Anda di halaman 1dari 70

PERTEMUAN 2

EKSPLORASI DATA DERET WAKTU


(ANALISIS OTOKORELASI)

Dosen : Shitta Nur Safarina, S.Pt., MM


M.K Teknik Proyeksi Bisnis
UNIVERSITAS PANCASILA
Sub Bahasan Bab 2
 2.1. Pengertian Data dan Variabel
 2.2. Jenis Data
 2.3. Skala pengukuran
 2.4. Kegunaan data bagi manajemen
 2.5 Analisis Otokorelasi
Pengertian Data
 Data merupakan bentuk jamak dari datum yaitu Bahan baku
informasi yang dapat memberikan gambaran tentang suatu
keadaan.

 Data diperoleh melalui observasi (pengamatan) terhadap


sekumpulan individu (orang, barang, jasa).

 Data sangat berguna sebagai dasar pembuat keputusan terutama


pada saat ketidakpastian.
 Contoh : bila kita bicara mengenai tinggi badan Agnes 167 cm
berarti kita berhadapan dengan datum, sedangkan bila kita
bicarakan adalah informasi tinggi badan dari para staf penjualan
PT ABC berarti kita dihadapkan dengan data

Data yang diperoleh dapat memberikan informasi


yang berguna bila diproses secara sistematis
Pengertian Variabel
 Variabel adalah karakter dari unit amatan yang akan
diobservasi.
 Variabel dalam penelitian merupakan atribut dari
sekolompok objek penelitian yang memiliki variasi antara
satu objek dengan objek lain dalam kelompok tersebut
 Contoh:
 Pada Perusahaan : upah pegawai, lama bekerja
 Pada tanaman : tinggi tanaman, panjang daun dll
Jenis Variabel
 Berdasarkan bulat atau tidaknya nilai yang diperoleh, ada 2 jenis
variabel :
1. Variabel kontinu
2. Variabel diskrit

Variabel Kontinu adalah variabel yag besarnya dapat menempati


semua nilai yang ada diantara dua titik.

Variabel ini diperoleh dari hasil pengukuran.

Pada variabel ini dapat dijumpai nilai-nilai pecahan maupun nilai bulat.
Contoh Variabel kontinu :
1. Akumulasi bunga tabungan Ahmad di Bank DKI tahun 2010 adalah Rp
5.000.065,35.
2. Keuntungan perusahaan Mira Tahun 2018 Rp 30.000.550,65

 Variabel diskrit
 Merupakan variabel yang besarannya tidak dapat menempati semua
nilai
 Variabel ini biasanya selalu berupa bilangan bulat
 Diperoleh melalui pencacahan
 Contoh :
 Jumlah bank yang ada di Jawa Tahun 2000
Dalam Kaitan hubungan variabel
dengan variabel lainnya
 Ada 5 Jenis Variabel :
1. Variabel Independent
2. Variabel dependent
3. Variabel moderator
4. Variabel intervening
5. Variabel Kontrol
1. Variabel Independent, variabel yang menjadi sebab terjadinya
(terpengaruhnya) variabel dependen
2. Variabel dependen yaitu variabel yang nilainya dipengaruhi oleh
varibel independen
3. Variabel moderator yaitu variabel yang memperkuat atau
memperlemah hubungan antara variabel dependen dan
independen
4. Variabel intervening, seperti variabel moderator tetapi
nilainya tidak dapat diukur, seperti rasa kecewa, gembira,
sakit hati
5. Variabel kontrol, yaitu variabel yang dapat dikendalikan oleh
peneliti
Contoh aplikasi
 Pimpinan suatu perusahaan ingin merekrut seorang manajer
madya yang handal dibidangnya. Untuk keperluan tersebut,
dikumpulkan informasi pendapatan manajer madya di DKI
Jakarta dengan kualifikasi yang diinginkan dalam rangka
memperoleh gambaran tentang rata-rata gaji yang berlaku
dewasa ini.
Tabel 1. Data Pendapatan 20 Manajer Madya di DKI
Jakarta tahun 1999 (Rp)
Variabel :
Pendapatan per
bulan
No Nama Pendapatan No Nama Pendapatan
1. Siagian 4,300,000 11 Heny 3,490,000
2. Christian 3,120,000 12 Sutrisno 4,390,000
3. Gidion 5,530,000 13 Lina 3,490,000
4. Fiona 2,010,000 14 Budi 3,950,000
5. Hari 4,000,000 15 Rudolf 1,390,000
6. Yano 1,600,000 16. Abi 8,990,000
7. Nuni 3,190,000 17. Inge 1,270,000
8. Esa 2,500,000 18. Andi 9,000,000
9. Endang 1,002,000 19. Susi 5,240,000
10. Fuad 4,280,000 20 Mega 4,580,000
 Sebagai komponen utama peramalan : Akurasi dan presisi
Data akan sangat menentukan dalam menghasilkan ketepatan
peramalan

