum perguruan tinggi.
Dalam hal ini perpustakaan berfungsi sebagai sarana pendidikan dan pengajaran , pusat
kegiatan ilmiah dan budaya, dan pusat sarana penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Oleh karena itu, sebuah perpustakaan hendaknya juga menyimpan karya-
karya yang memadai yang dapat memenuhi keperluan di atas.
Untuk memperoleh bahan yang diperlukan, seorang penulis tidak perlu membaca
semua buku, majalah, atau surat kabar yang tersedia pada sebuah perpustakaan. Setiap
perpustakaan memiliki koleksi yang khas, namun sarana yang dipakai oleh setiap
perpustakaan biasanya bersifat standar. Sarana yang dipakai pada semua perpustakaan
untuk membantu setiap orang guna melengkapi bahan yang diperlukan adalah katalog,
buku-buku referensi standar, indeks, dan lain-lain.

131
3. Kartu - Kartu Katalog
Pada setiap perpustakaan disediakan kartu-kartu katalog yang merupakan
petunjuk untuk mengetahui koleksi bahan pustaka yang terdapat dalam perpustakaan
itu. Dengan bantuan katalog pemakai perpustakaan dapat mencari buku yang
diinginkan. Kartu katalog ini biasanya berukuran 7,5 x 12,5 cm, disusun berdasarkan
urutan nama-nama pengarang menurut abjad. Kemudian dicantumkan juga judul
buku dan pokok uraian. Mungkin terdapat variasi penyimanan, namun prinsip kartu
pengarang merupakan dasar pada umumnya.
Setiap perpustakaan memiliki sistem penyusunan kartu katalog tersendiri. Setiap
buku harus memiliki tiga kartu katalog yaitu kartu katalog pengarang, kartu katalog judul
dan kartu katalog subjek. Semuanya disusun menurut abjad. Bila yang kita ingat secara
pasti nama pengarang, maka nama pengarang itulah yang dicari dalam urutan kartu katalog
pengarang. Kalau judul buku yang diingat, maka yang kita cari kartu katalog judul. Kartu
katalog subjek sebenarnya sama dengan kartu katalog pengarang dan kartu ini
dikumpulkan bersama-sama dalam suatu judul utama yang menyangkut subjek yang
bersangkutan.

Di dalam kartu katalog tertera deskripsi bibliografi bahan pustaka seperti berikut :
1) Nama pengarang (nama keluarga mendahului nama kecil), atau yang dianggap
sebagai pengarang apabila nama pengarang tidak diketahui. Nama pengarang
seluruhnya menggunakan huruf kapital.
2) Judul buku (huruf pertama ditulis dengan huruf capital) termasuk anak judul,
bila ada.
3) Edisi
4) Data penerbitan yang terdiri dari : tempat terbit, penerbit, dan tahun terbit. Data
di atas perlu dicatat dengan teliti karena dalam sebuah karya tulis semua data ini
harus dicantumkan.
5) Besar dan tebalnya buku, banyaknya halaman, bab, jumlah jilid, serta data ulang
cetak.
6) Deskripsi isi ; hal ini tidak selalu ada dalam kartu katalog. Tetapi deskripsi isi
akan lebih memudahkan penulis menyeleksi bahan-bahan yang diperlukan.

132
7) Nomor buku (Call Number) yaitu :
- nomor klasifikasi
- tanda pengarang, 3 huruf pertama dari nama pengarang dengan maksud
untuk membedakan dengan buku yang mempunyai nomor klasifikasi yang
sama.
Selanjutnya cobalah perhatikan contoh-contoh di bawah ini.
Contoh 1: Unsur-Unsur Katalog (secara umum)
1) Kutipan, jika kita menyalin informasi tersebut tepat seperti aslinya.
2) Parafrase, jika kita mengungkapkan kembali maksud penulis dengan
kata – kata sendiri.
3) Rangkuman (ringkasan), jika kita menyarikan apa yang kit baca.
4) Evaluasi atau ulasan, jika kita mengemukakan reaksi terhadap
gagasan yang dikemukakan penulis.
Bentuk mana yang akan dipilih sangat bergantung kepada pertimbangan kita. Ada
penulis yang menganggap cukup membuat sarinya saja, ada juga yang mengutip
seluruhnya. Namun sebaiknya dipertimbangkan penting tidaknya mengutip dan panjang
pendek serta macam kutipan yang dibuat.
1) Contoh Kutipan

angkatan

―. . . angkatan, yakni seperangkat angka yang saling berhubungan satu sama lain.‖

B.H. Erickson dan T.A Nosanchuk terjemahan


R.K. Sembiring, Memahami Data : Statistik untuk Ilmu Sosial,
(Jakarta: LP3ES, 1982), halaman 21.
Catatan pada kartu di atas merupakan kutipan langsung, artinya sesuai dengan
aslinya. Sumber kutipan tersebut harus dicatat selengkap mungkin. Perhatikan contoh di
atas.

133
2) Parafrase
anak berbakat

Ditinjau dari umur serta tingkat kemampuan mentalnya dan dibandingkan dengan

pelayanan pendidikan yang diterimanya, anak berbakat adalah anak yang sangat

berkelainan.

S.C.U. Munandar , ed., Anak-Anak Berbakat: Pembinaan dan Pendidikannya


(Jakarta: Rajawali, 1982), halaman 15.

3) Ringkasan

Administrasi Negara

Administrasi Negara dilaksanakan berdasarkan UUD 1945. Tugasnya

mencakup semua aspek kehidupan nasional bangsa.

Sahono Soebroto, ed., Wawasan Nusantara


Jakarta: Surya Indah,1982), halaman 7.

4) Ulasan

Ringkasan (Precis )

Gorys keraf mengemukakan bahwa ringkasan adalah cara yang efektif

untuk menyajikan suatu karangan yang panjang dalam bentuk singkat. Dalam

membuat ringkasan dituntut keterampilan mereproduksi dari karya asli secara

singkat, dan tetap mempertahankan pikiran pengarang dengan pendekatan yang

asli.

Namun, dalam kenyataannya sering orang tidak dapat membedakannya dengan


ikhtisar yang juga merupakan penyajian singkat dari karangan asli. Padahal, kedua bentuk
itu berbeda penekanannya.

134
*Gorys Keraf, Komposisi, Ende-Flores: Nusa Indah, 1980, halaman 261.
Pada setiap kartu selalu dicantumkan sumbernya secara lengkap. Hal ini akan
memudahkan kita dalam membuat catatan kaki dan daftar kepustakaan.
Selanjutnya bahan- bahan yang sudah terkumpul, diklasifikasikan berdasarkan
kriteria sesuai dengan keperluan. Klasifikasi, seperti juga analogi, pada dasarnya
merupakan jenis analisis dan sintesis. Dalam klasifikasi kita mengambil sesuatu dari
konteksnya semula (bacaan, pengalaman, dan lain – lain) dan mengelompokkannya ke
dalam kelas – kelas yang baru berdasarkan kriteria tertentu. Kelas- kelas yang terbentuk
dengan cara itu merupakan konsep baru hasil sintesis penulis berdasarkan konsep yang
sudah ada.

G. Kerangka Karangan
Langkah terakhir pada tahap prapenulisan adalah mengorganisasikan karangan.
Dalam hal ini tujuan penulisan serta bahan penulisan turut menentukan bentuk organisasi
karangan itu. Bentuk atau pola organisasi karangan akan dibicarakan pada bagian lain dari
uraian ini.
Agar organisasi karangan dapat ditentukan, sebelumnya kita harus menyusun
kerangka (outline) karangan. Menyusun kerangka karangan merupakan satu cara untuk
menyusun suatu rangkaian yang jelas dan struktur yang teratur dari karangan yang akan
digarap.
Sebuah kerangka karangan merupakan suatu rencana kerja yang mengandung
ketentuan-ketentuan tentang bagaimana kita menyusun karangan itu. Kerangka karangan
juga akan menjamin penulis menyusun gagasan secara logis dan teratur.
Penyusunan kerangka karangan sangat dianjurkan karena akan menghindarkan
penulis dari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu terjadi. Kegunaan kerangka karangan
bagi penulis ialah :
1) Kerangka karangan dapat membantu penulis menyusun karangan secara teratur,
dan tidak membahas satu gagasan dua kali, serta dapat mencegah penulis keluar
dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topic atau judul.
2) Sebuah kerangka karangan memperlihatkan bagian-bagian pokok karangan serta
memberi kemungkinan bagi perluasan bagian-bagian tersebut. Hal ini akan
membantu penulis menciptakan suasana yang berbeda-beda, sesuai dengan variasi
yang diinginkan.

135
3) Sebuah kerangka karangan akan memperlihatkan kepada penulis bahan-bahan
atau materi apa yang diperlukan dalam pembahasan yang akan ditulisnya nanti.

1. Bentuk Kerangka

Sebuah kerangka karangan dapat dibedakan atas kerangka kalimat dan kerangka
topik. Kerangka kalimat mempergunakan kalimat berita yang lengkap untuk
merumuskan setiap topik, subtopik maupun sub-subtopik. Di dalam kerangka topik
setiap butir dalam kerangka terdiri dari topik yang berupa frase bukan kalimat
pelengkap.
Menyusun kerangka berarti memecahkan topik kedalam subtopik dan mungkin
selanjutnya ke dalam sub-subtopik. Sebelum kerangka kerja yang sebenarnya
disusun terlebih dahulu harus dibuat kerangka kasar, atau yang disebut kerangka
sementara. Misalnya, kita akan menulis karangan mengenai kegiatan sebuah
universitas pada periode tertentu. Mula-mula kita memecahkan topik tersebut
kedalam suatu babakan besar. Perhatikan contoh berikut!
Topik: Kegiatan Mahasiswa Universitas Komodo Selama Periode Tahun 1980-
1982
I. Kegiatan Akademis

II. Kegiatan Sosial

III. Kegiatan di Bidang Olah Raga dan Seni

Setelah diperoleh kerangka kasar, maka kita mulai memikirkan rincian untuk
setiap babakan kasar diatas. Hasilnya, diperoleh sebuah kerangka yang lebih terinci.
Contoh :
Kegiatan Mahasiswa Universitas Komodo Selama Periode Tahun 1980-1983
1. Kegiatan Akademis
1.1 Penelitian
1.2 Seminar
1.3 Ceramah Ilmiah
1.4 Karya Wisata

136
2. Kegiatan Sosial
2.1 Partisipasi Mahasiswa Universitas Komodo Dalam Usaha Menanggulangi
Akibat Bencana Alam
2.2 Partisipasi Mahasiswa dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat di
Sekitar Kampus
2.3 Partisipasi Mahasiswa dalam Usaha Meningkatkan Keterampilan Kaum
Ibu
2.4 Dan seterusnya.
Kerangka karangan itu masih dapat dirinci lagi, misalnya dengan cara
mengelompokkankegiatan menurut jenis penellitian, fakultas, atau tahun anggaran.
Contoh :
1. Kegiatan Akademis
1.1 Penelitian
1.1.1 Kegiatan tahun 1980-1981
1.1.2 Kegiatan tahun 1981-1982
1.1.3 Kegiatan tahun 1982-1983
1.2 dan seterusnya
Contoh – contoh kerangka di atas merupakan contoh kerangka topik. Ini berarti kita
sudah memiliki kerangka kerja yang akan menuntun kita dalam mengembangkan
karangan.
Satu hal yang perlu diingat dan diperhatikan ialah bahwa penyusunan kerangka
karangan itu hendaknya didasarkan pada kriteria atau sistem tertentu.

Perhatikan contoh kerangka berikut!


Contoh :
FAUNA PULAU SUMBAWA

I. Binatang buas

II. Mamalia

III. Binatang Pemakan Daging

IV. Binatang yang dapat diternakkan

V. Binatang malam

137
Contoh diatas merupakan contoh kerangka yang kacau. Antara butir I – V, dan II
– IV terdapat tumpang tindih. Rincian dari topic ke subtopic tidak berdasarkan
kriteria tertentu sehingga pengelompokkan menjadi kacau. Perhatikan bahwa antara
butir-butir itu terdapat tumpang tindih.
Jika kita ingin membuat kerangka yang baik dan terinci (memuat sub-sub bagian),
kita mulai membuat kerangka secara garis besarnya terlebih dahulu. Kerangka ini
akan memperlihatkan karangan kita secara menyeluruh. Setelah itu barulah setiap
butir diuraikan ke dalam sub-subbagiannya. Dalam hal ini kita pergunakan tanda
yang berbeda untuk memperlihatkan tingkatan (hierarki) butir-butir dalam kerangka.
Contoh :

MENYONGSONG KEWAJIBAN BELAJAR

TINGKAT PENDIDIKAN DASAR

SUATU PENGANTAR

I. Pendahuluan

II. Beberapa Pengamatan

A. Kedudukan Pendidikan Dasar dalam Rangka Kewajiban Belajar

B. Apa yang Telah Dirintis dalam Rangka Kewajiban Belajar

C. Apa yang Telah Kita Laksanakan dalam Menyongsong Kewajiban Belajar

III. Masalah-masalah Pelaksanaan Kewajiban Belajar

A. Periode Perintisan (1950-1960)

B. Periode Pelita I dan II

IV. Strategi Pelaksanaan Kewajiban Belajar

A. Strategi Jangka Panjang

B. Strategi Jangka Pendek1)

Contoh kerangka karangan di atas mempergunakan angka Romawi untuk


nomor bagian dan huruf besar untuk subbagian.

138
Contoh berikut menggunakan Sistem Desimal.
Contoh 1: Sistem Lekuk

1. ………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………....

1.1 …………………………………………………………………………………

…………………………………………………………

1.2 …………………………………………………………………………………

………………………………………………………...

1.2.1 …………………………………………………………………………

………………………………………………………

1.2.2 …………………………………………………………………………

……………………………………………………….

2. ………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………….

2.1 …………………………………………………………………………………

…………………………………………………………

2.2 …………………………………………………………………………………

…………………………………………………………

2.2.1 …………………………………………………………………………

………………………………………………………

2.2.2 …………………………………………………………………………

……………………………………………………….

Dan seterusnya.

139
Contoh 2 : Sistem Lurus

1.

……………………………………………………………………………………

……………………………................

1.1

…………………………………………………………………………………

………………………………………………

1.2.1

………………………………………………………………………………………

………………………………............

1.2.2

………………………………………………………………………………………

………………………………………….

2.

.…………………………………………………………………………………

……………………………………………….

2.1

…………………………………………………………………………………

…………………………………………………

2.2

…………………………………………………………………………………

…………………………………………………

140
Dan seterusnya.

Selanjutnya jagalah agar hubungan antara bagian dengan sub-subbagiannya


selalu konsisten dan jelas.
1)
Sunarya,‖Menyongsong Pelaksanaan Kewajiban Belajar Tingkat Pendidikan

Dasar: Suatu Pengantar‖. Analisa X (Jakarta: CSIS, 1980)p.911-924.

Contoh 1

1. Variasi bahasa dapat ditinjau dari berbagai segi

A. Variasi berdasarkan tempat (daerah)

B. Variasi berdasarkan profesi

C. Variasi berdasarkan umur

D. Dan seterusnya

Contoh 2

1. Variasi bahasa dapat ditinjau dari berbagai segi

A. Variasi berdasarkan tempat (daerah)

B. Bahasa ilmuwan berbeda dengan bahasa pedagang kecil

C. Bahasa Prokem adalah hasil kreativitas remaja

Di antara kedua contoh di atas yang mana menurut anda yang lebih konsisten

dan jelas?

Perhatikan butir-butir yang terdapat pada kedua contoh itu. Ternyata contoh 1
lebih konsisten dan lebih jelas dari pada contoh 2. Butir-butir pada contoh 1
didasarkan atas satu patokan, yaitu variasi dan semua butir dinyatakan dalam
bentuk topik. Pada contoh 2 tidak demikian halnya. Butir – butir pada contoh 2
dinyatakan dalam bentuk topik (A) dan bentuk kalimat pada (B) dan (C). Dasar
patokan untuk butir (A), (B), dan (C) juga tidak jelas.

141
2 Pola Organisasi
Langkah terakhir pada tahap penulisan ialah pengorganisasian karangan.
Dalam hal ini tujuan dan bahan penulisan turut menentukan bentuknya. Organisasi
karangan pada umumnya mengikuti pola ilustratif, analisis, dan argumentatif. Pola
ini disusun sesuai dengan arah pembicaraan dan detail pembahasan tertentu.
Jika kita akan menjelaskan suatu gagasan atau prinsip umum secara konkret
dan khusus maka kita harus menggunakan pola ilustratif. Arah pembicaraan
menurut pola ini ialah dari hal yang umum kepada yang khusus. Pembahasan
dimulai dengan hal-hal yang bersifat umum, kemudian menjadi khusus dan lebih
khusus lagi. Dalam pola ini makna tesis atau kalimat utama dikemukakan melalui
ilustrasi. Ilustrasi itu dapat berupa contoh, perbandingan, atau sebuah kontras.
Jika kita mempergunakan contoh-contoh sebagai ilustrasi, ada beberapa hal
yang harus kita perhatkan. Pertama, contoh yang dipakai harus mempunyai
hubungan yang langsung dengan kata yang umum (tesis,kalimat utama) yang
dijelaskan. Untuk menjelaskan suatu genus misalnya, pergunakan spesies yang
langsung dibawahnya. Kedua contoh itu benar-benar dapat menjelaskan tesis atau
kalimat topik yang dikemukakan.
Dalam organisasi karangan dengan pola analitis, pokok pembicaraan diuraikan
ke dalam bagian-bagian. Dengan jalan menguraikan bagian-bagian itu tesis atau
kalimat topik dapat dijelaskan. Arah pembahasan ialah dari pokok pembicaraan
diuraikan kepada bagiannya. Bagian – bagian ini kemudian diuraikan lagi ke dalam
sub-subbagian. Dengan demikian, pola ini hanya dipergunakan bila tesis atau topik
mengenai suatu kesatuan (benda konkret atau gagasan abstrak) yang terdiri dari
bagian-bagian. Dengan cara menguraikan bagian-bagian itu tesis dapat dijelaskan.
Pola analitis ini ada tiga macam, yaitu analitis, klasifikasi, analitis proses, dan
analitis sebab-akibat.
Pola analitis klasifikasi kita pergunakan bila pembahasan mengenai pokok
pembicaraan didasarkan pada klasifikasi tertentu.

142
Contoh :

VARIASI BAHASA INDONESIA

1. Pendahuluan
2. Variasi berdasarkan tempat
3. Variasi berdasarkan umur
4. Variasi berdasarkan situasi
5. Variasi berdasarkan media
6. Variasi berdasarkan profesi
Pola analitis proses dapat kita pergunakan jika pembahasan mengenai topik
atau pembicaraan yang mengarah pada pembagian-pembagian yang
menggambarkan suatu proses.

