Metode Otokorelasi
Metode Otokorelasi
Pada variabel ini dapat dijumpai nilai-nilai pecahan maupun nilai bulat.
Contoh Variabel kontinu :
1. Akumulasi bunga tabungan Ahmad di Bank DKI tahun 2010 adalah Rp
5.000.065,35.
2. Keuntungan perusahaan Mira Tahun 2018 Rp 30.000.550,65
Variabel diskrit
Merupakan variabel yang besarannya tidak dapat menempati semua
nilai
Variabel ini biasanya selalu berupa bilangan bulat
Diperoleh melalui pencacahan
Contoh :
Jumlah bank yang ada di Jawa Tahun 2000
Dalam Kaitan hubungan variabel
dengan variabel lainnya
Ada 5 Jenis Variabel :
1. Variabel Independent
2. Variabel dependent
3. Variabel moderator
4. Variabel intervening
5. Variabel Kontrol
1. Variabel Independent, variabel yang menjadi sebab terjadinya
(terpengaruhnya) variabel dependen
2. Variabel dependen yaitu variabel yang nilainya dipengaruhi oleh
varibel independen
3. Variabel moderator yaitu variabel yang memperkuat atau
memperlemah hubungan antara variabel dependen dan
independen
4. Variabel intervening, seperti variabel moderator tetapi
nilainya tidak dapat diukur, seperti rasa kecewa, gembira,
sakit hati
5. Variabel kontrol, yaitu variabel yang dapat dikendalikan oleh
peneliti
Contoh aplikasi
Pimpinan suatu perusahaan ingin merekrut seorang manajer
madya yang handal dibidangnya. Untuk keperluan tersebut,
dikumpulkan informasi pendapatan manajer madya di DKI
Jakarta dengan kualifikasi yang diinginkan dalam rangka
memperoleh gambaran tentang rata-rata gaji yang berlaku
dewasa ini.
Tabel 1. Data Pendapatan 20 Manajer Madya di DKI
Jakarta tahun 1999 (Rp)
Variabel :
Pendapatan per
bulan
No Nama Pendapatan No Nama Pendapatan
1. Siagian 4,300,000 11 Heny 3,490,000
2. Christian 3,120,000 12 Sutrisno 4,390,000
3. Gidion 5,530,000 13 Lina 3,490,000
4. Fiona 2,010,000 14 Budi 3,950,000
5. Hari 4,000,000 15 Rudolf 1,390,000
6. Yano 1,600,000 16. Abi 8,990,000
7. Nuni 3,190,000 17. Inge 1,270,000
8. Esa 2,500,000 18. Andi 9,000,000
9. Endang 1,002,000 19. Susi 5,240,000
10. Fuad 4,280,000 20 Mega 4,580,000
Sebagai komponen utama peramalan : Akurasi dan presisi
Data akan sangat menentukan dalam menghasilkan ketepatan
peramalan
Kelebihan Kelemahan
Data Primer Data yg dihasilkan Relatif sulit dan biaya
akan sesuai dengan yg lebih mahal
dibutuhkan oleh
pembuat proyeksi
Data Sekunder lebih mudah dan Antar data sekunder
biayanya lebih sedikit bisa berbeda
tergantung dari
sumbernya
Data menurut skala pengukurannya
Data yang hanya digunakan untuk memberikan nama,
1. Data Nominal
atau memberikan kategori saja.
2019 7
Gambar 1. Grafik Pola Data Stasioner
2020 8
2. Data Tren
Adalah data dalam periode proyeksi menunjukkan adanya pola
pertumbuhan/peningkatan atau penurunan. Hal ini diakibatkan
karena adanya teknologi atau pola perilaku penduduk atau
lainnya.
