Anda di halaman 1dari 17

REALISASI PONDOK PESANTREN DENGAN DISAAHKANYA

UNDANG-UNDANG PESANTREN

Moh Sidi

Abstrak

Jurnal ini memakai metode penelitian kualitatif melalui pendekatan library


research (studi kepustakaan). hasil analisis berasal artikel ini menunjukkan bahwa
pondok pesantren menjadi institusi pendidikan berfokus di pendalaman ilmu
kepercayaan Islam diiringi pengamalan nilai-nilainya menjadi pedoman hayati dengan
menitikberatkan pada aspek moral di bermasyarakat melalui pengkajian buku klasik
(buku kuning) sang ustaz atau kiai serta umumnya bermukim di sebuah pondok
(asrama). Penyelenggaraan pendidikan pada pesantren diterangkan pada Undang-
Undang angka 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. pengesahan UU ini adalah upaya
pemerintah Indonesia buat menguatkan eksistensi pendidikan pesantren. UU Pesantren
mengindikasikan bahwa pesantren berperan pada fungsi pendidikan, dakwah, dan
pemberdayaan masyarakat. Perkembangan pendidikan pesantren pada era terbaru ini
ditandai menggunakan hadirnya pesantren yg memakai sistem pendidikan formal
selayaknya sekolah dan madrasah. Meskipun demikian, penyelenggaraan pendidikan
pesantren menghadapi beberapa konflik yg kerap kali dikritik, mirip rapikan kelola
pesantren, wahana prasarana, dan pembiayaan pendidikan di pesantren. perseteruan
tersebut didiskusikan dan melahirkan upaya pembaruan serta modernisasi pondok
pesantren yang mencakup: reformasi dan reformulasi tujuan pendidikan pesantren
guna memperkukuh kedudukan pesantren menjadi lembaga pendidikan Islam yang
mapan, berorientasi di dunia serta akhirat. Langkah pembaruan berikutnya ditempuh
melalui transformasi sistem pendidikan pesantren yang dinilai terlalu klasik serta
tradisional ke arah modernisasi serta menunjang kecakapan abad 21. Selain itu
diperlukan transformasi sistem manajemen pesantren, penyesuaian sarana serta
prasarana pesantren, dan lain sebagainya.

Kata Kunci : Realisasi, Pembaruan, Undang-Undang Pesantren


Abstract

This journal uses qualitative research methods through a library research


approach (library study). The results of the analysis from this article show that Islamic
boarding schools are educational institutions that focus on deepening the knowledge of
Islamic beliefs accompanied by the practice of its values as a guide to life with an
emphasis on moral aspects in society through studying classic books (yellow books) by
ustaz or kiai and generally living in a cottage (dormitory). The implementation of
education at Islamic boarding schools is explained in Law number 18 of 2019
concerning Islamic Boarding Schools. The ratification of this law is an effort by the
Indonesian government to strengthen the existence of Islamic boarding school
education. The Islamic Boarding School Law indicates that Islamic boarding schools
play a role in education, da'wah and community empowerment. The development of
Islamic boarding school education in this latest era is marked by the presence of Islamic
boarding schools that use a formal education system like schools and madrasas.
However, the implementation of Islamic boarding school education faces several
conflicts that are often criticized, such as tidying up Islamic boarding school
management, infrastructure and financing of education in Islamic boarding schools.
This dispute was discussed and gave rise to efforts to reform and modernize Islamic
boarding schools which included: reform and reformulation of Islamic boarding school
education goals in order to strengthen the position of Islamic boarding schools as
established Islamic educational institutions, oriented towards the world and the
hereafter. The next reform step is taken through the transformation of the Islamic
boarding school education system, which is considered too classic and traditional,
towards modernization and supporting 21st century skills. In addition, transformation of
the Islamic boarding school management system, adjustments to Islamic boarding
school facilities and infrastructure, and so on is needed.

Keywords : Realization, Transformation, UU Pesantren


A. PENDAHULUAN

Pendidikan dipahami sebagai upaya untuk menumbuhkembangkan kualitas sumber


daya manusia agar lebih baik sehingga dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya.
Pendidikan berperan dalam membimbing peserta didik agar mengembangkan potensi
mereka secara aktif berupa kekuatan spiritual keagamaan yang diiringi kemampuan
mengendalikan diri, memiliki kepribadian baik, kecerdasan yang bermanfaat, akhlak
yang mulia, serta kemahiran yang diperlukan bagi dirinya sendiri, masyarakat
sekitarnya, serta bangsa dan negara. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003). Sebagaimana kita tahu, ada
beberapa pilihan lembaga atau institusi pendidikan di Indonesia dengan ciri khas
masing-masing. Salah satunya pondok pesantren yang menerapkan sistem mukim
(boarding) bagi para santrinya. Istilah pesantren dalam sistem pendidikan di Indonesia
bukan hal yang asing. Bahkan, eksistensi pesantren dipercaya sebagai satu di antara
pelopor lahirnya lembaga pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sistem
pembelajaran pesantren sudah berjalan di Indonesia beriringan dengan masuknya
dakwah Islam di Nusantara sehingga sistem ini menjadi sistem pendidikan klasik dan
tertua yang merupakan produk budaya asli Indonesia. Argumen itu diperkuat karena
istilah pesantren hanya dikenal dan berkembang di dataran Nusantara.