 Data harus sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya dan


harus bisa mewakili parameter yang diukur dengan variasi
kecil (presisinya tinggi), harus relevan untuk menjawab suatu
persoalan yang sedang menjadi pokok bahasan dan harus
tepat waktu)
Data Menurut Jenisnya
 Data Kuantitatif
 Jika serangkaian observasi (pengukuran) dapat dinyatakan dalam
angka-angka
 Contoh :
Tabel 1. Rata-rata PengukuranTinggi Badan Pegawai PT Bimasakti

Departemen Tinggi Badan (cm)


Produksi 150
DATA MENTAH,
Pemasaran 160
langsung diperoleh dari
Akuntasi 170 pengukuran dan belum
….dst ..DST diolah
 Tabel 2. Ukuran Sepatu yang terjual di Toko Makmur Periode Juli
- Desember

Bulan Ukuran Sepatu (cm)


Juli 37
Data
Agustus 40
sampel
September 38
Oktober 39
November 37 Sebuah sampel mengenai
ukuran sepatu wanita yang
Desember 38 dipilih dari populasi
sepatu wanita yang terjual
antara bulan Juli-
Desember
2. Data Kualitatif
adalah data yang disajikan dalam pernyataan kalimat dan
tidak dalam bentuk angka.
Misalnya : peningkatan penjualan tinggi, hasil produksi gabah
rendah.
Data berdasarkan cara perolehannya

Data Primer Data Sekunder

Data yang dikumpulkan Data yang diterbitkan


sendiri oleh peneliti atau digunakan oleh
secara langsung dari organisasi yang bukan
sumber pertama pengolahnya
Contoh Data Primer
 Kita akan membuat proyeksikan selera konsumen roti merk
Delight ditahun yang akan datang dengan metode regresi
berganda . Selera konsumen sebagai variabel tergantung
(dependent) sedangkan rasa dan kemasan sebagai variabel
bebas (independen). Karena belum ada pihak yang
mengumpulkan data tentang selera roti merk Deligth serta
persepsi rasa dan kemasan roti merk Delight maka si
pembuat proyeksi harus mengumpulkan data secara langsung
dari sumber pertama (primer)
Contoh Data Sekunder
 Data –data yang sudah diolah atau diinput oleh BPS (Badan
Pusat Statistik)

Kelebihan Kelemahan
Data Primer Data yg dihasilkan Relatif sulit dan biaya
akan sesuai dengan yg lebih mahal
dibutuhkan oleh
pembuat proyeksi
Data Sekunder lebih mudah dan Antar data sekunder
biayanya lebih sedikit bisa berbeda
tergantung dari
sumbernya
Data menurut skala pengukurannya
Data yang hanya digunakan untuk memberikan nama,
1. Data Nominal
atau memberikan kategori saja.