Bulan Penjualan 90
1 20 80
70
2 25 60
Penjualan
3 28 50
4 43 40
30
5 45 20
6 54 10
0
7 60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
8 62
9 64 Bulan
10 75
11 78
12 84 Gambar 2. Grafik Pola Data Tren
3. Data Musiman
merupakan data runtut waktu yang memiliki pola perubahan
yang berulang secara tahunan. Hal ini dapat diakibatkan dari pola
cuaca, hari libur,dll)
Bulan Penjualan
2018 2019
1 2 3
2 3 4
3 5 6
4 7 8
5 8 8
6 6 6
7 10 11
Contoh Data Musiman 8 7 7
9 8 9
10 8 9
11 6 6
12 7 8
4. Data Siklus
merupakan data runtut waktu yang memiliki fluktuasi
disekitar garis tren. Pola pengulangan berupa peningkatan
maupun penurunan yang efeknya terjadi dala waktu singkat
(misalkan mingguan atau tahunan)
Data merupakan bahan mentah dalam membuat proyeksi bisnis . Pada dasarnya proyeksi bisnis
merupakan proses analisis data untuk memberikan informasi yang berupa proyeksi bisnis.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
teknik proyeksi
1. Pola data yang ada
Data yang akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan
proyeksi memiliki berbagai pola. Data yang ada itu dapat
berupa data stasioner, tren, musiman, siklus.
2. Jangka waktu proyeksi
Berapa jangka waktu proyeksi yang diinginkan juga ikut
menentukan teknik proyeksi yang akan digunakan.
3. Model hubungan antar variabel
Model hubungan antar variabel juga menentukan teknik
proyeksi yang akan digunkan dalam pembuatan proyeksi. Pola
hubungan antar variabel yang umumnya digunakan dibagi
menjadi 2 :
a. model runtut waktu
b. model kausal
(Y Y )(Y
t t - k -Y)
r
k
t 1
n
(Y Y )
2
t
t 1
Dimana:
Rk = koefisien otokorelasi tingkat k
Y = nilai rata-rata serial data
Yt = observasi pada waktu
Yt-k = observasi pada k periode sebelumnya (t-k)
Untuk memperjelas penerapan
analisis otokorelasi kita lihat
contoh berikut:
Si Badu, manajerToko Elektronik Waktu(t) Bulan Data Asli (Yt)
AUDIO COMPLEX, mencatat 1 Januari 123
jumlah penjualan suatu produk 2 Februari 130
yang dijualnya yaitu video casette 3 Maret 125
pada tahun 1992. 4 April 138
5 Mei 145
6 Juni 142
7 Juli 141
8 Agustus 146
9 September 147
10 Oktober 157
11 November 150
12 Desember 160
Penghitungan Koefisien Otokorelasi Derajat Pertama untuk Data Tabel 1
1704
Mean(Y ) 142
12
nk
(Y Y )(Y
t t - k -Y)
r
k
t 1
n
(Y Y )
2
t
t 1
843
r
1 0,572
1474
Tampak terjadi otokorelasi dalam data runtut waktu tersebut untuk lag
waktu satu periode. Korelasi antaraYt denganYt-1 atau otokorelasi untuk
lag waktu 1 periode sebesar 0,572. Ini menunjukkan bahwa
penjualan bulanan secara berturut-turut terkorelasi
(tergantung) satu sama dengan yang lain.
Koefisien otokorelasi derajat kedua (r2) atau korelasi antaraYt
denganYt-2 untuk data AUDIO COMPLEX
nk
(Y Y )(Y
t t - k -Y)
r
k
t 1
n
(Y Y )
2
t
t 1
682
r
2 0,463
1474
Tampak bahwa otokorelasi yang terjadi relatif sedang jika kita
menggunakan lag waktu 2 periode. Karena koefisien otokorelasi untuk lag
waktu 2 periode (0.463) lebih kecil dari koefisien otokorelasi untuk lag
waktu 1 periode (0.572).
Jika suatu data runtut waktu mempunyai pola musiman maka suatu
koefisien otokorelasi yang signifikan akan terjadi pada suatu lag waktu
yang cocok: empat untuk data kuartalan atau dua belas untuk data
bulanan.