Bila dicermati lebih lanjut berasal segi sejarahnya, pesantren awalnya hanya forum
pendidikan agama Islam yang mengalami perkembangan berasal masa lalu hingga
sekarang sebagai akibatnya penyelenggaraannya sebagai semakin terkelola secara baik
dengan keluarnya kawasan-kawasan pengajian. tapi sistem “pondok pesantren” ini baru
ada dan semakin terlihat perkembangannya menggunakan didirikannya daerah-kawasan
atau pondok bermukim para santri. Meskipun dahulu pesantren termasuk ke pada
pendidikan nonformal, bukan berarti pesantren jauh tertutup asal pembaruan dan
inovasi. banyak penelitian berkata bahwa pesantren telah berhasil memainkan perannya
sebagai penggerak dalam gosip ekonomi, politik, gejolak sosial, serta budaya.
sehabis Indonesia berhasil memperoleh kemerdekaan, pesantren semakin
berkembang serta memberikan geliat modernisasi. Hal ini terindikasi asal peningkatan
secara cepatnya jumlah alumni pesantren yang melanjutkan pendidikan di lembaga-
lembaga non agama, menguasai aneka macam bidang ilmu, serta meningkatnya tenaga
pengajar pesantren yang memiliki latar belakang pendidikan umum non pesantren.
eksistensi sistem pesantren ini bisa dikatakan pula menjadi pendidikan yg berbasis
warga karena keberadaannya selalu berkaitan menggunakan kiprah rakyat, yaitu
didirikan secara mandiri, berorientasi pada kebutuhan rakyat, serta menekankan
partisipasi warga (Panut dkk., 2021).

Kehadiran pondok pesantren identik dengan sistem pendidikannya yang bersifat


tradisional tentang pendalaman ilmu-ilmu keagamaan Islam menjadi panduan hayati
sebagai realisasi pentingnya karakter serta akhlak di hayati bermasyarakat. C. Geertz
serta Abdurrahman Wahid menyebut pondok pesantren menjadi bagian dari budaya
rakyat Indonesia, terutama di tanah Jawa. di era globalisasi ini, pendidikan pesantren
menjadi semakin terarah, tersistem, serta kurikulum pesantren mempunyai “paten”
tertentu. contohnya, pesantren memberikan mapel awam serta kepercayaan dengan
menerapkan 2 kurikulum, yaitu kurikulum Kemendiknas dan kurikulum Kemenag.
Meskipun demikian, sebab otoritas tertinggi pesantren ada pada kiai, pesantren kerap
ditemui tidak sporadis membentuk kurikulum sendiri menjadi intrakurikuler atau acara
tambahan asal materi kurikulum Kemendiknas dan Kemenag, sebab diklaim kurikulum
yang sudah terdapat belum mampu mengakomodasi institusi pesantren tersebut (Syafe’i,
2017). oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia menyusun serta mengesahkan Undang-
Undang nomor 18 Tahun 2019 wacana Pesantren yang menyampaikan landasan
penyelenggaraan pendidikan pesantren sudah diakui menjadi bagian dari sistem
pendidikan nasional sehingga berperan aktif di membuat, menjaga tradisi,
membudayakan nilai dan adat dengan nilai-nilai keagamaan serta keindonesiaan.

B. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian ini merupakan library research (studi kepustakaan). Penelitian
pustaka ialah penelitian yg objek kajiannya memakai data-data yang berupa kitab serta
literatur-literatur lain sebagai Sumbernya (Afifudin, 2012). Adapun pendekatan yang
dipergunakan merupakan pendekatan deskriptif analitik yg akan memaparkan upaya
pembaruan pondok pesantren melalui Undang-Undang Pesantren. Teknik analisis isi
berusaha menganalisis aneka macam literatur sehingga penulisan bisa melakukan
interpretasi adar memperoleh makna terkait topik yang diteliti dan dikaji.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara etimologi, istilah “pesantren” diambil dari padanan istilah pe-“santri”- an,
yg mana istilah “santri” bermakna anak didik dalam bahasa Jawa. Adapun kata
“'pondok'” diambil dari Bahasa Arab, yaitu “funduq” yg bermakna penginapan.
Beberapa pakar beropini bahwa istilah pesantren asal berasal istilah “santri” yang
diambil berasal bahasa Tamil yg dimaknai menjadi “guru mengaji”. ada jua yg beropini
bahwa kata santri dari berasal kata “sattiri” yang bermakna orang yg berdomisili di
sebuah asrama, tempat tinggal , gubuk atau bangunan keagamaan secara awam.
Abuddin Nata dalam karyanya Kapita Selekta Pendidikan Islam mendefinisikan
pesantren bermakna asrama dan daerah anak didik-murid belajar mengaji yang pada
dalamnya ada pondokan kiai, santri, masjid dan kitab (Nata, 2013).

Pesantren dari dahulu sampai sekarang terus-menerus berkembang sebagai sentra


terjadinya proses pengajaran ilmu-ilmu keagamaan Islam. di institusi ini kaum muslim
mulai mengenal dan mendalami dogma dasar ajaran Islam, terutama tentang praktik
kehidupan keagamaan yang dibudayakan sang rakyat yang baru memeluk Islam. di
termin perkembangan berikutnya, pesantren jua sebagai institusi yg berperan menjadi
pencetak ahli kepercayaan yg juga melestarikan tradisi Islam yang terdapat pada
rakyat. menjadi sebuah forum pendidikan, pesantren secara sederhana wajib memenuhi
beberapa unsur pada antaranya memiliki pondok/asrama, masjid (surau), siswa (santri),
kitab klasik (buku kuning), serta kiai (Dhofier, 1984). dalam tradisi pondok pesantren
sebagaimana dikenal di Indonesia umumnya dikenal dengan dua macam grup santri.
Pertama, santri mukim, yakni para santri yang umumnya tiba berasal tempat-tempat
jauh buat menginap sebab tak memungkinkan baginya buat balik ke rumah; ke 2, santri
kalong, yakni para santri yang asal asal wilayah lebih kurang yg relatif dekat sehingga
memungkinkan mereka pulang balik ke rumah masing-masing (Sukamto, 1999).

Pesantren diidentikkan menjadi forum pendidikan Islam menggunakan corak


tradisional. Hal ini dikarenakan penuturan dan sistem yang diterapkan di dalamnya
artinya bagian asal perjalanan panjang pertumbuhan pesantren itu sendiri. Metode
pengajaran yang melekat di pondok pesantren semakin mengungkapkan bahwa
pesantren mempunyai sistem yang diturunkan asal generasi ke generasi. dengan begitu,
poly para pemikir Islam mengkritisi sistem yg telah mengakar ini agar bisa melakukan
pembaharuan serta upaya modernisasi pondok pesantren sebagai akibatnya dapat
memiliki daya saing dengan forum pendidikan formal- konvensional lainnya.

Analisis Kebijakan Pendidikan Pesantren Melalui UU No. 18 Tahun


2019

Penyelenggaraan pendidikan di pesantren diatur dalam UU No. 18/2019 tentang


Pesantren. pengesahan UU ini artinya bagian berasal langkah pemerintah Indonesia
dalam mengakui dan menghargai kaum santri dalam memperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Lebih berasal itu, dalam UU tersebut
dipaparkan bahwa pesantren sebagai sebuah sistem yang mempunyai keunikan serta
telah berkembang pada tengah masyarakat pada menjalankan kegunaannya menjadi
institusi pendidikan, wadah penyebaran dakwah, dan lembaga pemberdayaan rakyat.
berasal sini pula kita mengenal bahwa pesantren sendiri hidup di warga serta didirikan
oleh perseorangan, organisasi rakyat, yayasan Islam dan /atau rakyat yg ditujukan
menjadi realisasi penanaman nilai keimanan dan ketakwaan pada Allah Swt., dan
memegang teguh ajaran Islam yg tercermin asal perilaku hidup yang baik (akhlaqul
karimah) diiringi nilai luhur bangsa Indonesia (Shubhie, 2021). Terbitnya UU ini tidak
lepas dari bagaimana proses realisasi penetapan Hari Santri Nasional sebagai
momentum memperingati sumbangsih besar kaum pesantren (kiai dan santri) pada
memperjuangkan kemerdekaan melawan imperialisme dan penjajahan bangsa asing,
serta bertepatan dengan resolusi jihad K.H. Hasyim Asy’ari pada lepas 22 Oktober
1945.