Data yg sudah dapat digunakan untuk menunjukan


2. Data Ordinal peringkat antar tingkatan, tetapi jarak antar peringkat
belum jelas

3. Data Interval Data yg sudah dapat digunakan untuk menunjukkan


peringkat antar tingkatan dan jarak antar tingkatan
sudah jelas, tetapi dalam skala ini blum memiliki nilai
nol yang mutlak

4. Data Rasio Data yg sudah digunakan untuk menyatakan


peringkat antar tingkatan
Contoh :
Artinya : Jika seseorang sudah
Contoh Data Nominal : masuk dalam kategori 2
Laki-laki : Skor 1 (perempuan) maka tidak mungkin
Perempuan : Skor 2 orang tersebut masuk pada kategori
1 (laki-laki)

Contoh Data Ordinal : Tabel 2. Contoh Data Ordinal


Berilah urutan rangking “bakso” di
Solo yang masakannya paling enak Rumah Makan Rangking
Pak Kumis 2
Pak Ali 5
Pak Abi 1
Pak Gendut 4
Pak Roi 3
Data menurut waktu pengumpulannya
1. Data Cross Section
Data tentang beberapa obyek yang dikumpulkan pada
satu waktu tertentu dengan tujuan menggambarkan
keadaan.
Contoh : Pembuat proyeksi ingin mengetahui keterkaitan antara
besarnya biaya promosi dengan volume penjualan Kopi di
Cilacap
Tabel 3. Contoh Data Cross Section
No Perusahaan Biaya Promosi (dalam Penjualan (dalam
Jutaan) Rp jutaan) Rp
1. Kopi ABC 2,70 320
2. Kopi Kenangan 2,4 250
3. Kopi Sehati 1,52 165
4. Kopi Sedap 3,20 340
5. Kopi Maju 2,30 240
6. Kopi Madu 2,80 290
7. Kopi Slamet 2,10 215
2. Data Time Series
Data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu atas satu objek
dengan tujuan untuk menggambarkan keadaan

Tabel 4. Contoh Data Time Series


No Tahun Biaya Promosi (dalam Penjualan (dalam
Jutaan) Rp jutaan) Rp
1. 2010 2,70 320
2. 2011 2,4 250
3. 2012 1,52 165
4. 2013 3,20 340
5. 2014 2,30 240
6. 2015 2,80 290
7. 2016 2,10 215
Data Menurut Polanya
(Pola Data Deret Waktu)
1. Data Stasioner
 Adalah data runtut waktu yang memiliki nilai rata-rata relatif tetap
sepanjang waktu.
Tabel 5. Contoh Data Stasioner
9
Tahun Penjualan
8
2011 7 7
2012 7 Penjualan 6
5
2013 6
4
2014 7 3
2
2015 8
1
2016 7 0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
2017 7
2018 6 Tahun

2019 7
Gambar 1. Grafik Pola Data Stasioner
2020 8
2. Data Tren
Adalah data dalam periode proyeksi menunjukkan adanya pola
pertumbuhan/peningkatan atau penurunan. Hal ini diakibatkan
karena adanya teknologi atau pola perilaku penduduk atau
lainnya.

Bulan Penjualan 90
1 20 80
70
2 25 60

Penjualan
3 28 50
4 43 40
30
5 45 20
6 54 10
0
7 60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
8 62
9 64 Bulan
10 75
11 78
12 84 Gambar 2. Grafik Pola Data Tren
3. Data Musiman
merupakan data runtut waktu yang memiliki pola perubahan
yang berulang secara tahunan. Hal ini dapat diakibatkan dari pola
cuaca, hari libur,dll)
Bulan Penjualan
2018 2019
1 2 3
2 3 4
3 5 6
4 7 8
5 8 8
6 6 6
7 10 11
Contoh Data Musiman 8 7 7
9 8 9
10 8 9
11 6 6
12 7 8
4. Data Siklus
merupakan data runtut waktu yang memiliki fluktuasi
disekitar garis tren. Pola pengulangan berupa peningkatan
maupun penurunan yang efeknya terjadi dala waktu singkat
(misalkan mingguan atau tahunan)

