Implementasi Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia
Implementasi Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia
DISUSUN OLEH:
BANJARMASIN
TAHUN 2023
PENDAHULUAN
1
masih akan bertambah. Di tahun-tahun mendatang, jumlah bank syariah ini akan terus
meningkat seiring dengan masuknya pemain-pemain baru, bertambahnya jumlah kantor
cabang bank syariah yang sudah ada, maupun dengan dibukanya Islamic window atau unit
usaha syariah di bank-bank konvensional (Muhith, 2012).
2
PEMBAHASAN
3
demikian konsep bunga (interest) atas hutang secara tegas dilarang. Sistem perbankan
Islam lebih condong pada upaya untuk mendorong penerapan sharing resiko,
mempromosikan kewirausahaan (entrepreneurship), melemahkan perilaku spekulatif, dan
menekankan kesucian akad. Saluran permodalan yang mungkin bisa digunakan untuk
masyarakat Islam dalam membuka usaha adalah; perusahaan perorangan, perusahaan
patungan (termasuk mudharabah dan syirkah) dan perusahaan perseroan (joint stock
company). Koperasi juga dapat memainkan peranan penting dalam perekonomian Islam
selama tidak menjalankan transaksi- transaksi yang dilarang (Suryani, 2012).
4
2.3 Operasional Perbankan Syariah
Di Indonesia porsi akad murabahah mendominasi akad yang lainnya. Tetapi
apabila dibandingkan dengan negara lain, porsi murabahah di Indonesia lebih rendah.
Indonesia mempunyai jaringan pembiayaan melalui non bank seperti BMT, Koperasi Jasa
Keuangan Syariah, dan sebagainya. Jadi dari bank syariah bisa menanamkan dana di BMT
atau ke koperasi jasa keuangan syariah dengan skim mudharabah. Sehingga porsi
mudharabah dan musyarakah ini cukup tinggi di Indonesia dibandingkan dengan negara
lain. Terdapat beberapa alasan mengapa produk murabahah merupakan produk yang
paling diminati oleh nasabah. Dari sisi internal (SDM yang memproses pembiayaan), rata-
rata mereka lebih menyukai murabahah karena akadnya lebih mudah. Hal ini disebabkan
fakta di lapangan terjadi ketidakdisiplinan nasabah dalam memberikan laporan realisasi
pendapatannya. Dari sisi sistem, baik itu dari bank sendiri atau dari regulator (BI).
Misalkan pembiayaan itu dari mudharabah atau musyarakah, dari sisi peraturan
kolektibilitas apabila nasabah tidak bayar dalam satu bulan, maka pembiayaan tersebut
langsung masuk coll 3. Apabila terdapat banyak produk mudharabah atau musyarakah
yang bermasalah, NPF bisa langsung naik. Risiko produk bagi hasil lebih tinggi
dibandingkan pada produk jual-beli. Hal ini disebabkan pembayaran bagi hasil dan
pokoknya dilakukan di akhir secara bersamaan dan umumnya pembiayaan produktif
dengan nilai nominal besar kurang didukung oleh aset yang setara dengan jaminannya
(Syafei et al., 2013).
Murabahah merupakan kontrak yang sesuai dengan fiqih muamalah, sehingga
tidak menyalahi aturan fiqih dan aturan praktek ekonomi. Namun apabila dikaitkan dengan
pencapaian maqashid syariah (kemanfaatan bank syariah bagi perekonomian), akad
mudharabah dan musyarakah adalah yang paling ideal. Menurut ulama internasional
dominasi murabahah dibolehkan tetapi bersifat temporary (sementara waktu) menjelang
bank syariah itu semakin besar dan semakin mewarnai perekonomian. Aspek yang
mengundang kritik adalah rate murabahah masih mengacu kepada tingkat bunga bank.
Hal ini telah diluruskan oleh para ulama, bahwa selama belum terdapat benchmark rate
diperbolehkan mengacu pada tingkat bunga bank. Tetapi tidak harus sesuai antara margin
dengan besarnya bunga. Diharapkan murabahah dapat men-generate kontrak-kontrak yang
lain karena perbankan syariah selalu berproses untuk lebih sempurna (Syafei et al., 2013).
Kompleksnya mudharabah bisa dikaitkan dengan hikmah dari pelarangan riba.
Dalam islam, jika menginginkan return maka harus menanggung risiko dan harus terlibat
dalam bisnis. Dengan demikian harus ada evaluasi, penilaian nasabah, evaluasi kinerja, fit
5
and proper terhadap nasabah. Mudharabah dan musyarakah akan beresiko tinggi apabila
terdapat moral hazard (Syafei et al., 2013).
6
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bank syariah di Indonesia memiliki beberapa keunggulan, termasuk pertumbuhan
tinggi, akad-akad sesuai dengan syariah, market share produk investasi yang tinggi, dan
pertumbuhan akad mudharabah dan musyarakah. Meskipun masih ada dominasi
pembiayaan murabahah, terdapat usaha untuk meningkatkan pembiayaan berbasis
keuntungan bersama.
Namun, implementasi perbankan syariah di Indonesia masih menghadapi
beberapa tantangan, seperti dominasi pembiayaan murabahah, sumber daya insani yang
belum sepenuhnya teredukasi, dan kurangnya program training mengenai fiqih muamalah.
Diperlukan langkah-langkah untuk memperkuat sistem perbankan syariah, termasuk
meningkatkan pembiayaan berbasis keuntungan bersama, merekrut SDM dengan latar
belakang pendidikan perbankan syariah, dan memberikan training yang memadai.
7
DAFTAR PUSTAKA
Suryani. (2012). Sistem Perbankan Islam di Indonesia: Sistem Perbankan Islam di Indonesia:
Sejarah dan Prospek Pengembangan. Jurnal Muqtasid, 3(1): 111 – 131.
Syafei, Ade W., Sisca D.W., Kuncoro H. (2013). Penerapan Teknologi (Sistem) Berbasis Islam
pada Bank Syariah di Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, 2(1):
1 – 11.