Sebagaimana dipaparkan sebelumnya bahwa pesantren adalah lembaga berbasis


masyarakat, maka asal primer pendanaan pesantren asal dari warga . Pemerintah baik
itu pusat, provinsi, dan kota/kabupaten ikut membiayai pendirian pesantren berasal
aturan pendapatan dan belanja negara pada lingkup kewenangannya dan peraturan
perundang-undangan tentang anggaran pendapatan dan belanja. Selain itu, sumber
pembiayaan penyelenggaraan pondok pesantren pula bisa dari dari sumber lain yang
legal (sinkron regulasi) serta tidak mengikat, sesuai menggunakan ketentuan
perundang-undangan. Negara menyediakan serta mengelola dana pesantren buat
menjamin ketersediaan serta kecukupan anggaran pembangunan pesantren. Pesantren
dapat bekerja sama dengan forum pendidikan nasional serta/atau internasional lainnya.
kolaborasi akan dilakukan pada bentuk pertukaran pelajar, kompetisi, sistem
pendidikan, kurikulum, dukungan keuangan, pelatihan serta peningkatan kapasitas,
serta bentuk kolaborasi lainnya serta akan sinkron menggunakan persyaratan hukum.
rakyat bisa berpartisipasi pada pengembangan pondok pesantren secara individu, grup,
instansi dan /atau melalui organisasi kemasyarakatan. Keterlibatan rakyat bisa
mencakup anugerah dukungan program dan pendanaan, anugerah kontribusi asal
pemerintah negara bagian serta lokal, mendukung operasi, mendorong pengembangan
kualitas serta baku, membentuk alat buat mempromosikan pendidikan karakter serta
pengembangan moral, serta penguatan kemandirian serta pengembangan moral. kinerja
keuangan pondok pesantren (Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 Tahun
2019 perihal Pesantren, 2019).

Upaya Pembaruan Pondok Pesantren

ditinjau asal sejarahnya, pendidikan pesantren sudah lebih dahulu berkembang.


Selain sudah sebagai akar budaya bangsa, nilai kepercayaan pula sudah menjadi bagian
tidak terpisahkan pada pendidikan. Hal itu didukung karena mata pelajaran/kuliah
pendidikan keagamaan yang dianggap memiliki aneka macam keterbatasan sehingga
butuh pembaruan. keberadaan pondok pesantren sangat krusial bagi perkembangan
rakyat, selain itu pondok pesantren lahir dari aspirasi warga , yang sekaligus
mencerminkan kebutuhan nyata warga dalam hal layanan pendidikan dan lain-lain.
sang karenanya, sebagai langkah menjamin penyelenggaraan pendidikan pesantren pada
menjalankan kegunaannya, maka diperlukan aturan guna menyampaikan
pengakuan/rekognisi, afirmasi, dan fasilitas pada pesantren menggunakan tetap menjaga
tradisi serta kekhasannya. Terkait menggunakan perseteruan yang terdapat ketika ini,
dievaluasi belum hanya menyesuaikan dengan perkembangan, aspirasi dan kebutuhan
aturan warga , dan peraturan hukumnya belum terintegrasi pada suatu kerangka aturan
yang utuh serta menyeluruh. Hal ini menyebabkan perlakuan hukum yang tidak baku
sebab kekhasan pengembangan pesantren serta kekurangan sumber daya yg akbar.
karena pesantren ialah bagian strategis dari kekayaan tradisi serta budaya rakyat
Indonesia yg keunikannya wajib dilestarikan, maka harus diberi kesempatan buat
mengembangkan dan menaikkan kualitasnya dari semua pelosok tanah air, termasuk
pemerintah pusat serta daerah.

Proses pengembangan dunia pesantren selain menjadi tanggung jawab semua


pihak, baik internal maupun eksternal. Upaya penguatan dan pengembangan lebih lanjut
peran pesantren pada pembangunan di era swatantra wilayah ialah galat satu langkah
strategis buat mencapai tujuan pembangunan nasional, khususnya pada bidang
pendidikan. Apalagi pada keadaan suatu bangsa mengalami kebobrokan moral. Jika
dipandang semenjak kurun saat tahun 2000-an, pondok pesantren sudah mulai
mengalami perubahan dan perkembangan berarti. salah satu di antara perkembangan
tersebut ditandai menggunakan bermunculan pesantren yg mengadopsi sistem
pendidikan formal mirip yang diselenggarakan pemerintah, bahkan beberapa pondok
pesantren telah membuka perguruan tinggi baik berbentuk institut maupun universitas
(Husni Rahim, 2001).