Tahun Penjualan Tahun Penjualan


2001 2 2011 2
2002 4 2012 4
2003 3 2013 3
2004 5 2014 5
2005 8 2015 10
2006 2 2016 3
2007 4 2017 4
2008 3 2018 3
2009 6 2019 6
2010 9 2020 9
Kriteria Data yang baik
a. Akurat
Yakni Data yang tepat sesuai yang terjadi dilapangan. Data
disebut objektif bila terjadi kesamaan antara data yang ada
dilapangan dengan data yang dilaporkan
b. Data harus relevan
Data yang dikumpulkan harus sesuai dengan kebutuhan
proyeksi.
c. Data harus representatif
Data yang dikumpulkan itu dapat menggambarkan
populasi yang ada
d. Data harus up to date
adalah data yang mampu menggambarkan kondisi
terakhir. Data yang menggambarkan kondisi terakhir akan
menghasilkan proyeksi yang lebih dapat dipercaya daripada
data yang lebih lampau.
2.3. Skala Pengukuran
Dalam statistika ada 4 macam skala pengukuran :
1. Skala Nominal
2. Skala Ordinal
3. Skala Interval
4. Skala Nisbah/Rasio
2.4. Kegunaan Data bagi
Manajemen

Data Proses Informasi/ Proyeksi

Gambar 2. Keterkaitan antara Data dan Proyeksi Bisnis

Data merupakan bahan mentah dalam membuat proyeksi bisnis . Pada dasarnya proyeksi bisnis
merupakan proses analisis data untuk memberikan informasi yang berupa proyeksi bisnis.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
teknik proyeksi
1. Pola data yang ada
Data yang akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan
proyeksi memiliki berbagai pola. Data yang ada itu dapat
berupa data stasioner, tren, musiman, siklus.
2. Jangka waktu proyeksi
Berapa jangka waktu proyeksi yang diinginkan juga ikut
menentukan teknik proyeksi yang akan digunakan.
3. Model hubungan antar variabel
Model hubungan antar variabel juga menentukan teknik
proyeksi yang akan digunkan dalam pembuatan proyeksi. Pola
hubungan antar variabel yang umumnya digunakan dibagi
menjadi 2 :
a. model runtut waktu
b. model kausal

4. Jumlah dan jenis data yang digunakan


jika data kuantitatif historis tidak tersedia
Maka dapat digunakan analisis kualitatif .
5. Pihak yang membutuhkan hasil proyeksi
Semakin banyak pihak yang membutuhkan proyeksi maka
semakin diperlukan metode proyeksi yang lebih dapat
dipertanggungjawabkan kepada banyak pihak. Sehingga diperlukannya
metode proyeksi dengan tingkat objektifitas yang tinggi.

6. Tingkat ketepatan poyeksi yang diharapkan


semakin tinggi tingkat ketepatan hasil proyeksi yang diharapkan
maka diperlukan banyak data.

