Anda di halaman 1dari 9

Nama : Luiziao Assen De Perdido Lalos

NIM : 22.C1.0029
Mata Kuliah : Hukum Acara PTUN

Jawaban Soal Wajib


1. a). Asas hukum adalah prinsip yang dianggap dasar atau fundamen hukum yang
terdiri dari pengertian-pengertian atau nilai-nilai yang menjadi landasan atau titik
tolak pemikiran tentang hukum. Asas hukum dapat disebut juga sebagai ratio
legis dari peraturan hukum.1

Asas dalam hukum acara peradilan tata usaha negara disusun dari berbagai
sumber, baik dari asas dalam ilmu hukum ataupun asas hukum umum/khusus.
Menurut para ahli, jumlah asas hukum acara peradilan tata usaha negara ini
bervariasi. Misalnya Sjahran Basah menyebutkan 6
asas, Indroharto menyebutkan 5 asas, sedangkan SF Marbun 20 asas.2

Di dalam sistem peradilan administrasi negara (peradilan tata usaha negara)


berlaku pula asas-asas hukum, antara lain :
 asas praesumptio iustae causa atau vermoden van rechtmatigheid,
Asas hukum acara peradilan tata usaha negara ini menyatakan bahwa
demi kepastian hukum, setiap keputusan tata usaha negara dianggap
benar menurut hukum, sehingga dapat dilaksanakan terlebih dahulu
sampai dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim sebagai
keputusan yang melawan hukum.3 Artinya, jika KTUN tidak digugat atau
masih dalam proses pemeriksaan di pengadilan, KTUN dianggap sah
menurut hukum meskipun di dalamnya mengandung cacat hukum.4

1
SF. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Cetakan Ketiga. Yogyakarta:
FH UII Press, 2011, hal. 203
2
SF. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Cetakan Ketiga. Yogyakarta:
FH UII Press, 2011, hal. 205-206
3
SF. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Cetakan Ketiga. Yogyakarta:
FH UII Press, 2011, hal. 222
4
Ridwan, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi, Yogyakarta: FH UII Press, 2009, hal.
157
Setiap tindakan pemerintahan dianggap sah dan benar sampai ada
pembatalan atau pembuktian sebaliknya. Asas ini bertujuan untuk
memberikan kepastian hukum dan mendorong pemerintah untuk
bertindak secara benar dan sesuai dengan hukum.

 asas ultra petita,


Ultra petita adalah penjatuhan putusan oleh Majelis Hakim atas suatu
perkara yang melebihi tuntutan atau dakwaan yang diajukan oleh Jaksa
Penuntut Umum (JPU). Putusan ultra petita ini tercantum dalam Pasal 178
HIR dan Pasal 189 ayat (3) RBg.

Pasal 178 HIR berbunyi, hakim tidak diizinkan menjatuhkan keputusan


atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang
digugat. Kemudian, pasal 189 ayat (3) RBg berbunyi, hakim dilarang
memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau
memberikan lebih dari yang dimohon.

Hakim hanya boleh memutuskan perkara sesuai dengan permintaan atau


gugatan yang diajukan oleh para pihak. Hakim tidak boleh memutuskan
perkara di luar permintaan atau gugatan yang diajukan oleh para pihak.

Prinsip ultra petita dikeluarkan hakim atas perkara yang tidak dituntut
atau meluluskan lebih dari pada yang diminta. Dalam konteks hukum
acara pidana, putusan ultra petita dikeluarkan karena dakwaan Jaksa
Penuntut Umum (JPU) kurang sempurna dan sebagai wujud
pengembangan hukum progresif, di mana hakim bukan hanya sebagai
corong undang-undang tetapi merupakan corong keadilan yang mampu
memberikan putusan yang berkualitas dengan menemukan sumber
hukum yang tepat.

 asas putusan bersifat erga omnes.