Adaptasi sistem pendidikan pesantren menggunakan pendidikan formal tidak lepas


berasal pertarungan, mirip perseteruan rapikan kelola pendidikan pondok pesantren,
ketersediaan wahana prasarana, serta pembiayaan pendidikan di pondok pesantren.
Jumlah pesantren pada Indonesia terus berkembang menggunakan sangat pesat.
Sayangnya, peningkatan jumlah tadi tak dibarengi dengan peningkatan mutu, bahkan
merosot tajam. Hal ini dikarenakan banyak pesantren dengan label “terbaru” yg lebih
mengutamakan pendidikan formal daripada pendidikan anak usia dini. oleh karena itu,
ketika ini sangat sulit menemukan pesantren yg bisa memberikan pendidikan formal
serta pendidikan anak usia dini yg seimbang. Pembaruan pondok pesantren dalam
pembahasan yang dimaksud ini artinya upaya modernisasi yg dilakukan sang pondok
pesantren demi mengikuti perkembangan zaman. umumnya yg dibicarakan wacana
modernisasi merupakan penyediaan fasilitas berupa teknologi berita serta komunikasi
(TIK) saja. Padahal yg sebagai objek inovasi lebih luas dari itu. Pembaruan pesantren
mencakup reformasi serta formulasi ulang tujuan pendidikan pesantren, transformasi
sistem pendidikan pesantren, transformasi sistem manajemen pesantren, penyesuaian
wahana serta prasarana pesantren, serta lain sebagainya.

1. Transformasi Sistem Pengajaran di Pesantren

Mukti Ali menilai sistem pengajaran dan pendidikan pesantren sangat baik, bahkan
sistem pendidikan pesantren diyakini sebagai lembaga pendidikan serta pengajaran
kepercayaan terbaik pada Indonesia. (Abdurrahman, 1993). akan tetapi metode
pedagogi yg diterapkan pada pesantren selalu dikesankan dengan pembelajaran
tradisional yang dianggap tertinggal dengan forum pendidikan lain mirip sekolah serta
madrasah. sang karenanya sistem pengajaran di pesantren perlu dikembangkan serta
bervariasi tanpa menghilangkan nilai-nilai kekhasan pendidikan pesantren.

a. Menguatkan serta Mengukuhkan Basis Intelektual Pesantren

pada dasarnya semua lembaga pendidikan perlu memiliki basis intelektual


lembaganya. Hal ini dikarenakan menjadi sebuah forum pendidikan perlu memiliki
pengakuan serta reputasi menjadi lembaga yg menyelenggarakan pendidikan. Adapun
akibat dari forum pendidikan tertentu yaitu individu yg mempunyai kualifikasi dan
kompetensi pada bidangnya masing-masing. pada konteks pondok pesantren, lulusan
pesantren seharusnya mempunyai kualifikasi pemahaman ilmu agama yang pada
disertai karakter yg kukuh. sang karenanya untuk mencapai tujuan tersebut maka
diharapkan pendidik yg mempunyai kualifikasi dan kompetensi yang didukung oleh
fasilitas pendukung yg memadai. sang karena itu pesantren perlu bisa mendorong para
santri dan pengajarnya buat menggalakkan tradisi ijtihad, yaitu aktivitas mencakup
literasi membaca, menyelidiki, mensyarah, dan menulis apa yg didapat asal prosesnya
agar ilmu yang didapat terus berkembang dan dilestarikan dalam bentuk kekayaan
karya tulis dan intelektual para santri.

b. Upaya Pengkajian buku Secara Kontekstual

Pondok pesantren dikenal menggunakan forum pendidikan yg mengakibatkan buku


klasik (dikenal juga kitab kuning) sebagai acum utamanya. Kendati begitu poly kritik
dilayangkan karena banyaknya pesantren yang mengajarkan kitab klasik semata
secara tekstual. menjadi konsekuensi logis dari perkembangan zaman, maka buku
klasik perlu ditafsirkan tidak hanya secara tekstual saja, melainkan juga perlu disyarah
secara kontekstual. pada samping itu, pembelajaran buku kuning lebih serius di upaya
mendalami dan memperkaya materi saja, tetapi sangat sedikit yang mengarahkan pada
aspek pengembangan ilmu-ilmu awam dasar berupa teori, metodologi, serta wawasan.
Hal itu bisa ditinjau dari metode pengajaran yang umumnya diterapkan pada pesantren,
seperti bandongan serta sorogan yg lebih menerapkan penekanan tekstual atau literal,
berpusat di kiai sehingga kurang terbangunnya budaya obrolan kritis. Dampaknya
merupakan ketika tidak ada hubungan antara kiai serta santri sedangkan aktivitas
belajar mengajar hanya berpusat pada kiai, maka santri akan menjadi pasif. Maknanya,
daya dukung, kreativitas, serta aktivitas santri menjadi kurang terlatih. Maka sangat
masuk akal saat ranah teori serta metodologi diabaikan, materi pun sebagai sulit
dikembangkan, diperkaya, dan diekspresikan secara kontekstual dan mengesankan,
termasuk berani melakukan inovasi pemikiran.