7. Jumlah dana yang tersedia.


semakin banyak dana yang tersedia untuk penyusunan proyeksi
maka semakin memungkinkan untuk mengumpulkan banyak data dan
memilih teknik proyeksi yg relatif kompleks demi mendapatkan
proyeksi yang lebih baik.
Analisis Pola data dengan Analisis Otokorelasi
 Jika data diukur selama satu periode waktu tertentu yang
berurutan, seringkali terjadi korelasi antara nilai data pada
suatu waktu tertentu dengan nilai data tersebut pada 1
periode waktu sebelumnya (lagged) atau lebih.
 Korelasi ini dapat dihitung dengan menggunakan koefisien
otokorelasi
 Pola data yang dapat dianalisis dengan pendekatan analisis
otokorelasi adalah komponen trend, musiman dan
ketidakberaturan. Koefisien-koefisien otokorelasi untuk
setiap variabel lamban (lagged variabel) yang berbeda
digunakan untuk mengidentifikasi pola data runtut waktu
 Konsep otokorelasi ini digambarkan oleh data yang disajikan
pada Tabel 1. perhatikan bahwa variabelYt-1 danYt-2 adalah
nilai aktualY yang masing-masing dilambankan (lagged)
selama 1 atau 2 periode ke belakang. Nilai pada bulan Maret
yang ditunjukkan pada baris waktu 3 adalah penjualan bulan
MaretYt=125: penjualan bulan FebruariYt-1 =130 dan
penjualan bulan JanuariYt-2 = 123
ContohTabel 1. Data Terotokorelasi
Waktu Bulan Data Asli Y dilag 1 Y dilag 2
(t) (Yt) periode periode
(Yt-1) (Yt-2)
1 Januari 123
2 Februari 130 123
3 Maret 125 130 123
4 April 138 125 130
5 Mei 145 138 125
6 Juni 142 145 138
7 Juli 141 142 145
8 Agustus 146 141 142
9 September 147 146 141
10 Oktober 157 147 146
11 November 150 157 147
12 Desember 160 150 157
Rumus untuk menghitung koefisien OTOKORELASI derajat
k (rk) diantara observasi-observasi selama k periode
sebelumnyaYt denganYt-k
nk

 (Y  Y )(Y
t t - k -Y)
r 
k
t 1
n

 (Y  Y )
2
t
t 1

Dimana:
Rk = koefisien otokorelasi tingkat k
Y = nilai rata-rata serial data
Yt = observasi pada waktu
Yt-k = observasi pada k periode sebelumnya (t-k)
Untuk memperjelas penerapan
analisis otokorelasi kita lihat
contoh berikut:
Si Badu, manajerToko Elektronik Waktu(t) Bulan Data Asli (Yt)
AUDIO COMPLEX, mencatat 1 Januari 123
jumlah penjualan suatu produk 2 Februari 130
yang dijualnya yaitu video casette 3 Maret 125
pada tahun 1992. 4 April 138
5 Mei 145
6 Juni 142
7 Juli 141
8 Agustus 146
9 September 147
10 Oktober 157
11 November 150
12 Desember 160
Penghitungan Koefisien Otokorelasi Derajat Pertama untuk Data Tabel 1

1704
Mean(Y )   142
12
nk

 (Y  Y )(Y
t t - k -Y)
r 
k
t 1
n

 (Y  Y )
2
t
t 1

843
r 
1  0,572
1474

Tampak terjadi otokorelasi dalam data runtut waktu tersebut untuk lag
waktu satu periode. Korelasi antaraYt denganYt-1 atau otokorelasi untuk
lag waktu 1 periode sebesar 0,572. Ini menunjukkan bahwa
penjualan bulanan secara berturut-turut terkorelasi
(tergantung) satu sama dengan yang lain.
Koefisien otokorelasi derajat kedua (r2) atau korelasi antaraYt
denganYt-2 untuk data AUDIO COMPLEX
nk

 (Y  Y )(Y
t t - k -Y)
r 
k
t 1
n

 (Y  Y )
2
t
t 1

682
r 
2  0,463
1474
Tampak bahwa otokorelasi yang terjadi relatif sedang jika kita
menggunakan lag waktu 2 periode. Karena koefisien otokorelasi untuk lag
waktu 2 periode (0.463) lebih kecil dari koefisien otokorelasi untuk lag
waktu 1 periode (0.572).

Jika jumlah lag waktu (k) semakin besar maka koefisien


otokorelasinya semakin rendah.