Contoh :

PENGAJARAN KOSA KATA DI SMP

1. Pendahuluan
2. Pengenalan kata-kata baru/sulit
3. Pemahaman secara pasif
4. Pemahaman secara aktif
5. Pengembangan karangan pendek berdasarkan kata-kata baru
6. Dan seterusnya
Pola karangan diatas menggambarkan suatu proses pengajaran kosa kata bagi
anak-anakSMP dari mulai mengenal kata-kata baru sampai kepada membuat
karangan pendek berdasarkan kata-kata baru tadi.
Pola karangan analitis sebab-akibat dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Contoh :

PENYAKIT AKIBAT KEKURANGAN GIZI

1. Pendahuluan
2. Makanan Bergizi
3. Hubungan Gizi dengan Kesehatan

143
4. Penyakit yang Timbul Akibat Kekurangan Gizi
5. Dan seterusnya
Di dalam praktek pola ilustratif seringkali digabungkan dengan pola analitis.
Hal ini dapatkita lihat pada contoh berikut!
Contoh :

VARIASI BAHASA INDONESIA

1. Pendahuluan : Situasi Kebahasaan di Indonesia


2. Variasi berdasarkan tempat : Dari Aceh sampai Irian
3. Variasi berdasarkan umur : Bahasa Prokem
4. Variasi berdasarkan situasi dari yang resmi sampai yang santai
5. Variasi berdasarkan media: bahasa buku dan surat kabar
6. Variasi berdasarkan profesi: dari bahasa ilmuwan sampai bahasa Abang Becak

Semua butir, dari butir satu sampai butir enam pada contoh di atas bersifat
analitis karenamerupakan bagian-bagian dari pokok pembicaraan. Akan tetapi
keterangan di belakang titik dua (:) bersifat ilustratif, karena memberikan contoh-
contoh yang mengarahkan pembicaraan pada hal-hal yang khusus.
Selanjutnya, dalam pola argumentatif kita menyusun evidensi ke dalam urutan
yang logis untuk menjelaskan suatu tesis atau proposisi. Arah pembahasan menurut
pola ini ialah dari evidensi sebagai premis kepada kesimpulan.
Contoh :
Tempe bongkrek adalah makanan berbahaya. Banyak orang yang sakit dan mati
akibat keracunan makanan tersebut.
Pada contoh di atas bagian yang dicetak miring merupakan kesimpulan. Bagian
yang lain yang merupakan premis yaitu dasar untuk penarikan kesimpulan. Suatu
argument sekurang-kurangnya menghubungkan satu premis dengan satu
kesimpulan.
Dengan selesainya kerangka karangan atau kerangka kerja maka kita sudah
dapat melangkah pada tahap kedua yaitu tahap penulisan. Akan tetapi sebelum kita
mulai dengan penulisan yang sebenarnya perlu kita menilai kembali persiapan
penulisan yang telah kita buat, dengan cara mengajukan pertanyaan-pernyataan
berikut:

144
1) Apakah tesis (pertanyaan maksud) yang kita rumuskan sudah cukup jelas?
2) Apakah kerangka karangan sudah lengkap?
3) Apakah kerangka itu disusun berdasarkan atas sistem atau patokan tertentu?
4) Apakah urutan kerangka sudah logis?
5) Apakah hubungan antara bagian sub-subbagian jelas dan konsisten?
6) Dapatkah setiap butir dalam kerangka dikembangkan secara terinci?

145
BAB IX

ASPEK PENALARANDALAM KARANGAN

A. Pendahuluan

Menulis merupakan proses bernalar. Untuk menulis mengenai suatu topik itu harus
berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya.
Dalambab ini akan dibahas aspek penalaran dalam karangan.

1. Berpikir dan Bernalar

Setiap saat selama hidup kita, terutama dalam keadaan jaga (tidak tidur), kita
selalu berpikir. Berpikir merupakan kegiatan mental. Pada waktu kita berpikir, dalam
benak kita timbul serangkaian gambar tentang sesuatu yang tidak hadir secara nyata,
kegiatan ini mungkin tidak terkendali, terjadi dengan sendirinya, tanpa kesadaran,
misalnya pada saat-saat kita melamun. Kegiatan berpikir yang lebih tinggi
dilakukakan secara sadar, tersusun dalam urutan yang paling berhubungan, dan
bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berpikir yang
terakhir inilah yang disebut kegiatanbernalar.
Berdasarkan ureaian diatas, dapatlah dicatat bahwa proses bernalar atau
tingkatnya penalaran merupakan proses berpikir yang sistematik untuk memperoleh
kesimpulan berupa pengetahuan. Kegiatan penelaran mungkin bersifat ilmiah atau
tidak ilmih. Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif
dan deduktif. Penalaran ilmiah mencakup kedua proses penalaran itu.

a. Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan


berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang
bersifat khusus, prosesnya disebut induksi.
Penalaran induktif mungkin merupakan generalisasi, analogi, atau
hubungan-hubungan sebab-akibat. Generalisasi adalah proses penalaran
berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu
mengenai semua atau sebagai dari gejala serupa itu. Di dalam analogi

146
kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala ditarik berdasarkan pengamatan
terhadap sejumlah gejala khusus yang bersamaan. Hbungan sebab-akibat ialah
hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab-
akibat, akibat sebab, dan akibat-akibat.
Contoh :

Suatu lembaga kanker di Amerika melakukan studi tentang hubungan


antara kebiasaan merokok dengan kematian. Antara tanggal 1 Januari
dan 31 Mei 1952 terdaftar 187.783 laki-laki yang berumur antara 50
sampai 69 Tahun. Kepada mereka dikemukan pertanyaan-pertanyaan
tentang kebiasaan merokok mereka pada masa lalu dan masa sekarang.
Selanjutnya keadaan mereka diikuti terus-menerus selama 44 bulan.
Berdasarkan surat kematian dan keterangan medis tentang penyebab
kematiannya, diperoleh data bahwa di antar 11.870 kematian yang
dilaporkan 2.249 disebabkn kanker.
Dari seluruh jumlah kematian yang terjadi (baik pada saat yang
merokok maupun yang tidak) ternyata angka kematian di kalangan
pengisap rokok tetap jauh lebih tinggi dari pada yang tidak pernh
merokok, sedangkan jumlah kematian pengisap pipa dan cerutu tidak
banyak berbeda dengan jumlah kematian yang tidak pernah merokok.
Selanjutnya, dari data yang terkumpul itu terlihat adanya korelasi
positif antara angka kematian dan jumlah rokok yang diisap setiap hari.
…………………………………………………………………………
……………………
Dari bukti-bukti yang terkumpul dapatlah dikemukakan bahwa asap
tembakau memberikan pengaruh yang buruk dan memperpendek umur
manusia. Cara yang paling sederhana untuk menghindari kemungkinan
ialah dengan tidak merokok sama sekali.
Tulisan diatas memaparkan hubungan sebab akibat antara merokok dan
kematian. Dari paparan itu dapat dilihat bagaimana proses bernalar itu
terjadi. Mula-mula mereka mengumpulkan dari data sejumlah orang
laki-laki. Mereka dikelompokkan menurut kebiasaan merokoknya,
mulai dari yang tidak pernah merokok sampai pada perokok berat.
Selanjutnya perokok itu juga dibedakan atara yang menghisap rokok

147
putih (sigaret) dan menghisap cerutu dan pipa. Dalam waktu yang
cukup panjang mereka diamati. Kematian dan penyebabnya dicatat dan
dianalisis. Dari bukti-bukti yang terkumpul ditarikkan kesimpulan-
kesimpulan sehubungan dengan masalahnya.
Secara ringkas paparan diatas menggambarkan proses penalaran
induktuf prose situ dilakukan langkah demi langkah sehingga sampai
pada kesimpulan.

b. Penalaran Deduktif

Deduksi dimulai dengan suatu premis yaitu pernyataan dasar untuk menarik
kesimpulan. Kesimpulannya merupakan implikasi pernyataan dasar itu artinya,
apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat telah ada di dalam
pernyataan itu. Jadi sebenarnya, proses deduksi tidak menghasilkan suatu
pengetahuan yang baru, melainkan pernyataan/kesimpulan yang konsisten
dengan pernyataan dasarnya. Sebagai contoh, kesimpulan-kesimpulan berikut
sebenarnya adalah implikasi pernyataan ‗Bujur sangjar adalah segi empat yang
sama sisi‘.
1) Suatu segi empat yang sisi-sisi horisontalnya tidak sama panjang
dengan sisi tegak lurusnya bukan bujur sangkar.
2) Semua bujur sangkar harus merupakan segi empat, tetapi tidak
semua segi empat merupakan bujur sangkar.
3) Jumlah sudut dalam bujur sangkar ialah 360 derajat.
4) Jika sebuah bujur sangkar dibagai dua dengan garis diagonal akan
terjadi dua segi tiga sama kaki.
5). Segitiga yang terbentuk itu merupakan segi tiga siku-siku.
6). Setiap segi tiga itu mempunyai dua sudut lancip yang besarnya 45
derajat.
7). Jumlah sudut dalam segi tiga itu 180 derajat.
Setiap pernyataan yang tercantum itu merupakan cara lain untuk
mengungkapkan pernyataan di atasnya secara konsisten. Pernyataan (2)
merupakan implikasi pernyataan (1) pernyataan (3) merupakan implikasi
pernyataan (2) dalam penalaran induktif kesimpulan bukan merupakan implikasi

148
data yang diamati artinya, kesimpulan mengenai fakta-fakta yang diamati tidak
tersirat di dalam fakta itu sendiri.
Dalam praktik, proses penulisan tidak dapat dipisahkan dari proses
pemikiran/penalaran. Tulisan adalah perwujudan hasil pemikiran/penalaran.
Tulisan yang kacau mencerminkan pemikiran yang kacau. Karena itu, latihan
keterampilan menulis pada hakikatnya adalah pembiasaan berpikir/bernalar
secara tertib dalam bahasa yang tertib pula.

1.2 Penalaran dalam karangan

Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa suatu tulisan sebagai hasil proses
bernalar mungkim merupakan hasil proses deduksi, induksi, atau gabungan
keduamya. Dengan demikian suatu paparan dapat bersifat deduktif,induktif, atau
gabungan antara kedua sifat tersebut. Suatu tulisan yang bersifat deduktif dibuka
dengan suatu pernyataan/umum berupa kaidah, peraturan, teori, atau pernyataan
umum lainnya. Selanjutnya,pernyataan itu akan dikembangkan dengan pernyataan-
pernyataan atau rincian-rincian yang bersifat khusus. Sebaliknya, suatu tulisan yang
bersifat induktif dimulai dengan rincian-rincian dan diakhiri dengan suatu
kesimpulan umum atau generalisasi. Gabungan antara keduanya dimulai dengan
pernyataan umum yang dikuti dengan rincian-rincian dan akhirnya ditutup dengan
pengulangan pernyataan umum di atas.
Dalam praktik proses deduktif dan induktif itu diwujudkan dalam satuan –satuan
tulisan yang merupakan paragraf. Di dalam paragraph suatu pernyataan umum
membentuk kalimat utama yang mengandung gagasan utama yang di kembangkan
dalam paragram itu. Dengan demikian ada paragraf deduktif dengan kalimat utama
pada awal paragraph, paragraph induktif dengan kalimat utama apda akhir paragraf ,
dan ada pula paragraph dengan kalimat utama paragraph awal dan akhirnya.
Proses deduktif dan idnuktif itu juga diterapkan dalam mengembangkan seluruh
karangan. Paragraph-paragraf deduktif dan induktif mengkin dipergunakan secara
bergantian, bergantung kepada gaya yang dipilih penulis sesuai dengan efek dan
tekanan yang ingin diberikannya.
Karya ilmiah merupakan sintesis antara proses deduktif dan induktif kedua prose
situ terlihat secara jelas.

149
Yang diuraikan di atas ialah arab atau alur penalaran dan bagaimana proses
wujudannya di dalam tulisan atau karangan, pada bagian berikut akan dibahas
wujud penalaran dihubungkan dengan urutan pengembangan dan isi karangan dalam
hal ini , karena paragraph pada hakikatnya merupakan suatu karangan mini maka
contoh-contoh yang diberikan sebagaian besar berupa paragraf.

1.3 Urutan Logis

Suatu karangan harus merupakan suatu kesatuan. Ini berarti bahwa kjarangan itu
harus dikembangkan dalam urutan yang sistematik, jelas, dan tegas. Dalam hal ini,
urutan itu dapat disusun berdasarkan waktu,ruang,alur nalar kepentingan, dan
sebagainya.

a. Urutan Waktu (kronologis)

Kita perhatikan paragraph berikut


Dahulu sebelum cara imunisasi ditemukan selama puluhan abad puluhan
ribu penduduk dunia mati akibat penyakit. Di Inggris saja sebelum ditemukan
vaksin cacar, kurang lebih delapan puluh ribu orang mati karena penyakit itu.
Penemuan vaksin sejak abad ke-18 sangat memperkencil angka kematian
tersebut. Pada tahun 1796 Jenner dari Inggris menemukan vaksin cacar. Lalu,
menyusullah penemuan vaksin rabies yang dikembangkan oleh Pasteur pada
tahun 1885 kemudian menyusul pula pengembangan vaksin tifus pada tahun
1941. Selanjutnya, pada tahun 1950 ditemukanlah vaksin-vaksin untuk
mencegah kurang lebih tiga puluh macam penyakit yang menyerang binatang
piaraan. Pada tahun 1955 di hadapan khalayak rama yang berkumpul di
Universitas Michingan diumumkanlah hasil pengembangan dan percobaan
vaksin polio. Meskipun demikian, tak ada vaksin yang benar-benar telah
sempurna, sehingga para ilmuwan masih ditantang terus, baik untuk
memyempurnakan vaksin-vaksin itu maupun untuk mengembangkan cara-cara
imunisasi.
Tulisan di atas dikembangkan secara kronologis, artinya berdasarkan urutan
waktu. Perhatikan kata-kata yang di garis bawahin yang menunjukkan hubungan
kronologis tersebut. Urutan kronologis di dalam tulisan secara eksplisit
dinyatakan dengan kata-kata atau ungkapan-ungkapan seperti dewasa ini,

150
sekarang, bila,sebelum, sementara,sejak itu, selanjutnya, dalam pada itu, mula-
mula,pertama,kedua,akhirnya, dan sebagainya.
Pengembangan tulisan dengan urutan kronologis biasanya dipergunakan
dalam memaparkan sejarah,proses,asal-usul,dan riwayat hidup(biografi).

b. Urutan Ruang (Spasial)

Urutan ini dipergunakan untuk menyatakan tempat atau hubungan dengan


ruang. Dalam pemakaiannya, urutan , urutan ini sering juga digabungkan dengan
urutan waktu.
Contoh :
Jika anda memasuki perkarangan bangunan kuno itu, setelah anda
melalui pintu gerbang kaya penuh ukiran indah anda akan berada pada
jalan berlantai batu hitam yang membela suatu lapangan rumput yang
dihiasi petak bunga-bungaan dan pohon-pohonan penunduh. Di kiri
kanan jalan itu, agak ke tengah terdapat lumbung padi, puncaknya
berbentuk seperti tanduk dan beratapkan ijuk. Terus ke dalam anda
akan sampai pada bangunan rumah yang berdiri di atas tiang dan
terlindungi oleh pohon-pohon palem yang tumbuh subur. Selanjutnya,
anda harus menaiki tangga untuk masuk ke rumah itu. Mula-mula
anda akan memasuki ruangan besar dengan dinding berukir. Ada
beberapa lukisan kuno yang suram pada dinding itu. Lantainya terbuat
dari papan jati yang kelihatan berkilat.
Kita lihat dalam tulisan di atas urutan ruang dipergunakan bersama-sama
dengan urutan waktu.
Untuk menyatakan urutan ruang itu antara lain kita dapat menggunakan
ungkapan-ungkapan:
di sana, di sini, di situ, di . . . , pada . . . ,
di bawah , di atas, di tengah,
di utara, di selatan,
di depan , di belakang,
di kiri , di kanan,
berhadapan , bertolak belakang, berseberangan, dan seterusnya.

151
c. Urutan Alur Penalaran

Berdasarkan alur penalarannya, suatu paragraph dapat dikembangkan dalam


urutan ruang umum-khusus dan khusus-umum. Urutan ini telah dibicarakan pada
bagian terdahulu. Urutan ini menghasilkan paragraf deduktif dan induktuif.
Urutan umum-khusus banyak dipergunakan dalam karya ilmiah. Tulisan
yang paragrap-paragrafnya dikembangkan dalam urutan ini secara menyeluruh
lebih mudah dipahami isinya. Dengan membaca kalimat-kalimat pertama pada
paragraph-paragraf itu, pembaca dapat mengetahui garis besar isi seluruh
karangan.

d. Urutan Kepentingan

Suatu karangan dapat dikembangkan dengan urutan berdasarkan


kepentingan gagasan yang dikemukakan. Dalam hal ini arah pembicaraan ialah
dari yang paling penting sampai kepada yang paling tidak penting atau
sebaliknya.
Contoh :
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyususn
hipotesis. Yang paling penting ialah penyususnan kerangka piker
berdasarkan atau suatu teori yang dipergunakan sebagai landasan
deduksi. Kerangka piker inilah yang akan menentukan apa hipotesis
yang diajukan mengenai hubungan variable yang dimasalahkan. Hal
berikutnya yang tidak boleh diremehkan ialah aspek bahasanya.
Suatu hipotesis harus dinyatakan dalam kalimat pernyataan yang
merupakan proposisi. Tak kurang pentingnya ialah persyaratan
bahwa hipotesis harus dinyatakan sejelas mungkin dan didukung
oleh kalimat yang sesederhana mungkin.

1.4 Isi Karangan

Karangan mungkin menyajikan fakta (berupa benda, gejala,sifat atau cirri


sesuatu, dan sebagainya), pendapat/sikap dan tanggapan, imajinasi,ramalan, dan
sebagainya. Karya ilmiah membahsa fakta meskipun untuk pembahasan itu

152
diperlukan teori atau pendapat. Dalam bagian ini akan dibahas hal-hal yang
berhubungan dengan fakta, yaitu generalisasi dan spesifikasi, klasifikasi,
perbandingan dan pertentangan, hubungan sebab akibat, analogi, dan ramalan.
Pembahasan tentang definisi dan hipotesis secara khusus akan dibahas kemudian.

a. Generalisasi dan Spesifikasi

Pada bagian terdahulu secara sepintas telah disinggung penarikan


kesimpulan secara induktif. Dari sejumlah fakta atau gejala khusus yang
diamati ditarik kesimpulan umum tentang sebagaian atau seluruh gejala yang
diamati itu. Proses penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu
disebut generalisasi kesimpulan yang dihasilkan disebut generalisasi juga, jadi
generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum utuk untuk semua atau
sebagian besar gejalah yang diamati. Karena itu suatu generalisasi mencakup
cirri-ciri esensial atau yang menonjol,bukan rincian. Di dalam pengembangan
karangan,generalisasi perlu ditunjang atau dibuktikan dengan fakta-fakta,
contoh-contoh, data statistic,dan sebagainya yang merupakan spesifikasikan
atau cirri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.
Contoh :

Dari hasil penelitian Dr. Judith Rodin disimpulkan bahwa gula yang
terdapat didalam buah-buahan yang disebut fruktosa terdapat
menghilangkan rasa lapar, sedangkan glukosa yang biasanya
terdapat dalam kue-kue dan permen menambah rasa lapar. Misalnya,
ketika anda sarapan kopi dan kue tambahan energi akan segera
didapat, tetapi hanya sebentar saja jarena energinya segera hilang.
Hali ini disebabkan oleh pankres yang secara cepat mengeluarkan
insulin ke dalam aliran darah untuk mengatasi naiknya kadar gula
yang cepat tadi. Segera setelah itu kadar gula darah anda akan
menurun ke bawah normal. Maka cepatlah energi tadi hilang dan anda
akan merasa lebih lapar daripada sebelum sarapan.
Pada contoh tadi bagian yang dicetak miring merupakan generalisasi yang
dikembangkan Judith Rodin berdasarkan hasil penelitiannya. Generalisasi itu
selanjutnya dijelaskan dengan contoh yang dikemukan dalam kalimat-kalimat
berikutnya.