Asas putusan bersifat erga omnes maksudnya adalah putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) mengikat pihak-pihak di luar yang
bersengketa karena putusan hakim berada dalam ranah hukum publik
atau mengikat umum. Selain itu, putusan PTUN mengikat sengketa yang
mengandung persamaan yang timbul di masa mendatang.5

Putusan yang dijatuhkan oleh hakim dalam perkara tata usaha negara
bersifat mengikat bagi semua pihak yang terlibat dalam perkara tersebut.
Artinya, putusan tersebut berlaku untuk semua orang dan tidak hanya
berlaku untuk para pihak yang terlibat dalam perkara.

b). Asas-asas hukum dalam peradilan tata usaha negara sangat penting karena
memberikan dasar dan prinsip-prinsip yang harus diikuti dalam proses peradilan tata
usaha negara. Asas-asas tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum,
keadilan, dan perlindungan hak-hak individu dan masyarakat dalam hubungannya
dengan tindakan pemerintah. Asas-asas tersebut juga mengatur tata cara dalam proses
peradilan tata usaha negara dan menjamin bahwa proses tersebut berjalan sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.

Dengan adanya asas-asas tersebut, proses peradilan tata usaha negara dapat
berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, memberikan kepastian
hukum, keadilan, dan perlindungan hak-hak individu dan masyarakat dalam
hubungannya dengan tindakan pemerintah. Asas-asas tersebut juga mengatur tata cara
dalam proses peradilan tata usaha negara dan menjamin bahwa proses tersebut
berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.

2. a). Contoh keputusan (beschikking) dan peraturan kebijakan (beleidsregel) yang


diterbitkan pada saat pandemi Covid-19 untuk mengatasi/mengendalikan Covid-19
dalam rangka melindungi masyarakat :

5
Ridwan, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi, Yogyakarta: FH UII Press, 2009, hal.
160
 Keputusan (beschikking):
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020
tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Keputusan ini diterbitkan untuk memberikan pedoman dalam
pelaksanaan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam
rangka percepatan penanganan Covid-19 di Indonesia.

 Peraturan kebijakan (beleidsregel):


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Protokol
Kesehatan bagi Masyarakat pada Masa Pandemi Corona Virus Disease
2019 (Covid-19). Peraturan ini diterbitkan untuk memberikan pedoman
dalam pelaksanaan protokol kesehatan bagi masyarakat pada masa
pandemi Covid-19 di Indonesia.

b). Keputusan (beschikking) maupun peraturan kebijakan (beleidsregel) dapat menjadi


objek peradilan administrasi negara (peradilan tata usaha negara) jika masyarakat
keberatan dengan keputusan atau peraturan tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 53
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang
menyatakan bahwa setiap orang berhak mengajukan permohonan ke pengadilan untuk
menyelesaikan sengketa administrasi negara.

Dalam hal ini, masyarakat dapat mengajukan permohonan ke pengadilan tata usaha
negara untuk membatalkan keputusan atau peraturan yang dianggap tidak sesuai
dengan hukum atau merugikan hak-hak masyarakat. Pengadilan tata usaha negara akan
memeriksa keputusan atau peraturan tersebut dan memutuskan apakah keputusan
atau peraturan tersebut sah atau tidak sah. Jika keputusan atau peraturan tersebut
dinyatakan tidak sah, maka akan dibatalkan dan tidak berlaku lagi.
Dalam hal ini, asas-asas hukum dalam peradilan tata usaha negara seperti asas
praesumptio iustae causa atau vermoden van rechtmatigheid, asas ultra petita, dan asas
putusan bersifat erga omnes akan menjadi dasar dalam memutuskan sengketa
administrasi negara. Asas-asas tersebut akan memastikan bahwa putusan hakim dalam
peradilan tata usaha negara dapat memberikan kepastian hukum, keadilan, dan
perlindungan hak-hak individu dan masyarakat dalam hubungannya dengan tindakan
pemerintah.

3. Jika drh. Trimbil ingin melakukan upaya hukum atas Surat Keputusan Kepala Dinas
tentang Sanksi Administratif tersebut, saran yang dapat saya berikan adalah:
 Melakukan upaya administratif terlebih dahulu dengan mengajukan
banding ke instansi yang lebih tinggi, yaitu Walikota ataupun Gubernur
terkait, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 59 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
 Jika upaya administratif tidak membuahkan hasil, drh. Trimbil dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam
waktu 90 hari sejak diterimanya surat keputusan sanksi administratif
tersebut, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 54 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN.
 Dalam gugatan tersebut, drh. Trimbil harus menyertakan bukti-bukti yang
dapat menguatkan argumennya, seperti bukti-bukti yang menunjukkan
bahwa kliniknya tidak melakukan pelanggaran atau bahwa sanksi
administratif yang dikenakan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
 Dalam hal ini, drh. Trimbil dapat mengajukan gugatan dengan dasar
hukum Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang PTUN yang menyatakan bahwa setiap orang yang merasa
dirugikan oleh suatu perbuatan tertentu yang berkaitan dengan
administrasi negara dapat mengajukan gugatan ke PTUN.
 Dalam gugatan tersebut, drh. Trimbil dapat mengajukan argumen bahwa
sanksi administratif yang dikenakan tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku atau bahwa proses pengawasan yang
dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertanian tidak sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
 Dalam hal ini, drh. Trimbil dapat mengajukan gugatan dengan dasar
hukum Pasal 57 ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa dalam hal
pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi
sepertiga. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.