c. Pembaruan Metode pengajaran


di aspek metode pengajaran yang dilaksanakan sebuah pondok pesantren bisa
menerapkan metode-metode pendidikan yang berkombinasi, yaitu mempertahankan
kelebihan metode-metode usang lalu meminimalisasi kekurangan metode-metode baru.
Metode tradisional yg telah diterapkan semenjak lama dapat diadaptasi, diperbaharui,
serta diadaptasikan memakai metode diskusi, tanya- jawab, proyek, pemecahan
persoalan, serta sebagainya. Secara umum , metode pembelajaran siswa aktif mirip
tanya-jawab, diskusi gerombolan , jigsaw, seminar, dan semacamnya adalah kebalikan
dari wetonan serta sorogan. Jika pada metode wetonan dan sorogan pembelajaran yg
terjadi hanya satu arah, yakni kiai menyebutkan isi buku dan santri diam
mendengarkan. Maka seni manajemen pembelajaran siswa aktif perlu diterapkan
sehingga terjadi interaksi dua arah antara kiai dan santri.

2. Transformasi Manajemen Pesantren

Manajemen pesantren ialah bagian dari sistem dan proses aktivitas menyeluruh yg
dilakukan menggapai tujuan pesantren. Manajemen pendidikan pesantren yg benar
adalah yg selaras dengan konsep, tujuan, serta visi-misi yang sudah dirumuskan dan
menyesuaikan menggunakan kondisi santrinya. Pengaplikasian manajemen pesantren
hendaknya dilandaskan oleh nilai-nilai serta budaya luhur pesantren yg dipadukan dan
diselaraskan menggunakan sistem manajemen terbaru yaitu integrasi sistem pesantren
menggunakan sistem sekolah ataupun madrasah.

Pesantren sangat identik serta dekat menggunakan sosok kiai yg artinya sentral,
otoritas, pusat holistik kebijakan juga perubahan, dan umumnya kepemimpinan
pesantren yg bersifat individual (atau famili) bukan komunal (Mastuki, 2005). Sistem
mirip ini perlu dipandang kembali agar jauh asal kepentingan sebagian individu saja,
melainkan tetap menjalankan fungsinya menjadi forum pendidikan Islam yg menjadi
penggerak dalam pembentukan karakter peserta didik dengan pembekalan ilmu
pengetahuan kepercayaan .
Sistem manajerial pondok pesantren biasanya turun temurun diselenggarakan oleh
masyarakat melalui para ulama, kiai, serta seseorang yg ditokohkan kemudian
diwariskan pada generasi setelahnya. Kendati begitu, orang yang bertanggung jawab
dengan jalannya roda pendidikan di pesantren perlu mempunyai kompetensi yang baik
buat mengelola institusinya, baik berupa pengetahuan (kognitfi), keterampilan
(psikomotorik), maupun perilaku (afektif) yang sesuai menggunakan bidang yang
dikerjakannya. pada perkara ini, pimpinan pesantren perlu mampu membawa
perubahan serta penemuan untuk lembaga yang dipimpinnya ke arah yang lebih baik.
oleh karenanya perubahan sistem kepemimpinan pesantren hendaknya tidak bersifat
absolut (Atmari, 2022). Penyelenggara pendidikan pondok pesantren harus memahami
dan menerapkan fungsi- fungsi manajemen. pada samping itu, upaya optimalisasi asal
daya pondok pesantren pula perlu diperhatikan guna mencapai tujuan tadi secara efektif
serta efisien (Panut dkk., 2021).

3. Pembaruan Tujuan Pendidikan Pesantren

Sebelum memulai dengan langkah dan gebrakan besar pada pondok pesantren,
maka yg perlu ditetapkan serta diformulasikan kembali artinya tujuan pendidikan di
pondok pesantren. Beberapa permasalahan yg timbul di sub bagian ini adalah
banyaknya pesantren yang sudah berdiri semenjak usang namun belum mempunyai
tujuan yg kentara dalam merealisasikan eksistensinya sebagai sebuah lembaga
pendidikan.