153
Pernyataan yang merupakan generalisasi biasanya mengunakan ungkapan-
ungkapan. Biasanya, pada umumnya, sebagaian besar, semua, setiap,tidak
pernah, selalu,secara keseluruhan,pada galibnya, dan sebagainya. Selanjutnya
dalam kalimat yang merupakan penunjang generalisasi biasanya digunakan
ungkapan-ungkapan. Misalnya , sebagai contoh ,sebagai ilustrasi, untuk
menjelaskan hal itu, perlu dijelaskan, sebagai bukti,butinya, menurut data
statistik, dan sebagainya.
Perlu diingat selalu bahwa bukti-bukti atau rincian penunjang harus
relevan dengan generalisasi yang dikemukakan. Suatu paragraf yang
mencantunkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak logis.
Generalisasi mungkin mengemukakan fakta (disebut generalisasi factual)
atau pendapat(opini). Generalisasi factual lebih mudah diyakinin oleh pembaca
dari pada generalisasi yang berupa pendapat atau penilaian (value judgement).
Fakta mudah dibuktikan, mudah diuji kebenarannya, sedangkan pendapat atau
penilaian sulit dibuktikan dan di uji. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut.
1) a. Masalah kependudukan merupakan masalah pokok yang dihadapi dunia.
b. Baginya masalah itu terlalu remeh.
2) a. Guru adalah tenaga kependidikan.
b. Sudah selayaknya kalau guru lebih banyak disoroti masyarakat.
Dengan segera dapat kita ketahui bahwa pernyataan-pernyataan
mengemukakan fakta, sedangkan b mengemukakan penilaian/pendapat.
Selanjutnya, generalisasi dapat mengenai berbagai pokok pembicaraan,
seperti sejarah, biografi, profesi, sastra/seni, teknologi, bangsa, Negara, dan
sebagainya. Dalam paragraf generalisasi itu dapat diletakkan pada bagian awal
atau akhir.

b. Klasifikasi

Klasifikasi adalah pengelompokkan fakta-fakta berdasarkan atas patokan


atau criteria tertentu. Patokan tersebut haruslah merupakan cirri esensial, yang
ada atau tidak ada fakta –fakta yang akan diklasifikasikan itu. Dalam hal ini
perlu diingat bahwa klasifikasi ini berbeda dengan pembagian. Kalau kita
membagi 50 siswa menjadi lima kelompok yang sama, hasilnya ialah
kelompok-kelompok yang memiliki cirri-ciri yang bermacam-macam. Proses
ini disebut pembagian,tetapi , jika tidak membaginya menurut pekerjaan orang

154
tuanya, maka kita sudah menggunakan suatu patokan. Proses ini akan
menghasilkan kelompok-kelompok yang berbeda-beda menurut pekerjan orang
tuanya.
Sekumpulan fakta atau data dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai
patokan. Siswa SMA, misalnya dapat diklasifikasikan menurut umurnya,
hobinya, jenis kelaminnya, pendidikan orang tuanya dan sebagainya. Patokan
mana yang dipergunakan, bergantung kepada keperluaan atau masalah yang
dihadapi. Pengelompokkan yang dilakukan oleh pedagang tanaman tertentu
berbeda dengan klasifikasi seorang ahli tanaman. Yang penting kita harus
memiliki patokan yang paling logis.
Dalam pengembangan karangan, klasifikasi dapat merupakan topik
karangan/paragraf, dapat pula dipergunakan sebagai dasar untuk menentukan
urutan pembicaraan.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa klasifikasi merupakan sejenis
generalisasi. Fakta-fakta yang banyak dikelompokkan menurut
persamaan/perbedaan yang ada. Dengan demikian sekurang-kurangnya sudah
dikemukakan dua macam generalisasi yaitu generalisasi biasa dan generalisasi
klaifikasi fikasi.
Contoh :
a. Bahasa-bahasa di Madagaskar, Formosa, Filipina, dan Indonesia
termasuk rumpunan bahasa Austronesia (generalisasi klasifikasi).
b. Semua mahasiswa mampu berpikir mandiri (generalisasi biasa).
Untuk menulis mengenai klasifikasi mungkin diperlukan kata-kata atau
ungkapan seperti berikut.
jenis, tipe,
cara, sumber,
bagian, aspek
kategori, ciri-ciri
kelas, dengan mengingat,
golongan, sesuai dengan,
menurut, dapat dibagi,
dipandang/ditinjau dari
dengan jelas dapat dibedakan,
dengan mudah dapat dikelompokkan,

155
c. Perbandingan dan pertentangan

Perbandingan dan pertentangan sebenarnya merupakan dua hal yang


berbeda tetapi erat hubungannya sehingga sering kali dibicarakan bersama-
sama. Keduanya sering kali terdapat di Dallam satu karangan.
Perbandingan adalah pernyataan mengenai persamaan dan kemiripan
sedangkan pertentangan adalah pernyataan tentang perbedaan dan
ketidakmiripan. Jika kita membandingkan, kita menulis tentang persamaan-
persamaan, sedangkan jika kita mempertentangkan, kita menulis tentang
perbedaan-perbedaan.
Kalimat-kalimat berikut merupakan pernyataan dan pertayaan tentang
perbandingan dan pertentangan.
a. Dahulu di Gunung Kidul air sangat langka, sedangkan penduduk
mudah mendapatkannya.
b. Di mana letak perbedaan utama antara system liberal dan demokrasi
pancasila?
c. Apa persamaan antara suing dan klariner?
d. Anak mudah sekarang lebih bebas bergaul daripada anak mudah
dahulu.
e. Nepal adalah Negara benua, sedangkan Indonesia adalah Negara
maritim.
Perhatikan contoh berikut:

Kerangka karangan ada dua macam, yaitu kerangka topik dan kerangka
kalimat. Keduanya sama baiknya. Perbedaanya terletak pada bentuk dan
pemakaiannya. Kerangka topic terdiri dari butir-butir yang merupakan topic-
topik dan digunakan jika kita mengemukakan taraf-taraf dalam suatu proses,
kerangka kalimat terdiri dari butir-butir yang mempergunakan kalimat dan
merupakan bentuk yang lebih baik jika kita mengemukakan gagasan.
Paragraf di atas sekaligus mengemukakan perbandingan dan pertentangan,
yaitu persamaan dan perbedaan antara kerangka topik dan kerangka kalimat.
Kata-kata/ungkapan yang dipergunakan untuk menyatakan perbandingan
dan pertentangan di antaranya ialah:
Untuk membandingkan :

156
sama dengan
seperti
seperti halnya
menyerupai
hamper sama dengan
selaras dengan
sesuai dengan
tepat sama dengan
demikian juga
sama saja halnya dengan
Untuk mempertentangkan:
berbeda dengan
bertentangan dengan
berlawanan dengan
sedangkan
sebaliknya
di pihak lain
kurang dari
akan tetapi
tidak sama dengan
meskipun

d. Hubungan sebab-akibat

Hubungan sebab-akibat merupakan hubungan ketergantungan antara dua


hal atau lebih. Artinya , suatu akibat hanya akan terjadi bila ada sebabnya.
Dengan kata lain sebab selalu mendahului akibat. Karena itu hubungan sebab-
akibat menampakkan persamaan dengan urutan waktu/kronologis. Dalam hal
ini kita harus berhati-hati. Tidak semua urutan kronologis merupakan
hubungan sebab-akibat.
Perhatikan kalimat-kalimat berikut:
a. Pagi itu ia makan nasi dengan sedikit telur dan ikan. Tiga jam
kemudian ia sudah sangat lapar.

157
b. Tahun 1776 vaksin cacar dikembangkan oelh Jenner dan pada tahun
1885 vaksin rabies ditemukan oleh Louis Pasteur.
c. Pada tahun 1981 mereka pindah ke Bandung. Di Bandung mereka
mendirikan panti asuhan.
d. Ia kekurangan vitamin A. Ia menderita rabun ayam.
Penalaran tentang hubungan sebab-akibat antara fakta-fakta atau
peristiwa-peristiwa dapat dilakukan menurut apa yang lebih dahulu diketahui
dari sebab ke akibat, dari akibat ke sebab, atau bahkan dari akibat ke akibat.
Pengenalan hubungan sebab-akibat kerap kali sangat rumit dan memerlukan
penelitian yang seksama. Secara ilmiah hubungan ini dipelajari melalui
penelitian eksprimental atau expostfacto.
Penyajiannya melalui tulisan juga dapat dilakukan menurut urutan
pemikiran seperti diuraikan di atas. Jadi, kita dapat membuka tulisan kita
dengan mengemukakan suatu peristiwa atau gejala yang kemudian diikuti
dengan uraian tentang akibatnya, atau sebaliknya
Perhatikan contoh berikut :
Bangsa jepang suka berkelompok. Kepentingan perorangan ada tetapi
kalau kepentingan bersama membutuhkan, maka kepentingan bersama
didahulukan, dengan demikian antara kepentingan perorangan dan kepentingan
bersama berjalan serasi. Oleh Karen itu untuk melakukan sesuatu secara
bersama, secara terkoordinar, bagi bangsa jepang sudah berjalan dengan
sediriny. Inilah kunci mengapa dalam segala usaha tampak lancer,karena
saling bantu-membantu satu sama lain, antara perseorangan, antara kelompok,
dan antara instansi sudah merupakan kebiasaan. Dan inilah pulak yang
membuat majunya dunia turisme di Jepang. Semua di bidang kerjanya dan
bidang usahanya masing-masing, tapi dalam satu jalinan kerja sama.
Tulisan tersebut di mulai dengan suatu gejala kemudian dilanjutkan
dengan penjelasaan sebab dan akibat secara berangkari. Bagian yang tercetak
miri menujukkan hubungan itu.
Tulisan tentang hubungan sebab-akibat antara lain mengugunakan kata-
kata atau ungkapan-ungkapan:
jadi sebab
maka karena
akibatnya oleh sebab

158
dengan demikian dengan alasan
oleh Karena itu jika. . . maka . . .
dengan alasan itu hal itu dimungkinkan oleh
sebab akibatnya
oleh sebab itu
konsekuensinya
alhasil
Kadang-kadang, suatu peristiwa yang terjadi menyebabkan serangkaian
akibat sehinga timbullah lingkaran dan rangkaian sebab-akibat. Dalam hal
lingkaran sebab-akibat, sebab dan akibat itu kerap kali tidak jelas, seperti juga
kita tidak tahu di mana awal dan akhir suatu lingkaran, setiap titik pada sisi
lingkaran dapat merupakan awal dan akhirnya. Lingkaran sebab akibat banyak
terjadi dalam zoology, botani, dan ekologi. Di SMP kita pernah belajar tentang
daur ulang kehidupan yang merupakan sebab-akibat. Dalam rangkaian sebab-
akibat, satu peristiwamenimbulkan akibat yang berkelanjutan. Rangkaian itu,
dapat digambarkan sebagai berikut:
A B C D

Gambar 1

Peristiwa A menimbulkan B, B menimbulkan C, dan C menimbulkan D.


Contoh :
kenaikan harga bahan baku kenaikan harga barang konsumsi
tuntutan kenaikan upah pemogokan kenaikan upah
kenaikan ongkos produksi kenaikan harga barang konsumsi

e. Analogi

Pada dasarnya analogi adalah perbandingan. Perbandingan selalu


mengenai sekurang-kurangnya dua hal yang berlainan. Dari kedua hal yang
berlaian itu dicari persamaannya (bukan perbedaanya!).
Dari pengungkapannya, ada analogi yang sederhana serta mudah di
pahami dan ada yang merupakan kias yang lebih sulit dipahami,
Dari isinya, analogi dapat dibedakan sebagai analogi deklaratif dan
analogi induktif. analogi deklaratif ata penjelas hanya menjelaskan sesuatu
yang belum dikenal berdasarkan persamaannya dengan sesuatu yang sudah

159
dikenal. Misalnya dalam ungkapan-ungkapan seperti ―seharum bunga‖,
―seindah warna pelangi‖, ―sebesar zarah‖. Analogi jenis ini tidak memberikan
pengetahuan baru, dan tidak merupakan kesimpulan. Analogi yang merupakan
kesimpulan ialah analogi induktif. di dalam proses analogi induktif kita
menarik kesimpulan tentang fakta yang baru berdasarkan persamaan cirri
dengan sesuatu yang sudah dikenal. Kebenaran yang berlaku untuk yang satu
(lama) berlaku pula untuk yang lain (baru). Yang sangat penting dalam proses
analogi induktif ialah bahwa persamaan yang dipergunakan sebagai dasar
kesimpulan merupakan ciri utama (esensial) yang berhubungan erat dengan
kesimpulan.
Perhatikan contoh-contoh berikut:

a. Ia berdiri di depanku dengan wajah merah padam. Matanya mellotot


bagikan Batara kala* yang sedang marah. Lalu sambil memukul meja
di sampingnya ia berteriak tak terkendali. Suaranya menggelegar,
mengejutkan seperti Guntur di musim panas. Semua yang hadir
terdiam dan mengkerut seperti bekicot disiram garam.
b. Secara tak sengaja amara mengetahui bahwa pensil Staedler 4B
menghasilkan gambar vignette yang memuaskan hatinya. Pensil itu
sangat lunak dan menghasilkan garis-garis hitam dan tebal. Maka
selama bertahun-tahun ia selalu memakai pensil itu untuk membuat
vignet. Tetapi, ketika ia berlibur di rumah nenek di sebuah kota
kecamatan ia kehabisan pensil. Ia mencari tokoh-tokoh di sepanjang
satu-satunya jalan raya di kota itu. Di mana-mana tidak ada. Akhirnya
daripada tidak dapat mmencoret-coret ia memiliki mereka lain yang
sama lunaknya dengan Staedler 4B. ―Ini tentu akan menghasilkan
vignette yang bagus juga‖, putusny menghibur diri.
Paragraf a adalah contoh analogi deklaratif. Kita dapat mengenali bagian-
bagian mana yang menunjukkan analogi itu. Paragraf b adalah contoh analogi
induktif. putusan amara merupakan kesimpulan berdasarkan persamaan sifat
kedua merek pensil itu.
Sepintas lalu, kesimpulan analogi menyerupai generalisasi. Yang
dipergunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan ialah gejala-gejala khusus
yang diamati. Akan tetapi harus diingat, dalam generalisasi kesimpulan lebih

160
bersifat umum, lebih luas daripada yang dinyatakan dalam premis-premisnya.
Sebaliknya, pada analogi kesimpulan bersifat khusus juga. Jadi, dalam proses
analogi induktif , dari fakta-fakta yang dibandingkan langsung ditarik
kesimpulan khusus.
Kata-kata dang ungkapan yang dipergunakan dalam analogi ialah Analogi
deklaratif :
bagikan

laksana

seperti

sebagai

se . . . . (kata keadaan, misalnya ―seindah‖)

analogi induktif :

maka

dengan demikian

dengan begitu

dengan demikian, maka

jadi

f. Ramalan

Pada bagian terdahulu telah dibahas bermacam-macam inferensi. Ramalan


adalah adalah semacam inferensi yang berisi pernyataan tentang apa yang
terjadi pada masa akan datang.
Menurut proses dan dasarnya, ramalan kita dibedakan sebagai ramalan tak
ilmiah dan ramalan ilmiah. Ramalan tak ilmiah ialah ramalan yang diperoleh
melalui prosedur yang tak ilmiah. Ramalan ilmiah di susun berdasarkan hasil
penalaran ilmiah yang berpangkal tolak dari fakta.
Sehubungan dengan uraian di atas, kiranya perlu diketahui fungsi ilmu
dalam kehidupan kita, yaitu untuk menjelaskan, meramalkan, dan
mengendalikan. Agar dapat meramalkan, ilmu lebih dahulu harus dapat
menjelaskan apa , mengapa, dan bagaimana mengenai suatu masalah yang di

161
hadapi. Penjelasan itu didapat melalui prosedur ilmiah yang mencakup lima
langkah utama yaitu penemuan dan perumusan masalah,
penyusunan/perumusan hipotesis, pengumpulan data, verifikasi, dan penarikan
kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan itulah suatu ramalan dipikirkan dan
disusun. Karena kesimpulan-kesimpulan ilmiah itu bersifat probabilitistik,
maka ramalan juga bersifat probabalitas. Artinya, selalu memiliki peluang
untuk keliru.
Dalam kehidupan sehari-hari, dengan memperhatikan serangkaian data
atau gejala, secara logis kita dapat meramalkan aoa yang akan terjadi
selanjutnya, seorang guru, dengan memperhatikan perkembangan siswa
beberapa lamanya, mungkin dapat meramalkan bagaimana kira-kira
prestasinya pada waktu yang akan datang. Tentu saja tetap dengan
kemungkinan keliru.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ramalan yang dibuat selalu
menuntut pengamatan terhadap fakta. Jadi, dasarnya adalah fakta. Di sinilah
letak perbedaannya dengan ramalan bintang misalnya. Ramalan bintang yang
sering kit abaca di Koran atau majalah tidak dibuat berdasarkan fakta yang
dapat kita amati.
Kata-kata/ungkapan yang digunakan di dalam tulisan yang merupakan
ramalan, di antaranya ialah :
meramalkan/diramalkan,
memperkirakan/diperkirakan,
ditaksir,
sangat mungkin,
sangat boleh jadi,
anggapan,
dapat diproyeksikan,
mungkin,
dan kata-kata/ungkapan untuk hubungan sebab akibat,

Contoh :
Sumitro Djojohadikusumo menyatakan bahwa dengan
memperhitungkan penurunan kesuburan sevesar 23% penduduk

162
Indonesia ditaksir akan berjumlah sekitar 250 juta pada tahun 2000
nanti.

Gabungan

Dalam prakteknya, pada waktu menulis karangan seorang penulis tidak


hanya , menggunakan satu jenis proses berpikir, sehingga tulisan yang
dihasilkan juga menunjukkan paragraf-paragraf yang dikembangkan dengan
bebrapa cara yang memaparkan hasil macam-macam proses penalaran. Hal ini
terutama terlihat dalam karangan yang panjang.