Jawaban Soal Bonus


4. a. Dasar hukum masing-masing prinsip adalah:
 Prinsip praesumptio iustae causa atau vermoden van rechtmatigheid (fiktif
positif) didasarkan pada ketentuan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang
menyatakan bahwa setiap permohonan, pengajuan, atau pemberitahuan
yang diajukan kepada badan atau pejabat pemerintah harus mendapat
jawaban atau keputusan dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam waktu
tersebut tidak ada jawaban atau keputusan, maka permohonan,
pengajuan, atau pemberitahuan tersebut dianggap diterima atau
disetujui.

 Prinsip fiktif negatif (the negative silence) didasarkan pada ketentuan


Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara yang menyatakan bahwa Peradilan Tata Usaha
Negara berwenang mengadili gugatan terhadap sikap diam badan atau
pejabat pemerintah yang dianggap telah menolak permohonan atau
pengajuan yang diajukan kepadanya.

Kedua prinsip tersebut penting dalam sistem peradilan administrasi negara


karena dapat mempengaruhi penyelesaian perkara di peradilan tata usaha
negara. Prinsip praesumptio iustae causa atau vermoden van rechtmatigheid
(fiktif positif) dapat memudahkan masyarakat atau pihak yang mengajukan
permohonan atau pengajuan kepada badan atau pejabat pemerintah untuk
mendapatkan jawaban atau keputusan dalam waktu yang ditentukan. Namun,
prinsip ini juga dapat menimbulkan masalah jika badan atau pejabat pemerintah
tidak memberikan jawaban atau keputusan yang tepat dalam waktu yang
ditentukan. Sementara itu, prinsip fiktif negatif (the negative silence) dapat
memberikan jaminan hak atas kepastian hukum bagi masyarakat atau pihak
yang mengajukan permohonan atau pengajuan kepada badan atau pejabat
pemerintah. Namun, prinsip ini juga dapat menimbulkan masalah jika badan
atau pejabat pemerintah tidak memberikan jawaban atau keputusan yang tepat
dalam waktu yang ditentukan dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat atau
pihak yang mengajukan permohonan atau pengajuan tersebut. Oleh karena itu,
kedua prinsip tersebut perlu diterapkan dengan bijak dan proporsional untuk
memastikan kepastian hukum dan perlindungan hak-hak masyarakat.

b. Jika saya adalah hakim yang memeriksa perkara Tata Usaha Negara dan
menghadapi penggunaan kedua prinsip tersebut, maka saya akan
mempertimbangkan kasus secara individual dan memilih prinsip yang paling
sesuai dengan kasus tersebut. Namun, secara umum, prinsip fiktif negatif (the
negative silence) lebih sesuai digunakan dalam penyelesaian perkara pada
sistem peradilan administrasi negara (peradilan tata usaha negara) di Indonesia.
Hal ini karena prinsip ini memberikan kepastian hukum bagi masyarakat atau
pihak yang mengajukan permohonan atau pengajuan kepada badan atau pejabat
pemerintah. Selain itu, prinsip ini juga memberikan perlindungan hukum bagi
masyarakat yang merasa hak-haknya telah dilanggar oleh badan atau pejabat
pemerintah. Namun, dalam beberapa kasus tertentu, prinsip fiktif positif (lex
silentio/silencio positivo) dapat digunakan untuk mempercepat proses
administrasi pemerintahan dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
Oleh karena itu, sebagai hakim, saya akan mempertimbangkan kasus secara
individual dan memilih prinsip yang paling sesuai dengan kasus tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Ridwan. Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi. Yogyakarta:
FH UII Press, 2009;
S.F. Marbun. Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia.
Cetakan Ketiga. Yogyakarta: FH UII Press, 2011.

----------Luiziao ADPL----------
---------22.C1.0029--------

Anda mungkin juga menyukai