Koefisien otokorelasi untuk lag waktu berbeda-beda dari variabel dapat


digunakan untuk mengidentifikasi hal-hal berikut dari pengumpulan data
runtut waktu :
1. Apakah data tersebut bersifat acak?
2. Apakah data tersebut mempunyai trend (tidak stasioner)?
3. Apakah data tersebut musiman?
4. Jika data runtut waktu tersebut bersifat acak, maka korelasi Yt dengan
Yt-1 mendekati nol dan nilai-nilai runtut waktu berikutnya tidak terkait
satu sama lain
Jika suatu data runtut waktu mempunyai pola tren, makaYt dan
Yt-1 terkorelasi cukup kuat dan koefisien otokorelasinya biasanya
secara signifikan tidak sama dengan nol untuk beberapa lag waktu
pertama kali dan kemudian secara perlahan mendekati nol jka
jumlah periode waktu meningkat.

Koefisien otokorelasi untuk 1 lag waktu biasanya sangat besar yaitu


mendekati 1 sedangkan koefisien otokorelasi untuk 2 lag juga masih
tetap besar, tetapi tidak sebesar untuk 1 lag waktu karena
pembilangnya berkurang 1

Jika suatu data runtut waktu mempunyai pola musiman maka suatu
koefisien otokorelasi yang signifikan akan terjadi pada suatu lag waktu
yang cocok: empat untuk data kuartalan atau dua belas untuk data
bulanan.
Latihan data terotokorelasi

1. Perusahaan getuk gorengTela Paya di Sokaraja Banyumas memiliki


data penjualan bulananTahun 2019 sebagai berikut :

Buatlah :
1. Data penjualan bulanan yang
terotokorelasi lag 1 periode
(Yt-1) dan lag 2 periode (Yt-2)
2. Hitung besarnya koefisien
otokorelasi derajat pertama
(r1)
3. Hitung besarnya koefisien
otokorelasi derajat kedua (r2)
Quenoille (1994) menyatakan bahwa Koefisien-koefisien otokorelasi
dari data random mempunyai distribusi sampling yang mendekati
kurva normal dengan rata-rata (mean) sama dengan nol dan kesalahan
baku (standard deviasi) dama dengan 1/√n

Dengan mengetahui ini, kita dapat membandingkan koefisien


otokorelasi sampel dengan distribusi sampling teoritis ini dan
menentukan apakah sampel tersebut berasal dari populasi yang
mempunyai mean sama dengan nol pada suatu lag tertentu.

Pada suatu derajat kepercayaan (confidence level) tertentu, suatu series


dapat dianggap random jika koefisien-koefisien otokorelasi yang
dihitung semua terletak dalam interval berikut :
 1 
0  z 
 n
Dimana:
Z = nilai normal standar untuk derajat kepercayaan tertentu
n = jumlah observasi data runtut waktu

Contoh :
Suatu uji hipotesis dilakukan untuk menentukkan apakah data runtut waktu
yang ditunjukkan tabel 4.1 random ataukah tidak. Hipotesia nol dan hipotesa
alternatif untuk menguji apakah koefisien otokorelasi untuk suatu lag waktu
tertentu secara signifikan berbeda dengan nol ataukah tidak adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Data RuntutWaktu dari 30 Angka Random

H0 : rk = 0
H1 : rk = 0
Oleh karena n = 30
Kesalahan baku dari
distribusi koefisien
otokorelasi samplingnya =
1/√30 = 0.18

Jika hipotesa nol diuji pada tingkat signifikansi 0.05


maka nilai standar normal dari z adalah 1.96 dan nilai
kritisnya adalah 1.96 x 0.18 = 0.353
1000

900

800

700

600

500

400

300

200

100

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Kaidah keputusannya:
Jika koefisien otokorelasinya lebih kecil dari -0.353
atau lebih besar dari 0.353 berarti hipotesa nol ditolak.
Hipotesa alternatif diterima (H0 ditolak jika rk < 0.353
atau rk > 0.353 )
Jika sebuah data runtut waktu merupakan sebuah trend maka
suatu hubungan yang signifikan terjadi antara nilai-nilai serial
yang berurutan