Penalaran Ilmiah

Untuk dapat memahami secara lebih baik serta menerapkan aspek peran
yang diuraikan pada bagian terdahulu, perlu pula dipahami beberapa hal
mengenai penalaran. Pada bagian ini akan dibahas beberapa konsep yang
berhubungan dengan penalaran, khususnya penalaran ilmiah.
Ilmu ialah bangunan pengetahuan yyang tersususn secara sistematik dan di
peroleh melalui proses ilmiah yang menggunakan penalaran ilmiah. Cirri
utama penalaran ini ialah logis dan analitis. Logis berarti bahwa penalaran itu
dilakukan sesuai dengan alur atau pola penalaran deduktif yang rasional dan
penalaran induktif yang empiris, sedangkan analitis berarti dilakukan menurut
langkat tertentu sebagai konsekuensi digunakannya kedua alur penalaran tadi.
Proses ilmiah seperti yang dikemukan oleh John Dewey mencakup lima
langkap pokok sebagai beriku:
1. Mengenali dan merumuskan masalah

Proses ilmiah selalu dimulai dengan pengamatan terhadap sesuatu


yaitu terhadap gejala-gejala atau fakta-fakta. Pengamatan itu
mempertemukan manusia dengan masalah sehubungan dengan gejala
yang diamati itu. Masalah itu dirumuskan dalam bentuk pertanyaan.
2. Menyusun kerangka berpikir dalam rangka penarikan hipotesis
Masalah yang di hadapi perlu dicarikan jawabannya. Karena masalah-
masalah nya merupakan fakta maka jawabannya juga harus dicari
berdasarkan fakta. Akan tetapi, dalam proses ilmiah jawaban
sementara yang bersifat tentatif , artinya masih harus di uji

163
kebenarannya. Untuk mendapatkan jawaban sementara itu, perlu
disusun terlebih dahulu kerangka-kerangka pikir yang berlandaskan
pada teori yang sesuai dengan masalah yang di hadapi.
3. Merumuskan hipotesis

Berdasarkan teori yang di susun maka dapatlah di buat suatu


silogisme dengan premis mayornya berupa proposisi dari teori dan
premis minornya berupa proposisi sehubungan dengan masalah.
Kesimpulan yang ditarik dari kedua proposisi itulah yang merupakan
jawaban sementara untuk masalah yang dihadapi. Proses penarikan
kesimpulan tersebut merupakan proses deduktif.
Dengan penarikan kesimpulan yang bersifat deduktif itu, jawaban
yang diperoleh akan bersifat konsisten, tidak bertentangan, dan
sejalan dengan teori yang telah ada (tentu saja dengan syrat bahwa
teori yang dipakai sebagai premis mayor tepat, dan penarikan
kesimpulannya dilakukan secara sah).
4. Menguji hipotesis

Karena hipotesis baru merupakan jawaban yang bersifat sementara


maka langkah berikutnya ialah menguji hipotesis itu dengan data
empiris. Untuk memperoleh data itu diperlukan langkah-langkah yang
menuntut persyaratan sehubungan dengan metode penelitian, teknik
dan intrumen pengumpulan data, teknik pengambilan sampel, teknik
analisi, dan sebagainya. Kesimpulian empiris yang dikumpulkan dan
analisis itu merupakan hasil proses induktif. dengan data inilah
dilakukan pengujian hipotesis, apakah data itu mendukung atau
menolak hiptesis.
5. Menarik kesimpulan

Langkah terakhir dalam proses penalaran ilmiah ialah menarik


kesimpulan. Kesimpulan itu merupakan jawaban masalah yang
sejalan/sesuai dengan teori dan berkoresponden dengan kenyataan
empiris.
Dengan demikianlah jelaslah bahwa penalaran ilmiah dimulai dengan
fakta dan diakhiri dengan fakta pula, keduanya dihubungkan dengan teori yang
dipakai sebagai landasan penyususnan hipotesis. Karena itu sebelum kita

164
membahas penalaran deduktif dan induktif, ada baiknya jika kita bahas dulu
beberapa hal sehubungan fakta sebagai unsur dasat penalaran ilmiah.

3.3.1 Fakta Sebagai Unsur Dasar Penalaran Ilmiah

Sesuai dengan penjelasan di atas penalaran memerlukan fakta sebagai unsur


dasarnya. Karena itu, agar dapat menalar dengan tepat , perlu kita miliki pengetahuan
tentang fakta yang berhubungan.
Jumlah fakta tak terbatas, sifatnya pun beraneka ragam. Banyak di antara fakta-
fakta itu yang saling berkaitan,baik secara fungsional maupun dalam hubungan sebab
akibat. Hubungan itu kadang-kadang sangat erat atau dalam suatu rangkaian yang rumit
sehingga sulit mengenalinya.
Untuk memahami hubungan antara fakta-fakta yang sangat banyak itu terlebih
dahulu kita perlu mengenali fakta-fakta itu secara sendiri-sendiri. Ini berarti bahwa kita
harus mengetahui cirri-cirinya dengan baik. Dengan mengenali cirri-ciri sejumlah fakta
kita dapat melihat perbedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan yang terdapat di
antara fakta-fakta itu. Dengan demikian mungkin juga dapat dikenali hubungan yang
terdapat di antaranya. Pengenalan hubungan itu kerap kali sangat sulit, sehingga kadang-
kadang harus dilakukan melalui penelitian.
Tanpa mengingat cirri-cirinya kita dapat menggolong-golongkan sejumlah fakta ke
dalam bagian-bagian dengan jumlah anggota yang sama banyaknya. Proses seperti itu
disebut pembagian. Sejenis pembagian yang lebih tinggi tarafnya ialah klasifikasi yang
dibahas dalam bagian berikut.

1. Klasifikasi

Membuat klasifikasi mengenai sejumlah fakta, berarti memasukkan atau


menempatkan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem.
Dengan klasifikasi, fakta ditempatkan di dalam suatu system kelas, sehingga dapat
dikenali hubungannya secara horizontal dan vertical ke samping serta ke atas dan ke
bawah.
Suatu kalsifikasi akan berhenti, tidak dapat diteruskan lagi, jika sudah sampai
kepada individu yang tidak dapat merupakan spesies atau jenis, individu tidak dapat
diklasifikasi lebih lanjut meskipun dapat dimasukkan ke dalam suatu spesies. Kita

165
dapat mengatakan misalnya, ―Dani adalah manusia‖, tetapi tidak “Manusia adalah
Dani‖, karena Dani adalah individu dan bersifat unik.
Suatu kelas (kelompok) dalam sistem klasifikasi bukanlah sekedar merupakan
jumlah individu anggota kelas tersebut. Suatu kelas terbentuk berdasarkan cirri-ciri
tertentu yang merupakan kriterianya. Kita dapat menentukan kelas sesuatu bila kita
mengetahui kriteria tersebut. Misalnya cirri-ciri apa yang harus ada pada kelompok
hewan agar dapat dimasukkan ke dalam kelompok/kelas mamalia? Adanya tulang
belakang? Jadi, apakah burung dan reptilian juga mamalia? Hewan hanya dapat
disebut mamalia jika memiliki cirri-ciri khusus yang sesuai dengan cirri-ciri
mamalia: berdarab panas, bernapas dengan paru-paru, dan melahirkan
(mempunyai pala senta). Sama halnya dengan manusia. Suatu makhluk baru dapat
dimasukkn ke dalam kelas manusia bila memiliki cirri-ciri kemanusian, yaitu
berakal budi.
Suatu kelas ditandai oleh cirri-ciri tertentu yang dimiliki oleh setiap anggota
kelas tanpa kecuali. Dengan kata lain, setiap anggota kelas harus memiliki semua
cirri tersebut, sehingga dapat dibedakan dari anggota kelas lainnya.
Perlu anda ingat bahwa klasifikasi atau pengelompokkan /penggolongan berbeda
dengan pembagian. Pembagian lebih bersifat kuantitatif, tanpa suatu criteria atau
cirri penetu. Misalnya, seratus orang mahasiswa dibagi menjadi lima kelompok yang
terdiri dari dua puluh orang. Ini merupakan pembagian. Tetapi jika pembagian itu
didasarkan atas tinggi badan atau fakultasnya, maka pembagian itu merupakan
klasifikasi, yaitu berdasarkan tinggi badan atau fakultas.
Dengan demikian, kelas yang terbentuk akibat klasifikasi mungkin tidak sama
besarnya. Ada kelas yang besar dan di dalamnya terdapat sekelompok anggota yang
memiliki cirri khusus tertentu, dan kelompok lain yang mempunyai cirri khusus yang
lain. Kelas tersebut dapat dipecahkan ke dalam kelas bawahan berdasarkan ciri tadi.

1.1 Jenis klasifikasi

Klasifikasi dapat merupakan klasifikasi sederhana dan klasifikasi


kompleks.
Di dalam klasifikasi sederhana suatu kelas hanya mempunya dua kelas
bawahan yang berciri positif dan negative. Klasifikasi seperti itu disebut juga

166
klasifikasi dikotomis (dicbotomous classification, dicbotomy). Pohon prophyry
merupakan contoh dikotomi seperti itu.
Di dalam klasifikasi kompleks, suatu kelas mencakup ;ebih dari dua kelas
bawahan. Dalam klasifikasi ini tidak boleh ada cirri negative, artinya, suatu
kelas tidak dikelompokkan berdasarkan ada tidaknya suatu cirri, melainkan
berdasarkan suatu cirri positif. Misalnya, kelas mamalia dibagi berdasarkan jenis
makanannya menghasilkan kelas bawahan karnivora, herbivore, dan omnivore.

1.2 Persyaratan klasifikasi

Klasifikasi harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa persyaratan.

1. Prinsipnya harus jelas. Prinsip ini merupakan dasar atau patokan untuk
membuat klasifikasi, berupa cirri yang menonjol yang dapat mencakup
semua fakta atau benda/gejala yang diklasfikasikan. Dengan demikian
tidak terjadi tumpang tindih. Perhatikan contoh berikut:
Pendidikan : pendidikan formal
Pendidikan jasmani
Pendidikan pada zaman Jepang
Bandingkan dengan

Pendidikan : pendidikan informal


Pendidikan formal
Pendidikan nonformal
Pada klasifikasi pertama terdapat tumpang tindih. Pendidikan pada zaman
Jepang mungkin merupakan pendidikan formal dan pendidikan jasmani
juga, kalau kita mencoba menguraikan kembali ke dalam contoh-contoh
pendidikan berdasarkan klasifikasi tersebut kita akan memasukkan jenis-
jenis pendidikan yang sama pada ketiga golongan itu.
2. Klasifikasi harus logis dan ajek (konsiten). Artinya, prinsip-prinsip itu
harus diterapkan secara menyeluruh kepada kelas bawahannya. Misalnya,
jika seorang pustakawan mengelompokkan buku-buku di perpustakaan
berdasarkan bidang ilmu yang dibahas, maka buku yang berisi
pembahasan tentang perbankan akan dikelompokkan ke bagian ilmu-ilmu
social.

167
3. Klasifikasi harus bersikap lengkap, menyeluruh. Artinya, dasar
pengelompokkan yang dipergunakan harus dikenakan kepada semua
anggota kelompok tanpa kecuali. Misalnya, jika suatu kelas terdiri dari
2000 mahasiswa dan akan diklasifikasikan berdasarkan umurnya, maka
dasar tersebut harus dikenakan kepada kedua 2000 mahasiswa tadi. Tidak
boleh terjadi 1500 mahasiswa diklasifikasikan berdasarkan umurnya,
sedangkan yang 500 lagi di9klasifikasikan berdasarkan jenis SLTA
asalnya. Hal yang terakhir ini melanggar prinsip kelengkapan.
Yang menjadi pertanyaan sekarang, bagaimana menentukan prinsip atau
dasar klasifikasi? Cirri mana yang dipilih? Hal ini sangat bergantung kepada
maksud atau tujuan klasifikasi. Jika seseorang pedagang tanaman akan
mengelompokkan tanman yang dijualnya, tentu saja ia tidak melakukan
pengelompokkan berdasarkan taksonomi tumbuh-tumbuhan. Dalam hal ini
perlu diketahui bahwa klasifikasi kerap kali dibuat atas beverapa dasar
klasifikasi, misalnya umur dan jenis kelamin, seperti contoh berikut :
SISWA SD KELAS IV
BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN

UMUR I II III

IV JUMLAH

JENIS

KELAMIN

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

168
Keterangan : I = di bawah 12 tahun
II = 12 tahun
III = 13 tahun
IV = di atas 13 tahun

4. Guna klasifikasi

Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa klasifikasi menempatkan


suatu fakta atau gejala pada suatu hubungan logis. Dengan demikian,
dapatlah diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang fakta/gejala tersebut:
bagaimana hubungannya secara vertical dan horizontal dengan fakta lain
seta seberapa luas ruang lingkupnya. Jadi, klasifikasi membantu kita dalam
memahami fakta yang diperlukan sebagai unsure dasar penalaran.
Selanjutnya, dalam menulis klasifikasi juga perlu diperlukan dalam
mengembangkan topic karangan, membuat karangan, bahkan juga dalam
menyiapkan bahan-bahan untuk mengembangkan karangan.

5. Pengamatan

Dari uraian terdahulu dapat disimpulkan bahwa penalaran pada dasar nya
merupakan proses penafsiran. Ini berarti bajwa fakta itu harus dikenal
dengan baik. Pengenalan fakta dilakukan dengan mengamati, atau dengan
melakukan pengamatan terhadap fakta itu.
Pengamatan ialah kegiatan yng dilakukan dengan menggunakan alat-alat
indrawi untuk melihat , mendengar, membaui, meraba dan merasa(mengecap).
Dengan mengamati fakta-fakta kita dapat menghitung, mengukur, menafsir,
memberikan cirri-ciri, mengklasifikasikannya serta menghubung-hubungkannya.
Untuk melakukan pengamatan secara cermat kerap kali diperlukan alat-alat
bantu, misalnya untuk melihat dengan lebih jelas atau mengukur secara lebih
cermat.

169
6. Proposisi

Di dalam proses penalaran kita menghubungkan fakta-fakta. Hubungan itu


diungkapankan dalam bentuk kalimat-kalimat pernyataan (kalimat berita).
Kalimat yang berisi pernyataan tentang hubungan antara fakta-fakta itu
disebut proposisi. Tentu saja, suatu pernyataan dapat benar atau salah.
Dengan demikian, untuk sementara proposisi dapat kita batasi sebagai
kaliamat pernyataan tentang hubungan antara fakta-fakta yang dapat
dinilai benar atau salah .
Perhatikan sifat ―dapat dinilai benar atau salah‖. Itu berarti, bahwa
proposisi itu selalu merupakan kalimat pernyataan (berita), sebab, kalimat
Tanya, kalimat perintah, atau yang mengandung harapan tidak dapat dinilaia
benar atau salah. Kita perhatikan kalimat-kalimat berikut :
1. Bahasa adalah sarana penalaran
2. Sifat kuantitatif matematika meningkatkan daya prediksi ilmu.
3. Bagaimana peranan bahasa dalam proses penalaran?
4. Semoga saja penelitian ini berhasil!
Diantara kalimat-kalimat di atas, yang merupakan proposisi hanyalah
kalimat nomo (1) dan (2), seba nomor (3) dan (4) tidak dapat dinilai benar atau
salah.

1.3 Penalaran Induktif

Pada bagian terdahulu telah dikemukan bahwa menurut prosesnya,


penalaran dapat dibedakan sebagai enalaran induktif (prosesnya disebut
induktuf), dan penalaran deduktif (prosesnya disebut deduksi). Penalaran ilmiah
merupakan sintensis antara kedua jenis penalaran itu. Di dalam tulisan ini kedua
penalaran tersebut dibahas satu persatu.
Secara formal, induksi dapat dibatasi sebagai proses penalaran untuk
sampai kepada suatu keputusan, prinsip, atau sikap yan g bersifat umum
maupun khusus berdasarkan pengamatan atas hal-hal yang khusus. Selanjutnya,
proses induksi dapat dibedakan lebih jauh sebagai generalisasi, analogi, induktif,
dan hubungan sebab akibat.

170
1.4 Generalisasi

Generalisasi ialah proses pennalaran berdasarkan pengamatan atas


sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan umum
mengenai semua atau sebagaian dari gejala serupa. Proses ini sering kali kita
lakukan di dalam kehidupan sehari-hari. Secara tak sadar sering kita membuat
genegralisasi tentang sifat golongan tertentu berdasarkan satu atau beberapa
orang anggota yang kita kenal. ―Orang Jepang peramah‖, ―Orang Jawa tidak
suka berterus terang‖, dan sebagainya, adalah contoh-contoh generalisasi yang
sering kita dengar.
Sahkan kesimpulan seperti di atas? U ntuk menjawab pertayaan-
pertanyaan itu harus mengetesnya :
1. Cukup memadaikah gejala-gejala khusus yang diamati sebagai dasar
penarikan kesimpulan? Kekurangan jumlah gejala yang perlu diamati
akan menimbulkan kekeliruan generalisasi terlampau luas.
Pernyataan seperti ―Orang Jepang peramah‖ dan ―Orang Jawa tidak
suka berterus terang‖ yang didasarkan atas satu atau beberapa orang
Jepang dan orang Jawa yang kebetulan dikenal, adalah contoh
generalisasi terlalu luas.
2. Apakah gejala yang diamati cukup mewakili keseluruhan atau bagian
yang dikenai generalisasi? Dengan kata laian, apakah sampel yang
diamati betul-betul mewakili populasinya?
3. Tidak adakah kekecualian dalam kesimpulan umum yang ditarik? Jika
kekecualian terlalu banyak, maka tak mungkin diambil generalisasi.
Jika satu atau beberapa saja, kita masih dapat membuat generalisasi.
Dalam hal ini hindarilah kata-kata ―setiap‖ atau ―semua‖. Pergunakan
ungkapan “cenderung”, “pada umumnya”, “rata-rata”, ―pada
mayoritas yang diamati”, atau yang semacam itu.
Berikut ini tertera contohnya :

Kutipan

Dalam memilih jurusan IPA siswa kelas satu (1) SMA Negeri
Cikampek dipengaruhi factor social, ekonomi, budaya, tingkat
pendidikan keluarga.

171
Siswa yang pernah ke kota besar (kota kabupaten dan ibu kota RI)
dan banyak bergaul dengan orang kota mudah menyerap situasi
baru tanpa ―dianalisa‖. Ini menunjukkan kekurangan pengertian
lanjut dari siswa yang dapat dihubungkan dengan tempat tinggal
siswa di daerah yang berbudaya desa. Ini terlihat ketika siswa
memilih jurusan IPA yang dianggap super. Dan karena situasi
lingkungan dengan tingkat pendidikan yang rata-rata di bawah
SMA, siswa tidak mengetahui tindak lanjut setelah memilih jurusa
IPA.
Siswa yang berlatar belakang budaya desa dan berlatar belakang
budaya kota berbeda dalam motivasi dan persiapan memilih
jurusan IPA. Masyarakat berbudaya desa menerima mentah-
mentah pengaruh kota yang dianggap baik dalam rangka perubahan
kebudayaan kota, tanpa seleksi. Ini dibuktikan dengan anak yang
ingin duduk di jurusan IPA atas pengaruh orang kota yang ternyata
tidak diikuti dengan prestasi belajar yang baik, sehingga anak tidak
terjuruskan ke jurusan IPA, yang artinya dijuruskan ke jurusan IPS
dan bahasa.
Dikutip dengan perubahan dari Analisa pendidikan, 1982/1983

Kutipan di atas merupakan hasil generalisasi berdasarkan suatu penelitian


terhadap sekelompok siswa kelas I SMA Negeri Cikampek. Generalisasi itu
dikenakan kepada siswa kelas I SMA Negeri Cikampek berdasarkan atas
pengamatan terhadap sejumlah sampel.

2. Analogi

Kita dapat membandingkan sesuatu dengan lainnya berdasarkan atas


persamaan yang terdapat di antara keduanya, kita mungkin menyebut suatu
bau yang sedap sebagai ―bau bunga melati atau bau 4711‖. Perbandingan
seperti itu dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu yang baru
berdasarkan persamaanya dengan sesuatu yang telah dikenal. Hasilnya tidak
memberikan kesimpulan atau pengetahuan yang baru. Perbandingan demikian
disebut analogi penjelas (deklaratif).