dalam penyelenggaraan pendidikan, memutuskan tujuan ialah hal yg paling


fundamental, baik itu tujuan instruksional, tujuan kurikuler, tujuan institusional, dan
tujuan pendidikan nasional. Hal itu dikarenakan dengannya akan memilih kebijakan,
isi, dan mekanisme yang akan dikembangkan. Penetapan tujuan tersebut tak akan lepas
dari nilai-nilai yg dianut sang subjek pendidikan itu sendiri. sang karenanya sangat
mungkin terjadi disparitas tujuan antara satu forum menggunakan lembaga pendidikan
lainnya dikarenakan berbedanya kepentingan yang ingin digapai. Pondok pesantren
hendaknya mempunyai tujuan yang bersandar pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai
ajaran kepercayaan Islam. Selama ini, tujuan pendidikan pondok pesantren berfokus
untuk mencetak generasi ahli kepercayaan menggunakan menghayati, mendali, serta
mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan giat, nrimo semata-mata untuk berbakti serta
mengabdikan diri pada Allah Swt. dan mampu menerapkan sunah Rasul dan
membuatkan nilai-nilai ajarannya secara kafah (utuh). sebagai akibatnya hasil
pendidikan yg dicapai ialah lulusan yg berakhlak mulia, mempunyai jiwa bergerak
maju, mempunyai kemampuan berpikir kritis, istiqamah, berjiwa akbar, bertenaga
psikis serta fisik, tahu pola hidup sederhana, tawadu, menebar kasih serta sayang
terhadap sesamanya, mahabbah (kecintaan) serta khasyah, serta tawakal kepada Allah
Swt (Amrizal, 2011).

Bila dilihat berasal tujuan tadi, secara konseptual cenderung terkonsentrasi di duduk
perkara-dilema yang orientasinya akhirat (ukhrawiyah), tetapi hampir lepas asal
urusan-urusan keduniaan (dunyawiyah) sebagaimana pesantren hanya mendatangkan
kajian-kajian kepercayaan seperti tafsir, mustalah hadis, akidah/tauhid, fikih, ushul
fikih, nahwu/saraf, serta sebagainya. pada termin ini, pesantren dievaluasi sudah
berhasil menggapai tujuannya mencetak para pakar kepercayaan dan ulama. tapi
kebutuhan menelaah ilmu-ilmu umum dievaluasi belum terpenuhi menggunakan baik
mengingat persaingan lulusan setelah mengenyam pendidikan di pesantren yg belum
tergambar menggunakan kentara. menggunakan begitu permasalahan pondok pesantren
dalam hal ini dapat dideskripsikan bahwa sosok muslim yg dibentuk pada pondok
pesantren merupakan individu muslim yang terampil dan cakap dalam ilmu agama
namun belum mempunyai kecakapan Bila berhadapan dengan urusan ilmu global. Hal
ini diyakini karena fondasi atau landasan filosofis pesantren rapuh.

Kerapuhan tadi diyakini muncul karena dualisme dikotomi antara apa yg


diklasifikasikan dengan ilmu-ilmu keagamaan serta ilmu-ilmu umum . Pemisahan ilmu
kepercayaan menggunakan ilmu umum inilah yang menyebabkan timbulnya
pandangan bahwa mengkaji serta mendalami ilmu-ilmu agama artinya fardu `ain
sedangkan menelaah ilmu-ilmu awam hukumnya fardu kifayah, sehingga poly
terabaikan. Padahal buat berperan aktif pada dunia, ilmu-ilmu “umum ” ialah galat satu
syarat yang wajib dimiliki. pada samping itu, pemahaman istilah “ulama” yg sebagai
tujuan pendidikan pesantren perlu dikaji lagi. Sebagaimana dalam realitasnya, definisi
“alim- ulama” yang merujuk pada orang yg berilmu pada ranah keagamaan saja
dievaluasi kurang tepat sehingga perlu dikaji ulang. Padahal pada untaian ayat Al-
Quran pun menyatakan bahwa yang dimaksud ulama yaitu para hamba Allah yang
paling takut (taat serta patuh) pada Allah. Jika kita melihat pada tafsiran ayatnya,
awalan ayat tadi memberikan pelukisan lebih lanjut bahwa “ulama” juga dapat
dimaknai menjadi pakar ilmu kealaman yang mau melakukan penelitian, kajian, hingga
perenungan ihwal apa yang berkenaan dengan hidupnya (Khallaf, 1992).

Pondok pesantren tumbuh bersama masyarakat, sehingga peran dan masyarakat


pada keberlangsungan pesantren menjadi salah satu faktor yang menguatkan eksistensi
pesantren hingga saat ini. sang sebab itu pondok pesantren perlu melakukan reorientasi
fungsi berdirinya pondok pesantren. Sebagaimana diterangkan dalam Undang-Undang
Pesantren, pesantren perlu mempunyai fungsi menjadi:

Realisasi Fungsi Dakwah serta pengajaran Islam

Dakwah dan Pendidikan Islam ialah inti berasal kehadiran pesantren pada
Indonesia. Hal ini sejalan menggunakan sejarah mula berdirinya lembaga pesantren
artinya daerah di mana nilai-nilai kepercayaan Islam diajarkan dan disebarluaskan
secara hening. oleh karena itu, penguatan fungsi pada misi dakwah serta pedagogi
Islam perlu dilakukan. dalam UU 18/2019 dirincikan bahwa pesantren wajib
menjalankan fungsi dakwah yg secara substansi melalui:

1) Upaya menyeru manusia ke jalan Allah Swt. dengan cara yang baik dan
menjauhi keburukan.