Koefisien otokorelasinya biasanya signifikan tidak sama dengan


nol untuk beberapa lag waktu pertama dan kemudian secara
perlahan turun mendekati nol jika jumlah waktu bertambah

Jika suatu data runtut waktu bersifat musiman , suatu pola


berulang secara teratur selama suatu periode waktu tertentu
(biasanya tahunan) dan suatu koefisien otokorelasi yang
signifikan akan terjadi pada suatu lag waktu yang tepat

Jika data kuartalan yang dianalisis, suatu koefisien otokorelasi


yang signifikan akan muncul pada 4 lag waktu. Jika data
bulanan yang dianalisis maka suatu koefisien otokorelasi yang
signifikan akan muncul pada 12 lag waktu
Pengukuran Kesalahan Peramalan

 Metode proyeksi yang baik adalah metode proyeksi yang


memberikan tingkat kesalahan yang paling kecil
 Tingkat kesalahan merupakan selisih antara nilai riil dengan
nilai proyeksi.
 Tingkat kesalahan sering disebut dengan error atau residual.
 Kesalahan dalam proyeksi bisa disebabkan karena nilai
proyeksi terlalu kecil atau terlalu besar.
 Nilai proyeksi yang terlalu besar atau terlalu kecil merupakan
suatu kesalahan
Rumus menghitung kesalahan
Secara atau residual dari setiap
sistematis periode peramalan :
^
et = Yt -Yt

Dimana :
et : kesalahan peramalan pada periode t
Y^ t : nilai sebenarnya pada periode t
Y^ t : nilai peramalan pada periode t
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur tingkat
kesalahan teknik proyeksi
1. Mean Absolute Deviation (MAD)
Teknik ini dilakukan untuk mengukur akurasi peramalan dengan merata-
ratakan kesalahan peramalan (nilai absolutnya). MAD ini sangat berguna
jika seorang analis ingn mengukur kesalahan peramalan dalam unit ukuran
yang sama seperti data aslinya.
Langkah-langkahnya: n
^
a. Mencari nilai error proyeksi  (Y  Y )
t t
b. Mengabsolutkan nilai error
c. Menjumlahkan nilai absolut
MAD  t 1

error
n
d. Membagi jumlah nilai absolut
error dengan jumlah pengamatan RUMUS
2. MEAN SQUARE ERROR (MSE)
Teknik ini dilakukan dengan mencari nilai rata-rata kesalahan kuadrat.
Untuk menggunakan teknik ini, langkah-langkahnya adalah :
a. Mencari nilai error proyeksi
b. Mengkuadratkan nilai error
c. Menjumlahkan nilai kuadrat error
d. Membagi jumlah nilai absolut error dengan jumlah pengamatan

n ^
 (Y  Y )
2
t t
RUMUS MSE  t 1

n
3. MEAN ABSOLUTE PERSENTAGE ERORR (MAPE)
Teknik ini dilakukan dengan mencari nilai rata-rata persentase kesalahan
absolut (mutlak).
Untuk menggunakan teknik ini, langkah-langkahnya adalah :
a. Mencari nilai error proyeksi
b. Mengabsolutkan nilai error
c. Mempersentasekan kesalahan absolut terhadap nilai riil.
d. Menjumlahkan nilai persentase kesalahan absolut terhadap nilai riil.
e. Membagi jumlah nilai persentase kesalahan absolut terhadap nilai riil
dengan jumlah pengamatan
n ^
 Y Y
2

RUMUS MAPE  t 1
t t

Y t

n
4. MEAN PERSENTAGE ERORR (MPE)

Teknik ini dilakukan dengan mencari nilai rata-rata persentase kesalahan


Untuk menggunakan teknik ini, langkah-langkahnya adalah :
a. Mencari nilai error proyeksi
b. Mempersentasekan kesalahan terhadap nilai riil.
c. Menjumlahkan nilai persentase kesalahan terhadap nilai riil.
d. Membagi jumlah nilai persentase kesalahant terhadap nilai riil dengan
jumlah pengamatan

n ^
RUMUS  (Y  Y )
t t

MPE  t 1

Y t
n
Tujuan melakukan empat cara pengukuran akurasi
peramalan yakni :

1. Pembandingan akurasi dari dua teknik peramalan yang


berbeda
2. Pengukuran kegunaan atau reliabilitas suatu teknik peramalan
3. Pencarian teknik peramalan yang sangat optimal.