172
Analogi yang dimaksudkan di sini bukan analogi penjelas seperti di atas,
melainkan analogi induktif. Artinyaa, suatu prosespenalaran untuk
menarikkesimpulan /inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus
berdasarkan kebenaran gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial
penting yang bersamaan. Dengan demikian, untuk mengemukakan sesuatu
analogi induktif, yang perlu diperhatikan ialah apakah persamaan yang dipakai
sebagai dasar kesimpulan benar-benar merupakan ciri-ciri esensial penting
yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan. Sebagai
contoh, misalnya kesimpulan beberapa ilmuawan yang mengatakan bahwa
anak kera dapat diberi makan seperti anak manusia berdasarkan persamaan
yang terdapat di antar sistem pencernaan anak kera dan anak manusia.
Kesimpulan itu merupakan analogi induktif yang sah, karena yang dipakai
sebagai dasar kesimpulan (sistem pencernaan) merupakan cirri esensial yang
berhubungan erat dengan kesimpulan (cara member makan).
Contoh:
Bagaikan badai mengamuk, memorakporandakan segala sesuatu
yang ditemui. Rumah-rumah berantakan, phon-pohon bertumbuhan
tiada bersisa. Tinggallah akhirnya dataran luas dan sunyi dengan
puing-puing gedung dan pohon-pohon yang tumbang. Demikianlah
penderitaan telah membuatnya hancur luluh tanpa ampun. Rasanya
tak ada lagi yang tersisa, kecuali badan yang hampa rasa, tanpa citra,
cipta, dan karya.
Tulisan di atas merupaka contoh analogi deklaratif. Dalam tulisan
hebatnya penderitaan digambarkan sebagai badai nyang menghancurkan ratak
suatu daerah. Maksudnya tentu saja agar pembaca data lebih menghayal
bagaimana beratnya penderitaan yang dialami.

3. Hubungan Sebab Akibat

Menurut prinsip umum hubungan sebab akibat, semua peristiwa hanya ada
penyebabnya. Dalam hal ini orang kerap kali sampai pada kesimpulan yang
salah karena proses penarikan kesimpulan tidak sah. Contohnya orang
menghubungkan suatu wabah dengan kutukan dewa atau tempat tertentu yang
dianggap keramat.

173
Hubungan sebab akibat antara peristiwa-peristiwa mungkin mengu=ikuti
pola dari sebab ke akibat, akibat ke sebab, atau akibat ke akibat.
1. Penalaran dari sebab ke akibat dimulai dengan pengamatan terhadap
suatu sebab yang diketahui. Berdasarkan pengamatan itu ditarik ke
simpulan mengenai akibat yang mungkin ditimbukan.
2. Penalaran dari akibat ke sebab dimulai dari suatu akibat yang diketahui.
Berdasarkan akibat tersebut dipikirkan apa yang mungkin menjadi
penyebabnya.
Penalaran dari akibat ke sebab dipergunakan dalam penelitian expost
facto, misalnya untuk menentukan penyebab kematian/kecelakaan, dan lain-
lain. Cerita-cerita detektif dan proses peradilan merupakan contoh lain yang
jelas untuk penalaran dari akibat ke sebab.
Kutipan berikut menggambarkan hubungan sebab akibat dan dimulai
dengan mengemukakan suatu peristiwa yang merupakan akibat berbagai hal.

MUSIBAH CHALLENGER

Meledaknya pesawat cballenger selama malam kemarin benar-benar sangat


mengejutkan. Seperti jutaan orang lain dari seluruh dunia, kita pun patut menyatakan ikut
berbelasungkawa atas tewasnya tujuh astronot AS tersebut. Terlebih lagi karena
Indonesia mempunyai kaitan dengan program itu, dengan penjadwalan seorang wanita
Indonesia, Pratiwi Sudarmono sebagai salah seorang astronot yang akan ikut
penerbangan Columbia tahun ini.
Challenger baru meluncur 75 detik, ketika pesawat angkasa AS tersebut meledak
dan meluncur berkeping-keping bagain bola api di angkasa, dan hanya ditemukan
serpihan-serpihan reruntuhannya saja, lebih dari 100 km di lepas pantai timur AS.
Peristiwa ini menjadi sangat dramatis, karena seluruh kejadian, dari awal sampai akhir,
disaksikan oleh wakil Presiden AS, George Bush, dan lebih dari 600 guru dan 4000
murid sekolah, jutaan penoton TV yang mengikuti peluncuran itu melalui pesawat
mereka.
Tidak akan segera diketahui apa yang menjadi pelatuk musibah itu. Tetapi dengan
mudah bias dimengerti, bahwa ledakan sekian ton oksigen dan hydrogen cair yang
menjadi bahan bakar utama pesawat itu akan membuat apa pun yang ada di dalam
Challenger menjadi berkeping-keping tak berbekas.

174
Memang, peluncuran Challenger terakhir ini tidak mulus. Sampai empat kali
peluncuran harus ditunda. Akan tetapi, itu saja sebenarnya belum cukup untuk membuat
orang berkecil hati. Sebab, salah satu penerbangan Columbia juga harus dijadwalkan
kembali sampai tujuh kali. Yang membuat orang harus tergugah ialah, sebenarnya
peluncuran seperti itu adalah hamper menjadi rutin. Peluncuran selasa malam kemarin
adalah peluncur pesawat ulang-alik yag ke-25, dan peluncuran pesawat angkasa
bermanusia yang ke-56. Begitu besar orang mengandalkan hal yang sudah rutin itu,
sehingga peluncuran-peluncuran pesawat jenis ini yang semula (tahun 1981) hanya
dilakukan dua sampai tiga kali setahun, tahun ini direncanakan 15 kali.
Mungkin salah satu pelajaran yang bias ditarik dari musibah ini ialah, pada saat-
saat tertentu kita memang harus tergugah dari yang serba rutin, dan kembali menggungat
apakah yang kita lakukan selama ini memang tidak bias diperbaiki lagi. Sebab, salah satu
yang terlewat dari pengamatan rutin ternyata menjadi fatal.
Dalam persoalan seperti ini, seperti juga dalam segala persoalan teknologi tinggi
yang serba rumit, apalagi penuh risiko, kerutinan sebenarnya harus selalu dihindarkan.
Tetapi gejala itu pun terjadi.
Menggugat dan ingin tahu, selalu menjadi pendorong utama bagi manusia untuk
selangkah lagi maju ke depan. Tetapi sesampainya di sana, manusia sering juga menjadi
terlalu ambisius, dan kadang-kadang terlalu menyombongkan kehebatannya.
Peristiwa seperti meledaknya Challenger itu harus menggugah kembali kesadaran
kita, bahwa betapa pun hebatnya manusia, betapa besar pun daya hitung, kecermatan, dan
jangkauan akalnya, ternyata masih ada saja sesuatu yang lepas dari pengamatannya. Apa
pun nanti yang akan ditemukan oleh tim ahli yang bertugas meneliti musibah itu, yang
akan kedapatan pastilah salah satu bentuk ketidaksempurnaan.
Musibah Challenger menelanjangi ketidaksempurnaan manusia dihadapan Sang
Maha Sempurna. Pada saat seperti itu, manusia harus sadar, betapa luar biasa pun prestasi
yang sudah dicapainya, tetapi ternyata masih banyak pula hal yang terlepas dari
pengamatannya.
Meskipun demikian, tidak bias juga dikatakan bahwa usaha manusia untuk
menanggapi angkasa dan meraba-raba apa yang belum diketahuinya itu adalah
menentang Yang Maha Kuasa. Selama ini selalu terbukti betapa sangat kuat berakar
dalam kodrat manusia hasrat untuk melakukan sesuatu demi keinginnya, kalau perlu
dengan perngorbanan jiwanya.

175
Kadang-kadang memang sulit bagi kebanyakan kita untuk memahami mengapa
manusia harus mempertarukan jiwanya untuk memahami mengapa manusia harus
mempertaruhkan jiwanya untuk mendaki gunung berbahaya, menyusuri sungai ganas,
mengarungi lautan penuh misteri, dan bertualang di angkasa yang serba tanda Tanya.
Apa bila berhasil masih perlu segera dipertanyakan, lalu apa gunanya itu semua.
Meskipun demikian, sudah sangat banyak orang yang mengorbankan hidupnya
untuk hal-hal seperti itu, dan masih akan lebih banyak lagi orang yang secara sukarela
bersedia melakukan hal-hal serupa dengan risiko bagi jiwanya, seperti astronot
Challenger. Dengan keberanian-keberanian yang terkadang sulit dimengerti seperti itulah
manusia beringsut-ingsut meninggalkan makhluk-mahkluk lain, dan mengangkat
derajatnya.
Dengan pandangan seperti itu, musibah Challenger tidak boleh mengecilkan
dorongan manusia untuk selalu ingin menjelajahi alam lain yang belum diketahuinya,
walaupun saat-saat seperti sekarang ini juga harus digunakan untuk meneliti dan
mengatur kembali ambisi-ambisi nya.
3. penalaran dari akibat ke akibat, berpangkal dari suatu akibat dan
berdasarkan akibat tersebut langsung dipikirkan akibat lain tanpa
memikirkan sebab umum yang menimbulkan kedua akibat ini.
Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi rangkaian sebab akibat yang
berkepanjangan. Sebagai contoh misalnya, seorang siswa SMA menjadi frustasi karena
gagal dalam ujian seleksi. Kegagalan ini disebabkan oleh karena tak sempat menyiapkan
diri untuk ujian tersebt. Hal ini terjadi karena ia terpaksa dirawat di rumah sakit selama
dua bulan akibat kecelakaan lalu lintas. Mobil yang dikemudikannya menabrak tiang
listrik karena ia tertidur ketika mengendarainnya.
Dari contoh itu kita lihat bahwa penyebab pertama kegagalan siswa itu ialah
―kantuk‖. Penyebab itu diikuti oelh serangkaian akibat yang masing-masing merupakan
penyebab peristiwa lain. Maka terjadilah rangkaian sebab akibat seperti yang telah
dibahas pada bagian 3.2.2 butir 4).
Selanjutnya, dalam penalaran akibat ke akibat harus diyakini bahwa ada penyebab
umum yang menimbulkan akibat-akibat itu. Dalam hal ini perhatikan apakah penyebab
itu betul-betul merupakan penyebab satu-satunya yang menimbulkan kedua akibat
tersebut. Apakah tidak ada penyebab lain yang mungkin juga menimbulkan salah satu
atau kedua akibat tersebut?

176
Dari uraian di atas, mungkin diperoleh kesan bahwa hubungan sebab-akibat
merupakan suatu hal yang mudah dan jelas. Tetapi di dalam kenyataan tidak begitu
sederhana. Kerap kali terdapat peristiwa-peristiwa sebab akibat yang rumit. Karena itu,
seperti telah pernah dikemukakan kita harus berhati-hati dalam menentukannya. Dengan
memperlajari proses berpikir yang sah, kita akan dapat menilai, apakah putusan kita
tentang suatu sebab-akibat betul-betul merupakan hasil proses penalaran yang logis dan
tidak dipengaruhi oleh sikap pribadi. Kepercayaan/takhayul, pandangan politik, atau
prasangka. Dalam hal ini, ilmu statistika kadang-kadang dapat membantu kita.
Tulisan yang memaparkan penalaran dari sebab ke akibat dibuka dengan
penalaran penyebabnya dahulu. Sebaliknya tulisan yang memaparkan penalaran dari
akibat ke sebab dimulai dengan akibatnya.
Hal ini telah dibahas pada bagian 3.2.

3.5 Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, hokum, teori, atau putusan lain
yang berlaku umum untuk suatu hal ataupun gejala. Berdasarkan atas prinsip
umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan
bagian dari hal atau gejala di atas. Dengan kata lain, penalaran deduktif bergerak
dari sesuatu yang umum kepada yang khusus.
Gambar Diagram di atas ialah diagram Euler.
Gambar I, menunjukkan bahwa S identik dengan P S=P; Semua manusia adalah
makhluk rasional.
Gambar II, S tidak berhubungan dengan P
Tidak ada S yang P; tidak ada cacing yang bernapas dengan paru-paru
Gambar III, S adalah sebagaian dari P
Semua S adalah P; semua kerbau adalah binatang
Gambar IV, Sebagian S adalah P. Beberapa S=P; Beberapa manusia jenius.
Jika mengetahui sifat umum S, sedangkan P adalah bagian dari S, maka kit
menarik kesimpulan tentang P. Kalau kita tahu bahwa semua mahasiswa harus
membayar SPP dan Obert adalah mahasiswa, maka Obet pun harus membayar SPP.
Pada contoh di atas pengetahuan tentang kewajiban mahasiswa merupakan
dasar untuk menarik kesimpulan tentang kewajiban seorang mahasiswa. Dasar
penarikan kesimpulan itu di dalam penalaran disebut premis. Di dalam penalaran

177
deduktif, berdasarkan atas premis itu ditarik kesimpulan yang sifatnya lebih
khusus. Dengan demikian, sebenarnya, penarikan kesimpulan secara deduktif itu
secara tersirat sudah tercantum di dalam premisnya. Sifat itu membedakan
penalaran deduktif dari penalaran induktif, yang kesimpulannya tidak tercantum di
dalam premisnya. Dari sifat di atas, dapat dipahami di dalam penalaran deduktif
suatu kesimpulan akan benar atau sah jika premisnya benar dan cara penarikan
kesimpulan sah. Di dalam penalaran induktif, kita tidak dapat menentukan
kebenaran atau kesahan kesimpulan dengan cara demikian.
Menurut bentuknya, penalaran deduktif mungkin merupakansilogisme dan
entimen.

3.5.1. Silogisme

Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang formal. Penalaran


dalam bentuk ini jarang ditemukan/dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Kita lebih seringmengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang secara
tidak sadar. Misalnya ucapan ―Ia dihukum karena melanggar peraturan ―X‖,
sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk formal berikut :
a. Barang siapa melanggar peraturan ―X‖
b. Ia melanggar peraturan ―X‖
c. Ia harus dihukum
Bentuk seperti itulah yang disebut silogisme. Kalimat pertama (premis
mayor) dan kalimat kedua (premis mayor) merupakan pernyataan dasar
untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
Pada contoh, kita lihat bahwa ungkapan ―melanggar. . . ― pada premis
mayor diulangi dalam premis minor. Demikian pula ungkapan‖ harus
dihukum di dalam kesimpulan. Hal itu terjadi pada bentuk silogisme yang
standar.
Akan tetapi, kerap kali terjadi bahwa silogisme itu tidak mengikuti
bentuk standar seperti itu misalnya:
Semua yang di hukum itu karena melanggar peraturan
Kita selalu mematuhi perarturan
Kita tidak perlu cemas bahwa kita akan di hokum
Pernyataan itu dapat dikembalikan menjadi :

178
a. Semua yang melanggar peraturan harus dihukum
b. Kita tidak pernah melanggar (selalu mematuhi) perarturan
c. Kita tidak dihukum
Secara singkat silogisme dapat dituliskan
Jika A = B dan B = C maka A = C

1. Premis dan Term


Untuk memahami silogisme perlu kita ketahui dahulu beberapa istilah
yang digunakan.
Proposisi ialah kalimat logika yang merupakan pernyataan tentang
hubungan antara dua atau beberapa hal yang dapat dinilai benar atau salah.
Premis ialah pernyataan yang digunakan sebagai dasar penarikan
kesimpulan.
Merupakan kesimpulan yang ditarik berdasarkan premis mayor dan
prmis minor. Subjek pada kesimpulan itu merupakan term minor. Term
menegah menghubungkan term mayor dengan term minor dan tidak boleh
terdapat pada kesimpulan. Perlu diketahui, term ialah suatu kata atau
kelompok kata yang menempati fungsi subjek (S) atau predikat (P).
Contoh :
1. Semua cendekiawan adalah manusia pemikir
2. Semua ahli filsafat adalah cendekiawan
3. Semua ahli filsafat adalah manusia pemikir.
Bentuk di atas merupakan bentuk stadar silogisme. Di dalamnya
terdapat 3 term (hanya 3 trem), yaitu term mayor, minor, dan tengah. Term-
term itu tercantum dalam kalimat yang disebut proposisi. Proposisi (1), dan
(2) merupakan premis yaitu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan
pada proposisi nomor (3). Proposisi (1) merupaka premis mayor yaitu
premis yang merupakan pernyataan dasar umum yang dianggap benar untuk
satu kelas tertentu. Di dalamnya terdapat term mayor (manusia pemikir)
yang muncul dalam kesimpulan sebagai predikat.
Proposisi (2) merupakan premis minor yang mengemukakan
pernyatan tentang peristiwa atau gejala khusus yang merupakan bagian atau
anggota kelas premis mayor. Di dalamnya terdapat term minor (ahli filsafat)
yang menjadi subjek dalam kesimpulan. Term mayor itu dihubungkan oleh

179
term tengah (cendekiawan) yang tidak boleh diulang di dalam kesimpulan.
Term tengah inilah yang memungkinkan kita menarik kesimpulan.

2. Macam-macam Proposisi

Pada bagian terdahulu telah disinggung pengertian proposisi


berdasarkan pengertian tentang term, maka proposisi dapat pula dibatasi
sebagai pernyataan tentang hubungn antara term-term. Dari kualitasnya
hubungan itu mungkin berisi pembenaran (positif) , yaitu menyatakan
adanya hubungan antara term-term; atau bersifat mengingkari (negatif),
artinya menyatakan tidak adanya hubungan antara term-term.
Proposisi dapat digolongan-golongkan berdasarkan beberapa kriteria.

1. Menurut bentuknya, proposisi dapat dibedakan sebagai proposisi tunggal


dan majemuk. Proposisi tunggal ialah proposisi yang hanya berisi satu
pernyataan saja, sedangkan proposisi majemuk merupakan gabungan
antara dua proposisi tunggal atau lebih.
Contoh :
Tunggal : Semua manusia fana
Setiap calon mahasiswa harus mengikuti ujian seleksi.
Majemuk : Semua manusia fana dan pernah lupa
Tidak seorngpun siswa SLA menjadi anggota serat
Guru Besar ITB dan IPB
Proposisi ―Semua manusia fana dan pernah lupa‖ sebenarnya
merupakan gabungan dua proposisi tunggal, yaitu ―Semua manusia fana‖
dan ―Semua manusia pernah lupa‖. Karena kedua proposisi itu positif, maka
gabungannya merupakan proposisi majemuk kopulatif . Sedangkan ―Tidak
seorangpun siswa SLA menjadi Senat Guru Besar ITB dan IPB‖ merupakan
himpunan duan proposisi tunggal negatif, yaitu ―Tak seorang pu siswa SLA
menjadi anggota Senat Guru Besar ITB‖ dan ―Tak seorang pun siswa SLA
menjadi anggota Senat Guru Besar IPB‖. Gabungan seperti itu merupakan
proposisi majemuk rimotif .

2. Menurut sifat pembenaran atau pengikaran hubungan antara subjek (S)


dan predikat (P), proposisi mungkin merupakan proposisi kategori atau

180
proposisi kondisional. Jika hubungan itu tanpa syarat, proposisi
digolongkan kedalam proposisi kategoris, dan sebaliknya jika disertakan
syrat, proposisi termasuk ke dalam proposisi kondisional.
Contoh :
Kategoris : Sebagaian manusia hidup makmur.
Kondisional : Jika mutu makanan ayam diperbaiki telur
yangIdihasilkanIlebihbertumu.
Proposisi kondisional dapat dibagi bagi lagi menjadi proposisi
kondisional hipotesis dan proposisi kondisional disjungtif .
Proposisi kondisional hipotesis terdiri atas dua bagian, yaitu anteseden
dan konsekuen. Anteseden ialah bagian yang berisi syarat dan konsenkuen
berisi akibat. Menurut logika tradisional anteseden selalu mendahului
konsekuen.
Contoh :
Kalau metodenya diubah (anteseden) maka hasilnya akan berbeda
(konsekuen).
Proposisi kondisional disjungtif berisi alternatif (pilihan)
Contoh :
Pelakunya seorang bekas pelaut atau bekas anggota gerombolan.
Kita akan melanjutkan diskusi ini atau bubar saja.

