Anda di halaman 1dari 9

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

USHUL FIKIH H. RIJALUL FAQIH, Drs., M.Si

IMPLEMENTASI SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

DISUSUN OLEH:

M ADITIA FAKRIANOR 220105020097


ANNISA AULIA 220105020098
SITI ANISA WATI 220105020099
M ARDY KURNIAWAN 220105020095

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

BANJARMASIN

TAHUN 2023
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia sepanjang awal abad ke-20, sistem keuangan syariah sekedar menjadi
bahan diskusi dan retorika. Sehingga belum ada langkah nyata dan praktis untuk
mengimplementasikan gagasan mulia tersebut. Padahal, telah muncul kesadaran bahwa
bank syariah merupakan solusi masalah ekonomi untuk kesejahteraan sosial di negara-
negara Islam. Indonesia sebagai negara mayoritas berpenduduk Muslim terbesar di dunia,
muncul pemikiran tentang perlunya menerapkan perbankan berbasis syariah yang dimulai
pada 1974 (Suryani, 2012).
Rintisan praktek perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an,
melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh
yang terlibat dalam pengkajian tersebut, untuk menyebut beberapa, di antaranya adalah
Karnaen A Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, AM Saefuddin, dan M Amien Azis.
Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas
di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho
Gusti). Sebagai gambaran, M. Dawam Rahardjo dalam tulisannya pernah mengajukan
rekomendasi Bank Syariat Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari larangan
riba, sekaligus berusaha menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan untuk
pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat.
Bank syariah di Indonesia muncul untuk pertama kalinya pada tahun 1992 yaitu
dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Pendirian lembaga ini diprakarsai
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah. Setelah berdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI) yang diikuti oleh berdirinya BPRS-BPRS lainnya dan terbuktinya
perbankan syariah tidak terkena imbas dari krisis moneter pada tahun 1998 maka akhirnya
diikuti oleh berdirinya perbankan-perbankan umum membangun perbankan berbasis
syariah (Suryani, 2012).
Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank
Muamalat. Walaupun perkembangannya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-
negara Muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada
tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah di Indonesia, maka pada 1999
jumlahnya bertambah menjadi tiga unit. Pada tahun 2000, bank syariah maupun bank
konvensional yang membuka unit usaha syariah telah meningkat menjadi 6 unit.
Sedangkan jumlah BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) sudah mencapai 86 unit dan

1
masih akan bertambah. Di tahun-tahun mendatang, jumlah bank syariah ini akan terus
meningkat seiring dengan masuknya pemain-pemain baru, bertambahnya jumlah kantor
cabang bank syariah yang sudah ada, maupun dengan dibukanya Islamic window atau unit
usaha syariah di bank-bank konvensional (Muhith, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sistem perbankan syariah di Indonesia?
2. Bagaimana operasional perbankan syariah?
3. Apa saja keunggulan sistem perbankan syariah?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui sistem perbankan syariah?
2. Untuk mengetahui operasional perbankan syariah?
3. Untuk mengetahui sistem perbankan syariah?

2
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Perbankan Syariah


Perbankan Islam (Syariah) melarang menerima dan membayar bunga menjadi inti
dari sistem. Tetapi perbankan Islam idealnya juga didukung oleh prinsip-prinsip Islam
sepeti konsep; berbagi resiko, hak dan kewajiban individu, hak milik, dan kesucian akad
(kontrak). Selain itu menginterpretasi sistem perbankan Islam hanya sebagai “bebas
bunga” saja cenderung untuk memunculkan kebingungan. Padahal pondasi filosofis dari
sistem keuangan Islam seharusnya secara utuh akan mempengaruhi seluruh interaksi
faktor-faktor produksi dan perilaku ekonomi. Sistem perbankan Islam juga memberikan
penekanan yang sama pada dimensi etis, moral, sosial, dan religius dalam rangka
meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Sistem ini juga
dilandasi oleh ajaran Islam tentang berbagai konsep etika kerja, distribusi kekayaan,
keadilan sosial dan ekonomi, dan peranan dari negara (Suryani, 2012).
Menurut Suryani (2012), sistem perbankan Islam, seperti halnya aspek-aspek lain
dari pandangan hidup Islam merupakan sarana pendukung untuk mewujudkan tujuan dari
sistem sosial dan ekonomi Islam. Beberapa tujuan dan fungsi penting yang diharapkan dari
sistem perbankan Islam adalah:
1. Kemakmuran ekonomi yang meluas dengan tingkat kerja yang penuh dan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang optimum (economic well-being with full employment and
optimum rate of economic growth);
2. Keadilan sosial-ekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata (socio-
economic justice and equitable distribution of income and wealth);
3. Stabilitas nilai uang untuk memungkinkan alat tukar tersebut menjadi suatu unit
perhitungan yang terpercaya, standar pembayaran yang adil dan nilai simpan yang
stabil (stability in the value of money);
4. Mobilisasi dan investasi tabungan bagi pembangunan ekonomi dengan cara-cara
tertentu yang menjamin bahwa pihak-pihak yang berkepentingan mendapatkan bagian
pengembalian yang adil (mobilisation of savings);
5. Pelayanan efektif atas semua jasa-jasa yang biasanya diharapkan dari sistem perbankan
(effective other services).
Sistem perbankan Islam ditegakkan atas kemutlakan larangan dari pembayaran
atau penerimaan setiap yang ditentukan (predetermined) atas pinjaman atau kredit. Dengan