Latihan data terotokorelasi
Buatlah :
1. Data penjualan bulanan yang
terotokorelasi lag 1 periode
(Yt-1) dan lag 2 periode (Yt-2)
2. Hitung besarnya koefisien
otokorelasi derajat pertama
(r1)
3. Hitung besarnya koefisien
otokorelasi derajat kedua (r2)
Quenoille (1994) menyatakan bahwa Koefisien-koefisien otokorelasi
dari data random mempunyai distribusi sampling yang mendekati
kurva normal dengan rata-rata (mean) sama dengan nol dan kesalahan
baku (standard deviasi) dama dengan 1/√n
Contoh :
Suatu uji hipotesis dilakukan untuk menentukkan apakah data runtut waktu
yang ditunjukkan tabel 4.1 random ataukah tidak. Hipotesia nol dan hipotesa
alternatif untuk menguji apakah koefisien otokorelasi untuk suatu lag waktu
tertentu secara signifikan berbeda dengan nol ataukah tidak adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Data RuntutWaktu dari 30 Angka Random
H0 : rk = 0
H1 : rk = 0
Oleh karena n = 30
Kesalahan baku dari
distribusi koefisien
otokorelasi samplingnya =
1/√30 = 0.18
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kaidah keputusannya:
Jika koefisien otokorelasinya lebih kecil dari -0.353
atau lebih besar dari 0.353 berarti hipotesa nol ditolak.
Hipotesa alternatif diterima (H0 ditolak jika rk < 0.353
atau rk > 0.353 )
Jika sebuah data runtut waktu merupakan sebuah trend maka
suatu hubungan yang signifikan terjadi antara nilai-nilai serial
yang berurutan
Dimana :
et : kesalahan peramalan pada periode t
Y^ t : nilai sebenarnya pada periode t
Y^ t : nilai peramalan pada periode t
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur tingkat
kesalahan teknik proyeksi
1. Mean Absolute Deviation (MAD)
Teknik ini dilakukan untuk mengukur akurasi peramalan dengan merata-
ratakan kesalahan peramalan (nilai absolutnya). MAD ini sangat berguna
jika seorang analis ingn mengukur kesalahan peramalan dalam unit ukuran
yang sama seperti data aslinya.
Langkah-langkahnya: n
^
a. Mencari nilai error proyeksi (Y Y )
t t
b. Mengabsolutkan nilai error
c. Menjumlahkan nilai absolut
MAD t 1
error
n
d. Membagi jumlah nilai absolut
error dengan jumlah pengamatan RUMUS
2. MEAN SQUARE ERROR (MSE)
Teknik ini dilakukan dengan mencari nilai rata-rata kesalahan kuadrat.
Untuk menggunakan teknik ini, langkah-langkahnya adalah :
a. Mencari nilai error proyeksi
b. Mengkuadratkan nilai error
c. Menjumlahkan nilai kuadrat error
d. Membagi jumlah nilai absolut error dengan jumlah pengamatan
n ^
(Y Y )
2
t t
RUMUS MSE t 1
n
3. MEAN ABSOLUTE PERSENTAGE ERORR (MAPE)
Teknik ini dilakukan dengan mencari nilai rata-rata persentase kesalahan
absolut (mutlak).
Untuk menggunakan teknik ini, langkah-langkahnya adalah :
a. Mencari nilai error proyeksi
b. Mengabsolutkan nilai error
c. Mempersentasekan kesalahan absolut terhadap nilai riil.
d. Menjumlahkan nilai persentase kesalahan absolut terhadap nilai riil.
e. Membagi jumlah nilai persentase kesalahan absolut terhadap nilai riil
dengan jumlah pengamatan
n ^
Y Y
2
RUMUS MAPE t 1
t t
Y t
n
4. MEAN PERSENTAGE ERORR (MPE)
n ^
RUMUS (Y Y )
t t
MPE t 1
Y t
n
Tujuan melakukan empat cara pengukuran akurasi
peramalan yakni :
(Y Y ) t t
48
MAD t 1
4,364
n 11
n
(Y Y )
2
t t
282
MSE t 1
25,636
n 11
n
Y Y
2
t t
199%
MAPE t 1
18.12%
Y t 11
n
n
(Y Y ) t t
9%
MPE t 1
0,833%
Y t 11
n
B. Dengan menggunakan metode rata-rata bergerak dua periode
Hasil PengukuranTingkat Kesalahan Proyeksi
Metode Rata-rata bergerak Dua Periode
Keterangan :
n
(Y Y ) t t
33
MAD t 1
3,300
n 10
n
(Y Y )
2
t t
155,5
MSE t 1
15,550
n 10
n
Y Y
2
t t
140%
MAPE t 1
13.975%
Y t 10
n
n
(Y Y ) t t
5%
MPE t 1
0,499%
Y t 10
n
Tabel 4.2. PerbandinganTingkat Kesalahan Metode Sederhana dan
Metode Rata-rata Bergerak Dua Periode