3. Berdasarkan kuantitasnya, proposisi dibedakan menjadi proposisi


universal dan proposisi khusus (particular, particular). Pada proposisi
universal, predikat membenarkan atau mengingkari seluruh subjek,
sedang pada proposisi particular hanya membenarkan atau mengingkari
bagian saja.
Ungkapan untuk menyatakan proposisi universal antara lain :
semua, seluruh, tiap-tiap, setiap kali, masing-masing, selalu, tidak satu pun,
tidak pernah, dan tidak seorangpun. Untuk proposisi particular biasanya
dipergunakan kata-kata seperti: sebagian, banyak, kebanyakan, sering,
kadang-kadang, dan dalam keadaan tertentu, beberapa.
4. Selanjutnya menurut kualitas dan kuantitasnya proposisi dapat digolong-
golongkan sebagai berikut :

181
a. Proposisi universal positif (affirmative), di dalam logika diberi simbol
A
b. Proposisi universal negatiF : E
c. Proposisi particular positif : I
d. Proposisi particular negative : O
Contoh :

A : Semua pengikut Sipenmaru lulusan SLTA

E : Tidak satu pun siswa SLTA menjadi anggota Senat

Guru Besar IPB

I : Beberapa penting memiliki traktor.

O : Sebagai mahasiswa tidak pernah melakukan KKN.

3. Distribusi Term

Menurut kualitas dan kuantitas proposisi, term mungkin bersifat distributif atau
nondistributif. Suatu term dikatakan distributif, jika meliputi seluruh denotasinya,
dan dikatakan nondistributif, jika hanya meliputi sebagian saja.
Dengan demikian, maka dalam proposisi

A : S distributif, P nondistributif.
E : S distributif, P distributif.
I : S nondistributif, P nondistributif
O : S nondistributif, P distributif
Proposisi A :

E :

I :

O :

Contoh :
Premis Mayor (MY) : Manusia makhluk rasional
Premis minor (MN) : Kucing bukan manusia
Kesimpulan (K) : Kucing tidak rasioanl

182
My : Setiap manusia pernah lupa
Mn : Mahasiswa adalah manusia
K : Mahasiswa pernah lupa
Dari uraian di atas dapat diringkaskan bahwa :
a. Silogisme merupakan bentuk penalaran deduktif yang formal.
b. Proses penalaran dimulai dari premis mayor melalui premis minor sampai pada
kesimpulan.
c. Strukturnya tetap : premis mayor, premis minor, kesimpulan.
d. Premis mayor berisi pernyataan umum.
e. Premis minor berisi pernyataan yang lebih khusus yang merupakan bagian premis
mayor (term mayor).
f. Kesimpulan dalam silogisme selalu lebih khusus daripada premisnya.

4. Persyaratan

Selain itu ada beberapa pembatasan yang perlu diketahui sehubungan dengn
penalaran dalam bentuk silogisme.
a. Di dalam silogisme hanya mungkin terdapat 3 (tiga) term.
Contoh :
Semua manusia berakal budi
Semua Mahasiswa adalah manusia
Semua mahasiswa berakal budi.
b. Term tengah tidak boleh terdapat di dalam kesimpulan.
c. Dari dua premis ingkar (negative, menggunakan kata ―tidak‖ atau bukan‖)
tidak dapat di tarik kesimpulan.
d. Kalau kedua premisnya positif (tidak ingkar), kesimpulannya harus positif.
e. Term-term yang mendukung proposisi harus jelas, tidak mengandung
pengertian ganda atau menimbulkan keraguan.
Misalnya :

My : Semua buku mempunyai halaman


Mn : Ruas mempunyai buku
K : Ruas mempunyai halaman.

183
f. Dari premis mayor particular dan premis minor negative tidak dapat di tarik

kesimpulan.

g. Premis mayor dalam silogisme mungkin berasal dari teori atau diperoleh

melalui penelitian ilmiah yang panjang prosesnya. Kebenaran dan kesalahan

kesimpulan yang ditarik dari premis yang demikian lebih ―mudah‖ diuji.

Tetapi dalam kenyataan premis mayor kerap kali bersumber pada pendapat

umum, kebiasaan, kepercayaan, bahkan takhayul. Kita harus berhati-hati

dalam hal terakhir.

3.5.2 Entimem

Di atas telah disinggung bahwa silogisme jarang sekali ditemukan di dalam


kehidupan sehari-hari. Di dalam tulisan pun, bentuk itu hamper tidak pernah digunakan.
Bentuk yang biasa ditemukan dan dipakai ialah bentuk entimen. Entimen ini pada
dasarnya adalah silogisme. Tetapi, di dalam entimen salah satu premisnya
dibilangkan/tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh :

Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.


Kalimat di atas dapat dipanggil menjadi dua :
a. Menipu adalah dosa
b. Karena (menipu) merugikan orang lain.
Kalimat a merupakan kesimpulan sedangkan kalimat b adalah premis minor
(karena bersifat khusus). Maka silogisme dapat disusun :
My :
Mn : menipu merugikan orang lain
K : menipu adalah dosa
Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk
melengkapi kita harus ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum, jadi tidak
mungkin subjeknya ―menipu‖. Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis
mayornya: perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.
Untuk mengubah entimen menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu
kesimpulannya. Kata-kata yang menandakan kesimpuln ialah kata-kata seperti jadi,

184
maka, karena, itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalausudah, kita temukan apa
premis yang dihilangkan.
Contoh lain :

Pada malam hari tidak ada matahari, jadi tidak mungkin terjadi proses
fotosintesis. Bagaimana silogismenya?
My : Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari
Mn : Pada malam hari tidak ada matahari
K : Pada malam hari tidak mungkin ada fotosintesis.
Sebagainya, kita juga dapat mengubah silogisme ke dalam entimen, yaitu dengan
menghilangkan salah satu premisnya
Contoh :
My : Anak-anak yang berumur di atas sebelas tahun telah
mampuberpikir formal.
Mn : Siswa kelas VI di Indonesia telah berumur lebih dari sebelas tahun.
K : Siswa kelas VI di Indonesia telah mampu berpikir formal.
Kalau dihilangkan premis mayornya entimemnya akan berbunyi ―Siswa kelas VI di
Indonesia telah berumur lebih dari sebelas tahun, jadi mereka mampu berpikir formal.
Atau dapat juga ―Anak-anak kelas VI di Indoneisa telah mampu berpikir formal karena
mereka telah berumur lebih dari sebelas tahun‖. Kalau dihilangkan premis minornya
menjadi ―Anak-anak yang berumur di atas sebelas tahun telah mampu berpikir formal,
karena itu, siswa kelas VI telah mampu berpikir formal.

3.6 Salah Nalar

Dalam ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang
mengandung kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena
kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap atau
salah tulis misalnya. Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, di
samping kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu.
Kesalahan yang kita persoalkan di sini adalah kesalahan yang berhubungan
dengan proses penalaran yang kita sebut salah nalar. Pembahasan ini akan
mencakup dua jenis kesalahan menurut penyebab utamanya, yaitu kesalahan
karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan kesalahan karena materi
dan proses penalarannya yang merupakan formal.

185
3.6.1.1 Kesalahan Informal

Sebagai sarana penalaran terutama kerap kali kita dapati


pernyataan yang mengandung kesalahan. Kata-kata kali kabur, tidak tegas
maknanya, sehingga dapat diartikan bermacam-macam. Demikian juga
kalimat sering kali dapat ditafsirkan dengan berbagai cara. Perhatikanlah
kalimat-kalimat berikut:
1. Kesadaran bela Negara merupakan perwujudan rasa cinta kepada
tanah air,
2. Cinta seorang ibu kepada anaknya tak dapat diukur dengan materi.
3. “Aku memang mencintaimu palupi, tapi engkau tidak harus
mencintaiku . . .‖
4. Anak dosen yang cantik itu adalah mahasiswa UT
5. Mugi berkata kepada teman Sita bahwa ia harus berangkat sekarang
juga.
Kelima kalimat di atas menunjukkan keragaman dan kekaburan
makna kata cinta pada kalimat (1), (2), dan (3) mempunyai makna yang
berbeda-beda. Kalimat nomor (4) dapat meragukan. Siapa yang cantik:
dosennya atau anaknya? Kalimat (5) dapat ditafsirkan dengan beberapa
cara:
1. Mugi berkata bahwa ia (Mugi) harus berangkat sekarang juga.
2. Mugi berkata bahwa ia (Sita) harus pergi sekrang juga.
3. Mugi berkata bahwa ia (teman Sita) harus pergi sekarang juga.
Kesalahan informal biasanya dikelompokkan sebagai kesalahan
relevansi. Kesalahan ini terjadi apabila premis-premis tidak mempunyai
hubungan logis dengan kesimpulan. Yang termasuk ke dalam jenis
kesalahan ini ialah :
1. Argumentum ad Hominem

Secara harafia kesalahan itu berarti ―argumentasi ditunjukan kepada


diri orang‖. Kesalahan itu terjadi bila seseorang mengabil keputusan
atau kesimpulan tidak berdasarkan penalaran melainkan untuk
kepentingan dirinya, dengan mengemukakan alasan yang tidak logis
sebenarnya. Misalnya, orang menolak pemerataan dengan alasan

186
bahwa pemerataan itu merupakan yang dituntut orang komunis,
sedangkan komunisme adalah aliran yang dilarang di sini (Alasan
yang sebenarnya ialah karena pemerataan itu merugikan dirinya).
2. Argumentum ad Baculum
Baculum berarti ―tongkat‖ yang dimaksud di sini ialh suatu kesalahan
yang terjadi apabila suatu keputusan diterima atau ditolak Karena
adanya ancaman hukuman atau tindak kekerasan: Misalnya jika
seorang mengakui kesalahan yang dituduhkan kepadanya (yang
sebenarnya tidak dilakukan) karena ia diancam dengan kekerasan.
3. Argumentum ad Verucundiam atau Argumentum Adictoritatis

Kesalahan ini terjadi bila sesorang menerima pendapat atau keputusan


bukan dengan alasan penalaran melainkan karena yang menyatakan
pendapat atau keputusan itu adalah yang memiliki kekuasaan.
4. Argumentum ad Populum

Arti harafiahnya ialah ―argumentasi ditunjukan kepada rakyat‖.


Argumentasi yang dikemukakan tidak mementingkan kelogisan; yang
penting agar orang banyak tergugah. Hal ini sering dilakukan dalam
propaganda.
5. Argumentum ad Misericordiam

Argumentasi dikemukakan untuk membangkitkan belas kasihan.


Biasanya argumentasi semacam ini dikemukakan bila seseorang ingin
agar kesalahannya dimaafkan. Misalnya seorang siswa yang mendapat
nilai buruk mengatakan bahwa Ia tidak mempunyai cukup waktu lama
untuk belajar karena membantu orang tua mencari nafkah.
6. Kesalahan Non-Causa Pro-Causa

Kesalahan ini terjadi jika seseorang mengemukakan suatu sebab yang


sebenarnya bukan merupakan sebab atau bukan sebab yang lengkap:
contohnya seorang laki-laki dinyatakan meninggal akibat jatuh dari
tangga. Akaan tetapi, pemeriksaan dokter menyatakan bahwa orang
itu meninggal bukan karena jatuh. Ia mendapat serangan jantung
ketika sedang menuruni tangga.

187
7. Kesalahan Aksidensi

Yang dimaksud kesalahan aksidensi ialah kesalah terjadi akibat


penerapan prinsip umum terhadap keadaan yang bersifat aksidental,
yaitu suatu keadaan atau kondisi kebetulan, yang tidak seharusnya,
atau mutlak yang tidak cocok. Misalnya, susu adalah minuman sehat.
Tetapi, jika seorang ibu yang memberikan susu kepada anaknya yang
alergu terhadap lemak hewani karena ia menganggap bahwa susu
adalah minuman yang menyehatkan ia telah melakukan kesalahan
aksidensi. Keadaan umum bahwa susu itu sehat tidak cocok dengan
kondisi aksidental bahwa anak alergi terhadap lemak hewani.
8. Perio Principii

Kesalahan ini terjadi jika arhumen yang diberikan telah tercantum di


dalam premisnya. Misalnya kalimat ―Ular itu mengandung racun.
Karena ia berbisa; kedua hal itu sama saja, karena tidak berbeda‖
adalah cotoh-contoh petitio principia. Tentu saja kesalahan itu akan
mudah dikenali jika pernyataan dan argumennya berdekatan atau
sama pernyataannya. Tetapi kedua hal itu mungkin dipisahkan oleh
puluhan bahkan ratusan halaman suatu buku. Misalnya saja pada awal
tulisannya seorang pengarang mengemukakan bahwa pola-pola
kalimat bahsa Melayu Riau sama dengan pola kalimat bahasa
Malaysia. Pada akhirnya ia menyimpulkan bahwa pola kalimat bahasa
Malaysia. Pada akhirnya ia menyimpulkan bahwa pola kalimat bahasa
Malaysia tidak memeperlihatkan hal-hal yang berbeda dengan pola
kalimat pola bahasa Melayu.
Kadang-kadang petition principii ini berwujud sebagai argumentasi
berlingkar : A disebabkan B, B disebabkan C, C disebabkn D dan D
disebabkan A.
9. Kesalahan Komposisi dan Divisi

Perntanyaan yang kompleks di sini bukan hanya yang dinyatakan


dengan kalimat kompleks saja, melainkan juga yang dapat
menimbulkan banyak jawaban. Misalnya pertanyaan, ―Apakah benda
itu?‖ akan menghasilkan berbagai jawaban misalnya sebagai istilah
ekonomi, fisika, hokum, dan sebagainya.

188
10. Non Secuitur (kesalahan konsekuen)

Kesalahan ini terjadi jika dalam suatu proposisi kondisional terjadi


pertukaran antara anteseden dan konsekuen. Misalnya , ―Jika anda
seorang pencuri, maka anda bekerja pada malam hari :, disamakan
dengan ―jika anda bekerja pada malam hari, anda seorang pencuri‖.
11. Ignoratio Elenchi

Kesalahan ini sama/sejenis dengan argumentum ad Hominen, ad


verucundiam, ad Baculum dan ad Populum yaitu karena tidak ada
relevansi atara premis dan kesimpulannya. Tetapi, ignoration elenchi
tidak disebakann oleh bahasa, melainkan karena isi argumentasinya
tidak relevan dengan pernyataan. Misalnya seorang ketua RT
mengemukakan kepada warganya bahwa RT perlu memungut iuran
untuk tugas kebersihan untuk mendukung gagasan itu ia menjelaskan
peranan kebersihan dalam menciptakan kesehetan dan keindahan
lingkupan; padahal yang harus dibuktikan ialah bahwa iuran itu harus
dibayarkan, bukan segala teori tentang kebersihan.

3.6.2 Kesalaha Formal

Keslaahan ini berhubungan erat dengan materi dan proses penarik


kesimpulan baik deduktif maupun induktif.
1. Kesalahan Indukif

Kesalahan induktif terjadi sehubungan dengan proses induktif. kesalahan


ini mungkin merupakan kesalahan generalisasi, hubungan sebab akibat, dan
analogi.
2. Generalisasi Terlalu Luas
Contoh :
Wanita kurang mampu dalam matematika dibandingkan dengan
pria. Kesimpulan itu di tarik dari pengamatan sebagai berikut. Di
dalam kelas yang terdiri dari dua puluh lima wanita dan dua puluh
pria, ternyata lima nilai tertinggi dicapai oleh mahasiswa pria
sedangkan lima nilai terendah diperoleh oleh mahasiswa wanita.

189
Apakah kelas yang diteliti cukup mewakili pria dan wanita secara
umum? Apakah lima nilai tertinggi dan lima nilain terendah itu saja cukup
kuat untuk menarik kesimpulan bahwa wanita kurang mampu dibandikan
pria? Bahkan untuk itu menarik kesimpulan tentang kemampuan kelas itu
saja, data itu tidak memadai. Barang kali masih lebih baik jika kesimpulan
diambil berdasarkan perbandingan nilai rata-rata mereka.

3. Hubungan Sebab Akibat yang Tidak Memadai

Dalam pemakaian bahsa kerap kali dijumpai hubungan sebab akibat yang
tidak tepat atau salah. Hal ini mungkin terjadi karena suatu akibat
dihubungkan dengan penyebab berdasarkan kepercayaan atau takhayul atau
karena penulis atau pembaca menganggap suatu kontributori sebagai
penyebab utamanya.
Contoh :

1. Saya tidak pandai berenang. Hamper semua anggota keluarga

saya tidak dapat bereng

2. Saya tidak lulus karena dosen saya tidak suka kepada saya

3. Sebagaian besar siswa mendapat nilai buruk karena pada

waktu ulangan ada kucing hitam yang melintas di halaman

4. ―bacalah Eksekutif. Anda akan menjadi manajer yang sukses‖.

(1) Kesalahan Analogi

Kesalahan berikutnya ialah kesalahan analogi. Kesalahan ini terjadi bila


dasar analogi induktif yang dipakai tidak merupakan cirri esensial kesimpulan
yang ditarik. Pernyataan bahwa anak kera dan anak manusia dapat dididik
menjadi sarjana biologi berdasarkan persamaan sistem pencernaannya,
merupakan contoh kesalahan analogi. Dasar analoginya (sistem pencernaan)
tidak merupakan cirri esensial dari kesimpulan (dapat dididik menjadi sarjana).
Contoh lain :
Toni bersekolah di SMA 1. Ia pasti akan menjadi tokoh politik.
Tokoh politik terkenal berasal dari sekolah itu.

190
2. Kesalah deduktif

1. Dalam cara berpikir deduktif kesalahan yang biasa terjadi ialah

kesalahan premis mayor yang tidak dibatasi.

Contoh :

a. Semua pelaku kejahatan adalah korban rumah tangga yang


berantakan.
b. Kalau hakum masuk desa, di desa tidak ada lagi ketidakadilan.
Kalau bentuk entimen di atas dikembalikan ke dalam bentuk silogisme,
kita akan melihat bahwa kesalahannya terletakpada premis mayor yang tidak
dibatasi, yaitu :
My : Penyebab kejahatan ialah rumah tangga berantakan.

Mn : Hakim me,berantas ketidakadilan.