3
demikian konsep bunga (interest) atas hutang secara tegas dilarang. Sistem perbankan
Islam lebih condong pada upaya untuk mendorong penerapan sharing resiko,
mempromosikan kewirausahaan (entrepreneurship), melemahkan perilaku spekulatif, dan
menekankan kesucian akad. Saluran permodalan yang mungkin bisa digunakan untuk
masyarakat Islam dalam membuka usaha adalah; perusahaan perorangan, perusahaan
patungan (termasuk mudharabah dan syirkah) dan perusahaan perseroan (joint stock
company). Koperasi juga dapat memainkan peranan penting dalam perekonomian Islam
selama tidak menjalankan transaksi- transaksi yang dilarang (Suryani, 2012).

2.2 Keunggulan Sistem Perbankan Syariah di Indonesia


Menurut Syafei et al. (2013), sistem keuangan Islam memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan sistem keuangan konvensional (Conventional
Financing System/CFS). Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh Bank Syariah di
Indonesia diantaranya:
1. Pertumbuhannya tinggi, bahkan paling tinggi di dunia. Pertumbuhan bank syariah di
Indonesia sejak tahun 2007 rata-rata 40% per tahun. Sedangkan pertumbuhan
perbankan syariah internasional hanya mencapai 10% - 20% per tahun.
2. Akad-akad yang digunakan paling sesuai dengan syariah. Berbeda dengan Malaysia,
dimana akad-akad yang digunakan dalam bertransaksi masih diperdebatkan oleh para
ulama internasional. Misalnya akad bay al-inah yang sangat populer digunakan di
Malaysia, padahal akad ini merupakan akad yang kontroversial di kalangan ulama
internasional.
3. Market share dari produk berbasis investasi pada bank syariah di Indonesia paling
banyak di dunia, yaitu sekitar 35%. Meskipun saat ini market share dari produk
berbasis investasi sedikit menurun, tetapi masih di atas 30%. Beberapa produk berbasis
investasi pada bank syariah adalah deposito mudharabah, reksadana syariah, sukuk
ritel, unit link syariah, dan produk investasi lainnya.
4. Porsi murabahah di Indonesia sekitar 70% - 80%, sedangkan porsi Internasional
mencapai 90%. Di Malaysia porsi murabahah masih cukup besar. Industri perbankan
syariah Malaysia lebih menekankan pada corporate finance. Pembiayaannya diberikan
kepada korporasi dalam skala besar, sehingga dampak kepada ekonomi masyarakat
tidak terasa.