2) Mengajarkan buat memahami serta mengamalkan menggunakan mencontohkan


nilai-nilai Islam yaitu nilai-nilai rendah hati, toleran, moderat, serta luhur bangsa
Indonesia.

3) Mempersiapkan dai Islam yg senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai luhur


bangsa Indonesia.
dalam rangka menjalankan fungsi dakwah, pesantren perlu melakukan internalisasi
nilai ajaran kepercayaan serta menjaga tingkat moralitas umat, memperhatikan tradisi
dan kebudayaan yg terdapat pada tengah masyarakat, mengikuti perkembangan dan
melestarikan kerukunan hidup umat beragama, padu dengan nilai kebangsaan serta rasa
cinta tanah air, serta mengakibatkan umat Islam di Indonesia menjadi school of
excellence dalam praktik keberagamaan yg moderat di global. seluruh prinsip pada atas
dapat direalisasikan menggunakan pendekatan pengajaran serta pembelajaran, ceramah,
kajian ilmiah, serta diskusi, media dan teknologi berita, seni serta budaya, bimbingan
serta konseling, keteladanan, pendampingan, juga pendekatan lainnya. Bila dikaitkan
dengan Profil Pelajar Pancasila yg dicanangkan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, maka fungsi pesantren menjadi realisasi misi dakwah
dan pengajaran Islam mempunyai kesamaan tujuan, yakni mendidik santri yg
mempunyai kecakapan dalam ilmu keagamaan dan berjiwa Pancasila.

D. KESIMPULAN

Sistem pendidikan pesantren di awalnya bertujuan buat mendalami ilmu keagamaan


dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama tersebut sebagai pedoman hidup sehari-hari
dengan menekankan moral dalam bermasyarakat melalui pengkajian buku dan sistem
mukim. Penyelenggaraan pendidikan di pesantren diatur dalam UU Pesantren 18/2019.
UU Pesantren bertujuan buat mengakomodasi sistem pesantren yang menerapkan
fungsi pendidikan, dakwah, serta pemberdayaan warga . Perkembangan pendidikan
pesantren ditandai dengan maraknya pesantren yang mengadaptasi dan menerapkan
sistem pendidikan formal mirip yang diselenggarakan pemerintah, bahkan beberapa
pondok pesantren sudah menyelenggarakan pendidikan tinggi baik berbentuk institut
maupun universitas.

Meskipun demikian, penyelenggaraan pesantren tadi tidak tanggal berasal


pertarungan. pertarungan-perseteruan tersebut antara lain tata kelola pendidikan pondok
pesantren, ketersediaan sarana prasarana, serta pembiayaan pendidikan pada pondok
pesantren. perseteruan tersebut didiskusikan dan melahirkan upaya pembaruan serta
modernisasi pondok pesantren yang meliputi: reformasi serta reformulasi tujuan
pendidikan pesantren guna memperkukuh kedudukan pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam yang mapan, berorientasi pada dunia dan akhirat. Langkah
pembaruan berikutnya ditempuh melalui transformasi sistem pendidikan pesantren yg
dievaluasi terlalu klasik menuju sistem pendidikan yang terbaru diiringi upaya
mentransformasi sistem manajemen pesantren, penyesuaian sarana dan prasarana
pesantren, dan lain sebagainya.
E. TINJAUAN PUSTAKA

Abdurrahman. (1993). 70 Tahun Mukti Ali: Agama dan Masyarakat. IAIN Sunan Kalijaga
Press.

Afifudin. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Pustaka Setia.

Amrizal. (2011). Pembaruan Pendidikan Pesantren dalam Kerangka Sistem Pendidikan


Nasional. Jurnal Sosial Budaya, 8(2).

Atmari. (2022). Pendidikan Pesantren Pasca UU Nomor 18 Tahun 2019: Studi Tata Kelola dan
Strategi Pengarusutamaan Pesantren di Indonesia. UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Khallaf, A. M. M. (1992). Agama dalam Perspektif Rasional. Pustaka Firdaus.

Mastuki. (2005). Manajemen Pondok Pesantren. Diva Pustaka.

Nata, A. (2013). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, (2019)

Anda mungkin juga menyukai