Keputusan kita dalam memilih suatu teknik peramalan sebagian


tergantung pada apakah teknik tersebut menghasilkan kesalahan
yang bisa dianggap kecil atau tidak.
Data yang dikumpulkan adalah
Contoh :
sebagai berikut :
Manajer pemasaran perusahaan sabun
MumpruX ingin melakukan proyeksi Bulan Penjualan
penjualan dengan menggunakan
1 24
metode sederhana dan metode rata-
2 25
rata bergerak dua periode. Manajer
3 20
tersebut juga ingin mengetahui teknik
proyeksi mana yang paling tepat 4 24
diantara kedua metode tersebut. 5 23
Dengan menggunakan teknik MAD, 6 18
MSE, MAPE DAN MPE, metode 7 28
proyeksi mana yang lebih tepat untuk 8 24
data perusahaan sabun Mumprux 9 30
tersebut? 10 23
11 26
12 28
a. Dengan menggunakan metode sederhana

Lembar kerja pengukuranTingkat kesalahan proyeksi metode sederhana


Hasil pengukuranTingkat kesalahan Proyeksi Metode Sederhana
Keterangan :
n

 (Y  Y ) t t
48
MAD  t 1
  4,364
n 11
n

 (Y  Y )
2
t t
282
MSE  t 1
  25,636
n 11
n

 Y Y
2
t t
199%
MAPE  t 1
  18.12%
Y t 11
n
n

 (Y  Y ) t t
 9%
MPE  t 1
  0,833%
Y t 11
n
B. Dengan menggunakan metode rata-rata bergerak dua periode
Hasil PengukuranTingkat Kesalahan Proyeksi
Metode Rata-rata bergerak Dua Periode
Keterangan :
n

 (Y  Y ) t t
33
MAD  t 1
  3,300
n 10
n

 (Y  Y )
2
t t
155,5
MSE  t 1
  15,550
n 10
n

 Y Y
2
t t
140%
MAPE  t 1
  13.975%
Y t 10
n
n

 (Y  Y ) t t
 5%
MPE  t 1
  0,499%
Y t 10
n
Tabel 4.2. PerbandinganTingkat Kesalahan Metode Sederhana dan
Metode Rata-rata Bergerak Dua Periode

No Metode Proyeksi MAD MSE MAPE MPE


1 Metode Sederhana 4,364 25,636 18,117% -0,833%
2 Metode rata-rata 3,300 15,550 13,975% -0,499%
bergerak dua
periodean

Dengan melihat tingkat kesalahan itu maka dapat disimpulkan


bahwa metode rata-rata bergerak memiliki tingkat kesalahan
lebih kecil dari pada metode sederhana. Oleh karena itu, dalam
kasus ini metode rata-rata bergerak lebih baik dibanding
menggunakan metode sederhana.
1. Berikut Data PenyewaanToko PalwaVideo Tara selama 15 minggu
terakhir
Waktu (t) Penyewaan mingguan (Yt) a. Hitung tingkat kesalahan
1 654 masing-masing metode
2 658 proyeksi dengan
3 665 menggunakan MAD,
4 672
MSE, MAPE dan MPE
5 673
6 671
dengan penggunaan
7 693 metode sederhana dan
8 694 rata-rata bergerak 2
9 701 mingguan
10 703 b. Simpulkan metode mana
11 702 yang paling cocok pada
12 710
13 712
kasus ini
14 711
15 728

Anda mungkin juga menyukai