2. Kesalahan deduktif lainnya ialah kesalahan term keempat. Dalam hal ini term
tengah dalam premis minor tidak merupakan bagian dari term mayor pada premis
mayor atau emmang tidak ada hubungan antara kedua pernyataan .
My : Semua mahasiswa FKIP akan menjadi Guru
Mn : Dani siswa SMP
Dari kedua premis itu tidak dapat ditarik kesimpulan apa-apa. Pada silogisme
itu terdapat empat term. Dengan perkataan lain, tidak ada term tengah yang
menghubungkan kedua premis sehingga keduanya tidak berhubungan
3. Kerap kali pula terjadi kesalahan berupa kesimpulan terlalu luas/kesimpulan lebih
luas daripada premisnya. Premis mayor particular dan kesimpulan merupak
universal.
Contoh :
My : Sebagian orang Asia hidup makmur.
Mn : Orang Indonesia adalah orang Asia.
K : Orang Indonesia hidup makmur.
Dari premis mayor particular positif dan premis minor universal posif tidak dapat
ditarik kesimpulan.
4. Kesalahan deduktif berikut : ialah kesalahan kesimpulan dari premis-premis
negative.
Contoh :

191
My : Semua pohon kelapa tidak bercabang.
Mn : Tiang listrik tidak bercabang.
K : Tiang listrik ialah pohon kelapa.

192
BAB X

PENULISAN KUTIPAN

Penulisan karya ilmiah memerlukan perujukan, penegasan, dan penguatan dari


peneliti sebelumnya atau sumber-sumber yang memperkuat dan memperkaya penelitian.
Untuk itu, perlu dilakukan pengutipan terhadap hasil penelitian sebelumnya dan sumber-
sumber lain untuk mendukung penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengobjektifkan dan
memperkaya materi penelitian di samping mencegah terjadinya plagiarisme. Ketika
menetapkan penegutipan dengan sistem atau gaya tertentu, peneliti harus konsisten dengan
sistem atau gaya tersebut.
Menurut Azahari (dalam Alam, 2005:38) ―Kutipan merupakan bagian dari
pernyataan, pendapat, buah pikiran, definisi, rumusan atau penelitian dari penulis lain, atau
penulis sendiri, serta dikutip untuk dibahas dan ditelaah berkaitan dengan materi
penulisan”.
Mengutip merupakan pekerjaan yang dapat menunjukkan kredibilitas penulis. Oleh
karena itu, mengutip harus dilakukan secara teliti, cermat, dan bertanggung jawab.
Hariwijaya dan Triton (2011: 151) mengatakan bahwa ketika mengutip perlu
dipelajari bagaimana teknik pengutipan sesuai standar ilmiah. Untuk itu, perlu
diperhatikan hal berikut: (1) mengutip sehemat-hematnya, (2) mengutip jika dirasa sangat
perlu semata-mata, dan (3) terlalu banyak mengutip mengganggu kelancaran bahasa.

A. CARA MENGUTIP
Ada dua cara untuk mengutip, yaitu mengutip langsung dan mengutip tidak langsung.
1. Kutipan Tidak Langsung.
Merupakan salinan yang persis sama dengan sumbernya tanpa penambahan
(Widjono, 2005: 63). Cara menggunakannya adalah sebagai berikut:
– Menggunakan redaksi dari penulis sendiri (parafrasa).
- Mencamtumkan sumber (nama penulis, tahun, dan halaman).
Contoh:
Menurut salah satu historiografi tradisional, penyerahan kekuasaan kerajaan
Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang, berlangsung melalui penyerahan
mahkota emas raja Kerajaan Sunda Pajajaran kepada Prabu Geusan Ulun.

193
Penyerahan mahkota secarasimbolis berarti bahwa Sumedanglarang menjadi
penerus Kerajaan Sunda (Suryaningrat, 1983: 20—21 dan 30).
2. Kutipan Langsung.
Mengambil ide dari suatu sumber dan menuliskannya sendiri dengan kalimat atau
bahasa sendiri (Widjono, 2005: 64). Cara menggunakannya adalah sebagai berikut:
- Dikutip apa adanya.
- Diintegrasikan ke dalam teks paparan penulis.
- Jarak baris kutipan dua spasi (sesuai dengan jarak spasi paparan).
- Dibubuhi tanda kutip (―….‖).
- Sertakan sumber kutipan di awal atau di akhir kutipan, yakni nama penulis,
tahun terbit, dan halaman sumber (Author, Date, Page), misalnya (Penulis,
2012:100).
- Jika berbahasa lain (asing atau daerah), kutipan ditulis dimiringkan (kursif).
- Jika ada bagian kalimat yang dihilangkan, ganti bagian itu dengan tanda titik
sebanyak tiga buah jika yang dihilangkan itu ada di awal atau di tengah
kutipan, dan empat titik jika di bagian akhir kalimat.
- Jika ada penambahan komentar, tulis komentar tersebut di antara tandakurung,
misalnya, (penggarisbawahan oleh penulis).
Contoh :
Ada beberapa pendapat mengenai hal itu. Suryaningrat (1983: 20—21 dan 30)
mengatakan, ―Menurut salah satu historiografi tradisional, penyerahan
kekuasaan kerajaan Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang berlangsung
melalui penyerahan mahkota emas raja Kerajaan Sunda Pajajaran kepada
Prabu Geusan Ulun. Penyerahan mahkota secara simbolis berarti bahwa
Sumedanglarang menjadi penerus Kerajaan Sunda.‖

B. DIAKUI SECARA INTERNASIONAL

Berikut akan dibahas bagaimana cara menulis kutipan, mengacu pada APA
Style (American Psychological Association) yang sudah diakui secara internasional.
Gaya kutipan APA mengacu pada aturan yang telah disetujui dalam konvensi
American Psychological Association untuk menulis sumber yang digunakan dalam
makalah penelitian . Gaya APA ini digunakan baik dalam teks kutipan maupun dalam
daftar referensi . Karena untuk setiap kutipan dalam teks, harus ada di dalam daftar

194
referensi dan begitu juga sebaliknya. Di bawah ini adalah cara – cara menulis kutipan dan
contohnya.
1. Memasukkan nama penulis di dalam tanda kurung.
Contoh :
Fotosintesis adalah proses yang terjadi pada daun untuk menghasilkan makanan
hasil dari proses kimiawi yang terjadi di dalamnya (Nugraha, 1995, p. 17).
2. Memasukkan nama penulis di dalam pembahasan.
Contoh :
Menurut Nugraha (1995), Fotosintesis adalah proses kimiawi yang terjadi di dalam
daun untuk menghasilkan makanan (p. 17).
3. Kutipan dengan dua penulis berbeda
Contoh :
Fakta membuktikan bahwa pria yang sudah menikah berpenghasilan lebih tinggi
daripada pria yang belum menikah (Chun & Lee, 2001).
4. Kutipan dengan tiga hingga lima penulis
Contoh :
Al baironi, Munandar, Nyoman, dan Susanto (1889) berpendapat bahwa
kesusksesan seseorang ditentukan oleh kemauan kuat yang ada pada dirinya.
Bisa juga dengan menggunakan : et al yang berarti dan lainnya. Contoh:
Menurut Al baironi et al. (1889), kesuksesan bergantung pada kemauan yang ada
pada diri pribadi.
5. Kutipan dengan 6 atau lebih penulis
Contoh :
Gracia et al. (2003) berpendapat, ―Pendidikan karakter di masa kanak – kanak akan
mencetak remaja – remaja yang memiliki karakter.‖
6. Kutipan tanpa adanya nama penulis
Contoh :
Penyakit banyak sekali tumbuh di masa pencaroba ini (―Dampak Perubahan
Musim,‖ 2015).
7. Penulis dengan nama yang sama
Contoh:
Menahan diri untuk tidak makan atau diet bisa mencegah obesitas (A. Nugraha,
1997). Namun, faktanya diet bisa menimbulkan penyakit lain seperti mag, dan mal
nutrisi (B. Nugraha, 2000).

195
8. Karya yang sama dikutip lebih dari sekali
Contoh :
Ekonomi mikro adalah penunjang pertumbuhan ekonomi suatu Negara (Afriando,
2012, p.3). Namun, Afriando mengatakan ―jumlah ekonomi mikro di Indonesia
masih sangat jauh dari cukup‖ (p. 4).
9. Dua atau lebih sumber di dalam kutipan
Contoh :
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa kekuasaan dengan pekerjaan
yang didapatkan berhubungan dengan performa di tempat kerja (Faire 2002; Hall,
1996, 1999).
10. Dua atau lebih informasi yang dikutip dari sumber dan tahun yang sama
Contoh :
Schmidt (1997a, p. 23) menyatakan, ―kesuksesan dapat dicapai dengan usaha yang
tekun.‖
11. Mengutip informasi dari sumber lain
Contoh :
Menurut Pablo (1976), Olahraga dapat menyegarkan pikiran (as cited in Wayan,
2013).
12. Kutipan yang diambil dari organisasi atau kelompok
Contoh :
Kutipan pertama :
Hewan – hewan yang dilindungi oleh pemerintah masih terancam keberadaannya.
Bahkan sebagian telah punah (Kelompok Pemerhati Satwa [KPS], 2014).
Kutipan kedua :
Penyebab punahnya hewan – hewan itu tidak lain dan tidak bukan adalah faktor
pemburu dan perdagangan gelap (KPS, 2014).
13. Kutipan yang berasal dari wawancara langsung, e-mail, surat, atau memo
Contoh :
Menurut Sudirman berpuasa bisa melatih diri dari rasa marah (personal
communication, 12 May 2015).

196
BAB XI

MENULIS KARYA ILMIAH

(MAKALAH, JURNAL DAN SKRIPSI)

A. PENGANTAR

Karya ilmiah merupakan sebuah tulisan yang berisi suatu permasalahan yang ditulis
dan diungkapkan dengan metode-metode ilmiah yang sesuai dengan kaidah penulisan
karya tulis ilmiah tertentu.karya tulis ilmiah berisi data dan fakta maupun hasil penelitian
seseorang yang ditulis secara runut dan sistematis. Karya tulis ilmiah disusun harus
berdasarkan fakta, bersifat objektif, tidak bersifat emosional dan personal, dan tersusun
secara sistematis dan logis. Bahasa yang digunakan di dalam suatu karya tulis ilmiah ialah
bahasa Indonesia yang baku yang sesuai dengan kaidah Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD).
Untuk mencapai tingkat kelogisan tertentu dalam karya tulis ilmiah, seorang peneliti
haruslah memiliki landasan teori yang kuat.landasan teori yang kuat akan membantu
peneliti dalam menyusun dan mempertahankan hasil penulisannya, karena dari landasan
teori tersebut, suatu karya tulis ilmiah tidak menyimpang dari disiplin ilmu tertentu,
sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Karya ilmiah (bahasa Inggris: scientific paper) adalah laporan tertulis dan diterbitkan
yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang
atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati
oleh masyarakat keilmuan.
Karya ilmiah atau tulisan ilmiah adalah karya seorang ilmuan (yang merupakan
hasil pengembangan) yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
yang diperolehnya melalui kepustakaan, kumpulan pengalaman, penelitian, dan
pengetahuan orang lain sebelumnya (Dwiloka dan Riana, 2005: 2).
Artikel ilmiah adalah karya tulis yang dirancang untuk dimuat dalam jurnal atau
kumpulan artikel yang ditulis dengan tata cara ilmiah dan mengikuti pedoman atau
konvensi ilmiah yang telah disepakati atau ditetapkan (Tanjung, 2010: 7).
Tulisan ilmiah secara luas sebagai suatu tulisan dalam bentuk artikel atau yang
lain, misalnya skripsi yang didasarkan riset. Tulisan tersebut dipaparkan Sesuai

197
dengan kaidah-kaidah yang baku dan menggunakan metode ilmiah tertentu. Riset dapat
didasarkan pada data primer (langsung dari narasumber) dan data sekunder (data yang
sudah ada atau data yang sudah terlebih dahulu dikumpulkan oleh orang lain dan
selanjutnya dapat digunakan kapan saja jika diperlukan) (Sarwono, 2010: 1).
Jadi dari beberapa pengertian yang ada di atas tersebut dapatlah kita simpulkan
bahwa tulisan ilmiah adalah hasil karya seseorang yang memenuhi kaidah baku
penulisan ilmiah dengan menggunakan metode tertentu yang didukung oleh data hasil
temuan (riset) untuk keperluan tertentu.

B. FUNGSI KARYA ILMIAH


Karya ilmiah berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Hakikat karya ilmiah adalah mengemukakan
kebenaran melalui metodenya yang sistematis, metodologis, dan konsisten. Menurut
Dwiloka dan Riana (2005: 2-3), jika dihubungkan dengan hakekat ilmu, karya ilmiah
mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Penjelasan (Explanation) : Karya ilmiah dapat menjelaskan suatu hal yang
sebelumnya tidak diketahui, dan tidak pasti, menjadi sebaliknya.
2. Ramalan (Prediction) : Karya ilmiah dapat membantu mengantisipasi
kemungkinan - kemungkinan yang akan terjadi pada masa mendatang.
3. Kontrol (Control) : Karya ilmiah dapat berfungsi untuk mengontrol,
mengawasi dan atau mengoreksi benar tidaknya suatu pernyataan.

C. KARAKTERISTIK TULISAN ILMIAH


Terdapat beberapa karakteristik tulisan ilmiah yang perlu diketahui, antara lain
sebagai berikut (Sarwono, 2010: 1-2):
1. Tulisan menggunakan metode ilmiah, artinya:
1) Tulisan didukung dengan menggunakan data hasil observasi.
2) Terdapat hipotesis atau setidak-tidaknya pernyataan penelitian.
3) Adanya kemungkinan dapat direproduksi oleh penulis lain dalam konteks
yang berbeda dengan menggunakan metode yang sama.
4) Tulisan dapat diverifikasi. Artinya, kebenarannya dapat dicek secara
empiris (tersedia data pendukung di lapangan).
5) Laporan hasil dipaparkan secara tertulis untuk menjaga konsistensi dan

198
kemudahan pengecekan.
2. Tulisan didukung dengan menggunakan data empiris. Artinya, ada data yang
dapat digunakan sebagai alat pembuktian atau jawaban pertanyaan-
pertanyaan yang disampaikan dalam tulisan tersebut.
3. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi.
4 Terdapat pengukuran hasil yang ditemukan, biasanya menggunakan hasil
perhitungan statistik.
5. Umumnya menggunakan terminologi khusus yang hanya diketahui oleh
sesama kelompok keahlian (peer group).
6. Tidak jarang hasil temuan juga dipaparkan dengan menggunakan grafik,
tabel, atau gambar.
7. Tulisan disusun dengan menggunakan gaya penulisan tertentu, yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1) Memberikan fakta.
2) Bersifat objektif.
3) Tidak mengandung unsur nilai moral dan emosi.
4) Menggunakan bahasa baku.
5) Bersifat akurat.
6) Tidak memberikan opini pribadi.
7) Gagasan dibangun secara sistematis dan logis.
8) Tidak bersifat argumentatif, tetapi menghadirkan kesimpulan umum.
9) Tidak bersifat persuasif.
10) Tulisan tidak membesar-besarkan masalah (blow up).
11)Tulisan tidak digunakan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu
diluar objek yang dikaji.

D. SIFAT KARYA ILMIAH

karya ilmiah bersifat formal sehingga harus memenuhi syarat. Menurut Dwiloka
dan Riana (2005: 3-4), beberapa syarat tersebut adalah:
1. Lugas dan Tidak Emosional.
Maksudnya adalah karya ilmiah hanya mempunyai satu arti, tidak memakai
kata kiasan, sehingga pembaca tidak membuat tafsiran (interprestasi) sendiri-

199
sendiri. Karena itu, perlu ada batasan (definisi) operasional pengertian suatu
istilah, konsep, atau variabel.
2. Logis
Maksudnya adalah kalimat, alinea, subbab, subsubbab, disusun berdasarkan
suatu urutan yang konsisten. Urutan di sini meliputi urutan pengertian,
klasifikasi, waktu (kronologis), ruang, sebab-akibat, umum-khusus, khusus-
umum, atau proses dan peristiwa.
3. Efektif
Maksudnya adalah baik alenia atau subbab harus menunjukkan adanya satu
kebulatan pikiran, ada penekanan, dan ada pengembangan.
4. Efisien
Maksudnya adalah hanya menggunakan kata atau kalimat yang penting dan mudah
dipahami.
4. Ditulis dengan bahasa Indonesia yang baku.

E. JENIS-JENIS KARYA ILMIAH


Secara umum, karya ilmiah diperguruan tinggi menurut Arifin (2003: 1), dibedakan
menjadi makalah, skripsi/Jurnal, tesis, dan disertasi.
1) Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang
pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif.
Makalah menyajikan masalah dengan melalui proses berpikir deduktif
dan induktif. Makalah disusun biasanya untuk melengkapi tugas-tugas ujian
mata kuliah tertentu atau memberikan saran pemecahan tentang masalah
secara ilmiah. Jika dilihat bentuknya, makalah adalah bentuk yang paling
sederhana di antara karya tulis ilmiah yang lain
Secara umum, struktur makalah terdiri dari :

1. Cover / Bagian Sampul Makalah.


Dalam bagian ini, terdiri dari judul, logo kampus/universitas, data lengkap
penulis, jurusan, fakultas, kota, dan tahun kapan makalah di buat.
2. Kata Pengantar
Biasanya diawali dengan kalimat puji-pujian kepada Allah SWT atau
kepada Tuhan, gambaran sedikit mengenai makalah, ucapan terima kasih,

200
dan terakhir biasanya terdapat harapan penulis ataupun permintaan
sumbangsih saran dan kritik.
3. Daftar Isi
Yaitu berisi poin-poin yang terdapat dalam makalah beserta nomor
halamannya.
4. BAB I Pendahuluan

Dalam makalah yang Anda buat, bagian BAB I, bab tentang pendahuluan
secara umum berisi tentang gambaran umum tentang makalah, masalah
yang akan dibahas, latar belakang kenapa Anda mengangkat permasalahan
tersebut. Adapun struktur pada BAB I ini meliputi :
1. Latar Belakang, berisi dasar atau titik tolak untuk memberikan
pemahaman Kepada pembaca atau pendengar mengenai apa yang ingin
kita sampaikan. Latar belakang yang baik harus disusun dengan sejelas
mungkin dan bila perlu disertai dengan data atau fakta yang mendukung.
2. Rumusan Masalah, berisi rumusan apa yang Anda bahas dalam makalah
Anda.Rumusan masalah berisi implikasi adanya data untuk mencari
sebuah solusi dalam suatu permasalahan dalam bentuk pertanyaan.
3. Maksud dan Tujuan, berisi maksud dan tujuan pembuatan makalah.

5. BAB II Pembahasan
Pada bagian ini, Anda membahas secara tuntas permasalahan yang Anda
angkat pada BAB I. Pada bagian ini adalah bagian dari isi sesungguhnya
makalah Anda.Dalam bagian pembahasan, Anda harus memaparkan fakta-
fakta yang memperkuat tulisan Anda.Harus berisi kajian referensi
beberapa/banyak penulis yang mendukung gagasan yang Anda sampaikan.
6. BAB III Penutup
Pada bagian ini, Anda membuatkan semacam kesimpulan dari pembahasan
yang Anda bahas pada BAB II.Anda dapat menambahkansaran.
7. Daftar Pustaka
Berisi daftar referensi rujukan yang Anda ambil untuk makalah Anda.
Referensi rujukan dapat berupa buku-buku, jurnal, skripsi, data dari internet
dan lain sebagainya.Terdapat kaidah atau aturan penulisan daftar pustaka
yang Anda harus penuhi.