4
2.3 Operasional Perbankan Syariah
Di Indonesia porsi akad murabahah mendominasi akad yang lainnya. Tetapi
apabila dibandingkan dengan negara lain, porsi murabahah di Indonesia lebih rendah.
Indonesia mempunyai jaringan pembiayaan melalui non bank seperti BMT, Koperasi Jasa
Keuangan Syariah, dan sebagainya. Jadi dari bank syariah bisa menanamkan dana di BMT
atau ke koperasi jasa keuangan syariah dengan skim mudharabah. Sehingga porsi
mudharabah dan musyarakah ini cukup tinggi di Indonesia dibandingkan dengan negara
lain. Terdapat beberapa alasan mengapa produk murabahah merupakan produk yang
paling diminati oleh nasabah. Dari sisi internal (SDM yang memproses pembiayaan), rata-
rata mereka lebih menyukai murabahah karena akadnya lebih mudah. Hal ini disebabkan
fakta di lapangan terjadi ketidakdisiplinan nasabah dalam memberikan laporan realisasi
pendapatannya. Dari sisi sistem, baik itu dari bank sendiri atau dari regulator (BI).
Misalkan pembiayaan itu dari mudharabah atau musyarakah, dari sisi peraturan
kolektibilitas apabila nasabah tidak bayar dalam satu bulan, maka pembiayaan tersebut
langsung masuk coll 3. Apabila terdapat banyak produk mudharabah atau musyarakah
yang bermasalah, NPF bisa langsung naik. Risiko produk bagi hasil lebih tinggi
dibandingkan pada produk jual-beli. Hal ini disebabkan pembayaran bagi hasil dan
pokoknya dilakukan di akhir secara bersamaan dan umumnya pembiayaan produktif
dengan nilai nominal besar kurang didukung oleh aset yang setara dengan jaminannya
(Syafei et al., 2013).
Murabahah merupakan kontrak yang sesuai dengan fiqih muamalah, sehingga
tidak menyalahi aturan fiqih dan aturan praktek ekonomi. Namun apabila dikaitkan dengan
pencapaian maqashid syariah (kemanfaatan bank syariah bagi perekonomian), akad
mudharabah dan musyarakah adalah yang paling ideal. Menurut ulama internasional
dominasi murabahah dibolehkan tetapi bersifat temporary (sementara waktu) menjelang
bank syariah itu semakin besar dan semakin mewarnai perekonomian. Aspek yang
mengundang kritik adalah rate murabahah masih mengacu kepada tingkat bunga bank.
Hal ini telah diluruskan oleh para ulama, bahwa selama belum terdapat benchmark rate
diperbolehkan mengacu pada tingkat bunga bank. Tetapi tidak harus sesuai antara margin
dengan besarnya bunga. Diharapkan murabahah dapat men-generate kontrak-kontrak yang
lain karena perbankan syariah selalu berproses untuk lebih sempurna (Syafei et al., 2013).
Kompleksnya mudharabah bisa dikaitkan dengan hikmah dari pelarangan riba.
Dalam islam, jika menginginkan return maka harus menanggung risiko dan harus terlibat
dalam bisnis. Dengan demikian harus ada evaluasi, penilaian nasabah, evaluasi kinerja, fit
5
and proper terhadap nasabah. Mudharabah dan musyarakah akan beresiko tinggi apabila
terdapat moral hazard (Syafei et al., 2013).

2.4 Implementasi Sistem Perbankan Syariah di Indonesia


Menurut Syafei et al. (2013), sistem yang digunakan oleh perbankan syariah di
Indonesia saat ini masih menggunakan sistem perbankan konvensional. Hal ini terbukti
dari :
1. Masih dominannya pembiayaan murabahah dibandingkan dengan pembiayaan
mudharabah atau musyarakah.
2. Sumber daya insani yang digunakan oleh perbankan syariah mayoritas berasal dari
bank konvensional dan tidak memiliki background pendidikan perbankan syariah.
3. Karyawan yang berasal dari bank konvensional atau tidak memiliki background
pendidikan perbankan syariah, belum dibekali training yang memadai.
4. Kurangnya program training mengenai fiqih muamalah.
Sistem yang seharusnya diadopsi oleh perbankan syariah adalah sistem berbasis
Islam, yang diantaranya :
1. Menjadikan tujuan utama perbankan syariah adalah pencapaian maqashid syariah.
Salah satunya dengan menjadikan pembiayaan mudharabah atau musyarakah lebih
dominan dibandingkan pembiayaan murabahah yang selama ini porsinya paling tinggi.
2. Menjadikan SDM perbankan syariah adalah sosok yang layak diteladani. Selain
unggul dalam menjalankan kegiatan perbankan syariah, akhlaknya pun mulia.
3. Memprioritaskan karyawan yang memiliki background pendidikan perbankan syariah
atau pernah bekerja di bank syariah.
4. Membekali karyawannya dengan berbagai macam training dan pengetahuan agama
Islam yang kuat.

6
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bank syariah di Indonesia memiliki beberapa keunggulan, termasuk pertumbuhan
tinggi, akad-akad sesuai dengan syariah, market share produk investasi yang tinggi, dan
pertumbuhan akad mudharabah dan musyarakah. Meskipun masih ada dominasi
pembiayaan murabahah, terdapat usaha untuk meningkatkan pembiayaan berbasis
keuntungan bersama.
Namun, implementasi perbankan syariah di Indonesia masih menghadapi
beberapa tantangan, seperti dominasi pembiayaan murabahah, sumber daya insani yang
belum sepenuhnya teredukasi, dan kurangnya program training mengenai fiqih muamalah.
Diperlukan langkah-langkah untuk memperkuat sistem perbankan syariah, termasuk
meningkatkan pembiayaan berbasis keuntungan bersama, merekrut SDM dengan latar
belakang pendidikan perbankan syariah, dan memberikan training yang memadai.

7
DAFTAR PUSTAKA

Ismail, M. B. A. Perbankan syariah. Kencana, 2017.

Suryani. (2012). Sistem Perbankan Islam di Indonesia: Sistem Perbankan Islam di Indonesia:
Sejarah dan Prospek Pengembangan. Jurnal Muqtasid, 3(1): 111 – 131.

Syafei, Ade W., Sisca D.W., Kuncoro H. (2013). Penerapan Teknologi (Sistem) Berbasis Islam
pada Bank Syariah di Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, 2(1):
1 – 11.

Anda mungkin juga menyukai