201
8. Lampiran
Ini tidak mutlak harus ada.Pada bagian ini Anda melampirkan data-data
pendukung makalah Anda. Bisa berupa foto-foto kegiatan, dll.
2) Skripsi/Jurnal adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat
penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus
didukung oleh data dan fakta empiris-objektif, baik berdasarkan penelitian
langsung (observasi lapangan, atau percobaan di laboratorium) maupun
penelitian tidak langsung (studi kepustakaan). Disamping tertib dan
cermat di dalam segi metodologinya, juga diperlukan sumbangan material
berupa temuan baru dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau hukum tertentu
tentang salah satu aspek atau lebih di bidang spesialisasinya. Skripsi
biasanya ditulis untuk melengkapi syarat untuk memperoleh gelar sarjana
(S1) dan penyusunannya dibimbing oleh seorang dosen atau tim yang ditunjuk
oleh lembaga perguruan tinggi.
Skripsi mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Skripsi bidang pendidikan difokuskan pada eksplorasi permasalahan


dan atau pemecahan masalah pendidikan dan pengajaran pada jenjang
pendidikan Prasekolah,Pendidikan Dasar (SD, SMP, MTs), Pendidikan
Menengah (SMA, SMK, MadrasahAliyah), Pendidikan Tinggi, serta pada
jalur pendidikan luar sekolah termasuk pendidikan keluarga.
2. Dalam bidang non-kependidikan, skripsi difokuskan pada permasalahan
pada bidang keilmuan yang sesuai dengan program studi mahasiswa.
3. Skripsi ditulis berdasarkan hasil pengamatan dan observasi
lapangan dan/atau penelaahan pustaka.
4. Skripsi ditulis dalam bahasa Indonesia (dan atau dalam Bahasa Asing atau
Bahasa Daerah yang baik dan benar untuk prodi tertentu yang sesuai dengan
program studi yang diikuti oleh mahasiswa.)
5. Skripsi berbobot 6 sks.
Formatinti skripsisecara umum dengan metodekuantitatif dapat diperhatikan
sebagai berikut:
1. Format
BAB IPENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah

202
B.Identifikasi Masalah
C.Pembatasan Masalah
D.Rumusan Masalah
E.Tujuan Penelitian
F.Manfaat Penelitian
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
A. Kajian teori dan hasil penelitian yang relevan
B. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis (jika ada)
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A.Tempatdan Waktu Penelitian
B.Rancangan/DesainPenelitian
C.Populasi dan Sampel
D. Teknik Pengambilan Sampel
E.TeknikPengumpulan Data
F. Validasi InstrumenPenelitian
G.TeknikAnalisis Data
BAB IVHASILPENELITIAN
A. Deskripsi Data
B. Pengujian Persyaratan Analisis
C. PengujianHipotesis
D. PembahasanHasil AnalisisData
BAB VSIMPULAN, IMPLIKASI,DAN SARAN
A.Simpulan
B. Implikasi
C. Saran
Format inti skripsi secara umum dengan metode kualitatif dapat diperhatikan
sebagai berikut:
2. Format
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. ManfaatPenelitian

203
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
A. Kajian teori dan hasil penelitian yang relevan
B. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis (bila perlu)
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
B. Pendekatan dan JenisPenelitian
C.Data dan Sumber Data
D.Teknik Sampling
E.TeknikPengumpulan Data
F.Uji ValiditasData
G.TeknikAnalisis Data
H.ProsedurPenelitian
BAB IVHASIL PENELITIANDAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi/ObjekPenelitian
B.Deskripsi TemuanPenelitian
C.Pembahasan
BAB VSIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A.Simpulan
B. Implikasi
C. Saran
4) Tesis adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan
skripsi. Tesis mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian sendiri.
Karya tulis ini akan memperbincangkan pengujian terhadap satu atau lebih hipotesis dan
ditulis oleh mahasiswa program pascasarjana, untuk melengkapi syarat guna
memperoeh gelas magister (S2).
Adapun format tesis secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
3. Format
 3.1 Judul
 3.2 Lembar Pengesahan
 3.3 Lembar Pernyataan
 3.4 Abstrak
 3.5 Kata Pengantar
 3.6 Daftar Isi

204
 3.7 Daftar Tabel, Daftar Gambar, Daftar Lambang, Daftar Singkatan dan
Daftar Lampiran
 3.8 BAB I: Pendahuluan
o 3.8.1 Latar Belakang Penelitian
o 3.8.2 Rumusan Masalah atau Identifikasi Masalah
o 3.8.3 Tujuan Penelitian
o 3.8.4 Kegunaan Penelitian atau Manfaat Penelitian
 3.9 BAB II: Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
o 3.9.1 Kajian Pustaka
o 3.9.2 Kerangka Pemikiran
o 3.9.3 Hipotesis
 3.10 BAB III: Metodologi
 3.11 BAB IV: Hasil dan Pembahasan
 3.12 BAB V: Simpulan dan Saran
o 3.12.1 Simpulan
o 3.12.2 Saran
 3.13 Daftar Pustaka
 3.14 Lampiran

5) Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang
dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid)
dengan analisis yang terinci. Dalil yang dikemukakan biasanya dipertahankan
oleh penulisnya dari sanggahan-sanggahan senat guru besar/penguji suatu
lembaga pendidikan tinggi. Disertasi ini berisi suatu temuan penulis sendiri,
yang berupa temuan orisinal. Jika temuan orisinal ini dapat dipertahankan
oleh penulisnya dari sanggahan penguji, penulisnya berhak menyandang gelar
doktor (S3).
F. MANFAAT PENULISAN KARYA ILMIAH
Manfaat penyusunan karya ilmiah bagi penulis adalah berikut:
1) Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif;
2) Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber;
3) Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan;
4) Meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis;
5) Memperoleh kepuasan intelektual;
6) Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan;
7) Sebagai bahan acuan/penelitian pendahuluan untuk penelitian selanjutnya

205
G. TIPE TULISAN ILMIAH
Tipe tulisan ilmiah dikategorikan atas dua bagian tipe yaitu: Tulisan ilmiahpopular
dan tulisan ilmiah murni.
1. Tulisan Ilmiah Popular
Sarwono (2010:11-13) menyatakan bahwa ciri-ciri dan karakteristik tulisan
ilmiah populer, antara lain:
1. Adanya pesan yang dipergunakan untuk menarik perhatian pembaca, yang
dapat juga dikatakan bersifat persuasif. Hal ini dikarenakan pada
umumnya pembaca yang ditargetkan ialah umum atau bukan spesialis di
bidang ahli mengenai topik bahasan yang ditulis.
2. Isi tulisan diusahakan untuk memikat pembaca agar yang bersangkutan tetap
harus membaca tulisan tersebut sampai selesai.
3. Penulis melakukan kontekstualisasi data hasil riset ke dalam tulisan tersebut
sehingga data dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca umum.
4. Bahasa yang dipergunakan bersifat umum dan tidak mempergunakan
terminologi khusus yang hanya dipahami oleh ilmuan atau kelompok tertentu.
5. Biasanya struktur kalimat yang dipergunakan ialah kalimat aktif.
6. Gaya penulisan tidak baku (diuraikan dalam bentuk populer sehingga
memudahkan pembaca umum untuk memahami isi bacaan tersebut).
7. Umumnya, informasi dipaparkan dalam bentuk narasi.
8. Uraian dipaparkan ke dalam bentuk umum yang dapat menarik, baik
aspek intelektual pembaca maupun menyentuh emosi pembaca yang
bersangkutan.
9. Secara implisit, kadang mengandung pesan tertentu berupa keinginan penulis
agar pembaca melakukan tindakan tertentu.

2. Tulisan Ilmiah Murni


Ciri-ciri tulisan ilmiah murni, antara lain:
1. Penulis berusaha memaparkan data apa adanya secara objektif.
2. Temuan kajian ditulis dalam bentuk sistematis, terstruktur, dan baku.
3. Penulis banyak menggunakan bahasa dan terminologi khusus atau
disebut ―jargon ilmiah‖ yang hanya dapat dipahami oleh ilmuan yang
sama bidang ilmunya dengan pokok bahasan yang ditulis.
4. Umumnya, menggunakan struktur kalimat pasif.

206
5. Gaya penulisan yang dipakai bersifat baku.
6. Tulisan digunakan untuk memaparkan informasi dalam bentuk khusus
yang hanya digunakan untuk menarik kemampuan intelektual pembaca.
7. Tulisan bersifat bebas dari opini penulis.
8. Terdapat jarak antara penulis dengan hal-hal yang dikaji.

207
BAB XII

PENULISAN DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka merupakan daftar yang berisi buku, makalah atau bahanlainnyayang
yang dirujuk dalam naskah skripsi. Daftar pustaka ditulis sesuai dengan kaidahpenulisan
karya ilmiah dengan memperhatikan kemutakhiran (setidaknya sepuluh tahunterakhir) dan
mengutamakan pustaka hasil-hasil penelitian atau jurnal ilmiah yangrelevan dengan topik
skripsi. Penulisan daftar pustaka secara umum dapat dilihat pada pedoman sebagai berikut:
1. Lembar daftar pustaka diberi judul : DAFTAR PUSTAKA (ditulis dengan huruf
kapital tegak berukuran 12 pt font time new romans dan ditempatkan pada bagian
tengah atas).
2. Daftar pustaka ditulis dengan aturan sebagai berikut.
a. Nama Penulis, baik penulis Indonesia maupun bukan Indonesia, dimulai
dengannama belakang (diketik lengkap), diikuti nama depan (sebaiknya
diketik singkatan nama depannya), diakhiri dengan tanda (.).
b.Tahun terbit, diakhiri dengan tanda (.).
c. Judul buku (termasuk sub judul), diketik dengan huruf miring (italic). Semuadiketik
huruf kecil, kecuali huruf pertama judul dan subjudul, diakhiri dengan tanda (.).
d. Kota tempat penerbit, diakhiri dengan tanda titik dua (:)., dan

e. Nama penerbit, diakhiri dengan tanda titik (.).

3. Penulisan nama pengarang dimulai dengan tepi kiri, sedangkan baris


selanjutnyadimulai pada karakter keenam dengan menggunakan spasi tunggal.
Penulisan antarabahan pustaka yang satu dengan yang lain menggunakan jarak spasi
rangkap.

Contoh :

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.


Bandung:Alfabeta.

Bandura, A. 1977. Social Learning Theory. Prentice-Hall: Englewood Cliffis. New


Jersey.

208
4. Nama pengarang yang terdiri dari dua bagian atau lebih ditulis dengan urutan:

namaakhir diikuti koma, nama awal (disingkat) dan nama tengahnya (kalau ada)

diakhiridengan titik. Pengedepanan nama akhir pengarang bersifat menyeluruh,

tidakdipertimbangkan apakah nama akhir itu nama asli, nama keluarga, nama suami,

atau nama marga.

Zulaeha, I. 2008. Dialektologi, Dialek Geografi dan Dialek Sosial.Yogyakarta: Graha

Ilmu.

5. Bahan pustaka yang ditulis dua orang atau lebih, maka penulisan nama

pengarangpertama mengikuti ketentuan nomor 3. Antara pengarang pertama dan

kedua dipisahdengan kata sambung dan. Jika pengarang terdiri dari 3 (tiga) orang,

maka antarapengarang pertama dan kedua dipisah dengan tanda titik dan koma, serta

antarapengarang kedua dan ketiga dipisahkan dengan tanda koma dan kata sambung

dan. Jika pengarangnya lebih dari 3 (tiga) orang, maka yang ditulis hanya

pengarangpertama yang diakhiri dengan tanda koma dan disertai dengan tulisan dkk.

Penulis dua orang

Kemmis, S. dan Taggart, R. 1998. The Action Research Panner. 3rd ed. Victoria:

Daekin University.

Penulis tiga orang

Johns, R. L., Edgar, L. dan Alexander, K. 2003. The Economic Financing Of


Education. New Jersey: Presntice-Hall.

Penulis lebih dari tiga orang

Arikunto, S. dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

209
6. Jika beberapa buku dijadikan sumber dan ditulis oleh orang yang sama nama

pengarang hanya ditulis pada urutan pertama dan urutan lainnya digarisbawahi.

Apabila buku-buku tersebut diterbitkan dalam tahun yang sama, maka angka tahun

penerbit buku berikutnya diikuti oleh lambang a, b c, dan seterusnya.

Contoh:

Sukirno, S. 2000a. Makro Ekonomi Modern. Jakarta: Raja Grafindo Persada.. 2000b.
Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta: jakarta: Raja Grafindo Persada.

7. Buku yang berisi kumpulan artikel yang ada editornya ditulis sama bahan pustakayang

berupa buku, hanya saja ditambah dengan (Ed.) diantara nama pengarang dantahun

penerbitan.

Contoh:

George, P (Ed.). 1997. Economic Education Research and Studies. New York:
Pergamon Press.

Nordholt, H. S., Purwanto, B., dan Saptari, R (Ed.). 2008. Prespektif Baru Penulisan
Sejarah Indonesia.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, KITLV-Jakarta,
PustakaLarasan.

8. Buku yang berisi kumpulan artikel (ada editornya) ditulis dengan urutan

namapengarang artikel dengan tahun penerbit dan judul artikel ditulis dalam tanda

petik.Diikuti kata dalam dan nama editor dengan keterangan (Ed.), judul buku

kumpulan(dicetak miring), kota penerbit dan penerbit serta halaman artikel. Masing-

masingbagian dipisah dengan tanda titik, kecuali antara kota penerbit dan

penerbitdipisahkan dengan tanda (:).

210
Contoh :

Levin, H. M. 1997. ―School Finance‖. Dalam Psacharopoulus (Ed.), Economic


Education Research and Studies. New York: Pergamon Press. Hal. 234-
250.

9. Artikel Jurnal ditulis seperti bahan pustaka yang berupa buku yang berisi

kumpulanartikel. Bedanya, setelah penulisan judul artikel secara berturut-turut

kemudian ditulis namajurnal (dicetak miring), nomor jurnal, dan halaman Artikel.

Masing-masing bagiandipisah dengan tanda titik (.), kecuali antara kota terbit dan

penerbit dipisah dengantanda titik dua (:).

Contoh :

Wedyawati. N. 2014. ―Pembelajaran IPA Bervisi SETS untuk Peningkatan


SikapTanggap Bencana Siswa SD‖. Jurnal VOX Education. Volume 5 No.
2 Hal 23-46.

B. Lewis. E. dkk. 2011. ―Elementary Teachers Comprehension Of Flooding


ThroughInquiry-Based Professional Development and Use Of Self-
RegulationStrategies‖. Internasional Journal of Science Education, Volume
3. Nomor 11Halaman 1473-1512.

10. Artikel dalam koran ditulis sama bahan pustaka yang berupa artikel dalam jurnal.Akan

tetapi, jika artikel itu tanpa nama pengarang, yang pertama ditulis adalah

namakorannya sebagai pengganti nama pengarang dibelakang angka tahun dan

nomorkoran ditambahkan tanggal dan bulan terbitan, dilanjutkan dengan nomor

halamanyang didahului singkatan hal.

211
Contoh:

Ahmad, Dj. 2003. ―Ujian Penghabisan, Ebtanas, hingga UAN‖. Kompas.No.

328.Tahun ke 38. 5 Juni. Hal. 4 dan 5.

11. Dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan oleh suatu penerbit tanpa pengarangdan

tanpa lembaga ditulis sebagai berikut. Judul atau nama dokumen ditulis di bagianawal

dengan huruf miring, diikuti tahun terbit, kota terbit, dan nama penerbit.

Contoh:

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen.2006. Jakarta: Diperbanyak oleh PT Armas Duta Jaya.

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman

UmumPembentukan Istilah. Bandung: Diperbanyak oleh Yrama Media

12. Bahan pustaka yang ditulis atas nama lembaga ditulis dengan urutan sebagai

berikut.Nama lembaga penanggung jawab langsung ditulis paling depan, diikuti

dengantahun, judul karangan, nama tempat penerbitan, dan nama lembaga tertinggi

yangbertanggung jawab atas penerbitan karangan tersebut.

Contoh:

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa

Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.

BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007

TentangStandar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.

Jakarta: BadanStandar Nasional Pendidikan.

212
13. Buku terjemahan ditulis dengan urutan sebagai berikut: Nama pengarang asli,

diikutitahun penerbitan karya terjemahan, judul terjemahan, nama penerjemah

(yangdidahului kata terjemahan, nama tempat penerbitan, dan nama penerbit

terjemahan).

Contoh:
Ary, D., Jacobs, L.C., dan Razavieh, A. 2008. Pengantar Penelitian
Pendidikan.Terjemahan Arief Furchan. Surabaya: Usaha Nasional.
Robbins, S. S. 1998. Perilaku Organisasi. Konsep, Kontroversi, Aplikasi.
TerjemahanHadyana Pujaatmaka dan Benyamin Molan. Jakarta:
Prenhallindo.

14. Skripsi, tesis, disertasi atau laporan penelitian ditulis dengan menambahkan

pernyataan ―skripsi, tesis, disertasi atau laporan penelitian‖ yang dicetak miring

dandiikuti nama Sekolah Tinggi, Universitas atau lembaga penyelenggara

penelitian.Nama kota dibubuhkan jika nama Universitas itu tidak menggunakan nama

kota.

Contoh:

Ustadi, N. H. 2001. ―Pengaruh Kualitas Audit Laporan Keuangan Tahunan


terhadapKualitas Informasi Keuangan bagi Para Investor di Bursa Efek
Jakarta‖. Skripsi.Pontianak: Universitas Tanjungpura.

Handayani, F. 2009. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT untuk Meningkatkan


HasilBelajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Purwodadi Kabupaten Pasuruan
padaMateri Keragaman Bentuk Muka Bumi. Laporan Penelitian: SMAN 1
SeruaiPapua.

15. Rujukan bisa diperoleh dari internet. Nama penulis ditulis seperti rujukan dari
bahancetak, diikuti secara berturut-turut oleh tahun, judul karya tersebut (dicetak

213
miring)dengan diberi keterangan dalam kurung (Online), dan diakhiri dengan alamat
sumberrujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, di antara tanda
kurung.
Artikel dari Jurnal

Kumaidi. 2008. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal
Ilmu Pendidikan. Jilid 5, No. 4. (http://malang.ac.id, diakses 12 Juni 2014).

E-mail Pribadi

Erick. A (a.erick@uwtsedu.au). 10 Juni 2013. Learning to Use Web Authoring Tools.


E-Mail Kepada Alison Hunter (huntera@usq.edu.au).

16. Selain dari internet, bahan rujukan bisa diambil dari rekaman video, rekaman kaset,
CD ROM, atau jurnal elektronik. Cara menulisnya sama dengan cara menulis
daftarpustaka tulis. Bedanya, pada rekaman video, nama yang dicantumkan adalah
namaproduser dan sutradara yang diletakkan di depan judul. Pada rekaman kaset
yangdicantumkan adalah nama pembicaranya, sedangkan CD-ROM dan artikel
jurnalelektronik yang dicantumkan adalah nama penulisnya. Di belakang
juduldicantumkan keterangan rekaman video, kaset, atau CD-ROM yang ditulis di
dalamtanda kurung.
Contoh:
Rekaman Video
Porni, L (Produser) dan Kotton, S. (Sutradara). 2010. Isabel Allende: The Woman‟s
voice in Latin-American Literature. (Rekaman Video). San Fransisco: KQED

Rekaman Kaset
Costa, Jr. (Pembicara). 2009. Personality, Continuty, and Changes of Adult
Life.(Rekaman Kaset Nomor 207-433-88A-B). Washington, DC
AmericanPsychological Association
CD-ROM
Preiss, B., dan Nixon, J. 2004, The Ultimate Frank Lyoyd Wright: American Architect.
(CD-ROM). New York; Byron Press Multimedia.

214

Anda mungkin juga menyukai